• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penggunaan Bahasa Jawa Oleh Pengamen Kawasan Kampung Pengamen Pgot Di Banyudono Tahun 2009 (Suatu Kajian Sosiolinguistik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penggunaan Bahasa Jawa Oleh Pengamen Kawasan Kampung Pengamen Pgot Di Banyudono Tahun 2009 (Suatu Kajian Sosiolinguistik)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia yang memiliki bermacam–macam suku bangsa,

dengan sendirinya juga memiliki bermacam–macam bahasa. Selain dari suku

bangsa asli Indonesia, terdapat suku bangsa asing yang berdiam di Indonesia

seperti keturunan Cina, keturunan Arab, keturunan India dan lain-lain.

Walaupun mereka bukan keturunan asli pribumi, tetapi mereka dapat

menguasai bahasa Indonesia, Daerah, dan bahkan ada yang bisa bahasa

aslinya sendiri.

Sudah bukan pemandangan aneh, saat kita naik bus kota atau berada di

sebuah rumah makan, tiba –tiba datang seseorang atau beberapa anak muda

yang membawa peralatan musik seadanya, bernyanyi dengan suara keras,

terkadang juga sering sumbang. Mereka langsung pergi atau tidak

menyelesaikan lagu yang sedang dinyanyikannya, ketika ia diberi upah atau

uang sekedarnya.

Pengamen atau mereka lebih suka disebut dengan musisi jalanan yang

mereka mainkan sering mereka sebut sebagai, musik jalanan.Pada umumnya

pengertian Penyanyi Jalanan tidaklah sesederhana terminologi yang mereka

sebutkan seperti di atas. Khas musik jalanan mempunyai disiplin dan

pengertian yang spesifik, bahkan merupakan suatu bentuk dari beragam musik

yang berkembang di dunia kesenian.

(2)

commit to user

Di kawasan kampung pengamen PGOT Banyudono,terdapat berbagai

macam jenis ethnik yang tinggal di kawasan kampung pengamen PGOT

Banyudono,ada ethnik Sunda,ethnik Madura,serta ethnik Jawa yang

merupakan penduduk asli yang tinggal di kawasan kampung pengamen PGOT

Banyudono.

Kendati jenis musik yang dikembangkan berbeda-beda,ada

campursari,ada keroncong dan pop.Di kawasan kampung pengamen PGOT

Banyudono, bentuk dasar itu dikembangkan selaras dengan perkembangan

seni bermusik . Jenis musik yang ada dan dikembangkan di kawasan kampung

pengamen di Banyudono, akhirnya dikenal sebagai genre, kata genre

kemudian dikenal sebagai pengelompokan jenis musik.

Meskipun dari sudut pandang ethik para penghuni kawasan kampung

pengamen PGOT Banyudono berbeda,didalam berkomunikasi serta

berinteraksi tetap berlangsung dengan baik.Hal ini disebabkan,oleh

kemampuann para penghuni kawasan kampung pengamen PGOT Banyudono

lebih dari satu bahasa dalam berkomunikasi ataupun berinteraksi dengan

sesama penghuni di kawasan kampung pengamen PGOT Banyudono.

Di kawasan kampung pengamen PGOT Banyudono,pengamen dibagi

menjadi dua jenis yaitu,pengamen kelompok dan pengamen

perorangan.Pengamen kelompok mempunyai ciri khas yang terletak pada

jumlah pengamen yang tergabung didalam pengamen kelompok, biasanya

(3)

commit to user

pengamen perorangan atau sering juga disebut sebagai pengamen

tunggal,didalam menjalankan profesinya mereka hanya sendiri.

Namun dalam perkembangan jaman yang semakin kompleks, budaya

ngamen ini juga ikut berkembang menjadi salah satu peluang untuk mencari

nafkah dari sementara orang. Seperti banyaknya pengamen yang saat ini

terlihat di sekeliling kita, sebernarnya juga menyimpan bermacam-macam

motif. Ada yang melakukannya untuk mencari identitas, ada yang melakukan

karena iseng, ada pula yang jadi pengamen karena memang harus mengejar

nafkah.

Padahal dari karakter musik jalanan ini, terkadang muncul sebuah

bentuk musik baru yang menarik untuk disimak. Mereka umumnya memiliki

karakter diri yang kuat. Walau harus diakui banyak dari musisi jalanan ini

yang memiliki keterbatasan di sisi akademik. Namun umumnya mereka

memiliki keberanian dan karakter diri yang kuat.

Terkadang sebuah lagu yang mereka bawakan, secara teori akademik

memang mengalami pendangkalan. Selain mereka memainkannya dengan

peralatan ala kadarnya atau terbatas, tetapi optimisme yang mereka miliki

membuat lagu-lagu tersebut mampu terdengar dalam bentuk yang berbeda dari

aslinya.

Bila keberadaan para pengamen ini bisa mendapatkan arahan secara

edukasi yang tepat dan berkesinambungan, bukan tidak mungkin dunia

ngamen ini akan menjadi semacam lahan mentah dari pencarian

(4)

commit to user

skill atau keterampilan teori, namun semakin tipis dalam karakter, terutama

bila menyentuh akar tradisi dan budaya yang semestinya menjadi ujung

tombak untuk dikembangkan secara lebih luas ke dunia musik internasional

sebagai aset bangsa dan negara.

Orang-orang atau para penghuni kawasan kampung pengamen PGOT di

Banyudono memiliki bermata pencaharian yang berbeda-beda,ada yang

menjadi pengemis,ada yang menjadi penjual asongan keliling,tetapi yang

paling besar komunitasnya adalah orang-orang yang berprofesi sebagai

pengamen jalanan.

Orang-orang kawasan kampung pengamen PGOT di Banyudono rata-rata

menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi,walaupun sebagian dari

mereka merupakan tidak asli keturunan orang Jawa, keturunan orang Sunda

tetapi mereka semua itu mampu menggunakan bahasa Jawa dengan baik

dalam berkomunikasi dengan baik.selain menggunakan bahasa jawa,mereka

juga menggunakan bahasa Indonesia,bahkan masih banyak dari mereka masih

menggunakan Sunda,sehingga menyebabkan terjadinya kekhasan dalam

bahasanya.

Penggunaan bahasa Jawa oleh pengamen Sunda saat berinteraksi

dengan pengamen Jawa, misalnya.

Data (1)

Pengamen Jawa : ”sampun kundhur Mang?.”

’ sudah pulang Mang.’

Pengamen Sunda : ”O...nggih, nembe bidhal nggeh?”

’ O... ya, baru brangkat ya?’

Pengamen Jawa : ”Niki saking gerdu riye,Mang?”

(5)

commit to user

Pengamen Sunda : ”Menika piyambankan mawon Mas”

’ Ini sendirian saja Mas. ’

Pengamen Jawa : ” nggihi?”

’ iya? ’

Pengamen Sunda : ” ngantos-ngantos nggih Mas”

’ hati-hati ya Mang ’

Pengamen Jawa : ” o...nggeh,suwun.

’ o...ya,terima kasih. ’ (PGOT/D1/14/04/09)

Pengamen Sunda menggunakan bahasa Jawa krama ketika berinteraksi

dengan Pengamen Jawa yang belum akrab . Jika belum akrab maka

Pengamen Sunda menggunakan tingkat tutur Krama karena menghormatinya.

Tetapi jika Pengamen Sunda belum akrab dengan Pengamen Jawa dan

Pengamen Jawa memulai interaksi menggunakan bahasa Jawa Krama maka

Pengamen Sunda akan menggunakan bahasa Jawa tingkat tutur Krama.

Tetapi jarang ditemukan pemakaian bahasa Jawa Krama oleh Pengamen Jawa

dan Pengamen Sunda, karena mereka biasanya menggunakan bahasa Jawa

Krama pada saat situasi formal. Sedangkan di PGOT situasinya informal.

Data (2)

Karena penguasaan bahasa yang lebih dari satu (Indonesia, Jawa, dan

Sunda) itulah yang membuat terjadinya variasi bahasa oleh pengamen

kawasan kampung pengamen PGOT di Banyudono. Selain itu didukung juga

(6)

commit to user

dengan sesama keturunan Sunda melainkan juga dengan etnik lain salah

satunya Jawa.

Penguasaan bahasa lebih dari satu (bilingualisme) itu menyebabkan

banyak terjadi campur kode, alih kode, dan interferensi dalam beberapa

tuturannya. Campur kode yang diperoleh adalah campur kode dari bahasa

Jawa dan Indonesia yang berupa penyisipan beberapa unsur kata, frasa, dan

pengulangan. Alih kode yang mereka lakukan adalah alih kode dari bahasa

Indonesia ke bahasa Jawa dan sebaliknya dari bahasa Jawa ke bahasa

Indonesia. Terdapat juga beberapa interferensi dalam tuturan bahasa Jawa

mereka. Orang-orang keturunan Sunda yang menguasai bahasa lebih dari satu

(bilingualisme) menyebabkan terjadinya campur kode, alih kode, dan

interferensi. Penggunaan campur kode, alih kode, dan interferensi itu

dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu dan memiliki fungsi tertentu.

Berdasarkan uraian dalam penelitian yang telah dilakukan maka,

penelitian mengenai ”Pemakaian Bahasa Jawa oleh pengamen kawasan

kampung pengamen PGOT di Banyudono” belum pernah dilakukan dan

menarik untuk diteliti. Penelitian ini menarik untuk diteliti karena memiliki

beberapa alasan. Adapun alasannya adalah: (1) penelitian ini belum pernah

diteliti sebelumnya, (2) penguasaan bahasa lebih dari satu (bilingualisme)

menyebabkan terjadinya campur kode, alih kode, dan interferensi dalam

tuturan bahasa Jawa 0leh pengamen di PGOT, (3) digunakannya bahasa Jawa

dalam komunikasi pengamen keturunan Sunda karena didukung dari

(7)

commit to user

dengan sesama keturunan Sunda melainkan dengan etnik lain salah satunya

Jawa, (4) sejajarnya antara penggunaan bahasa Jawa,Sunda dalam kehidupan

sehari-hari, walaupun mereka dari keturunan Sunda tetapi mereka memahami

dan mengerti bahasa Jawa dan masih menggunakan Sunda, (5) PGOT

merupakan komunitas yang memiliki keberagaman etnik dan budaya, terdapat

berbagai etnik yang berkumpul dan saling berinteraksi. Oleh karena itu,

penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan persoalan kebahasaan

keturunan Sunda di PGOT . Peneliti akan meneliti ”Penggunaan Bahasa

Jawa Oleh Pengamen Kawasan Kampung Pengamen PGOT di

Banyudono (Suatu Kajian Sosiolinguistik)”

B. Pembatasan Masalah

Untuk membatasi masalah agar tidak meluas, maka dalam penelitian

ini dibatasi pada campur kode, alih kode, interferensi, serta fungsi dan faktor

campur kode, alih kode, dan interferensi dalam tuturan oleh pengamen di

kawasan kampung pengamen PGOT di Banyudono.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka, secara rinci

masalah yang diteliti adalah sebagai berikut :

1.Bagaimanakah campur kode, alih kode, dan interferensi dalam tuturan

bahasa Jawa oleh pengamen kawasan kampung pengamen PGOT di

(8)

commit to user

2.Apakah fungsi campur kode, alih kode, dan interferensi dalam tuturan

bahasa Jawa oleh pengamen kawasan kampung pengamen PGOT di

Banyudono?

3.Apakah faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode, alih kode,

dan interferensi dalam tuturan bahasa Jawa oleh pengamen kawasan

kampung pengamen PGOT di Banyudono?

D.Tujuan

Dari rumusan masalah tersebut, tulisan ini bertujuan untuk memaparkan

pemakaian bahasa Jawa oleh pengamen di kawasan kampung pengamen di

Banyudono. Tujuannya dirinci sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan campur kode, alih kode, dan interferensi pada tuturan

bahasa Jawa oleh pengamen kawasan kampung pengamen PGOT di

Banyudono.

2.Mendeskripsikan fungsi dari terjadinya campur kode, alih kode dan

interferensi dalam tuturan bahasa Jawa oleh pengamen kawasan kampung

pengamen PGOT di Banyudono.

3.Mendeskripsikan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur

kode, alih kode dan interferensi pada tuturan bahasa Jawa oleh pengamen

(9)

commit to user E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu

manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1.Manfaat Teoretis

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat

teoretis yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan

memperkaya teori linguistik, khususnya teori sosiolinguistik Jawa.

2.Manfaat Praktis

Secara praktis manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, dapat

memberikan informasi tentang bahasa Jawa yang dipakai oleh pengamen di

kawasan kampung pengamen di Banyudono dan dapat memahami

istilah-istilah kebahasaan khususnya dalam pemakaian bahasa Jawa pengamen di

kawasan kampung pengamen di Banyudono,serta menambah khasanah

pustaka linguistik yang mana dapat digunakan sebagai acuan penelitian

berikutnya.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini meliputi lima bab yaitu sebagai berikut.

Bab I adalah Pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

dan sistematika penulisan.

Bab II adalah Kajian Pustaka. Pada bab ini dijelaskan mengenai

pengertian sosiolinguistik, masyarakat bahasa, alih kode, campur kode,

(10)

commit to user

Bab III adalah Metode Penelitian. Metode Penelitian ini meliputi

bentuk dan jenis penelitian, lokasi penelitian, data dan sumber data, alat

penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, metode analisis

data, dan metode penyajian data.

Bab IV adalah Hasil Analisis dan Pembahasan, merupakan hasil

analisis mengenai kajian sosiolinguistik tentang penggunaan bahasa Jawa oleh

pengamen di kawasan kampung pengamen di Banyudono.

Bab V Penutup, berisi tentang simpulan dan saran dari hasil penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Adapun bentuk interferensi sintaksis pada penelitian ini berupa pemakaian kata (leksikon). Latar belakang terjadinya interferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah eksploitasi anak jalanan sebagai pengamen di kawasan Simpang Lima kota Semarang, sedangkan tujuan dalam penelitian ini

Pembatasan masalah dalam penelitian ini mencakup kesalahan morfologi dalam bahasa Indonesia formal yang disebabkan oleh interferensi bahasa Batak Toba pada pengguna

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya interferensi bahasa Jawa dalam pidato bahasa Indonesia pada siswa di MTS Al-Hidayah Pondok Lombok dilihat dari aspek

bentuk interferensi leksikal bahasa Jawa dalam penggunaan bahasa Indonesia pada karangan siswa berdasarkan dari 10 jenis-jenis kata terdapat 7 jenis yaitu (1) interferensi

Kesimpulan sementara mengenai turunnya prestise atau gengsi bahasa Jawa atau menurunnya sikap bangga atas bahasa Jawa di atas dapat diperkuat dengan melakukan survei

Dalam hal ini, faktor yang melatarbelakangi terjadinya interferensi sintaksis pada kalimat tuturan guru sewaktu melaksanakan proses pembelajaran bahasa Indonesia

Dengan adanya ragam bentuk tingkat tutur bahasa Jawa dalam tuturan pembaca berita dan penelepon ketika terjadi interaksi dalam program berita Kabar Awan, maka