• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan makhluq dengan Khaliq dalam surat al Fatihah: studi komparatif “tafsir al-Qur’an al Karim karya M Quraish Shiha dan tafsir al-Asas karya Abuya Busyro Karim”.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan makhluq dengan Khaliq dalam surat al Fatihah: studi komparatif “tafsir al-Qur’an al Karim karya M Quraish Shiha dan tafsir al-Asas karya Abuya Busyro Karim”."

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN MAKHLUQ DENGAN KHALIQ DALAM SURAT AL -FATIHAH

(Studi Komparatif “Tafsir Al-qur’an Al karim karya M Quraish Shihab dan Tafsir al-Asas Karya Abuya Busyro Karim ” )

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Ilmu

Al-

Qur’an danTafsir

Oleh

Mawaddatul Husnah

NIM. F1.5.2.14.177

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Mawaddatul Husnah, F15214177, Hubungan Makhlu<q dengan Kha<liq dalam Surat alFa>tihah

(Studi Komparatif ‚Tafsir Al-qur’an Al karim karya M Quraish Shihadan Tafsir al-Asas Karya Abuya Busyro Kari>m ‛ )

Tuhan dan manusia banyak dibicarakan dalam kitab suci al-Qur’an, tuhan sebagai

sang pecipta (kha>liq) dan manusia sebagi ciptaanNya {(makhluk). Keduanya mempunyai hubungan yang unik. Khususnya didalam rangkaian surat al-fa>tihah. Surat yang menjadi

pembuka surat-surat didalam al-Qur’an yang diyakini olehsebagian ulama tafsir

mempunyai rahasia, dan kandungan yang istimewa. Dan karena alasan itu banyak sekali ulama-ulama tafsir yang mencoba untuk mengungkapkan rahasia dan keistimewaan apa yang terkandung dalam surat al-Fatihah. Tidak terkecuali dua tokoh tafsir Indonesia M.Quraish shihab dalam tafsirnya ‚Tafsir al-Qur’an karim‛ dan Abuya Busyro Karim dalam tafsirnya ‚al-Asas‛.

Untuk pengkajian terfokus , peneliti membahas dua permasalahan pokok pertama

Bagaimanakah metode hubungan Makhlu<q dengan Kha<liq dalam Surat Al Fa>tihah dalam Tafsir al-Asas : Kandungan dan Rahasia dibalik Firman-Nya karya Abuya Busyro Karim

dan Tafsir Al-qur’an Al karim karya M Quraish Shihab? Kedua: Bagiamanakah hubungan

Makhlu<q dengan Kha<liq dalam Surat Al Fa>tihah dalam Tafsir al-Asas : Kandungan dan

Rahasia dibalik Firman-Nya karya Abuya Busyro Karim dan Tafsir Al-qur’an Al karim

karya M Quraish Shihab? Persoalan diatas dianalisis dengan menggunakan metode deskriptis-analisisis dengan menggunakan pendekatan tafsir muqorin, yakni suatu pendekatan dengan membandingkan dua penafsiran.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam surat al-Fatihah terdapat beberapa hubungan atara Tuhan (kha>liq) dan Manusia (mahkluq) yakni pertama, 1) hubungan makhluq dan khaliq yang berupa keimanan yang dikelaskan pada ayat pertama dari surat al-Fatihah . kedua, 2) hubungan makhluq dan khaliq yang berupa ibadah yang dikelaskan pada ayat kelima dari surat al-Fatihah, ketiga, 3) hubungan makhluq dan khaliq yang berupa hidayath yang dikelaskan pada ayat ke enam dari surat al-Fatihah. Secara garis besar kandungan surat al-Fatihah dibagi oleh Allah menjadi dua bagaian , setengah untukNya dan setengah yang lain untuk hambaNya.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Kegunaan Penelitian ... 9

F. Kerangka Teoritik ... 9

G. Penelitian Terdahulu ... 12

H. Metode Penelitian ... 14

I. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN MAKHLUQ DAN KHA>LIQ 20

A. Tinjauan Umun tentang Makhluq dan Khal>iq ... 20

1. Pengertian Khaliq ... 20

2. Pengertian Makhluq ... 28

B. Hubungan Makhluq dan Khal>iq ... 35

BAB III: BIOGRAFI QURAIS SIHAB DAN ABUYA BUSYRO KARIM ... 56

I. Biografi Abuya Quraish Shihab……….56

a. Biografi Quraish Shihab dan latar belakang pendidikanya ... 56

b. Jenjang karir dan jabatan Quraish Shihab 58 c. Karya-karya Quraish Shihab ... 61

(8)

II. Biografi Abuya Busyro Karim………...69

e. Biografi Abuya Busyro Karim dan latar belakang pendidikanya ... 69

f. Jenjang karir dan jabatan Abuya Busyro karim 71 g. Karya-karya Abuya Busyro Karim . 71

h. Metodologi kitab Tafsir al-Asas ... 72

BAB IV: ANALISIS HUBUNGAN MAKHLUQ DAN KHALIQ MENURUT QURAISH SHIHAB DAN ABUYA BUSYRO KARIM DALAM SURAT AL-FATIHAH . 77 I. Gambaran umum surat al-Fatihah. ... 77

a. Surat al-Fatihah . ... 77

b. Asbab al-nuzul surat al-Fatihah dan hubunganya dengan surat lain 81

c. Makna surat al-Fatihah... 84

II. Hubungan makhluq dan khaliq menurut Quraish shihab dan Abuya Busyro Karim dalam Su-rat al-Fatihah . ... 98

a. Quraish shihab... 98

b. Abuya Busyro Karim.. ... 104

BAB V: PENUTUP ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 115

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semenjak manusia dilahirkan kedunia ini disadari atu tidak

sebenarnya sudah mempunyai hubungan atau kontrak dengan Tuhan,

terutama memngenai ihkwal misi manusia didunia ini. Oleh manusia Tuhan

dikenal sebagai sang pencipta (khalik), sementara manusia adlah

ciptaan-Nya (mahkluk). Tuhan juga dikenal sebagai superior ( zat yang maha

agung) , sementara manusia adalah inferior (hamba).

Hubungan yang kemudian memunculkan apa yang dinamakan

dengan syariat dan ritual. Seperti adanya perintah shalat,puasa,zakat dan

haji, yang lahir karena termaktub dalam teks suci al-Qur’an. Oleh sebab itu

al-Qur’an diyakini sebagi kitab petunjuk untuk semua manusia.

Al Fatihah merupakan surah mulia yang terdiri dari tujuh ayat

berdasarkan consensus kaum muslimin. Ia dinamakan Al Fatihah

(pembuka) karena kedudukannya sebagai pembuka semua surah yang

terdapat dalam Al Quran. Ia diletakkan pada lembaran awal untuk

menyesuaikan urutan surah dan bukan berdasarkan urutan turunnya.

Walaupun ia hanya terdiri dari beberapa ayat dan sangat singkat namun ia

telah menginterpretasikan makna dan kandungan Al Quran secara

(10)

2

Al Fatihah juga mengandung dasar-dasar Islam yang disebutkan

secara global, pokok dan cabang agama, akidah, ibadah, tasyri’, keyakinan

akan hari akhir, iman kepada sifat-sifat Allah, menunggalkan Allah dalam

hal beribadah, memohon pertolongan, berdoa, meminta hidayah untuk

berpegang teguh kepada agama yang benar dan jalan yang tidak

menyimpang, diteguhkan dan dikokohkan untuk senanatiasa berada di atas

jalan iman dan manhaj orang-orang yang shaleh, memohon perlindungan

agar terhindar dari jalan orang-orang yang sesat.

Surat Al Fa>tihah ayat 5 mengandung makna di antaranya bahwa

tugas seorang hamba adalah beribadah kepada Allah saja, tidak boleh

berbuat syirik kepada-Nya dengan sesuatu apa pun. Dalam ayat iyya>ka

na’budu, hanya kepadaMu-lah kami beribadah terdapat kandungan tauhid

uluhiyah atau tauhid ibadah. Sedangkan dalam ayat iyya>ka nasta’in (hanya

kepadaMu-lah kami meminta pertolongan) terdapat kandungan tauhid

rububiyah. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tauhid uluhiyah atau

tauhid ibadah adalah mengesakan Allah dalam perbuatan hamba yaitu

ibadah hanya ditujukan pada Allah saja. Kandungan tauhid ini terdapat

dalam iyya>ka na’budu karena ayat ini berarti kita hanya menyerahkan

ibadah kepada Allah saja

Tuhan menciptakan manusia agar mereka beribadah kepadaNya.

Manusia memang tidak diperintah oleh Allah kecuali supaya ibadah itu

dikerjakan dengan ihlas dan lusrus. Iba>dah dimaknai sebagai hubungan

(11)

3

menjadi tugas utama manusia oleh Muhammad Abduh dirumuskan sebagai

penyerahan total yang tumbuh dari kesadaran yang dalam akan keagungan

Tuhan yang disembah tanpa mengetahui asal muasal, perasaan tersebut

disertai keyakinan akan keagungan dan kuasaNya yang tidak terbatas.1

Dari saking pentingnya iba>dah ini, banyak sekali dijumpai ayat-ayat yang

berkaitan dengannya. Diantaranya adalah:

 

 

 

Artinya: Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya ia

mengabdi/ beriba>dah kepadaku.2

Dalam ayat yang lain juga disebutkan:

 

 

 Artinya: Apakah manusia akan mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu

saja? Atau tanpa pertanggung jawaban?3

Berpijak pada 2 ayat di atas, jelas sekali bahwa kita wajib beribadah

karena iba>dah pada dasarnya sangat terkait dengan siksa dan pahala. Itulah

yang dimaksud dengan pertanggung jawaban kelak di sisi Allah.

Melaksanakan semua anjuran Allah dan menjauhi segala larangannya

dengan tujuan iba>dah,4 akan mendapatkan balasan pahala dari Allah.

1Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh Kajian Masalah Aqidah

dan Ibadah, (Jakarta, Paramadina,2002),159

2 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. ( Bandung:Diponegoro,2010 ), 56 3 Ibid, 36

4Lebih tepatnya aktivitas seperti ini disebut dengan taqwa, ia dimaknai sebagai aktivitas

(12)

4

Demikian juga melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah, maka kelak ia

akan mendapatkan siksaan yang sangat pedih dari Allah.5

Cakupan iba>dah ini bisa terbilang luas, oleh karenanya dibutuhkan

di dalamnya niat. Niat ditengarai sebagai pembeda antara iba>dah yang

memang diniatkan karena Allah dan hanya mendapatkan Ridho-Nya dengan

iba>dah yang hanya bertujuan mendapatkan sanjungan dari orang lain.6

Dalam dunia penafsiran banyak sekali ula>ma’ mufasshir

mengerahkan kemampuannya untuk menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan

dengan iba>dah (hubungan langsung antara manusia dengan sang pencipta).

Tafsi>r secara bahasa dimaknai sebagai menerangkan ayat atau makna yang

masih bersifat abstrak. Sedangkan secara istilah adalah ilmu untuk

memahami kita>bullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad,

mengeluarkan makna-maknanya, serta mengeluarkan hukum dan

hikmahnya.7 Dalam kaitannya dengan iba>dah, banyak sekali ilmuan atau

mufassiri>n yang menafsirkan ayat-ayat tertentu agar pemahaman kita

terhadap maksud dan esesnsi ibadah semakin kuat. Dari latar belakang

diatas penulis ingin membahas pemikiran dua tokoh mufasir Indonesia

mengenai Hubungan Makhlu<q dengan Kha<liq dalam Surat Al-Fa>tihah

5Abuya Busyro Karim, Tafsir al-Asas; Kandungan dan Rahasia dibalik Firman-Nya (Surabaya: Muara Progresif, 2009) , 75.

6Sesuai dengan Hadits Nabi yang berbunyi: Segala sesuatu atau perbuatan itu

tergantung pada niatnya. Dari saking pentignya niat ini, maka ula>ma’ ushul fiqh menempatkan kaedah yang pertama dengan hal-hal yang berbau niat. Kaedah yang dimaksud adalah: ‚al-Umu>ru bimaqashidiha>‛, segala sesuatu tergantung pada niatnya. Lihat kitab: al-Maba>di’ul Awwaliyah.

(13)

5

(studi komparatif Tafsir Al-qur’an Al karim karya M Quraish Shihab dan

Tafsir al-Asas karya Abuya Busyro Kari>m )

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Agar karya ini lebih fokus dan terarah, ruang lingkup dan sudut

pandangnya akan difokuskan pada beberapa masalah yang dianggap

penting. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memfokuskan pada pembahasan

materi dan dicapai hasil yang maksimal, yaitu. :

1. Berbicara tentang manusia memang tidak bisa lepas dari

hubungannya dengan Tuhan , ketika masuk pada isu-isu keterbatasan

manusia biasa wacana kemudian berlanjut pada pengkaitan dengan

Tuhan

2. Mahlu>k dan khali>k adalah dua wujud yang berbeda. Tapi

keduanya memiliki hubungan tertentu. Hubungan itu dijabarkan oleh

berbagai disiplin ilmu tradisional dalam Islam. Tapi relasi itu cenderung

disederhanakan sesuai dengan pokok bahasan masing-masing disiplin

tersebut, dalam ranah interpretasi banyak sekali yang mencoba

mengungkapkan tentang hal ini , seperti yang dicoba dikupas dalam Tafsir

al-Asas : Kandungan dan Rahasia dibalik Firman-Nya karya Abuya

Busyro Karim dan Tafsir Al-qur’an Al karim karya M Quraish Shihab

3. Kajian tentang 2 objek (Mah}klu>k dan kha>liq ) telah muncul sejak

zaman dahulu, akan tetapi masih sangat mendasar , kajian tersebut

dilakukan oleh filosof-filosof Yunani zaman dahulu seperti Plato dan

(14)

6

diperbicangkan , Secara umum seluruh isi Al Qur’an berbicara tentang

hal-hal yang terkait dengan penjelasan hak-hak Al-Kha>liq (Allah Sang

Pencipta) atas makhlu>k-Nya, kebutuhan dan ketergantungan makhluk

pada Kha>liq-nya dan pengaturan pola hubungan antara sang Kha>liq dan

makhluk ciptaan-Nya. Dan semua itu secara global telah disinggung

dalam surat al Fa>tihah, sehingga banyak dari kalngan mufasir berusaha

mengungkap kandungan yang ada didalam seperti halnya yang

dilakukan oleh Abuya Busro Karim dan M Qurais Shihab

4. Manusia memang dicipta oleh Allah untuk mengabdikan hidupnya

kepada Allah, Manusia diciptakan hanya untuk berorentasi

(mengarahkan pandangannya) kepada penciptanya. Sang pencipta yang

menumbuhkan dan mengembangkan manusia, Dia memelihara, menjaga

dan mendidik manusia. Dia pula yang memberi petunjuk hidup kepada

manusia. Oleh karena itu, hanya kepada Dia manusia beribadah.

(15)

7

merupakan produk penglihatan para Sahabat terhadap praktek salat Nabi Saw. Dengan demikian, wajar bila kita jumpai berbagai macam bentuk salat diluar bentuk pokoknya, yaitu berdiri, ruku’, sujud dan duduk , dari situ perlu dijabarkan bagaimana sebenarnya metode internalisasi

hubungan Makhlu<q dengan Kha<liq

5. Agama islam mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk

hubungan manusia dengan manusia lainnya, hubungan manusia dengan

lingkungannya, dan hubungan manusia dengan Allah SWT. Hubungan

manusia dengan Allah telah diatur dalam al Quran dan hadist , akan

tetapi didalam al- Qur’an sendiri tidak ada penjelasan yang rinci seperti

apa bentuk Hubungan manusia dengan Allah

6. Perbincangan tentang Allah ( kha>liq ) adalah perbincangan yang

sulit. Namun, kaum monoteis bersikap positif tentang bahasa sambil

tetap menyangkal kapasitasnya untuk mengekspresikan realitas

transenden. Tidak sedikit dari kaum monoteis yang mencoba mencari

tahu tentang Tuhannya, bagaimana dapat mengenal (mencinta) dan

dikenal (dicintai) oleh Tuhan. dalam al qur’an sendiri banyak sekali

ayat yang menjelaskan tentang Hubungan Makhlu<q dengan Kha<liq

seperti halnya yang terkandung dalam surat dalam surat al Fa>tih}ah

7. Didalam Al quran Allah mengibaratkan hubungan manusia (

mukmin) dan Allah itu adalah seperti tijarah (jual beli )yang akan

menyelamatkan orang-orang dari azab yang pedih. jual beli itu berupa

(16)

8

dan jiwa. Allah juga mengibaratkan Amal sholih seorang mukmin

sebagai pinjaman yang diberikan kepada Allah, pinjaman itu dapat

berupa tenaga ataupun harta. Walaupun hakikatnya semua harta dilangit

dan dibumi adalah milik Allah dan diberikan sementara untuk manusia

dan jika manusia membelanjakannya di jalan Allah maka niscaya Allah

akan mengembalikannya dengan berlipat ganda dan tidak terbatas.

Seorang Makhluq harus memahami bagaimana hubungan yang

seharusnya dibina dengan Allah SWT sebagai Rabb-Nya dan Ilah-Nya

dan bagaimana metode yang digunakan agar hubungan tersebut bisa

merasuk kedalam jiwa sehingga memberikan ketenangan

Agar pembahasan tetap terfokus pada permasalahan, penulis membatasi

penafsiran dengan menggunakan dua penafsiran, yaitu Tafsir al-Asas;

Kandungan dan Rahasia dibalik Firman-Nya karya Abuya Busyro Kari>m dan

Tafsir Al-qur’an Al karim karya M Quraish Shihab. Untuk lebih

mempermudah dalam memahami tokoh ini maka perlu juga untuk mengakaji

biografi dan latarbelakang sosial dan pendidikannya, juga metodologi yang

digunakan oleh kedua tokoh tersebut dalam tafsirnya. Dan batasan masalah

yang dimaksud ini mengacu pada poin nomor dua dan tiga dari beberapa

persoalan yang teridentifikasi.

C. Rumusan Masalah

Agar lebih jelas dan memudahkan dalam proses penelitian, maka

(17)

9

1. Bagaimanakah penafsiran Abuya Busyro Karim dan Tafsir

Al-qur’an Al karim dan M Quraish Shihab terhadap surat al-Fatihah

?

2. Bagiamanakah hubungan Makhlu<q dengan Kha<liq dalam Surat Al

Fa>tihah menurut Tafsir al-Asas : Kandungan dan Rahasia dibalik

Firman-Nya karya Abuya Busyro Karim dan Tafsir Al-qur’an Al

karim karya M Quraish Shihab?

D. Tujuan penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki beberapa

tujuan sebagai berikut:

1. Memahami penafsiran Abuya Busyro Karim dan M Quraish Shihab

terhadap Surat Al Fa>tihah

2. Memahami dan menjelaskan hubungan Makhlu<q dengan Kha<liq

dalam Surat Al Fa>tihah dalam Tafsir al-Asas : Kandungan dan

Rahasia dibalik Firman-Nya karya Abuya Busyro Karim dan Tafsir

Al-qur’an Al karim karya M Quraish Shihab

E. Kegunaan Penelitian

Hasil dan manfaat dari penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan

sebagai berikut:

Secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan dalam khazanah keilmuan serta memberikan kontribusi bagi

pengembangan dalam memahami al-Qur’an khususnya dalam bidang tafsir

(18)

10

F. Kerangka Teoritik

Dalam sebuah penelitian kerangka teori sangat dibutuhkan, antara

lain untuk membantu memecahkan dan mengidentifikasi masalah yang

hendak di teliti. Selain itu kerangka teori juga digunakan untuk

memperlihatkan kriteria yang dijadikan dasar untuk membuktikan sesuatu.8

Untuk menafsirkan al-Qur’an diperlukan suatu metode dan

penafsiran, yaitu suatu cara untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dan hal

-hal lain yang ada sangkut pautnya dengan masalah penafsiran tersebut.

Metode yang merupakan gabungan alat atau perangkat sistem (strategi,

pendekatan, teknik, dan cara pengembangan) di dalam fungsinya mempunyai

kedudukan yang sangat penting di dalam upaya pencapaian maksud dan

tujuan dari penafsiran itu sendiri.9

Dalam ilmu tafsir dikenal beberapa corak dan metode penafsiran

al-Qur’an yang beragam. Keberagaman penafsiran al-Qur’an antara lain

disebabkan karena tingkat kecerdasan, daya nalar, lingkungan,

kecenderungan golongan dan pribadi serta kapasitas ilmiah dari setiap

mufassir ke mufassir lainnya.10

Menurut ‘Abd al-H{ayy al-Farma>wi> hingga kini setidaknya terdapat

empat metode utama dalam penafsiran al-Qur’an yaitu: metode ijma>li>

(global), metode tah}li>li> (analitis), metode muqa>rin (perbandingan) dan

8Abdul Mustaqim, Epistemologi Tasfir Kontemporer (Yogyakarta: LKIS, 2012), 20. 9M. Ridlwan Nasir, Perspektif Baru Metode Tafsir Muqarin dalam Memahami al-Qur’an (Surabaya: Imtiyaz, 2011), 1.

(19)

11

metode mawd}u>‘i> (tematik).11 Teori al-Farma>wi> inilah yang banyak diikuti

peminat kajian tafsir di Indonesia seperti M. Quraish Shihab dan Nashruddin

Baidan. Berbeda dengan teori al-Farma>wi>, Abdul Djalal dan M. Ridlwan

Nasir membagi metode tafsir menurut tinjauan dari sumber penafsiran, cara

penjelasan, dan keluasan penjelasannya, serta yang didasarkan atas sasaran

dan tertib ayat-ayat yang ditafsirkan.12

Obyek penelitian yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah

Internalisasi Hubungan Makhlu<q dengan Kha<liq dalam Surat Al Fa>tihah

(studi komparatif ‚ Tafsir al-Asas : Kandungan dan Rahasia dibalik

Firman-Nya karya Abuya Busyro Kari>m dan Tafsir Al-qur’an Al karim karya M

Quraish Shihab‛ ), maka untuk memahaminya penulis menggunakan

pendekatan metode muqorin antar dua pendapat mufasir . metode muqorin

ini ada tiga aspek yakni

1. Ayat dengan ayat

2. Ayat dengan hadis

3. Perbandingan pendapat antar mufasir

Perbandingan ayat dalam al-Quran memiliki banyak variasi. Salah

satunya ialah kesamaan atau kemiripan dalam redaksinya. Dalam

al-Quran terdapat banyak ayat yang memiliki redaksi yang mirip.

Ayat-ayat yang beredaksi mirip ini terutama terdapat dalam Ayat-ayat-Ayat-ayat yang

berbicara tentang kisah Nabi. Wilayah kajian dari tafsir muqa>rin sangat

11‘Abd al-H{ayy al-Farma>wi>, Al-Bida>yah fi> al-Tafsi>r al-Mawd}u>‘i> (Kairo: Da>r al-T{iba>‘ah wa al-Nashr al-Isla>miyyah, 2005), 19.

(20)

12

luas. Aspek pertama dari kajian metode ini ialah kajian antar ayat, yang

termasuk didalamnya ayat beredaksi mirip. Kajian terhadap variasi ayat

ini tidak hanya terletak pada redaksionalnya saja, akan tetapi konotasi

yang dikandungnya.

Ada beberapa langkah dalam mengkaji ayat versi ini dengan

menggunakan metode tafsir muqa>rin; Pertama, mengidentifikasi dan

menghimpun redaksi yang mirip. Kedua, membandingkan redaksi yang

mirip. Ketiga, menganalisis perbedaan yang terkandung dalam redaksi yang

mirip. Keempat, membandingkan pendapat para mufassir tentang ayat yang

beredaksi mirip itu.13

Seperti yang telah dijelaskan sebelmnya bahwa unsur-unsur yang

diperbandingkan dalam metode ini adalah antara ayat dengan ayat, ayat

dengan hadith, dan antara pendapat para mufassir. Untuk menerapkan tafsir

pada unsur-unsur ini, maka ada langkah-langkah yang harus ditempuh yang

terdapat dalam metode muqa>rin.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode yang ketiga

yakni membandingkan pendapat antar dua mufasir, dalam pembahasan antara

pendapat para mufassir dalam menafsirkan ayat al-Quran, langkah-langkahnya

ialah;

1. Menghimpun sejumlah ayat al-Quran yang dijadikan obyek studi

tanpa menoleh kepada redaksinya.

13

(21)

13

2. Melacak berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan

ayat-ayat tersebut.

3. Membandingkan pendapat-pendapat mereka untuk mendapatkan

informasi berkenaan dengan identitas dan pola berfikir dari

masing-masing mufassir.14

G. Penelitian Terdahulu

Kajian pustaka merupakan bagian dari suatu penelitian yang bersifat

sentral, inti kajian pustaka adalah agar mengetahui posisi dari peneliti

sendiri didalam menjelaskan penelitian mengenai topik ayang akan

diteliti. Dalam penulusuran peneliti terdapat beberapa penelitian dan buku

yang mengangkat tema tengtang hubungan Tuhan dan manusia , begitu

juga dengan penafsiran-penafsiran terhadap ayat-ayat tersebut. Maka

untuk mengetahui perkembangan pemaknaan terkait dengan tema yang

dibahas peneliti mencantumkan beberapa karya sebagai berikut :

1. Toshihiko Izutsu , dalam Relasi Tuhan dan Manusia : pendekatan

semantic dalm al-Qur’an. Buku ini mengupas metode semantic

sebagai pisau analisis untuk mengungkapa makna dan kata dalam

al-Qur’an. Buku ini menunjukan dua penekanan studi, yakni metode

semantic sebagai aspek metedologis dan al-Qur’an merupakan sisi

materialnya.15 Namun pendekatan Toshihiko Izutsu hanya sebatas

based on text an sich terhadap ayat-ayat al qur’an . sementara yang

14

. Ibid.

15 Thosihoko izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia : pendekatan semantic dalam al-Qur’an‛

(22)

14

dilakukan peneliti adalah merumuskan pola Internalisasi hubungan

Mahklu>q dan Kha>liq dalam surat al Fa>tih}ah.

2. Relasi Tuhan dan Manusia dalam pemikiran Muhammad Iqbal16

sebuah karya tesis dari Kaminiasih tersebut mengupas Relasi Tuhan

dan Manusia dalam Pemikiran Muhammad Iqbal. Pernyataan Iqbal

mengenai Relasi Tuhan dan Manusia bisa dilihat dari pengalaman

keagamaan seseorang, terutama dalam melakukan sholat atau

sembahyang. Karna Sholat adalah wujud eksistensi manusia menyatu

dengan Tuhannya. Penelitian ini lebih tertuju pada peran agama

sebagai wujud dari eksistensi Tuhan dan Relasi-nya kepada manusia

. Hal tersebut lebih mengarah pada pendekatan Filsafat atau study

pemikiran tokoh , bukan studi tematik surah ayat al Qur’an.

3. Ali Akbar dalam buku Tuhan dan Manusia: Risalah sumber ciptaan

dan kehidupan Akhirat menurut al-Qur’an dan ilmu pengetahuan

Modern, buku ini secara sepesifik mengurai hubungan Allah dan

Maklu>q ciptanNya secara singkat buku ini mengajak manusia

modern untuk kembali beribdah mengabdi kepada Tuhanya.17

4. Hubungan antara Tuhan dan Manusia dalam Pandangan Fazlur

Rahman , skripsi yang ditulis oleh Muhammad Ihsan Hafiz tersebut

hanya mengurai hubungan antara Tuhan dan Manusia dalam

Pandangan Fazlur Rahman , penelitian ini tidak jauh berbeda dengan

16Kaminiasih ‚ Relasi Tuhan dan Manusia dalam Pemikiran Muhammad Iqbal‛ Tesis

(Yogyakarta : Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2008 )

17 Ali Akbar , Tuhan dan Manusia Risalah sumber ciptaan dan kehidupan Akhirat menurut

(23)

15

penelitian sebelumnya yakni menyinggung tentang peran agama

dalam hubungan antara Tuhan dan Manusia.18

Berdasarkan uraian-uraian diatas penulis berkesimpulan belum ada

penelitian yang mebahas tentang Internalisasi Hubungan Makhlu<Q Dengan

Kha<Liq Dalam Surat Al Fa>tihah

H. Metode Penelitian

1.Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif, yaitu jenis

penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melelui prosedur

kuantifikasi, perhitungan statistic, atau bentuk cara-cara lainnya yang

menggunakan ukuran angka. Kualitatif juga dapat bermakna sesuatu yang

berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat dibalik

fakta. Kualitas hanya dapat diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistic

atau bahasa.19

2. Jenis penelitian

Penelitian ini yang menggunakan library research (penelitian kepustakaan).

yaitu penelitian yang memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh

data penelitiannya.20

18

Muhammad Ihsan Hafiz ‚ Hubungan antara Tuhan dan Manusia dalam Pandangan Fazlur Rahman‛ skipsi ( Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga, 2004)

19Penelitian studi kasus, Http / Penelitianstudikasus. Blogspot. Com / 2016 / 03/04/Pengertian-penelitian-kualitatif/ ” Pengertian penelitian kualitatif” (10 Mei 2016, 20.30)

20

(24)

16

3.Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah diskriptif21 analisis22. Yang

berusaha mendiskripsikan konsep yang ada dalam Alquran mengenai

Internalisasi Hubungan Makhlu<q dengan Kha<liq dalam Surat Al Fa>tihah

(studi komparatif ‚Tafsir Al-qur’an Al karim karya M Quraish Tafsir al-Asas

: karya Abuya Busyro Kari>m dan Shihab‛ ) Sebagaimana temanya, maka

aplikasi ayat-ayat Alquran dengan memaparkan segala aspek yang

terkandung di dalam ayat yang ditafsirkan serta menerangkan makna-makna

yang tercakup didalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan

Mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersenbut.23

Dalam metode ini, mufasir menguraikan makna yang dikandung oleh

Alquran, ayat demi ayat, surat demi surat yang urutannya sesuai dengan

mushaf. Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang dikandung ayat

yang ditafsirkan seperti pengertian kosa kata, konotasi kalimatnya, latar

belakang turunnya ayat (Asba>b al-Nuzu>l), kaitannya dengan ayat-ayat lain

baik sesudahnya atau sebelumnya (Munasa>bah) dan juga

pendapat-pendapat yang telah diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat

21

Deskriptif adalah menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variable dan fenomena yang terjadi pada saat penelitian berlangsung dan menyajikannya apa adanya. Lihat, M. Sabana Dasar-dasar Penelitian Ilmiyah (Bandung, Pustaka Setia, 2005), 89

22

Analitik adalah uraian atau bersifat penguraian. Lihat, Pius A. Partanto Dan M dahlan Barry, Kamus Ilmiyah Populer ( Surabaya: Arloka, 1994), 29

23

(25)

17

tersebut, baik yang disampaikan oleh nabi, sahabat, para tabiin, maupun

ahli tafsir lainnya.24

4. Teknik Analisis

Semua data yang terkumpul, baik primer maupun sekunder diklasifikasi

dan dianalisis sesuai dengan sub bahasan masing-masing. Selanjutnya

dilakukan telaah mendalam atas karya-karya yang memuat objek penelitian

dengan menggunakan analisis isi, yaitu suatu teknik sistematik untuk

menganalisis isi pesan dan mengolahnya dengan tujuan menangkap pesan

yang tersirat dari satu atau beberapa pernyataan.25 Selain itu, analisis isi

dapat juga berarti mengkaji bahan dengan tujuan spesifik yang ada dalam

benak (peneliti).

5. Sumber Data

Sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal

dari bahan-bahan tertulis berupa literatur berbahasa Arab dan Indonesia

yang mempunyai relevansi dengan permasalahan penelitian ini.

Penelitian ini bersifat library research (penelitian kepustakaan), oleh

karena itu maka rujukan utama penulis adalah al-Qur’a>n dan Tafsir

al-Asas; Kandungan dan Rahasia dibalik Firman-Nya karya Abuya Busyro

Kari>m dan Tafsir Al-qur’an Al karim karya M Quraish Shihab

24

Abd. Al-Hayy al-farmawi, Metode Tafsir Maudlui, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1996, 12)

25

(26)

18

Di samping al-Qur’a>n Tafsir al-Asas; Kandungan dan Rahasia dibalik

Firman-Nya karya Abuya Busyro Kari>m dan Tafsir Al-qur’an Al karim

karya M Quraish Shihab sebagai rujukan utama, penulis juga akan meruju’

kepada kitab-kitab tafsir, seperti Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az{i>m karya Isma>’il

ibn Kathi>r, Tafsi>r Ja>mi’ al-Baya>n fi> Tafsi>r al-Qur’a>n, karya Ibn Jarir

al-T{aba>ri, Tafsir al-Ja>mi’ li Ahka>m al-Qur’a>n, dan lain sebagainya. Demikaian

juga kitab-kitab hadis serta kitab dan buku-buku lainnya yang relevan, akan

digunakan sebagai sumber penelitian ini.

6. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tekhnik

dokumentasi, yaitu mencari dan mengumpulkan data-data terkait tema

penelitian ini dari kitab-kitab ulama atau karya-karya cendekiawan yang

bisa dijadikan literatur, serta dipandang relevan untuk menunjang penelitian

ini. Dengan cara mencatat data-data tertentu yang dianggap penting dari

beberapa literatur, kemudian mengolah dan mengklasifikasi data-data

tersebut sesuai dengan sistematika pembahasan yang ada.

I. Pengolahan Data

Dalam pengolahan data yang telah dikumpulkan, penulisan atau

penelitian ini melakukan beberapa langkah, yaitu:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali data-data yang diperoleh dari segi

(27)

19

b. Pengorganisasian data, yaitu menyusun dan mensistematikan data-data

yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan

sebelumnya sesuai dengan rumusan masalah.

J. Analisis Data

Tujuan utama mengadakan analisis data adalah melakukan

pemeriksaan secara konsepsional atas makna yang dikandung oleh

istilah-istilah yang digunakan dan pernyataan-pernyataan yang dibuat. Di sini

dibutuhkan kejelian dan ketelitian dalam membaca data.

Setelah data yang diperlukan terkumpul, baik dari sumber primer

maupun sumber sekunder, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa

data dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Metode ini digunakan

untuk memaparkan data-data yang diperoleh dari literatur-literatur yang ada

korelasinya dengan masalah yang diteliti, kemudian diadakan analisis dan

menafsirkan data tersebut secara apa adanya.

K. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penyusunan tesis ini dibuat untuk

mempermudah penyusunan penelitian, agar rangkaian pembahasan yang termuat

dalam penelitian tersusun secara sistematis antara satu bab dengan bab yang lain,

maka penulis akan mengungkapkan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama, adalah pendahuluan yang berisi tentang latar belakang

masalah yang menjadi ungkapan awal mengapa penulis mengangkat judul ini.

(28)

20

pertanyaan tentang masalah yang akan diteliti didasarkan atas identifikasi dan

batasan masalah. Selanjutnya adalah tujuan dan kegunaan penelitian yang lebih

menekankan pada pengungkapan penulis untuk memperoleh jawaban atas

permasalahan penelitian yang diajukan serta nilai dan manfaat yang dapat

diambil dari penelitian tersebut, kemudian dilanjutkan dengan penelitian

terdahulu sebagai acuan untuk membedakan penelitian ini dengan penelitaian

yang serupa. Selanjutnya dijelaskan metode penelitian yang digunakan untuk

mengungkap langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan penelitian. Bab

ini diakhiri sistematika pembahasan, bagian ini mengungkapkan alur logis

penulisan agar dapat diketahui logika penyusunan secara jelas.

Bab kedua, membahas tinjauan umum tentang Hubungan Makhlu<q

dengan Kha<liq, yang meliputi pengertian Makhlu<q dan Kha<liq, Serta . tinjauan

umum tentang hubungan Makhlu<q dengan Kha<liq.

Bab ketiga, membahas tentang tinjauan historis yang membahas tentang

biografi dan latar belakang akademis Abuya Busyro Kari>m dan M. Quraish

Shihab

Bab keempat, membahas tinjauan umum Abuya Busyro Kari>m dan karya

M Quraish Shihab terhadap surat al-Fatihah serta Hubungan Makhlu<q dengan

Kha<liq dalam Surat Al Fa>tihah dalam Tafsir al-Asas : Kandungan dan Rahasia

dibalik Firman-Nya karya Abuya Busyro Kari>m dan Tafsir Al-qur’an Al karim

karya M Quraish Shihab

Bab kelima, merupakan bab terakhir yaitu penutup yang di dalamnya

(29)

(30)

22

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN MAKHLU<Q DENGAN KHA<LIQ

I. Tinjauan umum tentang Makhlu>q dan Kha>liq

a. Pengertian makhlu>q

Islam dibangun di atas satu dasar, yaitu akidah.1 Akidah menjelaskan bahwa di balik

alam semesta, manusia, dan hidup, terdapat Pencipta (kha>liq) yang telah meciptakan

ketiganya, serta yang telah meciptakan segala sesuatu lainnya. Dialah Allah SWT.

Bahwasanya Pencipta telah menciptakan segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Ia

bersifat wajibul wujud, wajib adanya. Sebab, kalau tidak demikian, berarti Ia tidak

mampu menjadi Kha>liq.2 Ia bukanlah makhlu>k, karena sifat-Nya sebagai Pencipta

memastikan bahwa diri-Nya bukan makhlu>k. Pasti pula bahwa Ia mutlak adanya, karena

segala sesuatu menyandarkan wujud atau eksistensinya kepada diri-Nya; sementara Ia

tidak bersandar kepada apapun.3

Dalam istilah keagamaan terdapat kata kha>liq dan makhlu>q. Secara etimologi kata

kha>liq berasal dari bahasa arab dari kata kerja قلخ yang berarti mengukur atau

memperhalus.4 Kemudian makna ini berkembang dengan arti menciptakan.

Kata َقَلَخ ini diubah menjadi لِعاَف atau pelaku sehingga terbentuklah kata قِلاَخ yang

berarti pencipta, pencipta alam semesta. Pengertian قِلاَخ ini menunjuk kepada Allah swt.

sebagai pencipta seluruh makhluk yang hidup di alam semesta. Kata قلخ dalam berbagai

bentuknya memberikan penekanan tentang kehebatan dan kebesaran Allah terhadp

ciptan-Nya seperti firman Allah dalam surat al-Rum ayat 20-25 :

1 Komaruddin hidayat, Psikologi beragama menjadikan hidup lebih ramah dan santun ( Hikma : Jakarta,

2008), 12.

2 Ahmad Chodjin, Jalan Pencerahan, (PT Serambi Ilmu Semesta : Jakarta, 2002), 119 3 Ibid;120

(31)

23











































































































































































































(32)

24

di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur) (25).5

Allah kha>liq artinya Allah pencipta semua makhlu>q dan segala sesuatu yang ada di

alam ini diciptakan oleh Allah. Bukti bahwa segala sesuatu mengharuskan adanya

Pencipta yang menciptakannya bahwa segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh akal

terbagi dalam tiga unsur, yaitu manusia, alam semesta, dan hidup. Ketiga unsur ini

bersifat terbatas, lemah, serba kurang, dan saling membutuhkan kepada yang lain.

Misalnya manusia. Manusia terbatas sifatnya, karena ia tumbuh dan berkembang sampai

pada batas tertentu yang tidak dapat dilampuinya lagi. Ini menunjukkan bahwa manusia

bersifat terbatas. Begitu pula halnya dengan hidup, bersifat terbatas, karena

penampakannya bersifat individual. Apa yang kita saksikan selalu menunjukkan bahwa

hidup ini berakhir pada satu individu saja. Jadi, hidup juga bersifat terbatas. Sama halnya

dengan alam semesta yang memiliki sifat terbatas. Alam semesta merupakan himpunan

dari benda-benda angkasa, yang setiap bendanya memiliki keterbatasan. Himpunan segala

sesuatu yang terbatas, tentu terbatas pula sifatnya. Jadi, alam semesta pun bersifat

terbatas. Walhasil, manusia, hidup, dan alam semesta, ketiganya bersifat terbatas.6

Apabila kita melihat kepada segala sesuatu yang bersifat terbatas, akan kita simpulkan

bahwa semuanya tidak azali. Jika bersifat azali (tidak berawal dan tidak berakhir), tentu

tidak mempunyai keterbatasan. Dengan demikian segala yang terbatas pasti diciptakan

oleh ‚sesuatu yang lain‛. ‚Sesuatu yang lain‛ inilah yang disebut Al-Kha>liq.7 Dialah yang

menciptakan manusia, hidup, dan alam semesta. Dalam menentukan keberadaan Pencipta

ini akan kita dapati tiga kemungkinan. Pertama, Ia diciptakan oleh yang lain. Kedua, Ia

menciptakan diri-Nya sendiri. Ketiga, Ia bersifat azali dan wajibul wujud. Kemungkinan

5 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. ( Bandung:Diponegoro,2010 ), 56

6 M Abdul mujieb, Ensiklopedia imam al- ghozali mudah memahami dna menjalankan kehidupan spiritual (Hikma : Jakarta , 2009), 3.

(33)

25

pertama bahwa Ia diciptakan oleh yang lain adalah kemungkinan yang bat}il, tidak dapat

diterima oleh akal. Sebab, bila benar demikian, tentu Ia bersifat terbatas. Begitu pula

dengan kemungkinan kedua, yang menyatakan bahwa Ia menciptakan diri-Nya sendiri.

Jika demikian berarti Dia sebagai makhluk dan Khaliq pada saat yang bersamaan. Hal

yang jelas-jelas tidak dapat diterima. Karena itu, Al-Khaliq harus bersifat azali dan

wajibul wujud.8

Dalam al Qur’an dijumpai beberapa kata khalaqa dibeberapa yaitu :

1. surat al-An’am ayat 102



































(yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu.9

Allah berfirman dzalikumullahu rabbukum. Yang demikian itu adalah Allah Rabb

Kamu, yaitu yang menciptakan segala sesuatu yang tidak beranak dan tidak Beristri.

Maksud dari ayat diatas kita disuruh beribadah hanya kepada Allah dzat yang Esa yang

tidak beranak juga diperanakan, dan tidak beristri, serta tidak ada pula yang setara dan

yang menandinginya. Allah yang mengatur segala sesuatu yang ada dibumi ini memberi

rizqi kepada meraeka, dan melindungi mereka pada malam dan siang hari.

2. Surat al-Ra’d ayat 16



























































8 Ibid;8
(34)

26



































Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah". Katakanlah: "Maka Patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, Padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa".10

Allah menetapakan bahwa tidak ada Tuhan yang haq selain diriNya karena mengakui

bahwa Allah –lah yang menciptakan langit dan bumi,11 dan Allah adalah pemilik dan

pengatur segalannya. Tetapi walaupun demikian mereka masih tetap menjadikan

pelindung-pelindung dari selain allah yang mereka sembah, sedangkan sesembahn itu

tidak memiliki manfaat dan madharat untuk diri mereka sendiri, apa lagi bagi

penyembah-penyembahnya.

3. Surat al-Hijr ayat 28



























Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.12

10 Ibid:251.

11 Tafsir ibn kathir juz 13 hal 498

(35)

27

Allah menyebutkan isyaratNya dengan menyebutkan Adam ditengah-tengah malaikat,

dan Allah memulyakan nabi Adam dengan memerintahkan malaikat untuk brsujud

kepada Adam.

4. Surat al-Ankabut ayat 61





























Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).13

Allah berfirman mengikrarkan bahwa tidak ada ilah (yang berhak diibadahi secara

benar) kecuali Dia. Karena orang-orang mus}rik yang menyembah selaiNya bersamaNya

mengakui bahwa Dia maha Esa dalam menciptakan langit,bumi, matahari dan bulan serta

mengatur peredaraan siang dan malam dan DIA lah yang memberikan rizqi kepada

seluruh mahkluq dibumi ini.14

5. Surat yasin ayat 81































Dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? benar, Dia berkuasa. dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha mengetahui.15

Allah berfirman mengabarkan dan mengingatkan tentang kekuasaanNya yang agung

dalam menciptakan tujuh lapis langit yang terkandung didalamnya bintang-bintang yang

13 Ibid:403.

(36)

28

beredar` dan tetap, serta menciptakan tujuh lapis bumi dan apa yang terkandung

didalamnya berupa gunung-gunung, batu-batuan, lautan hutan dan isinya.

6. Surat Sad ayat 71

         

(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah.16

7. Surat al-Zumar ayat 62\

          

Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.17

8. Surat al-Mu’minun ayat 62

             

yang demikian itu adalah Allah, Tuhanmu, Pencipta segala sesuatu, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia; Maka Bagaimanakah kamu dapat dipalingkan?18

9. Surat Fussilat ayat 37



                   

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika ialah yang kam;:u hendak sembah.19

10. Surat al-Hasr ayat 24





























16 Ibid;458.
(37)

29









Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.20

Sedangkan kata khalaqa dan jaala memiliki arti yang sama yakni menjadikan,

akan tetapi perbedaan keduanya adalah khalaqa menekankan pada kebesran dan

kehebatan alah dalam ciptanNya, dan kata jaala menekankan pada manfaat yang bisa

diperoleh dari suatu yang dijadikanNya itu. Sebagaimana contohnya terdapat satu

ayat yang sama-sama berbicara tentang satu objek akan tetapi beda dalam

redaksinya21 yaitu

Pertama dalam surat al-Rum ayat 21

                     

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.22

Kedua dalam surat al-Suaro ayat 11

                       

(dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.

20

Ibid;548.

(38)

30

b. Pengertian Makhluq

Selain kata khaliq dalam islam juga dikenal kata Makhluq. Makhluq adalah sebuah

kata serapan dari bahasa Arab yang berarti "yang diciptakan", sebagai lawan kata Khaliq

"yang menciptakan." Secara umum, kata ini merujuk pada organisme hidup yang

diciptakan oleh Tuhan. 23 Berdasarkan pengertian makhluk diatas, maka makhluk dapat

dibagi menjadi 2 yaitu :24

Pertama: Makhluk ghaib (alam ghaib) yaitu segala sesuatu yang tidak dapat ditangkap

oleh panca indera manusia. Menurut sifatnya, makhluk ghaib ini dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Makhluk ghaib hakiki (mutlak), yaitu segala sesuatu yang tidak dapat ditangkap

oleh panca indera manusia, misalnya surga, neraka, malaikat dan sebagainya.

b. Makhluk ghaib idhafi (nisbi), yaitu segala sesuatu yang pada saat sekarang tidak

dapat ditangkap oleh panca indera, tetapi pada masa lampau atau pada masa yang

akan datang dapat ditangkap oleh panca indera manusia, misalnya peristiwa

sejarah, ilmu pengetahuan dan ilmu hitam (black magic).

Kedua: Makhluk syahadah (alam nyata) yaitu segala sesuatu yang dapat ditangkap

oleh panca indera manusia. Makhluk syahadah terbagi menjadi 2, yaitu :

a. Makhluk jamadi, seperti benda-benda mati : batu, emas, perak dan sebagainya.

b. Makhluk hayati, terbagi menjadi 3, yaitu : Makhluk nabati, hayawani, dan insani

(manusia).25

Manusia pada hakekatnya sama saja dengan makhluk hidup lainnya, yaitu memiliki

hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan didukung oleh pengetahuan

23 Murtadha Muthahari, Perspetif Tentang Manusia dan Agama,( Mizan, Bandung, 1992). 5

24 J.L Ch Abieneno, Manusia dan sesamanya di dalam dunia (Gunung Mulia: Jakarta , 2003, 21

(39)

31

dan kesadaran. Perbedaan diantara keduanya terletak pada dimensi pengetahuan, kesadaran

dan keunggulan yang dimiliki manusia dibanding dengan makhluk lain. Menurut ajaran

Islam, manusia dibanding dengan makhluk yang lain, mempunyai berbagai ciri antara lain

ciri utamanya yaitu:26

a. Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang baik, ciptaan Tuhan yang

paling sempurna. Sesuai dengan firman Allah :















Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya.27

b. Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan)

beriman kepada Allah.

c. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya. Tugas manusia untuk

mengabdi kepada Allah dengan tegas dinyatakan-Nya dalam al-Qur’an surat

az-Zariyat ayat 56:















Tidak Kujadikan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-Ku.28

d. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Hal ini dinyatakan

dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30 :



























































26 Mohammad Ali Daud, Pendidikan Agama Islam, ( PT Raja Grafindo Persada : Jakarta 1998 ), 12-19

27

Departemen Agama ,579.

28

(40)

32

‚Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat ‚sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.‛ Mereka berkata: ‚Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?, Tuhan berfirman; ‚Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.29

e. Di samping akal, manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan atau

kehendak. Dengan akal dan kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh

kepada Allah, menjadi muslim; tetapi dengan akal dan kehendaknya juga

manusia tidak percaya, tidak tunduk dan tidak patuh kepada kehendak Allah

bahkan mengingkarinya (kafir). Karena itu dalam surat al-Kahfi ayat 29

menyebutkan :



























































‚Dan katakanlah: ‚Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaknya ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir)biarla ia kafir‛ .30

f. Secara individual manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Sesuai

dengan firman Allah yang berbunyi:

(41)

33

setiap seorang (manusia) terikat (dalam arti bertanggung jawab) terhadap apa yang dilakukannya. 31

g. Berakhlak, perbedaan ini merupakan perbedaan utama dibandingkan dengan

makhluk lainnya. Artinya, manusia adalah makhluk yang diberi Allah kemampuan

untuk membedakan yang baik dengan yang buruk.

Al-Qur'an memperkenalkan tiga istillah kunci (key term) yang digunakan untuk

menunjukkan arti pokok manusia, yaitu al-insan, basyar dan Bani Adam :32

a. Kata al-insan dalam al-Qur'an sebanyak 65 kali dipakai untuk manusia yang tunggal,

sama seperti ins. Sedangkan untuk jamaknya dipakai kata an-naas, unasi, insiya,

anasi. Hampir semua ayat yang menyebut manusia dengan menggunakan kata

al-insan, konteksnya selalu menampilkan manusia sebagai makhluk yang istimewa,

secara moral maupun spiritual yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Keunggulan

manusia terletak pada wujud kejadiannya sebagai makhluk yang diciptakan dengan

kualitas ahsani taqwim, sebaik-baik penciptaan. Kata insan yang berasal dari kata

al-uns, anisa, nasiya dan anasa, maka dapatlah dikatakan bahwa kata insan menunjuk

suatu pengertian adanya kaitan dengan sikap, yang lahir dari adanya kesadaran

penalaran.33 Kata insan digunakan al-Qur'an untuk menunjukkan kepada manusia

dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang

dengan yang lain adalah akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan. 34Kata insan

jika dilihat dari asalnya nasiya yang artinya lupa, menunjuk adanya kaitan dengan

kesadaran diri. Untuk itu, apabila manusia lupa terhadap seseuatu hal, disebabkan

karena kehilangan kesadaran terhadap hal tersebut. Maka dalam kehidupan agama,

31 Ibid;54

32 Burlinan Abdullah,.Ragam Perilaku Manusia Menurut Al-Qur’an, ( PT Kuala Musi Raharja :

Palembang, 2000) 15

33 Musya Asy’arie, , Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an,( Lembaga Studi Filsafat

Islam, 1992) , 22

34

(42)

34

jika seseorang lupa sesuatu kewajiban yang seharusnya dilakukannya, maka ia tidak

berdosa, karena ia kehilangan kesadaran terhadap kewajiban itu. Tetapi hal ini

berbeda dengan seseorang yang sengaja lupa terhadap sesuatu kewajiban. Sedangkan

kata insan untuk penyebutan manusia yang terambil dari akar kata al-uns atau anisa

yang berarti jinak dan harmonis,35karena manusia pada dasarnya dapat menyesuaikan

dengan realitas hidup dan lingkungannya. Manusia mempunyai kemampuan adaptasi

yang cukup tinggi, untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi

dalam kehidupannya, baik perubahan sosial maupun alamiah. Manusia menghargai

tata aturan etik, sopan santun, dan sebagai makhluk yang berbudaya, ia tidak liar baik

secara sosial maupun alamiah.

b. Kata basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk baik laki-laki ataupun

perempuan, baik satu ataupun banyak. Kata ini memberikan referensi kepada manusia

sebagai makhluk biologis yang mempunyai bentuk tubuh yang mengalami

pertumbuhan dan perekembangan jasmani. Kata basyar adalah jamak dari kata

basyarah yang berarti kulit. "Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas,

dan berbeda dengan kulit binatang yang lain". Al-Qur'an menggunakan kata ini

sebanyak 35 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna [dua]

untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriyahnya serta persamaannya dengan

manusia seluruhnya. Karena itu Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk

menyampaikan bahwa "Aku adalah basyar (manusia) seperti kamu yang diberi wahyu

.

Di sisi lain diamati bahwa banyak ayat-ayat al-Qur'an yang menggunakan kata

basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar, melalui

tahapan-tahapan sehingga mencapai tahapan kedewasaan. Firman allah.

35Musya Asy’arie, ,

(43)

35

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya [Allah] menciptakan kamu dari tanah, ketika kamu menjadi basyar kamu bertebaran". 36

Bertebaran di sini bisa diartikan berkembang biak akibat hubungan seks atau

bertebaran mencari rezki.37 Penggunaan kata basyar di sini "dikaitkan dengan

kedewasaan dalam kehidupan manusia, yang menjadikannya mampu memikul

tanggungjawab. Dan karena itupula, tugas kekhalifahan dibebankan kepada basyar.



























Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.38

Sedangkan dalam surat al-Baqoroh menggunakan kata Khalifah



























































Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."39

36

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. ( Bandung:Diponegoro,2010 ), 70

37

M.Qurasih Shihab, Wawasan al-Qur’an, 279 38Departemen Agama RI.

Al-Qur’an dan Terjemahnya. ( Bandung:Diponegoro,2010 ), 264 39

(44)

36

Keduan ayat tersebut mengandung pemberitahuan Allah kepada malaikat tentang

manusia.40 Manusia dalam pengertian basyar tergantung sepenuhnya pada alam,

pertumbuhan dan perkembangan fisiknya tergantung pada apa yang dimakan.

Sedangkan manusia dalam pengertian insan mempunyai pertumbuhan dan

perkembangan yang sepenuhnya tergantung pada 6 kebudayaan, pendidikan,

penalaran, kesadaran, dan sikap hidupnya. Untuk itu, pemakaian kedua kata insan dan

basyar untuk menyebu

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 5, menunjukkan ada penurunan tekanan darah diastolik antara kelompok treatment dan kelompok kontrol dan secara statistik menunjukkan ada perbedaan yang bermakna

Aplikasi ini merupakan aplikasi dari analisa yang terjadi di lapangan bagaimana prosedur penyewaan fasilitas yang ada digambarkan ke dalam rancangan sistem

Deutsch-indonesisch, yang dilakukan selama tiga kali pertemuan. Adapun data hasil belajar menulis karangan deskripsi bahasa Jerman dengan media kamus putar

Kepatuhan perawat dalam handover antar shift terhadap keselamatan pasien merupakan bidang baru di dalam pelayanan di rumah sakit, sehingga melalui penelitian ini

Selain permasalahan defisit air yang cenderung meningkat setiap tahunnya, penurunan kualitas air akibat pencemaran serta tingkat kebocoran pada sistem suplai air

Jumlah produksi jagung respnden di Desa Bange Kecamatan Sangau Ledo dijelaskan sebesar 97,00% oleh faktor-faktor penggunaan benih, jumlah penggunaan pupuk urea, jumlah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi pemenuhan Good

Hal ini yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan studi kasus untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi artritis gout yang terjadi pada pasien yang memiliki