PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 7 TAHUN 2007
TENTANG
RETRIBUSI JASA KEPELABUHANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PARIGI MOUTONG,
Menimbang : a. bahwa pelabuhan merupakan salah satu unsur dalam penyelenggaraan Angkutan Laut yang memiliki peranan penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah;
b. bahwa penyelenggaraan Jasa Kepelabuhanan merupakan salah satu kewenangan Kabupaten sehingga perlu penyediaan Jasa kepelabuhanan yang digunakan untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh para pengguna Jasa Kepelabuhanan;
c. bahwa bedasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Jasa Kepelabuhanan;
Mengingat : 1. UndangUndang Nomor 21 tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 Nomor 981 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3493);
2. UndangUndang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
3. Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4185 ) ;
5. UndangUndang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
5. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) Sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 3 Tahun 2005 menjadi UndangUndang (Lembara Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548 );
6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 1999 tentang Angkutan Di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 187, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3907);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 27, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3940 );
8. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2000 tentang Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227);
12. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 54 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut;
13. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 56 Tahun 2002 tentang Pelimpahan/Penyerahan Penyelenggaraan Pelabuhan Laut (Unit Pelaksana Teknis/Satuan Kerja) Kepada Pemerintah Propinsi Dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG dan
BUPATI PARIGI MOUTONG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI JASA KEPELABUHANAN
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Parigi Moutong.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Parigi Moutong.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundangundangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Bupati.
6. Dinas adalah Dinas Perhubungan Kabupaten Parigi Moutong.
7. Pejabat yang ditunjuk adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
8. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batasbatas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi fasilitas keselamatan pelayaran, dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.
9. Pelabuhan Umum adalah Pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat umum.
10. Pelabuhan Khusus adalah Pelabuhan yang dikelolah untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.
serta prasarana dan sarana angkutan barang dengan cara pengemasan khusus dan berfungsi sebagai pelabuhan umum.
12. Pelabuhan Laut adalah Pelabuhan umum yang melayani kegiatan angkutan laut. 13. Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan adalah Wilayah Perairan dan Daratan pada
pelabuhan umum yang dipergunakan secara langsung untuk kegiatan kepelabuhanan. 14. Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan adalah Wilayah Perairan disekeliling
Daerah lingkungan kerja Perairan pelabuhan umum yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.
15. Dermaga untuk kepentingan sendiri, yang selanjutnya dapat disingkat DUKS, adalah Dermaga dan Fasilitas pendukungnya berada dalam DLKR/DLKP yang dibangun, dioperasikan dan dipergunakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.
16. Gross Tonage, yang selanjutnya dapat disingkat GT, adalah isi kotor dalam satuan meter kubik yang dimulai setara dengan tonage.
17. Etmal adalah waktu atau lama kapal sandar di dermaga.
18. Jasa Labuh adalah pelayanan yang diberikan bagi kepentingan kapal yang berlabuh baik di kolam pelabuhan maupun di tempat lain.
19. Jasa Tambat adalah pelayanan yang diberikan bagi kegiatan kapal yang bertambat di dermaga tau pun di tambat lain.
20. Jasa Dermaga adalah pelayanan yang di sediakan untuk kegiatan bongkar maupun muat atau naik turun penumpang melalui dermaga.
21. Jasa Penumpukkan adalah pelayanan yang diberikan untuk kegiatan penumpukkan barang.
22. Jasa Kenavigasian adalah pelayanan yang diberikan / disediakan yang berkaitan dengan sarana bantu navigasi pelayaran, telekomunikasi pelayaran, hidrooceanografi, alur dan perlintasan, pemanduan, penanganan kerangka kapal, salvage dan pekerjaan bawah air, untuk kepentingan keselamatan pelayaran.
23. Jasa Pelayanan Perkapalan adalah pelayanan yang diberikan / disediakan yang berkaitan dengan kegiatan bidang perkapalan dan kepelautan serta pengawasannya untuk menentukan kelaiklautan kapal.
24. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiunan, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
26. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
27. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perUndang Undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi termasuk pungutan atau pemotong Retribusi tertentu.
28. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa kepelabuhanan dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
29. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat SSRD adalah Surat yang oleh Wajib Retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran Retribusi yang terutang ke kas daerah atau ketempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Bupati.
30. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SKRD, adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah Retribusi yang terutang.
31. Surat Pendaftaran Dan Pendataan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTRD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Retribusi untuk melaporkan data Objek Retribusi dan wajib Retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran Retribusi yang terutang menurut Peraturan Perundangundangan Retribusi Daerah. 32. Surat Ketetapan Retribusi Daerah kurang bayar yang selanjutnya disingkat SKRDKB
adalah Surat Ketetapan Retribusi yang menentukan jumlah pokok retribusi, jumlah kredit retribusi, jumlah kekurangan pembayaran retribusi, besarnya sanksi adminitrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
33. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang dapat disingkat SKRDKBT, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan.
34. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Retribusi karena jumlah kredit Retribusi lebih besar dari pada Retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
35. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan/atau sanksi Administrasi berupa bunga dan/atau denda.
36. Surat Keputusan Keberatan adalah Surat Keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKB, SKRDKBT, SKRDLB yang diajukan oleh Wajib Retribusi.
37. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, menngumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perUndangUndangan Retribusi Daerah.
Kabupaten Parigi Moutong, yang selanjutnya dapat disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang Retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 2
Dengan nama Retribusi Jasa Kepelabuhanan dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pemberian dan/atau penyediaan jasa kepelabuhanan.
Pasal 3
(1) Objek Retribusi Kepelabuhanan adalah pemberian dan/atau Penyediaan Jasa Kepelabuhanan atas orang pribadi atau badan.
(2) Obyek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Jasa pelayanan kapal yang meliputi
b. jasa pelayanan barang yang meliputi ;
c. jasa pelayanan alat yang meliputi ;
d. pelayanan jasa kepelabuhanan lainnya yang meliputi;
e. jasa kenavigasian;
f. jasa pelayanan perkapalan.
Pasal 4
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Jasa kepelabuhanan.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5
Retribusi Jasa kepelabuhanan digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAAN JASA Pasal 6
Tingkat Penggunaan Jasa diukur berdasarkan jenis, volume dan/atau lamanya pelayanan jasa kepelabuhanan
BAB V
Pasal 7
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi jasa umum didasarkan pada kebijakan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan Jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan serta memperhatikan faktor kemampuan pengguna Jasa.
(2) Biaya sebagaimana di maksud pada ayat (1) dapat meliputi biaya Administrasi, pelayanan, Pembinaan, pengawasan, pemeliharaan, perawatan dan kebersihan pelabuhan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
BAB VI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 8
(1) Struktur dan besarnya tarif Retribusi ditetapkan sebagai berikut :
Struktur Retribusi Satuan Besarnya
Tarif Retribusi
A. JASA
KEPELABUHANAN
1. Jasa Pelayanan Kapal a. Jasa Labuh :
1) Kapal yang melakukan kegiatan di pelabuhan umum :
a) kapal yang melaksanakan kegiatan niaga :
1) kapal angkutan
laut luar negeri 2) kapal angkutan laut dalam
negeri
3) kapal pelayaran rakyat / kapal perintis
4) kapal melakukan kegiatan tetap diperairan pelabuhan :
(a) kapal
angkutan laut dalam negeri
(b) kapal
pelayaran rakyat / kapal perintis
b) kapal yang tidak
melaksanakan kegiatan niaga :
1) kapal angkutan
2) kapal angkutan laut dalam negeri
3) kapal pelayaran
rakyat / kapal perintis
2) kapal yang melakukan kegiatan di Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri dan di pelabuhan khusus :
a) Kapal
angkutan laut luar negeri
b) Kapal
angkutan laut dalam negeri
b. Jasa pemanduan di pelabuhan Umum, di Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri dan di Pelabuhan Khusus (PELSUS) :
1) Kelompok I
Pemanduan dengan jarak 0 s/d 10 mil :
a) Kapal angkutan
laut luar negeri :
1) Ukuran
500 GT s/d 1000 GT
2) Ukuran
diatas 1000 GT, tiap kelebihan GT ditambah
b) Kapal angkutan
laut dalam negeri :
1) Ukuran
500 GT s/d 1000 GT
2) Ukuran
diatas 1000 GT, tiap kelebihan ditambah
2) Kelompok II
Pemanduan dengan jarak 10 s/d 20 mil :
a) kapal angkutan laut luar negeri 1) Ukuran 500 GT s/d 1000 GT 2) Ukuran diatas 1000 GT, tiap
kelebihan Gt ditambah
b) kapal angkutan laut dalam negeri 1) sampai dengan 1000 GT
kelebihan GT ditambah
3) Kelompok III
Pemanduan dengan jarak diatas 20 mil
a) kapal angkutan laut luar negeri 1) ukuran 500 GT s/d 1000 GT 2) Diatas Gt, tiap kelebihan GT
ditambah
b) kapal angkutan laut dalam negeri 1) sampai dengan 1000 GT
2) Diatas 1000 GT, tiap kelebihan GT ditambah
c. Jasa penundaan di Pelabuhan Umum, di Dermaga untuk Kepentingan Sendiri dan di Pelabuhan Khusus (PELSUS) :
1) Apabila menggunakan kapal tunda dimiliki pelabuhan :
a) Kapal angkutan laut luar negeri 1) kapal sd. 1.500 GT
2) kapal 1.501 sd. 8.000 GT 3) kapal 8.001 sd 18.000 GT 4) kapal 18.001 sd. 75.000 GT 5) kapal diatas 75.000 GT
b) Kapal angkutan laut dalam negeri : 1) kapal sd. 1.500 GT
2) kapal 1.501 sd. 8.000 GT 3) kapal 8.001 sd. 18.000 GT 4) kapal 18.001 sd. 75.000 GT 5) kapal diatas 75.000 GT
2) Apabila menggunakan kapal tunda yang bukan dimiliki pelabuhan
d. Jasa Tambat
1) Kapal yang melakukan kegiatan dipelabuhan umum :
a) Tambatan dermaga (besi, beton dan kayu).
1) Kapal angkutan laut luar negeri 2) kapal angkutan laut dalam
negeri
3) kapal pelayaran rakyat/kapal
Perintis
b) Tambatan Breasthing, Dolphin Pelampung
1) Kapal angkutan laut luar negeri
2) Kapal angkutan laut dalam negeri
3) Kapal pelayaran rakyat / kapal perintis
c) Tambatan pinggiran / Talud
1) kapal angkutan laut luar negeri 2) Kapal angkutan laut dalam negeri 3) Kapal pelayaran rakyat / kapal
perintis
2) Kapal yang melaksanakan kegiatan di Dermaga untuk kepentingan sendiri (DUKS) dan di Pelabuhan Khusus a) kapal yang
mengangkut bahan baku, hasil produksi dan peralatan penunjang produksi untuk kepentingan sendiri b) Kapal yang
mengangkut kepentingan umum
2. Jasa Pelayanan Barang a. Jasa Dermaga
1) Barang yang dibongkar/dimuat melalui pelabuhan umum
a) Barang ekspor dan impor b) Barang antar pulau :
1) Garam, pupuk dan barang bulog (beras dan gula)
2) Barang lainnya c) Hewan :
1) kerbau, sapi, kuda dan jenisnya 2) Kambing, babi dan sejenisnya 2) Barang yang dibongkar / dimuat melalui
Dermaga untuk kepentingan Sendiri (DUKS) dan di pelabuhan khusus a) Bahan yang merupakan bahan baku
hasil produksi dan peralatan penunjang produksi untuk kepentingan sendiri
b) Barang kepentingan umum
3) Ternak yang dibongkar/dimuat di Outport :
Per GT per Etmal
Per GT per Etmal
Per ton Per m3
Per ton Per m3
Per ton Per m3
Per ekor Per ekor
Per ton Per m3
Per ton Per m3
Per ekor Per ekor
Per ton Per m3 Per hari
Per ton Per m3 Per hari
a. Kerbau dan sejenisnya
b. Kambing dan sejenisnya
b. Jasa Penumpukan
1) Gudang tertutup 2) Lapangan
3) Penyimpanan hewan
a) kerbau, sapi, kuda dan sejenisnya b) Kambing, babi dan sejenisnya 4) Peti kemas (Container)
a) Ukuran 20’
1) Kos
ong
2) Isi
b) Ukuran 40’
1) Kosong
2) Isi
c) Ukuran diatas 40’
1) Kosong
2) Isi
5) Chasis
a) Ukuran 20’
b) Ukuran 40’
c) Ukuran diatas 40’
3. Jasa Pelayanan Alat
a. Apabila menggunakan alat yang dimiliki pelabuhan
1) Alat mekanik
a) Sewa forklift
1. sam
Per M2 per bulan
Per M2 per bulan
b) Sewa Kren
c) Motor Boat
1) sam
pai dengan 60 PK
2) lebi
h dari 61 PK
2) Alat non mekanik
Gerobak dorong
b. Apabila menggunakan alat yang bukan dimiliki pelabuhan
4. Pelayanan Jasa Kepelabuhanan lainnya
a. Sewa tanah dan penggunaan perairan
1) Untuk bangunanbangunan Industri galangan dan Dock Kapal
a) Persewaan tanah pelabuhan b) Penggunaan perairan untuk
bangunan dan kegiatan lainnya diatas air
2) Untuk bangunanbangunan industri perusahaanperusahaan
a) Persewaan tanah pelabuhan b) Penggunaan perairan untuk
bangunan dan kegiatan lainnya diatas air
3) Untuk kepentingan lainnya a) Persewaan bangunan kantor
Per M2 per bulan
Per M2 per bulan
Per M2 per bulan Per M2 per bulan
b) Toko, Warung dan sejenisnya
b. Pelayanan terminal penumpang kapal laut
1) Terminal penumpang
kelas A.
a) Penumpang yang berangkat b) Pengantar/penjemput
2) Terminal penumpang
kelas B.
a) Penumpang yang berangkat b) Pengantar/penjemput
3) Terminal penumpang
kelas C.
a) Penumpang yang berangkat b) Pengantar/penjemput
c. Tanda Masuk Orang dan Tanda Masuk Kendaraan
1) tanda masuk harian
halaman
2) tanda masuk tetap
d. Tanda Masuk Kendaraan (termasuk uang parkir)
1) Tanda Masuk Harian
a) Trailler, Truk gandengan
b) Truk, Bus besar
c) PickUp, Mini Bus, Sedan dan Jeep
d) Sepeda Motor
e) Gerobak, Cikar, Dokar dan Sepeda
2) Tanda Masuk Tetap
a) Trailler, Truk gandengan
b) Truk Bus Besar
c) PickUp, Mini Bus, Sedan dan Jeep
d) Sepeda Motor
e) Gerobak, Cikar, Dokar dan Sepeda
B. JASA KENAVIGASIAN
1. Jasa Penggunaan Sarana Bantu Navigasi Pelayanan (SBNP)/Uang Rambu
a) kapal angkutan
laut luar negeri;
b) kapal angkutan
laut dala negeri
c) kapal pelayanan
rakyat/kapal perintis
2. Sewa Fasilitas
galangan
a. Kapal barang dan penumpang
sa b. Kapal Tunda
0
s/d 200 Hp
Le
bih dari 200 Hp keatas c) Kapal Kayu
sampai dengan 50 GT lebih dari 50 GT s/d 100 GT lebih dari 100 GT s/d 150 GT lebih dari 150 GT s/d 200 GT lebih dari 200 Gt s/d 250 GT
d) Sewa tempat
tambat
C. JASA PELAYANAN PERKAPALAN
1. Pelayanan penerbitan sertifikat kesempurnaan dan kebangsaan kapal ukuran GT 7 (GT< 7) meliputi :
a. sertifikat kesempurnaan
b. pas kecil
c. pas harian
kapal
d. pas alat
angkut/apung di perairan 2.
Pemerikasaan dan sertifikasi berkaitan dengan keselamatan kapal
3.
Pelaksanaan Pengukuran dan Surat Ukur
4. Pengujian
dan sertifikasi perlengkapan kapal, keselamatan kapal :
a. pengujian
alat penolong dan alat pencegahan pencemaran
b. uji
stabilitas kapal bangunan baru/perombakan
5. Pengesahan
gambar kapal
6. Penelitian
Dokumen Kepelautan dan Dokumen kapal selain sertifikat :
a. dokumen
kepelautan
b. akte
pendaftaran kapal
7. Pengawasan
bongkar/muat barang berbahaya a.kurang dari 6 jam
b.lebih dari 6 jam s/d 12 jam c.lebih dari 12 jam
8. Pengawasan kapal asing 9. Pengawasan Kapal Nasional
(2) Dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain diluar yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
BAB VII
WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 9
BAB VIII
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 10
Masa Retribusi adalah frekwensi atau jangka waktu pelayanan
Pasal 11
Saat Retribusi terutang adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan.
BAB IX
SURAT PENDAFTARAN DAN PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 12
(1) Wajib Retribusi wajib mengisi SPTRD.
(2) SPTRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh Wajib Retribusi atau Kuasanya.
(3) Ketentuan mengenai bentuk, isi, serta tata
cara pengisian dan penyampaian SPTRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 13
(1) Berdasarkan SPTRD sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) ditetapkan Retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data baru dan/atau data yang
semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah Retribusi yang terutang, maka dikeluarkan SKRDKB dan SKRDKBT.
(3) Ketentuan mengenai bentuk, isi dan tata cara penerbitan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SKRDKB dan SDRDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XI
TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 14
(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB XII
Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikenakan sanksi Administrasi berupa bunga 2 % (dua perseratus) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
BAB XII
TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 15
(1) Pembayarn Retribusi yang terutang dilunasi sekaligus
(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambatlambatnya 15 (Lima Belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penyetoran tempat pembayaran Retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XIV
TATA CARA PENAGIHAN Pasal 17
(1) Pengeluaran Surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan Retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan / surat lain yang sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi Retribusinya yang terutang.
(3) Surat teguran /peringatan/surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk.
BAB XV KEBERATAN
Pasal 18
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKB, SKRDKBT, dan SKRDLB.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan alasan yang jelas.
(3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan Retribusi, Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan Retribusi tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak Wajib
(5) Keberatan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dianggap sebagai suatu keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi.
Pasal 19
(1) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 6 ( enam ) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya Retribusi yang berutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberikan keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XVI
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 20
(1) Atas kelebihan
pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam
jangka waktu paling lama 6 ( enam ) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan permohonan pengembalian Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila Wajib
Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut.
(5) Pengembalian
kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
(6) Apabila
(7) Ketentuan mengenai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 21
(1) Permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati dengan sekurangkurangnya menyebutkan :
a. nama dan alamat Wajib Retribusi;
b. masa Retribusi;
c. besarnya kelebihan pembayaran;
d. alasan yang singkat dan jelas.
(2) Permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat.
(3) Bukti penerimaan
oleh pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati.
Pasal 22
(1) Pengembalian kelebihan Retribusi dilakukan dengan
menerbitkan surat perintah pembayaran kelebihan Retribusi.
(2) Apabila kelebihan pembayaran Retribusi diperhitungkan dengan utang Retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pada pasal 20 ayat (4) pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan buktipemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XVII
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 23
(1) Bupati dapat memberikan
pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi.
(2) Pemberian pengurangan, keringanan
dan pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuam Wajib Retribusi.
(3) Pembebasan Retribusi diberikan
kepada Wajib Retribusi yang ditimpa bencana alam atau kerusuhan.
(4) Ketentuan mengenai tata cara
pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 24
(1) Hak untuk
melakukan penagihan Retribusi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) Tahun terhitung sejak saat terutang Retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.
(2) Kedaluwarsa
penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a. diterbitka
n surat teguran; atau
b. ada
pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XIX PENYIDIKAN
Pasal 25
(1) Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor Tahun 1981 tentang hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang
penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima ,
mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. meneliti,
mencari dan mengumpulkan keterangnan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;
c. meminta
keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;
d. melakukan
e. meminta
bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;
f. menyuruh
berhenti, dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan identitas sedang berlangsung dan memeriksa orang dan / atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf d;
g. memotret
seseorang yang berkaitan dengan Tindak Pidana Retribusi daerah;
h. memanggil
orang untuk didengar keterangannya untuk diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
i. menghentikan
penyidikan;
j. melakukan
tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Rertibusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara pidana.
BAB XX
KETENTUAN PIDANA Pasal 26
(1) Wajib Retribusi
yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 sehingga merugikan keuangan daerah, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah Retribusi yang terutang.
(2) Tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XXI
KETENTUAN PENUTUP Pasal 27
Ketentuan mengenai teknis pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 28
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Parigi Moutong.
Diundangkan di Parigi Pada tanggal 23 Maret 2007
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
H. RUSTAM DG. RAHMATU, BE, SE, Msi Pembina Utama Muda
NIP. 010 078 615
Ditetapkan di Parigi
pada tanggal 22 Maret 2007
BUPATI PARIGI MOUTONG,
LONGKI DJANGGOLA
LEMBARAN DAERAH TAHUN 2007 NOMOR 12 SERI C NOMOR 20
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 7 TAHUN 2007
TENTANG
RETRIBUSI JASA KEPELABUHANAN
I. UMUM
Untuk penyelenggaraan otonomi Daerah di perlukan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di Daerah secara proposional yang di wujdkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan.
Sumbersumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi salah satunya terdiri dari pendapatan Asli Daerah, pendapatan asli Daerah merupakan sumber keuangan Daerah yang digali dari dalam wilayah Daerah yang bersangkutan yang salah satunya adalah Retribusi Daerah.
Pelabuhan merupakan salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayanan yang memiliki peranan yang sangat penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya di kuasai oleh Negara dan pembinaannya di lakukan oleh pemerintah.
Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan Otonomi Daerah dengan memperhatikan potensi yang dimiliki, maka salah satu sumber Retribusi yang diharapkan adalah penyediaan jasa kepelabuhanan yang bertujuan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan Daerah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas Pasal 2
Cukup jelas Pasal 3
Cukup jelas Pasal 4
Cukup jelas Pasal 5
Cukup jelas Pasal 6
Cukup jelas Pasal 7
Cukup jelas Pasal 8
Pasal 9
Cukup jelas Pasal 10
Cukup jelas Pasal 11
Yang dimaksud dengan dokumen yang dipersamakan adalah surat yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Parigi Moutong atau yang ditunjuk sesuai Peraturan PerUndangUndangan.
Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13
Cukup jelas Pasal 14
Ayat 1
Yang dimaksud dengan tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan Retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga, dalam pengertian ini bukan berarti bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh bekerjasama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan Retribusi, Pemerintah Daerah dapat mengajak bekerjasama dengan badanbadan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis Retribusi secara lebih efisien. Kegiatan pemungutan Retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya Retribusi yang terutang, pengawasan penyetoran Retribusi dan penagihan Retribusi.
Ayat 2
Cukup jelas Pasal 15
Cukup jelas Pasal 16
Cukup jelas Pasal 17
Cukup jelas Pasal 18
Cukup jelas Pasal 19
Cukup jelas Pasal 20
Cukup jelas Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas Pasal 24
Cukup jelas Pasal 25
Cukup jelas Pasal 26
Cukup jelas Pasal 27
Cukup jelas Pasal 28
Cukup jelas