• Tidak ada hasil yang ditemukan

J01062

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " J01062"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

46

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH

DALAM PENEMPATAN GURU SEKOLAH DASAR

DI KABUPATEN SUMBA TIMUR

Agus Maramba Meha

agusmaramba@yahoo.com

PPS-Magister Manajemen Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana

Bambang Ismanto

bam_ismanto@yahoo.com

PPS-Magister Manajemen Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRACT

This study intends to describe the condition of primary school teachers in East Sumba regency and explain the process of teacher appointment policy implementation in East Sumba descriptively by looking at four important variables based on the model of Edwards III, namely; communication, resources, disposition and bureaucratic structures. This research was conducted in two local government bureaucracies at East Sumba, the Department of Education Youth and Sports and the Regional Employment Board. The data sources of this study were collected from officials of two relevant bureaucracies and some elementary school teachers. The method of this study is descriptive qualitative and data were collected using observation, documentation, interviews, and also used data triagulasi for analysis. The results showed that the numbers of civil primary school teachers were only 1303 while numbers of the classes were 1765. Generally the ideal ratio of teachers and students is 1:30 according to the technical instructions in the Joint Ministerial Decree of5 Ministers, but specifically there are many schools that have high enough ratio. Local goverment recruited 1257 non civil teachers to respond lack of the teachers’ number. In other side, the academic qualifications of civil teachers in East Sumba regency are still 86% who were undergraduated. This study also shows the implementation of teacher appointment has not been performing well, it was shown from uneven distribution of teachers in each elementary school, it was influenced by four variables: communication, resources, dispotition and bureaucratic structures, either directly or indirectly.

Keywords: Teacher appointment, policy implementation, regional autonomy

PENDAHULUAN

(2)

47

bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab. Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) disebutkan bahwa setiap warga negara berhak

mendapatkan pendidikan. Selanjutnya pada ayat (3) ditegaskan bahwa pemerintah

mengusahakan dan menyelenggarakan satu Sistem Pendidikan Nasional (SPN) yang

meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia, dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Di era otonomi daerah saat ini pemerintah pusat telah melibatkan pemerintah

kabupaten/kota dalam mengurus atau mengelolah pendidikan di daerahnya. Salah satu

kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan pendidikan yaitu pada sektor

tenaga pendidik serta tenaga kependidikan. Sebagaimana dalam UU No 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 41 ayat 3 disebutkan bahwa “pemerintah dan

pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga

kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang

ber

mutu”.

Salah satu urusan pemerintahan yang diatur dan dikelola oleh daerah adalah

bidang pendidikan, sebagaimana dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintah Daerah pasal 14 ayat 1 disebutkan bahwa Penyelenggaraan Pendidikan

merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/

Kota. Oleh karena itu pendidikan merupakan sektor yang utama dan mendapat perhatian

secara kusus dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Hal yang sangat penting

dalam penyelenggaraan pendidika dengan ketersedian tenaga pendidik yang memadai.

Sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional pasal 41 ayat 3 ditegaskan bahwa, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib

memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan

untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.

Untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, serta peningkatan mutu pendidikan,

pemerintah mengeluarkan UU No14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, yang dalam

pasal 24 ayat 3 dinyatakan “Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru,

baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk

menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

formal sesuai dengan kewenangan”.

(3)

48

Proses desentralisasi selain mempengaruhi semua proses aspek penyelenggaraan

maupun pelaksanaan pendidikan, tidak terkecuali juga mempengaruhi reformasi guru

sebagai bagian dari proses ini, sebagian besar tanggung jawab yang terkait dengan

pengangkatan dan penempatan guru dialihkan dari tingkat nasional ke tingkat kabupaten/

kota. Pemeritah telah menetapkan kebijakan teknis dalam penataan dan pemerataan guru

PNS, melalui Peraturan Bersama Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri

Keuangan, dan Menteri Agama Nomor 05/X/PB/2011, SPB/03/M.PAN-RB/10/2011, 48

Tahun 2011, 158/PMK.01/2011, 11 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pemerataan Guru

Pegawai Negeri Sipil. pemerintah kabupaten/ kota memiliki tugas seperti yang tercantum

dalam Surat Keputusan Bersama 5 Menteri Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pemerataan

guru PNS adalah sebagai berikut:

1.

Menyusun produk hukum dalam bentuk peraturan bupati/walikota atau produk hukum

lainnya terkait penataan dan pemerataan guru PNS yang merujuk pada Peraturan

Bersama;

2.

Sosialisasi program penataan dan pemerataan guru PNS diwilayah kabupaten/kota;

3.

Verifikasi data guru dan analisis kebutuhan guru TK, SD, SMP, SMA, dan SMK di

setiap satuan pendidikan di wilayah kabupaten/kota;

4.

Penyediaan Peta Guru yang menginformasikan tentang kelebihan dan/atau kekurangan

guru PNS di wilayah kabupaten/kota dengan tembusan disampaikan kepada Badan

Kepegawaian Daerah (BKD);

5.

Pemindahan guru PNS antarsatuan pendidikan;

6.

Penyediaan dana pemindahan guru PNS antarsatuan pendidikan di wilayah kabupaten/

kota;

Kebijakan penataan serta pemerataan guru PNS melalui SKB 5 Menteri, merupakan

salah satu kebijakan desentralisasi pendidikan dimana pemerintah daerah diberikan kewenangan

dalam mengatur segala kebutuhan guru di wilayahnya. Chan & Sam (2005)

mengemukakan kelemahan yang mungkin timbul dalam implemetasi kebijakan

desentralisasi pendidikan melalui Undang-Undang Otonomi Daerah adalah:

1.

Kurang siapnya SDM daerah terpencil

2.

Tidak meratanya pendapatan asli daerah (PAD), khususnya daerah-daerah termisikin

3.

Mental korup yang telah membudaya dan mendarah daging

4.

Menimbulkan raja-raja kecil di daerah surplus

5.

Dijadikan komoditas

6.

Belum jelasnya pos-pos pendidikan, sehingga akan cukup merepotkan Depdiknas

dalam mengalokasikannya.

(4)

49

ironisnya lagi jumlah guru yang ditempatkan pada sekolah-sekolah dasar di wilayah ini

masih belum sesuai dengan kebutuhan tenaga pendidik.

Sebagai contoh yang terjadi di SDI Tanaraing dimana jumlah siswa sebanyak 137

namun guru yang ditempatkan sebanyak 7 orang guru, ini tentu berbeda dengan salah satu

sekolah yaitu SDM Praingkareha dimana jumlah siswa 247 orang sedangkan guru yang

ditempatkan hanya 3 orang, berbeda dengan SDI Waingapu 2 dengan 26 guru dan siswa

697, sedangkan jumlah guru yang sangat terbatas yaitu hanya terdapat 2 orang guru dengan

jumlah siswa 100 orang pada SD Paraipajurung. Dalam SKB 5 Menteri menjelaskan

kebutuhan guru kelas sekolah dasar, dimana Setiap rombel 20-32 siswa, Setiap rombel

diampu oleh 1 (satu) orang guru kelas.

Penempatan guru yang tidak merata di Kabupaten Sumba Timur, turut

mem-pengaruhi rasio murid terhadap guru antar sekolah dasar, beberapa sekolah mempunyai

rasio yang tinggi sedangkan sekolah dasar yang lain rosionya rendah, seperti yang terjadi

di SD Maumaru, SDN Praingkareha dan beberapa sekolah dasar lainnya, dimana rasio

murid terhadap guru melebihi standar minimal yang telah ditentukan oleh pemerintah

dimana raiso guru terhadap siswa sangat tinggi yaitu berkisaran 1:50 keatas. Berbeda

dengan beberapa sekolah seperti SDN Waingapu 1, SDN Umamapu, SDI Tanaraing dan

Sekolah dasar lainnya dimana rasionya sangat rendah dan sesuai dengan petujuk dalam

SKB 5 Menteri.

Berdasarkan data

worldbank

2013, tampak pada umumnya sekolah-sekolah di

pedesaan dan daerah terpencil kekurangan guru, sementara sekolah-sekolah di perkotaan

memiliki jumlah guru yang lebih banyak daripada ketentuan standar kepegawaian nasional.

Selain itu guru yang lebih berkualitas dan lebih berpengalaman umumnya terkonsentrasi di

daerah perkotaan yang lebih makmur. Kemudian Chan & Sam (2005), menjelaskan sampai

saat ini sekolah yang maju diperkotaan dapat terus bertahan dengan kemajuannya,

sedangkan sekolah yang kekurangan guru di pedesaan/daerah terpencil semakin terisolasi

dan semakin terpuruk/menurun kualitasnya.

Dengan penyebaran guru sekolah dasar yang tidak merata pada setiap sekolah di

Kabupaten Sumba Timur, hal ini tentu dapat mempengaruhi tingkat prestasi yang dimiliki

oleh sekolah serta turut berpengaruh pada anak didik, dimana dengan jumlah guru yang

terbatas mereka akan terabaikan selama jam sekolah atau proses belajar berlangsung,

ditambah lagi dengan guru yang tidak berkualitas dalam proses pembelajaran, sehingga

akan mengakibatkan anak didik tidak secara maksimal mendapatkan pengetahuan dengan

baik di sekolah.

(5)

50

Menurut Edwards III, studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi

public

administration

dan

public policy

. Implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan

publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat

yang dipengaruhi-nya. Selanjutnya Edwards III, lebih membicarakan faktor-faktor atau

variabel krusial dalam implementasi kebijakan adalah komunikasi, sumber-sumber,

kecendrungan-kecendrungan atau tingkahlaku

tingkahlaku dan struktur birokrasi.

Komunikasi,

merupakan

persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang

efektif adalah bahwa mereka yang melakukan keputusan harus mengetahui apa yang harus

mereka lakukan.

Sumber-sumber,

Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan

secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber

yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi inipun

cenderung tidak efektif. Sumber-sumber yang penting meliputi: staf yang memadai serta

keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan

fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna

me-laksanakan pelayanan-pelayanan publik.

Kecendrungan/sikap,

Jika para pelaksana

ber-sikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan,

kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh

para pembuat keputusan awal. Demikian pula sebaliknya bila tingkahlaku-tingkahlaku atau

prespektif-prespektif para pelaksana berbeda dengan para pembuat keputusan, maka proses

pelaksanaan suatu kebijakan menjadi semakin sulit.

Struktur birokrasi,

Birokrasi

me-rupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana

kebijakan serta Struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang

menjadi penyelenggara implementasi publik

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin merumuskan masalah

sebagai berikut : 1) Bagaimana kondisi guru sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur? 2.

Bagaimana implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam penempatan guru sekolah

dasar di Kabupaten Sumba Timur. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan

penelitian yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah: 1)mendeskripsikan kondisi guru

sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur. 2) mendeskripsikan implementasi kebijakan

pemerintah daerah Kabupaten Sumba Timur dalam penempatan guru sekolah dasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dimana akan mendeskripsikan

peristiwa dan pemikiran, pandangan serta keputusan pemerintah Kabupaten Sumba Timur

dan implementasi kebijakan penempatan guru sekolah dasar. Berhubungan dengan

penelitian implementasi kebijakan maka model implemetasi yang digunakan adalah Model

Edwards III, dimana membicarakan empat faktor atau variabel krusial yang mempengaruhi

keberhasilan dalam implementasi kebijakan yaitu komunikasi, sumber-sumber,

kecendrungan-kecendrungan atau tingkahlaku-tingkahlaku dan srtuktur birokrasi.

(6)

51

terkait langsung dalam kebijakan penempatan guru sekolah dasar serta beberapa guru

sekolah dasar. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan observasi, studi

dokumentasi dan wawancara mendalam. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis

kualitatif, setelah divalidasi terlebih dulu melalui triangulasi data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.

Deskripsi (Profil) Pendidik Sekolah Dasar di Kabupaten Sumba Timur

Pemerintah Kabupaten Sumba Timur telah menjamin terselenggaranya pendidikan

dari satuan pendidikan anak usia dini serta satuan pendidikan dasar dan menengah hingga

pada tingkat kecamatan, kelurahan dan desa. untuk tingkat satuan pendidikan dasar dalam

hal ini sekolah dasar (SD) sampai pada tahun 2012 di Kabupaten Sumba Timur terdapat

167 Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Sekolah Dasar Swasta sebanyak 69 unit.

Dalam sebaran sekolah dasar pada tiap kecamatan sangat beragam, untuk

kecamatan dengan jumlah sekolah dasar paling sedikit yaitu di kecamatan Katala Hamu

Lingu dengan 5 unit sedangkan untuk kecamatan dengan jumlah terbanyak yaitu pada

kecematan Kota Waingapu dan kecamatan Kambera dengan masing-masing sebanyak 18

unit. Serta letak sekolah dengan desa-desa atau perkampungan yang belum mempunyai

akses jalan yang baik juga sangat beragam. Sehingga anak didik yang hendak ke-sekolah

harus menempuh jarak yang jauh bahkan alat transportasi tidak ada. untuk berangkat

kesekolah biasanya mereka mulai berangkat dari rumah pukul 5 (lima) pagi dengan modal

berjalan kaki.

Selain persolaan jarak yang harus ditempuh oleh anak didik pada saat hendak ke

sekolah, ketersediaan guru di sekolah yang akan mendidik dan mengajarkan mereka suatu

pengetahuan juga masih sangat kurang, dengan jumlah guru yang kurang pada setiap

sekolah tentu akan mempengaruhi proses belajar anak didik yang tidak maksimal.

Sampai pada tahun 2013 jumlah tenaga pendidik (guru PNS) sekolah dasar di

Kabupaten Sumba Timur sebanyak 1303 orang guru PNS, sedangkan berdasarkan data

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur menggambarkan

kebutuhan guru sekolah dasar sebanyak 2534 orang, maka kekurangan guru PNS sekolah

dasar di Kabupaten Sumba Timur sampai saat ini sebanyak 1231 orang guru.

Tentu dengan kekurangan guru yang cukup besar, akan dapat mempengaruhi proses

penempatannya, Dimana pendistribusian guru tidak sesuai dengan kebutuhan untuk

memenuhi rombongan belajar yang ada. Hanya pada kecamatan Kota Waingapu yang

jumlah gurunya dalam setiap sekolah dasar melebihi rombongan belajar yang ada, dimana

guru PNS sebanyak 220 dengan robongan belajar sebanyak 191.

(7)

52

minimum sebagai syarat seorang pengajar bila dilihat dari kualifikasi akademik. Ironisnya

lagi sebagian guru yang belum memenuhi standar kualifikasi akademik, mereka hanyalah

lulusan SMA yaitu sebanyak 43%, sedangkan jumlah guru sekolah dasar yang memiliki

standar kualifikasi akademik S1 hanya sebesar 14% dari keseluruhan guru PNS yang ada

di Kabupaten Sumba Timur.

Secara keseluruhan guru sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur yang kualifikasi

akademiknya di bawah standart terutama bagi guru-guru yang hanya lulusan SPG setara

SMA mereka adalah guru-guru senior yang pada masa penerimaan dan pengangkatan

sebagai pegawai negeri sipil (PNS) belum dikeluarkannya aturan yang mengaharus setiap

tenaga pendidik memiliki kualifikasi akademik minimal DIV dan berpendidikan S1.

2.

Implementasi Kebijakan Pemenuhan Standar Tenaga Pendidik Sekolah Dasar Di

Kabupaten Sumba Timur

Dalam upaya menangani masalah kekurangan guru, sejauh ini pemerintah

Kabupaten Sumba Timur telah mengambil sebuah langkah kebijakan dengan merekrut

tenaga pendidik non PNS. Diantaranya tenaga pendidik yang direkut oleh pemerintah

daerah adalah guru PTT (pegawai tidak tetap) dan juga guru honorer atau guru komite

yang direkrut oleh sekolah yang bersangkutan sesuai kebutuhannya di sekolah untuk

mengisi kekurangan guru. guru PTT mereka adalah guru honorer yang kemudian diangkat

oleh pemerintah daerah untuk menjadi pegawai tidak tetap yang digaji oleh pemerintah

daerah. Sedangkan guru honorer atau guru komite digaji oleh sekolah dengan

menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS).

Hingga tahun 2013 jumlah tenaga pendidik non PNS yang telah diangkat pemeritah

daerah maupun sekolah sebanyak 1257 orang diantaranya guru PTT sebanyak 56 orang

dan guru honorer atau komite sebanyak 1201 orang yang tersebar diseluruh sekolah dasar

di Kabupaten Sumba Timur.

Dalam megusahakan pemenuhan kualifikasi akademik bagi guru sekolah dasar

yang belum memenuhi kualifikasi akademik setara S1 maupun DIV, pemerintah daerah

Sumba Timur telah bekerjasama dengan Universitas Cendana Kupang dalam melakukan

program kuliah percepatan yang dikenal dengan Penilain Prestasi Kerja dan Hasil Belajar

atau (PPKHB) bagi guru PNS. Sedangkan kusus bagi guru-guru PTT dan guru komite

diberikan inisiatif untuk mengikuti kuliah pada PGSD di Universitas Terbuka yang ada di

Kabupaten Sumba Timur. Dengan kegiatan perkuliahan dilakukan setiap hari minggu

sehingga tidak mengganggu proses mengajar dan kegiatan kependidikan lainnya di

sekolah.

(8)

53

No 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian

Pegawai Negeri Sipil.

Bila dilihat dari jumlah secara keseluruhan baik guru PNS maupun guru non PNS

sebetulnya sudah cukup untuk memenuhi kekurangan guru yang terjadi pada setiap

sekolah-sekolah yang mengalami kekurangan guru, namun dalam implementasinya

penempatan guru masih kurang merata.

Sebagai contoh yang terjadi pada sekolah dasar SDI Waingapu 2 Kecamatan Kota

Waingapu memiliki kelebihan guru dimana jumlah keseluruhan guru yang ditempatkan

pemerintah maupun yang diangkat oleh sekolah tersebut sebanyak 41 orang guru, dengan

rincian guru PNS sebanyak 27 orang, guru komite 13 orang dan guru PTT 1 orang,

sedangkan jumlah rombongan belajarnya hanya sebanyak 21 rombel. Maka bila dilakukan

perhitungan di SDI Waingapu 2 memiliki kelebihan guru sebanyak 20 orang bila dalam

perhitungannya menyesuaikan rombongan belajar yang ada. Sedangkan berbanding terbalik

dengan sekolah-sekolah lain, seperti halnya yang terjadi pada sekolah dasar SDN Kabanda

yang terletak di Kecamatan Ngadu Ngala dengan jumlah rombongan belajar pada sekolah

tersebut sebanyak 6 (rombel), tetapi pada kenyataannya guru yang ditempatkan hanya

sebanyak 2 orang guru PNS. Maka dapat dikatakan pada SDN Kabanda mengalami

kekurang guru sebanyak 4 orang, sedangkan dilain sekolah memiliki kelebihan guru yang

cukup besar seperti SDI Waingpu 2 terdapat kelebihan guru sebanyak 20 orang baik itu

guru pns maupun guru honor.

Mengacu pada model implementasi yang dikemukakan

George C. Edwards III

dimana ada empat variabel atau factor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan

publik yaitu Komunikasi, Sumber Daya, Kecedrungan-kecendrungan (sikap), dan Struktur

birokrasi. Dalam hal implementasi penempatan guru di Kabupaten Sumba Timur, ke-empat

faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan baik lagsung maupun tidak

lansung.

a.

Dari segi komunikasi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga menganalisis serta membuat

perencanaan kebutuhan guru yang masih dalam bentuk konsep kemudian akan diajukan

kepada Badan Kepegawaian Daerah sebagai pelaksana teknis untuk memproses yang

kemudian hasilnya dikeluarkan melalui SK Bupati. selanjutnya dinas pendidikan akan

menginformasikan kepada guru-guru yang mendapatkan kebijakan mutasi. juga

berkomunikas secara informal bersama pemeritah kecamatan, sekolah serta masyarakat,

dalam hal menyampaikan atau menginformasikan kebutuhan guru yang diperlukan di

sekolah.

(9)

54

tanpa fasilitas yang mendukung maka implementasi juga akan terhambat. Sekolah

dasar di Kabupaten Sumba Timur pada umum masih mengalami kekurangan fasilitas

terutama bagi sekolah-sekolah yang ada pada pedesaan, seperti ruang kelas, ruang

perpustakaan dan juga rumah dinas bagi guru. Dengan fasilitas yang serba kekurangan,

hal ini yang menjadi alasan kuat bagi guru-guru dalam menghindari penempatan pada

sekolah-sekolah pedalaman serta berbagai macam alasan lainya.

c.

Kecendrungan/sikap,

kecendrungan guru-guru di Kabupaten Sumba Timur, dimana

mereka lebih memilih untuk mengajar pada sekolah yang berada di sekitar perkotaan,

kecendrungan ini tidak dapat dipungkiri karena guru yang bersangkutan memiliki

banyak alasan, seperti mengikuti suami dimana tempatnya bekerja, ada juga yang

beralasan karena kesehatan sehingga lebih dekat dengan fasilitas kesehatan di

perkotaan agar dapat melakukan kontrol kesehatan. Kecendrungan lain juga dapat

terjadi dimana guru-guru yang ditempatkan pada sekolah dasar yang jauh dari

perkotaan, sering ditemukan absen atau jarang masuk sekolah. Hal ini dapat terjadi

karena pelaksana kebijakan seperti pengawas sekolah dari dinas pendidikan tidak

secara baik mengawasi dan bahkan pengawas sekolahpun jarang untuk melakukan

pemantaun lansung ke sekolah terutama sekolah-sekolah yang jauh dari perkotaan.

d.

Struktur birokrasi,

pada masa desentralisasi saat ini, pemerintah pusat menetapkan

kuota jumlah guru PNS yang bisa diangkat oleh kabupaten/kota. Kemudian kabupaten/

kota menyeleksi guru yang akan mereka angkat. Secara teknis, kabupaten/kota yang

menyeleksi guru PNS. Tetapi, dana untuk gaji guru PNS tersebut sebenarnya

disalurkan oleh pemerintah pusat ke pemerintah kabupaten/kota melalui dana anggaran

umum (DAU).

Dalam hal pengakatan guru PNS, pemerintah daerah berkerja sama dengan pemerintah

pusat dalam menentukan besaran kuota jumlah guru yang akan diangkat berdasarkan

berbagai pertimbangan dari lembaga-lembaga Negara yang secara langsung terlibat.

Selanjutnya dalam hal penempatan guru pemerintah daerah mempunyai kewenangan

untuk menata dan mengelola distribusi guru bersama lembaga-lembaga daerah yang

terkait berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat mengenai

standar minimal tenaga pendidik pada setiap tingkat satuan pendidikan.

Struktur birokrasi dalam penempatan guru sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur,

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga melakukan analisis kebutuhan dalam bentuk

konsep perencanaan yang akan diperlukan kemudian diajukan ke Badan Kepegawaian

Daerah sebagai pelaksana teknis yang mempunyai wewenang dalam penempatan dan

mutasi pegawai negeri sipil termasuk di dalamnya guru PNS, kemudian Badan Kepegawaian

Daerah meninjau usulan dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, bila selama

peninjauan yang dilakukan Badan Kepegawaian Daerah belum tepat maka akan di

kembalikan ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dan kemudian akan diadakan

rapat bersama untuk menganalisa kembali kebutuhan guru di lapangan, yang

selanjutnya badan kepegawaian daerah akan mengurus mutasi guru melalui SK Bupati.

(10)

55

Jumlah guru PNS sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur secara umum sangat kurang.

Pemerintah Kabupaten Sumba Timur telah memenuhi kekurangan dengan merekrut guru

non PNS. Meskipun secara kuantitas guru sekolah dasar telah mencukupi, namun tidak

secara keseluruhan sekolah dasar memiliki jumlah guru yang memadai, hal ini dapat

dikatakan penempatan yang dilakukan oleh pengelola tenaga pendidik tidak merata dan

tepat. Selain itu, 86% guru PNS sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur belum

memenuhi standar minimal kualifikasi akademik yaitu DIV atau S1.

Implementasi kebijakan penempatan guru belum terlaksana dengan baik, dimana

masih terdapatnya sekolah-sekolah yang kekurangan guru dalam jumlah yang besar, hal ini

merupakan dampak secara langsung maupun tidak langsung yang dipengaruhi oleh empat

variable (komunikasi, sumber daya, kecendrungan/sikap, struktur birokrasi)

Rekomendasi

Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Timur perlu membuat suatu perangkat

hukum yang mengatur pengelolaan penempatan guru PNS maupun non PNS, sehingga

dalam pelaksanaan pendistribusian guru pada setiap sekolah dapat dilaksanakan secara

merata sesuai dengan kebutuhan. Serta perlu untuk meningkatkan kerjasama yang sudah

berjalan dengan perguruan tinggi, serta memberikan beasiswa kepada guru PNS agar

termotivasi dalam meningkatkan kualifikasi akademik. Dan melakukan kegiatan pelatihan

pengajaran bagi guru-guru non PNS yang masih berpendidikan SMA.

Melihat empat variabel penting yang dikemukan Edwards yang mempengaruhi

keberhasilan implementasi kebijakan penempatan guru, maka disarankan: 1) Pemerintah

Kabupaten Sumba Timur perlu melibatkan pemerintah kecamatan, masyarakat, terutama

pihak komite sekolah secara formal sehingga guru yang ditempatkan benar-benar sesuai

kebutuhan dan terkontrol pelaksanaan tugasnya disekolah. 2) meningkatkan pembangunan

fasilitas pendukung seperti ruang kelas, ruang perpustakaan serta rumah dinas guru,

sehingga guru yang ditempatkan pada daerah terpencil mendapat kenyamanan dalam

menjalankan tugasnya. 3) mengupayakan ketersedian insentif tambahan berupa tunjangan

finansial bagi guru-guru yang bertugas didaerah pedalaman. Dan juga harus tegas dan

memberi sanksi kepada setiap sikap guru yang lebih memilih mengajar diperkotaan, dan

guru-guru pedalam yang jarang masuk sekolah serta pelaksana atau pengawas sekolah

yang terlihat jarang untuk melakukan pengawasan di sekolah. 4). Dalam urusan mutasi

serta penempatan guru PNS, pemerintah daerah perlu untuk memberikan kewenangan

secara langsung kepada dinas pendidikan pemuda dan olahraga beserta perangkat birokrasi

dibawahnya, sehingga dinas dengan leluasa mengelola pendistribusian tenaga pendidik.

DAFTAR PUSTAKA

Amtu, O (2011)

Manajemen Pendidikan Di Era Otonomi Daerah: Konsep, Strategi, Dan

Implementasi.

Bandung: Alfabeta

(11)

56

Bungin, Burhan. (2010)

Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Public,

dan Ilmu Social lainnya.

Jakarta: Prenada Media Group

BPS, (2012),

Sumba Timur Dalam Angka 2012

. Waingapu: BPS

Chan S.M & Sam, T.T (2005)

Analisi SWOT; Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah

.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Danim, Sudarwan. (2011)

Profesi Pendidikan.

Bandung: Alfabeta

Faisal, Sanafiah. (1990)

Penelitian Kualitatif; Dasar Dan Aplikasi

. Malang: Y A 3 Malang

Fattah, N. (2012)

Analisis Kebijakan Pendidikan: Rumusan Analisis Kebijakan Pendidikan

Yang Baik Mencakup Proses, Metode Dan Teknik, Serta Prosedur Untuk

Memecahkan Masalah Pendidikan.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Gaffar, M.F. (2008),

Pembiayaan Pendidikan Nasional Indoesia, Tantangan, Peta

Permasalahan dan Strategi Perubahan Manajemen Pembiayaan Pendidikan

Nasional Indonesia.

Diasajikan pada konvensi nasional pendidikan Indonesia VI.

Di Universitas Pendidikan Ganesha, Bandung, Hotel Aston, 17-19 November

2008.

Hamid, E.S & Malian, S. (2005)

Memperkokoh Otonomi Daerah; Kebijakan, Evaluasi dan

Saran.

Yokyakarta: UII Pres

Ismanto, Bambang. (2011)

Kebijakan Pendanaan Pendidikan (Studi Tentang Program,

Implementasi, Dampak, Pengawasan dan Pertanggungjawaban Pendanaan

Pendidikan Di Kota Salatiga Dan Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah).

Disertasi.

Bandung:

Administrasi

Pendidikan,

Pascasarjana,

Unversitas

Pendidikan Indonesia

Mashuri, Saefuddin. 2009.

Penguatan Kebijakan Pemerintah Daerah Dan Implementasi

Otonomi Pendidikan

: STAIN Datokarama Palu. Jurnal Hunafa, Vol. 6, No.3,

Desember 2009:347-358

Malik, Fadjar. (2005).

Holistika Pendidikan.

Jakarta:

RajaGrafindo Persada

.

Pemkab Sumba Timur (2013),

Rencana Kerja Pembangunan Daera

h (

RKPD

)

Kabupaten

Sumba Timur Tahun 2014.

Pemkab Sumba Timur (2007),

Master Plan Pendidikan; Renacana Induk Pengembangan

Pendidikan Kabupaten Sumba Timur Tahun 2008-2028

. Salatiga: Kerjasama

Pemerintah Kabupaten Sumba Timur Dan Universitas Kristen Artha Wacana

Nasution, (2003),

Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif

. Bandung: Tarsito.

(12)

57

Peraturan Bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag

tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil

, tanggal 3 Oktober

2011.

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota.

Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010

Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan

Dasar Di Kabupaten/Kota.

Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007

Tentang Standar Kualifikasi Dan Kompetensi Guru

Sagala, Syaiful. (2011)

Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan

.

Bandung: Alfabeta.

Satori, Djama’an dan Aan Komariah, (2009),

Metodologi Penelitian Kualitatif

. Bandug:

Alfabeta.

Sugiyono, (2008)

Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D

. Bandung: Alfabeta.

Suharto, Edi. (2006),

Analisis Kebijakan Publik (Panduan Praktis Mengkaji Masalah Dan

Kebijakan Sosial).

Bandug: Alfabeta.

Suparlan, (2005)

menjadi guru efektif.

Yokyakarta: Hikayat Publishing.

Tilaar, H.A.R. (2006),

Manajemen Pendidikan Nasional, Kajian Pendidikan Masa Depan

.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tilaar, H.A.R dan Nugroho R. (2008),

Kebijakan Pendidikan: Pengantar Untuk

Memahami Kebijakan Pendidikan Dan Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan

Publik.

Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

Usman, M.U. (2005)

Menjadi Guru Profesional.

Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.

Undang-Undang Republik Indonesia,

Nomor: 14 Tahun 2005 Tetang Guru dan Dosen.

Undang-Undang Republik Indonesia,

Nomor: 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah

Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia,

Nomor: 20 Tahun 2003 Tetang Sistem Pendidikan

Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia,

Nomor : 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.

Wahab, S.A. (2012)

Analisis Kebijakan: Dari Formulasi Ke Penyusunan Model-Model

Implementasi Kebijakan Publik.

Jakarta: Bumi Aksara.

Winarno, Budi. (2012)

kebijakan public; Teori, Proses, dan Studi Kasus

. Yokyakarta: C A P S.

Worldbank (2013)

Mendayagunakan Guru dengan Lebih Baik: Memperkuat Manajemen

(13)

58

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Samer Al-Samarrai, Daim Syukriyah

dan Imam Setiawan, Bank Dunia.

Worldbank (2011)

Mentransformasi Tenaga Pendidikan Indonesia Volume II: Dari

Pendidikan

Prajabatan

hingga

ke

Masa

Purnabakti:

Membangun

dan

Mempertahankan

Angkatan Kerja yang Berkualitas Tinggi, Efisien, dan

Termotivasi

. Public Disclosure Authorized

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penelitian ini dibuatlah sebuah perangkat inkubator bayi berbasis mikrokontroler dengan menggunakan metode khusus yakni logika fuzzy dengan fungsi trapesium sebagai

Dalam Catechesi Tradendae Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa: “Katekese adalah pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang dewasa dalam iman, yang khususnya

1) Penentuan tujuan investasi. Tahap pertama adalah menentukan tujuan investasi yang akan dilakukan. Tujuan investasi masing-masing investor bisa berbeda-beda tergantung pada

Dalam pemahaman Marxis, relasi sosial dibangun di atas nilai tukar pasar dalam totalitasnya sehingga manusia terutama para buruh) hanya bisa bertahan hidup jika ‘mengabdikan’

Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yurisprudensi

Tujuan dilakukan penelitian kelayakan ekonomi adalah untuk mengetahui usaha pembesaran ikan lele menggunakan Stimulan Pakan Ikan (SPI) akan menguntungkan atau tidak.. Metode

[r]

Sebaliknya, tanpa terciptanya kerukunan sulit bagi bangsa manapun untuk damai, (2) Perumusan strategi PMII Jawa Timur periode 2016-2018 dalam penyebaran nilai-nilai