• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ekonomi Kerakyatan - Modal Sosial Dalam Operasional Credit Union (Studi Deskriptif pada Credit Union Cinta Kasih, Pulo Brayan, Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ekonomi Kerakyatan - Modal Sosial Dalam Operasional Credit Union (Studi Deskriptif pada Credit Union Cinta Kasih, Pulo Brayan, Kota Medan)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

21 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Ekonomi Kerakyatan

Pembangunan ekonomi harus diartikan sebagai perkembangan ekonomi rakyat dengan segala aspek kehidupan mereka (ekonomi, politik, harga diri, kepercayaan diri, kreativitas, solidaritas antar sesama, kemerdekaan yang berfungsi sosial, dll). Oleh karena itu negara yang masih tergolong negara berkembang pada umumnya termasuk Indonesia masih mengandung struktur sosial yang tidak seimbang atau pincang, pengembangan ekonomi rakyat harus melalui cara-cara atau jalan yang fundamental dan mengakar dalam struktur sosial dan penguasaan aset ekonomi.Pemikiran pembangunan ini bertujuan transformasi ekonomi bersamaan dengan transformasi sosial dalam arti pro-rakyat.

(2)

22

sebagai pelaku dan tulang punggungnya. Hal ini senada dengan apa yang dikemukan oleh Bung Hatta sebagai perumus Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945,

“Pasal 33 UUD 1945 itu adalah kebulatan pendapat yang hidup dalam perjuangan kemerdekaan pada zaman Hindia Belanda dahulu. Apabila diperhatikan struktur perekonomian dimasa itu, maka terdapatlah tiga golongan ekonomi yang tersusun bertingkat. Golongan atas ialah perekonomian kaum Kulit Putih, terutama bangsa Belanda. Produksi yang berhubungan dengan dunia luaran hampir rata-rata ditangan mereka, yaitu produksi perkebunan, produksi industri, jalan perhubungan di laut, sebagian di darat dan udara. Lapis ekonomi kedua, yang menjadi perantara dan hubungan dengan masyarakat Indonesia berada kira-kira 90% ditangan orang Tionghoa dan orang Asia lainnya. Orang Indonesia yang dapat dimasukkan ke dalam lapis kedua tersebut paling banyak sekitar 10%. Itupun menduduki tingkat sebelah bawah. Mereka sanggup masuk ke dalam lapis kedua itu karena kegiatannya bekerja dibantu oleh modal yang dimilikinya. Lapis ketiga adalah perekonomian segala kecil : pertanian kecil, pertukangan kecil, perdagangan kecil, dll, itulah daerah ekonomi bangsa Indonesia. Pun pekerja segala kecil, kuli, buruh kecil, dan pegawai kecil diambil dari masyarakat Indonesia ini. Dalam perekonomian yang segala kecil itu tidak mungkin orang-orang dengan tenaga sendiri sanggup maju keatas. Kecuali beberapa ratus orang-orang Indonesia yang memiliki modal usaha sedikit yang sanggup menempatkan dirinya dalam golongan dagang menengah yang hampir rata-rata diisi oleh orang Tionghoa dan orang-orang Asia lainnya.

Dalam keadaan ekonomi kolonial semacam itulah dimana pergerakan kemerdekaan mencita-citakan Indonesia merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur di kemudian hari, hiduplah keyakinan, bahwa bangsa Indonesia dapat mengangkat dirinya keluar dari lumpur, tekanan dan isapan, apabila ekonomi rakyat disusun sebagai usaha bersama berdasarakan koperasi”—Hatta, 1970 (Sritua Arif , 2002:120)

(3)

23 Program Ekonomi Kerakyatan

1. Melaksanakan Etika Produksi Baru

Adalah dimana struktur produksi nasional dimana komposisi produksi nasional berbeda dari yang sekarang, bahwa produksi-produksi terbesar adalah barang pokok kebutuhan rakyat, dan produksi barang-barang tersebut haruslah mendominasi pertumbuhan produksi nasional. Bahwasanya hasil produksi melalui padat karya yang membutuhkan tenaga kerja dengan upah yang layak secara kemanusiaan, artinya upah yang layak secara kemanusiaan adalah upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dan ada sisa disimpan.

2. Melaksanakan Demokrasi Ekonomi

Demokrasi ekonomi yang dimaksud adalah sesuai dengan pasal 33 UUD 1945, sistem tersebut dapat diartikan sebagai sistem kapitalisme kerakyatan melalui koperasi dengan peranan negara di bidang-bidang yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Sekalipun negara berperan besar, tetapi proses ekonomi sebagaian besar diselenggarakan oleh rakyat atas dasar setiap usaha mempunyai fungsi sosial yang tercermin dalam distribusi yang adil dari hasil usaha dan juga tercermin dalam organisasi unit-unit usaha sedang dan besar berbentuk koperasi. Unit-unit kecil dibiarkan untuk dimiliki oleh individu atas dasar bentuk perorangan.

(4)

24 3. Strategi Industrialisasi

Artinya bahwa adanya kawasan-kawasan industri pada tingkat daerah di Indonesia. Untuk barang-barang konsumsi massal atau pokok dalam kategori industri kecil dan menegah menyebar diseluruh daerah, sehingga setiap daerah mempunyai industri-industri barang konsumsi sendiri untuk memenuhi kebutuhan daerah berdasarkan ketersediaan barang baku industri. Dengan langkah ini, produksi barang industri untuk keperluan rakyat dilakukan oleh orang banyak sebagai produsen, sehingga di tiap daerah dapat terlaksana pengembangan daerah dan demokrasi ekonomi secara bersamaan.

4. Pembangunan Koperasi

Koperasi dalam hal ini, harusnya dapat menjadi tulang punggung sistem ekonomi dalam sektor swasta, sehingga tidak lagi mempersoalkan skala kecil dan menengah, tetapi juga sudah mengukur kekuatan waktu untuk jangka menengah dan panjang. Model usaha koperasi diusulkan Bung Hatta sebagai bentuk ekonomi rakyat hal ini berdasarkan pengamatan Bung Hatta mengenai struktur sosial dan struktur ekonomi di Indonesia.

5. Program Pendidikan

(5)

25

ulet dan cerdas dalam menghadapi tantangan bangsa di kemudian hari.. (Sritua Arif, 2002 : 197)

Ekonomi kerakyatan ini juga sesuai dengan salah satu pilar Trisakti yang dikemukan oleh Bung Karno yakni “Berdikari di bidang Ekonomi”. Bahwa Indonesia yang merdeka berdaulat atas sumber daya alamnya, dan berdaulat atas ekonominya bukan berdaulat kepada pihak asing yang pada akhirnya menciptakan penjajahan baru pada bangsa Indonesia. Hal ini juga sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bung Karno terkait konsep perombakan ekonomi Indonesia dari ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional rakyat :

“Banyak diantara kaum nasionalis Indonesia yang berangan-angan jempol sekali jikalau negara kita bisa, seperti negeri Jepang, atau negeri Amerika atau negeri Inggris ! kaum nasionalis yang demikian itu adalah kaum nasionalis yang burgerlijk, yaitu kaum nasionalis borjuis. Mereka adalah Burgelijk Revolutionair dan tidak Social Revolutionair.

Nasionalisme kita tidak boleh nasionalisme yang demikian itu. Nasionalisme kita haruslah nasionalisme yang mencari selamatnya perikemanusiaan. Nasionalisme kita haruslah lahir daripada menselijkheid.

Nasionalisme kita oleh karenanya, haruslah nasionalisme yang dengan perkataan baru kami sebutkan : Sosio Nasionalisme dan demokrasi yang harus kita cita-citakan haruslah juga demokrasi yang kami sebutkan :Sosio Demokrasi.

Apakah sosio - nasionalisme dan sosio - demokrasi itu ? Sosio – nasionalisme adalah dus : nasionalisme-masyarakat dan sosio – demokrasi adalah demokrasi masyarakat. Tetapi apakah nasionalisme-masyarakat dan demokrasi masyarakat ?

Memang maksudnya sosio – nasionalisme ialah memperbaiki keadaan-keadaan di dalam masyarakat itu sehingga keadaan-keadaan yang kini pincang itu menjadi keadaan yang sempurna, tidak ada kaum tertindas, tidak ada kaum yang cilaka, tidak ada kaum yang papa sengsara. Jadi sosio – nasionalisme adalah nasionalisme yang bermaksud mencari keberesan politik dan keberesan ekonomi, keberesan negeri DAN keberesan rezeki.

(6)

26

Bahwa Bung Karno berpendapat kemerdekaan bukan untuk kepentingan kemerdekaan itu sendiri, tetapi kemerdekaan yang adalah merupakan syarat fundamental untuk melalukan koreksi besar dalam tatanan sosial dan tatanan hubungan ekonomi di dalam masyarakat.

2.2 Grameen Bank

Konsepsi Grameen Bank (Bank Pedesaan) lahir sebagai antitesa kemiskinan, yang merupakan perwujudan sikap gotong royong sesama orang-orang miskin dengan cara mengumpulkan kapita (modal) mereka serta menggunakan sistem sirkulasi antrian dalam penggunaan modal di tiap-tiap anggotanya. Grameen Bank merupakan lembaga mikro kredit di pedesaan yang telah membuktikan keberhasilan dalam mengentaskan kemiskinan di Bangladesh, tepatnya berawal dari desa Jobra. Dengan mekanisme yang non-birokrasi yang berbelit-belit, karena pada awalnya nasabah Grameen Bank adalah 98 % orang-orang yang buta huruf dan terjebak dalam dimensi kemiskinan kultural dan struktural. Sehingga sistem grameen bank dapat langsung menyentuh orang-orang miskin dengan model pembangunan berbasis kelompok dan pembangunan ekonomi mikro.

(7)

27

Bangladesh yang pertama kali adalah perempuan. Hal ini disebabkan model budaya di Bangladesh, perempuan merupakan sosok yang sangat domestik dalam urusan rumah tangga, dan pria adalah sosok yang paling menjadi figur untuk urusan keluar bagi rumah tangga atau sosok publik, dengan kata lain perempuan di Bangladeh adalah sosok yang paling tidak memiliki nilai tawar dalam urusan ekonomi ataupun bisnis.

(8)

28

mampu untuk menembus jantung kemiskinan, dimana pengemis sekalipun dapat melakukan pinjaman melalui Grameen Bank, sehingga memungkinkan mobilitas sosial terjadi dalam masyarakat.(Yunus,Muhammad.2007)

2.3 Teori Pertukaran Sosial

Dalaminteraksi sosial yang terjadimakapertukaransocialjugaterjadi, halinimerupakanprinsipdasardalaminteraksisosial (takeandgift). Teori pertukaran (exchange theory) menekankan pada manusia sebagai rational profit, dalam artian setiap individu interaksinya diorientasikan untuk mendapatkan keuntungan. Orang pertama yang memulai studi tentang teori pertukaran adalah Homans.

Dalam membangun teori ini ia menyandarkan analisanya pada teori behavorialisme sosial yang menekankan bahwa sikap manusia dalam keseharian merupakan respon atas impuls yang diberikan oleh lingkungan secara berulang ulang. Namun, walaupun begitu, Homans tidak setuju secara penuh atas pemikiran tersebut, menurut Homans, manusia memiliki daya nalar yang akhirnya dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan atas sikap-sikapnya selanjutnya. Juga ia melihat pengaruh norma sosial sebagai penghambat atas tindakan sosial seseorang.

(9)

29

terhadap Skinner, Homans mengambangkan beberapa proposisi antara lain adalah:

2.3.1 Proposisi Sukses.

Ada beberapa hal yang ditetapkan Homans menganai proposisi sukses. Pertama, meski umumnya benar bahwa makin sering hadiah diterima menyebabkan makin sering tindakan dilakukan, namun pembahasan ini tak dapat berlangsung tanpa batas. Di saat individu benar-benar tak dapat betindak seperti itu sesering mungkin. Kedua, makin pendek jarak waktu antara perilaku dan hadiah, makin besar kemungkinan orang mengulangi perilaku, dan begitu pual sebaliknya. Ketiga, menurut Homans, pemberian hadiah secara intermiten lebih besar kemungkinannya menimbulkan perulangan perilaku ketimbang menimbulkan hadiah yang teratur. Hadiah yang teratur menimbulkan kejenuhan dan kebosanan, sedangkan hadiah yang diterima dalam jarak waktu yang tek teratur sangat mungkin menimbulkan perulangan perilaku.

2.3.2 Proposisi Pendorong.

(10)

30

menanggapi stimuli yang tak berkaitan, setidaknya hingga situasi diperbaiki melalui kegagalan berulang kali. Semuanya ini dipengaruhi oleh kewaspadaan atau derajat perhatian individu terhadap stimuli.

(Sumber:http://kuliahsosiologi.blogspot.com/2011/05/james-coleman-sosial-capital.html)

2.3.3 Proposisi Nilai.

Disini Homans memperkenalkan konsep hadiah dan hukuman. hadiah adalah tindakan dengan nilai positif; makin tinggi nilai hadiah, makin besar kemungkinan mendatangkan perilaku yang diinginkan. Hukuman adalah tindakan dengan nilai negatif; makin tinggi nilai hukuman berarti main kecil kemungkinan aktor mewujudkan perilaku yang tak diinginkan. Homans menemukan bahwa hukuman merupakan alat yang tak efisien untuk membujuk orang mengubah perilaku mereka karena orang dapat bereaksi terhadap hukuman menurut cara yang tak diinginkan. Sebenarnya lebih baik tak memberikan hadiah terhadap perilaku yang tak diinginkan; perilaku demikian akhirnya akan dihentikan. Hadiah jelas lebih disukai, tetapi persediaannya mungkin sangat terbatas

2.4 Teori Modal Sosial

(11)

31

perasaan keterikatan untuk saling berhubungan yang besifat imbal balik dalam suatu bentuk hubungan sosial. Randall Collin mengemukakan kajian tentang apa yang dia sebut sebagai phenomena mikro dan interaksi sosial yaitu norma dan jaringan (the norms and networks) yang sangat berpengaruh pada kehidupan organisasi sosial. Norma yang terbentuk dan berulangnya pola pergaulan keseharian akan menciptakan aturan aturan tersendiri dalam suatu masyarakat.Aturan yang terbentuk tersebut kemudian akan menjadi dasar yang kuat dalam setiap proses transaksi sosial, dan akan sangat membantu menjadikan berbagai urusan sosial lebih efisien. Ketika norma ini kemudian menjadi norma asosiasi atau norma kelompok, akan sangat banyak manfaatnya dan menguntungkan kehidupan institusi sosial tersebut. Kekuatan-kekuatan sosial dalam melakukan interaksi antar kelompok akan terbentuk. Pada akhirnya mempermudah upaya mencapai kemajuan bersama.

Setiap pola hubungan yang terjadi diikat oleh kepercayaan (trust) kesaling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif

Unsur pokok modal sosial:

(12)

32

kebebasan (freedom) dan keadaban (civility). Kemampuan anggota anggota kelompok/masyarakat untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola hubungan yang sinergetis akan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan kuat tidaknya modal sosial suatu kelompok.

2. Resiprocity. Modal sosial senantiasa diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Pola pertukaran ini bukanlah sesuatu yang dilakukan secara resiprokal seketika seperti dalam proses jual beli, melainkan suatu kombinasi jangka pendek dan jangka panjang dalam nuansa altruism (semangat untuk membantu dan mementingkan kepentingan orang lain). Dalam konsep Islam, semangat semacam ini disebut sebagai keikhlasan. Semangat untuk membantu bagi keuntungan orang lain. Imbalannya tidak diharapkan seketika dan tanpa batas waktu tertentu. Pada masyarakat, dan pada kelompok-kelompok sosial yang terbentuk, yang di dalamnya memiliki bobot resiprositas kuat akan melahirkan suatu masyarakat yang memiliki tingkat Keuntungan lain, masyarakat tersebut akan lebih mudah membangun diri, kelompok dan lingkungan sosial dan fisik mereka secara rnengagumkan.

(13)

33

tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial.

4. Norma Sosial. Norma-norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma-norma ini biasanya terinstusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dan kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota rnasyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial.

5. Nilai-Nilai. Nilai adalah sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat.

(14)

34 2.5 Defenisi Konsep

Dalam sebuah penelitian defenisi konsep sangat diperlukan agar mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep adalah kerangka acuan penelitian didalam desain instrumen penelitian. Konsep digunakan agar masyarakat akademik atau masyarakat ilmiah maupun konsumen penelitian atau pembaca laporan penelitian mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan variabel, parameter, maupun skala pengukuran yang dimaksud peneliti dalam penelitiannya (Burhan Bungin, 2001). Adapun beberapa konsep penting dalam penelitian ini adalah :

1. Credit Union : Lembaga bukan bank, yang memberikan layanan kredit kepada masyarakat untuk peningkatan usaha dan ekonomi.

2. Modal Sosial : Kemampuan masyarakat untuk bekerjasama demi mencapai tujuan bersama di dalam berbagai komunitas.

3. Operasional : Satuan cara atau mekanisme kerja dalam sebuah lembaga

atau organisasi.

4. Sistem : Pola atau bentuk yang disepakati untuk dijadikan panduan

pengelolaan bagi seluruh elemen dalam sebuah lembaga atau

Referensi

Dokumen terkait