23
Bab 2
Landasan Teori
2.1
Pengertian Prestasi Belajar
Belajar dapat terjadi di mana saja, di kelas, di laboratorium, di lapangan, di warung telekomunikasi dan melalui dunia maya. Bahkan sekolah itu adalah seluruh alam semesta ini. (Prawiradilaga, 2007)
Menurut John Dewey (dalam Suparno, 2001), belajar merupakan bagian dari interaksi manusia dengan lingkungannya. Dewey mengemukakan konsep “Learning by doing” yaitu belajar melalui kegiatan melakukan bukan hanya mendengar dan melihat. Karena kenyataannya sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. (Muslich, 2008)
Proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungannya. (Sanjaya, 2010) Hasil dari proses belajar inilah yang disebut prestasi belajar. Hasil belajar siswa (prestasi) dapat menunjukkan telah terjadi peningkatan pengetahuan dan kemampuan siswa. Pencapaian hasil belajar yang tinggi merupakan suatu harapan dari setiap siswa. (Sopiatin, 2010)
24
menjadi indikator kompetensi dasar. Slameto (2003) mendefinisikan prestasi belajar sebagai performance dan kompetensinya setelah mempelajari materi untuk mencapai tujuan pengajaran dalam satuan waktu tertentu yang dapat berupa semester atau tahun pelajaran. Hall dan Jones (dalam Muslich, 2008) menyatakan bahwa kompetensi adalah penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur.
Dalam Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang standar proses, merumuskan bahwa kompetensi adalah (1) seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu; (2) keseluruhan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dinyatakan dengan ciri yang dapat diukur.
25 menitikberatkan pada aspek pengembangan kompetensi siswa dan target keterampilan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pembelajaran bagi siswa pada akhirnya ditujukan untuk pencapaian kompetensi-kompetensi yang dinyatakan dengan tumbuh dan berkembangnya satu kesatuan nilai-nilai, pengetahuan, sikap dan kinerja/perbuatan secara nyata. (Akbar, 2010)
Jadi, prestasi belajar adalah kompetensi yang dikuasai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur berdasarkan tercapai tidaknya KKM.
26
2.2
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum terbaru di Indonesia. KTSP yang dilaksanakan mulai tahun 2006 dimana pembelajaran lebih ditekankan pada aspek pengembangan kompetensi siswa (Susilo, 2008) dan target keterampilan dengan harapan mutu lulusan lebih bermakna dalam kehidupannya. Pembelajaran berbasis kompetensi menekankan pembelajaran ke arah penciptaan dan peningkatan serangkaian kemampuan dan potensi siswa agar bisa mengantisipasi tantangan aneka kehidupannya. (Muslich, 2008)
Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 1 ayat 15, KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan.(BSNP, 2005)
27 saja; sedangkan yang menjadi rujukan pengembangannya itu sendiri ditentukan oleh pemerintah, misalnya jenis mata pelajaran beserta jumlah jam pelajarannya, isi dari setiap mata pelajaran itu sendiri, serta kompetensi yang harus dicapai oleh setiap mata pelajaran itu. KTSP berorientasi pada pengembangan individu. Hal ini dapat dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP yang menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran melalui berbagai pendekatan dan strategi pembelajaran. Kriteria keberhasilan KTSP lebih banyak diukur dari kompetensi siswa. KTSP mengakses kepentingan daerah. Hal ini tampak pada salah satu prinsip KTSP, yakni berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. (Sanjaya, 2008)
28
tahun mulai kelas I sampai dengan kelas VI adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Seni Budaya dan Keterampilan (SBK), Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Penjaskes). Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. (BSNP, 2005) Muatan lokal yang diselenggarakan di Propinsi Jawa Tengah adalah Bahasa Jawa dan di Kabupaten Banyubiru adalah Tembang Jawa. Pembelajaran pada Kelas IV SD dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.
29 masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik. (BSNP, 2005)
Mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran yang ditempuh di kelas IV SD adalah sebagai berikut :
1.Pendidikan Agama
Peran Agama dalam kehidupan umat manusia. Sehingga internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap individu dapat ditempuh melalui pendidikan. BSNP (2005) merumuskan standar sebagai berikut :
Pendidikan agama dimaksudkan untuk peningkatan
potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak
mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai
perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan potensi
spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan
penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun
kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual
tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi
berbagai potensi yang dimiliki manusia yang
aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan.
30
Karena pendidikan agama dapat menyumbang terhadap perkembangan manusia secara intelektual, sosial, moral dan spiritual. Dengan demikian tentunya prestasi belajar pendidikan agama siswa akan meningkat seiring dengan pendidik-pendidik agama melaksanakan tanggungjawabnya.
Azizah (2009) menyatakan bahwa sangatlah tepat apabila usaha penanaman nilai-nilai agama selain dari keluarga juga diberikan pada pendidikan prasekolah. Hendaknya nilai-nilai agama ditanamkan kepada anak sedini mungkin. Seiring dengan bertambahnya usia, hendaknya semakin banyak pula penjelasan dan pengertian tentang nilai-nilai agama itu sesuai dengan dengan perkembangan kecerdasannya.
2.Pendidikan Kewarganegaraan
BSNP (2005) merumuskan standar bahwa :
Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan
mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan
warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil,
dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan
UUD 1945. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan (1)
berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menanggapi isu kewarganegaraan; (2) berpartisipasi
31
secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi; (3)
berkembang secara positif dan demokratis untuk
membentuk diri berdasarkan karakter-karakter
masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa lainnya; (4) berinteraksi dengan
bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung
atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
Rahmawati (2003) menyatakan bahwa prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan adalah pengetahuan yang dicapai dan keterampilan yang dikembangkan dalam melestarikan nilai hukum dan moral yang berakar pada budaya bangsa, dan mencerminkan pencapaian hasil belajar siswa. Menurut Murdiono (2007), penananaman nilai moral sejak usia dini membawa pengaruh yang positif terhadap perkembangan moral anak.
3.Bahasa Indonesia
32
serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.”
Menurut Sawardi (1981), kemahiran dan keterampilan berbahasa akan banyak membantu berhasilnya pengajaran mata pelajaran lain. Sardja (dalam Supriyadi, 2004) menemukan bahwa rendahnya tingkat kesiapan belajar membaca (reading readiness) yang dimiliki oleh umumnya murid tanpa TK menyebabkan murid tanpa TK sering mengalami kesulitan belajar membaca dibandingkan dengan murid yang melalui TK.
4.Matematika
BSNP (2005) merumuskan standar bahwa :
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada
semua peserta didik mulai dari Sekolah Dasar (SD)
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif,
serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut
diperlukan agar peserta didik dapat memiliki
kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan
kompetitif. Pendekatan pemecahan masalah merupakan
fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup
masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah
terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah
dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk
33
dikembangkan keterampilan memahami masalah,
membuat model matematika, menyelesaikan masalah,
dan menafsirkan solusinya.
Dalam mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa, maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efesien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda, serta tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika. (Heruman, 2010) Oleh karena itu maka menurut Apriana (2012), pengembangan dasar-dasar konsep matematika diharapkan telah diperkenalkan kepada anak usia dini ketika menempuh pendidikan prasekolah. Fuller (dalam Ekawati, 2011) menyebutkan “Girls are less successful than boy son on mathematics achievement test”. Artinya anak laki-laki memiliki prestasi matematika yang lebih baik daripada anak perempuan.
5.Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
BSNP (2005) merumuskan standar bahwa :
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk
memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan
masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar
34
SD diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar
untuk merancang dan membuat suatu karya melalui
penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah
secara bijaksana. Pembelajaran IPA sebaiknya
dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry)
untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan
bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai
aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu
pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian
pengalaman belajar secara langsung melalui
penggunaan dan pengembangan keterampilan proses
dan sikap ilmiah.
Piaget dalam Suparno (2001) menyatakan karakteristik siswa SD dominan berada pada fase perkembangan konkrit operasional. Pada fase ini anak dapat belajar dengan mudah jika mendapat pengalaman langsung dengan objek yang nyata. Artinya proses belajar terjadi by doing science dimana mereka belajar dengan aktif terlibat langsung. (Semiawan, 2008)
6.Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
BSNP (2005) merumuskan standar bahwa :
Di masa yang akan datang peserta didik akan
menghadapi tantangan berat karena kehidupan
masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap
35
untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan
kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat
dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang
dinamis. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik
diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia
yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga
dunia yang cinta damai. Mata pelajaran IPS disusun
secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam
proses pembelajaran menuju kedewasaan dan
keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat.
Pendidikan IPS pada dasarnya bertujuan untuk menjadikan manusia yang baik dalam kehidupannya. Artinya manusia tidak mengalami kesulitan hidup dalam memenuhi berbagai macam kebutuhannya, manusia bisa hidup secara harmonis dengan lingkungan dan ruang hidupnya, ia mempunyai pengetahuan, sikap, dan kepedulian sosial yang tinggi di tengah-tengah kehidupan sosialnya, sangat menghargai nilai-nilai agama, sejarah, budaya, sosial, politik, ekonomi dan lainnya, dan dengan nilai-nilai itu menjadi pengarah dan pengendali sikap dan perilaku dalam kehidupannya. ( Akbar, 2010)
7.Seni Budaya dan Keterampilan
BSNP (2005) merumuskan standar bahwa :
Pendidikan seni budaya dan keterampilan memiliki
peranan dalam pembentukan pribadi peserta didik yang
36
perkembangan anak dalam mencapai multikecerdasan
yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal,
interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, logik
matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas,
kecerdasan kreativitas, kecerdasan spiritual dan moral,
dan kecerdasan emosional. Bidang seni rupa, musik,
tari, dan keterampilan memiliki kekhasan tersendiri
sesuai dengan kaidah keilmuan masing-masing. Dalam
pendidikan seni dan keterampilan, aktivitas berkesenian
harus menampung kekhasan tersebut yang tertuang
dalam pemberian pengalaman mengembangkan
konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Semua ini diperoleh
melalui upaya eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan
teknik berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang
beragam.
37 kognitif, bahasa, kemandirian, agama, dan seni bagi anak usia prasekolah untuk mempersiapkan anak masuk SD.
8.Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan BSNP (2005) merumuskan standar bahwa :
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan
merupakan bagian integral dari pendidikan secara
keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek
kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan
berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas
emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan
pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani,
olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan
secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan nasional. Pendidikan memiliki sasaran
pedagogis, oleh karena itu pendidikan kurang lengkap
tanpa adanya pendidikan jasmani, olahraga, dan
kesehatan karena gerak sebagai aktivitas jasmani adalah
dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan dirinya
sendiri yang secara alami berkembang searah dengan
perkembangan zaman. Pendidikan jasmani, olahraga,
dan kesehatan merupakan media untuk mendorong
pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan
motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan
nilai-nilai (sikap – mental – emosional – sportivitas – spiritual
- sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang
bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan
38
Pembelajaran Penjaskes yang dilakukan dengan keasyikkan yang menyenangkan (enjoyment) seperti dalam bentuk permainan dapat memotivasi anak didik senang dan mampu belajar. (Semiawan, 2008) Sejalan dengan Rusli (1993) yang menyatakan bahwa penguasaan konsep-konsep pendidikan jasmani dan olahraga mendukung pencapaian prestasi belajar pada bidang studi lainnya.
2.3
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Prestasi Belajar
Prestasi belajar pada umumnya merupakan tujuan dan sasaran akhir dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Apapun bentuk kegiatan pembelajaran tentunya akan berakhir pada pencapaian prestasi belajar. Dalam upaya mencapai prestasi belajar yang baik menurut Hamalik (dalam Nugroho, 2009), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah (1) faktor yang bersumber dari diri sendiri; (2) faktor yang bersumber dari lingkungan belajar; (3) faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga; (4) faktor yang bersumber dari masyarakat.
39 tugas mendidik dan membimbing siswa untuk belajar maksimal; (2) siswa itu sendiri, terutama yang berkaitan dengan penguasaan materi prasyarat, kebiasaan atau keterampilan belajar, usia, daya tangkap dan semangat belajar; (3) sekolah, faktor sekolah meliputi ketersediaan alat peraga dan kualitas bimbingan; (4) lingkungan, ditekankan pada kualitas dukungan orang tua dan lingkungan tempat tinggal siswa.
Slameto (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah perilaku sosial, konsep diri, strategi belajar siswa, motivasi, pola asuh, dan status ekonomi.
40
menjadi penguat bagi siswa untuk mencapai prestasi berikutnya.
2.4
Penilaian Prestasi Belajar
Dalam PP No. 19 Tahun 2005 pasal 1 ayat 17, proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik disebut penilaian.
Banyak siswa yang belajar karena ingin memperoleh nilai bagus. Untuk itu mereka belajar dengan giat. Oleh karena itu, penilaian harus dilakukan secara objektif sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. (Sanjaya, 2008)
41 keberhasilannya sendiri dalam proses pembelajaran (self evaluation). (Sanjaya, 2008)
42
penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan; (9) akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
43 penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
Evaluasi memegang peranan yang sangat penting sebagai kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan siswa. Sebab melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang diajarnya sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga mereka layak diberikan program pembelajaran baru ataukah malah sebaliknya siswa belum dapat mencapai standar minimal, sehingga mereka perlu diberikan program remidial. (Sanjaya, 2008)
44
Nilai hasil belajar diperoleh dari sistem penilaian yang digunakan untuk mata pelajaran yang sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar. Misalnya nilai 75 sebagai batas penguasaan (mastery) artinya jika seorang siswa sudah mencapai nilai 75 atau lebih untuk kompetensi dasar tertentu maka dikatakan siswa tersebut berhasil. Akan tetapi jika seorang siswa belum mencapai nilai 75, dikatakan belum berhasil. (Uno, 2006)
Guru melakukan evaluasi menggunakan berbagai teknik penilaian berupa (1) tes, antara lain tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja; (2) observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran; (3) penugasan perseorangan atau kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan/atau proyek; dan (4) bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik.
45 Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. (Akbar, 2010) Hasil pengukuran kompetensi dinyatakan dalam bentuk angka yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap peserta didik pada periode tertentu. Hasil pengukuran kompetensi dituangkan dalam rapor yang dibuat guru untuk siswa dan orang tua berisi catatan prestasi belajar siswa pada setiap semester.
Data dalam penelitian ini memakai nilai prestasi belajar murni siswa kelas IV SD dalam buku daftar nilai sebelum dituangkan ke dalam rapor siswa di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada semester I dan semester II tahun ajaran 2010/2011. Nilai prestasi belajar dirumuskan sebagai perolehan hasil pengukuran kompetensi yang terukur lewat kegiatan evaluasi dan tercantum dalam daftar nilai yang diperoleh dari :
Nilai prestasi belajar = PR + UH + TS + AS 4
Keterangan :
PR = rata-rata nilai pekerjaan rumah
(minimal 4 nilai pekerjaan harian)
UH = rata-rata nilai ulangan harian
(minimal 4 nilai ulangan harian)
TS = nilai ulangan tengah semester
46
2.5
Meningkatkan Prestasi Belajar
Untuk meraih prestasi belajar yang baik, banyak sekali faktor yang perlu diperhatikan karena di dalam dunia pendidikan tidak sedikit siswa yang mengalami kegagalan. Kadang ada siswa yang memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan kesempatan untuk meningkatkan prestasi, tapi dalam kenyataannya prestasi yang dihasilkan di bawah kemampuannya.
47 disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah. (3) faktor masyarakat yang mencakup kegiatan anak dalam masyarakat, media massa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat. (Slameto, 2003)
48
kompetitor sudah tersedia. Tapi, bila kemauan dari siswa sendiri untuk belajar dan bersaing masih rendah, sulit meraih keberhasilan maupun meningkatkan prestasi. Faktor ini, akan sangat dipengaruhi oleh perhatian dan motivasi yang diberikan para orang tua. Bila orang tua kurang memberikan perhatian dan motivasi secara khusus kepada perkembangan pendidikan anak-anaknya, sangat sulit menciptakan kemauan dan kesadaran bagi siswa untuk berkompetisi. Oleh karena itu, tanggung jawab orang tua dalam mendidik dan mengarahkan anak, sangat menunjang terhadap keberhasilan mereka dalam meraih keberhasilan dan prestasi belajar di sekolah.
49 eksternal merupakan faktor di luar diri siswa yang dapat mempengaruhi peningkatan prestasi belajar yaitu faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah, dan faktor lingkungan masyarakat.Faktor lingkungan keluarga meliputi sosial ekonomi keluarga, pendidikan orang tua, Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga. Faktor lingkungan sekolah meliputi sarana dan prasarana sekolah, kompetensi guru dan siswa serta kurikulum dan metode mengajar. Faktor lingkungan masyarakat meliputi faktor sosial budaya dan partisipasi terhadap pendidikan.
2.6
Siswa SD yang Berlatar Belakang TK dan
Non TK
Monks, knoers, Haditono (1999) menyebutkan bahwa jika anak mengikuti pendidikan prasekolah akan menurunkan motivasi belajar dan menimbulkan sikap negatif terhadap proses belajar di SD. Hal ini terjadi karena anak sudah pernah menerima dan menguasai materi pelajaran SD di program pendidikan sebelumnya.
50
atas kemampuannya. Hal ini membuat anak kehilangan motivasi dalam belajar, sehingga dalam pekerjaan sekolah mendapatkan nilai kurang memuaskan dan mereka memiliki harapan yang rendah terhadap dirinya sendiri. Karena menurut Shihab (2012), anak yang masuk preschool untuk mendapat pendidikan lebih cepat, tidak ada jaminan anak tersebut lebih baik perkembangannya daripada anak lain yang tidak masuk preschool.
Tetapi di lain pihak, Rahman (2005) menjelaskan bahwa program pendidikan prasekolah dapat mengembangkan motivasi dan sikap belajar yang positif. Pendidikan prasekolah merupakan fondasi bagi dasar kepribadian anak. Anak yang mendapatkan pembinaan sejak usia dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan fisik dan mental, yang akan berdampak ada peningkatan prestasi, etos kerja, motivasi belajar dan produktivitasnya. Sejalan dengan Lazard (dalam Seefeldt, 2008), pendidikan usia dini berdampak pada prestasi akademik anak-anak kelak dan keberhasilan hidup masa depan mereka.
51 prasekolah sudah terbiasa terampil untuk membaca huruf, suku kata dan kalimat serta sekaligus merangkainya dalam tulisan. Sedangkan anak yang sama sekali tidak mengkuti pendidikan prasekolah (dan tidak dilatih oleh orang tua) tampak tertinggal.
Hasil penelitian Irani (2009) menunjukkan bahwa metode pembelajaran dan fasilitas di TK dapat mengembangkan potensi fisik, sosial emosional, kognitif, bahasa, kemandirian, agama, dan seni bagi anak usia prasekolah untuk mempersiapkan anak masuk SD.
Isjoni (2009) menyatakan bahwa anak-anak yang masuk SD tanpa melalui TK pada umumnya tertinggal prestasinya. Sedangkan anak yang masuk SD melalui TK akan memiliki kesiapan belajar untuk mencapai kompetensi yang lebih besar, baik akademik maupun non-akademik.
52
perasaan, daya cipta dan kedisiplinan anak dari TK memiliki kontribusi terhadap seluruh aspek yang mendukung kesiapan belajar siswa SD. Pemberian pendidikan prasekolah dapat menjadi strategi efektif untuk mengatasi tingginya tingkat pengulangan di SD, dan secara ekonomis menghasilkan rasio manfaat dan biaya 17:1. (Kusuma, 2009)
Adanya perbedaan yang besar antara pola pendidikan di sekolah dan di rumah menyebabkan anak yang tidak masuk pendidikan Taman Kanak-kanak (prasekolah) mengalami kejutan sekolah dan mereka mogok sekolah atau tidak mampu menyesuaikan diri sehingga tidak dapat berkembang secara optimal. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya pengembangan seluruh potensi anak pada usia prasekolah. (Sisdiknas, 2003)
2.7
Kajian yang Relevan
53 Nambo (2005) melakukan penelitian terhadap 60 orang siswa SD yang tersebar di tiga kecamatan di Kotamadya Gorontalo. Tabulasi data yang digunakan adalah nilai rata-rata rapor peserta didik Sekolah Dasar yang berlatar belakang ada/tidaknya Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK). Dari hasil analisa data disimpulkan bahwa pada tingkat kelas I memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan, sedangkan pada kelas III dan kelas VI tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan.
54
2.8
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Ho : µ TK = µ non TK
Tidak ada perbedaan prestasi belajar pendidikan agama antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.
Ha : µ TK ≠ µ non TK
Ada perbedaan prestasi belajar pendidikan agama antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.
2. Ho : µ TK = µ non TK
Tidak ada perbedaan prestasi belajar pendidikan Kewarganegaraan (PKn) antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.
Ha : µ TK ≠ µ non TK
55 3. Ho : µ TK = µ non TK
Tidak ada perbedaan prestasi belajar bahasa Indonesia antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.
Ha : µ TK ≠ µ non TK
Ada perbedaan prestasi belajar bahasa Indonesia antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.
4. Ho : µ TK = µ non TK
Tidak ada perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.
Ha : µ TK ≠ µ non TK
Ada perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.
5. Ho : µ TK = µ non TK
56
Ha : µ TK ≠ µ non TK
Ada perbedaan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.
6. Ho : µ TK = µ non TK
Tidak ada perbedaan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.
Ha : µ TK ≠ µ non TK
Ada perbedaan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.
7. Ho : µ TK = µ non TK
Tidak ada perbedaan prestasi belajar Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.
Ha : µ TK ≠ µ non TK
se-57 Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.
8. Ho : µ TK = µ non TK
Tidak ada perbedaan prestasi belajar Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Penjaskes) antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.
Ha : µ TK ≠ µ non TK