BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan individu maupun organisasi dalam melakukan
investasi adalah untuk memperoleh penghasilan atau
pengembalian (return) atas investasinya. Investor akan
memperkirakan berapa tingkat keuntungan yang diharapkan
atas investasinya untuk suatu periode tertentu di masa yang
akan datang. Namun demikian, setelah periode investasi
berlalu belum tentu keuntungan yang diperoleh diwujudkan
sama dengan tingkat keuntungan yang diharapkan.
Ketidakpastian akan tingkat keuntungan inilah yang
diidentifikasi sebagai risiko investasi, yaitu bahwa investor
harus selalu mempertimbangkan unsur ketidakpastian dalam
suatu investasi (Lin, 2009)
Pada kenyataannya, dalam menghadapi ketidakpastian
investor sering bersikap irrasional. Hal inilah yang mendorong
para pakar keuangan kemudian mengembangkan studi
behavioral finance. Kahneman dan Tversky (1991) dalam Teori
Prospek menyatakan bahwa kerugian memberikan dampak
lebih besar daripada keuntungan. Menurut Sherfin (2005),
behafioral finance merupakan teori bagaimana fenomena
psikologi mempengaruhi perilaku keuangan. Sedangkan
mengungkap pengertian dan prediksi pasar keuangan yang
berfokus pada penerapan prinsip psikologi dan ekonomi
sebagai pengembangan proses pengambilan keputusan
keuangan.
Orientasi investasi adalah keputusan investor dalam
memilih investasi menurut horizon waktu berinvestasi yaitu
investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang dalam
saham. Keputusan investasi pada dasarnya menyangkut
masalah pengelolaan dana pada suatu periode tertentu, di
mana para investor mempunyai harapan untuk memperoleh
pendapatan atau keuntungan dari dana yang diinvestasikan
selama periode waktu tertentu.
Hasil penelitian Gilliam, Goetz dan Hampton (2008)
menunjukkan bahwa faktor demografi (jenis kelamin dan
tingkat pendidikan) memiliki pengaruh signifikan terhadap
risk tolerance. Faff, Hallahan dan McKenzie (2009)
menambahkan faktor usia, status perkawinan, jumlah
penghasilan dan jumlah tanggungan terhadap risk tolerance,
usia berbanding terbalik dengan risk tolerance. Roszkowski
dan Davey (2010) memberikan bukti bahwa risk tolerance
relatif stabil dan tidak terpengaruh drastis oleh kondisi
perekonomian tahun 2008. Menurut Al-Ajmi (2011) jenis
kelamin, tingkat pendidikan dan kekayaan memiliki pengaruh
positif terhadap risk tolerance, sedangkan usia memiliki
Literatur telah berkembang menjadi dua aliran
pemikiran sebagai peneliti telah berusaha untuk menjelaskan
pilihan investor membuat tentang risiko dalam investasi. Satu
kelompok telah menggunakan fitur demografi yang
berhubungan pentingnya gender, etnis, kekayaan,
pendapatan, dan berbagai faktor lainnya untuk penjelasan
dari keputusan manajemen investasi. Dalam penelitian
tentang demografi, implikasi gender yang paling sering
dianggap oleh para peneliti sebagai hal yang penting dalam
menjelaskan perilaku investor. Sedangkan kelompok yang lain
menggunakan karakteristik psikologi yaitu kepribadian dapat
mempengaruhi cara individu dalam membuat keputusan
investasi.
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan
konsisten hubungan antara faktor demografi dengan risk
tolerance. Namun akan berbeda jika dihubungkan dengan
karakteristik kepribadian. Dalam sebuah studi, Filbeck,
Hatfield dan Horvath (2005) menggunakan Myers-Briggs Type
Indicator untuk menilai perbedaan risk tolerance antara orang
dengan karakteristik kepribadian yang berbeda. Dari
pengelompokan kepribadian diskrit Myers-Briggs, para peneliti
mampu membangun hubungan perilaku mengambil risk
tolerance, temuan tersebut mampu mengkonfirmasi bahwa
tipe kepribadian ini menjelaskan beberapa aspek dari perilaku
investasi. Dalam penelitian Filbeck et al. (2001), individu
dengan skor yang tinggi dalam karakteristik pemikir
dan perintah), dan penginderaan (konkrit dan praktis)
dilaporkan mengalami peningkatan risk tolerance. Penelitian
Mayfield et al. (2008) menunjukkan bahwa individu yang
mempunyai karakteristik yang kreatif dan non-tradisional
dalam pengalaman memiliki risk tolerance yang lebih tinggi,
sedangkan temuan Filbeck et al. (2005) menunjukkan bahwa
individu yang obyektif, tertib, dan konkret memiliki risk
tolerance yang tinggi terhadap investasi. Hasil dari Mayfield et
al. (2008) juga berbeda dari Filbeck et al. (2005) dengan
melaporkan bahwa sifat dari extraversion memiliki pengaruh
yang rendah terhadap risk tolerance sedangkan menurut
Mayfield et al. (2008) extraversion dapat memprediksi niat
investasi jangka pendek, tetapi tidak signifikan terhadap risk
averse.
Penelitian sebelumnya yang belum menunjukkan hasil
yang konsisten konsisten tentang pengaruh kepribadian
terhadap pengambilan keputusan investasi, mendorong
penulis melakukan penelitian ini dan dengan menambahkan
hipotesis dalam model penelitian dengan yaitu dengan
menambahkan risk tolerance sebagai variabel intervening.
1.2. Masalah Penelitian
1. Apakah terdapat pengaruh tipe kepribadian terhadap
orientasi investasi?
2. Apakah terdapat pengaruh risk tolerance terhadap
orientasi investasi?
3. Apakah risk tolerance menjadi variabel intervening
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh tipe kepribadian terhadap
orientasi investasi?
2. Untuk menganalisis pengaruh risk tolerance terhadap
orientasi investasi?
3. Untuk menganalisis apakah risk tolerance menjadi
variabel intervening pengaruh tipe kepribadian terhadap
orientasi investasi?
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat berkontribusi
menambah penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya
dan juga menambah pemahaman dalam bidang keuangan
berbasis perilaku khususnya mengenai tipe kepribadian, risk
tolerance dan orientasi investasi.
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi
kepada para perencana keuangan dan manajer investasi
untuk lebih memahami tentang bagaimana karakteristik
kepribadian investor yang dapat digunakan secara efektif
dalam perencanaan dan pengelolaan keuangan umumnya dan