• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsep diri dan komunikasi interpersonal dengan prestasi belajar. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa IPK, skala konsep diri dan skala komunikasi interpersonal. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Subjek penelitian adalah mahasiswa semester dua yang berjumlah 117 mahasiswa. Subjek dipilih dengan menggunakan metode Purposive

Sampling. Pengujian hipotesis menggunakan teknik

statistik uji statistik parametrik analisis linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dan komunikasi interpersonal dengan prestasi belajar. Hal ini dapat diketahui dari koefisien korelasi konsep diri dengan prestasi belajar dengan nilai R sebesar 0.732 dengan signifikansi 0.000 < 0.05 sehingga hipotesis diterima dan koefisien korelasi komunikasi interpersonal dengan prestasi belajar dengan nilai R sebesar 0.903 dengan signifikansi 0.000 < 0.05 sehingga hipotesis diterima.

(2)

ABSTRACT

The aim of this study is to determine the correlation of self concept and interpersonal communication to learning achievement. This study is a quantitative study, the data collection technique is taken from collecting IPK ( Indeks Prestasi Kumulatif), self cencept scale, and interpersonal communication scale. The study was taken in Prodi Psycology of Islamic University of Sunan Ampel Surabaya. The subject of this study are 177 students of second semester. They was chosen by Purposive Sampling method. Hypothesis testing using stastistical technique, parametric statistical tests multiple linear analysis. The result showed that there is a significant correlation between self concept with learning achievement. It may be knew from the koefisien of correlation self concept with learning achievement with R 0.732 and significant 0.000 < 0.05 so that the hypotesis accepted and koefisien interpersonal communication correlation with learning achievement R 0.903 significant 0.000 < 0.05 and hypothesis accepted.

(3)

HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA FAKULTAS

PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata

Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Zulfa Syarifa Aliyah B37211088

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(4)

   

HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA FAKULTAS

PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata

Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Zulfa Syarifa Aliyah B37211088

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Keaslian Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar... 12

1. Pengertian Prestasi Belajar... 12

2. Aspek-aspek Prestasi Belajar ... 16

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Prestasi Belajar ... 16

B. Konsep Diri ... 21

1. Pengertian Konsep Diri ... 21

2. Dimensi/aspek Konsep Diri ... 26

3. Macam-macm Konsep Diri ... 29

4. Tahap Perkembangan Konsep Diri ... 30

5. Faktor Konsep Diri... 31

C. Komunikasi Interpersonal ... 33

1. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 33

2. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal ... 35

3. Fungsi Komunikasi Interpersonal ... 35

4. Macam-macam Komunikasi Interpersonal ... 36

D. Hubungan Konsep Diri dan Komunikasi Interpersonal dengan Prestasi Belajar ... 37

E. Kerangka Teoritis... 38

F. Hipotesis... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional ... 41

(8)

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling... 42

1. Populasi ... 42

2. Sampel dan Teknik Sampling ... 43

C. Teknik Pengumpulan Data... 44

D. Validitas dan Reliabilitas ... 47

1. Validitas ... 47

2. Reliabilitas ... 54

E. Analisis Data ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek 1. Visi, Misi, Tujua dan Sasaran serta strategi pencapaian Fakultas Psikologi dan Kesehatan UINSA ... 58

2. Struktur Orgnisasi Fakultas Psikologi dan Kesehatan UINSA ... 60

B. Deskripsi dan Reliabilitas Data... 61

1. Karakteristik Subjek... 61

2. Deskripsi Subjek ... 64

3. Reliabilitas Data ... 65

C. Hasil ... 66

1. Uji Asumsi Klasik ... 67

a. Uji Normalitas ... 67

b. Uji Multikolinearitas ... 68

c. Uji Heteroskedastisitas... 69

2. Uji Analisis Regresi Linier Ganda ... 71

3. Uji Hipotesis... 73

a. Product Moment ... 73

b. Uji F (Uji Simultan) ... 75

c. Koefisien Determinasi... 75

D. Pembahasan... 77

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 81

B. Saran... 81

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

kehidupan bangsa. Dalam proses pendidikan didalamnya menyangkut kegiatan belajar mengajar dengan segala aspek yang ada didalamnya. Kegiatan belajar

merupakan proses pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung kepada bagaimana pencapaian hasil pendidikan yang dialami peserta didik yang mencakup aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik.

Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No.20 tahun 2003 dalam Hadi, 2008). Berdasarkan definisi

(10)

2

Prestasi belajar adalah suatu pencapaian tujuan pengajaran yang ditunjukan dengan peningkatan kemampuan mental siswa. Prestasi belajar dapat

ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar

(Dimyati dan Mudjiono, 2009).

Prestasi belajar dapat diartikan hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas yang telah dilakukan, prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat

dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses sedangkan prestasi belajar merupakan hasil dari proses belajar. Prestasi belajar

yang dicapai oleh siswa memiliki tingkatan yang berbeda-beda, jika prestasi belajar siswa tinggi menunjukkan keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar, sebaliknya prestasi belajar siswa yang rendah menunjukkan bahwa tujuan

pembelajaran belum tercapai (Nurdin, 2011).

Lindgren menjelaskan bahwa hasil pembelajaran meliputi kecakapan,

informasi, pengertian, dan sikap. Jadi prestasi belajar dimunculkan dalam keseharian pembelajar dalam berbagai aktifitasnya yang menampakkan kecakapan, kemampuan menyerap dan menyampaikan kembali berbagai

informasi yang diperoleh selama proses pembelajaran. Selain itu juga dinampakkan dalam sikap kesehariannya (Naijan, 2014).

Perkembangan pendidikan yang sangat cepat dapat diikuti oleh mahasiswa jika mereka memperoleh pendidikan dalam perguruan tinggi yang lengkap literaturnya, menerima pengajaran dari para dosen yang tingi semangat

(11)

3

para mahasiswa tidak hanya bergantung melainkan harus melakukan studinya dengan sikap semangat yang membara, kebiasaan akademik yang baik dan metode

belajar yang tepat. Akan tetapi sikap yang demikian itu tidak banyak tampil pada diri setiap mahasiswa pada saat ini.

Dikarenakan adanya kondisi yang demikian sehingga tanpa sadar mereka telah menciptakan berbagai masalah yang berakar dari dalam diri yaitu problem konsep diri. Konsep diri merupakan evaluasi terhadap dimain yang spesifik dari

diri. Remaja dapat membuat evaluasi diri terhadap berbagai domain dalam hidupnya-akademik, atletik, penampilan fisik, dan sebagainya. Dapat disimpulkan

bahwa rasa percaya diri merupakan evaluasi diri yang menyeluruh, konsep diri lebih kepada evaluasi terhadap domain yang spesifik (John W.Sandrock, 2003).

Konsep diri kita sangat tergantung kepada cara bagaimana kita

membandingkan diri kita dengan orang lain. Orang-orang dewasa umumnya membuat perbandingan antara kakak dan adik, rata-rata seorang anak akan

menganggap dirinya sebagai seorang yang kurang pandai karena secara terus menerus membandingkan dirinya dengan salah seorang saudaranya yang lebih pandai. Jadi, bagian-bagian dari konsep diri dapat berubah cukup cepat didalam

suasana sosial.

Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam

komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Dalam proses pembelajaran, konsep diri yang diperoleh dari suatu hasil suatu pembelajaran tersebut merupakan faktor

(12)

4

mempunyai konsep diri yang positif akan mudah berinteraksi atau berkomunikasi dengan teman yang lain dan akan berpengaruh baik terhadap prestasi belajar.

Sedangkan mahasiswa yang mempunyai konsep diri negatif atau kurang baik akan menghambat proses komunikasi ketika dalam proses pembelajaran dan akan

berpengaruh pada prestasi belajar yang kurang baik.

Komunikasi juga merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam belajar. Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki

orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antar sesama manusia, melalui pertukaran informasi, untuk menguatkan sikap dan tingkah laku

orang lain serta berusaha mengubah sikap dan tingkahlaku itu (Cangara, 1998). Pola komunikasi antara mahasiswa dengan mahasiswa dan mahasiswa dengan dosen adalah komunikasi yang terjadi antar pribadi atau Interpersonal

Communication. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh R. Wayne Pace bahwa “Interpersonal communication is communication involving two or more people in a face to face setting” (Cangara, 1998).

Dalam proses belajar-mengajar terjadi interaksi sosial antara peserta didik, pendidik dan lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan terdiri

dari lingkungan pendidikan keluarga dengan pendidik (orang tua) dan peserta didik (anak), lingkungan pendidikan sekolah dengan pendidik (guru) dan

peserta didik (siswa) dan lingkungan pendidikan masyarakat dengan pendidik (pimpinan organisasi kemasyarakatan) dan anak-anak yang belum dewasa sebagai peserta didiknya yang secara tidak langsung mempengaruhi semangat

(13)

5

optimal. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010).

Hasil observasi yang telah dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sukasada, banyak ditemui siswa yang tidak memahami konsep diri secara jelas. Hal ini dapat dilihat dari interaksi sosial dengan lingkungan. Misalnya ada seorang siswa

yang dinilai oleh temannya atau oleh orang – orang disekitarnya sebagai anak yang bodoh, kurang cantik atau tampan, dan dianggap kurang bisa mengikuti

zaman atau kuper, maka dengan penilaian dari orang – orang tentang dirinya seperti itu ia tidak akan berani berinteraksi dengan teman – temannya dan saat di kelas pun ia tidak berani menyampaikan pendapat ataupun bertanya

kepada teman atau guru, tentunya dengan gejala seprti itu akan berimbas pada hasil belajar siswa (Wiwik, 2014).

Berdasarkan fenomena dan uraian, yang sering terlihat rata-rata peserta didik yang tidak mampu menyesuaikan diri secara baik di kelasnya atau yang tidak dapat melakukan komunikasi secara baik dengan guru maupun temannya

akan bisa menghambat proses belajar didalam kelas. Misalnya seseorang yang mempunyai konsep diri yang kurang baik yakni pemalu maka akan berpengaruh

pada proses komunikasi didalam kelas yakni malu bertanya ketika ada pelajaran yang kurang dipahami yang akhirnya pertanyaan tersebut dipendam atau dilemparkan ke temannya dan akhirnya berpengaruh pada nilai dan prestasi

(14)

6

positif yakni percaya diri maka akan berpengaruh baik pada proses komunikasi ketika di dalam kelas yang menjadikan prestasi belajar tersebut maksimal.

Pada penelitian ini peneliti mengambil mahasiswa semester 2 dengan alasan bahwa mahasiswa semester 2 adalah mahasiswa awal yang masih

beradaptasi dengan teman-teman maupun lingkungan dalam kelas dan konsep diri masing-masing mahasiswa akan nampak yang akan berpengaruh pada bagaimana mereka berkomunikasi.

Dalam fenomena nyata, rata-rata mahasiswa baru universitas islam lulusan SMA Negeri yang kurang mempunyai basic agama secara matang ketika

didalam kelas dan saat semester awal mendapatkan mata kuliah yang rata-rata semua berbasis agama merasa minder dengan anak yang lulusan MA atau pondok pesantren yang mengakibatkan malu bertanya, susah berinteraksi dan komunikasi

sesama mahasiswa maupun kepada dosen sehingga berdampak pada nilai akhir mereka. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai “Hubungan

Konsep Diri dan Komunikasi Interpersonal dengan Prestasi Belajar pada

Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri

(15)

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada hubungan antara konsep diri dengan prestasi belajar

Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya?

2. Apakah ada hubungan antara komunikasi interpersonal dengan prestasi

belajar Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya?

3. Apakah ada hubungan antara konsep diri dan komunikasi interpersonal dengan prestasi belajar Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan prestasi belajar Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri

Sunan Ampel Surabaya.

2. Untuk mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal dengan

(16)

8

3. Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan komunikasi interpersonal dengan prestasi belajar Mahasiswa Fakultas Psikologi dan

Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan kepada pembaca tentang hubungan konsep diri dan komunikasi interpersonal dengan prestasi belajar mahasiswa.

2. Manfaat aplikatif

Bagi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya sebagai masukan positif bagi pihak institusi pendidikan untuk lebih berupaya memaksimalkan

komunikasi di dalam lingkungan institusi pendidikan, agar motivasi dan keinginan belajar peserta didik meningkat sehingga prestasi belajar peserta didik yang

optimal akan tercapai.

Bagi Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya memberikan motivasi positif bagi mahasiswa

agar dapat beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan sekitarnya, khususnya lingkungan institusi pendidikan yang memiliki peran penting dalam

proses pembelajaran mahasiswa. 3. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan acuan atau referensi untuk penelitian yang relevan dan

(17)

9

E. Keaslian Penelitian

Studi hasil penelitian yang dilakukan oleh Mustofa Setyo Ariwibowo (2012) tentang “Pengaruh Lingkungan Belajar terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa PPKn Angkatan 2008/2009 Universitas Ahmad Dahlan Semester

Ganjil Tahun Akademik 2010/2011” menunjukkan bahwa adanya pengaruh positif dan signifikan antara lingkungan belajar terhadap prestasi belajar

mahasiswa PPKn angkatan 2008/2009 di Universitas Ahmad Dahlan Semester Gasal Tahun Akademik 2010/2011, Lingkungan Belajar memberikan pengaruh

sebesar 7,3% terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa PPKn angkatan 2008/2009, sedangkan 92,7% selebihnya dipengaruhi oleh berbagai macam faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Studi hasil penelitian yang dilakukan oleh Rensi & Lucia., R. S., (2010) tentang “Dukungan Sosial, Konsep Diri, dan Prestasi Belajar Siswa SMP Kristen YSKI Semarang” menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis regresi,diperoleh

nilai konstanta sebesar 71.590. Konstanta ini menunjukkan bahwa jika dukungan sosial dan konsep diri adalah konstan maka prestasi belajar adalah positif sebesar

71.590. Hasil ini mengindikasikan adanya faktor lain selain dukungan sosial dan konsep diri yang memengaruhi prestasi belajar siswa.

Studi hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurdin (2011) tentang

“Pengaruh Minat Baca, Pemanfaatan Fasilitas dan Sumber Belajar Terhadap

Prestasi Belajar IPS Terpadu SMP Negeri 13 Bandar Lampung”. Penelitian ini

(18)

10

dan pemanfaatan sumber belajar terhadap prestasi belajar IPS Terpadu siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Bandar Lampung tahun pelajaran 2009/2010. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh minat baca, pemanfaatan fasilitas belajar, dan pemanfaatan sumber belajar terhadap prestasi belajar IPS Terpadu

siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Bandar Lampung tahun pelajaran 2009/2010. Hal ini ditunjukan dengan uji F yang menunjukkan bahwa Fhitung> Ftabelyaitu 51,913 > 2,864 yang berarti prestasi belajar IPS Terpadu dipengaruhi oleh minat

baca, pemanfaatan fasilitas belajar, dan pemanfaatan sumber belajar .

Studi hasil penelitian yang dilakukan oleh Eva Latipah (2010) tentang

“Strategi Self Regulated Learning dan Prestasi Belajar” bahwa dapat

disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat korelasi positif antara strategi self regulated learning dengan prestasi belajar dapat diterima. Studi

metaanalisis dalam penelitian ini menemukan bahwa korelasi populasi yang

sesungguhnya (ρ) setelah dikoreksi oleh kesalahan pengukuran diestimasikan

sebesar 0.339, varians populasi [Var (p)] sebesar 0.111 dengan standar deviasi

(SD) sebesar 0.333. Dengan mengacu pada interval kepercayaan 95% dengan

batas penerimaan antara ‐0.31368 < ρ < 0.99168; dan nilai ρ sebesar 0.339, maka nilai ini masuk dalam daerah batas interval untuk diterima. Selain hasil

di atas, ditemukan juga korelasi populasi setelah dikoreksi dengan jumlah

sampel atau ř sebesar 0.272, varians korelasinya (σ2r) sebesar 0.075, dengan

standar deviasi (SD) sebesar 0.333. Dengan mengacu pada interval kepercayaan sebesar 95%, batas penerimaannya antara 0.342 < ř < 0.732. Dengan

(19)

11

Studi hasil penelitian yang diakukan oleh Alimuddin S Miru (2009) tentang “Hubungan antara Motivasi belajar terhadap prestasi belajar mata diklat

instalasi listrik siswa SMK Negeri 3 Makassar”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi belajar terhadap prestasi belajar mata diklat

instalasi Listrik. Yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan berarti antara motivasi belajar dengan prestasi belajar instalasi listrik siswa SMK Negeri 3 Makassar dengan koefisien korelasi ganda 0,353 dan koefisien determinasi

0,124. Jadi Motivasi Belajar mempengaruhi prestasi belajar mata diklat instalasi listrik sebesar 12,4% dan selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain seperti fasilitas

belajar, ruangan belajar, gaya belajar siswa, dan lain-lain.

Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya yang telah ditemukan beberapa penelitian yang memiliki variabel yang sama yaitu Prestasi belajar. Yang

berbeda dengan penelitian kali ini adalah Hubungan Konsep diri dan Komunikasi Interpersonal dengan Prestasi Belajar Mahasiswa dengan subjek dan tempat yang

(20)

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Prestasi Belajar

1. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi adalah kegiatan yang telah dicapai dalam usaha belajar yang ditandai oleh adanya perubahan situasi yang terlihat dalam proses perkembangan diri siswa untuk mencapai tujuan (Ahmadi, 2002).

Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003).

Ada beberapa definisi tentang belajar, antara lain dapat diuraikan sebagai

berikut:

1. Cronbach memberikan definisi: learning is shown by a change in behavior as a result of experience.

2. Harold Spears memberikan batasan: Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction.

3. Geoch, mengatakan: Learning is a change in performance as a result of practice.

Dari ketiga definisi di atas, maka dapat diterangkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan,

(21)

13

belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik (Sardiman, 2006).

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) prestasi belajar adalah suatu pencapaian tujuan pengajaran yang ditunjukan dengan peningkatan kemampuan

mental siswa.

Prestasi belajar terwujud karena adanya perubahan selama beberapa waktu yang tidak disebabkan oleh pertumbuhan, tetapi karena adanya situasi

belajar. Perwujudan ini dapat berupa perbuatan verbal maupun tulisan dan keterampilan yang langsung dapat diukur atau dinilai dengan menggunakan

suatu tes (Latipah, 2010).

Prestasi belajar menurut Gagne adalah kapabilitas yang dihasilkan dari kegiatan belajar yakni berupa ketrampilan, pengetahuan, sikap dan seperangkat

nilai-nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulus yang berasal dari lungkungan, dan proses kognitif yang dilakukan oleh siswa (Dimyati, 1999).

Sedangkan menurut Piaget prestasi belajar adalah pengetahuan yang dibentuk oleh individu melalui interkasi terus menerus dengan ligkungan (Dimyati, 1999).

Pada Prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap

ranah psikologis yang berubah akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu,

khususnya ranah rasa murid, sanga sulit. Hal ini di sebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan

(22)

14

perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa (Muhibbin Syah, 2006).

Hasil proses pembelajaran ialah perubahan perilaku individu. Individu akan memperoleh perilaku yang baru, menetap, fungsional, positif, disadari, dan

sebagainya. Perilaku hasil pembelajaran secara keseluruhan mencakup aspek kognitif, afektif, konatif dan motorik. Beberapa pakar menyebutkan adanya beberapa jenis perilaku sebagai hasil pembelajaran. Lindgre (1968) menyebutkan

isi pembelajaran terdiri atas (1) kecakapan, (2) informasi, (3) pengertian, dan (4) sikap.

Dua pakar yang banyak memberikan kontribusi berkenaan dengan hasil pembelajaran adalah benyamin Bloom (1956) dan Robert Gagne (1957, 1977) yang kemudian menjadi rujukan dalam penerapan pembelajaran di dunia

pendidikan. Pendapat Bloom yang dikenal dengan sebutan Taksonomi tujuan pendidikan Bloom menyebutkan ada tiga ranah perilaku sebagai tujuan dan hasil

pembelajaran, yaitu (1) kognitif, (2) afektif, dan (3) psikomotor.

Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali dikembangkan oleh Benjamin S. Bloom

pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain domain tersebut dibagi kembali ke

(23)

15

Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu sebagai berikut: 1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang

menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan ketrampilan berpikir.

2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.

3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek ketrampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik,

berenang, dan mengoprasikan mesin (Surya, 2013).

Prestasi belajar merupakan salah satu tolak ukur berhasilnya kegiatan pembelajaran. keberhasilan ini biasanya diukur dalam jangka waktu tertentu

misalnya bberapa kali pertemuan, satu caturwulan atau semester atau bahkan pada tingkat akhir. Oleh karena itu maka diperlukan kegiatan evaluasi untuk mengukur

tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Alat evaluasi yang baik harus memperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi, antara lain: kesahihan (validitas), keterandalan (reliabel), dan keapraktisan (Dimyati dan

Mudjiono , 1999).

Menurut Davies (1986:97) dalam (Dimyati dan Mudjiono, 1999) dalam

ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa ini secara umum dapat diklasifikasikan kedalam tiga kategori, yaitu meliputi: ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Taksonomi ranah kognitif dikemukakan oleh Bloom (1956),

(24)

16

taksonomi ranah psikomotorik dikemukakan oleh Harrow (1972). Prestasi belajar dalam penelitian ini difokuskan pada ranah kognitif. Ranah tujuan pendidikan

berdasarkan hasil belajar siswa ini dikenal dengan istilah Blooms Taxonomy.

2. Aspek Prestasi Belajar

Pendapat Bloom yang dikenal dengan sebutan Taksonomi tujuan pendidikan Bloom menyebutkan ada tiga ranah perilaku sebagai tujuan dan hasil

pembelajaran yaitu: 1. Kognitif

Yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan ketrampilan berpikir.

2. Afektif

Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.

3. Psikomotor

Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek ketrampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoprasikan mesin.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Aktivitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya dapat berlangsung wajar. Kadang-kadang lancar dan kadang-kadang tidak, kadang-kadang cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal

(25)

17

mengadakan konsentrasi. Demikian diantara kenyataan yang sering kita jumpa pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan

aktivitas belajar mengajar.

Hasil belajar ini tidak selalu disebabkan oleh faktor-faktor intelegensi,

akant tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin prestasi yang tinggi atau keberhasilan dalam belajar.

Faktor yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar terbagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri seseorang dalam hal ini dalam diri siswa. Faktor ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Faktor Fisiologis

Faktor ini ditinjau berdasarkan keadaan jasmani. Jasmani yang sehat

akan berbeda pengaruhnya terhadap belajar dibandingkan dengan jasmani yang kurang sehat. Kondisi fisiologi siswa terdiri tas kondisi kesehatan dan kebugaran fisik serta kondisi panca inderanya, terutama sekali indera penglihatan dan

pendengaran.

Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak

dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya, semuanya akan membantu dalam proses dan hasil belajar (Munadi, 2008).

(26)

18

Setiap manusia atau anak didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, terutama dalam hal kadar bukan dalam hal jenis,

tentunya perbedaan-perbedaan ini akan berpengaruh pada proses dan hasil belajarnya masing-masing. Beberapa faktor psikologis yang dapat diuraikan

diantaranya meliputi intelegensi, perhatian, minat dan bakat, motif dan motifasi, dan kognitif dan daya nalar (Munadi, 2008).

Muhibbin syah dalam bukunya Psikologi belajar menyebutkan, yang

termasuk kedalam faktor psikologis diantaranya adalah: tingkat kecerdasan siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa dan motivasi siswa (Muhibbin Syah, 1997).

Apabila seseorang memiliki motivasi, minat, dan bakat maka ia akan terpacu untuk terus belajar. Akan tetapi sebaliknya apabila keadaan individunya seperti kurang sehat, gangguan panca inderanya, dan lain-lain, maka hal tersebut sedikit

banyak akan mempengaruhi kegiatan belajarnya. 2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor ini terdiri dari faktor-faktor lingkungan dan faktor-faktor instrumental (Munadi, 2008).

a. Faktor-faktor lingkungan

Faktor lingkungan dibagi menjadi dua bagian yaitu:

(1) Lingkungan sosial

Lingkungan sosial ini dapat kita rinci menjadi lingkungan sosial sekolah dan lingkungan sosial siswa. Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para

(27)

19

baik positif maupun negatif. Misalnya, guru yang menunjukkan sikap dan prilaku yang simpati maka hal itu akan menjadi daya dorong positif bagi kegiatan belajar

siswa. Kemudian lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga serta teman-teman sepermainan di sekitar tempat tinggal siswa tersebut di luar

pendidikan formal. Namun lingkungan sosial yang paling banyak berpengaruh pada siswa adalah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri (Muhibbin Syah, 1997).

Seringkali guru dan para siswa yang sedang belajar di dalam kelas

merasa terganggu oleh obrolan orang-orang yang berada di luar persis di depan kelas tersebut, apalagi obrolan itu diiringi dengan gelak tawa yang keras dan

teriakan. Hiruk pikuk lingkungan sosial seperti suara mesin pabrik, lalu lintas, gemuruhnya pasar, dan lain-lain juga akan berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Karena itu sekolah hendaknya didirikan dalam lingkungan yang kondusif

untuk belajar (Munadi, 2008). (2) Lingkungan Non sosial

Lingkungan non sosial yang dimaksud adalah hal-hal yang dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa yang tak terhitung jumlahnya misalnya: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang atau malam),

gedung sekolah dan letaknya, alat-alat sekolah yang digunakan siswa untuk belajar, tempat tinggal siswa dan letak tempat tinggal tersebut (Muhibbin Syah,

1997).

b. Instrumental

Faktor instrumental ini terdiri dari gedung/sarana fisik kelas, sarana/alat

(28)

20

yang digunakan akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa (Munadi, 2008).

Dengan mengetahui adanya pengaruh dari dalam diri siswa merupakan hal yang logis dan wajar, karena hakikat perbuatan belajar adalah perbuatan

tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya. Siswa harus merasakan adanya suatu kebutuhan untuk belajar dan berprestasi, maka siswa harus berusaha mengerahkan seluruh daya dan upaya untuk dapat mencapainya.

Selama proses belajar mengajar berlangsung, terjadilah interaksi antara guru dan siswa, namun interaksi ini bercirikan khusus, karena siswa menghadapi

tugas belajar dan guru harus mendampingi siswa dalam belajarnya (Munadi, 2008).

(29)

21

B. Konsep diri

1. Pengertian Konsep diri

Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang

menyangkut apa yang ia ketahui dan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan

perasaannya, serta bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang

lain. Di sini konsep diri yang dimaksud adalah bayangan seseorang tentang

keadaan dirinya sendiri pada saat ini dan bukanlah bayangan ideal dari dirinya

sendiri sebagaimana yang diharapkan atau yang disukai oleh individu

bersangkutan. Konsep diri berkembang dari pengalaman seseorang tentang

berbagai hal mengenai dirinya sejak ia kecil, terutama yang berkaitan dengan

perlakuan orang lain terhadap dirinya (Djaali, 2011).

Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan pencampuran yang

kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep

diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama lain (Baiq

Susilawati , 2012).

Menurut William D. Brooks dalam (Adolescence, 2003) konsep diri sebagai “those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that

we have derived from experiences and our interaction with others” . Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini

boleh bersifat psikologi, social dan fisis. Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilain anda tentang diri anda. Jadi, konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda.

(30)

22

thinkand feel about you, the entire complex of be liefs and attitudes you hold

about yourself” (1977:98)

Menurut William D. Brooks bahwa pengertian konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita (Rakhmat, 1996). Menurutnya

bahwa dalam menilai dirinya, seseorang ada yang menilai positif dan ada yang menilai negatif. Maksudnya individu tersebut ada yang mempunyai konsep diri yang positif dan ada yang mempunyai konsep diri yang negatif.

Setiap orang akan memiliki konsep diri dalam berbagai ragam bentuk

dan kadar yang akan menentukan perwujudan kualitas kepribadiannya. Konsep

diri dapat bersifat positif dan bersifat negatif. Yang harus diwujudkan pada setiap

orang adalah konsep diri yang sehat sehingga mampu menampilkan kepribadian

yang sehat pula. Untuk itu, setiap individu diharapkan memiliki kemampuan

untuk mengenal makna konsep diri dan mampu menganalisisnya serta mampu

mengembangkan konsep dirinya secara tepat (Surya, 2012).

Konsep diri seseorang mula-mula terbentuk dari perasaan apakah ia

diterima dan diinginkan kehadirannya oleh keluarganya. Melalui perlakuan yang

berulang-ulang dan setelah menghadapi sikap-sikap tertentu dari ayah-ibu-kakak

dan adik ataupun orang lain di lingkup kehidupannya, akan berkembanglah

konsep diri seseorang. Konsep diri ini yang pada mulanya berasal dari perasaan

dihargai atau tidak dihargai. Perasaan inilah yang menjadi landasan dari

pandangan, penilaian, atau bayangan seseorang mengenai dirinya sendiri yang

keseluruhannya disebut konsep diri. Dalam teori psikoanalisis, proses

(31)

23

formation). Menurut aliran ini, ego yang sehat adalah ego yang dapat mengontrol

dan mengarahkan kebutuhan primitif (dorongan libido) supaya setara dengan

dorongan dari super ego serta tuntutan lingkungan (Djaali, 2011).

Dalam konsep diri, pengenalan diri sendiri adalah salah satu panduan

individu untuk mengembangkan kepribadiannya. Salah satu kerangka analisa untuk mempelajari jenis kepribadian seseorang berdasarkan atas kemauan diri untuk member dan menerima, baik informasi maupun masukan (umpan balik)

serta kritik didalam kerjasama kelompok maupun antar individu adalah jendela Johari (johari window). Dikembangkan oleh Joseph Luft dan Harry Ingham

(sehingga bernama johari). Kerangka analisis hubungan ini menggambarkan sebuah jendela, sehingga disebut jendela johari yang mencerminkan jendela komunikasi dan transformasi dalam proses member dan menerima umpan balik.

Baik berbentuk informasi, pujian maupun kritik dari orang lain untuk kepentingan pengembangan kepribadian seseorang (Zuyina, 2010).

1. Daerah pribadi terbuka (open self)

Merupakan daerah/jendela saya tahu dan orang lain tahu, yaitu orang mengenal dirinya sendiri dan orang lain.

Dalam diri terdapat daerah terbuka (open). Open self adalah bagian diri yang menyajikan semua informasi , prilaku, sifat, perasaan, keinginan, motivasi,

dan ide yang diketahui oleh diri dan orang lain. 2. Daerah pribadi buta (Blind self)

Merupakan daerah saya tidak tahu dan orang lain tahu sehingga daerah

(32)

24

Dalam diri terdapat daerah yang disebut daerah buta (blind). Dalam situasi ini, orang mengenal pribadi orang lain, tetapi tidak mengenal dirinya

sendiri. Daerah ini mencerminkan kepribadian seseorang yang hanya mau mengkritik, tetapi tidak mau menerima saran atau kritik dari orang lain,

kepribadian yang keras kepala dan cenderung ngotot. 3. Daerah pribadi tersembunyi (Hidden self)

Merupakan daerah saya tahu dan orang lain tidak tahu, sehingga daerah

ini disebut daerah tersembunyi.

Dalam diri terdapat wilayah tersembunyi. Wilayah ini berisi segala

sesuatu mengenai diri pribadi yang diketahui oleh diri yang bersangkutan atau dari orang lain yang disimpan oleh yang bersangkutan hanya untuk dirinya sendiri.

4. Daerah pribadi tidak dikenal (Undiscovered self)

Merupakan daerah saya tidak tahu dan orang lain tidak tahu. Sehingga

daerah ini disebut daerah misteri (unknown area). Secara potensial merupakan situasi yang paling eksplosif.

Orang tidak mengenal, baik dirinya sendiri maupun orang lain (Zuyina,

2010).

Pendapat Gabriel Marcel mempertajam konsep diri manusia melalui

(33)

25

manusia masuk kedalam ‘ada’ individualnya dengan persekutuannya dengan manusia-manusia lainnya melalui cinta, harapan, dan kepercayaan (Zuyina, 2010).

Konsep diri terbentuk dalam waktu yang lama, dan pembentukan ini tidak dapat diartikan bahwa adanya reaksi yang tidak biasa dari seseorang akan

dapat mengubah konsep diri. Akan tetapi, apabila tipe reaksi seperti ini sangat sering terjadi, atau apabila reaksi ini muncul karena orang lain yang memiliki arti yaitu orang-orang yang kita nilai, seperti misalnya orang tua, teman, dan lain-lain,

maka reaksi ini mungkin berpengaruh terhadap konsep diri. Konsep diri dapat dibedakan menurut daerah keaktifan seseorang, misalnya diri sebagai seorang

yang terpelajar, diri sebagai seorang olahragawan, atau diri sebagai seorang yang terkemuka di lingkungannya. Jadi, jati diri orang lain yang dapat mempengaruhi konsep diri seseorang akan tergantung kepada aspek tertentu mana yang

membangkitkan respons.konsep diri relative stabil, karena kita biasanya memilih teman-teman mana yang menganggap kita sebagaimana kita melihat diri kita

sendiri karenanya mereka memperkukuh konsep diri kita.

Konsep diri terdiri atas tiga komponen utama yaitu: perseptual atau

pengamatan, konseptual atau pemikiran, dan attitudinal atau sikap. Hal ini makna

bahwa konsep diri terbentuk dari pengamatan, pemikiran, dan sikap seseorang

terhadap dirinya.

1. Komponen perseptual atau pengamatan mengandung makna sebagai citra yang

dimiliki seseorang terhadap penampilan tubuhnya dan kesan yang dibuat bagi

oran lain. Hal ini mencakup citra yang dimiliki mengenai ketertarikan dan

(34)

26

seperti otot, dan prestise atau gengsi yang diberikannya di mata orang lain.

Komponen ini sering pula disebut sebagai konsep diri jasmaniah.

2. Komponen konseptual atau pemikiran adalah konsepsi atau pemikiran

seseorang terhadap karakteristik dirinya yang bersifat khas, kecakapannya, dan

ketidakcakapannya, latar belakang dan asal usulnya, dan masa depannya.

Komponen ini sering disebut sebagai konsep diri psikologis dan terbentuk

dalam kualitas penyesuaian hidup seperti kejujuran, percaya diri, kebebasan,

keberanian, dsb.

3. Komponen attitudinal atau sikap adalah perasaan seseorang mengenai dirinya

sendiri, sikapnya mengenai keadaan sekarang dan harapan masa depan,

perasaan mengenai kebermaknaan, dan sikapnya terhadap harga diri,

pendekatan diri, kehormatan, dan malu. Dalam perkembangan selanjutnya

komponen sikap ini mencakup keyakinan, pendirian, nilai, cita-cita, aspirasi

dan filsafat hidup (Surya, 2014).

2. Dimensi/Aspek Konsep diri

Menurut William D. Brooks dalam menilai dirinya, seseorang ada yang

menilai positif dan ada yang menilai negatif. Maksudnya individu tersebut ada yang mempunyai konsep diri yang positif dan ada yang mempunyai konsep diri

yang negatif (Rakhmat, 1996).

(35)

27

Orang ini mempunyai rasa percaya diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi, tidak lari dari masalah, dan

percaya bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. 2. Merasa setara dengan orang lain.

Ia selalu merendah diri, tidak sombong, mencela atau meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain.

3. Menerima pujian tanpa rasa malu.

Ia menerima pujian tanpa rasa malu tanpa menghilangkan rasa merendah diri, jadi meskipun ia menerima pujian ia tidak membanggakan dirinya apalagi

meremehkan orang lain.

4. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat.

Ia peka terhadap perasaan orang lain sehingga akan menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak di setujui oleh masyarakat.

5. Mampu memperbaiki karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian tidak disenangi dan berusaha mengubahnya.

Ia mampu untuk mengintrospeksi dirinya sendiri sebelum

menginstrospeksi orang lain, dan mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima di lingkungannya.

Tanda-Tanda individu yang memiliki konsep diri negatif adalah : 1. Peka terhadap kritik.

Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya dan mudah marah

(36)

28

individu tersebut belum dapat mengendalikan emosinya, sehingga kritikan dianggap sebagi hal yang salah. Bagi orang seperti ini koreksi sering dipersepsi

sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Dalam berkomunikasi orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka,

dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai logika yang keliru. 2. Responsif sekali terhadap pujian.

Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat

menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian. Buat orang seperti ini, segala macam embel-embel yang menjunjung harga dirinya menjadi pusat

perhatian. Bersamaan dengan kesenangannya terhadap pujian, merekapun hiperkritis terhadap orang lain.

3. Cenderung bersikap hiperkritis.

Ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau

pengakuan pada kelebihan orang lain.

4. Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain.

Ia merasa tidak diperhatikan, karena itulah ia bereaksi pada orang lain

sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan, berarti individu tersebut merasa rendah diri atau bahkan berperilaku

yang tidak disenangi, misalkan membenci, mencela atau bahkan yang melibatkan fisik yaitu mengajak berkelahi (bermusuhan).

(37)

29

Hal ini terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia akan menganggap tidak akan berdaya melawan

persaingan yang merugikan dirinya.

3. Macam-macam konsep diri

Ada empat macam konsep diri yang mungkin ada dalam diri seseorang yaitu:

(1) Konsep diri dasar

Merupakan persepsi seseorang terhadap kenyataan dirinya mengenai

penampilan, kecakapan, peran dan status dalam hidup, nilai-nilai, keyakinan, dan

aspirasi.

(2) Konsep diri peralihan

Merupakan konsep seseorang tentang dirinya yang bersifat sementara

sebelum digantikan oleh konsep diri yang lain.

(3) Konsep diri sosial

Persepsi seseorang terhadap dirinya berdasarkan keyakinan mengenai

pandangan orang lain terhadap dirinya. Konsep diri sosial sering pula disebut

sebagai “citra cermin” karena keyakinan tentang dirinya dibuat dengan cara

bercermin terhadap pandangan orang lain terhadap dirinya.

(4) Konsep diri ideal

Kesuksesan yang dicapai sseorang merupakan simbol diri yang

mempunyai nilai tinggi dalam perkembangan konsep diri. Nilai suatu kesuksesan

sebagai simbol dari sifatnya beragam tergantung pada usia, jenis kelamin, status

(38)

30

4. Tahap perkembangan konsep diri

Konsep diri menurut Erikson berkembang melalui lima tahap, yaitu

sebagai berikut:

(1) Perkembangan dari sense of trust vs sense of mistrust, pada anak usia 1 ½-2

tahun. Melalui hubungan dengan orang tuanya anak akan mendapat kesan

dasar apakah orang tuanya merupakan pihak yang dapat dipercaya atau tidak.

Apabila ia yakin dan merasa bahwa orang tuanya dapat memberi

perlindungan dan rasa aman bagi dirinya pada diri anak akan timbul rasa

percaya terhadap orang dewasa, yang nantinya akan berkembang menjadi

berbagai perasaan yang sifatnya positif.

(2) Perkembangan dari sense of anatomy vs shame and doubt, pada anak usia 2-4

tahun. Yang terutama berkembang pesat pada usia ini adalah kemampuan

motorik dan berbahasa, yang keduanya memungkinkan anak menjadi lebih

mandiri (autonomy). Apabila anak diberi kesempatan untuk melakukan segala

sesuatu menurut kemampuannya, sekalipun kemampuannya terbatas, tanpa

terlalu banyak ditolong apalagi dicela, maka kemandirian pun akan terbentuk.

Sebaliknya ia sering merasa malu dan ragu-ragu bila tidak memperoleh

kesempatan membuktikan kemampuannya.

(3) Perkembangan dari sense of initiative vs sense of guilt, pada anak usia 4-7

tahun. Anak usia 4-7 tahun selalu menunjukkan perasaan ingin tahu, begitu

juga sikap ingin menjelajah, mencoba-coba. Apabila anak terlalu sering

mendapat hukuman karena perbuatan tertentu yang didorong oleh perasaan

(39)

31

berkurang. Yang nantinya berkembang justru adalah perasaan takut-takut dan

perasaan bersalah.

(4) Perkembangan dari sense of industry vs inferiority, pada usia 7-11 atau 12

tahun. Inilah masa anak ingin membuktikan keberhasilan dari usahanya.

Mereka berkompetisi dan berusaha untuk bisa menunjukkan prestasi.

Kegagalan yang berulang-ulang dapat mematahkan semangat dan

menimbulkan perasaan rendah diri.

(5) Perkembangan dari sense of identity diffusion, pada remaja. Remaja biasanya

sangat besar minatnya terhadap diri sendiri. Biasanya mereka ingin

memperoleh jawaban tentang siapa dan bagaimana dia. Dalam menemukan

jawabannya mereka akan mengumpulkan berbagai informasi yang

berhubungan dengan konsep dirinya pada masa lalu. Apabila informasi

kenyataan, perasaan, dan pengalaman yang dimiliki mengenai diri sendiri

tidak dapat diintegrasi hingga membentuk suatu konsep diri yang utuh,

remaja akan terus-menerus bimbang dan tidak mengerti tentang dirinya

sendiri (Djaali, 2011).

5. Faktor Konsep diri

Konsep diri terbentuk karena empat faktor, yaitu:

(1) Kemampuan (competence)

(2) Perasaan mempunyai arti bagi orang lain (significance to others)

(3) Kebajikan (virtues)

(40)

32

Secara umum, konsep diri sebagai gambaran tentang diri sendiri

dipengaruhi oleh hubungan atau interaksi individu dengan lingkungan sekitar,

pengamatan terhadap diri sendiri dan pengalaman dalam kehidupan keseharian.

Sebagaimana halnya dalam perkembangan pada umumnya, keluarga, khususnya

orang tua berperan penting dalam perkembangan konsep diri anak. Konsep diri

terbentuk dan atau berkembang secara gradual dalam proses pengasuhan termasuk

(41)

33

C. Komunikasi Interpersonal

1. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Rogers (Cangara, 1998) menspesifikkan hakikat suatu komunikasi dengan adanya suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau

melakukan pertukaran informasi (pesan) yang pada gilirannya akan saling pengertian yang mendalam dan menginginkan adanya perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian orang-orang

yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.

Secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian suatu

pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Dari pengertian itu jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain. Jadi, yang terlibat dalam komunikasi itu adalah manusia.

Karena itu, komunikasi yang dimaksudkan disini adalah komunikasi manusia atau dalam bahasa asing human communication. Komunikasi manusia sebagai

singkatan dari komunikasi antarmanusia dinamakan komunikasi sosial atau komunikasi kemasyarakatan karena hanya pada manusia-manusia yang bermasyarakat terjadinya komunikasi. Masyarakat terbentuk dari paling sedikit

dua orang yang saling berhubungan dengan komunikasi sebagai penjalinnya (effendy, 1993).

Komunikasi interpersonal (interpersonal communication) disebut juga komunikasi antarpribadi. Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang terbagi menjadi dua kata inter berarti pribadi. Sedangkan definisi umum komunikasi

(42)

34

memungkinkan setiap peserta menangkap reaksi yang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (dalam Enjang).

Komunikasi antar pribadi ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka, seperti yang dinyatakan R. Wayne

Pace (1979) bahwa “Interpersonal communication is communication involving two or more people in a face to face setting” (Cangara, 1998).

Everett M.Rogers mengartikan bahwa komunikasi antar pribadi

merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi (Wiryanto, 2005)

Pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap, pendapat, atau prilaku seseorang. Komunikasi interpersonal bersifat dialogis.

Artinya arus balik terjadi langsung. Komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan saat itu juga. Komunikator mengetahui secara pasti apakah

komunikasinya positif, negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak berhasil maka komunikator dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya (Uchjana, 2005).

Sekolah adalah tempat berkumpulnya anak-anak yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat dan bermacam-macam corak keadaan keluarganya.

Sebagaimana Desmita (2007) menyebutkan bahwa sekolah mempunyai pengaruh penting bagi perkembangan anak terutama dalam perkembangan sosialnya. Interaksi dengan guru dan teman sebayanya di sekolah, memberikan peluang yang

(43)

35

keterampilan sosial, memperoleh pengetahuan tentang dunia serta mengembangkan konsep diri sepanjang masa pertengahan dan akhir anak-anak.

(Eka setiawati, 2010)

2. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal

Menurut Kumar (dalam Wiryanto, 2005) efektifitas komunikasi interpersonal memiliki 5 ciri sebagai berikut:

1. Keterbukaan (Openess) kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antarpribadi.

2. Empati (Empathy) merasakan apa yang dirasakan orang lain.

3. Dukungan (Supportiveness) situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif.

4. Rasa positif (Positiveness) seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.

5. Kesetaraan (Equqrity) pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak saling menghargai, berguna dan mempunyai sesuatu yang penting untuk

disumbangkan. Sebagai sarana untuk mencapai suatu kesepakatan atau kesetaraan pandangan atau pendapat.

3. Fungsi Komunikasi Interpersonal

Adapun fungsi komunikasi antarpribadi ialah berusaha meningkatkan

(44)

36

pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagai pengetahuan dan

pengalaman dengan orang lain.

Komunikasi antarpribadi, dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan

diantara pihak-pihak yang berkomunikasi. Dalam hidup bermasyarakat seseorang

bisa memperoleh kemudahan-kemudahan dalam hidupnya karena memiliki

banyak sahabat. Melalui komunikasi antarpribadi, juga kita dapat berusaha

membina hubungan yang baik, sehingga menghindari dan mengatasi terjadinya

konflik-konflik diantara kita, apakah dengan tetangga, teman kantor, atau dengan

orang lain. (Cangara, 1998).

4. Macam-Macam Komunikasi Interpersonal

Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibedakan atas dua

macam, yakni komunikasi Diadik (Dyadic Communication) dan komunikasi kelompok kecil (Small Group Communication).

1. Komunikasi diadik ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik menurut Pace dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog dan wawancara. Percakapan

berlangsung dalam suasana yang bersahabat dan informal.

2. Komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara

(45)

37

D. Hubungan konsep diri dan komunikasi interpersonal dengan prestasi

belajar

Perkembangan individu tidak akan terlepas dari lingkungannya,

karena dalam rangka memenuhi kebutuhannya manusia melalui proses sosial

yang disebut interaksi sosial, dimana dalam interaksi sosial semua orag

membutuhkan sebuah komunikasi. Komunikasi tidak berlangsung dalam ruang

hampa-sosial, melainkan dalam konteks atau situasi tertentu. Komunikasi bisa

terjadi di manapun, kapanpun, dan dengan siapapun serta dalam segala situasi,

salah satu contohnya adalah komunikasi antara dosen dengan mahasiswa.

Komunikasi tersebut dapat terjadi pada proses belajar mengajar, baik di

dalam kelas maupun di luar kelas. Membahas mengenai masalah proses belajar

mengajar di perguruan tinggi, hubungan antara dosen dengan mahasiswa

dalam berkomunikasi sangat perlu. Apabila hubungan antar dosen dengan

mahasiswa tidak harmonis, maka dapat menciptakan komunikasi yang tidak

baik.

Komunikasi yang baik akan membuat arti tentang pentingnya

hubungan individual. Sebuah Hubungan komunikasi diharapkan dapat

membantu mahasiswa dalam mencapai prestasi belajarnya. Prestasi belajar yang

optimal banyak dipengaruhi oleh berbagai komponen belajar mengajar,

diantaranya adalah hubungan antar dosen dan mahasiswa. Prestasi belajar

biasanya merupakan sebuah prestasi akademik yang diperoleh oleh individu

yang sedang atau sudah melewati proses kegiatan belajar secara formal pada

(46)

38

Konsep diri menentukan bagaimana seseorang berkomunikasi dengan

orang lain karena jika seseorang dapat mengetahui konsep dirinya dengan baik

atau memiliki konsep diri positif maka proses komunikasi di lingkungannya

juga pasti akan baik. Maka pentinglah sejak dini konsep diri seseorang

diarahkan ke hal yang positif karena yang menjadi dasar seseorang melakukan

sesuatu adalah dari dirinya sendiri, jika ia dapat mengarahkan dirinya atau

mengenali dirinya dengan baik maka ia akan dapat berkomunikasi dengan

baik.

Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam

komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin

sesuai dengan konsep dirinya. Bila seorang mahasiswa menganggap dirinya

sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur,

membuat catatan yang baik, mempelajari kuliah dengan sungguh-sungguh,

sehingga memperoleh nilai akademis yang baik. (Rakhmat, 1996)

E. Kerangka Teoritis

Prestasi belajar tidak selalu disebabkan oleh faktor-faktor intelegensi,

akant tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin prestasi yang tinggi atau

keberhasilan dalam belajar.

(47)

39

psikologis. Faktor eksternal terdiri dari lingkungan (Sosial&nonsosial) dan Instrumental. Dari kedua faktor tersebut, maka dapat divisualkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Konstruk Teoritik Konsep diri dan Komunikasi Interpersonal dengan Prestasi Belajar

Berdasarkan Visualisasi diatas dapat dideskripsikan bahwa dari keenam

penyebab prestasi belajar salah satunya adalah sosial yang mencakup komunikasi

interpersonal dan psikologis yang mencakup konsep diri. Di dalam prestasi belajar

terdapat beberapa aspek yakni kognitif, afektif dan psikomotor.

Konsep diri adalah adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita.

Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, social dan fisis. Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilain tentang diri sendiri.

komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi

Prestasi belajar merupakan salah satu tolak ukur berhasilnya kegiatan

pembelajaran. keberhasilan ini biasanya diukur dalam jangka waktu tertentu Fisiologis

Psikologis

Internal

Prestasi Belajar Lingkungan

Sosial

Eksternal Non

sosial

(48)

40

misalnya bberapa kali pertemuan, satu caturwulan atau semester atau bahkan pada tingkat akhir. Oleh karena itu maka diperlukan kegiatan evaluasi untuk mengukur

tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Penelitian ini ingin mengetahui hubungan dari konsep diri dan

komunikasi interpersonal dengan prestasi belajar pada Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Apakah terdapat hubungan atau tidak dari ketiga variable penelitian tersebut.

F. Hipotesis

Ha : Ada hubungan antara Konsep Diri dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Ha : Ada hubungan antara Komunikasi Interpersonal dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan

Ampel Surabaya.

Ha : Ada hubungan antara Konsep Diri dan Komunikasi Interpersonal dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam

(49)

41

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel dan Definisi Operasional

1. Identifikasi Variabel

Dalam penelitian ini, korelasi (hubungan) digunakan untuk melihat hubungan antar variable yang digunakan dalam penelitian ini. Variable-variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Variable Terikat (Dependent) : Prestasi Belajar (Y)

2. Variable Bebas (Independent) : Konsep diri (X1) dan Komunikasi

Interpersonal (X2)

2. Definisi Operasional

2.1. Definisi Operasional Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan pencapaian akhir keberhasilan suatu proses

pembelajaran. keberhasilan ini biasanya diukur dalam jangka waktu tertentu misalnya beberapa kali pertemuan, satu caturwulan atau semester atau bahkan pada tingkat akhir yang ditunjukkan dengan nilai yang diberikan oleh dosen atau

guru. Didalam penelitian ini peneliti mengambil nilai berupa IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) didalam kartu hasil studi (KHS).

2.2. Definisi Operasional Konsep Diri

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan seseorang terhadap dirinya sendiri dan apa yang difikirkan tentang dirinya. Dalam menilai dirinya, seseorang

(50)

42

tersebut ada yang mempunyai konsep diri yang positif dan ada yang mempunyai konsep diri yang negatif. Yang diukur dengan menggunakan skala yang

melibatkan aspek konsep diri positif yang meliputi lima indikator yaitu Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah, Merasa setara dengan orang lain,

Menerima pujian tanpa rasa malu, Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat dan Mampu memperbaiki karena ia sanggup mengungkapkan

aspek-aspek kepribadian tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. 2.3. Definisi Operasional Komunikasi Interpersonal

Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi antara dua orang atau lebih yang didalamnya melakukan suatu pertukaran informasi yang menciptakan kebersamaan dan saling pengertian.Yang

diukur dengan menggunakan skala yang melibatkan lima dimensi atau aspek yaitu keterbukaan, Empati, Dukungan, Rasa positif dan Kesetaraan.

B. Populasi, Sampel, dan teknik sampling

1. Populasi

Populasi didefinisikan sebagai kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Sebagai suatu populasi, kelompok subjek ini harus

memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik bersama yang membedakannya dari kelompok subjek lain. Ciri yang dimaksud tidak terbatas hanya sebagai ciri lokasi akan tetapi dapat terdiri dari karakteristik-karakteristik individu. (Saifuddin

(51)

43

Adapun populasi yang akan diambil oleh peneliti adalah seluruh mahasiswa atau mahasiswi Program studi psikologi Universitas Islam Negeri

Sunan Ampel Surabaya yang berjumlah 479. 2. Sampel

Sampel menurut Sugiyono (2008: 80) adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Besarnya sample minimal untuk penelitian deskriptif adalah 100. Penelitian korelasional sebanyak 50, penelitian

kausal perbandingan 30/grup dan untuk penelitian eksperimental sebanyak 30/15. Oleh karenanya sample yang diambil dalam penelitian kali ini sebanyak 117

mahasiswa dan mahasiswi. 3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sample dalam penelitian ini adalah teknik

pengambilan sampel dengan maksud tertentu (Purposive sampling), teknik ini sering juga disebut dengan istilah judgment atau judgment sampling atau

purposeful sampling yaitu teknik pengambilan sampel penelitian dengan maksud

atau pertimbangan tertentu dari anggota populasi. Pengambilan sampel dengan maksud atau pertimbangan tertentu ini peneliti telah menetapkan kriteria sampel

yang diharapkan. Oleh karena itu, hanya orang-orang yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan itu yang akan dijadikan sampel (Gunawan, 2013)

(52)

44

dirinya masing-masing yang akan berpengaruh dengan proses interaksi dan akan berpengaruh terhadap hasil belajar.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode skala psikologi. Metode skala digunakan karena data yang ingin diungkap berupa konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak

langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk item-item (Azwar, 2009). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

jenis yaitu skala Likert. Dalam skala Likert terdapat pernyataan yang terdiri dari atas dua macam, yaitu pernyataan yang favorable (mendukung atau memihak pada objek sikap) dan pernyataan yang unfavorable (tidak mendukung objek

sikap).

Angket yang telah diberikan kepada Mahasiswa dan mahasiswi semester

2 Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Dari angket itulah data untuk penelitian diperoleh. Sedangkan instrument penelitian yang digunakan adalah skala penelitian yang terdiri dari:

1. Skala “Konsep Diri”,

2. Skala “Komunikasi Interpersonal”.

Penelitian kali ini termasuk ke dalam penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sample

(53)

45

yang digunakan untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variable yang diginakan dalam penelitian. Variable-variabel ini diukur

melalui instrument penelitian sehingga data yang terdiri dari angka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur statistic, dengan tujuan untuk menguji hipotesis

yang telah ditetapkan sebelumnya (Noor, J, 2011: 38).

Berikut ini merupakan blue print dari kedua variable yang digunakan dalam penelitian ini. Blue Print Skala disajikan ke dalam bentuk tabel yang

memuat uraian komponen-komponen atribut yang harus dibuat aitemnya, proporsi aitem dalam masing-masing komponen, dan dalam kasus yang lebih lengkap

memuat kuga indikator-indikator perilaku di dalam sebuah komponen. Di dalam setiap penulisan aitem, blue print akan mendukung validitas isi dari skala (Syaifuddin Azwar, 2010).

Tabel 3.1 Blue Print Konsep diri

No. Indikator Aitem Jumlah F %

1. Mampu mengatasi masalah F 1, 3, 9, 17 8 20%

UF 6, 8, 20, 22 2. Menempatkan diri setara

dengan orang lain

F 5, 19, 7, 21

9 22,5%

UF 2, 4, 10, 18, 24 3. Mampu menerima pujian

tanpa rasa malu

F 11, 15, 23, 31

7 17,5%

UF 14, 26, 28

4.

(54)

46

Tabel 3.2 Blue Print Komunikasi Interpersonal

No. Aspek/Dimensi Indikator Aitem Jumlah F%

1. Keterbukaan

a. Berbagi b. Merasakan apa

(55)

47

D. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur,

yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan

sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, S, 2011)

Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Korelasi Pearson. Uji validitas dapat diperoleh hasilnya dengan cara mengkorelasikan skor

yang diperoleh pada setiap aitem pertanyaan dengan skor total dari masing-masing pernyataan. Dengan ketentuan apabila korelasi person yang diperoleh

memiliki nilai signifikansi di bawah 0.30 yang berarti data tersebut valid. Tabel 3.3

Validitas Item

No Variabel Jumlah Item Jumlah Item

Valid

Item Tidak Valid

1 Prestasi Belajar 117 117 -

2 Konsep Diri 40 22 18

3 Komunikasi Interpersonal 40 20 20

Berdasarkan tabel diatas hanya variabel Konsep diri dan Komunikasi

Gambar

Gambar 2.1. Konstruk Teoritik Konsep diri dan Komunikasi Interpersonal dengan Prestasi Belajar Berdasarkan Visualisasi diatas dapat dideskripsikan bahwa dari keenam
Tabel 3.1 Blue Print Konsep diri
Tabel 3.2 Blue Print Komunikasi Interpersonal
Tabel 3.3 Validitas Item
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fakultas  syariah    dan  Hukum  UIN . Sunan  Ampel 

Fakultas : Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat dengan judul “Hubungan Konsep Diri dan Kecerdasan Emosi dengan Komunikasi

Syam, pada Buku Psikologi Sebagai Akar Ilmu Komunikasi, memaparkan bahawa dalam psikologi komunikasi yang terpenting adalah gejala kejiwaan yang ada pada aliran psikologi, yang

Hasil Pengajuan Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN).. Universitas Islam Negeri Sunan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di fakultas psikologi dan kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya dengan jumlah responden 43 orang untuk melihat kecenderungan

Berdasarkan gambar 4.1 Faktor kegagalan bisnis online pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnsi Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang

Pengaruh Konsep Diri Dan Kepercayaan Diri Terhadap Kemampuan Komunikasi Interpersonal Santri Usia Dewasa Awal Di Pondok Pesantren Sunan Ampel Kediri, Skripsi,

persalinan dapat berupa komunikasi, informasi dan edukasi kepada ibu hamil dan keluarga tentang penolong, tempat persalinan serta pertimbangan cara