ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI
IJ
Ā
RAH
JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN
SURABAYA
SKRIPSI
Oleh :
Ika Rusdiyani
NIM C32212083Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan tentang ”Analisis Hukum Islam
terhadap Implementasi Ija@rah Jasa Simpan di Pegadaian Syariah Cabang Blauran
Surabaya”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab bagaimana Implementasi Ija@rah Jasa Simpan di Pegadaian Syariah Cabang Blauran Surabaya dan
bagaimana Analisis Hukum Islam terhadap Implementasi Ija@rah Jasa Simpan di
Pegadaian Syariah Cabang Blauran Surabaya.
Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, dokumentasi, dan observasi, kemudian dianalisis menggunakan alur pikir deduktif.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa, Implementasi Ija@rah disini
dilaksanakan secara tandom dengan bentuk kontak tertulis, bahwa akad Rahn ini
harus bersamaan dengan akad Ija@rah. Dimana akad Ijarah ini melibatkan para
pihak yakni, Musta’jir sebagai (pengadai), Mu’jir sebagai (penyewa jasa),
Shighat (ijab dan qobul), Ma’jur (jasa/ manfaat barang), Ujrah (upah). akad
Ijārah ini dipakai sebagai Jasa Simpan barang yang mana akan dikenakan biaya
penyimpanan dan perawatan barang. Lama sewa barang akan ditentukan pada pihak Pegadaian Syariah selama per 10 (sepuluh) hari dengan tariff sesuai golongan: 1. Golongan A= 0, 45% dari taksiran per sepuluh hari, 2. Golongan B1-C3= 0,71% dari taksiran per sepuluh hari, 3. Golongan D=0,62% dari taksiran per sepulu hari. Kemudian di diskon dan dihitung sesuai prosentase nilai taksiran pinjaman nasabah.
Dalam hukum Islam para ulama menfatwakan tentang kebolehan pengambilUjrah (upah), kalau itu dianggap sebagai perbuatan baik. Biaya Ija@rah yang diterapkan Pegadaian Syariah inisesuai dengan Fatwa Dewan Syariah
Nasional no:25/DSN-MUI/III/2002 karena perhitungan biaya Ijarah bukan dari
jumlah pinjaman nasabah, tetapi dilihat dari besarnya nilai barang/ jaminan yang
telah digadaikan. Sedangkan yang membedakan perbedaan tarif Ujrah adalah
adanya bonus/ diskon Ujrah yang mana telah diberikan kepada nasabah karena
mengajukan pinjaman dibawah harga pinjaman maksimum. Penentuan diskon
pun ditentukan dari Ujrah atau biaya Ija@rah yang dikenakan pada nasabah.
Diskon ini dihitung sesuai prosentase nilai taksiran pinjaman nasabah. Dalam akadnya juga sudah sah menurut Rukun dan Syarat Ija@rah.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING. ... iii
PENGESAHAN. ... iv
ABSTRAK. ... v
KATA PENGANTAR. ... vi
DAFTAR ISI. ... viii
DAFTAR TABEL. ... xi
DAFTAR GAMBAR.. ... xii
DAFTAR TRANSLITERASI. ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 12
C.Rumusan Masalah ... 13
D.Kajian Pustaka. ... 13
E. Tujuan Penelitian. ... 16
F. Kegunaan Penelitian. ... 16
G.Definisi Operasional. ... 17
H.Metodologi Penelitian. ... 18
I. Sistematika Pembahasan. ... 24
BAB II GADAI (RA>HN ) DAN IJĀRAH DALAM ISLAM A. Pengertian Gadai (Ra>hn)... 26
1. Pengertian Gadai . ... 26
2. Dasar Hukum Gadai. ... 29
3. Rukun dan Syarat Gadai ... 33
4. Hak dan Kewajiban (Rahin dan Murtahin)... 37
6. Batalnya Akad Gadai. ... 40
B. Sewa- Menyewa (Al- Ijārah). ... 42
1. Definisi Al- Ijārah. ... 42
2. Dasar Hukum Sewa- Menyewa (Ijārah) ... 43
3. Rukun Sewa- Menyewa (Al- Ijārah) ... 46
4. Pembayaran Upah dan Sewa ... 50
5. Gugurnya Ujrah. ... 51
6. Pembatalan dan Berakhirnya Al-Ijārah ... 52
BAB III ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJ RAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA A. Gambaran Singkat Tentang Pegadaian Syariah Cabang Blauran Surabaya ... 54
1. Letak geografis Pegadaian Syariah. ... 54
2. Visi dan Misi unit Pegadaian Syariah. ... 55
3. Struktur Organisasi ... 56
B. Produk Pegadaian Syariah cabang Blauran Surabaya ... 60
1. ARRUM (Ar- Ra>hn untuk Usaha Mikro Kecil) ... 60
2. MULIA (Murabahah Logam Mulia untuk Investasi Abadi ... 61
3. AMANAH (Murabahah untuk kepemilikan kendaraan bermotor) ... 61
C. ImplementasiIjārah Jasa Simpan di Pegadaian Syariah Cabang Blauran Surabaya ... 62
1. Pelaksanaan Akad Ra>hn Jasa Simpan di Pegadaian Syariah... ... 63
2. Prosedur pengajuan Gadai di Pegadaian Syariah ... 64
3. Hak dan Kewajiban dalam Pegadaian Syariah... 68
5. Penggolongan Marhun bih dan Besarnya Tarif Administrasi ... 74 6. Pelaksanaan Akad Ijārah di Pegadaian Syariah cabang
Blauran Surabaya ... 76 7. Perhitungan Biaya Ujrah di Pegadaian Syariah cabang
Blauran Surabaya ... 79
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI
IJ RAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA
A. Analisis Implementasi Ijārah Jasa Simpan di Pegadaian Syariah Cabang Blauran Surabaya ... 84 B. Analisis Hukum Islam Terhadap Implementasi Ijārah Jasa
Simpan di Pegadaian Syariah Cabang Blauran Surabaya ... 86
BAB V PENUTUP
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 PerhitunganTaksiran Emas ... 72
3.2 Biaya Administrasi... 72
3.3 Rumus Perhitungan Ijārah ... 79
3.4 Perhitungan Diskon Ijārah di Pegadaian Syariah Blauran ... 80
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mu’amalah adalah segala aturan agama yang mengatur hubungan
antara sesama manusia, baik yang seagama maupun tidak seagama, antara
manusia dengan kehidupannya dan antara manusia dengan alam sekitarnya
alam semesta. Sedangkan dalam arti sempit hukum mu’amalah adalah hukum
yang berhubungan dengan pergaulan hidup dalam masyarakat tentang
kebendaan dan hak-hak serta penyelesaian persengketaan, seperti perjanjian
jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang, gadai, hibah dan sebagainya.1
Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial yang
mana manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa berinteraksi
dengan manusia lain. Dalam kehidupan sehari-hari manusia pasti saling
membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan bagi mereka
untuk saling tolong menolong antar sesama umat manusia. Tak jarang dalam
memenuhi kebutuhan pribadi, seseorang adakalanya tidak mampu untuk
memenuhinya sendiri, sehingga dia memerlukan bantuan orang lain.
Agama Islam menganjurkan kepada makhluknya untuk saling tolong
menolong. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 2:
2
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar
syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka) dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.
Sesuai dengan ayat di atas, maka manusia dianjurkan untuk saling
tolong menolong, seperti halnya dengan saling jamin-menjamin, tanggung
menanggung dan pinjaman dengan jaminan dalam kehidupan bermasyarakat.
Sejak dahulu setiap orang dalam kehidupannya selalu menghadapi berbagai
masalah diantaranya adalah kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
Masalah ekonomi adalah suatu masalah yang sangat penting dalam setiap
kehidupan manusia maka tak heran perjanjian hutang gadai dengan suatu
jaminan sering terjadi ditengah-tengah masyarakat seperti halnya pinjaman
3
yang menolak bahwa agama dihadirkan ditengah-tengah manusia dalam
rangka menegakkan keadilan, kasih sayang dan kemaslahatan menyeluruh.
Dalam al-Qur’an dan Hadits juga menerangkan tentang aturan-aturan
terhadap semua aturan hukum yang ditetapkan bagi manusia, salah satunya
aturan hukum yang terdapat di dalamnya yakni aturan tentang mu’amalat
gadai yaitu menjadikan suatu benda yang bernilai menurut pandangan syara’
sebagai tanggungan hutang.2 Bentuk muamalah semacam ini melibatkan dua
belah pihak yaitu, penerimaan barang gadai dan pemilik barang gadai antara
keduanya terikat dengan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.
Adapun Pegadaian Syariah atau dikenal dengan istilah Ra>hn, dalam
pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau
Mud{a@rabah (bagi hasil). Karena dalam mempergunakan Marhun bih/ uang
pinjam (UP),3 mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk
konsumsi, membayar uang sekolah anak atau tambahan modal kerja,
penggunaan metode Mud{a@rabah belum tepat pemakaiannya.4
Dalam bidang mu’amalah gadai terdapat dalam al-Qur’an dan hadist.
Dan dalam al-Qur’an sebagaimana dalam firman Allah Surat al-Baqarah ayat
283:
2Idris, Abdul Fatah dan Abu Ahmadi, Fiqih Islam Lengkap, Jakarta: PT.Rineka Cipta: 2003 h. 142
3(UP) Uang Pinjam atau marhun bih adalah nilai hutang orang pengadai (Rahn) kepada penerima gadai (Murtahin).
4
Artinya: “jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah: 283)5
Adapun hadits sebagaimana berikut:
مهلس هيلع هَا ىهلص هَا ل سر
هعرد هنهر ٍة يسنب اًماعط ٍ د ي نم
....
Artinya:“Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam membeli makanan dari orang Yahudi secara angsuran dan menjaminnya dengan menggadaikan
baju besi beliau”. ( Shohih Bukhari: 1954)6
Di dalam hidup ini, adakalanya orang mengalami kesulitan
sewaktu-waktu. Untuk menutupi (mengatasi) kesulitan itu terpaksa meminjam uang
kepada pihak lain. Pinjaman itu harus disertai dengan jaminan.7
Secara etimologi kata ar-Ra>hn berarti tetap, kekal atau al-Habsu wa
Luzumu artinya pengekangan dan keharusan dan juga bisa berarti jaminan.
Ra>hn/ gadai berarti menjadikan barang yang memiliki nilai harta menurut
55Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemah, PT. Kumudasmoro, Semarang: 1994.h. 38
6Hadits Al-Bukhari, Kitab Jual Beli, Hadist No.1954 (Lidwah Pustaka I- Software- Kitab
Sembilan Imam)
5
pandangan hukum sebagai jaminan hutang. Sehingga orang yang
bersangkutan boleh mengambil sebagian manfaat dari barangnya itu.8
Artinya: “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah
diperbuatnya”. (Al- Muddasir: 38)9
Adapun Ra>hn secara terminologis adalah menjadikan harta benda
sebagai jaminan utang agar utang itu dilunasi (dikembalikan), atau
dibayarkan harganya jika tidak dapat mengembalikannya.10 Secara etimologi
al- Ija@rah berasal dari kata al-Ajru yang berarti al- ‘Iwadh / penggantian, dari
sebab itulah ats- Tsawabu dalam konteks pahala dinamakan juga al- Ajru /
upah.11
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disebutkan bahwa
gadai atau hak gadai adalah hak atas benda terhadap benda bergerak milik
penggadai yang diserahkan ke tangan penerima gadai sebagai jaminan
pelunasan utang penggadai tersebut (pasal 1150-1160 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata). Jaminan dengan benda tak bergerak disebut hipotek (hak
benda terhadap sesuatu benda tak bergerak yang memberi hak preferensi
kepada seseorang yang berpiutang dari hasil penjualan tersebut).12
8Wahbah al-Juhaili, al-Fiqh al-Islami Wa adilatuhu (Damaskus: Dar al-Fiqr al-Mua’sshim, 2005), jilid VI, cet. Ke-8, hlm. 4207.
9Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemah
10Abdullah bin Muhammad ath- Thayyar, Op.cit., hlm.174.
11Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Beirut: Dar Kitab al-Arabi, 1971), Jilid III, hlm. 177.
6
Dalam bentuk pinjaman hukum Islam sengaja menjaga kepentingan
Murtahin, jangan sampai ia dirugikan. Oleh sebab itu boleh meminta barang
dari Rahin sebagai jaminan utangnya. Sehingga bila Rahin tidak mampu
melunasi utangnya setelah jatuh tempo, maka barang jaminan boleh dijual
oleh Murtahin.13 Konsep ini biasa dikenal dengan istilah gadai (Ra>hn).14Ra>hn
atau gadai merupakan salah satu kategori perjanjian hutang-piutang yang
mana untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang
berutang mengadaikan barang jaminan atas utangnya itu.15
Ditinjau dari sosial kemasyarakatan, ra>hn mempunyai nilai yang
sangat penting artinya dalam menjaga keseimbangan hidup di dalam
bermasyarakat. Untuk itu Islam tidak membenarkan perilaku-perilaku tidak
adil, d}alim dan sebagainya. Dalam praktek Mu'amalah, khususnya mengenai
Ra>hn, karena nilai itu dapat merugikan pihak-pihak tertentu terutama pihak
yang lemah. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Baqarah Dari
penjelasan diatas, secara tegas Islam mengajarkan agar kehidupan antar
individu dapat ditegaskan atas dasar nilai-nilai keadilan, agar bisa terhindar
dari tindakan pemerasan dan penipuan, salah satu segi yang mencerminkan
hal itu adalah tentang hak milik.
Gadai bukan termasuk akad pemindahan hak milik. Tegasnya bukan
pemilikan atas suatu benda dan bukan pula akad atas manfaat suatu benda
13Muhammad dan Sholikhul Hadi, Pegadaian Syariah : Suatu Alternatif Konstuksi Sistem pegadaian Nasional , Jakarta: Salemba Diniyah, 2003, h. 2.
14Ibid, h. 2-3.
7
(sewa menyewa), melainkan hanya sekedar jaminan untuk suatu
utang-piutang. Maka dari itu para ulama sepakat bahwa hak milik serta manfaat
suatu benda yang dijadikan borg (Ra>hn) berada di pihak Rahin (yang
menggadaikan), Murtahin (yang menerima gadai) tidak boleh mengambil
manfaat barang gadaian kecuali apabila diizinkan oleh Rahin dan barang
gadaian itu bukan binatang.
Dalam pegadaian syariah terdapat dua akad yaitu akad Ra>hn dan akad
Ija@rah . Akad Ra>hn yakni dilakukan pihak pegadaian untuk menahan barang
bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah. Sedangkan akad Ija@rah yaitu
akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya
sendiri.16
Adapun praktek Ra>hn di Pegadaian Syariah Cabang Blauran Surabaya
ini tidak murni menggunakan akad ra>hn saja, tetapi dilengkapi dengan akad
pendukung yaitu akad Ija@rah . Akad Ija@rah ini berfungsi sebagai jasa penitipan
barang (marhun) yang digadaikan. Sehingga atas jasa penyimpanan/ penitipan
ini, Pegadaian berhak atas Ujrah (biaya sewa penyimpanan/ penitipan barang)
yang harus dibayar oleh penggadai.
Pinjaman dengan menggadaikan Marhun sebagai jaminan Marhun bih
dalam bentuk Ra>hn itu dibolehkan, dengan ketentuan bahwa Murtahin
mempunyai hak menahan Marhun sampai semua Marhun bih dilunasi.
8
Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin, yang pada prinsipnya
tidak boleh dimanfaatkan Murtahin, kecuali dengan seizin Rahin, tanpa
mengurangi nilainya, serta sekedar sebagai pengganti biaya pemeliharaan dan
perawatannya. Biaya pemeliharaan dan perawatan Marhun adalah kewajiban
Rahin, yang tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah Marhun bih. Apabila
Marhun bih telah jatuh tempo, maka Murtahin memperingatkan Rahin untuk
segera melunasi Marhun bih jika tidak dapat melunasi Marhun bih, maka
marhun akan menjual paksa melalui lelang sesuai syariah dan hasilnya
digunakan untuk melunasi Marhun bih, biaya pemeliharaan dan penyimpanan
Marhun yang belum dibayar, serta biaya pelelangan. Kelebihan hasil
pelelangan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban
Rahin.17 Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa
tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang
diperhitungkan dari uang pinjaman.18
Besarnya Ujrah yang ditetapkan oleh Pegadaian tidaklah sama, tetapi
tergantung pada nilai Marhun (barang yang digadaikan). Semakin mahal
nilai barang yang digadaikan maka semakin besar Ujrah yang harus dibayar
oleh penggadai. Namun dalam prakteknya besar Ujrah ini didasarkan pada
besarnya nilai hutang bukan didasarkan pada nilai barang. Sebagaimana
dalam permasalahan yang terjadi di Pegadaian Syariah cabang Blauran
9
Surabaya yang mana dalam menggadaikan suatu barang ketentuan Ujra>hnya
terletak pada nilai jaminan/ barangnya misalnya:
Terdapat dua orang penggadai yaitu Samsul Huda, Nur Rois yang
telah mengadaikan sepeda Honda Beat tahun 2012, kedua pengadai tersebut
ini di taksir dengan harga Rp. 8.000.000,00-Rp. 9.500.000,00. Kasus tersebut
sebagaimana di jelaskan sebagai berikut;
Pertama, kasus gadai milik Samsul Huda19 yang telah mengadaikan
sepeda motor Honda Beat tahun 2012. Nomor Registrasi W 6367 TZ, Type
NC11B3C A/T, Warna Merah, Nomor Mesin JF51E3120823, Nomor
Rangka/ NIK/ VIN MH1JF5139CK124490, di kirim dari daller tanggal
19-05-2012.
Jadi, diketahui: Harga pasar setempat (HPS) satu unit sepeda motor
Honda Beat tahun 2012milik Samsul Huda sebesar Rp.11.250.000;.
Di Taksiran=Rp. 9.000.000, tetapi UP maksimal yang bisa
dipinjamRp. 7.650.000.
Uang Pinjam (UP) =Rp. 7.650.000
Ija@rah / 10 hari =Rp. 72.675
Kedua, kasus gadai milik Nur Rois20yang telah menggadaikan sepeda
motor Honda Beat tahun 2012. Nomor Registrasi L 4491 KB, Type
01
MD11C3C A/T, Warna Hitam, Nomor Mesin 2SV188336, Nomor Rangka/
NIK/ VIN MH32SV00AEJ188328,di kirim dari daller tanggal 30-02-2012.
Harga pasar setempat (HPS) satu unit sepeda moto rHonda Beat
tahun 2012milik Nur Rois sebesar Rp.11.250.000;.
Taksiran = Rp. 9.000.000tetapi UP maksimal yang bisa dipinjam
Rp. 7.650.000.
Uang Pinjam (UP) = Rp. 7.000.000
Ija@rah / 10 hari = Rp. 88.700
Jika jaminan tersebut berupa BPKB atau sejenisnya (landasan) maka
pinjaman yang diterima 70% dari harga taksiran, namun bila barang jaminan
berupa benda yang berwujud (seperti: laptop, computer, emas dan sejenisnya)
maka pinjaman yang diterima 90-92% dari total harga taksiran.21 Sedangkan
menurut Bu Sari besarnya pinjaman yang diterima sebesar 85% untuk jenis
landasan.22
Biaya perawatan dan sewa tempat di Pegadaian dalam sistem gadai
Syariah biasa di sebut dengan biaya Ujrah, biaya ini biasanya di hitung per 10
hari. Untuk biaya administrasi dan Ujrah tidak boleh di tentukan berdasarkan
jumlah pinjaman tetapi berdasarkan taksiran harga barang yang digadaikan.23
Sedangkan besarnya jumlah pinjaman itu sendiri tergantung dari nilai
21Bu Sari, WawancaraAsisten Manager CabangPegadaianSyariahcabangBlauransurabaya, tgl27september 2016
22Ibid.,
23Ibu Vita Andriati, Wawancara dengan staf-staf Pegadaian Syariah Cabang Blauran
00
jaminan yang diberikan, semakin besar nilai barang maka semakin besar pula
jumlah pinjaman yang diperoleh nasabah.24
Padahal biaya Ujrah di Pegadaian Syariah ini terletak dari berapa
besarnya nilai jaminan/ barang yang diperoleh nasabah , bukan dari besarnya
hutang. Dalam contoh diatas terlihat jelas bahwa biaya Ujrah yang
diterapkan oleh Pegadaian Syariah terhadap nasabah tidak sama tergantung
pada besarnya jaminan/ barang yang diberikan Pegadaian Syariah, padahal
gadai syariah memungut biaya Ija@rah (biaya pemeliharaan dan penyimpanan
marhun) bukan dari besarnya jumlah pinjaman tetapi dari nilai barang
jaminan yang digadaikan,25 jadi menurut fatwa DSN NO: 25 tahun 2002
dapat diartikan “Berapapun pinjaman yang dipinjam nasabah maka besarnya
biaya Ija@rah tetap sama”.
Pada kemyataannya dalam penaksiran yang dilakukan oleh pihak
Pegadaian adalah sama. Namun biaya Ujrah di Pegadaian Syariah itu terletak
dari berapa besar nilai jaminan/ barang yang telah di gadaikan oleh nasabah,
bukan dilihat dari besarnya nilai hutang. Seharusnya Pegadaian dalam
memunggut biaya Ija@rah bukan dari besarnya jumlah pinjaman tetapi dari
nilainya barang jaminan tersebut yang telah digadaikan. Berdasarkan realitas
yang ada bahwa administrasi dan Ija@rah ini tidak boleh ditentukan
berdasarkan jumlah pinjaman tetapi berdasarkan taksiran harga barang yang
24Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Jakarta:
2000.h. 54.
02
digadaikan. Sedangkan besarnya jumlah pinjaman sendiri tergantung dari
nilai jaminan yang diberikan, semakin besar nilai barang maka semakin besar
pula jumlah pinjaman yang diperoleh nasabah.
Dari permasalahan diatas, dapat dipaparkan bahwa bagaimana
Implementasi Ija@rah Jasa Simpanserta BPKB sepeda motor sebagai jaminan
hutang dan menurut hukum Islamnya. Maka dengan ini penulis memberi
judul pada permasalah ini adalah "Analisis Hukum Islam Terhadap
Implementasi Ija@rah Jasa Simpan di Pegadaian Syariah Cabang Blauran
Surabaya"
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan pemaparan yang ada pada latar belakang, penulis
mengidentifikasikan beberapa masalah yang muncul dari Implementasi Ija@rah
Jasa Simpandi Pegadaian Syariah cabang Blauran Surabaya.
1. Layanan dan jasa yang diberikan di Pegadaian Syariah cabang Blauran
Surabaya.
2. Syarat dan ketentuan dalam Ija@rah Jasa Simpan di Pegadaian Syariah
cabang Blauran Surabaya.
3. Ija@rah Jasa Simpan di Pegadaian Syariah cabang Blauran Surabaya.
4. Analisis Hukum Islam terhadap Implementasi Ija@rah Jasa Simpan di
Pegadaian Syariah cabang Blauran Surabaya.
Dari beberapa identifikasi masalah tersebut, untuk menghasilkan
03
ini yakni pada Implementasi Ija@rah Jasa Simpan di Pegadaian Syariah cabang
Blauran Surabaya, meliputi:
1. Implementasi Ija@rah Jasa Simpan di Pegadaian Syariah cabang Blauran
Surabaya.
2. Analisis Hukum Islam terhadap Implementasi Ija@rah Jasa Simpan di
Pegadaian Syariah cabang Blauran Surabaya.
C. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka
permasalahan yang dapat penulis rumuskan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Implementasi Ija@rah Jasa Simpan di Pegadaian Syariah cabang
Blauran Surabaya?
2. Bagaimana Analisis Hukum Islam Terhadap Implementasi Ija@rah Jasa
Simpan di Pegadaian Syariah cabang Blauran Surabaya?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini pada dasarnya adalah untuk mendapatkan
gambaran ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah dilakukan
di seputar masalah yang diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang
sedang dilakukan ini tidak merupakan penggulangan dari kajian atau
penelitian tersebut. Pembahasan tentang Pegadaian Syariah yang telah
menjadi obyek yang menarik perhatian para peneliti-peneliti, seperti yang
pernah dilakukan oleh saudara Dan skripsi yang membahas masalah gadai
04
Pelelangan Barang Gadai Di Pegadaian Syariah Surabaya: Menurut Fatwa
DSN No. 25 tahun 2002.26 Secara garis besar skripsi ini membahas tentang
pegadaian syariah dengan system pelelangan barang gadai. Dari hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa menyesuaikan antara prosedur
pelelangan barang gadai dengan fatwa DSN no.25 tahun 2002 supaya
pelaksanaan pelelangan ini berjalan sesuai syariah. Pelaksanaan barang gadai
yang dilakukan supaya tidak terjadi kelalaian dan kecurangan yang
mengakibatkan ruginya banyak nasabah.
Dalam penulis Muhammad Syafuddin disini sendiri akan mengadakan
penelitian tentang masalah gadai, dengan judul "Analisis Hukum Islam
Terhadap Peraktik Gadai Emas di Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah
Cabang Surabaya”.27 dimana judul ini adalah sebagai penerus dari judul-judul
yang sebelumnya sudah di bahas yakni gadai. Sedangkan skripsi ini
membahas tentang gadai emas dan gadai dilaksanakan hanya dengan dasar
saling percaya saja tanpa adanya suatu tulisan apapun sebagai alat bukti.
Choliq pada tahun 2002 tentang "Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Gadai Tanah Pertanian (Studi Kasus di Desa Baruh Kecamatan Sampang
Kabupaten Sampan)"28 Secara garis besar skripsi ini membahas tentang
26Taufik Hussholeh “Prosedur Pelelangan Barang Gadai Di Pegadaian Syariah Surabaya: Menurut
Fatwa DSN No. 25 tahun 2002”,(Surabaya: Skripsi Fakultas Syariah Jurusan Muamalah, 2002).
27Muhammad Syaifuddin “Analisis Hukum Islam Terhadap Peraktik Gadai Emas di Bank Negara
Indonesia (BNI) Syariah Cabang Surabaya”, (Surabaya: Skripsi Fakultas Syariah Jurusan
Muamalah: 2009).
28A. Choliq “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Gadai Tanah Pertanian (Studi Kasus di Desa
Baruh Kec. Sampang Kab. Sampang)”, (Surabaya: Skripsi Fakultas Syariah Jurusan Muamalah:
05
pegadaian dengan sistem gadai tanah. Dari hasil penelitian ini menyimpulkan
bahwa menyesuaikan antara skripsi ini membahas tentang praktek gadai yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Baruh adalah disebabkan adanya kebutuhan
yang sangat mendesak, yang tidak mungkin terpenuhi tanpa adanya bantuan
dari orang lain. Perjanjian gadai tanah pertanian yang terjadi di Desa Baruh
telah memenuhi unsur-unsur aqad dalam ketentuan syari'at Islam, yakni
adanya aqid, mahallul aqdi, maudhu'ul aqdi dan shigat}. Untuk itu, apabila
dilihat dari unsur-unsur tersebut, maka perjanjiannya sah secara hukum.
Sedangkan penelitian ini berjudul ”Analisis Hukum Islam Terhadap
Implementasi Ija@rah Jasa Simpan di Pegadaian Syariah cabang Bluaran
Surabaya.” Walau sekilas nampak ada persamaan, Dari obyek penelitiannya
beda, permasalahannya juga beda. Dalam menjawab penelitian ini bukanlah
mengulang penelitian yang sama sehingga kurang memberikan ilmu dalam
pergembangan khususnya dibidang Hukum Islam. Namun ada satu sisi yang
berbeda dari peneliti-peneliti sebelumnya, yang mana judul ini adalah sebagai
penerus dari judul-judul yang sebelumnya sudah di bahas yakni Gadai.
Sedangkan skripsi ini membahas tentang gadai dan Ija@rah Jasa
Simpan yang mana digunakan sebagai biaya perawatan/ upah oleh Pegadaian
dan gadai dilaksanakan hanya dengan dasar saling percaya saja tanpa adanya
suatu tulisan apapun sebagai alat bukti. Peneliti ini juga pelaksanaannya
bersifat umum dalam Hukum Islam. Tetapi memang merupakan penelitian
06
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka studi ini antara lain
bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mendiskripsikan bagaimana Implementasi Ija@rah Jasa Simpandi
Pegadaian Syariah cabang Blauran Surabaya.
2. Untuk mendiskripsikan apakah pelaksanaan gadai sepeda motor berupa
jaminan BPKB tersebut terjadi penyimpangan dari aturan hukum Islam,
karena hal ini demi terciptanya suatu sistem perekonomian yang
dikehendaki oleh norma Islam sebagaimana telah menjadi agama mereka.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sekurang-kurangnya
untuk dua aspek yaitu:
1. Dari Segi Teoritis
a. Diharapkan berguna bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan dalam arti
membangun, memperkuat dan menyempurnakan teori yang ada.
b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan pemahaman
studi hukum Islam mahasiswa Fakultas Syari’ah pada umumnya dan
mahasiswa jurusan Mu’amalah pada khususnya.
2. Dari Segi Praktis
a. Dapat digunakan sebagai perbandingan bagi peneliti berikutnya untuk
07
b. Dapat dijadikan rujukan pemantapan kehidupan beragama khususnya
yang berkaiatan dengan masalah pengadaian. Guna menyadarkan
masyarakat tentang pentingnya perjanjian yang jelas dan tertulis
untuk menghindari sengketa dikemudian hari.
G. Definisi Operasional
Untuk mempermudah dalam memahami judul di atas perlu penulis
uraikan pengertian masing-masing frase dalam judul, diantaranya:
1. Hukum Islam yang dimaksud disini yaitu ketentuan-ketentuan hukum
Islam dalam menyingkapi permasalahan tentang konsep Ija@rah .
Peraturan dan ketentuan hukum Islam yang bersumber dari al-Qur’an,
Hadist, dan pendapat Ulama sebagai pedoman bagi kehidupan
masyarakat.
2. Implementasi Ija@rah Jasa Simpan adalah pelaksanaan akad Ija@rah
dalam pegadaian antara pihak pegadaian (mu’jir) dengan orang yang
mengadaikan sebagai penyewa jasa simpan barang (musta’jir) yang
digadaikan dengan Ujrah yang ditetapkan oleh Pegadaian.
3. Pegadaian Syariah adalah lembaga keuangan syariah non bank yang
mengaktifitaskan menyaluran dana dalam berupa pembiayaan dengan
jaminan barang tertentu. Dengan maksud Pegadaian Syariah didalam
judul ini adalah Pegadaian Syariah cabang Blauran Surabaya.
08
tertentu dan harus beserta jaminan yang diberikan nasabah yang
berbasis syariah di Blauran Surabaya.
H. Metode Penelitian
1. Macam Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penelitian dalam
penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah data yang berupa informasi kenyataan yang terjadi di lapangan dan
data yang di pahami sebagai data yang tidak bisa diukur atau dinilai
dengan angka secara langsung.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yang
menekankan pada deskriptif tekstual atas fenomena yang diteliti.
Penelitian kualitatif disebut juga dengan naturalistic karena penelitian ini
dilakukan pada objek yang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti.
3. Objek Penelitian
Adapun yang menjadi objek dari penelitian ini adalah di
Pegadaian Syariah cabang Blauran Surabaya yang melaksanakan
perjanjian terhadap gadai sepeda motor beserta jaminan BPKB,
khususnya bagi pihak penggadai dan penerima gadai.
4. Sumber Data
Untuk menggali kelengkapan data tersebut, maka diperlukan sumber-
09
a. Sumber primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau
yang memerlukannya.29 Data ini diperoleh penulis secara langsung
dari keterangan kepala cabang, karyawan, serta orang yang
menggadai yang ada di Pegadaian Syariah cabang Blauran
Surabaya.
b. Sumber sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
oleh orang yang telah melakukan penelitian dari sumber- sumber
yang telah ada baik dari perpustakaan atau dari laporan- laporan
penelitian terdahulu.30 Adapun literatur yang berhubungan dengan
pembahasan seputar masalah ini :
1) Huda, Nurul &Heykal Mohamad. Lembaga Keuangan Syariah
Islam Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010
2) Idris, Abdul Fatah dan Abu Ahmadi, Fiqih Islam Lengkap,
Jakarta: PT. Rineka Cipta: 2003
3) M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2003
4) M. A. Abdurrahman, A. Haris A. Ridha, Terjemah Bidayatul
Mujtahid, semarang: Asy-Syifa', 1990
5) Drs. H. Chairuman Parasibu dan Suhrawandi K. Lubis, S. H.,
Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1994
21
6) Dr. H. Hendi Suhendi, M. Si., Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2005
7) R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Sinar Grafika: 2008
8) Wahbah al-Juhaili, al-Fiqh al-Islami Wa adilatuhu (Damaskus:
Dar al-Fiqr al-Mua’sshim, 2005), jilid VI, cet. Ke-8, hlm. 4207
5. Analisis Data
Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, maka data yang
akan dianalisis dalam penelitian terdapat dua data yaitu data primer dan
data sekunder sebagai berikut:
a. Data primer
1) Praktek Ija@rah dalam jasa simpan Pegadaian Syariah
cabang Blauran Surabaya.
2) Data tentang barang jaminan (Marhun).
3) Data tentang nilai taksiran.
4) Data penetapan Ujrah jasa simpan.
5) Teori tentang Ija@rah .
b. Data sekunder
1) Faktor penyebab pegadaian.
2) Profil umum Pegadaian Syariah cabang Blauran Surabaya.
3) Pengertian Ija@rah .
20
Secara lebih detail teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
sebagai berikut :
a. Observasi
Penelitian ini menggunakan teknik obsevasi secara
langsung di mana peneliti mengadakan pengamatan secara
langsung terhadap gejala- gejala subyek yang diselidiki baik
pengamatan itu dilakukan dalam situasi sebenarnya maupun
dilakukan di dalam situasi buatan yang khusus diadakan.31 Dalam
penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara terjun langsung ke
Pegadaian Syariah cabang Blauran Surabaya.
b. Wawancara
Wawancara atau Interview yaitu pengumpulan data dengan
cara mengadakan wawancara kepada responden yang didasarkan
atas tujuan penelitian yang ada. Di samping memerlukan waktu
yang cukup lama untuk mengumpulkan data, peneliti harus
memikirkan tentang pelaksanaannya.32 Dalam penelitian ini,
wawancara dilakukan dengan cara wawancara langsung baik
secara struktural maupun bebas dengan pihak pegadaian syariah
cabang Blauran Surabaya yaitu Bapak Achmad Zainuddin, SE
selaku ketua Pegadaian Syariah cabang Blauran Surabaya, Ibu Sari
31Burhan Ash-shofa, Metode Penelitian Hukum,, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 26.
22
selaku teller serta staf-staf yang lainnyadi pegadaian syariah
cabang Blauran Surabaya.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui
dokumen.33 Penggalian data ini dengan cara menelaah dokumen-
dokumen atau arsip- arsip serta data yang berhubungan dengan
Implementasi Ija@rah Jasa Simpandi Pegadaian Syariah cabang
Blauran Surabaya.
7. Teknik Pengolahan Data
Setelah semua data baik itu dari segi penelitian lapangan maupun
hasil pustaka terkumpul, maka dilakukan analisa data secara kualitatif
dengan tahapan- tahapan sebagai berikut :
a. Penemuan hasil, pada tahap ini penulis menganalisis data- data
yang telah diperoleh dari penelitian untuk memperoleh
kesimpulan mengenai kebenaran fakta yang ditemukan, yang
akhirnya merupakan sebuah jawaban dari rumusan masalah.34
b. Editing, yaitu sebelum data diolah (mentah), data tersebut
perlu diedit dahulu dengan perkataan lain, data atau
keterangan yang telah dikumpulkan dalam record book, daftar
pertanyaan ataupun interview quide perlu dibaca sekali lagi,
23
jika disana sini masih terdapat hal- hal yang salah atau masih
meragukan. Kerja memperbaiki kualitas data serta
menghilangkan keraguan- keraguan data dinamakan mengedit
data.35
c. Organizing, yaitu pengaturan dan penyusunan data yang
diperoleh sedemikian rupa sehingga menghasilkan bahan untuk
menyusun laporan skripsi dengan baik.36
8. Teknik Analisis Data
Menurut Patton sebagaimana dikutip oleh Masruhan mengartikan
analisis data sebagai proses mengatur urutan data, mengorganisasikan
ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.37
Setelah memperoleh semua data, selanjutnya peneliti
mengumpulkan temuan tersebut sekaligus dilakukan analisis terhadap
data yang telah diperoleh sesuai dengan penelitian.
Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu data yang berupa informasi
kenyataan yang terjadi di lapangan dan data yang di pahami sebagai
data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara langsung.38
Dengan menggunakan analisis deskriptif, kegiatan pengumpulan
data dengan melukiskannya sebagaimana adanya, tidak diiringi dengan
35Muhammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), h.406.
36Sonny Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), h.66. 37Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Surabaya: Hilal pustaka, 2013), h.289.
24
ulasan atau pandangan atau analisis dari penulis,39 bertujuan untuk
menggambarkan atau mendeskripsikan tentang Implementasi Ija@rah
Jasa Simpan ditinjau dari analisis Hukum Islam di Pegadaian Syariah
cabang Blauran Surabaya.
Dalam mendeskripsikan tersebut digunakan alur berfikir deduktif
yaitu diawali dari analisis hukum Islam. Terhadap Implementasi Ija@rah
Jasa Simpan di Pegadaian Syariah cabang Blauran Surabaya, kemudian
dijelaskan secara spesifik dan selanjutnya ditarik kesimpulan.
I. Sistematika Pembahasan
Agar penulisan skripsi ini tersusun secara rapi dan jelas sehingga
mudah dipahami, maka penulis susun sistematika pembahasan sebagai
berikut:
Bab I : Pada awal bab ini memberikan gambaran secara global yang
berkaitan dengan studi ini yaitu: latar belakang masalah,
rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan
hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian yang
terdiri dari: lokasi penelitian, subyek penelitian, data yang
dihimpun, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik
pengolahan data, teknik analisis data, dan terakhir sistematika
pembahasan
25
Bab II : Menjelaskan tentang pembahasan umum bab ini sebagai awal
yakni memuat tentang landasan teori mengenai gadai (ra>hn)
dan Ija@rah yaitu: pengertian gadai (ra>hn) dan Ija@rah , dasar
hukum gadai (ra>hn) dan Ija@rah , serta rukun dan syarat gadai
(ra>hn) dan Ija@rah .
Bab III : Sebagai obyek pembahasan tentang laporan hasil kajian
penulis, yang secara keseluruhan membahas tentang
pandangan dan informasi tentang pegadaian sebagai jaminan
hutang.
Bab IV : Sebagai bab tentang analisis penulis terhadap temuan hasil
penelitian, yang secara garis besar membahas tentang hukum
gadai sebagai jaminan hutang dalam pandangan Hukum Islam.
BAB V : Bab ini merupakan bab akhir atau penutup yang di
26
BAB II
GADAI (RA>HN) DAN IJƖRAH DALAM ISLAM
A. Pengertian Gadai (Ra>hn)
1. Pengertian Gadai (Ra>hn)
Dalam istilah bahasa gadai (al-Ra>hn) berarti Al-Tsubut dan Al-Habs
yaitu penetapan dan penahanan. Ada pula yang menjelaskan bahwa
al-Ra>hn adalah terkurung atau terjerat.1Penggunaan ra>hn untuk makna
al-Habs yang artinya “Penahanan”. Dalam Al-Qur’an2, surat Al-Muddatstsir
ayat 38:
Artinya : "Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah
diperbuatnya". (QS. Al-Muddatstsir : 38)3
Akad Ra>hn dalam istilah hukum positif disebut dengan barang
jaminan, agunan, dan rungguhan. Dalam Islam Ra>hn merupakan sarana
tolong menolong bagi umat Islam, tanpa adanya imbalan jasa.4 Dalam
peristilahan sehari-hari pihak yang menggadaikan disebut dengan
“pemberi gadai” dan yang menerima gadai, dinamakan “penerima atau
pemegang gadai”.5
1 Kifayat al- Akhyar hlm.261, dan Idris Ahtllad, Fiqh al- Syafi’iyah. Hlm.59. 2 Nor Hasanuddin, dkk, Fiqih Sunnah Jilid 4, h. 187
3Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemah, h. 460 4Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 251.
27
Gadai merupakan salah satu kategori perjanjian hutang-piutang untuk
suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang
berhutang mengadaikan barangnya menggadaikan barangnya sebagai
jaminan terhadap hutangnya itu. Barang jaminan tetap menjadi hak milik
orang yang menggadaikan tetapi dikuasai oleh penerima gadai.
Praktek ini telah ada jaman Rasulullah saw, Rasulullah sendiri pernah
melakukannya. Gadai mempunyai nilai sosial yang tinggi dan dilakukan
secara suka rela atas dasar tolong menolong6, Menurut istilah ulama fiqh
sebagai berikut:
Menurut ulama Hanafiyah mendefinisikannya ra>hn dengan:
يث ـهش ا ىـف ةـي ام ةـ يق ا ٍنيع عج
ٍةـق
نـي ب
خأ ن ي ثيحب
ك
نيه ا
ٲ
أ ا لك
ٲ
خ
نيع ا كلت نم ا عب
Artinya: "Sesungguhnya gadai adalah menjadikan benda yang memiliki nilai harta dalam pandangan syara’ sebagai jaminan untuk utang, dengan ketentuan dimungkinkan untuk mengambil semua utang,
atau mengambil sebagiannya dari benda (jaminan) tersebut”.7
Menurut ulama syafi’iyah dan hanabilah mendefinisikan Ra>hn
dengan:
.هـئاف ر عت نع ا نم ىف تسي ٍني ب ًةقيث ٍنيع عج
28
Artinya: "Gadai adalah Menjadikan materi (barang) sebagai jaminan hutang, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang
yang berutang tidak bisa membayar utangnya itu".8
Dari kedua pendapat ulama mazhab Syafi'i dan mazhab Hanbali
mendefinisikan Ra>hn dalam arti akad, yaitu "Menjadikan materi (barang)
sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayar utang apabila
orang yang berutang tidak bisa membayar utangnya."9 Dari devinisi
tersebut bisa dikemukakan dan dapat diambil intisari bahwa gadai (Ra>hn)
adalah menjadikan suatu barang sebagai jaminan atas hutang, dengan
ketentuan bahwa apabila terjadi kesulitan dalam pembayarannya maka
utang tersebut bisa dibayar dari hasil penjualan barang yang dijadikan
jaminan itu.10
Pengertian Ra>hn yang dikemukakan ulama Syafi’iyah ini memberi
pengertian bahwa barang yang bisa dijadikan jaminan utang hanyalah
harta yang bersifat materi, tidak termasuk manfaat sebagaimana yang
dikemukakan ulama Malikiyah, meskipun sebenarnya manfaat itu
menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, termasuk dalam pengertian
kekayaan.
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa Ra>hn adalah barang berharga
sebagai jaminan utang, dengan begitu jaminan tersebut berkaitan erat
dengan utang piutang dan timbul dari padanya. Sebenarnya pemberian
8 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuh, juz 4, Dar Al-Fikr, Damaskus, cet. III, 1989, hlm.180.
29
utang itu merupakan suatu tindakan kebajikan untuk menolong orang
yang sedang dalam keadaan terpaksa dan tidak mempunyai uang dalam
keadaan kontan.
Namun untuk ketenangan hati, pemberi utang memberikan suatu
jaminan, bahwa utang itu akan dibayar oleh yang berutang. Untuk
maksud itu pemilik uang boleh meminta jaminan dalam bentuk barang
berharga.11
2. Dasar Hukum Gadai
Menyangkut perjanjian gadai ini dalam syari’at Islam dihukumkan
sebagai perbuatan jaiz atau dibolehkan, baik menurut ketentuan
Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ Ulama, maupun fatwa MUI. Adapun dasar hukum
tentang kebolehan gadai sebagai berikut:
a. Dasar hukum Al-Qur’an
Allah berfirman dalam surat al-Baqarah (2): 283 yang berbunyi:
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
30
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian, dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan”.12
Dalam ayat ini tidak semua barang jaminan dapat dipegang/dikuasai
oleh pemberi utang secara langsung, maka paling tidak ada semacam
pegangan yang dapat menjamin bahwa barang dalam status Marhun
(menjadi agunan utang). Misalnya, apabila barang jaminan itu berbentuk
sebidang tanah, maka dikuasai (al-qabdh) adalah surat jaminan tanah
itu.13
b. Dasar hukum al-sunnah
Hadis Nabi riwayat al-Bukhari ia berkata:
ٍ سأ نب ىهلعم انثه ح
نه ه ا ميها بإ نع ا ك لاق ش عْا انثه ح حا ا بع انثه ح
هيلع هَا ىهلص هيبهن ا ه أا نع هَا يضر ةشئاع نع د سْا ينثه ح لاقف ملهس ا يف
مهلس
ي نم اًماعط تشا
ٍي ح نم اًعرد هنهر ٍ جأ ى إ ٍ د
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Mu'alla bin Asad telah
menceritakan kepada kami 'Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami Al A'masy berkata; Kami membicarakan tentang gadai dalam jual beli kredit (Salam) di hadapan Ibrahim maka dia berkata, telah menceritakan kepada saya Al Aswad dari 'Aisyah radliallahu 'anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah membeli makanan dari orang Yahuid yang akan dibayar Beliau pada waktu tertentu di kemudian hari dan Beliau menjaminkannya (gadai) dengan baju besi. (Hadist
Bukhari no- 1926).14
12Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemah (Jakarta: Pustaka al-Fatih, 2009), 49. 13Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah…, 253
31
Dari Hadist di atas dapat disimpulkan, bahwa gadai itu boleh
dilakukan, karena nabi Muhammad saw juga pernah pernah melakukan
gadai sewaktu beliau menggadaikan baju besinya dengan makanan.
c. Dasar Hukum landasan Ijma’
Para ulama telah sepakat akan dibolehkannya gadai, meskipun
sebagaimana mereka bersilang pendapat bila gadai itu dilakukan dalam
keadaan mukim. Akan tetapi, pendapat yang lebih rajih (kuat) ialah
bolehnya melakukan gadai dalam dua keadaan tersebut. Sebab riwayat
Aisyah dan Annas radhiyallahu’anhuma di atas jelas menunjukkan bahwa
Nabi Shalakkahu’Alaihi wa Sallam melakukan muamalah gadai di
Madinah dan beliau tidak dalam kondisi safar, tetapi sedang mukim.
d. Dasar Hukum Fatwa DSN - MUI No.25/ DSN–MUI/ III/ 2002
Tentang Ra>hn di Pegadaian Syariah cabang Blauran Surabaya15
Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No.25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang
menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai
jaminan utang dalam bentuk Ra>hn diperbolehkan dengan ketentuan
sebagai berikut :
32
Ketentuan Umum :
1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun
(barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang)
dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya
marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin,
dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu
sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi
kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin,
sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi
kewajiban rahin.
4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh
ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5. Penjualan marhun
a. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin
untuk segera melunasi utangnya.
b. Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun
dijual paksa/dieksekusi.
c. Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang,
biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan
33
Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika
di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan
disempurnakan sebagai mana mestinya.
3. Rukun dan Syarat Gadai
a. Rukun Gadai
Ulama fiqh berbeda pendapat dalam menetapkan rukun ar-Ra>hn.
Menurut jumhur ulama rukun ar-Ra>hn itu ada empat, yaitu:
1) Pihak pegadaian Syariah (al-murtahin).
2) Orang yang menggadaikan (al-marhu>n bih).16
3) Shigat} (lafal ija>b dan qabu>l).
4) harta yang dijadikan agunan (al-marhu>n/ barang jaminan).
Adapun ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun al-Ra>hn itu hanya
ija>b dan qabu>l.
Disamping itu, menurut mereka untuk sempurna dan mengikatnya
akad Ra>hn ini, maka diperlukan adanya al-qabd} (penguasaan barang) oleh
pemberi utang. Adapun kedua orang yang melakukan akad (al-ra>hin dan
al-murtahin), harta yang dijadikan jaminan marhu>n) dan utang
34
marhu>n bih) menurut ulama Hanafiyah hanya termasuk syarat-syarat
al-Ra>hn, bukan rukunnya.
b. Syarat-Syarat Gadai
Para ulama fiqh mengemukakan syarat-syarat Ra>hn sesuai dengan
rukun Ra>hn itu sendiri. Dengan demikian, syarat-syarat al-Ra>hn meliputi:
1) Syarat ‘Aqid
Syarat yang terkait dengan orang berakad (Ra>hn dan
al-murtahin) adalah cakap bertindak hukum. Kecakapan bertindak
hukum, menurut Jumhur Ulama adalah orang yang telah baligh dan
berakal. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah kedua belah pihak yang
berakad tidak disyariatkan balihg, tetapi cukup berakal saja.17
Oleh karena itu, menurut mereka anak kecil yang mumayyiz boleh
melakukan akad al-Ra>hn asal mendapat persetujuan walinya18.
2) Syarat shighat (lafal)
Ulama Hanafiyah mengatakan dalam akad itu al-Ra>hn tidak boleh
dikaitkan/ digantungkan dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan
masa yang akan datang, maka akad al-Ra>hn sama dengan akad jual
beli. Apabila akad itu dibarengi dengan syarat tertentu atau dikaitkan
dengan masa yang akan datang, maka menjadi fasid seperti halnya
jual beli. 19
17Alauddin Al- Kasani, Badai Ash- Shanai fi Tartib Asy- Syarai, Juz 5
35
Syarat yang yang dibolehkan itu, misalnya, untuk sahnya al-Ra>hn
itu pihak pemberi utang minta agar akad itu disaksikan oleh dua orang
saksi. Sedangkan syarat yang batal, misalnya, disyaratkan bahwa
agunan itu tidak boleh dijual ketika al-Ra>hn itu jatuh tempo, dan
orang yang berutang tidak mampu membayarnya.20
3) Syarat marhu>n (barang yang dijadikan agunan), ialah:
keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji utang harus
dibayar.21 Menurut para fuqaha mengenai syarat marhu>n (Barang yang
dijadikan agunan) adalah:
(a) Barang jaminan itu boleh dijual dan nilainya sesuai dengan besar
utangnya, tetapi dengan syarat sudah melewati jatuh tempo yang
telah disetujui dalam perjanjian.
(b) Barang jaminan itu harus memiliki nilai dan manfaat, boleh
dimanfaaatkan dengan persetujuan orang yang menggadaikan.
Oleh karenanya barang-barang yang tidak manfaat, dan
membahayakan bagi kehidupan manusia, serta tidak bertentangan
Islam.
(c) Barang jaminan harus jelas dan tertentu.
(d) Barang jaminan adalah milik sah orang yang menggadaikan.
(e) Barang jaminan itu bukan milik orang lain (masih dalam
sengketa).
20Nasrun haroen, Fiqh Muamalah…, 255.
36
(f) Barang jaminan boleh diserahkan baik bendanya maupun surat
kepemilikannya.
Ketika telah terjadi serah terima marhu>n, maka status akad
Ra>hn menjadi lazim dari pihak Ra>hin. Konsekuensi hukumnya, Ra>hin
terikat kontrak dan tidak berhak menarik kembali marhu>n, dan
murtahin memiliki otoritas (yadd wa sultha>nah) untuk menahan
marhu>n di bawah kekuasaannya.22
4) Syarat marhu>n bih (utang), adalah hak yang diberikan Ra>hn. Ulama
Hanafiyah memberikan beberapa syarat yaitu:
(a) Marhu>n bih hendaklah barang yang diserahkan, menurut ulama
selain Hanafiyah, marhu>n bih hendaklah berupa utang yang wajib
diberikan kepada orang yang menggadaikan barang, baik berupa
uang ataupun berbentuk benda.
(b) Marhu>n bih memungkinkan dapat dibayar, jika marhu>n bih tidak
dapat dibayarkan, Ra>hn menjadi tidak sah, sebab menyalahi maksud
dan tujuan dari disyarikatkannya Ra>hn.
(c) Hak atas marhu>n bih harus jelas, dengan demikian tidak boleh
memberikan dua marhu>n bih tanpa dijelaskan utang mana menjadi
Ra>hn.
Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah memberikan tiga syarat bagi marhu>n
bih:
1) Berupa utang yang tetap dan dapat dimanfaatkan.
37
2) Utang harus lazim pada waktu akad.
3) Utang harus jelas dan diketahui oleh Ra>hin dan murtahin.23
Disamping syarat-syarat diatas, para ulama fiqh sepakat menyatakan
bahwa al-Ra>hn itu baru dianggap sempurna apabila barang yang
diRa>hn-kan itu secara hukum sudah berada ditangan pemberi utang, dan uang
yang dibutuhkan telah diterima peminjam uang. Apabila barang jaminan
itu berupa benda tidak bergerak, seperti rumah dan tanah, maka tidak
harus rumah dan tanah itu yang diberikan, tetapi cukup surat jaminan
tanah atau surat-surat rumah itu yang dipegang oleh pemberi utang.
Syarat yang terakhir (kesempurnaan ar-Ra>hn) oleh para ulama disebut
sebagai qabdh al-Marhu>n (barang jaminan dikuasai secara hukum oleh
pemberi piutang).
4. Hak dan Kewajiban (Ra>hin dan Murtahin)
a. Hak Murtahin
1) Penerima gadai berhak menjual barang gadai apabila Ra>hin
tidak dapat membayar hutangnya pada saat jatuh tempo. Hasil
penjualan diambil sebagian untuk melunasi hutangnya Ra>hin
dan sisanya dikembalikan kepada Ra>hin.
2) Murtahin mempunyai hak menahan barang gadai selama
pinjaman belum dikembalikan kepada Ra>hin.
3) Murtahin berhak mendapatkan biaya yang telah dikeluarkan
untuk menjaga keselamatan barang gadai.
38
b. Kewajiban Murtahin
1) Murtahin tidak boleh menggunakan barang gadai tanpa seijin Ra>hin
atau untuk kepentingan pribadinya.
2) Murtahin bertanggung jawab atas hilang atau rusaknya barang gadai
bila itu disebabkan oleh kelalaiannya.
3) Murtahin berkewajiban memberi informasi kepada Ra>hin sebelum dan
sesudah penjualan barang gadai.
4) Murtahin wajib memberikan sisa hasil penjualan barang gadai kepada
Ra>hin.
5) Murtahin berkewajiban merawat atau menjaga barang gadai.
c. Hak Ra>hin
1) Ra>hin berhak mendapatkan kembali barang yang digadaikannya
sesudah ia melunasi pinjaman hutangnya.
2) Ra>hin berhak meminta ganti rugi atas kerusakan atau hilangnya
barang yang digadaikan.
3) Ra>hin berhak meminta sisa hasil penjualan barang gadai sesudah
dikurangi biaya pinjaman dan biaya lainnya.
4) Ra>hin berhak meminta kembali barang gadai jika diketahui adanya
penyalahgunaan.
d. Kewajiban Ra>hin
1) Ra>hin berkewajiban melunasi barang gadai yang diterimanya dalam
tenggang waktu yang ditentukan, termasuk biaya lain yang
39
2) Ra>hin berkewajiban merelakan penjualan barang gadai bila dalam
waktu yang t