• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES PADA SISWA TUNARUNGU DI SEKOLAH INKLUSI : Studi Deskriptif Tentang Pembelajaran Siswa Tunarungu kelas II SD Mutiara Bunda Bandung SPLB MAT p-2012.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES PADA SISWA TUNARUNGU DI SEKOLAH INKLUSI : Studi Deskriptif Tentang Pembelajaran Siswa Tunarungu kelas II SD Mutiara Bunda Bandung SPLB MAT p-2012."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN

KATA PENGANTAR...i

UCAPAN TERIMA KASIH...iii

ABSTRAK………...v

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL...viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian...1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah...6

C. Tujuan Penelitian...7

D. Metode Penelitian...8

E. Manfaat Penelitian...9

F. Struktur Organisasi Skripsi...9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Ketunarunguan...11

B. Pendidikan Inklusif...16

C. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences...18

D. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences Pada Siswa Tunarungu di Sekolah Inklusi...19

E. Penelitian yang Relevan...36

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian...37

B. Metode Penelitian...38

C. Definisi Operasional...39

D. Instrumen Penelitian...40

(2)

F. Teknik Analisis Data...42

G. Pengujian Keabsahan Data...44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Penelitian...45

B. Pembahasan...77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...87

B. Saran...90

DAFTAR PUSTAKA

(3)

DAFTAR TABEL

Tabel

3.1 Subjek Penelitian

3.2 Kisi- Kisi Instrumen Penelitian Pembelajaran Berbasis Multiple

[image:3.595.126.463.227.551.2]
(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh anak-anak ataupun

orang dewasa, tak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. Pendidikan menjadi

salah satu modal bagi seseorang agar dapat berhasil dan mampu meraih kesuksesan

dalam kehidupannya. Mengingat akan pentingnya pendidikan, maka pemerintah pun

mencanangkan program wajib belajar 9 tahun dan melakukan perubahan kurikulum

yang mampu mengakomodasi kebutuhan siswa. Chatib & Said (2012: 35)

mengemukakan bahwa:

Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dan ditegaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 5 tentang Pendidikan Khusus, bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik dengan kecerdasan luar biasa dan diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan Pendidikan Khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Oleh karena itu, anak berkebutuhan khusus termasuk anak tunarungu memperoleh kesempatan yang seluas- luasnya untuk bisa mendaftar dan belajar di sekolah inklusi.

Sekolah inklusi merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian

sekolah tersebut, tak terkecuali siswa tunarungu. Mereka dapat saling membantu

dengan guru dan teman sekelasnya agar kebutuhannya terpenuhi. Hal ini berarti

bahwa anak akan diberi kesempatan untuk dapat belajar dan berinteraksi bersama

teman, guru, dan lingkungannya melalui kebersamaan dan pergaulan dalam

lingkungan pendidikan. Menurut Sunaryo (Chatib & Said, 2012: 33), sekolah inklusi

adalah:

(5)

dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak didik berhasil. Sistem pendidikan ini menyesuaikan bakat dan minat kecenderungan kecerdasan setiap peserta didik.

Pendidikan inklusif bukan semata memasukkan anak tunarungu ke sekolah

reguler, namun justru berorientasi bagaimana layanan pendidikan ini diberikan

dalam rangka memenuhi kebutuhan siswa dengan keunikan yang dimilikinya,

sehingga memungkinkan struktur, sistem dan metodologi pendidikan memenuhi

kebutuhan anak. Kenyataannya, seperti yang diungkapkan Jaenudin (2009: 1), yaitu:

Orang sering mengartikan pendidikan inklusif adalah memasukkan anak berkebutuhan khusus ke sekolah reguler. Asal anak sudah masuk dan sekolah di sekolah reguler disebut inklusif. Kalau pemahaman itu yang berkembang di masyarakat, anak berkebutuhan khusus tersebut justru akan menjadi korban. Mereka tidak akan mendapatkan apa- apa.bahkan sekolah akan menjadi korban juga karena beban yang ditanggungnya.

Cita-cita mulia pendidikan akan terwujud jika ditunjang dengan sistem

pembelajaran yang representatif, yaitu sistem yang mampu mengelola siswa mulai

dari pembuatan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi

pembelajaran berbasis pemenuhan kebutuhan dan pengembangan potensi setiap

unsur yang terdapat dalam diri manusia.

Perencanaan pembelajaran dibuat untuk merancang metode ataupun strategi

pembelajaran yang tepat agar kebutuhan siswa terpenuhi. Pelaksanaan pembelajaran

berkaitan dengan proses belajar mengajar di kelas dengan menggunakan metode dan

media yang sesuai dengan materi. Evaluasi pembelajaran berkaitan dengan penilaian

hasil pembelajaran siswa. Kenyataannya di lapangan, anak berkebutuhan khusus

termasuk anak tunarungu masih kurang mendapatkan perhatian dan layanan khusus

sesuai dengan kebutuhan mereka. Guru di kelas masih kurang mampu

(6)

tepat, sehingga di kelas yang tetap menjadi perhatian guru hanyalah siswa lain pada

umumnya. Selain itu, pembelajaran di kelas masih menekankan pada kemampuan

logika (matematika) dan bahasa. Kenyataan ini senada dengan yang diungkapkan

oleh Seto Mulyadi (2003), seorang praktisi pendidikan anak, bahwa “suatu

kekeliruan yang besar jika setiap kenaikan kelas, prestasi siswa hanya diukur dari

kemampuan matematika dan bahasa”. Dengan demikian sistem pendidikan nasional

yang mengukur tingkat kecerdasan siswa yang semata-mata hanya menekankan

kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi.

“Kecerdasan intelektual tidak hanya mencakup dua parameter tersebut, tetapi

juga harus dilihat dari aspek kinetis, musikal, visual-spatial, interpersonal,

intrapersonal, dan naturalis “ (Kompas, 6 Agustus 2003). Jenis-jenis kecerdasan

intelektual tersebut dikenal dengan sebutan kecerdasan majemuk (Multiple

intelligences) yang diperkenalkan oleh Howard Gardner pada tahun 1983. Gardner

mengatakan bahwa kita cenderung hanya menghargai orang-orang yang memang

ahli dalam kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kita harus memberikan

perhatian yang seimbang terhadap orang-orang yang memiliki talenta (gift) dalam

kecerdasan yang lainnya seperti artis, arsitek, musikus, ahli alam, designer, penari,

terapis, entrepreneurs, dan lain-lain.

Teori Multiple intelligences menyatakan bahwa kecerdasan meliputi delapan

kemampuan intelektual. “Teori tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa

kemampuan intelektual yang diukur melalui tes IQ sangatlah terbatas karena tes IQ

hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa “ (Gardner,

2003:37). Padahal setiap orang mempunyai cara yang unik untuk menyelesaikan

persoalan yang dihadapinya. Kecerdasan bukan hanya dilihat dari nilai yang

(7)

seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau

membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain.

Menyadari akan berbagai kondisi di atas terdapat lembaga pendidikan yang

telah berusaha untuk membenahi sistem pendidikannya melalui “Multiple

Intelligences System (MIS)”, yaitu berupa strategi pembelajaran meliputi rangkaian

aktivitas belajar dan merujuk pada indikator hasil belajar yang sudah ditentukan

dalam silabus. Menurut Chatib (2012: 108):

Inti strategi pembelajaran ini adalah bagaimana guru mengemas gaya mengajarnya agar mudah ditangkap dan dimengerti oleh siswanya. Pendalaman tentang strategi pembelajaran ini akan menghasilkan kemampuan guru membuat siswa tertarik dan berhasil dalam belajar dalam waktu yang relatif cepat.

Pembelajaran berbasis Multiple Intelligences mencakup perencanaan

pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan juga evaluasi pembelajaran yang

sangat memperhatikan potensi dan minat siswa. Sebelum merumuskan perencanaan

pembelajaran, guru melaksanakan Multiple Intelligences Research untuk mengetahui

kecenderungan kecerdasan siswa yang paling menonjol dan berpengaruh sehingga

guru bisa merumuskan perencanaan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik

belajar siswa. Selanjutnya, setelah diketahui hasil Multiple Intelligences Research

maka guru merumuskan perencanaan pembelajaran yang disebut lesson plan.

Lesson plan merupakan siklus pertama sebuah pembelajaran yang professional dan

perencanaan yang dibuat guru sebelum mengajar. Lesson plan mengikuti kandungan

isi (content) silabus“.(Chatib, 2012:139).

Pelaksanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences dilaksanakan dengan

kreativitas guru yang mengajar. Guru berupaya untuk menciptakan suasana

(8)

Menurut Chatib (2012:135) mengenai aktivitas pembelajaran adalah:

Proses transfer pengetahuan dalam pembelajaran akan berhasil apabila waktu terlama difokuskan pada kondisi siswa beraktivitas, bukan pada kondisi guru mengajar. Bagi guru yang sudah berpengalaman menggunakan strategi Multiple intelligences, waktu guru menyampaikan presentasinya hanya 30%, sedangkan 70% digunakan untuk siswa beraktivitas. Keberhasilan pembelajaran juga lebih cepat terwujud apabila proses transfer dilakukan dengan suasana menyenangkan. Kesimpulannya, paradigm belajar mengajar harus diyakini oleh setiap guru adalah ketika guru mengajar, belum tentu siswa ikut belajar, bisa-bisa siswanya mengantuk.

Sementara evaluasi pembelajaran dilakukan tidak hanya pada saat akhir

pembelajaran, tetapi dilakukan oleh guru selama proses kegiatan belajar mengajar,

baik di dalam kelas maupun di luar kelas dengan memperhatikan ranah kognitif,

afektif dan psikomotor siswa.

Salah satu sekolah reguler yang memberikan kesempatan kepada anak

tunarungu untuk dapat belajar bersama anak- anak pada umumnya adalah SD

Mutiara Bunda Bandung. Pelaksanaan tes pada penerimaan siswa baru di sekolah

ini, khususnya untuk ABK tidak seperti yang diberikan pada anak normal, namun

dengan memberikan tes kemampuan untuk membantu pengidentifikasian kebutuhan

ABK. Selain itu juga untuk memudahkan sekolah dalam mengklasifikasikan ABK

(ringan, sedang, berat) yang akan ditempatkan tiap kelas.

Kurikulum yang digunakan sekolah ini adalah kurikulum pada umumnya.

Sementara untuk ABK itu sendiri para tenaga pengajar termasuk guru kelas

merumuskan atau membuat program sendiri yang sesuai dengan kemampuan ABK

yang dinamakan lesson plan. Lesson plan merupakan suatu rumusan yang

didalamnya terdapat tahap-tahap pembelajaran untuk mencapai satu kemampuan dan

dilaksanakan di tengah semester. Apabila ABK sudah mampu mencapai tahap yang

(9)

yang kedua, dan selanjutnya. Hasil rumusan lesson plan itu juga harus diketahui oleh

orang tua sehingga pada satu kesempatan para pengajar melaporkan dan

menjelaskan tentang program tersebut untuk menunjang ketercapaian kemampuan

anaknya.

Disamping itu, ada Program Pengajaran Individual ( PPI ) yang mana ABK

tertentu diharuskan mengikutinya. Di sekolah ini juga terdapat ruangan khusus untuk

ABK yaitu Unit Stimulasi Anak (USA). Unit Stimulasi Anak adalah ruangan khusus

ABK yang terdapat banyak media pembelajaran yang diciptakan semenarik mungkin

dengan warna-warna yang sangat mencolok, seperti pada pembelajaran bangun

ruang dan lainnya. Ruangan Unit Stimulasi Anak digunakan pada jam-jam tertentu

untuk mendapatkan pengajaran yang belum mencapai tingkat kemampuan anak.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan

mengetahui lebih dalam lagi mengenai pembelajaran pada siswa tunarungu di

sekolah ini dengan mengangkat judul “Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences

Pada Siswa Tunarungu di Sekolah Inklusi”

B.Identifikasi dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Pembelajaran bagi siswa tunarungu di sekolah inklusi membutuhkan suatu

strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa. Guru

dalam hal ini dituntut untuk mempelajari strategi yang tepat sehingga mampu

mengakomodasi bakat dan minat siswa, salah satunya dengan menerapkan

pembelajaran berbasis Multiple Intelligences. Melalui pembelajaran berbasis

Multiple Intelligences ini, kebutuhan siswa akan terpenuhi karena strategi

(10)

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti merumuskan

masalah dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada

siswa tunarungu di sekolah inklusi?

2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada

siswa tunarungu di sekolah inklusi?

3. Bagaimana evaluasi pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa

tunarungu di sekolah inklusi?

4. Apa saja hambatan dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada

siswa tunarungu di sekolah inklusi?

5. Apa saja upaya yang dilakukan dalam pembelajaran berbasis Multiple

Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi?

C.Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara

deskriptif tentang pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa

tunarungu di sekolah inklusi. Secara khusus penelitian ini ditujukan untuk

mendeskripsikan:

a. Perencanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu

di sekolah inklusi

b. Pelaksanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu

di sekolah inklusi

c. Evaluasi pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di

(11)

d. Hambatan dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa

tunarungu di sekolah inklusi

e. Upaya yang dilakukan dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada

siswa tunarungu di sekolah inklusi.

D.Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah inklusi SD Mutiara Bunda, Jl. Arcamanik

Endah no.3, Arcamanik, Bandung Telp. (022) 721 6578 Fax.(022) 720 4123.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Sudjana (1997:52) menjelaskan bahwa metode deskriptif

adalah: Metode penelitian yang digunakan apabila bertujuan untuk

mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa dan kejadian yang ada pada masa

sekarang.”

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Moleong

(1997:3) menjelaskan penelitian kualitatif sebagai berikut:

Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, pengenalan diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandang sebagai bagian dari suatu keutuhan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observasi, wawancara, dan studi dokumentasi dengan instrumennya berupa pedoman

observasi, pedoman wawancara dan pedoman studi dokumentasi. Sementara teknik

analisis data dalam penelitian ini meliputi data reduction, data display, dan

(12)

E.Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu

pengembangan ilmu pendidikan khusus dalam menerapkan strategi pembelajaran

yang tepat bagi siswa, khususnya siswa tunarungu.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu

masukan dalam mengoptimalkan pembelajaran bagi siswa tunarungu di sekolah

inklusi dengan memperhatikan kecerdasan siswa dan gaya belajar siswa

tunarungu.

F.Struktur Organisasi Skripsi

A. BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Penelitian

b. Identifikasi dan Perumusan Masalah

c. Tujuan Penelitian

d. Metode Penelitian

e. Manfaat Penelitian

f. Struktur Organisasi Skripsi

B. BAB II KAJIAN PUSTAKA

a. Konsep Ketunarunguan

b. Pendidikan Inklusif

c. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences

d. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences Pada Siswa Tunarungu di

Sekolah Inklusi

(13)

C. BAB III METODE PENELITIAN

a. Lokasi dan Subjek Penelitian

b. Metode Penelitian

c. Definisi Operasional

d. Instrumen Penelitian

e. Teknik Pengumpulan Data

f. Teknik Analisis Data

g. Pengujian Keabsahan Data

D. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

a. Temuan Penelitian

b. Pembahasan

E. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

c. Kesimpulan

d. Saran

(14)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah inklusi SD Mutiara Bunda, Jl.

Arcamanik Endah no.3, Arcamanik, Bandung Telp. (022) 721 6578, Fax. (022)

720 4123. Sekolah ini dipilih karena merupakan salah satu sekolah inklusi yang

terdapat siswa tunarungu dan juga menurut rekomendasi dari salah seorang

konsultan pendidikan yang juga pakar Multiple Intelligences, sistem

pembelajaran di sekolah ini menggunakan pembelajaran berbasis Multiple

Intelligences.

2. Subjek Penelitian

Pemilihan subjek penelitian dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling, dimana penelitian ini tidak dilakukan pada seluruh

populasi, tetapi terfokus pada sebagiannya yang dianggap paling penting.

Menurut Sugiyono (2010: 218-219):

Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/ situasi sosial yang diteliti.

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah seorang siswa tunarungu

kelas II SD, guru kelas II SD, asisten guru kelas II SD, dan empat orang guru

(15)

Tabel 3.1

No Nama L/P Jabatan

1. T L Siswa tunarungu

2. Rk P Guru kelas

3. S P Asisten guru kelas

4. F P Guru bidang studi bahasa

komunikasi dan persepsi

5. Rm P Guru bidang studi life skill

6. N P Guru bidang studi memori dan

konsentrasi

7. Rs L Guru bidang studi motorik halus

dan motorik kasar

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Sudjana (1997:52) menjelaskan bahwa metode deskriptif

adalah: ”Metode penelitian yang digunakan apabila bertujuan untuk

mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa dan kejadian yang ada pada masa

sekarang”. Metode ini sejalan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, yaitu

untuk memperoleh data dan informasi yang dapat menggambarkan pembelajaran

berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu kelas II SD inklusi Mutiara

Bandung.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Moleong

(1997:3) menjelaskan penelitian kualitatif sebagai berikut:

[image:15.595.93.509.107.536.2]
(16)

C. Definisi Operasional

Yaumi (2012:11) mengartikan intelligences (kecerdasan) sebagai berikut:

Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru atau perubahan dalam lingkungan, kapasitas pengetahuan dan kemampuan untuk memperolehnya, kapasitas untuk memberikan alas an dan berpikir abstrak, kemampuan untuk memahami hubungan, mengevaluasi dan menilai, serta kapasitas untuk menghasilkan pikiran-pikiran produktif dan original.

Menurut Fleetham (Yaumi, 2012: 12) Multiple intelligences atau biasa disebut

kecerdasan majemuk adalah “berbagai keterampilan dan bakat yang dimiliki siswa

untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam pembelajaran”. Multiple

intelligences atau kecerdasan majemuk ditemukan dan dikembangkan oleh Howard

Gardner seorang profesor pendidikan dari Harvard University, Amerika Serikat.

Gardner menggolongkan adanya 8 inteligensi yang dipunyai manusia yaitu:

1) Verbal-Linguistic Intelligence (Word Smart)

2) Logical – Mathematical Intelligence (Number / Reasoning Smart)

3) Visual – Spatial Intelligence (Picture Smart)

4) Bodily – Kinesthetic Intelligence (Body Smart)

5) Musical Intelligence (Music Smart)

6) Interpersonal Intelligence (People Smart)

7) Intra personal Intelligence (Self Smart)

8) Naturalist Intelligence (Nature Smart)

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis Multiple

Intelligences adalah “berbagai bentuk aktivitas yang didesain untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan memfasilitasi berkembangnya

kecerdasan majemuk (multiple intelligences) siswa” (Yaumi, 2012: 33).

Pembelajaran MIS juga merupakan strategi pembelajaran dengan paradigma setiap

(17)

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan peneliti adalah:

1. Pedoman observasi dengan beberapa aspek yang akan diamati, yaitu:

pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran.

2. Pedoman wawancara yang didalamnya terdapat pertanyaan- pertanyaan tentang

perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran,

hambatan dan juga upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan.

3. Pedoman dokumentasi tentang data- data yang bersifat tertulis, seperti data hasil

[image:17.595.30.568.184.764.2]

asesmen siswa tunarungu, lesson plan dan juga hasil kerja siswa tunarungu.

Tabel 3.2

KISI- KISI INSTRUMEN PENELITIAN

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES PADA

SISWA TUNARUNGU DI SEKOLAH INKLUSI

No Pertanyaan

Penelitian

Aspek yang

diungkap Indikator

Teknik pengumpulan

data

Instrumen

Penelitian Responden

1 Bagaimana

perencanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi? Perencanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences

Asesmen - Wawancara

- Studi dokumentasi - Pedoman wawancara - Pedoman dokumentasi

- Guru kelas - Asisten guru kelas - Guru bidang studi Rencana Pengajaran/ lesson plan - Wawancara - Studi dokumentasi - Pedoman wawancara - Pedoman dokumentasi

- Guru kelas - Asisten

guru kelas - Guru

bidang studi

2 Bagaimana

pelaksanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi? Pelaksanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences

1. Pengelolaan kelas 2. Implementasi Strategi

pembelajaran 3. Penyampaian materi 4. Penggunaan sumber

dan media pembelajaran

5. Ketercapaian indikator 6. Interaksi guru dengan

siswa tunarungu 7. Interaksi siswa

- Wawancara

- Observasi

Pedoman observasi

(18)

tunarungu dengan siswa reguler

3 Bagaimana

evaluasi pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi? Evaluasi pembelajaran berbasis Multiple Intelligences

1. Proses evaluasi 2. Hasil yang didapatkan

siswa - Wawancara, - Observasi, - Studi dokumentasi - Pedoman wawancara - Pedoman observasi - Pedoman dokumentasi

- Guru kelas - Asisten guru kelas - Guru bidang studi - Siswa tunarungu

4 Apa saja hambatan dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi? Hambatan dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences

1. Hambatan dalam melaksanakan asesmen 2. Hambatan dalam

menyusun rencana pengajaran/ lesson plan 3. Hambatan dalam

pelaksanaan pembelajaran 4. Hambatan dalam

berkomunikasi dengan siswa tunarungu

Wawancara Pedoman

wawancara

- Guru kelas - Asisten

guru kelas - Guru

bidang studi

5 Apa saja upaya yang dilakukan dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi? Langkah- langkah untuk mengatasi hambatan dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences

1. Upaya mengatasi hambatan dalam melaksanakan asesmen 2. Upaya mengatasi

hambatan dalam menyusun rencana pengajaran/ lesson plan 3. Upaya mengatasi

hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran 4. Upaya mengatasi

hambatan dalam berkomunikasi dengan siswa tunarungu

Wawancara Pedoman

wawancara

- Guru kelas - Asisten

guru kelas - Guru

bidang studi

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a) Observasi

“Observasi dalam penelitian ini berupa observasi partisipasi pasif (passive

(19)

diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut” (Sugiyono, 2010:

227). Observasi ini dilakukan pada waktu pelaksanaan kegiatan pembelajaran,

baik di dalam kelas, maupun di luar kelas dengan cara mengamati pelaksanaan

pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Observasi ini dilakukan untuk

mencocokkan data yang didapat dari hasil wawancara.

b) Wawancara

Peneliti menggunakan jenis wawancara terstruktur dengan menyiapkan

pedoman wawancara dan wawancara tidak terstruktur untuk memperoleh

informasi dari subjek penelitian. Wawancara ini dilakukan kepada guru kelas,

asisten guru kelas, dan guru bidang studi Unit Stimulasi Anak. Wawancara ini

dilakukan untuk memperoleh informasi tentang perencanaan pembelajaran,

pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, hambatan dan juga upaya

yang dilakukan guru mengatasi hambatan dalam pembelajaran berbasis Multiple

Intelligences pada siswa tunarungu.

c) Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi digunakan untuk memperoleh data- data yang bersifat

tertulis, seperti data hasil asesmen siswa tunarungu, lesson plan dan hasil kerja

siswa tunarungu.

F. Teknik Analisis Data

Sugiono (2010: 244) mengemukakan bahwa:

(20)

Miles dan Huberman (Sugiyono, 2008: 91) mengemukakan bahwa “aktivitas

dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara

terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh”. Adapun aktivitas

dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/

verification.

a. Reduksi Data (data reduction)

Data dirangkum kemudian dipilih hal-hal pokok yang sesuai dengan tujuan

penelitian tujuannya untuk mendeskripsikan mengenai pembelajaran berbasis

Multiple Intelligences pada siswa tunarungu kelas II SD Mutiara Bunda

Bandung.

b. Penyajian Data (data display)

Suatu kegiatan pengumpulan data dari penelitian yang penulis gunakan secara

bertahap maupun secara keseluruhan dengan cara mengelompokkan data yang

diperoleh agar mudah dipahami. Pada dasarnya perolehan data dalam

melakukan observasi dan wawancara tidak cukup satu kali atau dua kali

sehingga data yang diperoleh oleh penulis sesuai dengan yang diharapkan

c. Menarik kesimpulan atau verifikasi (conclusion drawing/ verification)

Data-data yang sudah diperoleh dari lapangan tidak semua dapat dimasukkan

dan diterapkan. Hal ini disesuaikan dengan rancangan penelitian. Data dari hasil

pengamatan lapangan merupakan bahan kajian yang kemudian diolah menjadi

sumber data yang reliable (berkaitan). Penarikan kesimpulan harus dilakukan

dengan hati-hati untuk menjaga adanya salah tafsir dari pihak-pihak tertentu.

Oleh karena itu, kesimpulan senantiasa diverifikasi selama penelitian

(21)

G. Pengujian Keabsahan Data

Peneliti menggunakan teknik triangulasi dalam melakukan pemeriksaan

keabsahan data. “Teknik triangulasi dapat diartikan sebagai pengecekan data dari

berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu” (Sugiyono, 2010: 273).

Triangulasi dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi

teknik.

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh

melalui beberapa sumber yang menjadi subjek penelitian. Sementara triangulasi

teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan

teknik yang berbeda. Dalam Triangulasi ini dilakukan pengecekan atau

perbandingan data yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentsi.

Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan melalui:

1) Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara

2) Membandingkan data hasil wawancara dengan hasil dokumentasi

(22)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat

diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam perencanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences, semua

responden (Rk, S, F, Rm, N, dan Rs) melaksanakan asesmen akademik dan

asesmen non- akademik kepada siswa tunarungu. Adapun asesmen akademik

yang dilakukan berupa membaca, menulis, dan berhitung, sedangkan asesmen

non- akademik berupa asesmen bahasa dan komunikasi, life skill, memori dan

konsentrasi, serta motorik halus dan kasar.

Lesson plan yang disusun semua responden (Rk, S, F, Rm, N, dan Rs)

disesuaikan dengan hasil asesmen siswa tunarungu. Namun dalam lesson plan

tidak mencantumkan strategi pembelajaran yang akan digunakan, padahal inti

dari pembelajaran berbasis Multiple Intelligences adalah menetapkan strategi

pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa. Selain itu juga dalam

evaluasi (penilaian) tidak mencantumkan aktivitas penilaian dan juga tidak

menetapkan indikator penilaian.

2. Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences di SD Mutiara

Bunda Bandung, semua responden (Rk, S, F, Rm, N, dan Rs) menggunakan

strategi pembelajaran berbasis Multiple Intelligences. Meskipun tidak semua

strategi pembelajaran berbasis Multiple Intelligences digunakan dalam semua

mata pelajaran, namun disesuaikan dengan kebutuhan siswa seperti

(23)

kinestetik, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan naturalis, padahal tidak

mencantumkan strategi pembelajaran yang akan digunakan dalam lesson plan.

Dalam pengelolaan kelas, hampir semua responden (Rk, F, Rm, N, dan Rs)

sudah menerapkan prinsip pembelajaran bagi siswa tunarungu, yaitu

keterarahwajahan (face to face) dalam pembelajaran, meskipun Rk

menempatkan siswa tunarungu di belakang. Sementara responden S,

melaksanakan pembelajaran individual dengan cara duduk disamping siswa

tunarungu. Ini berarti S belum melaksanakan prinsip pembelajaran bagi siswa

tunarungu, yaitu keterarahwajahan (face to face) dalam pembelajaran.

3. Dalam evaluasi pembelajaran berbasis Multiple Intelligences, sebagian

responden (Rk dan S) melaksanakan evaluasi pada saat pembelajaran

berlangsung (proses) dan diakhir pembelajaran (post test). Sementara responden

F, Rm, N, dan Rs hanya melaksanakan evaluasi di akhir pembelajaran (post

test). Meskipun terdapat perbedaan, namun semua responden (Rk, S, F, Rm, N,

dan Rs) sudah menetapkan evaluasi pembelajaran dengan mencakup ranah

kognitif, afektif dan psikomotor. Penilaian aspek kognitif dilihat dari hasil siswa

tunarungu setelah mempelajari satu kompetensi dasar yang harus dicapai, baik

dengan tes lisan maupun tulisan. Penilaian aspek afektif dilihat dari hasil

perkembangan kemampuan siswa tunarungu selama pembelajaran berlangsung,

yaitu berupa uraian deskriptif pada buku komunikasi. Sementara penilaian

aspek psikomotorik dilihat dari hasil produk ataupun hasil karya siswa

tunarungu baik dengan tes kinerja maupun praktik.

4. Hambatan dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences yang dialami

hampir semua responden (Rk, S, F, dan Rs) adalah dalam merumuskan asesmen

(24)

asesmen siswa tunarungu, dalam menyampaikan materi supaya bisa dimengerti

oleh siswa tunarungu, dalam mengatur waktu serta mengkondisikan siswa untuk

siap belajar, dan dalam komunikasi dengan siswa tunarungu. Hal ini disebabkan

karena semua responden (Rk, S, F, Rm, N, dan Rs) tidak berlatar belakang

pendidikan luar biasa dan kurang pengetahuan mengenai ketunarunguan.

5. Upaya mengatasi hambatan yang dilakukan semua responden (Rk, S, F, Rm, N,

dan Rs) dalam merumuskan asesmen, menyusun lesson plan adalah dengan cara

mengkonsultasikannya dengan pihak ahli, seperti paedagog, psikolog, manajer

inklusi, dan koordinator Unit Stimulasi Anak. Selain itu juga, mengikuti

berbagai pelatihan dan seminar yang diadakan oleh sekolah mengenai

pendidikan inklusif dan siswa berkebutuhan khusus menjadi upaya lain untuk

memperkaya pengetahuan dan pengalaman semua responden. Untuk mengatasi

hambatan yang berkaitan dengan menyampaikan materi semua responden

mengatasinya dengan menggunakan media gambar dan gesture. Dalam

mengkondisikan siswa untuk siap belajar, semua responden mengatasinya

dengan mengajak siswa bermain puzzle terlebih dahulu, dan juga dengan

ketegasan kepada siswa tunarungu. Untuk mengatasi hambatan dalam hal

komunikasi, semua responden berupaya dengan menggunakan media gambar,

menggunakan isyarat lokal disamping bahasa oral, dan juga dengan

(25)

B. Saran

Merujuk pada hasil penelitian, penulis mengemukakan beberapa saran sebagai

berikut:

1. Bagi pihak sekolah

Dalam melaksanakan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences, sebaiknya

melakukan tes berupa Multiple Intelligences Research (MIR) untuk mengetahui

kecenderungan kecerdasan siswa dan juga untuk menyesuaikan gaya mengajar

guru dengan gaya belajar siswa, Selain itu juga, dalam menyusun lesson plan,

hendaknya menetapkan strategi pembelajaran yang akan digunakan dan

menetapkan aktivitas evaluasi dalam pembelajaran. Dalam

mengimplementasikan strategi pembelajaran berbasis Multiple Intelligences,

dibutuhkan kreativitas yang cukup tinggi dari para guru, sehingga perlu adanya

penyediaan fasilitas dan sarana belajar yang lebih bervariatif yang akan

menunjang kreativitas guru.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya, dapat melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan

pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa berkebutuhan khusus

lainnya, karena siswa yang terdapat di sekolah ini cukup heterogen. Seperti slow

(26)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN

KATA PENGANTAR...i

UCAPAN TERIMA KASIH...iii

ABSTRAK………...v

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL...viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian...1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah...6

C. Tujuan Penelitian...7

D. Metode Penelitian...8

E. Manfaat Penelitian...9

F. Struktur Organisasi Skripsi...9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Ketunarunguan...11

B. Pendidikan Inklusif...16

C. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences...18

D. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences Pada Siswa Tunarungu di Sekolah Inklusi...19

E. Penelitian yang Relevan...36

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian...37

B. Metode Penelitian...38

C. Definisi Operasional...39

D. Instrumen Penelitian...40

(27)

F. Teknik Analisis Data...42

G. Pengujian Keabsahan Data...44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Penelitian...45

B. Pembahasan...77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...87

B. Saran...90

DAFTAR PUSTAKA

(28)

DAFTAR TABEL

Tabel

3.1 Subjek Penelitian

3.2 Kisi- Kisi Instrumen Penelitian Pembelajaran Berbasis Multiple

[image:28.595.126.463.227.551.2]

Gambar

Tabel 3.1
No Tabel 3.1 Nama L/P
Tabel 3.2 KISI- KISI INSTRUMEN PENELITIAN
Tabel 3.1

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum proses sertifikasi mencakup : peserta yang telah memastikan diri kompetensinya sesuai dengan standar kompetensi untuk paket/okupasi Operator Aviasi dapat segera

Penerapan strategi pembelajaran Think-Talk-Write berbasis multimedia interaktif untuk meningkatkan pemehaman konsep siswa SMK.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Untuk itu, Dinas Informasi Komunikasi dan Pengolahan Data Elektronik Kota Medan harus memiliki budaya organisasi yang kuat dan mendukung perubahan yang baik yang dapat

SEGMEN BERITA REPORTER C PENDIDIKAN CINTA LINGKUNGAN DIMULAI DARI

sebagai solusi untuk pemecahan masalah. Setelah ditemukan solusi atas permasalahan, kemudian peneliti melakukan penyusunan instrumen. Instrumen yang dibuat antara lain

DI SMK NEGERI 5 YOGYAKARTA MISALNYA / MENDAPATKAN 89 SISWA DARI WARGA BER- KMS / DARI 101 SISWA YANG MENDAFTAR // KESULITAN MUNCUL BAGI PIHAK SEKOLAH UNTUK MENGANGKAT

Sementara itu, dari penerimaan peserta didik baru tahap I yang dikhususkan untuk siswa didik dari orang tua peserta KMS di SMUN 8 Kota Yogyakarta dari 26 kursi untuk siswa dari

Ada pengaruh yang signifikan pengaruh modifikasi permainan bolavoli terhadap kerjasama siswa dalam pembelajaran pendidikan, jasmani, olahraga dan kesehatan siswa kelas X Boga 1