• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFISIENSI MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR : Studi Evaluatif tentang Mengulang Kelas dan Putus Sekolah pada SDN Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFISIENSI MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR : Studi Evaluatif tentang Mengulang Kelas dan Putus Sekolah pada SDN Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

EFISIENSI MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN

SEKOLAH DASAR

(Studi Evaluatif tentang Mengulang Kelas dan Putus Sekolah

pada SDN Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001)

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian

persyaratan memperoleh gelar ^agister Pendidikan

Program Studi Administrasi Pendidikan

Oleh:

IIS RAHMAT HIDAYAT

NIM.999671

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

DISETUJUI

OLEH:

Prof. Dr. H. Tb. ABIN SYAMSlJPEtfN MAKMUN, MA

Pembkrtmng I

Uh

Prof. Dr. H. DJAM'AN SATORI, MA

Pembimbing II

PROGRAM P ASC ASARJANA

RSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

. P"'. ;rT7T>

BANDUNG

(3)

DIKETAHUI DAN DISAHKAN

Oleh:

KETUA PROGRAM STUDI

ADMINiSTRASl PENDIDIKAN

PPS - UI

Prof. Dr. H. Tb, AB1N SYAMgk90DIN MAKMUN, MA

PROGRAM PASCASAR)ANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUN G

(4)

ABSTRAK

Efisiensi Manajemen Sistem Pendidikan Sekolah Dasar (Studi Evaluatif tentang

Mengulang Kelas dan Putus Sekolah pada SDN Kabupaten Indramayu Tahun

2000/2001). Tesis. Program Administrasi Pendidikan Pascasarjana Universitas

Pendidikan Indonesia Bandung, 2001.

Ketika pendidikan menawarkan diri sebagai solusi yang paling tepat

dengan

menempatkan

manusia

sebagai

komponen

terdepan,

telah

mengharuskan para pakar membuka mata dan memutar otak untuk

menemukan suatu strategi penyelenggaraan pendidikan yang profesional. Pada

sisi Iain, tuntutan masyarakat semakin tinggi dan selalu mengharapkan kuaktas

di atas sebagai bentuk pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah. Termasuk

penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Dasar. Indah memang harapan tersebut

dibanding kenyataan yang dialami saat ini. Namun semua itu dapat divvujudkan

bila mana semua komponen pendidikan menaruh perhatian serius untuk

mewujudkan kuaktas.

Program wajib belajar yang dicanangkan sangat manusiawi, tidak serta

merta dapat dilaksanakan secara baik dan gamblang. Masalah mengulang kelas

yang berbuntut pada putus sekolah tetap saja menjadikan sekolah belum efisien.

Masalah ini sangat menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan ilmu

manajemen. Untuk ini dkumuskan masalah berbunyi: 'Apakah efisien

manajemen sistem pendidikan yang dilaksanakan Pihak Pengelola dalam

mengatasi masalah mengulang kelas dan putus sekolah di SDN Kabupaten

Indramayu PropinsiJawa Barat?"

Penektian yang dilaksanakan ini menggunakan pendekatan kualitatif

dengan mendeskripsikan data lapangan atau temuan-temuan dan dianalisis

melalui perbandingan teori yang relevan. Dari hasil anaksa diketahui bahwa

secara umum Mengulang Kelas dan Putus Sekolah disebabkan Tingkat

kemampuan belajar rendah, ekonomi lemah, budaya kawin muda, kebiasaan

mengasuh adik, serta anak dijadikan partner kerja orang tua.

Dari hasil analisis efisiensi, diperoleh kesimpulan bahwa secara umum

kinerja manajemen guru kelas, kepala sekolah atau solusi yang dilaksanakan

pihak masyarakat setempat dalam mengatasi masalah mengulang kelas dan

putus sekolah ternyata belum efisien. Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan

yang signifikan terhadap peningkatan persentase mengulang kelas dan putus

sekolah dari tahun ke tahun. Oleh karena itu diperlukan peningkatan frekuensi

diskusi, penataran atau peningkatan koordinasi yang sokd bagi tenaga pengajar

setempat serta optimaksasi faktor internal dan eksternal murid yang menunjang

terwujudnya efisiensi manajemen sistem sekolah.

(5)

DAFTARISI

UCAPAN TERIMA KASIET i

SURAT PERNYATAAN ....,,...,.,,...,,.,.,.,... iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABET viii

DAFTAR GAMBAR ix

ABSTRAK x

BAB I PENDAHULUAN 1

A T atar Belakana Masalah- . . . 0 1„

LS. I V . 1 U 1 U J U 1 U 1 I K J t I \ . I l V . l l VJLlt.1 I X-L

C. Tujuan Penelitian 13

D. Paradi^ma Penelitian 16

1 ^ . 1 T 1 U 1 U U U L I V i l V A J IJH4J I - 4^\_/

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN , 21

A, Konsensi dan Kineria Manaiemen Sistem

1 * . - J l \ . l . I V * A . r v M J I ^ _ X

1. Konseosi Manaiemen Sistem Pendidikan ... 21

2. Konsepsi Kineria Manajemen Sistem

Pendidikan van? Efisien 23

xj. i KjcyihL xVAClbcilctii i v i ^ j L i i i w l d l l i i Pvt;iclJ u u n

Putus Sekolah dalam Manajemen Sistem

Pendidikan 26

B. Masvarakat. Sekolah dan Kelas 29

C. Posisi Murid dalam Kelas 33

D. Mengar>a Murid Men^ulan^ Kelas . 36

1. Pcngcrtian Mengulang Kelas 37

r \ t - ' " 1 . . t - ' 1 . T-» l l l k i T 1 T ^ 1 ^ r t

z.. raKior-raKior renyeDao ivienguiang iveias . do

3. Alternatif Pemecahan Mengulang Kelas .... 41

4. Kriteria Pemecahan Meneulane Kelas

yang Efisien 44 ^

E. Mengapa Murid Putus Sekolah 49

1. Pengertian Putus Sekolah 49

2. Faktor-Faktor Penyebab Putus Sekolah .... 50

3. Alternatif Pemecahan Putus Sekolah 53

4. Kriteria Pemecahan Putus Sekolah vane

Efisien 55

(6)

F. Siapa yang Berkompeten Mengatasi Masalah

Mengulang Kelas dan Putus Sekolah Murid Sekolah Dasar

G. Urgensi TQM dalam Pemecahan Masalah

Mengulang Kelas dan Putus Sekolah

63

H. Kajian Studi Yang Relevan 67

BAB 111

PROSEDUR PENELITIAN

72

A. Metode yang digunakan

7?

B. Subjek dan Lokasi Penelitian 73

C. Alat dan Teknik Pengumpulan Data

74

D. Pelaksanaan Penelitian y(j

E. Teknik Anaksis dan Penafsiran Data 80

BAB IV

HASIL PENELITIAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN..

83

A. Hasil Penelitian Lapangan 83

1. Kondisi Mengulang Kelas Murid Sekolah

Dasar Kabupaten Indramayu Jawa Barat 83

1) Faktor Penyebab Murid Mengulang Kelas

..

87

2) Kinerja Manajemen Guru Kelas 94

3) Kinerja Manajemen Kepala Sekolah 101

4) Solusi Pihak Masyarakat 108

2. Kondisi Putus Sekolah Murid Sekolah

Dasar Kabupaten Indramayu Jawa Barat 113 1) Faktor Penyebab Murid Putus Sekolah 113

2) Kinerja Manajemen Guru Kelas 119

3) Kinerja Manajemen Kepala Sekolah 123

4) Solusi Pihak Masyarakat 126

B. Pembahasan Temuan Penektian 130

1. Efisiensi Manajemen Sistem Pendidikan Dalam

Dalam Memecahkan Masalah Mengulang Kelas

Murid SDN Kab. Indramayu 131

1) Analisis Faktor Penyebab Mengulang Kelas

131

2) Efisiensi Kinerja Manajemen Guru Kelas 134

3) Efisiensi Kinerja Manajemen Kepala SDN

138

4) Efisiensi Solusi Masyarakat Setempat

143

2. Efisiensi Manajemen Sistem Pendidikan Dalam

Memecahkan Masalah Putus Sekolah Murid

SDN Kab. Indramayu ,, 145

1) Analisis Faktor Penyebab Putus Sekolah .... 146

v n

(7)

2) Efisiensi Kinerja Manajemen Guru Kelas

....

149

3) Efisiensi Kinerja Manajemen Kepala SDN

...

153

4) Efisiensi Solusi Masyarakat Setempat

155

BAB V PENUTUP

lt>4

A. Kesimpulan -1^

13. Implikasi -.,,

C. Rekomendasi . 1^-7

16/

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMP1RAN

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Subjek dan Lokasi Penelitian 74

2. Karakteristik Sekolah dan Kondisi Murid pada beberapa

SDN Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001 84

3. jumlah Murid Mengulang Kelas setiap kelas pada

beberapa SDN Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001

...

86

4. lingkat Pendidikan Guru beberapa SDN Kabupaten

Indramayu Tahun 2000/2001

'

.

" " *

'

uv

s i

5 Tingkat Pendidikan dan Masa Tugas Kepala SDN

Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001 102

6. Jumlah Murid Putus Sekolah setiap kelas pada beberapa

SDN Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001 114 7. Kohort (Arus Murid) SDN Paoman IV

Kabupaten Indramayu 150

8. Kohort (Arus Murid) SDNKenanga I

Kabupaten Indramayu K,l

9. Kohort (Arus Murid) SDN Kenanga II

Kabupaten Indramayu 152

10. Kohort (Arus Murid) SDN Kar&nganyar II

Kabupaten Indramayu I53

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Paradigma Penektian 17

2. Perbedaan antara Keahlian dan Fungsi dalam koridor

Manajemen 23

3. Kedndukan Mengulang Kelas dan Putus Sekolah dalam

v/ilayah Adrnirtistrasi Pendidikan 28

4. Posisi Murid dalam Kelas ..,,...,., ,, s 34

5. Interaksi Belaiar Mengaiar 39

6. Model Sekolah denean belaiar dalam kondisi "Fun" 57

7. Peranan,. Tugas dan Konteks Kepemimpinan Ker>ala

Sekolah 62

8. Persentase Angka Mengulang Kelas sebagai Indikasi

ii jLUIlUjlwiilCl i. i_iil»JJL^iliJi _L J/O

9. Persentase Angka Putus Sekolah sebagai Indikasi

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab pertama terdki dari: (1) latar belakang masalah, (2) permasalahan

penelitian, (3) tujuan penelitian, (4) paradigma penelitian, dan (5) manfaat

penektian. Secara berurutan dikemukakan dalam uraian berikut:

A. Latar Belakang Masalah

Tatkala Indonesia dipandang sebagai cikal bakal kekuatan baru dalam

percaturan dunia dengan menempatkan teknologi sebagai dasar pembangunan,

akhirnya sirna manakala sejak penghujung masa pemerintahan orde baru badai krisis melanda bangsa dan ternyata bukan semata-mata disebabkan oleh faktor

ekonomi. Ada faktor lam yang turut mempengaruhi semua itu, seperti

kepercayaan semakin menipis yang justru merambah sampai pada lapisan kehidupan masyarakat atau pelaku pemerintahan paling bawah. Dampak yang

dirasakan bagi pegawai pemerintah di tanah air - terutama di kalangan birokrat

- adalah hujatan serta pekik nada-nada yang tidak sedap didengar telinga,

kendati yang berbuat tidak sesuai tuntutan dan harapan masyarakat hanya di

kalangan terbatas.

Sukt dipungkki bahwa keberadaan seseorang dalam sebuah tatanan

organisasi sebagai suatu sistem, mau tidak mau akan mempengaruhi pola dan

perilaku bersangkutan. Kendati paradigma ini bertolak belakang dengan

keinginan publik atau pihak yang " concern" terhadap kebenaran hakiki, namun

(11)

pada masa yang sama mereka akan selalu terabaikan, bahkan terasing dalam

organisasi dan dunia mereka sendiri. Mengapa perlu demikian? Padahal di

negara raksasa seperti di Amerika Serikat, David Osborn dan Ted Gaebier (1999)

yang mengutip tulisan George Latimer, mantan Wakkota St. Paul berkata

tentang sistem dalam tuturan sederhana yaitu: "semakin tua saya semakin yakin

bahwa agar benar-benar berjalan semua program hams dimiliki oleh masyarakat

yang akan dilayani. Ini bukan sekedar retorika melainkan kenyataan. ]adi, harus

ada kepemihkan".

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa dalam sistem kehidupan

ini yang menempatkan secara bersama posisi pemerintah sebagai kekuatan

sebagai pendayung, tidak semata-mata menjadi berhasil dari hasil dayungannya,

tetapi juga menempatkan masyarakat sebagai komponen sistem yang diberikan

tanggung jawab tertentu sehingga mereka mempunyai rasa memiliki dari apa

yang akan dikerjakan secara bersama tersebut. Khanya pandangan ini harus

diterjemahkan lebih luas dalam melihat manusia agar tunduk kepada sistem.

Idealnya, manusia sebagai komponen terpenting dalam gugus sistem harus

berupaya bagaimana sistem dijadikan komoditi percepatan pencapaian tujuan,

bukan larut dalam sistem, apalagi hanya berpihak pada keuntungan semu dan

kelompok tertentu.

Tidak kalah pentingnya ketika M. Fernandez Ferez (1982) berkata bahwa

suatu sistem yang dkancang bagi sebagian kecil di zaman kemajuan ini,

(12)

it

E

0

4&&

berharap untuk mempelajari semua yarx^^^g^^^agi kehidupan intelek dan

profesinya dalam beberapa tahun dengan cepat menjadi ketinggalan ketika

pendidikan diperluas menjadi pendidikan untuk masa dan ruang lingkup

pengetahuan meningkat sernakm cepat selama waktu perubahan.

Barangkali di sini letaknya bahwa perubahan dan pergeseran pola kehidupan dapat terjadi bilamana seseorang atau kelompok yang lebih besar

sepakat melakukan reinventing bagi tatanan kehidupan, namun perubahan

tersebut dalam koridor integritas yang mengutamakan kepentingan nilai-nilai

bersama. Artinya perubahan dilakukan tatkala nilai-nilai kehidupan yang hakiki

menjadi bagian terpisahkan dengan menata kembak nilai-nilai dalam sistem

poktik, sosial, budaya, ekonomi bahkan sistem tata pemerintahan suatu negara

harus diletakkan pada proporsi sebenarnya.

Tidak berlebihan dalam upaya memahami kondisi ini, pendidikan

menawarkan dki sebagai solusi yang paling tepat dengan menempatkan

manusia sebagai komponen terdepan. Pendidikan dimaksud adalah pendidikan

yang diselenggarakan secara profesional yang mengutamakan aspek-aspek

kuaktas, keadilan dan pemerataan. Diakui sulit mewujudkan pendidikan seperti

yang diharapkan, terbukti selalu menjadi bahan konsumsi dalam

seminar-seminar atau pertemuan formal lamnya. Pendidikan yang diharapkan ini harus

dilihat dari berbagai aspek kepentingan, sehingga setiap masalah mendapat

porsi untuk diperbaiki dan dikembangkan atau bahkan dijadikan peluang

(13)

Semua masyarakat sepakat membutuhkan dan mendambakan pendidikan protesional. Pertanyaan yang segera timbul dan melintas dalam pikkan kita adalah bagaimana pendidikan profesional diselenggarakan? untuk siapa? dan

siapa yang semestinya bertanggung-jawab secara teknis operasional? Indonesia

sejak beberapa dekade menyatakan perang terhadap buta huruf seiring dengan

kebijakan mempertinggi tingkat pendidikan masyarakat. Kebijakan mulia yang

sangat manusiawi dan edukatif diformulasikan dalam program-program yang

relevan. Kendati program buta huruf diarahkan agar peserta didik yang

memiliki usia dewasa - usia tua, menikah, terutama di pedesaan - yang sangat

rentan terhadap menularnya penyakit kebodohan. Beberapa tahun berselang,

muncul kebijakan baru secara simultan merupakan terobosan yang diprakarsai

secara bersama oleh pemerintah di negara-negara Asia untuk melaksanakan

kewajiban belajar bagi semua anak di Sekolah Dasar mulai tahun 1980. Lebih

lanjut dikenal dengan sebutan "Rencana Karachi". Di Indonesia dinamakan

Program Wajib Belajar Sekolah Dasar yang juga diaplikasikan dalam pendidikan

sederajat melalui Departemen terkait dan atau dalam pendidikan luar sekolah.

Tatkala Program Wajib Belajar mendapat respon positif dari masyarakat,

pemerintah kembali melanjutkan sampai tingkat SLIP atau Program Wajib

Belajar Sembkan Tahun

Program Wajib Belajar yang dkaksanakan melalui satuan pendidikan,

terutama di lembaga pendidikan formal mendapat perhatian serius dari

(14)

tanah air, sehingga sukt membedakan antara SD Inpres dan SD Non Inpres.

Pada awal kebijakan ini harus diacungkan jempol manakala lapisan masyarakat

bawah dapat "mengenyam" pendidikan sebagai konsekuensi lokasi sekolah

berdekatan dengan tempat tinggal. Mengingat pada sisi lain kebutuhan

berkembang, terutama gencarnya tuntutan untuk mengejar kuaktas, kebijakan

pembangunan gedung dalam jumlah relatif besar menjadi persoalan baru.

Masalah kekurangan guru tetap saja menjadi agenda klasik, persoalan efisiensi

mengedepan sejalan dengan tuntutan terhadap penyelenggaraan pendidikan

yang profesional. Anak usia sekolah masih saja belum tertampung atau pada

saat yang sama juga terkhat keengganan bersekolah, angka tinggal kelas dan putus sekolah tetap saja menjadi bagian integral dalam catatan kelas menyebabkan pengambil kebijakan harus "memutar otak" untuk menemukan

solusi terbaik dalam mengatasi persoalan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pada bagian yang berbeda peran masyarakat diperlukan dalam

pendidikan. Futuristik dan rekayasa menuju era global harus dijadikan tatanan

dunia baru justru mengalami kejayaan apabila dilapisi kekuatan dari suatu sistem. Sistem pendidikan yang kokoh dan menyentuh kepentingan semua

merupakan jaminan kekuatan suatu negara dalam menghadapi tantangan

globaksasi. Bukan itu saja, dalam lingkup yang lebih sederhana, kekuatan baru

ini dapat mengatasi persoalan urgens di sekeliling kelas sebagai organisasi

(15)

Dalam pandangan makro disadari bahwa permasalahan kelas relatif ringan dan dalam posisi paling kecil, namun pada sisi lain bka masalah-masalah

kelas saja tidak dapat diatasi secara baik apalagi sampai menggerogoti

kepentingan murid sebagai subjek pendidikan, maka akan memikki dampak keberhaskan pendidikan secara komprehensif. Dalam UU No. 2 Tahun 1989, ditegaskan bahwa peserta didik mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan. Upaya tersebut dimiliki peserta didik melalui kegiatan belajar setiap saat dalam perjalanan hidup serta

mendapatkan bantuan faskitas sesuai persyaratan yang berlaku. Selaras dengan

tuntutan hak ini, kepada peserta didik juga dikenakan kewajiban untuk

menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, mematuhi peraturan dan

menghormati guru serta memelihara faskitas belajar yang ada di setiap kelas. Dalam Undang-undang di atas, posisi murid sebagai peserta didik menjadi dominan, baik dalam jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Fokus perhatian di sini terarah pada sekolah sebagai satuan pendidikan

yang mengenal sistem administrasi yang relatif baik dari jalur pendidikan

lakmya. Semua anak yang masuk dalam sistem pendidikan sekolah melalui pendaftaran dan secara otomaris menjadi tanggung jawab sekolah. Tanggung jawab yang amat berat bukan menjaga, mengajar murid dalam kurun waktu 7

jam sehari, melainkan bagaimana mereka mampu mengaktualisasikan dki

dalam kehidupan bermasyarakat setelah memperoleh berbagai rklai dari

(16)

Jika dihubungkan dalam fakta keseharian apa yang terjadi sesungguhnya tentang murid di Sekolah Dasar, tidak perlu menutup mata karena masih banyak

masalah yang mengganggu pelaksanaan kegiatan pendidikan secara efektif,

terutama dalam koridor kuaktas, keadkan dan pemerataan. Fenomena yang

dapat diketengahkan berdasarkan prasurvey pada beberapa sekolah (SD) di

Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat antara lain:

(1) terdapat 18.519 anak usia sekolah 7-12 tahun yang belum tertampung di

Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah atau dipersentasekan sebesar 9,13%.

Angka ini sangat mempengaruhi terhadap kesuksesan pelaksanaan program

wajib belajar di kabupaten penghasil minyak bumi tersebut;

(2) hingga saat ini terdapat kekurangan guru Sekolah Dasar dan Madrasah

Ibtidaiyah sebanyak 1.304 orang, atau sebesar 16,03%. Angka tersebut relatk besar, apalagi dihubungkan dengan keberadaan mereka sebagai tenaga pengajar profesional, sementara formasi pengangkatan relatif terbatas sebagai konsekuensi keuangan negara terbatas. Tentunya sangat bertolak

belakang apabka masalah ketenagaan ini - khusus gaji guru - dikelola

sepenuhnya oleh Pemerintah Kabupaten;

(3) ketersediaan buku ajar dan buku penunjang di sekolah-sekolah tertentu atau di kecamatan dengan radius jarak tempuh jauh dari kota kabupaten sangat terbatas. Buku pelajaran yang digunakan murid yang sesuai dengan uraian

materi pelajaran berdasarkan kurikulum terbaru dirasakan sangat kurang.

(17)

/.^ • V^.

V\ *•> ^^BptB waste1

rendah serta perhatian terhadap pendidikan anak rrbsj^^^m^diJTngkatkan,

terutama dalam rangka menyukseskan peorgram wajib belajar;

(4) masih ada sebagian dikalangan guru Sekolah Dasar yang belum melaksanakan disipkn kelas secara baik sesuai dengan tata tertib yang

disepakati sekolah. Sebagai konsekuensi dari kenyataan ini masih terkhat

anak-anak yang sering terlambat datang (masuk) sekolah atupun "bolos"

pada jam-jam tertentu. Dari pengamatan sementara yang dilakukan

beberapa minggu diketahui bahwa ada murid Sekolah Dasar tertentu yang

terkesan kurang disipkn dipredikasi berasal dari lemahnya kepemimpinan

guru kelas di sana;

(5) angka tinggal kelas masih besar. Dari data Kantor Depertemen Pendidikan Nasional Kabupaten Indramayu diperoleh informasi bahwa terdapat 2.654 murid Sekolah Dasar yang dinyatakan tinggal kelas pada tahun pelajaran 2000/2001 atau sebesar 1,24%. Jumlah yang relatif besar ini harus dilihat

sebagai fenomena menarik untuk dianaksis guna menemukan akar

pemasalahannya dan selanjutnya diberikan solusi yang efektif;

(6) demikian halnya angka putus sekolah masih dikategorikan besar bka

dibanding kondisi masyarakat di zaman modern yang merasa "malu" bka

tidak bersekolah. Dari catatan kantor yang sama diperoleh informasi bahwa

terdapat sejumlah 638 murid putus sekolah. Dipredikasi banyak faktor

(18)

penuturan lugu beberapa orang tua sebagai budaya turun temurun "kawin

muda".

Menyikapi fenomena pendidikan di atas, ada sejumlah kasus yang

dialami murid Sekolah Dasar Kecamatan tertentu di Kabupaten Indramayu

Propinsi Jawa Barat dan apabka diabaikan pasti berbuntut pada semakin

jauhnya pencapaian tuntutan kuaktas Sumber Daya Manusia setempat.

Demikian juga, bila kondisi itu terus berlanjut tidak salah bila dikatakan bahwa

masa depan kabupaten ini - rakyat di sana - hanya sebagai penonton di negeri

sendki, terutama dalam menyukseskan program pemerintah mengeksplorasi

minyak bumi sebagai sumber yang potensial penyumbang dana daerah di Propinsi Jawa Barat. Fenomena itu harus dilihat sebagai embrio masalah besar di

masa yang akan datang dan harus diterjemahkan oleh semua pihak-pihak

berkepentingan secara ark dan bijaksana dengan menempatkan posisi murid

sebagai sasaran utama.

Bka sepakat menempatkan sumber permasalahan besar di masa depan

adalah keterabaian pelayanan pendidikan bagi setiap murid dari pengembangan

potensi kecerdasan pada masa kini, mau tidak mau solusi yang efektif harus

dkakukan dengan kebijakan holistik serta harus menyentuh kepentingan murid

secara langsung. Kondisi yang tidak dknginkan bersama tentunya sikap arogansi

(19)

dimungkinkan menjadi terkotak-kotak, terpecah belah dan tidak dapat disangkal

penjajah kembak mengeruk hask bangsa. Demikian dahsyatnya dampak

kelalaian tenaga pendidik dan orang tua dalam memberikan dorongan untuk

belajar dan melaksanakan pendidikan di bangku persekolahan, maka pengambil

kebijakan di kabupaten ini harus melakukan kegiatan faktual dan menentukan strategi pemecahan bagaimana caranya mengatasi masalah putus sekolah atau tinggal kelas yang efektif sesuai permasalahan setiap kecamatan, terutama

kecamatan-kecamatan yang dikategorikan sangat prihatin.

Bila dihubungan antara fenomena di atas dengan kondisi Kabupaten Indramayu yang terdki atas 22 kecamatan, 8 kelurahan serta 310 desa memiliki

jumlah penduduk relatif besar yakni 1.561.679 jiwa sebenarnya pada batas-batas

tertentu karena masih banyak di antara putra daerah yang memiliki pola pikir

maju ke depan bahkan bertaraf internasional untuk dapat diberdayakan dalam

rangka menjawab kebutuhan setempat, sehingga "image" pejabat pusat tentang

rendahnya kuaktas dapat dihentikan atau setidaknya dapat diminimalkan pada

titik yang paling rendah.

Demikian besar tuntutan daerah, sementara permasalahan keck di

kngkungan kelas saja masih banyak yang belum tuntas diselesaikan secara

bijaksana, apalagi terkesan adanya sikap yang belum memberdayakan potensi

(putra daerah) sebagai mitra dalam mengatasi persoalan pendidikan di Sekolah

(20)

secara baik dan jelimet sehingga *^.^l|^^f^>r^faktor penyebab

permasalahan itu terjadi, terutama berka^rfi^d^rig^rr^a^alah yang sangat

prinsip yakni tinggal kelas dan putus sekolah bagfcmurid-murid Sekolah Dasar

di Kabupaten Indramayu.

Mengingat masalah tinggal kelas dan putus sekolah merupakan bagian

penting dalam sistem kuaktas pendidikan, maka untuk kepentingan studi ini

akan dilihat dari kacamata Administrasi Pendidikan, sesuai dengan program

studi yang ditekuni saat ini pada Program Pascasarjana Universitas Pendidikan

Indonesia.

B. Permasalahan Penektian

Dalam menempuh pendidikan dari tkigkat Sekolah Dasar sampai

dengan SLTP tentunya tidak semua anak beruntung dan dapat bersekolah secara lancar. Kondisi itu terjadi disebabkan berbagai faktor, seperti mengalami tinggal kelas lalu mengulang kelas dan sebagian di antara mereka ada pula yang putus

sekolah baik disebabkan tinggal kelas atau penyebab aturan sekolah dan

masalah ekonomi keluarga yang pada gilirannya mengalami frustrasi serta

merasa malu.

Tinggal kelas dan putus sekolah merupakan suatu kondisi yang tidak dknginkan oleh siapa saja, termasuk murid itu sendki yang pada dasarnya

merasa kecewa, malu dan rendah dki. Konsekuensi lain yang ditimbulican dari

(21)

12

pihak sekolah. Yang jelas, anak tinggal kelas kemudian mengulang kelas akan mengurangi daya tampung sekolah. Artinya pada sisi lain mereka merugikan anak-anak lain untuk memperoleh layanan pendidikan yang baik.

Berdasarkan pernyataan di atas, guna memfokuskan studi pada dua

agenda tersebut akan dirumuskan masalah penelitian yang berbunyi sebagai

berikut:

Apakah efisien manajemen sistem pendidikan yang dilaksanakan Pihak

Pengelola setempat dalam mengatasi murid mengulang kelas dan putus sekolah di Sekolah Dasar Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat?

Oleh karena masalah yang dkumuskan di atas masih bersifat umum, maka dipandang perlu untuk memformulasikan dalam penjabaran yang lebih

khusus seperti dua pokok masalah mekputi:

1. Bagaimana masalah mengulang kelas bisa terjadi bagi murid Sekolah Dasar

di Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat?

1) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan murid-murid di Sekolah Dasar Kabupaten Indramayu mengalami tinggal kelas (mengulang kelas)?

2) Bagaimana kinerja manajemen guru kelas dalam mengatasi masalah

mengulang kelas yang dkakukan saat mengajar di kelas atau pada

kesempatan yang berbeda?

3) Bagaimana kinerja manajemen Kepala Sekolah sebagai pknpinan

organisasi dalam rangka mengatasi masalah mengulang kelas bagi

(22)

4) Bagaimana pula solusi yang dilakukan oleh masyarakat, baik melalui

Pengurus BP3 maupun pihak orang tua sebagai mitra sekolah dalam

rangka mengatasi masalah mengulang kelas?

2. Mengapa putus sekolah bisa terjadi bagi murid-murid di Sekolah Dasar Kabupaten Indramayu Propinsi Jaw^a Barat? Masalah ini akan dijawab

melalui pertanyaan berikut:

1) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan murid Sekolah Dasar di

Kabupaten Indramayu mengalami putus sekolah?

2) Bagaimana kinerja manajemen guru kelas dalam mengatasi masalah

putus sekolah yang dilakukan di kelas atau pada kesempatan yang

berbeda?

3) Bagaimana efisiensi kuaktas kinerja manajemen Kepala Sekolah sebagai pimpinan organisasi sekolah dalam mengatasi masalah putus sekolah? 4) Solusi apa yang dilakukan oleh masyarakat, baik melalui Pengurus BP3

maupun pihak orang tua sebagai mitra sekolah dalam menyelenggarakan

pendidikan yang baik sehubungan dengan penanggulangan masalah

putus sekolah di Sekolah Dasar tersebut?

C. Tujuan Penektian

Tujuan umum penektian adalah mendapatkan gambaran yang jelas dan

(23)

14

yang terkbat dalam permasalahan mengulang kelas dan putus sekolah di Sekolah Dasar Kabupaten Indramayu. Gambaran yang dimaksud merupakan kondisi nyata yang dialami sekolah bersangkutan sehingga akan diteinukan makna tertentu ataupun nilai-nilai keungguian dalam praktek dan teoretik terhadap upaya mencari faktor-faktor penyebab melalui implementasi manajemen yang efisien dkakukan oleh pihak sekolah dan masyarakat.

Dengan penelitian yang diarahkan kepada dua agenda penting ini akan

tergambar secara menyeluruh tentang kuaktas sekolah, karena kegagalan

pihak-pihak berkepentingan di sekolah mengatasi berbagai persoalan murid

-mengulang kelas dan putus sekolah - akan berpengaruh langsung terhadap

keberhasilan sekolah. Diasumsikan bahwa keberhasilan sekolah yang paling

dominan ditentukan oleh keberhasilan murid sekolah setempat, seperti lulus

tepat waktu dengan catatan utama adalah angka mengulang kelas dan putus sekolah mendekati titik nol.

Di samping itu, secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hal-hal sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan, mengevaluasi dan menafskkan temuan penektan tentang masalah tinggal kelas bagi murid Sekolah Dasar di Kabupaten Indramayu

Propinsi Jawa Barat;

1) Faktor-faktor yang menyebabkan murid di Sekolah Dasar Kabupaten

Indramayu Propinsi Jawa Barat yang mengalami tinggal kelas atau

(24)

15

2) Efisiensi kinerja manajemen guru kelas sekolah dasar dalam mengatasi

masalah mengulang kelas pada saat KBM berlangsung atau dalam situasi

lainnya;

3) Efisiensi kinerja manajemen Kepala Sekolah sebagai pimpinan organisasi

dalam rangka mengatasi masalah tinggal kelas;

4) Efisiensi solusi yang dkakukan oleh masyarakat, baik melalui Pengurus

BP3 maupun pihak orang tua sebagai mitra sekolah dalam mengatasi

masalah tinggal kelas;

2. Mendeskripsikan, mengevaluasi dan menafsirkan masalah putus sekolah

murid-murid Sekolah Dasar di Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat;

1) Faktor-faktor yang menyebabkan murid Sekolah Dasar di Kabupaten

Indramayu mengalami putus sekolah;

2) Efisiensi kinerja manajemen guru kelas dalam mengatasi masalah putus

sekolah baik dalam antisipasi maupun mengajak anak-anak tersebut

kembak bersekolah;

3) Efisiensi kinerja manajemen Kepala Sekolah sebagai pimpinan organisasi Sekolah Dasar di Kabupaten indramayu Propinsi Jawa Barat dalam rangka mengatasi masalah putus sekolah;

4) Efisiensi solusi masyarakat setempat, baik melalui Pengurus BP3 maupun

(25)

16

D. Paradigma Penelitian dan Premis

Tinggal kelas dan putus sekolah dipandang sangat merugikan anak

bersangkutan, orang tua dan pemerintah. Di akui bahwa setiap anak akan

merasa kecewa apabila tinggal kelas dan anak-anak tertentu akan mengulang

kembali untuk berupaya dapat belajar sesuai dengan harapan yakni naik kelas.

Akan tetapi, tidak semua anak yang tinggal kelas selanjutnya mengulang kelas

dan apabila atau tekanan tertentu, termasuk rasa malu menyebabkan mereka

mengambk keputusan untuk berhenti bersekolah.

Anak tinggal kelas dan putus sekolah di tingkat Sekolah Dasar sangat

mengganggu pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar, apabila tidak

ditangani secara serius akan menjadi beban bagi pemerintah yang juga akan

berdampak pada persoalan ketenagakerjaan, ekonomi bahkan membuka

peluang untuk berkembangnya penyakit sosial, seperti tawuran, narkoba,

kenakalan yang menggangu ketertiban umum atau degradasi moral dengan

mencuri dan tindakan sejenisnya.

(26)

(IQ) Bakat Khusus Pvlotivasi Minat Kematangan; Kesiapan Sikap Kebiasaan DIE Sosiail BP3

Gun Orang Tua

Sarana /

! Dana I

T i I

/

KINERJA IVISPrf EFISIENSI >

WAJAR DiKDAS SD TERCAPAI PUTLiS SEKOLAH H Fisik dll

Po itik Budaya

Ekonomi

[image:26.595.82.544.78.587.2]

UMPAN 8 AUK

Gambar -i

Paradigma Penelitian

100%

~ Naik Kelas

(27)

19

tepat, juga dibutuhkan Kinerja Manajemen Sistem Pendidikan yang efisien

dengan menemukan faktor penyebab dan memberikan solusi yang efektk, maka

pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar akan tercapai. Artinya

pencapaian program wajar terwujud yang ditandai dengan semua murid naik

kelas, dan tidak seorangpun yang keluar sekolah (putus sekolah). Kelemahan

dan keunggulan dapat diketahui melalui studi ini sehingga dkiarapkan dapat

memberikan umpan balik dalam mengatasi masalah tersebut di masa yang akan

datang.

Sementara itu, ada sejumlah premis yang dijadikan landasan penektian

ini sebagai berikut:

(1) kcgiatan manajemen akan bermuara pada produktivitas. Sedangkan secara

komprehensif manajemen dalam sistem pendidikan akan bermuara pada

produktivitas sekolah sebagai bentuk identifikasi keberhaskan dan

kegagaian. Sekolah yang produktif itu ditandai optimalisasi fungsi administratif, fungsi psikologi dan fungsi ekonomi (Alan Thomas, 1971). (2) sedangkan optimaksasi fungsi administratif, fungsi psikologi dan fungsi

ekonomi ditandai efisiensi tertentu. Manajemen sistem pendidikan yang

efisien dkihat dari rendahnya mengulang kelas dan putus sekolah (Ace

Suryadi, 1999). Kondisi mengulang kelas dan putus sekolah justru

disebabkan masalah pribadi murid (internal) dan masalah luar dki

(eksternal) yang membutuhkan penanganan serius agar setiap murid tetap

(28)

20

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat dipetik dari penektian ini, secara teoritis adalah

memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk dijadikan informasi pembuatan kebijakan dalam melaksanakan program

wajib belajar pendidikan dasar.

Selanjutnya, penektian ini memberikan manfaat dalam upaya mengetahui

perbedaan sumber-sumber penyebab terjadinya masalah tinggal kelas dan putus

sekolah serta solusi yang dkakukan oleh setiap pihak-pihak berkompeten baik

secara individu maupun kelembagaan. Informasi ini bermanfaat dalam meneliti

faktor-faktor lain yang berpengaruh secara langsung terhadap masalah tersebut.

Sedangkan secara praktis memberikan manfaat yang tidak ternilai

manakala dijadikan bahan pertimbangan bagi guru, kepala sekolah, pengurus BP3 setempat serta tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki " concern" terhadap pendidikan dalam kebijakan memkumalkan derajat tinggal kelas dan putus

sekolah di Sekolah Dasar.

Mengingat studi yang dkakukan ini terbatas dalam satu kabupaten

balikan tidak semua kecamatan disoroti, maka peluang penektian yang sama

dalam aspek dan wilayah tertentu sangat terbuka lebar. Seyogyanya penelitian

tersebut mengarah kepada studi komparatk dengan membandingkan hask

(29)
(30)

BAB m

PROSEDUR PElviElJrriAN

Pada bab ini dikemukakan tentang prosedur penelitian yang berkaitan

dengan: (1) metode, (2) subjek dan lokasi penektian, (3) alat dan teknik

pengumpulan data, (4) pelaksanaan penektian lapangan, serta (5) teknik analisa

dan penafskan data. Untuk lebih jelas, dapat diperhatikan uraian berikut.

A. Metode Yang Digunakan

Mengingat masalah yang dikaji dikategorikan masalah sosial dalam

konteks pendidikan dkakukan dalam situasi wajar "natural setting", maka

metode yang digunakan adalah "Metode Kualitatif. Nasution (1996 : 5)

menyebutkan hakekat penektian kualitatif ialah mengamati orang dalam

lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami

bahasa dan tafskan mereka tentang dunia sekitarnya.

Berdasarkan pandangan tersebut, masalah mengulang kelas dan putus

sekolah yang dialami siswa di Sekolah Dasar akan diamati, dipahami dan

ditafsirkan secara cermat yang bukanlah mencari kebenaran mutlak. Akan

tetapi melihat masalah itu dari segi pandangan peneliti, dari pandangan

responden yang disepakati denganmasyarakat ilmuwan lainnya.

(31)

73

Dalam penggunaan metode kuaktatif seperti dikemukakan terdahulu,

penekti memaparkan data-data lapangan sesuai dengan pokok masalah secara

rinci dan selanjutnya dianalisis dengan menafskkan setiap data dan informasi

yang digak dari lapangan melalui perbandingan teori yang relevan.

B. Subjek dan Lokasi Penelitian

Subjek penektian di sini merupakan sumber data atau informan yang memberikan data/informasi berkaitan dengan faktor-faktor penyebab masalah mengulang kelas dan putus sekolah bagi murid Sekolah Dasar. Informan tersebut dikelompokkan kepada mereka yang terkbat secara langsung dalam

kepentingan pengajaran di kelas, serta untuk kepentingan kelengkapan data

terbuka kemungkinan menghimpun dari pihak-pihak tertentu yang juga

mengetahui secara jelas tentang masalah ini.

Dua sumber yang disebut-sebut tersebut adalah unsur-unsur sekolah

dan pihak luar sekolah yang mempunyai peran dan tugas tertentu di Sekolah

Dasar dalam wilayah kerja Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu Propinsi

Jawa Barat. Pemkihan lokasi lebih lanjut berdasarkan kategon sekolah maju

lingkungan perkotaan; sekolah maju lingkungan pedesaan, serta sekolah

sedang lingkungan perkotaan dan sekolah sedang kngkungan pedesaan.

(32)

74

Untuk lebih jelas, dikemukakan subjek dan lokasi penelitian tersebut

[image:32.595.92.530.190.573.2]

seperti dituangkan dalam tabel di bawah ini.

Tabel -1

Subjek dan Lokasi Penelitian

(Tentatif)

NO SUBJEK JUMLAH LOKASI

1 Murid 25 Orang SD Kab. Indramayu

-> Guru 10 Orang Idem

3 Kepala Sekolah 5 Orang Idem

4 Peng. BP3 5 Orang Idem

5 Orang Tua 10 Orang Kab. Indramayu

Mengingat subjek dan lokasi penektian seperti digambarkan di atas

berada pada SD-SD atau masyarakat Kabupaten Indramayu yang dinilai cukup

luas, maka untuk kepentingan lebih lanjut akan ditetapkan sekolah-sekolah

sesuai dengan kategori berkualitas maju, sedang dan kurang dengan meminta

informasi dari pihak Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu dan

penkaian berdasarkan konfkmasi dengan beberapa tokoh pendidikan

masyarakac di sana.

C Alat dan Teknik Pengumpulan Data

Alat yang digunakan untuk membantu penekti dalam mengumpulkan

(33)

mengulang kelas dan pulus sekolah yang dialami oleh murid Sekolah Dasar di

Kabupeten Indramayu adalah sebagai berikut:

1. Pedoman-Pedoman

Pedoman yang dimaksud di skii adalah alat bantu untuk menggking

peneliti menjemput data lapangan sesuai dengan fokus dan kelompok masalali.

Secara rkici adalah.

(1) Pedoman Penilaian Dokumen yang digunakan untuk menghimpun

sumber-sumber tertulis yang dibuat oleh sumber data baik berupa

aturan maupun program kerja. Dokumen yang akan dkklai tentunya

memiliki relevansi dengan masalah yang ditekti;

(2) Pedoman Observasi, digunakan untuk membantu penekti mengamati

perkaku subjek penektian dengan mencatat semua gejala yang terjadi

dalam masalah mengulang kelas dan putus sekolah tersebut;

(3) Pedoman Wawancara, disusun dengan sejumlah pertanyan secara detak

dalam sistemik sesuai pokok masalah, baik bagi unsur-unsur sekolah

maupun pihak luar.

2. Alat tuks, alat perekam dan alat potret yang dipakai selama penektian

lapangan akan sangat membantu penekti untuk mencatat, mengingat,

memahami data pada saat dilakukan pembahasan. Hasil kerja

(34)

76

Sementara itu, teknik yang dkakukan untuk mengumpulkan data

mencakup:

1. Teknik Langsung

Pada bagian ini penekti akan turun langsung ke lapangan (SD-SD di

Kabupaten Indramayu) untuk menghimpun data dan informasi baik

melihat secara dekat arsip-arsip tentang mengulang kelas dan putus sekolah

siswa maupun mengadakan wawancara - dalam konsep snow ball- dengan

sumber yang ditetapkan sebelumnya. Apabka hask penkaian dokumen dan

proses wawancara belum menjawab semua kebutuhan data, maka peneliti

akan mengamati secara tekti masalah-masalah yang melingkari tinggal

kelas dan putus sekolah tersebut.

2. Teknik Tidak Langsung

Apabka data lapangan yang dihknpun tersebut ternyata belum lengkap,

sementara penekti sudah berada di Bandung, maka upaya lain akan

dkakukan dengan mengadakan percakapan via telepon dengan pihak Dinas

Pendidikan setempat atau pihak lain yang mengetahui masalah tersebut

kebetulan berada di Bandung,

D. Pelaksanaan Penelitian

(35)

77

1. Melakukan Prasurvey

Mengawak kegiatan penektian dengan mensurvey lapangan sebagai latar

belakang untuk menentukan masalah penektian. Kegiatan ini dkakukan di

Kabupaten Indramayu bertepatan di beberapa sekolah dasar Kecamatan

Indramayu Kota, Kecamatan Sindang dan Kecamatan Kandang Aur. Proses

survey dkakukan dengan mewawancarai beberapa orang guru dan kepala

sekolah setempat guna mengetahui mengapa ada anak mengulang kelas

dan anak putus sekolah, padahal masalah-masalah itu sebenarnya

bertentangan dengan aras wajib belajar seseorang dalam kehidupan ini.

Landasan hukum bangsa mengharuskan setiap warga (7-15 Th) memkiki

hak yang sama dalam pendidikan dan dipertegas lagi menjadi kewajiban

dengan konsekuensi agamis tentunya apabila tidak melaksanakan

kewajiban siapa yang akanmenanggung dosa.

2. Memasuki Lapangan (Mengumpulkan Data Pokok)

Setelah mengetahui titik masalah melalui kegiatan prasurvey dan

menghubungkan dengan teori-teori yang relevan, selanjutnya menyusun

disain penektian, maka sebelum turun lapangan ditentukan lokasi situasi

sosial dengan mengadakan hubungan informal dan formal

serta

memperoleh

izin

seraya

memupuk

rasa

kepercayaan

dengan

(36)

78

Ketika turun lapangan dan samps^^l^^SfS^f^wfyx, penekti berupaya

tidak akan menggangu suasana {a fly orr^^/^ll) sehingga situasi di sana

tetap dalam kondisi wajar. Kemudian menjakn hubungan baik dengan

informan sambil kegiatan observasi dan wawancara berlangsung. Kegiatan observasi dkakukan oleh penekti sendki bukan proses pask dan berada dalam kancah netral tertuju kepada masalah penelitian.

Sementara dalam mewawancarai, Peneliti akan mengumpulkan data umum

berskat verbal dan data khusus bersifat non verbal sejalan dengan kegiatan

pengumpulan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah

penektian. Dalam proses ini juga dibantu oleh perekam dan kamera lainnya. Pada bagian ini yang amat dikembangkan adalah data yang berskat "emic" (informan) dan selanjutnya guna mengembangkan dkective akan

dimarkaatkan analisis berskat "etic". Sedangkan untuk menguji validasi, rekabektas dan objektivitas akan diterapkan konsep "triangulasi" dengan

mengutamakan pola "snow ball", dan bka memungkinkan akan

dkaksanakan dalam kurun waktu relatif lama.

3. Melakukan Analisis Data

Setelah semua data dapat dikumpulkan melalui studi lapangan dengan

proses wawancara, observasi maupun bersumber dari dokumen resmi tentang

(37)

79

analisis sesuai dengan metode yang ditetapkan sebelumnya. Analisis di sini

dimaksudkan sebagai proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan yang

digolongkan ke dalam pola, thema atau kategori (Lihat Nasution, 1996 :126).

Guna memperoleh makna yang vakd, maka kegiatan ini dilakukan dengan langkah: (1) Reduksi data; Artinya merangkum dan memkih data pokok secara sistematis sebagai laporan mentah, (2) Display data; Penekti

membuat berbagai matrik, network untuk memudahkan proses anaksis dan

tidak tenggelam dalam tumpukan data yang detak, (3) Verifikasi; Peneliti

mengambk kesimpulan dengan mencari makna yang tidak diragukan

kebenarannya. Pada bagian ini penekti akan berusaha mengajak diskusi pihak-pihak tertentu untuk mencapai "inter-subjective consensus" dalam rangka

menjamin vakditas.

4. Menulis Laporan

Bagian akhir studi setelah data dapat disimpulkan dan memperoleh

makna yang valid, maka ditulis dalam bentuk laporan guna

dipertanggungjawabkan di depan sidang tesis. Dalam rangka menjawab

tuntutan tersebut, penekti akan berupaya menggabungkan dki dengan kriteria

penulisan yang benar sesuai ketentuan PPs-UPl Bandung. Akan tetapi secara

teknis, proses penuksan yang dimaksud mencakup petunjuk Lincoln dan Guba

(38)

80

penafskan atau evaluatif, (3) Jangan terlalu banyak data dknasukan dalam

laporan, (4) Menghormati janji tidak menuliskan nama subjek dan menjaga

kerahasiaan, (5) Melaksanakan penjajakan audit, dan (6) Menetapkan batas

waktu penyelesaian laporan.

E. Teknik Analisis dan Penafsiran Data

Ada tiga tahap yang akan ditempuh dalam menganalisis dan

menafsirkan data mencakup:

1. Pemrosesan satuan

Pertama sekak data yang sudah terkumpul, disusun berdasarkan

kesatuan latar sosial atau disebut satuan informasi (Lincoln dan Guba, 1985),

yakni melakukan analisis terhadap data verbal dan selanjutnya di beri kode

atau diberi nama sesuai dengan apa yang sedang dipikkkan. Satuan dapat

berwujud kalimat faktual sederhana atau paragraf penuh yang ditemukan

dalam catatan pengamatan, wawancara dan dokumen lainnya. Kedua

mengidentifikasi satuan-satuan tersebut ke dalam kartu indeks yang harus

dipahami secara umum.

2. Kategorisasi

(39)

dkempuh mekputi: (1) Memikh kartu pertama dan selanjutnya mencatat isi dan

membuat kesimpulan, (2) Memilih kartu-kartu selanjutnya dan membuat

kesimpulan, (3) Setelah semua kartu dipilih dan disimpulkan, maka harus

diperiksa dengan tekti sebelum ditafsk.

3. Penafskan data

Penafskan dimaksudkan semata-mata untuk mendeskripsikan dan

mengevaluasi secara kualitatif. Oleh karena itu, peneliti akan menempuh

langkah sebagai berikut:

1) Ketepatan Kenyataan; Pada tingkat faktual, bukti yang diperoleh dari suatu

kelompok tertentu tentang masalah mengulang kelas dan putus sekolah

dapat digunakan untuk mengecek bukti awal itu benar. Selanjutnya dalam

menemukan teori, peneliti menarik kategori konseptual atau kawasannya

dari kenyataan. Sesudah itu kenyataan menjadi sumber-sumber untuk

kustrasi konsep.

2) Generalisasi Empiris, Salah satu tujuan penelitian kualkatk dalam

menyusun teori ialah membangun generalisasi empiris karena generalisasi

(40)

82

yang relevan untuk membangun teori sehingga secara umum menjadi lebih aplikatif dan memiliki daya penjelasan dan peramalan yang lebih besar.

3) Penetapan Konsep, Dalam studi kasus seperti dilakukan untuk

mengungkapkan masalah mengulang kelas dan putus sekolah pada Sekolah

Dasar dalam wdlayah Kabupaten Indramayu, bahwa kajian ini hanya sebagian kecil dari pekerjaan penyusunan teori. Oleh karena itu, penekti

akan melakukan kegiatan-kegiatan antara lain: (1) Membandingkan

kejadian yang aplikatif setiap kategori, (2) Mengintegrasi kategori dan

kawasan tersebut, (3) Membatasi teori dengan mengurangi daya modifikasi,

(4) Menulis teOri sebagai produk akhk studi yang bersumber dari data dan

(41)
(42)

BABV P E N U T U P

A. Kesimpulan

Sesuai dengan hasil telaah yang mengungkapkan temuan iapangan

dengan membandingkan berbagai teori relevan, maka dapat disimpulkan:

1) Faktor penyebab terjadinya masalah mengulang kelas pada SDN Kabupaten

Indramayu antara lain: (!) faktor dalam diri murid, seperti tingkat

kemampuan yang rendah, maias, disiplin belajar di rumah sangat Ionggar, (2)

faktor luar diri muvid, seperti status ekonomi keluarga, budaya orang tua

dengan menjadikan anak sebagai "partner" kerja, suasana kelas yang belum

kondusif;

2) Secara umum kualitas kinerja manajemen guru kelas SDN Kabupaten

Indramayu belum efisien dan belum efektif. Alasan yang paling rasional

adalah semakin meningkatnya angka mengulang kelas dari tahun ke tahun;

3) Secara umum kualitas kinerja manajemen Kepala SDN Kabupaten

Indramayu dikategorikan belum efisien dan juga belum efektif dalam

mengatasi masalah mengulang kelas disekolah masing-masing. Kendati SDN

Paoman IV yang dinilai cukup efisien dan efektif, akan tetapi jumlah SD

seperti ini sangat terbatas; SDN Paoman IV dapat dijadikan pilot percontohan

model manajemen efisiensi di lingkungan setempat

(43)

165

4) Solusi yang dilakukan masvarakat setempat dalam mengatasi masalah

mengulang kelas juga belum efisien dengan menyediakan dana yang cukup

besar yang disatukan dalam paket KBM, pada sisi lain angka mengulang

kelas tetap saja merangkak naik. Dinilai dari hasil tersebut serta proses

penanggulangan yang dilakukan mereka belum efektif;

5) Penyebab utama terjadinya putus sekolah yang terjadi pada murid SDN Kabupaten Indramayu antara lain: (1) status ekonomi rendah, (2) budaya kawin muda, (3) kebiasaan orang tua menjadikan anak sebagai pengasuh adik, (4) konflik keluarga yang berbuntut pada penitipan anak yang harus

memilih harus bersama nenek;

6) Secara umum kualitas kinerja manajemen guru kelas belum efisien dan

belum efektif. Hal ini terbukti dari peningkatan cukup tajam dari persentase

putus sekolah pada sebagian besar SDN Kabupaten Indramayu. Pada sisi lain

sebagian besar mereka tidak membuat program kerja, sehingga kesan

implementasi manajemen sangat terburu-buru;

7) Secara umum kualitas kinerja manajemen Kepala Sekolah juga belum efisien atau masih jauh dari efektif. Kendati pada Kepala Sekolah pada SDN Paoman IV dinilai berhasil memanajemeni Program Wajib Belajar, namun jumlah

sekolah seterti ini sangat terbatas dan kunci utama justru terletak pada

(44)

166

8) Demikian juga solusi masyarakat dalam mengatasi masalah mengulang kelas

pada SDN Kabupaten Indramayu belum berjalan sesuai harapan. Kegiatan yang dilakukan selama ini terfokus pada penyediaan dana. Sedangkan solusi

lainnya yang bersifat langsung kepada sasaran untuk mengatasi putus

sekolah hanya dalam bentuk sosialisasi belaka. Artinya kegiatan tersebut

belum efisien dan belum efektif.

B. Implikasi

Mencermati fakta di atas, melalui studi ini akan dapat memberikan

pengaruh tertentu bagi pengelola pendidikan di sana, khususnya antara lain: 1) Kelemahan dalam memecahkan masalah mengulang kelas harus diperbaiki

dengan meningkatkan semangat kerja guru kelas. Guru kelas harus proaktif

dalam memantau perkembangan belajar murid setiap saat, terutama

memberikan perhatian besar kepada murid yang mengulang pada tahun

tersebut;

2) Aturan, tata tertib dan pemberian sanksi oleh pihak sekolah terhadap

anak-anak yang dikategorikan bermasalah seharusnya berpihak kepada mereka,

bukan asal tujuan tercapai dengan kegiatan memaksa. Oleh karena itu,

Kepala Sekolah dan guru harus bijak menempatkan mereka sebagai subjek

(45)

167

3) Kelemahan pengelola SD setempat dan masyarakat dalam mengatasi

masalah putus sekolah akan mempcrburuk citra dan wibawa sekolah. Situasi

yang tidak menggembirakan ini perlu ditepis sejak dini dengan

meningkatkan sistem koordinasi terpadu antar lintas sektor dan pihak-pihak

yang berkepentingan sehingga ke depan ini akan terwujud suatu masa dirnana "SD tanpa anak putus sekolah". Memang terlalu prematur untuk mewujudkan harapan tersebut, namun secara bertahap dan dilaksanakan

dengan komitmen yang tinggi, kenapa tidak semua itu akan terwujud.

4) Keunggulan yang dilakukan pihak SDN Paoman IV dalam mengungkapkan

faktor penyebab mengulang kelas dan putus sekolah serta kualitas kinerja

manajemen guru kelas dan Kepala Sekolah hendaknya dijadikan studi

banding olehsekolah lainnya, setidaknya untuk Kabupaten Indramayu.

C. Rekomendasi

Berdasarkan hasil simpulan dan implikasi tersebut di atas, dipandang

perlu merumuskan rekomendasi sebagai berikut:

1) Perlu ada koordinasi yang solid antara pihak sekolah dan masyarakat dalam

mencegah dan mengatasi masalah mengulang kelas dan putus sekolah.

(46)

168

bentuk keriasarna dengan filosifis bahwa masalah. anak adalah. kewaiiban

bersama untuk mengatasi persoalan tersebut, baik pihak sekolah, masvarakatO S ' 1 ' J

mauDun orantr tua;

7). Peran KKG ner'n Mihino-kntknn kbususpvn Hiskusi d-ip d'-iio^ v/irscr

mengundang Pakar Perguruan Tinggi semakin dimaksimalkan dengan suatu harapan mereka akan memberikan bekal kemampuan untuk mengatasi masalah yang sama, kendati dalam bentuk konseptual dan teoritis.

Guru-puru van? tercrabun? dalam wadah KKG diharapkan untuk meningkatkan

aktivitas dan menghadiri setiap pertemuan sesuai agenda. Di sana perlu juga

ditekankan bahwa setiap guru sudah membawa masalah masing-masing

sekalipun belum sempat didiskusikan karena keterbatasan waktu pertemuan;

3) Forum KKKS yang menggabungkan sem.ua Kepala SD harus dijadikan

sebagai wadah disktisi manajemen untuk mengatasi kelemahan dan

permasalahan yang dihadapi setiap sekolah. Dalam konteks ini, yang amat

dibutuhkan adalah sikap transparansi Kepala Sekolah, terutama berkaitan

dengan dana pendidikan. Kasus manajemen tertutup telah membawa

dampakterjadinya tingkat kecemburuan pihak guru yang berakibat terhadap

motivasi kerja.

(47)

169

kelas dan putus sekolah. Sasaran penataran adalah guru kelas dan Kepala

Sekolah. Apabila dipandang perlu melibatkan para orang tua, barangkali

dalam bentuk penyuluhan pada suatu tempat saat mana mereka biasa

berkumpul;

5) Model Gerakan Orang lua Asuh tetap dipertahankan dan bila perlu

ditingkatkan menjadi "guru asuh" yang diperuntukkan bagi murid-murid

bermasalah agar mereka tetap mampu mengukuti pendidikan di bangku

sekolah. Peran pemerintah dalam hal ini sebagai penyandang dana perlu

dilanjutkan dan pihak sekolah harus berani menggali sumber-sumber lain

serta harus mampu menentukan layak atau tidak seseorang menjadi guru

asuh.

6) Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang diterapkan akhir-akhir ini

membuat peluang baru untuk mengatasi persoalan sekitar murid, terutama

dengan peran yang dikembangkan Dewan Sekolah akan semakin memotivasi

sekolah dan masyarakat untuk memberikan terbaik bagi sekolah, terutama

dalam meningkatkan mutu sebagai tujuan bersama. Teknis operasional MBS

dapat diperhatikan petunjuk dari Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat yang
(48)
(49)

DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin (2000) Pembmaan dan Pengawasan Mutu Pendidikan SDN

Dalam Era Reiormasidan Otonomi. Bandung. LPM 1IB

Ace Suryadi (1999) Pendidikan, Investasi SDMdan Pembanguan; lsu, Teori dan

Aphkasi. Jakarta. Balai Pustaka.

Bernett Silalahi (1995) Manajemen integratii; Bacaan Untuk Manajer Utama.

Jakarta. SUM - LPMi

C. Turney Cs (1992) The SchoolManager. Sydney Australia. Docupro

Darmaningtiyas (1999) Pendidikan Pada dan Setelah Krisis; Evaluasi Pendidikan Dimasa Krisis. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Dedi Supriadi (1999) Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta. Adicita

Karya Nusa.

(2000) Jaring Pengaman Sosial Pendidikan; Model Pengelolaan yang Ideal Kunci-Kunci Keberhasilan Komite dan Fungsi Terapi Sosial. Bandung. Alfabeta.

Depdiknas (1993) Masyarakat Kurang Mampu Masuk Pendidikan Dasar Dalam

Rangka Wajib Belajar. Jakarta. Proyek Ditpendas.

(1994) Bunga Rampai Pelaksanaan Teknis Pembmaan Usaha Kewajiban Belajar. Proyek Ditpendas. Jakarta

(1996) Pengelolaan Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta.

Ditpendas.

Djam'an Satori (1997) Studi Evaiuatii Pengelolaan Gugus Sekolah Dasar.

Bandung. FIPIKIP

Djauzak Ahmad (1993) Petunjuk Pelaksanaan Anak Kurang Beruntung Usia 7-12

(50)

Uryden dan Vos (2001) Kevolusi Cara belajar; Keajaiban fikiran. ferjemahan.

Bandung. Kaifa.

Engkoswara (1987) Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta Dirjen Dikti

Depdikbud.

_(2001 : 30) Paradigma Manajemen Pendidikan Menyongsong Otonomi Daerah. Bandung. Yayasan Amal Keluarga.

Fandy dan Anastasia (1996) Total Quality Management. Yogyakarta. Adi Offset.

rasii jaiai dan Dedi Supriadi (2001) Reiormasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta. Adicita.

Ginanjar Kartasasmita (1996) Pembangunan untuk Rakyat; Memadukan

Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta. Cidesindo.

Hadari Nawawi (1983) AdmmistrasiPendidikan. Gunung Agung. Jakarta

Ifdhal Kasim & Johanes da Masenus Aras (200.1) Uak Ekonomi Sosial, Budaya;

Esai-EsaiPilihan. Jakarta. Elsam.

Inten Suweno (1997) Anda Bertanya GN-OTA Menjawab. Jakarta. Pusat

Lembaga GN-OTA

Konvensi Hak Azasi Manusia (1989) Pekeija Anak; Uak Sebagai Anak Vs Uak

Sebagai Pekerja. Jakarta. Jurnal Analisis Sosial.

Muhammad Ali (1987) Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung. Sinar

Baru.

Mohd. Surya (2000) Peranan PGRI Mewujudkan Guru Profesional. Makalah.

Jakarta

Moleong (2000) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Mortimer R. Feinberg (1979) Psikologi Yang EfektiT Untuk Pemimpin, Pejabat
(51)

Nasution (1996) Metode Peneiitian Naturalistik - Kualitatit. Bandung Tarsito.

Nick Cowell dan Roy Gardner (1995) Teknik Mengembangkan Guru dan Siswa.

Jakarta. Grasindo.

Richard M. Steers (1984) Efektivitas Organisasi. Seri Manajemen No. 17 Jakarta.

Erlangga.

Somantri, Manap (1998) Penelusuran Penyebab Rendahnya Tingkat Melanjutkan

dari Sekolah Dasar ke SLTP Kabupaten Bogor. Tesis. Bandung. PPS

IKIP.

Sondang P. Siagian (1986) Filsafat Administrasi Pendidikan. Jakarta. Gunung

Agung.

Suharsimi Arikunto (1988) Pengelolaan Kelas dan Siswa; Sebuah Pendekatan

Evaluatif. Jakarta. Rajawali.

Suyanto dan Jihad Hisyam (2000) Refleksi dan Reiormasi Pendidikan di Indonesia MemasukiMilenium III. Yogyakarta. Adicita.

Osborne,

David

and Ted

Gaebler

(1999)

Mewirausahakan

Birokrasi;

Mentransiormasi Semangat Wirausaha ke dalam Sektor Publik.

Terjemahan. Jakarta. Pustaka Binaman Pressindo.

Tim Instirut Sosial Jakarta (ISJ), (1995) Anak Jalanan; Operasi Esok Penuh

Harapan. Jakarta. Peneiitian.

Thomas, J Alan (1971) The Productive School; A System Approach to

Educational Administration. Canada. John Wiley and Sons, Inc.

Torsten Husen (1995) Masyarakat Belajar. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Uzer Usman (2001 Menjadi Guru Profesional. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Piet A. Sahertian (1990)

Supendsi Pendidikan Dalam Rangka Program

Inservice Education. Jakarta. Rineka Cipta.

Vembriarto, Cs, (1994) Ramus Pendidikan. Jakarta. Gramedia Widiasarana

(52)

Zamroni, (2000) Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta. Bigraf

Publishine.

Gambar

Gambar -iParadigma Penelitian
Tabel -1Subjek dan Lokasi Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Interferensi maksimum terjadi jika kedua gelombang memiliki fase yang sama (sefase) Interferensi maksimum terjadi jika kedua gelombang memiliki fase yang sama (sefase) yaitu jika

Hampir keseluruh Indonesia yang ada hindunya, tradisi local ngaben di globalkan begitu juga nama- nama dewa.Di dalam tubuh manusia dari lahir sampai meninggal terdapat dewa-dewa

Karena pada saat K.H Ahmad Dahlan masih hidup beliau sangat memperhatikan keadaan ekonomi umat Islam, maka dengan cara beliau memperhatikan atau

Perlakuan proporsi ubi jalar ungu dan tepung bekatul memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, daya kembang, warna,

PETA JABATAN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN NUSA TENGGARA TIMUR. Rekapitulasi KEPALA LEMBAGA PENJAMINAN

Kalau pada ayat yang lalu dinyatakan bahwa Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri, ayat ini juga menyatakan bahwa Allah juga tidak senang kepada mereka

[r]

auditee yang ada di #antor Pusat atau #antor /abang. # #e en nd da alli ) i )u uttu u 1<uality control3 1<uality control3 agar p agar pelaks elaksanaa anaan aud n audit