• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS

SISWA SMA

(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI di Salah Satu SMA Negeri di Cimahi)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Matematika

Oleh

Nonoy Intan Haety 0900303

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS

SISWA SMA

(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI di Salah Satu SMA Negeri di Cimahi)

Oleh

Nonoy Intan Haety

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Nonoy Intan Haety 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)

ABSTRAK

Penelitian dengan judul “PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA” ini dilatarbelakangi oleh kemampuan koneksi matematis siswa SMA yang belum dikembangkan secara optimal. Salah satu model pembelajaran yang berpotensi memenuhi Standar Proses dan diduga dapat menumbuhkembangkan kemampuan koneksi matematis adalah Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK). Berdasarkan uraian tersebut penulis membuat penelitian kuasi eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis antara siswa SMA yang memperoleh MPMK dan yang memperoleh pembelajaran konvensional. Disain yang digunakan adalah disain kelompok kontrol non-ekuivalen. Dari seluruh siswa kelas XI di salah satu SMA negeri di Cimahi sebagai populasi, dipilih dua kelas sebagai sampel. Kedua kelas tersebut, satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Kelas eksperimen mendapat perlakuan berupa pembelajaran dengan MPMK, sedangkan kelas kontrol mendapat perlakuan berupa pembelajaran konvensional dengan metode ekspositori. Pembelajaran dilaksanakan sebanyak enam pertemuan. Pertemuan pertama digunakan untuk pretes, empat pertemuan berikutnya untuk pembelajaran, dan pertemuan terakhir untuk postes. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes koneksi matematis untuk mengukur kemampuan koneksi matematis siswa, serta lembar observasi dan jurnal harian siswa untuk mengamati optimalisasi penerapan MPMK dan memperoleh informasi tentang respon siswa sebagai bahan evaluasi. Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan statistik inferensial diperoleh bahwa peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa SMA yang memperoleh MPMK lebih tinggi daripada yang memperoleh pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka disarankan kepada guru bidang studi matematika, pembelajaran matematika Knisley dapat dijadikan salah satu model pembelajaran alternatif dalam menyampaikan materi yang menekankan keterkaitan antar konsep. Untuk penelitian lanjutan, disarankan untuk mengkaji pengaruh model pembelajaran matematika Knisley terhadap kemampuan matematis siswa dibandingkan dengan model pembelajaran lain yang juga bernuansa konstruktivisme.

(5)

ABSTRACT

Study entitled "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA" is motivated by the mathematical connection ability of high school students who have not developed optimally. Knisley Model of Mathematical Learning has the potential to fulfilled the ‘Standar Proses’ and develop mathematical connection ability. Based on the description, the author makes the quasi-experimental study aimed to determine the increase of mathematical connection ability between high school students who obtain Knisley Model and conventional learning. The study used the non-equivalent control group design. Of all the students of class XI at one senior high school in Cimahi as population, selected two classes in the sample. One class as the experimental class and another as the control one. Mathematical learning in the experimental class used Knisley Model, while in the control class used conventional learning. Learning in this study held six meetings. The first meeting was used to pretest, four subsequent meetings for learning, and the last meeting for the posttest. The study used three instruments: mathematical connection test to measure students' mathematical connections ability, observation sheets to observe the optimalization of application Knisley Model, and daily journal to obtain information about students’ response as evaluation materials. This research found that the experiment students who obtain Knisley Model have higher increase of mathematical connection ability than those of control ones. Based on that result, it is suggested that Knisley Model of Mathematical Learning can be one alternative learning model in delivering material that emphasizes the relationship between concepts. For further research, it is advisable to examine the effect of Knisley Model on students' mathematical ability compared to other learning models are also shades of constructivism.

(6)

v DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Definisi Operasional ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Kajian Pustaka ... 8

1. Kemampuan Koneksi Matematis ... 8

2. Model Pembelajaran Matematika Knisley ... 11

3. Pembelajaran Konvensional ... 15

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 16

C. Kerangka Pemikiran ... 17

D. Hipotesis Penelitian ... 18

BAB III METODE PENELITIAN... 19

(7)

vi

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

C. Bahan Ajar ... 21

D. Instrumen Penelitian ... 22

1. Tes Koneksi Matematis ... 23

2. Lembar Observasi ... 28

3. Jurnal Harian Siswa ... 29

E. Teknik Pengumpulan Data ... 29

F. Teknik Analisis Data Hasil Penelitian ... 30

1. Analisis Data Kuantitatif ... 30

a. Analisis Kemampuan Awal Koneksi Matematis ... 31

b. Analisis Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis ... 32

c. Analisis Kualitas Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis ... 34

2. Analisis Data Kualitatif ... 35

a. Analisis Data Hasil Observasi... 35

b. Analisis Data Jurnal Harian Siswa ... 35

G. Prosedur Penelitian ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Hasil Penelitian ... 38

1. Analisis Data Kuantitatif ... 39

a. Analisis Kemampuan Awal Koneksi Matematis ... 39

b. Analisis Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis ... 46

c. Analisis Kualitas Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis ... 50

2. Analisis Data Kualitatif ... 51

a. Analisis Data Hasil Observasi... 51

b. Analisis Data Jurnal Harian Siswa ... 52

B. Pembahasan ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

(8)

vii

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 67

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Kaitan Indikator Kemampuan Koneksi Matematis Menurut NCTM

dan Coxford ... 10

2.2 Kolb’s Learning Styles in a Mathematical Context ... 13

3.1 Validitas Butir Soal ... 24

3.2 Daya Pembeda Butir Soal ... 26

3.3 Indeks Kesukaran Butir Soal ... 27

3.4 Rekapitulasi Kualitas Soal Tes Koneksi Matematis ... 28

3.5 Interpretasi Persentase Respon Jurnal ... 36

4.1 Statistik Deskriptif Data Skor Pretes ... 39

4.2 Hasil Uji Normalitas Data Skor Pretes ... 41

4.3 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Skor Pretes... 42

4.4 Statistik Deskriptif Data Skor Postes ... 42

4.5 Hasil Uji Normalitas Data Skor Postes ... 44

4.6 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Data Skor Postes ... 45

4.7 Statistik Deskriptif Data Skor Gain Ternormalisasi ... 46

4.8 Hasil Uji Normalitas Data Skor Gain Ternormalisasi ... 47

4.9 Hasil Uji Homogenitas Varians Data Skor Gain Ternormalisasi... 48

4.10 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Data Skor Gain Ternormalisasi ... 50

4.11 Interpretasi Gain Ternormalisasi Rata-rata ... 51

(10)
(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar

4.1 Aktivitas Guru dan Siswa Pada Tahap Konkret–Reflektif ... 55

4.2 Aktivitas Guru dan Siswa Pada Tahap Konkret–Aktif ... 56

4.3 Aktivitas Guru dan Siswa Pada Tahap Abstrak–Reflektif ... 57

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Chapter Design Pokok Bahasan Kaidah Pencacahan dan Peluang

Kelas XI IPA Semester Ganjil ... 68

2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 72

3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 96

4 Kisi-kisi Tes Koneksi Matematis (Kaidah Pencacahan dan Peluang) ... 117

5 Lembar Soal Tes Matematika (Pokok Bahasan Kaidah Pencacahan dan Peluang) ... 126

6 Lembar Observasi terhadap Aktivitas Pembelajaran ... 127

7 Jurnal Harian Siswa ... 130

8 Tugas-tugas dan Contoh Jawaban pada Lembar Tugas Siswa Setiap Pertemuan ... 131

9 Contoh Jawaban Siswa pada Uji Coba Instrumen ... 143

10 Contoh Jawaban Siswa pada Pretes ... 145

11 Contoh Jawaban Siswa pada Postes ... 148

12 Hasil Pengujian Kualitas Soal Tes Menggunakan Anates ... 152

13 Diagram Batang Hasil Pretes dan Postes ... 155

14 Hasil Pengujian Data Kuantitatif Menggunakan Software SPSS 20.0 ... 157

15 Tabel Distribusi t ... 164

16 Hasil Observasi terhadap Aktivitas Pembelajaran ... 165

17 Hasil Jurnal Harian Siswa ... 177

18 Kartu Bimbingan Skripsi ... 181

19 Surat Permohonan Izin Penelitian dan Uji Instrumen ... 183

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Pendidikan adalah upaya sadar untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan potensi individu yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Setiap individu membutuhkan pendidikan karena melalui pendidikan seseorang dapat memahami sesuatu yang

belum dia pahami dan dididik menjadi pribadi yang unggul dalam pemikiran, sikap, serta perbuatannya. Hal ini mengacu kepada tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu: Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan harus dipersiapkan sebagai bekal kehidupan guna menghadapi tantangan masa yang akan datang.

Pembelajaran matematika merupakan salah satu bagian dari pendidikan yang diberikan di sekolah. Matematika menjadi penting untuk dipelajari di tingkat sekolah karena matematika adalah ilmu dasar yang memberikan kontribusi besar dan berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. Oleh karena itu, untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006: 145).

(14)

2

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah;

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh;

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

The National Council of Teachers of Mathematics atau NCTM (2000: 29) dalam Principles and Standards for School Mathematics pun menyatakan bahwa proses

pembelajaran matematika hendaknya memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), dan kemampuan representasi (representation).

Mengacu kepada tujuan pembelajaran matematika dalam Standar Isi dan standar pembelajaran matematika dari NCTM, salah satu kemampuan matematis yang perlu dikuasai dan dikembangkan adalah kemampuan koneksi matematis. Menurut Kusuma (Fauzi, 2011: 42), koneksi matematis merupakan bagian dari kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi, dapat diartikan sebagai keterkaitan antara konsep-konsep matematika secara internal yaitu berhubungan dengan matematika itu sendiri ataupun keterkaitan secara eksternal yaitu matematika dengan bidang lain, baik bidang studi lain maupun dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan mengaitkan konsep-konsep matematika secara internal (dalam matematika itu

sendiri) maupun eksternal (konsep matematika dengan bidang lain).

Through instruction that emphasizes the interrelatedness of mathematical

ideas, students not only learn mathematics, they also learn about the utility of

(15)

3

is deeper and more lasting, NCTM (2000: 64). Menurut NCTM, melalui pembelajaran yang menekankan keterkaitan antar gagasan dalam matematika, siswa tidak hanya belajar matematika, tapi mereka juga belajar tentang kegunaan matematika. Ketika siswa mampu mengaitkan antar gagasan dalam matematika, pemahaman mereka menjadi lebih mendalam dan lebih tahan lama.

Penguasaan kemampuan koneksi matematis membuat siswa menyadari bahwa matematika merupakan ilmu yang terintegrasi dimana konsep-konsepnya saling berhubungan dan berkaitan (connected), bukan sebagai sekumpulan materi

yang terpisah-pisah. Selain itu, kemampuan koneksi matematis juga membuat siswa dapat mengenal relevansi dan aplikasi matematika dalam bidang studi lain atau dalam aktivitas kehidupan. Ini berarti kemampuan koneksi matematis menjadi salah satu kemampuan matematis yang perlu dikuasai dan dikembangkan. Kemampuan koneksi matematis penting untuk dikuasai, namun masalah yang terjadi adalah kemampuan koneksi matematis siswa SMA masih rendah. Hasil survei Programme for International Student Assesment atau PISA pada tahun 2009 (Organisation for Economic Cooperation and Development atau OECD, 2010) menunjukkan bahwa persentase siswa sekolah menengah di Indonesia yang mampu menyelesaikan soal-soal yang membutuhkan proses koneksi matematis hanya 5,4%. Ini berarti sekitar 95% siswa belum mampu mengaitkan beberapa representasi yang berbeda dari suatu konsep matematika serta menggunakan simbol dan konsep matematika untuk menyelesaikan masalah dalam bidang studi lain atau masalah kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian Lestari (2011: 68) pun menyatakan bahwa kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa setingkat SMA tidak terlalu tinggi. Fakta-fakta penelitian ini mengisyaratkan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa belum dikembangkan secara optimal.

(16)

4

disajikan dalam suatu model pembelajaran. Hal ini mengacu kepada pendapat An, Kulm, dan Wu (Mulyana, 2009: 6) yang mengemukakan, teachers and teaching are found to be one of the factors majors related to students’ achievement in TIMSS and others studies.

Berdasarkan pengalaman saat melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL), sampai saat ini guru-guru matematika memang lebih memilih pembelajaran dengan metode ekspositori yang sifatnya informatif karena proses pembelajarannya lebih cepat. Padahal dalam learning pyramid dari National Training Laboratory (2007), pembelajaran yang sifatnya informatif membuat

siswa hanya menyerap 5% pengetahuan dan itu pun dapat menguap kembali saat kelas selesai. Dengan demikian, pembelajaran yang sifatnya informatif kurang menumbuhkembangkan kemampuan koneksi matematis.

Berdasarkan fenomena dan pendapat yang telah diuraikan kemudian muncul pertanyaan: pembelajaran yang bagaimana yang mengacu kepada Standar Proses dan mampu menumbuhkembangkan kemampuan koneksi matematis?. Dijelaskan dalam Standar Proses (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007: 15) bahwa pelaksanaan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, dan menantang, sehingga memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Pelaksanaan proses pembelajaran tersebut menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

Salah satu model pembelajaran yang berpotensi memenuhi Standar Proses adalah model pembelajaran yang dikembangkan oleh Jeff Knisley (2003). Model pembelajaran matematika Knisley (MPMK) adalah model pembelajaran matematika yang dikembangkan atas teori gaya belajar Kolb yang ditafsirkan menjadi empat tahapan belajar matematika. Adapun tahap-tahap pembelajaran itu

adalah sebagai berikut (Mulyana, 2009: 6):

(17)

5

2. Konkret–Aktif: Guru memberikan tugas dan dorongan agar siswa melakukan eksplorasi, percobaan, mengukur, atau membandingkan sehingga dapat membedakan konsep baru ini dengan konsep-konsep yang telah diketahuinya. 3. Abstrak–Reflektif: Siswa membuat atau memilih pernyataan yang terkait

dengan konsep baru, memberi contoh kontra untuk menyangkal pernyataan yang salah, dan membuktikan pernyataan yang benar bersama-sama dengan guru.

4. Abstrak–Aktif: Siswa melakukan practice (latihan) menggunakan konsep baru untuk memecahkan masalah dan mengembangkan strategi.

Siswa diajak untuk mengingat kembali konsep yang telah dipelajari yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari pada tahap konkret-reflektif,

kemudian pada tahap konkret-aktif siswa diberi soal penerapan konsep baru secara sederhana dan diberi tugas eksplorasi sifat-sifat konsep baru tersebut (Mulyana, 2009: 142). Pada tahap abstrak-reflektif siswa mencari alasan logis yang dapat menjelaskan dugaan tentang kaitan antar konsep matematika yang telah dibuatnya pada dua tahap pertama. Tahap abstrak-aktif memfasilitasi siswa untuk mengaitkan penggunaan konsep matematika dengan masalah dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, MPMK memberikan ruang kepada siswa untuk memahami suatu konsep matematika dan melihat keterkaitan konsep tersebut secara internal dan eksternal. Ini berarti MPMK diduga berpotensi untuk menumbuhkembangkan kemampuan koneksi matematis.

Melalui pembelajaran dengan MPMK diharapkan siswa dapat mempelajari keterkaitan antar konsep matematika, juga mempelajari penggunaan konsep matematika dalam masalah bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA”.

B. Batasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

(18)

6

a. Mengetahui keterkaitan antara konsep-konsep matematika dan dapat mengkoneksikannya;

b. Menyatakan representasi yang berbeda untuk konsep yang sama;

c. Menerapkan konsep matematika dalam konteks masalah di bidang studi lain; dan

d. Menerapkan konsep matematika dalam konteks masalah kehidupan sehari-hari.

3. Materi pembelajaran dalam penelitian ini dibatasi pada pokok bahasan Kaidah

Pencacahan dan Peluang di kelas XI IPA SMA.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa SMA yang memperoleh pembelajaran matematika Knisley lebih tinggi daripada yang memperoleh pembelajaran konvensional?”.

D. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis antara siswa SMA yang memperoleh pembelajaran matematika Knisley dan yang memperoleh pembelajaran konvensional.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang berarti bagi pihak-pihak berikut:

1. Bagi siswa, diharapkan dapat memperoleh pengalaman baru melalui

(19)

7

2. Bagi guru bidang studi matematika, pembelajaran yang menerapkan MPMK dapat dijadikan salah satu model pembelajaran alternatif dalam menyampaikan materi yang menekankan keterkaitan antar konsep.

3. Bagi penulis, diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang pengaruh penerapan MPMK dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan koneksi matematis.

F. Definisi Operasional

1. Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan mengaitkan konsep-konsep matematika secara internal (dalam matematika itu sendiri) maupun eksternal (konsep matematika dengan masalah dalam bidang studi lain atau masalah kehidupan sehari-hari).

2. Model pembelajaran matematika Knisley (MPMK) adalah model pembelajaran matematika yang dikembangkan atas teori gaya belajar Kolb yang oleh Knisley ditafsirkan menjadi empat tahapan belajar matematika yaitu konkret-reflektif, konkret-aktif, abstrak-reflektif, dan abstrak-aktif.

(20)

19 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Disain Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah membandingkan peningkatan kemampuan koneksi matematis antara siswa SMA yang memperoleh pembelajaran matematika Knisley dan yang memperoleh pembelajaran konvensional. Penelitian yang sesuai untuk tujuan penelitian tersebut adalah penelitian eksperimen. Hal ini sesuai

dengan pendapat Arikunto (2010: 9) bahwa penelitian eksperimen dilakukan dengan maksud untuk melihat akibat suatu perlakuan. Pada penelitian ini penulis tidak memilih siswa secara acak untuk menjadi kelas eksperimen dan kontrol, tetapi penulis menggunakan kelas yang ada di sekolah tempat penelitian. Dengan demikian penelitian ini lebih cocok dengan jenis penelitian kuasi eksperimen. Seperti yang dikemukakan oleh Ruseffendi (2010: 52), subyek tidak dikelompokkan secara acak pada penelitian kuasi eksperimen, tetapi peneliti menerima keadaan subyek seadanya.

Menurut Ruseffendi (2010: 45), karakteristik penelitian eksperimen di antaranya adalah:

1. Adanya kesetaraan subyek dalam kelompok-kelompok yang berbeda.

2. Paling tidak ada dua kelompok atau kondisi yang berbeda pada saat yang sama, atau satu kelompok tetapi untuk dua saat yang berbeda.

3. Variabel terikatnya diukur secara kuantitatif atau dikuantitatifkan. 4. Menggunakan statistika inferensial.

5. Adanya kontrol terhadap variabel-variabel luar.

6. Paling tidak, ada satu variabel bebas yang dimanipulasikan.

Ruseffendi (2010: 43) menjelaskan kesetaraan subyek yang disebutkan pada karakteristik pertama, diperoleh melalui cara pemilihan sampel seperti memilih subyek secara acak atau menggunakan kelompok homogen. Cara pemilihan sampel ini juga dapat mengontrol variabel luar (Ruseffendi, 2010: 46).

(21)

20

diperoleh melalui pemilihan subyek secara acak. Dengan demikian, menurut Ruseffendi (2010: 52), peneliti supaya memilih kelompok-kelompok yang homogen untuk penelitian kuasi eksperimen. Maksud dari kelompok-kelompok yang homogen adalah kelompok-kelompok yang memiliki subyek dengan kemampuan setaraf.

Disain penelitian yang digunakan adalah disain kelompok kontrol non-ekuivalen (the non-equivalent control group design). Pada disain kelompok kontrol non-ekuivalen, subyek tidak dikelompokkan secara acak sehingga peneliti

supaya berusaha agar kelompok-kelompok yang dibandingkan seserupa mungkin (Ruseffendi, 2010: 52). Jadi, disain ini melibatkan dua kelompok, ada pretes, perlakuan yang berbeda, kemudian ada postes. Disain kelompok kontrol non-ekuivalen dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

O X1 O ---O X2 O Keterangan:

X1 : Model pembelajaran matematika Knisley

X2 : Pembelajaran konvensional dengan menggunakan metode ekspositori O : Pretes dan Postes

Telah disebutkan bahwa disain kelompok kontrol non-ekuivalen ini melibatkan dua kelompok. Kelompok pertama yaitu kelas eksperimen mendapat perlakuan berupa pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Knisley, sedangkan kelompok kedua yaitu kelas kontrol mendapat perlakuan berupa pembelajaran konvensional dengan menggunakan metode ekspositori.

Berdasarkan diagram disain terlihat kelas eksperimen dan kontrol diberi pretes untuk mengukur kemampuan awal koneksi matematis siswa masing-masing kelas sebelum pembelajaran. Setelah diberikan perlakuan pembelajaran yang

berbeda, kelas eksperimen dan kontrol diberi postes untuk mengukur kemampuan koneksi matematis siswa guna dibandingkan dengan hasil pretesnya.

(22)

21

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2010: 173). Sugiyono (2012: 61) menambahkan bahwa populasi bukan sekedar jumlah subyek penelitian, tetapi meliputi seluruh karakteristik yang dimiliki oleh subyek penelitian. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi (Sugiyono, 2012: 62). Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di salah satu SMA negeri di Cimahi dengan seluruh karakteristiknya. Alasan pemilihan populasi tersebut adalah masih sedikit penelitian, khususnya penelitian pendidikan matematika yang dilakukan di SMA tersebut. Dari seluruh kelas XI

SMA tersebut, wakil kepala sekolah bidang kurikulum memberikan dua kelas kepada penulis untuk dijadikan sampel penelitian. Dari seluruh karakteristik yang dimiliki siswa kelas XI SMA tersebut, yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah tentang kemampuan koneksi matematis siswa.

Data dari sampel dikumpulkan lalu dianalisis untuk dibuat kesimpulan tentang karakteristik populasinya, sehingga sampel harus representatif dalam arti segala karakteristik populasi tercermin pula dalam sampel yang diambil (Sudjana, 2005: 6). Pengelompokan siswa kelas XI di sekolah tempat penelitian dilakukan dengan pengelompokan secara ekuivalen. Teknis pengelompokan tersebut yakni seluruh siswa diurutkan berdasarkan jumlah nilai rapor kelas X, dari jumlah nilai rapor tertinggi sampai terendah. Siswa yang telah diurutkan tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan jenis kelaminnya. Delapan siswa yang paling pandai dalam kelompok putra dan putri disebar ke delapan kelas secara acak, kemudian dipilih delapan siswa berikutnya dalam kelompok putra dan putri untuk disebar ke delapan kelas secara acak, dan seterusnya. Melalui pengelompokan secara ekuivalen ini diperoleh kelas-kelas yang kemampuan akademisnya homogen dengan proporsi jumlah siswa putra dan putri yang seimbang. Dengan demikian, dua kelas sebagai sampel penelitian ini dapat mewakili seluruh karakteristik

populasi.

(23)

22

Bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Bahan ajar dapat berupa hand out, buku, modul, Lembar Kerja Siswa (LKS), kaset audio, video, dan bahan ajar multimedia seperti internet (Tim Sosialisasi KTSP, 2007: 148). Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Tugas Siswa (LTS). Bahan ajar yang akan digunakan dalam penelitian ini sebelumnya telah dikonsultasikan dan didiskusikan dengan dosen pembimbing

serta guru mata pelajaran matematika kelas XI IPA.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah perangkat pembelajaran berupa perencanaan agar proses pembelajaran dapat berjalan terarah dan efektif mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. RPP dalam penelitian ini disusun untuk pokok bahasan Kaidah Pencacahan dan Peluang berdasarkan prosedur pembelajaran matematika Knisley. RPP disusun oleh penulis dalam penelitiannya untuk digunakan di kelas eksperimen.

Lembar Tugas Siswa (LTS) yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar kosong yang diberikan kepada siswa kelas eksperimen. LTS tersebut digunakan oleh siswa untuk menuliskan jawaban atas tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Tugas-tugas ditulis dalam secarik kertas kemudian diberikan secara bertahap mulai dari tugas konkret–reflektif sampai tugas abstrak–aktif. Tugas-tugas yang diberikan pada setiap pertemuan mengacu kepada RPP yang bersesuaian. Pemberian LTS berupa lembar kosong ini agar siswa tidak stress terlebih dahulu dengan banyaknya tugas, namun dengan pemberian tugas secara bertahap membuat siswa tidak terasa berat dalam mengerjakannya.

D. Instrumen Penelitian

(24)

23

(25)

24

1. Tes Koneksi Matematis

Tes koneksi matematis terdiri dari pretes dan postes. Pretes diberikan kepada kelas eksperimen dan kontrol pada awal penelitian untuk mengetahui kemampuan awal koneksi matematis siswa sebelum pembelajaran. Postes diberikan kepada kelas eksperimen dan kontrol pada akhir penelitian untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa setelah pembelajaran. Soal-soal pretes dan postes yang digunakan dalam penelitian ini adalah identik. Berdasarkan hasil pretes dan postes, diperoleh data untuk melihat

perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis antara siswa kelas eksperimen dan kontrol.

Tes koneksi matematis menggunakan tipe subyektif dalam bentuk uraian (essay) untuk mengukur kemampuan koneksi matematis pada pokok bahasan Kaidah Pencacahan dan Peluang. Tes koneksi matematis dalam bentuk uraian ini lebih dapat mencerminkan proses berpikir siswa dalam mengaitkan antar konsep dalam matematika juga dalam mengaitkan konsep matematika dengan masalah dalam bidang studi lain atau masalah kehidupan sehari-hari.

Sebelum penyusunan tes koneksi matematis, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi tes yang mencakup indikator kemampuan koneksi matematis, indikator soal, butir soal beserta kunci jawabannya. Teknik pemberian skor untuk jawaban pada setiap butir soal didasarkan atas ketercapaian indikatornya (indikator kemampuan koneksi matematis dan indikator soal), sehingga setiap butir soal memiliki skor yang sama. Tes koneksi matematis terdiri dari lima soal yang mewakili empat indikator kemampuan koneksi matematis, sehingga terdapat dua soal yang mewakili satu indikator. Skor untuk setiap butir soal tes koneksi matematis ini ditetapkan 10 sehingga diperoleh Skor Maksimum Ideal (SMI) adalah 50.

Sebelum digunakan dalam penelitian, tes koneksi matematis terlebih dahulu

(26)

25

kualitas soal tes yang dibuat. Pengujian kualitas soal tes tersebut menggunakan software Anates. Berikut adalah pemaparan hasil dari masing-masing pengujian.

a. Uji Validitas

Suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman, 2003: 102). Cara menentukan tingkat validitas suatu alat evaluasi yaitu dengan menghitung koefisien validitas (rxy) kemudian menginterpretasikannya. Salah satu cara menghitung koefisien validitas (rxy) yaitu dengan menggunakan rumus korelasi produk-moment memakai angka kasar (raw score), rumusnya adalah:

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

dengan n = banyak subyek uji coba (Suherman, 2003: 119). Menurut Suherman (2003: 126), jika hendak menghitung koefisien validitas butir soal dengan menggunakan rumus korelasi produk-moment memakai angka kasar tersebut maka skor masing-masing butir soal menjadi variabel X dan skor total menjadi variabel Y.

Interpretasi koefisien validitas (rxy) dibagi ke dalam kategori-kategori sebagai berikut (Guilford, J.P. dalam Suherman, 2003: 113):

0,90 ≤ rxy ≤ 1,00 validitas sangat tinggi (sangat baik) 0,70 ≤ rxy < 0,90 validitas tinggi (baik)

0,40 ≤ rxy < 0,70 validitas sedang (cukup) 0,20 ≤ rxy < 0,40 validitas rendah (kurang) 0,00 ≤ rxy < 0,20 validitas sangat rendah

rxy < 0,00 tidak valid

Pengujian validitas butir soal tes koneksi matematis dengan menggunakan rumus korelasi produk-moment memakai angka kasar dan menggunakan software Anates diperoleh hasil yang sama. Hasil pengujian validitas tersebut disajikan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Validitas Butir Soal

(27)

26

2 0,611 Validitas sedang 3 0,606 Validitas sedang 4 0,643 Validitas sedang 5 0,739 Validitas tinggi

Berdasarkan Tabel 3.1 terlihat bahwa sebagian besar butir soal tes koneksi matematis tergolong validitas sedang. Jika dihitung rata-rata koefisien validitas butir soal tersebut diperoleh koefisien validitas internal yaitu sebesar 0,608. Ini berarti validitas internal soal tes koneksi matematis tergolong validitas sedang. b. Uji Reliabilitas

Suatu alat evaluasi disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subyek yang sama (Suherman, 2003: 131). Koefisien reliabilitas, yang dinotasikan r11, menyatakan keterandalan alat evaluasi (Suherman, 2003: 139). Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien reliabilitas (r11) tes bentuk uraian dikenal dengan rumus Alpha yaitu sebagai berikut:

( )

dengan N = banyak butir soal, ∑ = jumlah varians skor setiap butir soal, dan

= varians skor total (Suherman, 2003: 153). Varians skor setiap butir soal juga varians skor total dihitung dengan rumus varians (Sudjana, 2005: 94):

∑ ∑

dengan n = banyak subyek uji coba, ∑ = jumlah skor (skor setiap butir soal atau

skor total), dan ∑ = jumlah kuadrat skor (skor setiap butir soal atau skor total).

Interpretasi koefisien reliabilitas (r11) berdasarkan tolok ukur yang dibuat oleh J.P. Guilford (Suherman, 2003: 139) yaitu sebagai berikut:

0,90 ≤ r11 ≤ 1,00 derajat reliabilitas sangat tinggi 0,70 ≤ r11 < 0,90 derajat reliabilitas tinggi 0,40 ≤ r11 < 0,70 derajat reliabilitas sedang 0,20 ≤ r11 < 0,40 derajat reliabilitas rendah

(28)

27

(29)

28

c. Uji Daya Pembeda

Daya pembeda (DP) dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (Suherman, 2003: 159). Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda (DP) setiap butir soal pada tes bentuk uraian yaitu sebagai berikut:

̅ ̅

dengan ̅ = rata-rata skor kelompok atas, ̅ = rata-rata skor kelompok bawah,

dan SMI = Skor Maksimum Ideal.

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yaitu sebagai berikut (Suherman, 2003: 161):

0,70 < DP ≤ 1,00 daya pembeda sangat baik 0,40 < DP ≤ 0,70 daya pembeda baik 0,20 < DP ≤ 0,40 daya pembeda cukup 0,00 < DP ≤ 0,20 daya pembeda jelek

DP ≤ 0,00 daya pembeda sangat jelek

Hasil pengujian daya pembeda butir soal tes koneksi matematis menggunakan software Anates disajikan dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Daya Pembeda Butir Soal

No. Soal Daya Pembeda (%)

Daya Pembeda

(Desimal) Interpretasi 1 23,75 0,24 Daya pembeda cukup 2 66,25 0,66 Daya pembeda baik 3 52,50 0,52 Daya pembeda baik 4 76,25 0,76 Daya pembeda sangat baik 5 56,25 0,56 Daya pembeda baik

(30)
(31)

30

d. Uji Indeks Kesukaran

Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut indeks kesukaran. Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval 0,00 sampai dengan 1,00 (Suherman, 2003: 169). Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks kesukaran (IK) setiap butir soal pada tes bentuk uraian yaitu sebagai berikut:

̅

dengan ̅ = rata-rata skor setiap butir soal dan SMI = skor maksimum ideal setiap butir soal.

Klasifikasi interpretasi untuk indeks kesukaran yaitu sebagai berikut (Suherman, 2003: 170):

IK = 0,00 soal terlalu sukar 0,00 < IK ≤ 0,30 soal sukar 0,30 < IK ≤ 0,70 soal sedang 0,70 < IK < 1,00 soal mudah

IK = 1,00 soal terlalu mudah

Hasil pengujian indeks kesukaran butir soal tes koneksi matematis menggunakan software Anates disajikan dalam Tabel 3.3.

[image:31.595.115.510.232.612.2]

Tabel 3.3

Indeks Kesukaran Butir Soal

No. Soal Indeks Kesukaran (%)

Indeks Kesukaran

(Desimal) Interpretasi

1 80,63 0,81 Mudah

2 55,63 0,56 Sedang

3 43,75 0,44 Sedang

4 61,88 0,62 Sedang

5 66,88 0,67 Sedang

(32)

31

[image:32.595.116.505.225.553.2]

Dengan demikian, tes koneksi matematis yang dibuat memiliki koefisien validitas internal sebesar 0,608 sehingga tergolong validitas sedang. Koefisien reliabilitas tes sebesar 0,58 sehingga derajat reliabilitasnya tergolong sedang. Rekapitulasi kualitas soal tes koneksi matematis berdasarkan pengolahan hasil uji coba menggunakan software Anates disajikan dalam Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Rekapitulasi Kualitas Soal Tes Koneksi Matematis No. Soal Koefisien Validitas (rxy) Daya Pembeda Indeks

Kesukaran Keterangan

1 0,441 (Sedang)

0,24 (Cukup)

0,81

(Mudah) Digunakan

2 0,611 (Sedang)

0,66 (Baik)

0,56

(Sedang) Digunakan

3 0,606 (Sedang)

0,52 (Baik)

0,44

(Sedang) Digunakan

4 0,643 (Sedang)

0,76 (Sangat Baik)

0,62

(Sedang) Digunakan

5 0,739 (Tinggi)

0,56 (Baik)

0,67

(Sedang) Digunakan

2. Lembar Observasi

Kegiatan observasi dapat mengukur atau menilai proses pembelajaran secara langsung dan apa adanya. Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan sebagai instrumen untuk mengamati aktivitas, partisipasi, serta interaksi siswa dan guru dalam proses pembelajaran, apakah langkah-langkah pembelajarannya telah sesuai dengan langkah-langkah dari model pembelajaran yang diterapkan atau belum.

(33)

32

3. Jurnal Harian Siswa

Jurnal harian diberikan pada setiap akhir pertemuan di kelas eksperimen. Jurnal harian ini berupa lembaran yang diisi oleh siswa kelas eksperimen bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika Knisley serta untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan yang mereka peroleh pada setiap pertemuan. Selain itu, jurnal harian juga berfungsi untuk memperoleh informasi saran dari siswa sebagai bahan evaluasi guna perbaikan pada pertemuan selanjutnya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif dalam penelitian ini diperoleh dari hasil tes koneksi matematis (pretes serta postes) kelas eksperimen dan kontrol. Data kualitatif diperoleh dari hasil kegiatan observasi proses pembelajaran serta hasil pengisian jurnal harian siswa setiap pertemuan di kelas eksperimen.

Data hasil tes koneksi matematis diperoleh melalui pemberian pretes dan postes kepada kelas eksperimen dan kontrol. Pretes yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kontrol pada awal penelitian bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal koneksi matematis masing-masing kelas. Postes diberikan pada akhir penelitian bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis kelas eksperimen dan kontrol setelah pembelajaran.

Keseluruhan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, siswa dengan bahan ajar, serta kendala-kendala yang muncul selama proses pembelajaran matematika Knisley di kelas eksperimen diamati oleh observer secara langsung menggunakan lembar observasi. Observer dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran matematika kelas XI IPA. Observer secara langsung

mengamati penulis yang berperan sebagai guru dalam proses pembelajaran di kelas eksperimen.

(34)

33

pada setiap akhir pertemuan di kelas eksperimen. Jurnal harian ini juga berfungsi untuk memperoleh informasi saran dari siswa sebagai bahan evaluasi guna perbaikan pada pertemuan selanjutnya.

F. Teknik Analisis Data Hasil Penelitian

Data-data hasil penelitian yang berupa data kuantitatif dan data kualitatif dikumpulkan untuk kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data. Kegiatan analisis data terbagi menjadi dua jenis yaitu analisis data kuantitatif dan analisis

data kualitatif. Penjelasan untuk masing-masing jenis adalah sebagai berikut: 1. Analisis Data Kuantitatif

Skor adalah bilangan yang merupakan data mentah (raw data) dari hasil suatu evaluasi, belum diolah lebih lanjut, jadi bersifat kuantitatif (Suherman, 2003: 201). Hasil pengolahan terhadap skor dengan menggunakan aturan dan kriteria tertentu sehingga dapat diinterpretasikan disebut nilai. Nilai ini bisa berupa bilangan yang bersifat kuantitatif dan bisa pula berupa huruf atau kategori yang bersifat kualitatif (Suherman, 2003: 201). Nilai yang diperoleh siswa dapat mencerminkan tingkat penguasaan siswa terhadap seluruh materi tes yang diberikan (Suherman, 2003: 202).

Penelitian ini lebih fokus pada peningkatan kemampuan koneksi matematis antara siswa SMA yang memperoleh pembelajaran matematika Knisley dan yang memperoleh pembelajaran konvensional. Peningkatan kemampuan dapat diketahui dari skor yang diperoleh siswa sebelum dan sesudah memperoleh perlakuan pembelajaran. Dengan demikian, data yang digunakan dalam analisis kuantitatif ini adalah data skor tes (pretes maupun postes) siswa.

Data-data kuantitatif tersebut akan diolah dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif adalah statistik yang

(35)

34

sampel, dan hasilnya akan digeneralisasikan (diinferensikan) untuk populasi di mana sampel diambil (Sugiyono, 2012: 23).

Perhitungan statistik deskriptif untuk data-data kuantitatif meliputi rata-rata, skor minimum, skor maksimum, varians, dan simpangan baku. Rata-rata diperoleh dengan membagi jumlah nilai data oleh banyak data (Sudjana, 2005: 66). Rata-rata skor kelompok yang diperoleh akan mewakili skor setiap siswa dalam kelompok itu. Pengurangan skor maksimum oleh skor minimum akan menghasilkan rentang skor. Menurut Sugiyono (2012: 56) simpangan adalah jarak

antara nilai individu dengan rata-rata, kemudian varians adalah rata-rata dari jumlah kuadrat simpangan, sedangkan akar dari varians disebut simpangan baku.

Perhitungan statistik inferensial dari data-data kuantitatif yaitu berupa pengujian hipotesis. Penulis menggunakan software Statistical Product and Service Solution (SPSS) 20.0 dalam melakukan perhitungan.

Analisis data kuantitatif terdiri dari tiga tahap yaitu analisis kemampuan awal koneksi matematis, analisis peningkatan kemampuan koneksi matematis, dan analisis kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis. Penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut:

a. Analisis Kemampuan Awal Koneksi Matematis

Kemampuan awal koneksi matematis kelas eksperimen dan kontrol diketahui melalui analisis data skor pretes. Langkah-langkah analisis data skor pretes adalah sebagai berikut:

1) Menganalisis Data secara Deskriptif

Sebelum melakukan pengujian hipotesis terhadap data skor pretes, terlebih dahulu dilakukan perhitungan secara deskriptif yang meliputi rata-rata, skor minimum, skor maksimum, varians, dan simpangan baku. Hal ini perlu dilakukan sebagai langkah awal dalam melakukan pengujian hipotesis yang

meliputi uji normalitas, uji homogenitas, dan uji kesamaan dua rata-rata. 2) Uji Normalitas

(36)

35

normalitas menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk dalam taraf nyata 5% ( = 0,05).

Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa skor pretes kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal maka pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas varians. Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa skor pretes salah satu atau kedua kelas berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan statistik

non-parametrik yaitu uji Mann Whitney. 3) Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians data skor pretes bertujuan untuk mengetahui varians pretes antara kelas eksperimen dan kontrol. Uji homogenitas varians menggunakan uji Levene dalam taraf nyata 5% ( = 0,05).

4) Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata data skor pretes bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal koneksi matematis kelas eksperimen dan kontrol. Uji kesamaan dua rata-rata menggunakan Independent Sample t-Test atau uji-t. Apabila skor pretes kelas eksperimen dan kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal dengan varians skor kedua kelas homogen, maka uji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji-t dengan asumsi kedua varians homogen. Apabila skor pretes kelas eksperimen dan kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal dengan varians skor kedua kelas tidak homogen, maka uji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji-t dengan asumsi kedua varians tidak homogen.

b. Analisis Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis

Peningkatan kemampuan koneksi matematis kelas eksperimen dan kontrol

(37)

36

dan kontrol berbeda maka untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis digunakan data skor gain ternormalisasi.

Gain setiap siswa diperoleh dengan mengurangi skor postes oleh skor pretesnya. Gain ternormalisasi setiap siswa diperoleh dengan menggunakan rumus menurut Hake (2002: 3) sebagai berikut:

dimana dan adalah persentase pretes dan postes setiap

siswa.

Langkah-langkah analisis data skor postes atau gain ternormalisasi adalah sebagai berikut:

1) Menganalisis Data secara Deskriptif

Sebelum melakukan pengujian hipotesis terhadap data skor postes atau gain ternormalisasi, terlebih dahulu dilakukan perhitungan secara deskriptif yang meliputi rata-rata, skor minimum, skor maksimum, varians, dan simpangan baku. Hal ini perlu dilakukan sebagai langkah awal dalam melakukan pengujian hipotesis yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, dan uji perbedaan dua rata-rata.

2) Uji Normalitas

Uji normalitas data skor postes atau gain ternormalisasi bertujuan untuk mengetahui sebaran skor postes atau gain ternormalisasi sampel berasal dari

populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan uji

statistik Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk dalam taraf nyata 5% ( =

0,05).

(38)

37

(39)

38

3) Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians data skor postes atau gain ternormalisasi bertujuan untuk mengetahui varians postes atau gain ternormalisasi antara kelas eksperimen dan kontrol. Uji homogenitas varians menggunakan uji Levene dalam taraf nyata 5% ( = 0,05).

4) Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Uji perbedaan dua rata-rata data skor postes atau gain ternormalisasi bertujuan

untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis kelas eksperimen dan kontrol. Uji perbedaan dua rata-rata menggunakan Independent Sample t-Test atau uji-t. Apabila skor postes atau gain ternormalisasi kelas eksperimen dan kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal dengan varians skor kedua kelas homogen, maka uji perbedaan dua rata-rata menggunakan uji-t dengan asumsi kedua varians homogen. Apabila skor postes atau gain ternormalisasi kelas eksperimen dan kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal dengan varians skor kedua kelas tidak homogen, maka uji perbedaan dua rata-rata menggunakan uji-t dengan asumsi kedua varians tidak homogen.

c. Analisis Kualitas Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis

Setelah melakukan analisis peningkatan kemampuan koneksi matematis, kemudian dilakukan interpretasi terhadap gain ternormalisasi rata-rata kelas eksperimen dan kontrol. Interpretasi ini untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis kelas eksperimen dan kontrol.

Gain rata diperoleh dengan mengurangi rata skor postes oleh

rata-rata skor pretes masing-masing kelas. Gain ternormalisasi rata-rata diperoleh dengan menggunakan rumus menurut Hake (2002: 3) sebagai berikut:

(40)

39

Perubahan Skor Maksimum Ideal (SMI) akan mengubah skor setiap siswa di masing-masing kelas sehingga rata-rata skor pretes dan postesnya juga akan berubah. Akibatnya, perubahan SMI membuat gain rata-rata berubah, sedangkan gain ternormalisasi rata-rata akan tetap karena pada perhitungan selalu

dibandingkan dengan gain maksimum yang dapat terjadi untuk masing-masing kelas. Berdasarkan keajegan gain ternormalisasi rata-rata ini maka untuk

mengetahui kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis kelas eksperimen dan kontrol dilakukan dengan menginterpretasikan gain ternormalisasi rata-rata masing-masing kelas. Interpretasi gain

ternormalisasi rata-rata berdasarkan kriteria menurut Hake (Fatimah, 2011: 43) yaitu sebagai berikut:

: Rendah

: Sedang

: Tinggi

2. Analisis Data Kualitatif

Data kualitatif diperoleh dari hasil kegiatan observasi proses pembelajaran serta hasil pengisian jurnal harian siswa setiap pertemuan di kelas eksperimen. Analisis data kualitatif dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan proses pembelajaran matematika Knisley di kelas eksperimen.

a. Analisis Data Hasil Observasi

Data hasil observasi dianalisis secara deskriptif dalam bentuk narasi. Data

hasil observasi tersebut berguna untuk mengamati optimalisasi penerapan pembelajaran matematika Knisley, apakah telah sesuai langkah-langkah pembelajaran matematika Knisley seperti dalam RPP atau belum.

b. Analisis Data Jurnal Harian Siswa

(41)

40

(42)

41

[image:42.595.113.514.108.694.2]

Tabel 3.5

Interpretasi Persentase Respon Jurnal Persentase Jawaban Interpretasi

0% Tak seorang pun 1% - 24 % Sebagian kecil 25% - 49% Hampir setengahnya

50% Setengahnya 51% - 74% Sebagian besar 75% - 99% Hampir seluruhnya

100% Seluruhnya

G. Prosedur Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam pembelajaran matematika; b. Menentukan judul penelitian kemudian menyusun proposal penelitian; c. Melaksanakan seminar proposal penelitian;

d. Merevisi proposal penelitian;

e. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan instrumen penelitian yang terdiri dari instrumen tes dan non-tes;

f. Mengkonsultasikan RPP dan intrumen penelitian yang telah dibuat dengan dosen pembimbing;

g. Mengajukan permohonan izin uji instrumen dan permohonan izin penelitian;

h. Melaksanakan uji coba instrumen tes;

i. Analisis hasil uji coba instrumen tes yang meliputi validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Memberikan pretes kepada kelas eksperimen dan kontrol;

(43)

42

kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional dengan metode ekspositori;

c. Melaksanakan observasi di kelas eksperimen;

d. Memberikan jurnal harian kepada kelas eksperimen; e. Memberikan postes kepada kelas eksperimen dan kontrol. 3. Tahap Akhir

a. Mengumpulkan data hasil penelitian yang terdiri dari data kuantitatif dan kualitatif;

b. Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini;

c. Menginterpretasi hasil pengolahan dan analisis data untuk membuat kesimpulan hasil penelitian dengan berdasarkan kepada hipotesis yang telah dirumuskan;

(44)

63 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan statistik inferensial diperoleh bahwa peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa SMA yang memperoleh pembelajaran matematika Knisley lebih tinggi daripada yang memperoleh pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka dapat dikemukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi guru bidang studi matematika, pembelajaran matematika Knisley dapat dijadikan salah satu model pembelajaran alternatif dalam menyampaikan materi yang menekankan keterkaitan antar konsep.

2. Pada penelitian ini terdapat keterbatasan penelitian khususnya dalam tahap pengumpulan data, sehingga bagi peneliti berikutnya hendaknya merencanakan pelaksanaan penelitian secara matang agar dapat mengantisipasi keterbatasan penelitian yang mungkin terjadi.

(45)

64

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Isi: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA. Jakarta: BSNP.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Jakarta: BSNP.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL. Jakarta: Depdiknas.

Fatimah, S. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Knisley dengan Metode Brainstorming untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA. Skripsi FPMIPA UPI.

Fauzi, M.A. (2011). Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif di Sekolah Menengah Pertama. Disertasi Doktor pada FPMIPA UPI.

Hake, R.R. (2002). Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in Mechanics with Gender, High-School Physics, and Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization. Dalam Physics Education Research Conference; Boise, Idaho (August 2002) [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~hake/PERC2002h-Hake.pdf [09 Oktober 2013]

Knisley, J. (2003). A Four-Stage Model of Mathematical Learning. Dalam Mathematics Educator [Online], vol 12 (1), 10 halaman. Tersedia: http://math.coe.uga.edu/TME/issues/v12n1/v12n1.Knisley.pdf

(46)

65

Lestari, P. (2011). Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMK Melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Dalam Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung [Online], vol 1, hal 64-72. Tersedia:

http://publikasi.stkipsiliwangi.ac.id/files/2012/09/Prosiding-Seminar-Nasional-Pendidikan-Matematika.pdf [19 Juni 2013]

Mulyana, E. (2009). Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley terhadap Peningkatan Pemahaman dan Disposisi Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas Program Ilmu Pengetahuan Alam. Disertasi Doktor pada FPMIPA UPI.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

National Training Laboratory. (2007). The Learning Pyramid. [Online]. Tersedia: http://siteresources.worldbank.org/DEVMARKETPLACE/Resources/Hand out_TheLearningPyramid.pdf [16 November 2012]

Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). (2010). PISA 2009 Results: What Students Know and Can Do – Student Performance in Reading, Mathematics and Science (Volume I). Paris: OECD Publishing.

Permana, Y. dan Sumarmo, U. (2007). Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Dalam Educationist [Online], vol 1 (2), hal 116-123. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/EDUCATIONIST/Vol._I_No._2-Juli_2007/6_Yanto_Permana_Layout2rev.pdf [16 November 2012]

(47)

66

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA - UPI.

Suyono dan Hariyanto. (2011). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tim Sosialisasi KTSP. (2007). Sosialisasi dan Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMK. Jakarta: Depdiknas.

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 4.1 Aktivitas Guru dan Siswa Pada Tahap Konkret–Reflektif ........................
Tabel Distribusi t .......................................................................................
Validitas Butir SoalTabel 3.1 Koefisien Validitas (r )
+5

Referensi

Dokumen terkait

sederhana. Media yang telah digunakan kurang menarik siswa, maka perlu adanya media lain yang lebih menarik. Harapannya dengan media yang lebih menarik, siswa dapat

Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai yang diperoleh siswa dari aspek kognitif setelah pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model

Tema kecenderungan berperilaku agresif merupakan tema yang telah cukup banyak diteliti, misalnya dikaitkan dengan intimasi dan komunikasi antar anggota keluarga,

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi Sistem Informasi S-1 pada Fakultas Teknik Universitas

Saat ini saya sedang mengikuti Program Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan sedang melakukan penelitian Karya Tulis Ilmiah dengan judul

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan secara kuantitatif menunjukan adanya hubungan yang signifikan sebesar 0,697 antara kurangnya perhatian orang tua dengan prestasi

[r]

Dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif, dimana untuk menggambarkan tingkat konsumsi di daerah penelitian dibandingkan dengan tiga indikator(tingkat konsumsi