Fifih Nurafiah, 2013
PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP ANTARA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN
MEANS-ENDS ANALYSIS (MEA) DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
(Suatu Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII di Salah satu SMP Negeri di Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh
FIFIH NURAFIAH NIM. 0809655
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
SMP ANTARA YANG MEMPEROLEH
PEMBELAJARAN
MEANS-ENDS ANALYSIS
(MEA) DAN
PROBLEM BASED LEARNING
(PBL)
Oleh Fifih Nurafiah
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Fifih Nurafiah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Fifih Nurafiah, 2013
FIFIH NURAFIAH
PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP ANTARA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN
MEANS-ENDS ANALYSIS (MEA) DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) (Suatu Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII di Salah satu SMP Negeri di
Bandung)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Dr. Elah Nurlaelah, M.Si. NIP. 196411231991032002
Pembimbing II
Ririn Sispiyati, S.Si., M.Si. NIP. 198106282005012001
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Matematika
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRAK
Fifih Nurafiah (2013). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends
Analysis (MEA) dan Problem Based Learning (PBL).
Tujuan dalam penelitian ini adalah 1) mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara yang memperoleh pembelajaran MEA, pembelajaran PBL dan pembelajaran konvensional; 2) mengetahui respon siswa selama proses pembelajaran matematika terhadap model pembelajaran MEA; dan 3) mengetahui respon siswa selama proses pembelajaran matematika terhadap model pembelajaran PBL. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol tidak ekuivalen (Non Equivalent Control Group Design) dan populasi yang digunakan adalah seluruh siswa Kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung tahun ajaran 2012/2013 dengan sampel sebanyak tiga kelas. Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes dan instrumen non tes (berupa angket, lembar observasi dan jurnal harian). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara yang memperoleh pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA), pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan pembelajaran konvensional; 2) respon siswa selama proses pembelajaran matematika terhadap model pembelajaran MEA positif; dan 3) respon siswa selama proses pembelajaran matematika terhadap model pembelajaran PBL positif.
Kata kunci : Kemampuan berpikir kritis siswa, Means-Ends Analysis (MEA),
Fifih Nurafiah, 2013
ABSTRACT
Fifih Nurafiah (2013). Comparison Improvement of Critical Thinking Ability Students of Junior High School between who obtained by Means-Ends Analysis (MEA) and Problem Based Learning (PBL) models.
The purpose of this research are 1) to determine differences improvement critical thinking ability between students who obtained by MEA, PBL and conventional learning, 2) to know responses of students during the process of learning mathematics toward MEA, and 3) to know responses of students during the process of learning mathematics toward PBL. The method of this research is quasi-experimental method with non-equivalent control group design and the populations was used are all the eighth grade students of SMP Negeri 26 Bandung in the academic year of 2012/2013 with three samples. The instruments was used are test instruments and non-test instruments (such as questionnaires, observation sheets and daily journal). The results showed that 1) there are differences improvement critical thinking ability between students who obtained by Means-Ends Analysis (MEA), Problem Based Learning (PBL) and conventional learning, 2) responses of students during the learning process of mathematics toward MEA is positive, and 3) responses of students during the learning process of mathematics toward PBL is positive.
Keywords : critical thinking ability, Means-Ends Analysis (MEA), Problem
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Definisi Operasional ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Berpikir dalam Matematika ... 12
B. Berpikir Kritis ... 13
C. Kemampuan Berpikir Kritis dalam Matematika ... 16
D. Model Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) ... 17
E. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ... 19
F. Penelitian yang Relevan ... 22
vi
Fifih Nurafiah, 2013
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian ... 23
B. Populasi dan Sampel Penelitian... 24
C. Variabel Penelitian ... 24
D. Instrumen Penelitian ... 26
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 36
F. Teknis Analisis Data ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 44
B. Pembahasan ... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 67
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran PBL ... 21
Tabel 3.1 Penyekoran Kemampuan Berpikir Kritis ... 27
Tabel 3.2 Klasifikasi Koefisien Validitas ... 29
Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Tes ... 30
Tabel 3.4 Hasil Validitas Butir Soal Tes ... 31
Tabel 3.5 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 32
Tabel 3.6 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 33
Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Butir Soal ... 33
Tabel 3.8 Klasifikasi Daya Pembeda ... 35
Tabel 3.9 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal ... 35
Tabel 3.10 Klasifikasi Indeks Gain ... 40
Tabel 3.11 Ketentuan Pemberian Skor Pernyataan Angket ... 40
Tabel 3.12 Penafsiran Hasil Angket ... 41
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Data Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 44
Tabel 4.2 Uji Normalitas Data Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Siswa... 46
Tabel 4.3 Uji Kruskal-Wallis Data Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Siswa... 47
Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Data Indeks Gain ... 48
viii
Fifih Nurafiah, 2013
Tabel 4.6 Uji Kruskal-Wallis Indeks Gain ... 51
Tabel 4.7 Uji Mann-Whitney Data Indeks Gain ... 53
Tabel 4.8 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Means-Ends Analysis
(MEA)... 56
Tabel 4.9 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) ... 57
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A : Bahan Ajar
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen 1
(MEA) ... 73
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen 2 (PBL) ... 103
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol (Konvensional) ... 130
4. Lembar Diskusi MEA ... 156
5. Lembar Diskusi PBL ... 170
LAMPIRAN B 1. Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 182
2. Soal Tes Kemampuan Berpikri Kritis Siswa ... 184
3. Jawaban Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 185
4. Kisi-kisi Angket MEA ... 189
5. Kisi-kisi Angket PBL ... 190
6. Angket Siswa MEA ... 191
7. Angket Siswa PBL ... 193
8. Lembar Observasi ... 195
9. Jurnal Harian Siswa ... 199
x
Fifih Nurafiah, 2013
Data Perhitungan Hasil Uji Coba Instrumen ... 200
LAMPIRAN D : Hasil Pengumpulan Data 1. Contoh Jawaban Tes Siswa ... 204
2. Contoh Jawaban LD Siswa MEA ... 216
3. Contoh Jawaban LD Siswa PBL ... 222
4. Contoh Jawaban Angket Siswa MEA ... 229
5. Contoh Jawaban Angket Siswa PBL ... 229
6. Contoh Jawaban Lembar Obsevasi MEA ... 230
7. Contoh Jawaban Lembar Obsevasi PBL ... 236
8. Contoh Jawaban Jurnal Harian Siswa MEA ... 242
9. Contoh Jawaban Jurnal Harian Siswa PBL ... 244
LAMPIRAN E : Pengolahan Data 1. Skor Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas Means-Ends Analysis (MEA) ... 246
2. Skor Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas Problem Based Learning (PBL) ... 247
3. Skor Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas Konvensional ... 248
4. Data Uji Statistik dengan SPSS versi 16.0 ... 249
5. Data Hasil Angket Siswa MEA ... 263
6. Data Hasil Angket Siswa PBL ... 266
7. Data Hasil Jurnal Harian Siswa ... 269
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
2. Kartu Bimbingan ... 271
3. Surat Uji Instrumen ... 273
4. Surat Izin Penelitian ... 274
5. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 275
LAMPIRAN G 1. Dokumentasi ... 276
Fifih Nurafiah, 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu
sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga
profesional atau sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas pula (Bappenas,
2006). Melalui pendidikan, diharapkan dapat membentuk karakter manusia yang
memiliki kemampuan akademis dan keterampilan lainnya, agar mampu
mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk memajukan bangsa Indonesia
ini.
Pendidikan itu sendiri merupakan suatu proses pembentukan manusia yang
memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kemampuan yang dimilikinya. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2003) dicantumkan bahwa:
“tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi siswa agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab”. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional tersebut maka disusunlah kurikulum yang sesuai dan dijadikan pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Dalam lingkup pendidikan sekolah, siswa harus mempelajari banyak mata
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
pembelajaran matematika di sekolah dari jenjang pendidikan dasar sampai
menengah sebagaimana tercantum dalam Standar Kelulusan (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD) dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BNSP, 2006:
145) adalah untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut
diperlukan agar siswa mampu mengolah, mengelola dan memanfaatkan informasi
untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan
kompetitif. Hal tersebut menjadikan matematika adalah bagian dari kurikulum
yang melakukan suatu alur strategi pembelajaran yang mampu meningkatkan
kualitas SDM Indonesia dan menjadi pendukung perkembangan bidang ilmu yang
lain.
Tujuan pembelajaran di atas secara tersirat menunjukkan bahwa
pembelajaran matematika mengajarkan kemampuan berpikir. Terdapat beberapa
alasan yang dikemukakan oleh Sabandar (2009) mengenai pentingnya
kemampuan berpikir dalam pembelajaran matematika, yaitu: 1) terdapat tuntutan
dalam kurikulum, 2) tuntutan dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan
peradaban, dan 3) tuntutan dalam pembaharuan tentang standarisasi
instrumen-instrumen tes yang mengukur kapasitas siswa. Mengingat tuntutan tersebut maka
siswa yang terbina harus memiliki kemampuan berpikir, misalnya kemampuan
berpikir kritis dan kreatif, untuk mampu menjawab tantangan yang ada dalam
dunia nyata.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, di era globalisasi ini diperlukan
3
Fifih Nurafiah, 2013
pada saat ini salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis. Sikap dan cara
berpikir yang kritis mampu membentuk manusia yang ingin melakukan dan
mencari segala kemungkinan yang mungkin, sehingga mampu memilih,
menghasilkan, mengatur dan menggunakan informasi yang datang untuk
dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, menurut Hatcher dan
Spencer (Duron, Limbach, dan Waugh, 2006: 160), seseorang yang memiliki
pemikiran kritis mampu menolong dirinya dalam menghadapi pertanyaan mental
atau spiritual dan dapat mengevaluasi seseorang atau kelompok untuk
memecahkan masalah sosial yang terjadi.
Berpikir kritis merupakan bagian dari kemampuan berpikir. Berpikir kritis
mengaktifkan kemampuan melakukan analisis dan evaluasi bukti. Duron,
Limbach, dan Waugh (2006: 161) mengkategorikan berpikir kritis sebagai
kemampuan yang mencakup kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi pada
taksonomi Bloom, sehingga berpikir kritis tergolong kemampuan berpikir tingkat
tinggi. Kemampuan berpikir kritis tersebut dapat dikembangkan melalui
pendidikan dengan cara pengajaran yang tepat.
Keterampilan berpikir kritis di sekolah sangat diperlukan untuk
mempersiapkan generasi muda yang mampu mengambil keputusan yang baik dan
menjadi pemikir yang matang, sehingga mampu membawa bangsa ke arah yang
lebih baik. Rajendran (Muhfahroyin, 2009) menemukan kurangnya kemampuan
siswa dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah ke
permasalahan yang mereka temui dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
tentang konsep dan hubungan yang mendasar bagi mata pelajaran yang telah
mereka pelajari atau ketidakmampuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang
telah mereka peroleh ke dalam permasalahan dunia nyata. Menurut kajian
Rajendran (Muhfahroyin, 2009), kebutuhan untuk mengajarkan kemampuan
berpikir sebagai bagian yang menyatu dengan kurikulum sekolah merupakan hal
yang sangat penting, sehingga sebagian besar negara mempedulikan kenaikan
standar pendidikan melalui wajib belajar pada pendidikan formal.
Kajian lainnya dilakukan oleh Muchlis (2009) terhadap hasil survei TIMSS
(Trends in International Mathematics and Science Study) tahun 2007, dengan
hasil kajiannya adalah bahwa siswa Indonesia kelas VIII pada bidang matematika
berada pada peringkat ke 36 dari 48 negara dengan skor rata-rata 397. Dari 4000
siswa Indonesia yang ikut berpartisipasi, hanya 1920 siswa (48%) yang
terklasifikasikan. Itu artinya lebih dari setengah siswa Indonesia tidak
terklasifikasikan kepada tingkatan kemampuan matematika siswa yang terdapat
pada lembaga survei tersebut. Dari jumlah siswa yang terklasifikasikan, 1556
siswa (38,9%) mencapai tingkatan rendah, dimana siswa hanya memiliki beberapa
pengetahuan dasar matematika. Sedangkan sebanyak 350 siswa (8,75%) mencapai
tingkatan sedang, itu artinya siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan dasar
matematika pada situasi langsung dan 14 siswa (0,35%) mencapai tingkatan
tinggi, dimana siswa tersebut sudah mampu mengaplikasikan pengetahuan dan
pemahamannya terhadap situasi yang lebih kompleks. Bandingkan dengan negara
Singapura, Malaysia dan Thailand, dimana siswa yang tidak terklasifikasikan
5
Fifih Nurafiah, 2013
Shadiq (2007: 2) menambahkan bahwa proses pembelajaran yang terjadi di
kelas kurang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order
thinking) dan kurang berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Hal
tersebut ditandai dengan:
1. Hasil laporan survei TIMSS yang menunjukkan bahwa penekanan pembelajaran di Indonesia lebih banyak pada penguasaan keterampilan dasar (basic skills), sedikit atau sama sekali tidak ada penekanan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari, berkomunikasi secara matematis dan bernalar secara matematis.
2. Karakteristik pembelajaran matematika lebih mengacu pada tujuan jangka pendek (lulus ujian sekolah), lebih fokus pada kemampuan prosedural, komunikasi satu arah, lebih dominan soal rutin dan pertanyaan tingkat rendah.
3. Hasil Video Study menunjukkan bahwa ceramah menjadi metode yang paling baik digunakan selama mengajar, waktu siswa untuk problem solving hanya 32% dari seluruh waktu kelas dan sebagian besar guru memberikan soal rutin.
Dari beberapa pendapat di atas menunjukkan lemahnya kemampuan berpikir
siswa Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah pembelajaran matematika di
Indonesia yang masih menggunakan pembelajaran konvensional, yaitu
pembelajaran yang hanya berpusat pada guru, yaitu guru menjelaskan materi
melalui metode ceramah, sedangkan murid hanya diam atau pasif, pertanyaan
siswa terkadang diabaikan, hanya berorientasi pada satu jawaban yang benar dan
kegiatan di kelas hanya menulis dan mendengarkan (Herman, 2009: 224).Dengan
pembelajaran seperti itu, kemampuan matematika siswa tidak diwadahi dengan
baik, seperti kemampuan pemecahan masalah, penalaran, komunikasi dan koneksi
(Herman, 2009: 224). Sebagai hasilnya, kemampuan berpikir kritis siswa masih
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
Untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis pada kegiatan
belajar mengajar, maka harus dikembangkan model pembelajaran yang tidak
hanya sekadar meningkatkan pengetahuan saja untuk siswa tetapi juga untuk
membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi langkah-langkah pengerjaan
dalam mencari solusi yang benar dari permasalahan yang dihadapi. Salah satu
cara untuk mengatasinya adalah pemilihan model pembelajaran dengan
memperhatikan kondisi pembelajaran sehingga mampu meningkatan kemampuan
siswa.
Pemilihan model pembelajaran yang tepat diharapkan mampu
memaksimalkan proses dan hasil belajar siswa. Siswa dituntut aktif di kelas
dengan bantuan guru. Guru mendorong siswa mampu mengembangkan ide-ide
kreatifnya, menjawab pertanyaan, menjelaskan jawaban dan memberikan alasan
untuk jawaban tersebut. Model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model
pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) dan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL).
Suherman (2008: 6) menyatakan bahwa: “Model pembelajaran Means-Ends
Analysis (MEA) merupakan model pembelajaran yang menyajikan materi dengan
pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristik”. Dalam model pembelajaran
MEA, siswa tidak hanya akan dinilai berdasarkan hasil saja, namun berdasarkan
proses pengerjaan. Selain itu, siswa dituntut untuk mengetahui apa tujuan yang
hendak dicapai atau masalah apa yang hendak diselesaikan dan memecahkan
suatu masalah ke dalam dua atau lebih sub tujuan dan kemudian dikerjakan
7
Fifih Nurafiah, 2013
memusatkan pada perbedaan antara pernyataan sekarang (the current state of the
problem) dengan tujuan yang hendak dicapai (the goal state). Dengan
karakteristik pembelajaran tersebut, maka menurut Haydar (2008), model
pembelajaran MEA dapat mengembangkan kemampuan berpikir reflektif, kritis,
sistematis dan kreatif.
Sedangkan, model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) atau
pembelajaran berbasis masalah adalah proses pembelajaran yang titik awal
pembelajarannya berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata (Gallagher, et al
dalam Ward dan Lee, 2002: 17). Karena masalah adalah pusat dari PBL, maka
pemilihan masalah yang akan digunakan harus diperhatikan. Model ini melibatkan
siswa untuk memecahkan masalah melalui tahapan-tahapan metode ilmiah
sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan
masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan
masalah. Penyajian masalah pada model pembelajaran ini secara autentik dan
bermakna dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan
penyelidikan. PBL memiliki dua tujuan yaitu mempelajari sejumlah kompetensi
yang diperlukan dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah yang
penting untuk pembelajaran seumur hidup (Engel dalam Ward dan Lee, 2002: 18).
Beberapa penelitian mengenai masing-masing model diatas terhadap
kemampuan berpikir kritis sudah dilakukan. Salah satunya adalahpenelitian yang
dilakukan oleh Nuraprilianti (2007) dengan judul “Pembelajaran Matematika
dengan Menggunakan Strategi Means-Ends Analysis untuk Meningkatkan
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran MEA lebih baik
dibandingkan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Penelitian
lainnya dilakukan oleh Nurdiansyah (2009) dengan judul “Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis
Masalah”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis
siswa yang mengikuti pembelajaran PBL lebih baik dibandingkan siswa yang
mengikuti pembelajaran konvensional. Namun, belum ada penelitian yang
membandingkan kedua model pembelajaran tersebut terhadap kemampuan
berpikir kritis siswa pada jenjang SMP.
Dengan melihat beberapa penjelasan sebelumnya, maka pada kali ini akan
dilakukan penelitian perbandingan kemampuan berpikir kritis siswa SMP antara
yang memperoleh model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) dengan
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Oleh karena itu, penulis
mengambil judul “Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa SMP Antara yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis
(MEA) dan Problem Based Learning (PBL)”.
B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa
antara yang memperoleh pembelajaran MEA, pembelajaran PBL dan
9
Fifih Nurafiah, 2013
2. Bagaimana respon siswa selama proses pembelajaran matematika terhadap
model pembelajaran MEA?
3. Bagaimana respon siswa selama proses pembelajaran matematika terhadap
model pembelajaran PBL?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
berpikir kritis siswa antara yang memperoleh pembelajaran MEA,
pembelajaran PBL dan pembelajaran konvensional.
2. Untuk mengetahui respon siswa selama proses pembelajaran matematika
terhadap model pembelajaran MEA.
3. Untuk mengetahui respon siswa selama proses pembelajaran matematika
terhadap model pembelajaran PBL.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan penulis khususnya yang
terkait dengan penelitian yang menggunakan model pembelajaran MEA dan
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
2. Bagi Guru
Digunakan sebagai bahan referensi atau masukkan tentang model
pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa.
3. Bagi Siswa
Proses pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
menganalisis masalah secara kritis dalam menyelesaikan soal-soal
matematika.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda serta mewujudkan kesatuan
pandangan dan pengertian yang berhubungan dengan judul penelitian,
istilah-istilah yang perlu ditegaskan adalah:
1. Kemampuan Berpikir Kritis
Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan melakukan analisis dan
evaluasi langkah-langkah pengerjaan permasalahan yang menekankan pada
pembuatan keputusan yang akan dilakukan, dengan indikatornya adalah
menghubungkan, mengeksplorasi, menggeneralisasi, mengklarifikasi dan
menyelesaikan masalah.
2. Model Pembelajaran Mean-Ends Analysis (MEA)
Model Pembelajaran Mean-Ends Analysis (MEA) adalah variasi dari
pembelajaran dengan pemecahan masalah dimana penyajian materinya
dilakukan dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristik,
11
Fifih Nurafiah, 2013
perbedaan, menyusun sub-sub masalah sehingga terjadi konektivitas dan
memilih strategi solusi.
3. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model
pembelajaran yang diawali dengan penggunaan masalah sebagai pemicu
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kuasi
eksperimen, dengan variabel bebas yaitu perlakuan yang diberikan kepada siswa
dan variabel terikatnya yaitu kemampuan siswa yang diteliti, yang bertujuan
untuk melihat hubungan sebab akibat dari perlakuan terhadap variabel bebas dan
hasil dari variabel terikat. Penelitian ini melibatkan tiga kelompok atau kelas,
yaitu berupa dua kelompok eksperimen (kelas eksperimen 1 dan 2) dan satu
kelompok kontrol. Siswa pada kelas eksperimen 1 memperoleh perlakuan berupa
pembelajaran dengan menggunakan model MEA, sedangkan siswa pada kelas
eksperimen 2 mendapatkan perlakuan berupa model PBL. Lalu, siswa pada kelas
kontrol mendapatkan perlakuan berupa pembelajaran konvensional.
Desain penelitian yang digunakan adalah Non Equivalent Control Group
Design (desain kelompok kontrol tidak ekuivalen) ( Ruseffendi, 2005: 52). Desain
jenis ini tidak terjadi pengelompokkan subjek secara acak, namun adanya pretest,
perlakuan dan posttest. Ketiga kelompok yang telah ditentukan memperoleh soal
pretest dan soal posttest yang sama.
Adapun desain penelitiannya digambarkan sebagai berikut :
O X1 O
O X2 O
24
Fifih Nurafiah, 2013
Keterangan :
X1 = Perlakuan model pembelajaran MEA
X2 = Perlakuan model pembelajaran PBL
O = Pretest (sebelum diberi perlakuan)
= Posttest (sesudah diberi perlakuan)
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam peneltian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP 26 di Kota
Bandung. Sampel yang dipilih adalah sebanyak tiga kelas. Kemudian, kelas
tersebut dipilih, dimana satu kelas sebagai kelas eksperimen 1, satu kelas sebagai
kelas eksperimen 2 dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen 1
mendapat model pembelajaran MEA, kelas eksperimen mendapat model
pembelajaran PBL dan kelas kontrol mendapat pembelajaran konvensional.
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu
(purposive sampling), yaitu pertimbangan guru mata pelajaran matematika.
Pertimbangan ini berdasarkan atas waktu yang memungkinkan ketiga kelas yang
diambil tidak ada irisan waktu karena diampu oleh satu guru matematika.
C. Variabel Penelitian
Seperti yang sudah dicantumkan sebelumnya, pada penelitian ini, variabel
yang termuat ada dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas
adalah faktor yang dipilih untuk dicari hubungan atau pengaruh terhadap subjek
yang diamati. Sehingga, variabel bebas pada penelitian ini adalah pembelajaran
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas, yaitu kemampuan
berpikir kritis siswa.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas:
1. Instrumen Pembelajaran
Instrumen pembelajaran adalah instrumen yang dipakai selama pembelajaran
berlangsung. Instrumen ini terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
dan Lembar Diskusi (LD). RPP merupakan pengembangan dari silabus
pembelajaran.
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Menurut Sanjaya (2010: 59), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
adalah program perencanaan yang disusun sebagai pedoman pelaksanaan
pembelajaran untuk setiap kegiatan proses pembelajaran. Kegiatan proses
pembelajaran akan dilakukan di dua kelas eksperimen dan satu kelas kontrol.
Penyusunan RPP untuk kelas eksperimen 1 disesuaikan dengan model
pembelajaran MEA, sedangkan untuk kelas eksperimen 2 disesuaikan dengan
model pembelajaran PBL. Untuk kelas kontrol, RPP yang dibuat disesuaikan
dengan pembelajaran konvensional. Untuk setiap kelasnya, penulis menyusun tiga
RPP.
b. Lembar Diskusi (LD)
LD diberikan kepada kedua kelas eksperimen sebagai tugas kelompok. LD
tersebut dibuat berdasarkan indikator kemampuan berpikir kritis yang berisikan
26
Fifih Nurafiah, 2013
tersebut mendapatkan permasalahan yang sama, sehingga mendapatkan materi
yang sama pula.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh berasal dari instrumen tes dan non
tes.
a. Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Menurut Suherman (2003, 110), tes uraian adalah tes (seperangkat soal yang
berupa tugas atau pertanyaan) yang menuntut peserta didik untuk
mengorganisasikan dan menyatakan jawabannya menurut kata-kata (kalimat)
sendiri. Tes yang diberikan berupa soal dengan bentuk uraian. Alasan pemilihan
soal berbentuk uraian adalah karena kemampuan indikator berpikir kritis yang
akan dikembangkan lebih tergambarkan.
Suherman (2003,110) berpendapat bahwa dengan menggunakan soal
berbentuk uraian dapat memiliki kelebihan diantaranya ;
1) Dalam menjawab soal uraian siswa dituntut untuk menjawab secara rinci, maka proses berpikir, ketelitian dan sistematika penulisan dapat dievaluasi.
2) Terjadinya bias evaluasi kecil karena tidak ada system tebak-tebakan atau untung-untungan. Hasil evaluasi lebih dapat mencerminkan kemampuan siswa.
3) Proses pengerjaan tes akan menimbulkan kreativitas dan aktivitas positif siswa, karena tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara sistematik, menyampaikan pendapat dan argumentasi dan mengaitkan fakta-fakta yang relevan.
Tes ini terdiri atas pretest dan posttest. Hal ini dilakukan untuk mengamati
perbedaan kelas eksperimen 1 yang mendapat perlakuan model pembelajaran
MEA dan kelas eksperimen 2 yang mendapat perlakuan model pembelajaran
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran.
Pengolahan data ini dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excel 2007.
Kriteria pemberian skor tiap butir soal dalam tes ini menurut pedoman
penskoran soal-soal, dimana setiap butir soal mempunyai skor maksimal 4
(empat) dan minimal 0 (nol). Tabel berikut ini menyajikan pedoman penyekoran
tes kemampuan berpikir kritis yang mengacu pada skor rubrik yang dimodifikasi
dari Facione (Ismaimuza, 2010: 68).
Tabel 3.1
Penyekoran Kemampuan Berpikir Kritis
Indikator Reaksi terhadap soal/masalah Skor
Menghubungkan Tidak menjawab 0
Dapat menemukan fakta, data dan konsep, tetapi belum dapat menghubungkan antara fakta, data dan konsep yang didapat
1
Dapat menemukan fakta, data dan konsep serta dapat menghubungkan antara fakta, data dan konsep, tetapi salah dalam perhitungannya
2
Dapat menemukan fakta, data, konsep dan dapat menghubungkan antara fakta, data dan konsep, serta benar dalam perhitungannya
3
Dapat menemukan fakta, data, konsep dan dapat menghubungkan antara fakta, data dan konsep, serta benar dalam perhitungannya dan mengecek kebenaran hubungan yang terjadi
4
Mengeksplorasi Tidak menjawab 0
Mengkonstruksi makna dengan cara menelaah situasi masalah dari satu sudut pandang tetapi jawaban salah
1
Mengkonstruksi makna dengan cara menelaah situasi masalah dari satu sudut pandang dan jawaban benar
2
Mengkonstruksi makna dengan cara menelaah situasi masalah dari berbagai sudut pandang tetapi jawaban salah
3
Mengkonstruksi makna dengan cara menelaah situasi masalah dari berbagai sudut pandang dan jawaban benar
4
Menggeneralisasi Tidak menjawab 0
28
Fifih Nurafiah, 2013
Indikator Reaksi terhadap soal/masalah Skor
dan benar
Melengkapi data pendukung dengan lengkap dan benar tetapi salah dalam menentukan aturan umum
2
Melengkapi data pendukung dengan lengkap dan benar serta menentukan aturan umum tetapi tidak disertai cara memperolehnya
3
Melengkapi data pendukung dengan lengkap dan benar serta menentukan aturan umum disertai cara memperolehnya
4
Mengklarifikasi Tidak menjawab 0
Hanya memeriksa algoritma pemecahan masalah 1 Memeriksa algoritma pemecahan masalah, memberi
penjelasan yang tidak dapat dipahami
2
Memeriksa algoritma pemecahan masalah, memberi penjelasan, tetapi tidak memperbaiki kesalahan
3
Memeriksa algoritma pemecahan masalah, memberi penjelasan dan memperbaiki kesalahan kecukupan unsur) dengan benar tetapi model matematika yang dibuat salah
1
Mengidentifikasi soal (diketahui, ditanyakan, kecukupan unsur) dengan benar dan model
matematika yang dibuat benar tetapi penyelesaiannya salah
2
Mengidentifikasi soal (diketahui, ditanyakan, kecukupan unsur) dengan benar dan model
matematika yang dibuat benar serta penyelesaiannya benar
3
Mengidentifikasi soal (diketahui, ditanyakan, kecukupan unsur), membuat dan menyelesaikan atematika dengan benar dan mengecek kebenaran jawaban yang diperolehnya
4
1) Validitas
Instrumen penelitian berupa tes kemampuan berpikir kritis yang telah
disusun, diukur terlebih dahulu tingkat (kriteria) validitasnya sebelum digunakan
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
Suatu tes disebut valid jika tes tersebut mampu mengevaluasi apa yang
seharusnya dievaluasi (Suherman, 2003: 102).
Nilai validitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien korelasi
product moment menggunakan rumus korelasi yang dikemukakan oleh Pearson.
Rumus korelasi yang digunakan adalah korelasi product moment dengan angka
kasar. Rumusnya adalah (Suherman, 2003: 120):
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan :
= Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
N = Banyaknya siswa
X = Skor siswa pada setiap butir soal
Y = Skor total dari seluruh siswa.
Untuk menginterpretasi koefisien validitas digunakan kategori Guilford
(Suherman, 2003: 113) dalam tabel berikut ini :
Tabel 3.2
Klasifikasi Koefisien Validitas
Koefisien Validitas Interpretasi Validitas
0,90 ≤ rxy≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik) 0,70 ≤ rxy < 0,90 Tinggi (baik) 0,40 ≤ rxy < 0,70 Sedang (cukup) 0,20 ≤ rxy < 0,40 Rendah (kurang) 0,00 ≤ rxy < 0,20 Sangat rendah
rxy< 0,00 Tidak valid
Hasil perhitungan validitas tiap butir soal instrumen tes disajikan dalam tabel
30
Fifih Nurafiah, 2013
Tabel 3.3
Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Tes
Nomor Soal Koefisien Validitas Interpretasi
1 0,51 Sedang (cukup)
2 0,81 Tinggi (baik)
3 0,60 Sedang (cukup)
4 0,67 Sedang (cukup)
5 0,83 Tinggi (baik)
Setelah diperoleh nilai koefisien validitas setiap butir soal, selanjutnya akan
diuji apakah hasil perhitungan validitas tersebut berarti atau tidak.
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
Butir soal no 1.
a) Perumusan Hipotesis
H0 : validitas butir soal no.1 tidak berarti
H1 : validitas butir soal no.1 berarti
b) Besaran-besaran yang diperlukan
r = 0,51
c) Statistik Uji
Statistik uji yang digunakan untuk mengetahui apakah harga validitas
tiap soal tersebut berarti atau tidak, akan dihitung dengan menggunakan
rumus t yang selanjutnya akan dibandingkan dengan tabel distribusi
Student t.
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
Keterangan : r = koefisien validitas
n = jumlah subjek kelas
(Sudjana, 2005: 380 )
pada tabel 3.4 berikut ini.
Tabel 3.4
Hasil Validitas Butir Soal Tes
Nomor Soal
Koefisien
Validitas Interpretasi t hitung Hasil Uji
1 0,51 Sedang (cukup) 3,58 Berarti
memberikan hasil yang sama jika pengukurannya diberikan pada subjek yang
sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda. Tes kemampuan berpikir
32
Fifih Nurafiah, 2013
Karena tes dalam penelitian ini berupa uraian, maka rumus yang digunakan
untuk menentukan reliabilitas adalah dengan rumus Alpha (Suherman, 2003: 154)
sebagai berikut :
 = jumlah varians skor setiap soal
Tolok ukur untuk menginterpretasikan koefisien reliabilitas digunakan
kategori yang dikemukakan oleh Guilford (Suherman, 2003: 139) dalam tabel 3.5
berikut ini:
Tabel 3.5
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas Interpretasi Reliabilitas
0.90 ≤ r11≤ 1.00 Sangat tinggi 0.70 ≤ r11 < 0.90 Tinggi 0.40 ≤ r11 < 0.70 Sedang 0.20 ≤ r11 < 0.40 Rendah
r11 < 0.20 Sangat rendah
Hasil perhitungan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007,
diperoleh koefisien sebesar 0,68. Berdasarkan Tabel 3.5 sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa reliabilitas instrumen termasuk kategori sedang.
3) Indeks Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sukar atau tidak terlalu mudah.
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
memecahkannya. Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal
disebut indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan
1,00. Soal yang terlalu sukar memiliki indeks kesukaran 0,00, sedangkan soal
yang terlalu mudah memiliki indeks kesukaran 1,00 (Suherman, 2003: 169).
Untuk mencari indeks kesukaran tipe soal uraian digunakan rumus dari
Depdiknas (Iskandar, 2012: 40) :
X IK
SMI 
Dengan : X = rata-rata skor untuk soal itu
SMI = skor maksimal ideal (bobot)
IK = Indeks Kesukaran
Untuk menginterpretasi indeks kesukaran digunakan kategori sebagai berikut
(Suherman, 2003: 170) :
Tabel 3.6
Klasifikasi Indeks Kesukaran
Nilai Indeks Kesukaran Interpretasi
IK = 0.00 Soal terlalu sukar 0.00 < IK ≤ 0.30 Soal sukar 0.30 < IK ≤ 0.70 Soal sedang 0.70 < IK < 1.00 Soal mudah
IK = 1.00 Soal sangat mudah
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007,
diperoleh indeks kesukaran untuk tiap butir soal seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 3.7
Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Butir Soal
Nomor Soal Nilai Indeks Kesukaran Interpretasi
1 0.79 Soal mudah
34
Fifih Nurafiah, 2013
3 0.72 Soal mudah
4 0.37 Soal sedang
5 0.55 Soal sedang
4) Daya Pembeda
Daya pembeda suatu soal adalah seberapa jauh kemampuan butir soal
tersebut membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang
berkemampuan rendah (Suherman, 2003: 159). Angka untuk menunjukkan
besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Besarnya indeks
diskriminasi berkisar antar 0,00 sampai 1,00. Namun, pada indeks diskriminasi
ada tanda negatif. Tanda negatif pada indeks diskriminasi menunjukkan bahwa
soal tersebut terbalik dalam menentukan kualitas siswa.
Dalam menentukkan daya pembeda suatu soal maka akan dibagi dua
kelompok, yaitu kelompok kecil dan kelompok besar. Untuk jumlah subjek
kurang dari 30, maka pembagian kelompok terdiri atas 50% kelompok besar dan
50% kelompok bawah. Sedangkan untuk jumlah subjek lebih dari 30, maka
pembagian kelompok menjadi 27% skor teratas sebagai kelompok atas dan 27%
skor terbawah sebagai kelompok bawah.
Untuk mengetahui daya pembeda soal tipe uraian, digunakan rumus dari
Depdiknas (Iskandar, 2012: 39) adalah
A B
X X
DP
SMI
 
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
B
X = rata-rata skor kelompok bawah untuk soal itu
SMI = skor maksimal ideal (bobot)
Untuk menginterpretasi daya pembeda tiap butir soal digunakan kategori
(Suherman, 2003: 161) dalam tabel 3.8 .
Tabel 3.8
Klasifikasi Daya Pembeda
Nilai Daya Pembeda Interpretasi
DP ≤ 0.00 Sangat jelek
0.00 < DP ≤ 0.20 Jelek 0.20 < DP ≤ 0.40 Cukup 0.40 < DP ≤ 0.70 Baik 0.70 < DP ≤ 1.00 Sangat baik
Hasil perhitungan daya pembeda soal dengan menggunakan software
Microsoft Excel 2007 dengan interpretasinya disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.9
Hasil Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal
Nomor Soal Nilai Daya Pembeda Interpretasi
1 0.25 Cukup
2 0.45 Baik
3 0.46 Baik
4 0.42 Baik
5 0.81 Sangat baik
Hasil perhitungan selengkapnya dengan menggunakan software Microsoft
Excel 2007 dapat dilihat pada Lampiran C.
b. Instrumen Nontes
1) Angket
Angket (Suherman, 2003: 56) adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus
dijawab oleh responden. Angket ini digunakan untuk mengetahui pendapat siswa
36
Fifih Nurafiah, 2013
1 dan model pembelajaran PBL untuk kelas eksperimen 2. Angket dibuat dengan
menggunakan skala Likert. Siswa diminta untuk menjawab pertanyaan dengan
jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak
Setuju (STS) terhadap pertanyaan yang diberikan.
2) Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengamati kegiatan pembelajaran di
kelas dan perilaku siswa terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran MEA
dan model pembelajaran PBL. Lembar tersebut diisi oleh observer yang menjadi
mitra peneliti dalam setiap proses pembelajaran di kedua kelas eksperimen.
3) Jurnal Siswa
Jurnal siswa berisi pernyataan atau pertanyaan yang dibuat oleh siswa
berkaitan dengan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Jurnal ini bertujuan
untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan model
pembelajaran MEA dan model pembelajaran PBL. Jurnal ini bermanfaat bagi
peneliti yang digunakan sebagai bahan perbaikan untuk pertemuan berikutnya.
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap kegiatan, yaitu sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
a. Mengidentifikasi masalah yang akan diteliti.
b. Menyusun proposal yang kemudian diseminarkan.
c. Membuat bahan ajar penelitian yang meliputi RPP, LD dan instrumen
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
d. Penyetujuan bahan ajar dan instrumen penelitian oleh dosen
pembimbing.
e. Perizinan.
f. Melakukan uji coba instrumen penelitian.
g. Menganalisis soal yang telah diujicobakan kemudian melakukan revisi
jika ada yang harus diperbaiki.
h. Memilih kelas eksperimen 1, kelas eksperimen 2 dan kelas kontrol.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Memberikan tes awal (pretest) kepada kedua kelas eksperimen dan satu
kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan awal siswa.
b. Implementasi pembelajaran pada kedua kelas eksperimen dan satu kelas
kontrol. Kelas eksperimen 1 diberikan pembelajaran MEA, kelas
eksperimen 2 diberikan pembelajaran PBL dan kelas kontrol diberikan
pembelajaran konvensional.
c. Pengisian lembar observasi oleh observer.
d. Memberikan jurnal harian kepada siswa setiap selesai pembelajaran pada
kelas kedua eksperimen dan pemberian angket pada akhir pembelajaran
dengan model pembelajaran MEA dan model pembelajaran PBL pada
masing-masing kelas eksperimen.
e. Melaksanakan tes akhir (posttest) pada kedua kelas eksperimen dan satu
kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa setelah
mendapatkan perlakuan.
38
Fifih Nurafiah, 2013
a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif dari ketiga kelas
tersebut.
b. Mengolah dan menganalisis hasil data yang diperoleh untuk menjawab
rumusan masalah dalam penelitian.
4. Tahap Penyimpulan
Membuat kesimpulan dari data kuantitatif yang diperoleh dari hipotesis
yang dirumuskan.
F. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa data kuantitatif dan data
kualitatif. Data yang terkumpul selanjutnya akan dilakukan proses pengolahan dan
analisis terhadap data-data tersebut untuk menguji hipotesis penelitian.
1. Analisis Data Kuantitatif
Data kuantitatif diperoleh dari hasil pretest, posttest dan gain.
a. Analisis Data Skor Pretest dan Posttest Kemampuan Berpikir Kritis
1) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data ketiga kelas sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas
dilakukan dengan bantuan Software Statistical Package for the Social Sciences
(SPSS) versi 16.0 for Windows, menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan taraf
signifikasi α = 5%. Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa data tidak
berdistribusi normal, maka dilakukan uji statistik parametrik, yaitu menggunakan
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
2) Uji Homogenitas
Apabila hasil pengujian menunjukan bahwa data berdistribusi normal maka
pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas. Uji homogenitas dilakukan dengan
tujuan melihat kesamaan beberapa bagian sampel atau seragam tidaknya variansi
sampel-sampel, yaitu apakah berasal dari variansi populasi yang sama atau tidak.
Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Bartlett.
3) Uji Hipotesis
Jika data yang diperoleh berdistribusi normal dan homogen, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan uji one way ANOVA (Analysis of Varians). Uji
ANOVA dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan antara ketiga kelas
tersebut. Akan tetapi, apabila data yang diperoleh berdistribusi normal dan tidak
homogen, maka dilakukan uji F, yaitu Brown Forsythe F (Uyanto, 2009: 199).
4) Uji Post Hoc
Untuk data yang berdistribusi normal, jika hasil pengujian menunjukkan ada
perbedaan antara ketiga kelas, maka dilanjutkan dengan melakukan uji Post Hoc,
yaitu menggunakan uji Bonferroni (jika data homogen) atau uji Games-Howell
(jika data tidak homogen). Tujuan dilakukan uji Post Hoc ini adalah untuk
mengetahui kelas mana saja yang berbeda. Namun, apabila hasil pengujian
menunjukkan tidak adanya perbedaan antara ketiga kelas, maka tidak akan
dilakukan uji Post Hoc. Untuk data yang tidak berdistribusi normal, setelah
dilakukan uji Kruskal Wallis maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney sebagai uji
Post Hoc pada uji Kruskal-Wallis.
40
Fifih Nurafiah, 2013
Setelah data gain ternormalisasi diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah
menganalisis dan mengolah data. Gain dalam penelitian ini merupakan
peningkatan kemampuan berpikir kritis matematika yang terjadi sebelum dan
sesudah pembelajaran, hal ini dapat dihitung dengan rumus gain ternormalisasi
menurut Hake (1999) dengan rumus:
Gain ternormalisasi –
Hasil perhitungan gain ternormalisasi (indeks gain) kemudian
diinterpretasikan dengan menggunakan kategori menurut Hake (1999) yaitu:
Tabel 3.10
KlasifikasiIndeks Gain (IG)
Besarnya Indeks Gain (IG) Interpretasi
IG 0,7 Tinggi
0,3 IG < 0,7 Sedang
IG < 0,3 Rendah
2. Analisis Data Kualitatif
Data kualitatif diperoleh dari hasil pengisian angket, lembar observasi dan
jurnal harian.
a. Angket
Angket dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. Angket disajikan
dalam dua jenis pernyataan, yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif,
dengan empat alternatif pilihan jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S),
Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Setiap pilihan memiliki skor
tersendiri (Suherman, 2003: 191), seperti pada tabel berikut.
Tabel 3.11
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
Pernyataan Skor Tiap Pilihan
SS S TS STS
Positif 5 4 2 1
Negatif 1 2 4 5
Data hasil angket siswa diolah dengan menghitung rata-rata skor angket
untuk setiap aspek yang dinilai. Selanjutnya dihitung rata-rata skor angket
keseluruhan untuk melihat respon seluruh subjek terhadap model pembelajaran
MEA dan model pembelajaran PBL. Jika rata-rata skor angket lebih dari 3 (skor
untuk sikap netral), itu artinya subjek memberikan respon positif terhadap
pembelajaran dengan model pembelajaran MEA dan model pembelajaran PBL.
Sebaliknya, jika rata-rata skor angket kurang dari 3 (skor untuk sikap netral), itu
artinya subjek memberikan respon negatif terhadap pembelajaran dengan model
pembelajaran MEA dan model pembelajaran PBL (Suherman, 2003: 191).
Data angket yang terkumpul kemudian ditabulasi. Selanjutnya dilakukan
perhitungan dengan persentase yang rumusnya sebagai berikut (Hendro dalam
Riana, 2011: 46) :
Keterangan : p = Persentase jawaban
f = Frekuensi jawaban
n = Banyaknya responden
Setelah diperoleh persentasenya, dilakukan penafsiran data angket dengan
mengadaptasi interpretasi menurut Hendro (Riana, 2011: 46) sebagai berikut :
Tabel 3.12
Penafsiran Hasil Angket
Persentase Tafsiran Kualitatif
42
Fifih Nurafiah, 2013
1 % - 24 % Sebagian Kecil 25 % - 49 % Hampir Setengahnya
50 % Setengahnya
51 % - 74 % Sebagian Besar 75 % - 99 % Hampir Seluruhnya
100 % Seluruhnya
b. Lembar Observasi
Data yang diperoleh melalui lembar obervasi berupa data deskriptif dalam
bentuk tabel diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung dianalisis dan
dipresentasikan dalam kalimat.
c. Jurnal Siswa
Data yang diperoleh dari jurnal dianalisis dengan mengelompokkan respon
siswa ke dalam respon positif dan negatif. Kemudian membuat kesimpulan
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diperoleh kesimpulan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara yang
memperoleh pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA), pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) dan pembelajaran konvensional. Setelah diuji
lebih lanjut, diperoleh bahwa:
a. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa
antara yang memperoleh pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA)
dengan pembelajaran konvensional.
b. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa
antara yang memperoleh pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) dengan pembelajaran konvensional.
c. Namun, tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa antara yang memperoleh pembelajaran Means-Ends
Analysis (MEA) dengan pembelajaran Problem Based Learning
(PBL).
2. Respon siswa selama proses pembelajaran matematika terhadap model
67
Fifih Nurafiah, 2013
3. Respon siswa selama proses pembelajaran matematika terhadap model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) positif.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka diajukan
beberapa saran sebagai berikut :
1. Perlu penelitian yang lebih lanjut mengenai implementasi pembelajaran
dengan model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) ataupun model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL), misalnya pada pokok bahasan
pada mata pelajaran matematika, populasi atau kompetensi matematik
lainnya.
2. Dalam mengimplementasikan pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA),
terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan guru, diantaranya
adalah: (a) Memberikan arahan yang tepat untuk membimbing siswa dalam
menggunakan langkah-langkah pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA)
dengan tepat; (b) Penyusunan bahan ajar yang dapat dipahami oleh siswa
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai; dan (c) Bantuan guru
hendaknya tidak tergesa-gesa diberikan, agar kemampuan berpikir kritisnya
dapat berkembang secara optimal.
3. Dalam mengimplementasikan pembelajaran Problem Based Learning (PBL),
terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan guru, diantaranya
adalah: (a) Memberikan arahan yang tepat untuk membimbing siswa dalam
menyelesaikan permasalahan yang diberikan; (b) Penyusunan bahan ajar yang
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
(c) Siswa belajar untuk menemukan sendiri cara penyelesaian masalah, agar
Fifih Nurafiah, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Arief. (2007). Memahami Berpikir Kritis. [Online]. Tersedia: http://re-searchengines.com/1007arief3.html [2 Agustus 2012]
Arends, R. I. (2004). Learning To Teach. Sixth Edition. New York USA: McGraw-Hill Companies, Inc.
Bappenas. (2006). Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia. [Online]. Tersedia: http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/7208/ [6 Agustus 2012]
BNSP. (2006). Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. [Online]. Tersedia: litbang.kemdikbud.go.id/content/BUKUST~1(4).pdf [16 Juli 2012]
Depdiknas. (2003). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional. [Online]. Tersedia:
http://www.bapsi.undip.ac.id/images/Download/Dokumen/uu%20no.20 %20thn%202003%20sisdiknas.pdf [16 Juli 2012].
Duron, Limbach dan Waugh. (2006). Critical Thinking Framework For Any Discipline. [Online]. Tersedia: http://www.isetl.org/ijtlhe/ [9 Januari 2012].
Ennis, Robbert H. (2011). Critical Thinking. [Online]. Tersedia: http://www.criticalthinking.net/definition.html [9 Januari 2012].
Fo’era-era, Syukur. (2009). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa SMP dalam Matematika Melalui Pendekatan Advokasi (Studi
Eksperimen Pada Siswa Kelas VII SMPN 1 Ulu Moro’o). Tesis.
Bandung: Tidak Diterbitkan.
Glazer, E. (2001). Using Web Sources to Promote Critical Thinking in High
School Mathematics. [Online]. Tersedia:
http://math.unipa.it/~grim/Aglazer79-4.pdf [16 Februari 2012].
Hake, Richard R. (1999). Analyzing Change Gain. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/Analyzing-Change-Gain.pdf/ [16 Februari 2012].
Handoko. (2010). Pengertian dan Langkah-langkah PBL. [Online]. Tersedia:
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
Hasratuddin. (2010). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kecerdasan Emosional Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Haydar. (2008). Means-Ends Analysis. [Online]. Tersedia:
http://haydar198.multiply.com/journal/item/2/Means-Ends_Analysis?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem [25 Mei 2012].
Herman, Tatang. (2009). “Problem Based Learning in Mathematics to Promote Creative and Critical Thinking of Primary School Student”, dalam Mengembangkan Pendidikan Unggul dan Bertaraf Internasional, Seminar Internasional Membangun Pendidikan Berkualitas. Bandung: UPI Press.
Iskandar, Joni. (2012). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP dengan Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Skripsi. Bandung: Tidak Diterbitkan
Ismaimuza, Dasa. (2010). Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif. Disertasi. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Mahmudi, Ali. (2010). Pengaruh Pembelajaran dengan Strategi Mathematical Habits of Mind (MHM) Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematis, serta Persepsi terhadap Kreativitas. Disertasi. Bandung. Tidak diterbitkan.
20050). [Online]. Tersedia:
http://zanikhan.multiply.com/journal/item/5570 [1 Desember 2010]
Mulyana, Tatang. (2010). Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreatif. [Online].
Tersedia:
71
Fifih Nurafiah, 2013
Nuraprilianti, T. (2007). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Strategi Means-Ends Analysis untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Nurdiansyah, Budi. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 22 Bandung Tahun Ajaran 2009/2010). Skripsi. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Riana. (2011). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis antara Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Model CPS (Creative Problem Solving) dan PBL (Problem Based Learning). Skripsi. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sabandar, Jozua. (2009). Thinking Classroom dalam Pembelajaran Matematika di
Sekolah. [Online]. Tersedia:
http://file.upi.edu/Direktori/D-FPMIPA/JUR.PEND.MATEMATIKA/ 194705241981031 - JOZUA SABANDAR/KUMPULAN MAKALAH DAN JURNAL/Thinking-Classroom-dalam-Pembelajaran-Matematika-di-Sekolah.pdf [06 Oktober 2010].
Sanjaya, Wina. (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Kencana.
Shadiq, F. (2007). Laporan Hasil Seminar dan Lokakarya Pembelajaran Matematika 15-16 Maret 2007 di P4TK Matematika Yogyakarta. [Online]. Tersedia: http://www.scribd.com/doc/78216950/LAPORAN-
HASIL-SEMINAR-DAN-LOKAKARYA-PEMBELAJARAN- MATEMATIKA-15-%E2%80%93-16-Maret-2007-DI-P4TK-PPPG-MATEMATIKA [25 Juni 2012].
Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Fifih Nurafiah, 2013
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL)
________. (2008). Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa. [Online]. Tersedia: http://educare.e-fpipunla.net/index2.php.pdf [27 Juni 2012].
________. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia.
Suryadi, D. (2010). Landasan Teoritik Pembelajaran Berpikir Matematik.
[Online]. Tersedia:
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/19 5802011984031-DIDI_SURYADI/DIDI-13.pdf [21 September 2012].
TIMSS. (2009). Highlight From TIMSS 2007. [Online]. Tersedia: http://www.warwick.ac.uk/ETS/publications/Guides/cal.htm. [09 Maret 2011].
Uyanto, S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ward, J., dan Lee C. (2002). A Review of Problem Based Learning. Journal of Family and Consumer Sciences Education, 20(1), 16-26. [Online]. Tersedia: