PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE7E
TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF DAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA MTS PADA MATERI
TEKANAN ZAT CAIR
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untukMemperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program StudiPendidikan IPA KonsentrasiPendidikanFisikaSekolahLanjut
Oleh
GRAHITA PUTRI RESWARI 1102264
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SEKOLAH PASCASARJANA
Pengaruh Model PembelajaranLearning Cycle 7E
TerhadapPeningkatanHasilBelajarRanahKognitifdan
Keterampilan Proses SainsSiswa MTs
PadaMateriTekananZatCair
Oleh
GrahitaPutriReswari
S.Pd UPI Bandung 2013
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program StudiPendidikan IPA-FisikaSekolahLanjut
© GrahitaPutriReswari 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
PEMBIMBING:
Pembimbing I,
Dr. Ida Hamidah, M.Si
NIP. 19680926 199303 2 002
Pembimbing II,
Dr. LilikHasanah, M.Si
NIP. 197706162001122002
Mengetahui
Ketua Program StudiPendidikan IPA
Prof. Dr. Anna Permanasari, M.Si
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA MTS PADA MATERI TEKANAN
ZAT CAIR GrahitaPutriReswari
NIM. 1102264
PembimbingI : Dr. Ida Hamidah, M.Si Pembimbing II: Dr. LilikHasanah, M.Si
ABSTRAK
Penelitianinididasariolehpermasalahanberupaketidaksesuaianharapanpemerintah yang tertuangdalamPeraturanMenteriPendidikanNasionalNomor 23 tahun 2006 tentangstandarkompetensilulusanuntukmatapelajaranIlmuPengetahuanAlam
SMP/MTsdengankenyataan di lapangan. Berdasarkanhasilstudipendahuluanyang dilakukan di salahsatu MTs Negeri di KabupatenMajalengka, di dapatkanfaktabahwa
KPS siswamasihrendah. Salah satu model pembelajaran yang
diyakinidapatmeningkatkan KPS adalahLearning Cycleyang merupakansalahsatu model pembelajaranberbasiskonstruktivisdanterusdikembangkandari 3E, 5E
dansekarangmenjadi 7E.
Olehkarenaitupenelitianinibertujuanuntukmengetahuiperbandinganpeningkatan KPS danhasilbelajarranahkognitifantarakelas yang diberiperlakuanberupa model pembelajaranLearning Cycle 7E dengan model pembelajaranLearning Cycle 5E danuntukmengetahuikorelasiantara KPS danhasilbelajarranahkognitif.
Penelitianinidilakukan di kelas VIII
denganmateritekananzatcairdanmenggunakandesainpenelitiancontrol group pre-test
post-test denganpemilihansampeldilakukansecara random.
Adapunhasilpenelitianmenunjukanbahwatidakadaperbedaan yang
signifikanterhadappeningkatan KPS danhasilbelajarranahkognitifantarakelas yang diberiperlakuanberupa model pembelajaranLearning Cycle 7E maupunkelas yang
diberiperlakuanberupa model pembelajaranLearning Cycle 5E
Kata kunci : Model PembelajaranLearning Cycle 7E, Model Pembelajaran Learning
Cycle 5E, Keterampilan Proses Sains, HasilBelajarRanahkognitif, TekananZatCair.
THE EFFECT OF 7E LEARNING CYCLE MODEL ON THE IMPROVEMENT OF
MTs STUDENTS’ COGNITIVE LEARNING OUTCOMES AND SCIENCE
PROCESSES SKILLS ON THE MATERIAL OF LIQUID PRESSURE
GrahitaPutriReswari NIM. 1102264
1st Supervisor : Dr. Ida Hamida, M.Si 2nd Supervisor : Dr. LilikHasanah, M.Si
ABSTRACT
This study is based on the problems of misalignment of expectations the government set out in the Regulation of the Minister of National Education No. 23 of 2006
concerning the competency standards for the subjects of SMP / MTs’ Natural
Sciences with the reality on the ground. Based on the results of a preliminary study conducted in one of the main MTs in Majalengka, it had been found the fact that the
students’ KPS were still low. One learning model that is believed to improve students’ KPS is Learning Cycle, which is one of the constructivist-based learning models and continues to be developed from 3E, 5E and 7E now.
Therefore this study aimed to compare the improvement in KPS and cognitive learning outcomes between the classes were treated 7E and 5E Learning Cycle models and to determine the correlation between KPS and cognitive learning outcomes. The research was conducted in the eighth grade with the material of fluid pressure. This study was using control group pre-test post-test research design with sample selection is done at random. The research results showed that there were no significant differences in the improvement in KPS and cognitive learning outcomes between the class treated 7E Learning Cycle models and the class were subjected to a model of the 5E Learning Cycle as well as from both classes equally show results that between the KPS and cognitive learning outcomes showed low correlation.
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 5
A. Kajian Pustaka ... 5
B. Penelitian yang Relevan ... 18
C. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 19
D. Materi Tekanan pada Zat cair ... 20
BAB III METODE PENELITIAN ... 29
A. Lokasi dan Subjek penelitian ... 29
B. Desain Penelitian ... 29
C. Metode penelitian ... 30
D. Definisi Operasional... 30
E. Instrumen Penelitian... 31
F. Proses Pengembangan Instrumen ... 31
G. Teknik Pengumpulan Data ... 34
H. Analisis data ... 35
BAB IV HASILDAN PEMBAHASAN ... 41
A. Hasil Penelitian dan Pembahasan... 41
B. Analisis ... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
A. Kesimpulan ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 59
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Belajar adalah suatu proses membangun, yaitu suatu proses melakukan
perubahan kearah yang lebih baik. Sehingga, Inti dari suatu pembelajaran yang
terpenting adalah proses pemberian pengalaman belajar pada siswa bukan hanya
semata-mata mengharapkan hasil akhir yang baik. Seperti yang diungkapkan oleh
Daryanto (2009:2) “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Oleh karena itu, dalam pembelajaran yang terpenting adalah proses pemberian
pengalaman belajar pada siswa bukan hanya semata-mata mengharapkan hasil
akhir yang baik. Begitupun dalam pembelajaran IPA terutama Fisika, siswa bukan
hanya sekedar menghafal konsep dan rumus jadi akan tetapi siswa harus diberi
pengalaman bagaimana cara memperoleh konsep dan rumus tersebut sehingga
proses pembelajaran siswa menjadi lebih bermakna dan akan berpengaruh pula
pada hasil belajar siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Fisher (Amien, 1987: 4)
„IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode yang berdasarkan observasi‟, yang kemudian diperkuat oleh
Amien (1987:4) yaitu “perkembangan IPA ditunjukan tidak hanya oleh kumpulan
fakta saja (produk ilmiah), tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah dan sikap
ilmiah”.
Dapat disimpulkan bahwa yang terpenting dari pembelajaran Fisika yang
merupakan bagian dari IPA adalah proses ilmiah dalam membangun produk
ilmiah berupa fakta. Hal ini berkaitan pula dengan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk mata
2
Siswa mampu melakukan pengamatan dengan peralatan yang sesuai, melaksanakan percobaan sesuai prosedur, mencatat hasil pengamatan dan pengukuran dalam tabel dan grafik yang sesuai, membuat kesimpulan dan mengkomunikasikannya secara lisan dan tertulis sesuai dengan bukti yang diperoleh (Sudibyo, 2006:24).
Keterampilan-keterampilan yang terdapat dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tersebut merupakan keterampilan
proses sains (KPS). Namun dari hasil observasi yang telah penulis lakukan di
salah satu MTs di kabupaten majalengka didapatkan fakta bahwa KPS siswa
masih rendah, jangankan untuk mengenali variabel, membuat hipotesis atau
merancang percobaan. Melakukan percobaan sesuai dengan prosedur yang guru
berikan saja siswa masih sangat kesulitan. Rendahnya KPS siswa ini dapat terjadi
karena dalam proses pembelajaran, KPS tidak dilatihkan secara optimal pada
siswa. Terbukti dari pengakuan para guru IPA yang tidak mengetahui tentang
KPS dan hanya menerapkan metode ceramah dalam proses pembelajaran.
Dewasa ini banyak sekali model-model pembelajaran berbasis
konstruktivisme yang mengandung pendekatan KPS diantaranya adalah model
pembelajaran Learning cycle yang terus dikembangkan dan disempurnakan dari
mulai 3E yang berkembang menjadi 5E dan kemudian menjadi 7E, yang tentunya
menjadi lebih baik dan semakin sempurna. Bukti bahwa model pembelajaran
Learning Cycle dapat meningkatkan KPS siswa diantaranya diperoleh dari hasil
penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Kanli dan Yagbasan dari Gazi
University, Fakultas Pendidikan program pengajaran Fisika terhadap mahasiswa
tingkat pertama yang mengambil mata kuliah laboratorium fisika umum 1. Hasil
penelitian mereka mengungkapkan bahwa model Pembelajaran Learning Cycle
7E lebih efektif untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan prestasi
konseptual mahasiswa.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan
sebuah penelitian di tingkat SMP dimana penulis akan meneliti bagaimana
peningkatan hasil belajar ranah kognitif dan KPS siswa setelah diterapkan model
pembelajaran Learning Cycle 7E bila dibandingkan dengan model pembelajaran
3
mengambil judul “Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle 7E Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Ranah Kognitif dan Keterampilan Proses Sains Siswa MTs pada Materi Tekanan Zat Cair”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian sebagai
berikut: “Apakah penggunaan model pembelajaran Learning Cycle 7E dapat lebih meningkatkan hasil belajar siswa MTs ranah kognitif dan Keterampilan Proses
Sains siswa bila dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran Learning
Cycle 5E?”. Untuk memfokuskan masalah tersebut, maka dijabarkan ke dalam
beberapa pertanyaan penelitian, yaitu :
1. Bagaimanakah peningkatan setiap aspek Keterampilan Proses Sains siswa
MTs dalam pembelajaran Fisika setelah diterapkan model pembelajaran
Learning Cycle 7E bila dibandingkan dengan model pembelajaran Learning
Cycle 5E?
2. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa MTs ranah kognitif dalam
pembelajaran Fisika setelah diterapkan model pembelajaran Learning Cycle
7E bila dibandingkan dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E?
3. Bagaimana korelasi antara hasil belajar ranah kognitif dengan keterampilan
proses sains siswa MTs ketika menggunakan model pembelajaran Learning
Cycle 5E?
4. Bagaimana korelasi antara hasil belajar ranah kognitif dengan keterampilan
proses sains siswa MTs ketika menggunakan model pembelajaran Learning
Cycle 7E?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang
peningkatan hasil belajar ranah kognitif dan setiap aspek Keterampilan Proses
Sains Siswa MTs setelah diterapkan model pembelajaran Learning Cycle 7E bila
4
lain dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai bagaimana
korelasi antara hasil belajar ranah kognitif dengan keterampilan proses sains siswa
MTs setelah diterapkan kedua model pembelajaran tersebut.
D. Maanfaat Penelitian
1. Bagi siswa, diharapkan akan membantu meningkatkan keterampilan proses
sains dan hasil belajar ranah kognitif.
2. Bagi guru, diharapkan dapat memperluas wawasan guru tentang cara
meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar ranah kognitif
siswa dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E.
3. Bagi peneliti, diharapkan dapat memberikan masukan kepada peneliti lain
mengenai pengembangan model pembelajaran Learning Cycle 7E dalam
meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar ranah kognitif
siswa dan memberi masukan mengenai bagaimana korelasi antara KPS
dengan hasil belajar ranah kognitif siswa apabila menggunakan model
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan subjek penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di salah satu
MTs Negeri di Kabupaten Majalengka tahun ajaran 2012/2013 yang tersebar
dalam delapan kelas. Teknik pengambilan sampel yang digunakan untuk
menentukan sampel penelitian ini adalah random sampling, yaitu teknik
penentuan sampel secara acak sehingga semua kelas memiliki peluang yang sama
untuk dijadikan sampel penelitian.
B. Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah control group pre-test post-test
design. Pada penelitian ini terdapat dua kelompok subjek penelitian, yaitu
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Masing-masing kelompok akan
diberi pre-test (tes awal), treatment (perlakuan), dan post-test (tes akhir) dengan
perlakuan yang diberikan sebanyak empat kali. Perbedaannya adalah kelompok
kontrol akan diberi perlakuan berupa model pembelajaran Learning Cycle 5E
sedangkan kelompok eksperimen akan diberi perlakuan berupa model
pembelajaran Learning Cycle 7E. desain penelitian ini dapat digambarkan seperti
tabel 3.1:
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Control Group Pre-test Post-test Design
Kelompok Tes
awal Perlakuan
Tes akhir
Eksperimen 01,02 X1 01,02
30
Keterangan :
01 = tes awal (pretest) dan tes akhir (postets) KPS.
02 = tes awal (pretest) dan tes akhir (postets) hasil belajar ranah kognitif.
X1 = Perlakuan (treatment) dengan menggunakan model learning cycle 7E
X2 = Perlakuan (treatment) dengan menggunakan model learning cycle 5E
C. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu quasi experiment yang memiliki kelas kontrol seperti metode experiment, akan tetapi metode ini tidak bisa
mengontol semua variabel yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.
D. Definisi operasional
1. Model pembelajaran Learning Cycle 5E adalah model pembelajaran yang
berlandaskan teori konstruktivis dimana siswa berperan aktif dalam mencari
pengetahuannya sendiri (student-centered). Model pembelajaran Learning
Cycle 5E terdiri dari 5 fase yaitu: engage, explore, explain, elaborate, dan
evaluate. Untuk mengukur keterlaksanaan model pembelajaran dilakukan
observasi terhadap kegiatan guru dan siswa dengan menggunakan lembar
observasi keterlaksanaan model pembelajaran
2. Model pembelajaran Learning Cycle 7E adalah model pembelajaran yang
berlandaskan teori konstruktivis dimana siswa berperan aktif dalam mencari
pengetahuannya sendiri (student-centered). Model pembelajaran Learning
Cycle 7E terdiri dari 7 fase yaitu: elicit, engage, explore, explain, elaborate,
evaluate dan extend. Untuk mengukur keterlaksanaan model pembelajaran
dilakukan observasi terhadap kegiatan guru dan siswa dengan menggunakan
lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran.
3. Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang melibatkan keterampilan
kognitif, manual dan sosial dan diperlukan dalam kerja ilmiah yaitu untuk
membuktikan hukum atau hipotesis. Instrumen yang digunakan untuk
mengukur keterampilan proses sains adalah tes tertulis berbentuk pilhan
31
keterampilan proses sains sebelum dan sesudah pembelajaran. sedangkan
penilaian kinerja melalui format observasi digunakan untuk mengetahui
keterampilan proses sainsyang teramati selama proses pembelajaran. Aspek
keterampilan proses sains yang dites dan diamati dalam penelitian ini yaitu
mengamati, melakukan percobaan, menginterpretasi data, berkomunikasi, dan
menerapkan konsep.
4. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif adalah hasil belajar yang meliputi
kemampuan menghafal (recall) yang disebut C1, memahami
(comprehension) yang disebut C2, dan menerapkan (application) yang
disebut C3. Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar ranah
kognitif adalah tes hasil belajar berupa tes tertulis berbentuk pilihan ganda.
E. Instrument penelitian 1. Lembar Observasi
Observasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui secara
langsung aktivitas guru dan siswa dalam melaksanakan model pembelajaran
serta menilai keterampilan proses sains siswa. Instrumen ini berbentuk daftar
cocok dan skala bertingkat yang diisi oleh observer dengan cara memberikan
tanda check list () pada kolom yang sesuai.
2. Tes Tulis
Instrumen untuk mengukur hasil belajar ranah kognitif dan untuk
mengukur Keterampilan Proses Sains siswa yang akan diberikan pada siswa
sebelum dan sesudah pembelajaran berupa soal pilihan ganda, hal ini bertujuan
agar jawaban tidak terlalu luas dan satu indikator bisa di ukur oleh lebih dari
hanya satu soal saja.
F. Proses pengembangan instrumen
Agar diperoleh instrumen yang baik maka sebelum digunakan instrumen
tersebut akan melalui dua macam uji. Pertama, merupakan uji yang dilakukan
oleh 3 orang ahli dan yang kedua adalah analisis butir soal. Untuk analisis butir
32
1. Validitas Butir Soal
Validitas tes adalah tingkat keabsahan atau ketetapan suatu tes. Tes yang
valid (absah =sah) adalah tes yang mengukur apa yang hendak diukur. Dengan
kata lain, Validitas tes menunjukan tingkat ketepatan tes dalam mengukur sasaran
yang hendak diukur.
Menurut Arikunto (2008:75), interpretasi mengenai besarnyan koefisien
korelasi adalah sebagai berikut:
“Realibilitas tes berhubungan dengan masalah ketetapan tes, atau seandainya hasilnya berubah-ubah perubahan yang terjadi sangat kecil dan dapat
diartikan tidak berarti” (Arikunto, 2008:86)
Berikut ini adalah interpretasi nilai koefisien korelasi (rxy):
33
3. Tingkat Kesukaran Soal
Menurut Arikunto (2008:207), soal yang baik adalah soal yang tidak
terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang
siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu
sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat
untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.
Indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 3.4
Daya pembeda soal menurut Arikunto (2008:211) adalah kemampuan
suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi)
dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Daya pembeda sering di
Hasil analisis uji instrumen tersebut kemudian dipertimbangkan mana
yang layak dan patut dibuang, berikut adalah data hasil analisis dari 35 butir soal
yang telah di uji coba:
1. Realibilitas instrument sebesar 0,93 dengan kategori sangat tinggi
2. Validitas soal: terdapat 8,57 % soal memiliki validitas sangat rendah, 2,85 %
soal memiliki validitas rendah, 68,58% soal memiliki validitas cukup dan
34
3. Daya pembeda: terdapat 5,71 % soal memiliki daya pembeda yang jelek,
17,14% soal memiliki daya pembeda yang cukup, 60,00 % soal memiliki daya
pembeda yang baik, dan 17,15 % soal memiliki daya pembeda yang sangat
baik.
4. Tingkat kesukaran soal: terdapat 2,85% termasuk kedalam soal yang sangat
sukar, 11,42 % termasuk kedalam soal yang sukar, 68,59 % termasuk kedalam
soal yang sedang, dan 17,14 % termasuk kedalam soal yang mudah.
Dengan mempertimbangkan hasil uji coba tersebut disertai pertimbangan
porposi soal untuk setiap materi dan setiap indikator serta porposi jumlah soal
mudah, sedang, dan sukar yang harus berbentuk kurva normal. Maka dari 35 soal
hanya 28 soal yang dipakai. Perhitungan analisis uji coba soal secara lengkap
dapat dilihat pada lampiran B.5.
G. Teknik pengumpulan data 1. Observasi
Observasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui secara
langsung aktivitas guru dan siswa serta menilai keterampilan proses sains siswa
selama proses pembelajaran.
a. Observasi Aktivitas Guru dan Siswa
Observasi aktivitas guru dan siswa bertujuan untuk melihat apakah model
pembelajaran Learning Cycle 5E dan 7E telah dilaksanakan oleh guru-siswa atau
tidak. Instrumen observasi ini memuat daftar cocok () .
b. Observasi Keterampilan Proses Sains Siswa
Observasi ini digunakan untuk menilai keterampilan proses sains siswa
yang teramati selama pembelajaran berlangsung yang disajikan dalam skala
bertingkat. Proses sains yang teramati meliputi mengamati, melakukan percobaan,
35
2. Tes
Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar ranah kognitif dan
keterampilan proses sains siswa. Instrumen tes yang digunakan berbentuk tes
pilihan ganda dalam bentuk pre tes dan pos test (soal pre test sama dengan soal
post test). Langkah-langkah yang ditempuh dalam pembuatan soal adalah:
a. Observasi ke sekolah untuk mengetahui standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang cocok untuk diujicobakan.
b. Membuat kisi-kisi soal.
c. Membuat soal tes keterampilan proses sain dan soal tes prestasi belajar siswa
berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
d. Melakukan judgement terhadap soal yang telah dibuat.
e. Malakukan uji coba soal di sekolah.
f. Melakukan analisis soal yang meliputi uji validitas, uji realibilitas,
menghitung tingkat kesukaran dan menghitung daya pembeda soal.
H. Analisis data
1. Teknik Pengolahan Data Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E dan 7E
Keterlaksanaan model pembelajaran Learning Cycle 7E dapat diketahui
dengan cara mencari presentasi keterlaksanaan model pembelajaran tersebut.
Untuk menghitung presentasi keterlaksanaan model pembelajar Learning Cycle
7E dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan 3.1 sebagai berikut:
%
36
2. Teknik Pengolahan Data Observasi Keterampilan Proses Sains
Peningkatan keterampilan proses sains siswa dapat diketahui dengan cara
mengamati secara langsung (observasi) aspek keterampilan proses sains yang
teramati dari tiap pertemuan. Data hasil observasi ini kemudian diolah dengan
cara mencari IPK (indeks prestasi kelompok) dengan menempuh langkah-langkah
sebagai berikut:
Menghitung jumlah nilai (skor) siswa yang diperoleh dari observer pada format observasi keterampilan proses sains.
Menghitung rata-rata (mean) skor keterampilan proses sains dengan menggunakan persamaan 3.2:
37
Tabel 3.7
Kriteria rata-rata skor Hasil Observasi
No Rata-rata skor hasil
3. Teknik Pengolahan Data Hasil Belajar Ranah Kognitif dan keterampiln peores sains
Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
a. Pemberian skor
Memberi skor pada lembar jawaban siswa dengan berpatokan pada rubrik
penilaian yang telah dibuat. Kemudian menentukan skor maksimal ideal (SMI).
b. Gain dinormalisasi
Untuk perhitungan dan pengklasifikasian gain yang dinormalisasi akan
digunakan persamaan 3.4 sebagai berikut:
38
kedua merupakan hipotesis komparatif. Sedangkan, hipotesis ketiga dan keempat
merupakan hipotesis asosiatif. Menurut Sugiyono (2009:102),”hipotesis
komparatif merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
komparatif”. Sedangkan “hipotesis asosiatif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah asosiatif”.
Peneliti menggunakan softwere SPSS.20 dalam melakukan pengujian
keempat hipotesis tersebut. Adapun langkah—langkah yang ditempuh dalam
melakukan pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:
a. Pengujian Hipotesis 1 dan 2
Hipotesis 1 merupakan hipotesis komperatif tentang KPS sedangkan
hipotesis 2 merupakan hipotesis komparatif tentang hasil belajar ranah kognitif,
langkah-langkah yang dilakukan adalah:
1) Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah variable yang akan
dianalisis berdistribusi normal atau tidak, bila setelah dilakukan uji normalitas
ternyata berdistribusi normal maka pengujian hipotesis menggunakan statistic
parametris. Penelitian ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk menguji
normalitas data dengan taraf signifikansi α = 0,05. Bentuk hipotesis untuk uji
normalitas adalah sebagai berikut:
H0 : data berasal dari populasi yang terdistribusi normal
39
Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau menerima H0
berdasarkan P-value. jika P-value < α maka H0 ditolak dan jika P-value α maka
H0 diterima. Dalam program SPSS 20 digunakan istilah significance yang
disingkat Sig untuk P-value.
2) Uji homogenitas
Setelah data dinyatakan normal maka selanjutnya dilakukan uji
homogenitas untuk mengetahui apakah data yang akan digunakan homogen atau
tidak. Penelitian ini menggunakan Levene test untuk menguji homogenitas data
dengan taraf signifikansi α = 0,05. Bentuk hipotesis untuk uji homogenitas adalah
sebagai berikut:
H0: σ12= σ22
H1 : σ12≠σ22
Dalam pengujian hipotesis, σ12 = σ22 berarti skor kedua kelompok
memiliki variansi homogen. Sedangkan σ12 ≠ σ22 berarti skor kedua kelompok
memiliki variansi yang tidak homogen, kriteria untuk menolak atau menerima H0
berdasarkan P-value. jika P-value < α maka H0 ditolak dan jika P-value α maka
H0 diterima. Dalam program SPSS 20 digunakan istilah significance yang
disingkat Sig untuk P-value.
3) Uji t
Setelah data diketahui normal dan homogen, maka selanjutnya dilakukan
uji hipotesis komparatif menggunakan independent sample t-test dengan taraf
signifikansi sebesar α = 0,05. Rumusan hipotesis statistik pada uji t ini adalah
sebagai berikut:
H0 : µ1 = µ2
H1 : µ1 > µ2
Dalam pengujian hipotesis µ1 = µ2 berarti tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara kedua kelas. Sedangkan µ1 > µ2 berarti terdapat perbedaanyang
signifikan antara kedua kelas dengan kelas experimen lebih unggul dibandingkan
P-40
value adalah jika P-value < α maka H0 ditolak dan jika P-value α maka H0 tidak
dapat ditolak.
b. Pengujian hipotesis 3 dan 4
Hipotesis no 3 merupakan hipotesis yang menguji korelasi antara KPS dan
hasil belajar ranah kognitif setelah kelas diberi perlakuan berupa model
pembelajaran Learning Cycle 5E sedangkan hipotesis 4 merupakan hipotesis yang
menguji korelasi antara KPS dan hasil belajar ranah kognitif setelah kelas diberi
perlakuan berupa model pembelajaran Learning Cycle 7E, maka pengujiannya
dengan menggunakan uji korelasi menggunakan SPSS 20 dengan taraf
signifikansi sebesar α = 0,05. Sehingga akan diketahui seberapa erat dan
signifikan hubungan antara Keterampilan Proses Sains dan Hasil Bealajar siswa
ranah kognitif. Rumusan hipotesis statistik pada uji t ini adalah sebagai berikut:
H0 : ρ = 0
H1 : ρ≠ 0
Dalam pengujian hipotesis, ρ = 0 berarti variable X dan Y independen atau
ada korelasi yang signifikan anatara kedua veriabel tersebut. Sedangkan ρ ≠ 0
berarti variabel X dan Y dependen atau tidak ada korelasi yang signifikan antara
kedua variabel tersebut. Kriteria untuk menolak atau tidak menolak H0
berdasarkan P-value adalah jika P-value < α maka H0 ditolak dan jika P-value
α maka H0 tidak dapat ditolak. Adapaun Interpretasi koefisien kolerasi ρ (rxy)
dapat dilihat pada tabel 3.9:
Tabel 3.9
Interpretasi koefisien korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Perbedaan peningkatan setiap aspek Keterampilan Proses Sains siswa MTs
tidak berbeda secara signifikan antara kelas yang diberi perlakuan berupa
model pembelajaran Learning Cycle 7E dengan kelas yang diberi perlakuan
dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E kecuali aspek menerapkan
konsep.
2. Tidak terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa MTs
secara signifikan antara kelas yang diberi perlakuan berupa model
pembelajaran Learning Cycle 7E dengan kelas yang diberi perlakuan dengan
model pembelajaran Learning Cycle 5E. Akan tetapi, nilai gain dinormalisasi
menunjukan bahwa kelas yang diberi perlakuan berupa model pembelajaran
Learning Cycle 7E lebih baik daripada kelas yang diberi perlakuan dengan
model pembelajaran Learning Cycle 5E yaitu 0,57 dengan kategori sedang.
Sedangkan kelas yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran Learning
Cycle 5E memperoleh skor 0,54 dengan kategori sedang.
3. Terdapat hubungan yang positif dengan korelasi rendah antara Keterampilan
Proses Sains dengan hasil belajar ranah kognitif siswa setelah diterapkan
model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan koefisien korelasi sebesar
0,390.
4. Terdapat hubungan yang positif dengan korelasi rendah antara Keterampilan
Proses Sains dengan hasil belajar ranah kognitif siswa setelah diterapkan
model pembelajaran Learning Cycle 7E dengan koefisien korelasi sebesar
58
B. Saran
Penelitian ini memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu penulis
mengajukan beberapa saran untuk peneliti selanjutnya yaitu:
1. Salah satu kekurangan pada penelitian ini yang paling mendasar adalah
terletak pada pelaksanaan fase explore pada model pembelajaran Learning
Cycle 7E yang tidak sempurna sehingga untuk penelitian selanjutnya mohon
agar setiap fase model pembelajaran Learning Cycle 7E dilaksanakan dengan
optimal.
2. Keterlaksanaan model pembelajaran Learning Cycle 7E belum terlaksana
dengan sempurna karena alasan waktu. Oleh karena itu penulis menyarankan
agar peneliti selanjutnya yang akan menggunakan model pembelajaran
Learning Cycle 7E sebaiknya dapat memilih materi yang bahasannya tidak
terlalu banyak.
3. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa aspek KPS yang peningkatannya paling
menonjol setelah diterapkan model pembelajaran Learning Cycle 7E adalah
aspek menerapkan konsep. Sehingga untuk peneliti selanjutnya yang berniat
menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E agar memfokuskan
DAFTAR PUSTAKA
Amien, M. (1987). Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan
Menggunakan Metode Discovery dan Inquiry. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Arikunto, S. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Aristya, Pratiwi. 2011. Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Siswa Kelas
X-8 SMA Negeri 1 Grogol Kediri dengan Model Inkuiri Terbimbing.
Skripsi. Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Malang. [online].
Tersedia:
http://karyailmiah.um.ac.id/index.php/kimia/article/view/15788.[19
Mei 2013].
Bybee, W. Roger et. al. (2006). “The BSCS 5E Instructional model: Origin,
Effectivenes, and Application” [Online].Tersedia:
http://www.bscs.org/pdf/bscs5eexecsummary.pdf. [16 November
2009].
Dahar, R. W. (1996). Teori-Teori Belajar.Jakarta : Erlangga.
Daryanto. (2009). Panduan Proses Pembelqajaran Kreatif dan Inofatif. Jakarta :
AV Publisher.
Dimyati. dkk. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Eisenkraft, A. (2003). “Expanding The 5E Model”.Journal of Science Teacher.
70, (6), 57-59.
Firman, H. (2000). Penilaian Hasil Belajar Dalam Pengajaran Kimia. Bandung :
UPI.
Hake, R. R. (1998). Interactive Engagement Methods In Introductory Mechanics
60
http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf, accessed on [13
September 2009] .
Indrawati. (1999). Keterampilan Proses sains: Tinjauan Kritis dari Teori Praktis.
Bandung : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kanli, U et. al. (2007). The Effects of a Laboratory Based on the 7E Learning
Cycle Model and Verification Laboratory Approach on the
Development of Students’ Science Process Skills and Conceptual
Achievement. [Online]. Tersedia :
www.usca.edu/essays/specialedition/UKanlìandRYagbasan.pdf[13
September 2009].
Karim, S. dkk (2008).Belajar IPA
MembukaCakrawalaAlamSekitar.Jakarta:PT.SetiaPurnamaInves.
Krisno.dkk. (2008). IlmuPengetahuanAlam.Jakarta:
PusatPerbukuanDepartemenPendidikanNasional.
Nuh, U. (2007). Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam
Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa. Skripsi
Sarjana pada FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Polyiem, T et al. (2011). Learning Achievement, Science Process Skills, and
Moral Reasoning of Ninth Grade Students Learned by 7e Learning
Cycle and Socioscientific Issue-based Learning.[Online].Tersedia
:http://www.ajbasweb.com/ajbas/2011/October-2011/257-264.pdf[19
Juni 2013].
Rustaman, dkk. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung : UPI
Semiawan, C. (1986). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta : Gramedia
Sornsakda, S et al. (2009). Effect of Learning Environtmental Education Using
the 7E-Learning Cycle with Metacognitive Techniques and the
61
Science Process Skills and Critical Thinking of Mathayomsuksa 5
Students with Different Learning Achievment.[Online].Tersedia
:http://docsdrive.com/pdfs/medwelljournals/pjssci/2009/297-303.pdf[19
Juni 2013].
Sudibyo, B. (2006). Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Wasis.dkk. (2008).IlmuPengetahuanAlam. Jakarta: