• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBELAJARAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBELAJARAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.5 Definisi Operasional ... 11

1.6 Hipotesis Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Model-Eliciting Activities ... 14

2.2 Representasi dan Representasi Matematis ... 23

2.3 Self-Efficacy ... 31

2.3.1 Pengertian Self-Efficacy ... 31

2.3.2 Self-efficacy dan Self-esteem ... 35

2.3.3 Self-efficacy dan Self-confidence ... 36

2.3.4 Self-efficacy dan Self-control ... 38

2.3.5 Self-efficacy dan Self-concept ... 39

2.3.6 Sumber-sumber Self-Efficacy ... 40

2.3.7 Fungsi dan Pengaruh Self-Efficacy ... 44

2.3.8 Dimensi-dimensi Self-Efficacy ... 46

halaman ix 2.4 Teori Belajar Pendukung ... 48

2.5 Penelitian yang Relevan ... 51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian ... 56

3.2 Subjek Penelitian ... 57

3.3 Instrumen Penelitian ... 58

3.3.1 Lembar Tes Tertulis ... 58

3.3.2 Skala Self-Efficacy ... 59

3.3.3 Jurnal Siswa ... 61

3.3.4 Format Wawancara ... 62

3.4 Tahap Penelitian ... 62

3.4.1 Tahap Persiapan Penelitian ... 62

3.4.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 63

3.4.3 Tahap Analisis ... 66

3.5 Prosedur Penelitian ... 67

3.6 Waktu Penelitian ... 67

3.7 Teknik Analisis Instrumen ... 68

3.7.1 Instrumen Kemampuan Representasi Matematis ... 68

(2)

3.8 Teknik Analisis data ... 82

3.8.1 Data Hasil Tes Representasi Matematis ... 82

3.8.2 Data Hasil Skala Self-Efficacy ... 84

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 86

4.1.1 Hasil Penelitian tentang Kemampuan Representasi Matematis ... 86

4.1.2 Hasil Penelitian tentang Self-Efficacy ... 105

4.1.3 Jurnal Siswa ... 123

4.1.4 Tanggapan Siswa ... 126

4.2 Temuan dan Pembahasan ... 129

x 4.2.1 Pembelajaran Model-Eliciting Activities ... 129

4.2.2 Kemampuan Representasi Matematis ... 133

4.2.3 Self-Efficacy ... 145

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 150

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 152

5.2 Saran ... 153

DAFTAR PUSTAKA ... 156

LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ... 163

LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA INSTRUMEN ... 228

LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN ... 253

(3)

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan proses globalisasi, terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan

demografis yang mengharuskan sekolah dan perguruan tinggi untuk lebih

menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut

berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat (Lie, 2004).

Keterampilan-keterampilan tersebut tidak dapat ditularkan begitu saja tanpa

adanya proses pembelajaran di sekolah.

Proses pembelajaran merupakan suatu bentuk interaksi edukatif, yakni

interaksi yang bernilai pendidikan yang dengan sadar meletakkan tujuan untuk

mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang. Interaksi edukatif harus

menggambarkan hubungan aktif dua arah antara guru dan anak didik dengan

sejumlah pengetahuan sebagai mediumnya. Dalam interaksi edukatif unsur guru

dan anak didik harus aktif, tidak mungkin terjadi proses interaksi edukatif bila

hanya satu unsur yang aktif. Aktif dalam arti sikap, mental, dan perbuatan

(Djamarah, 2000).

Matematika merupakan ilmu yang kaya, menarik, banyak terkait dengan

kehidupan, memungkinkan banyak eksplorasi dan interaksi yang dapat dilakukan

siswa. Namun, dalam pembelajaran matematika interaksi yang sering terjadi

adalah pemberitahuan definisi dan aturan oleh guru kemudian dilanjutkan dengan

demonstrasi pemakaian definisi dan aturan tersebut dalam contoh dan latihan soal.

(4)

2

menyatakan bahwa siswa belajar dengan cara mendengar dan menonton guru

melakukan matematik, guru sering mencotohkan kepada siswa bagaimana

menyelesaikan soal dan memberikan soal latihan. Sejalan dengan hal tersebut,

Ruseffendi (Ansari, 2003) menyatakan bahwa bagian terbesar dari matematika

yang dipelajari siswa di sekolah tidak diperoleh melalui eksplorasi matematika,

tetapi melalui pemberitahuan. Pembelajaran yang demikian membuat siswa

kurang aktif karena kurang memberi peluang kepada siswa untuk lebih banyak

berinteraksi dengan sesama dan dapat membuat siswa memandang matematika

sebagai suatu kumpulan aturan dan latihan yang dapat berujung pada rasa bosan

dan bingung saat diberikan soal yang berbeda dengan soal latihan.

Hutagaol (2007) menyatakan bahwa terdapatnya permasalahan dalam

penyampaian materi pembelajaran matematika, yaitu kurang berkembangnya

kemampuan representasi siswa, khususnya pada siswa SMP, siswa tidak pernah

diberi kesempatan untuk menghadirkan representasinya sendiri. Lebih jauh

Hudiono (2005) menyatakan bahwa siswa yang mengerjakan soal matematika

yang berkaitan dengan kemampuan representasi, hanya sebagian kecil siswa dapat

menjawab benar, dan sebagian besar lainnya lemah dalam memanfaatkan

kemampuan representasi yang dimilikinya khususnya representasi visual.

Sullivan (1992) menyatakan bahwa peran dan tugas guru sekarang adalah

memberi kesempatan belajar maksimal pada siswa antara lain dengan jalan

melibatkan siswa secara aktif dalam eksplorasi matematika serta memberi

kebebasan berkomunikasi untuk menjelaskan idenya dan mendengar ide

(5)

bahwa tugas guru adalah: (1) melibatkan siswa dalam setiap tugas matematika; (2)

mengatur aktivitas intelektual siswa dalam kelas seperti diskusi dan komunikasi;

serta (3) membantu siswa memahami ide matematika dan memonitor pemahaman

mereka.

Untuk mengkomunikasikan ide-ide matematika dan berpikir secara

matematis seseorang perlu merepresentasikan ide-ide tersebut dalam cara tertentu.

Hal tersebut didukung oleh Hiebert (Dewanto, 2007) yang menyatakan bahwa

setiap kali mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika, gagasan tersebut

perlu disajikan dengan suatu cara tertentu. Hal ini sangat penting agar komunikasi

tersebut dapat berlangsung efektif. Komunikasi dalam matematika memerlukan

representasi eksternal yang dapat berupa simbol tertulis, gambar, ataupun objek

fisik. Ide-ide dalam matematika umumnya dapat direpresentasikan dengan satu

atau beberapa jenis representasi.

Representasi yang tepat dapat memberikan pemaknaan terhadap hubungan

yang mungkin terjadi di antara berbagai informasi. Penggunaan representasi yang

baik akan mampu mengaitkan informasi yang dipelajari dengan kumpulan

informasi yang sudah dimiliki siswa. Oleh karena itu, penggunaan representasi

mempunyai sumbangan yang sangat besar bagi terbentuknya pemahaman konsep.

Kemampuan representasi seseorang selain menunjukkan tingkat

pemahaman, juga terkait erat dengan kemampuan pemecahan masalah dalam

penyelesaian tugas matematika. Suatu masalah yang dianggap rumit dan

kompleks bisa menjadi lebih sederhana jika strategi dan pemanfaatan representasi

(6)

4

permasalahan menjadi sulit dipecahkan jika penggunaan representasinya keliru.

Penggunaan model matematika yang sesuai sebagai suatu bentuk representasi

akan membantu pemahaman konsep untuk mengemukakan ide/gagasan

matematika siswa.

Selain kemampuan respresentasi, terdapat aspek psikologis yang turut

memberikan kontribusi terhadap keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan

tugas dengan baik. Aspek psikologis tersebut adalah self-efficacy. Wilson & Janes

(2008) menyatakan bahwa self-efficacy merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan prestasi matematika seseorang. Banyak peneliti melaporkan

bahwa self-efficacy siswa berkorelasi dengan konstruksi motivasi, kinerja dan prestasi siswa. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Lane & Lane

(2001) yang menunjukkan bahwa prediksi self-efficacy mengatasi tuntutan intelektual dari program akademik sebesar 11,5%. Penelitian ini menyarankan

bahwa self-efficacy memiliki beberapa manfaat dalam program akademik. Namun,

berdasarkan pengetahuan penulis, di Indonesia belum banyak peneliti yang

memperhatikan self-efficacy tentang kemampuan matematis tertentu dalam bidang

akademik. Padahal, ketika bermatematika seseorang melakukan aktivitas berpikir

dan pada waktu berpikir, aku atau pribadi seseorang memegang peranan penting

dimana aku bukanlah faktor yang pasif melainkan faktor yang mengemudikan

perbuatan sadar (Aswald Kulpe dalam Hendriana, 2009).

Self-efficacy terkait dengan penilaian seseorang akan kemampuan dirinya

dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu. Penilaian kemampuan diri yang

(7)

menyatakan bahwa perasaan positif yang tepat tentang self-efficacy dapat

mempertinggi prestasi, meyakini kemampuan, mengembangkan motivasi internal,

dan memungkinkan siswa untuk meraih tujuan yang menantang. Perasaan negatif

tentang self-efficacy dapat menyebabkan siswa menghindari tantangan, melakukan

sesuatu dengan lemah, fokus pada defisiensi dan hambatan, dan mempersiapkan

diri untuk outcomes yang kurang baik. Seseorang yang salah menilai

kemampuannya akan bertindak dalam suatu cara tertentu yang akan merugikan

dirinya. Seseorang yang terlalu tinggi menilai kemampuannya akan melakukan

kegiatan yang tidak dapat diraih yang dapat berdampak pada kesulitan dan

kegagalan, sebaliknya seseorang yang menilai rendah kemampuannya akan

membatasi diri dari pengalaman yang menguntungkan.

Self-efficacy memiliki pengaruh dalam pemilihan perilaku, besar usaha dan ketekunan, serta pola berpikir dan reaksi emosional. Penilaian self-efficacy mendorong individu menghindari situasi yang diyakini melampaui kemampuannya

atau melakukan kegiatan yang diperkirakan dapat diatasinya. Dalam memecahkan

masalah yang sulit, individu yang mempunyai keraguan tentang kemampuannya

akan mengurangi usahanya, bahkan cenderung akan menyerah. Individu yang

mempunyai efficacy tinggi menganggap kegagalan sebagai kurangnya usaha, sedangkan individu yang memiliki efficacy rendah menganggap kegagalan berasal

dari kurangnya kemampuan.

Pengalaman awal efficacy seseorang terjadi dalam lingkungan keluarga. Pengalaman tersebut akan bertambah dalam lingkungan sosialnya. Teman

(8)

6

efficacy seseorang. Adanya model efficacy, informasi penilaian serta pembuktian efficacy, menjadikan teman sebaya menjadi agen utama dalam pengembangan dan validasi self-efficacy. Peranan teman sebaya dalam memperbaiki diri seseorang dapat dilihat dari dua hal yakni pengalaman pribadi

(life experiencing) dan duplicating (mencontoh dan mempelajari orang lain). Model efficacy teman sebaya dapat dihadirkan dalam pembelajaran dengan suasana belajar dan bekerja dalam kelompok kecil. Salah satu pembelajaran yang

menuntut adanya interaksi siswa dalam kelompok adalah pembelajaran Model-Eliciting Activities (MEAs). Pembelajaran MEAs merupakan pembelajaran yang didasarkan pada situasi kehidupan nyata siswa, bekerja dalam kelompok kecil,

dan menyajikan sebuah model matematika sebagai solusi.

Dalam pembelajaran MEAs, kegiatan siswa bekerja dalam kelompok

memungkinkan terjadinya interaksi edukatif yang lebih tinggi antar siswa dan

antara siswa dengan guru. Pengalaman sosial ini diharapkan dapat menghadirkan

adanya model efficacy, informasi penilaian serta pembuktian efficacy sehingga

pengembangan self-efficacy dapat terjadi. Hal tersebut didasarkan pada Bandura

(Wilson & Janes, 2008) yang menyatakan bahwa model sosial merupakan salah

satu metode yang dapat digunakan untuk memperkuat self-efficacy. Selain itu, penyajian model matematis sebagai solusi dalam pembelajaran MEAs merupakan

salah satu bentuk representasi eksternal yang dapat dilakukan oleh siswa. Bekerja

dalam kelompok juga dapat memberikan kesempatan yang lebih luas kepada

siswa untuk mengkomunikasikan ide/gagasan matematika ke dalam bentuk

(9)

Sabandar (Hasanah, 2004) menyatakan bahwa munculnya suatu representasi

tidaklah terjadi dengan sendirinya dalam situasi yang terisolasi dari situasi atau

masalah. Oleh karena itu, pemunculan suatu representasi sesungguhnya dapat

dipicu atau dirangsang dengan adanya situasi kontekstual, lebih disukai jika siswa

akrab dengan situasi tersebut, dan memungkinkan siswa menggunakan

pengetahuan yang diperolehnya secara informal maupun secara formal. Hal ini

sejalan dengan prinsip realitas pembelajaran MEAs yang menyatakan bahwa

skenario yang disajikan dalam MEAs sebaiknya realistis dan dapat terjadi dalam

kehidupan siswa. Kenyataan merupakan komponen penting dalam MEAs.

Menciptakan skenario realistis (berhubungan erat dengan siswa) dapat mencakup

konsep abstrak matematika dan meningkatkan rasa tertarik siswa akan masalah.

Masalah yang berbentuk word-problem, membutuhkan adanya interpretasi dan representasi dalam bentuk matematika. Proses interpretasi dan representasi ini

penting karena memberikan kesempatan untuk melakukan koneksi antar ide-ide

matematika terkait.

Pada penelitian ini selain faktor pembelajaran, kemampuan awal siswa

turut dilibatkan sebagai salah satu variabel (variabel kontrol) yang dikelompokkan

menjadi siswa kelompok atas, kelompok tengah dan kelompok bawah. Dasar

pengelompokan siswa adalah berdasarkan hasil belajar matematika sebelumnya

serta pengelompokan yang dilakukan oleh guru kelas. Hal ini dilakukan

berdasarkan hasil penelitian Usiskin (Ruseffendi, 1991) yang menyimpulkan

bahwa siswa dengan kemampuan matematika kurang atau lemah memperoleh

(10)

8

matematika baik (siswa pandai) terkorbankan. Ruseffendi (1991) juga

menegaskan bahwa, matematika modern lebih baik untuk siswa pandai tetapi

lebih jelek untuk siswa dengan kemampuan matematika lemah, sedangkan back to

basic lebih baik untuk siswa dengan kemampuan matematika lemah.

Dengan memperhatikan uraian di atas, penulis berupaya mengungkapkan

apakah pembelajaran Model-Eliciting Activities (MEAs) memberikan kontribusi terhadap kemampuan representasi matematis dan self-efficacy siswa. Penelitian ini

dirancang untuk melihat Pengaruh Pembelajaran Model-Eliciting Activities (MEAs) terhadap Kemampuan Representasi Matematis dan Self-Efficacy Siswa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah: bagaimanakah pengaruh pembelajaran Model-Eliciting Activities (MEAs) terhadap kemampuan representasi matematis dan self-efficacy siswa? Masalah ini

disajikan lebih rinci menjadi:

1. Apakah kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran MEAs lebih baik daripada siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis

yang signifikan antara siswa kelompok atas, kelompok tengah, dan

kelompok bawah pada siswa yang memperoleh pembelajaran MEAs?

3. Apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran yang diberikan dengan

(11)

representasi matematis siswa?

4. Bagaimanakah self-efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran MEAs dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

5. Bagaimanakah self-efficacy ditinjau dari setiap dimensi pada siswa yang memperoleh pembelajaran MEAs dibandingkan dengan siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional?

6. Bagaimanakah gambaran self-efficacy siswa ditinjau dari tingkatan kemampuan siswa (kelompok atas, kelompok tengah dan kelompok

bawah)?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan,

maka penelitian ini bertujuan untuk menelaah dan mendeskripsikan:

1. Kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran

MEAs dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran

konvensional.

2. Perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa

kelompok atas, kelompok tengah, dan kelompok bawah pada siswa yang

memperoleh pembelajaran MEAs.

3. Interaksi antara faktor pembelajaran yang diberikan dengan faktor kategori

kemampuan siswa terkait dengan peningkatan kemampuan representasi

matematis siswa.

(12)

10

5. Self-efficacy ditinjau dari setiap dimensi pada siswa yang memperoleh pembelajaran MEAs dibandingkan dengan siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional.

6. Gambaran self-efficacy siswa ditinjau dari tingkatan kemampuan siswa (kelompok atas, kelompok tengah dan kelompok bawah).

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan

yang berarti bagi peneliti, guru, dan siswa. Manfaat dan masukan tersebut antara

lain:

1. Untuk Peneliti

Memberi informasi tentang kemampuan representasi matematis dan self-efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran MEAs.

2. Untuk Guru

Memberi alternatif pembelajaran matematika yang dapat dikembangkan

menjadi lebih baik sehingga dapat dijadikan salah satu upaya untuk

meningkatkan hasil belajar siswa dan memberikan informasi tentang

pentingnya kemampuan representasi matematis dan self-efficacy siswa.

3. Untuk Siswa

Memberi pengalaman baru, mendorong siswa untuk lebih terlibat aktif

dalam pembelajaran di kelas, sehingga dapat meningkatkan kemampuan

representasi matematis, dan membuat belajar matematika menjadi lebih

(13)

1.5 Definisi Operasional

1. Kemampuan representasi matematis

Kemampuan representasi matematis yang dimaksud dalam penelitian ini

merupakan cara yang digunakan seseorang untuk menyajikan gagasan

matematika dalam melakukan komunikasi matematis yang meliputi

penerjemahan masalah atau ide-ide matematis ke dalam interpretasi berupa

gambar; ekspresi atau persamaan matematis; dan kata-kata.

2. Self-efficacy

Self-efficacy yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuannya melakukan tindakan-tindakan yang

diperlukan untuk menyelesaikan soal yang melibatkan kemampuan

representasi matematis dengan berhasil. Self-efficacy dalam penelitian ini diukur berdasarkan dimensi yang dinyatakan oleh Bandura yaitu dimensi

magnitude/level, dimensi strength, dan dimensi generality. 3. Pembelajaran Model-Eliciting Activities (MEAs)

Pembelajaran MEAs merupakan pembelajaran yang didasarkan pada situasi

kehidupan nyata siswa, bekerja dalam kelompok kecil, dan menyajikan

sebuah model matematis sebagai solusi.

4. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pembelajaran yang merupakan pembelajaran ekspositori (ceramah), diawali

dengan guru menjelaskan materi pelajaran, siswa mendengarkan dan

mencatat penjelasan yang disampaikan guru, kemudian siswa mengerjakan

(14)

12

5. Kemampuan siswa dalam penelitian ini dikategorikan menjadi kelompok

atas, kelompok tengah dan kelompok bawah. Pengelompokan siswa

didasarkan pada kemampuan matematika sebelumnya dengan ketentuan

27% siswa yang memiliki skor rerata kemampuan awal tertinggi termasuk

siswa kelompok atas, 27% siswa yang memiliki skor rerata kemampuan

awal terendah termasuk siswa kelompok bawah, dan sisanya termasuk siswa

kelompok tengah.

6. Peningkatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan

kemampuan representasi matematis siswa yang ditinjau berdasarkan gain ternormalisasi dari perolehan skor pretes dan postes siswa.

Gain ternormalisasi (g) =

Kategori gain ternormalisasi (g) menurut Hake (1999) adalah: g < 0,3 (rendah); 0,3 ≤ g < 0,7 (sedang); dan g 0,7 (tinggi).

1.6 Hipotesis Penelitian

Sejalan dengan masalah penelitian di atas, hipotesis penelitian ini adalah:

1. Kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran

MEAs lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran

konvensional.

2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa

kelompok atas, kelompok tengah, dan kelompok bawah pada siswa yang

memperoleh pembelajaran MEAs.

3. Terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan kategori kemampuan

(15)

4. Self-efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran MEAs lebih baik daripada self-efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

(16)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi “Kuasi-Eksperimen”, sehingga subjek tidak

dikelompokkan secara acak, tetapi keadaan subjek diterima sebagaimana adanya.

Pemilihan studi ini didasarkan pertimbangan bahwa, kelas yang ada telah

terbentuk sebelumnya dan tidak mungkin dilakukan pengelompokan siswa secara

acak.

Pada penelitian ini digunakan dua kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Kepada kelas eksperimen diberikan pembelajaran dengan menggunakan

pembelajaran Model-Eliciting Activities (MEAs) dan kelas kontrol memperoleh

pembelajaran konvensional. Perlakuan yang diberikan berupa penerapan

pembelajaran Model-Eliciting Activities (MEAs) untuk dilihat pengaruhnya

terhadap aspek yang diukur yaitu kemampuan representasi matematis dan

self-efficacy siswa. Variabel bebas pada penelitian ini adalah pembelajaran

Model-Eliciting Activities (MEAs), variabel terikatnya adalah kemampuan representasi

matematis dan self-efficacy siswa dan variabel kontrolnya adalah kemampuan

awal siswa (siswa kelompok atas, kelompok tengah dan kelompok bawah).

Desain pada penelitian ini berbentuk:

Kelompok eksperimen O X O

Kelompok kontrol O O

Keterangan :

(17)

O : Tes yang diberikan untuk mengetahui kemampuan representasi matematis

siswa (pretes = postes)

3.2 Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 25 Bandarlampung pada semester II

(genap) tahun pembelajaran 2009/2010. Alasan pemilihan subjek penelitian pada

SMP Negeri 25 Bandarlampung, yaitu karena kemampuan representasi matematis

siswa SMP Negeri 25 Bandarlampung selama ini belum pernah mendapatkan

perhatian khusus. Sekolah ini juga memungkinkan untuk dilakukan pengujian

pembelajaran yang baru dan berada pada wilayah di sekitar tempat tinggal peneliti

sehingga memungkinkan peneliti untuk dapat berkomunikasi lebih baik dengan

subjek penelitian.

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 25 Bandarlampung

tahun pelajaran 2009/2010. Sampel pada penelitian ini terdiri dari dua kelompok

siswa kelas VIII yang berasal dari dua kelas yang dipilih secara purposive.

Pengambilan sampel secara purposive bertujuan untuk mendapatkan kelas yang

memiliki kemampuan awal representasi matematis yang tidak berbeda secara

signifikan. Alasan penelitian dilakukan terhadap siswa kelas VIII adalah:

a. Pada umumnya, siswa SMP kelas VIII masih berada pada masa remaja.

Pada masa ini terjadi proses pencarian jati diri dan pertumbuhan

self-efficacy.

b. Terdapat sejumlah materi yang diperkirakan cocok untuk penerapan

pembelajaran MEAs untuk melihat kemampuan representasi matematis dan

(18)

58

3.3 Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dan informasi mengenai hal-hal yang ingin dikaji

dalam penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat instrumen. Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini berupa:

3.3.1 Lembar Tes Tertulis

Lembar tes tertulis yang digunakan berupa tes kemampuan representasi

matematis. Agar kemampuan representasi matematis siswa dapat terlihat dengan

jelas maka tes dibuat dalam bentuk uraian. Tes tertulis ini terdiri dari pretes dan

postes. Tes diberikan pada siswa setiap kelompok. Pretes diberikan untuk

mengetahui kemampauan awal siswa setiap kelompok dan digunakan sebagai

tolak ukur peningkatan prestasi belajar sebelum mendapatkan pembelajaran yang

akan diterapkan, sedangkan postes diberikan untuk mengetahui perolehan hasil

belajar dan ada tidaknya perubahan yang signifikan setelah mendapatkan

pembelajaran yang diterapkan.

Bahan tes diambil dari materi pelajaran matematika SMP kelas VIII

semester genap dengan mengacu pada Kurikulum 2006, pokok bahasan yang

diambil dalam penelitian ini adalah bangun ruang sisi datar. Tes yang digunakan

untuk mengukur kemampuan representasi matematis siswa terdiri dari 7 butir soal.

Beberapa butir soal diadaptasi dari instrumen representasi matematis yang

dikembangkan oleh Nursyam (2008). Dalam penyusunan soal tes, diawali dengan

penyusunan kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta

alternatif kunci jawaban masing-masing butir soal. Secara lengkap, kisi-kisi dan

(19)

memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes

kemampuan representasi matematis berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics

yang dinyatakan oleh Cai, Lane, dan Jakabscin (Hutagaol, 2007) pada Tabel 3.1

berikut:

Tabel 3.1 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan representasi

Skor Mengilustrasikan/ menjelaskan Menyatakan/ Menggambar Ekspresi Matematis

0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan ketidakpahaman tentang konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa

1 Hanya sedikit dari penjelasan yang benar

Hanya sedikit dari gambar, diagram, yang benar

Hanya sedikit dari model matematika yang benar

2 Penjelasan secara matematis masuk akal namun hanya sebagian lengkap dan benar

Melukiskan, diagram, gambar, namun kurang lengkap dan benar

Menemukan model matematika dengan benar, namun salah dalam mendapatkan solusi

3 Penjelasan secara matematis masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat sedikit kesalahan bahasa

Melukiskan, diagram, gambar, secara lengkap dan benar

Menemukan model matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap

4 Penjelasan secara matematis masuk akal dan jelas serta tersusun secara logis dan sistematis

Melukiskan, diagram, gambar, secara lengkap, benar dan sistematis

Menemukan model matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap serta sistematis.

3.3.2 Skala Self-Efficacy

Skala self-efficacy digunakan untuk mengukur keyakinan siswa terhadap

kemampuannya melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk

menyelesaikan soal yang melibatkan kemampuan representasi matematis dengan

berhasil. Skala self-efficacy diberikan kepada masing-masing kelompok siswa

setelah perlakuan pembelajaran selesai diterapkan. Self-efficacy siswa sebelum

(20)

60

siswa subjek penelitian berada pada taraf perkembangan mental yang sama dan

belum mendapatkan pembelajaran yang dapat mempengaruhi self-efficacy

sehingga self-efficacy awal siswa kelompok eksperimen dan siswa kelompok

kontrol dapat diasumsikan tidak berbeda. Pengukuran self-efficacy mencakup tiga

dimensi yaitu dimensi Magnitude/level untuk mengukur taraf keyakinan dan

kemampuan dalam menentukan tingkat kesulitan soal representasi matematis yang

dihadapi, dimensi Strength atau kekuatan untuk mengukur taraf keyakinan

terhadap kemampuan dalam mengatasi masalah atau kesulitan yang muncul akibat

soal representasi matematis dan dimensi Generality untuk mengukur taraf

keyakinan dan kemampuan dalam menggeneralisasikan tugas dan pengalaman

sebelumnya. Ketiga dimensi tersebut kemudian diturunkan menjadi

indikator-indikator dan selanjutnya dibuat pernyataan-pernyataan untuk mengukur

self-efficacy siswa. Dimensi dan indikator self-efficacy yang digunakan dalam

penelitian ini diadaptasi dari dimensi dan indikator self-efficacy yang

dikembangkan oleh Sudrajat (2008). Penyusunan pernyataan skala self-efficacy

dilakukan dengan memperhatikan panduan dari Bandura (2006) antara lain:

a. Menurut Bandura (2006), skala self-efficacy adalah unipolar, berkisar dari 0

hingga keyakinan maksimum. Skala bipolar dengan derajat negatif yang

berarti seseorang tidak mampu melakukan aktivitas yang diharapkan

merupakan hal yang tidak masuk akal.

b. Item-item pernyataan dalam skala self-efficacy harus dapat

merepresentasikan konstruk yang ingin diukur.

c. Item skala self-efficacy adalah item-item pernyataan yang dibuat atau

disesuaikan dengan area-area spesifik atau tugas-tugas spesifik dari

(21)

d. Format respon skala Likert umumnya menggunakan lima pernyataan sikap.

Namun, Bandura (2006) menyatakan bahwa skala self-efficacy lebih baik

menggunakan 11 respon skala dengan interval 0-10 atau 0-100. Hal ini

didukung oleh Panjares, Hartley, & Valiante (Bandura, 2006) yang

menyatakan bahwa format respon 0-100 merupakan prediktor yang lebih

baik daripada skala self-efficacy dengan format respon 1-5.

Pada penelitian ini digunakan format respon skala self-efficacy yang

diadaptasi dari skala respon yang digunakan oleh Compeau & Higgins (1995) dan

merujuk pada skala respon yang dikemukakan oleh Bandura (2006) yaitu

100-point scale yang peneliti sederhanakan menjadi:

Tidak Begitu

Yakin Yakin

Sangat Yakin

Ya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak

Pada format skala respon tersebut, pilihan “tidak” memiliki nilai nol. Peneliti

memilih format respon tersebut dikarenakan angka nol hingga sepuluh lebih

dikenal untuk memberikan gambaran nilai dari sesuatu dalam lingkungan siswa

SMP. Sebelum diujicobakan, dibuat kisi-kisi skala self-efficacy terlebih dahulu

kemudian disusun pernyataan skala self-efficacy dengan revisi dan saran

pembimbing serta pakar self-efficacy di UPI.

3.3.3 Jurnal Siswa

Jurnal yang digunakan dalam penelitian ini berupa karangan singkat yang

dibuat oleh siswa sebelum dan setelah pelaksanaan satu pembelajaran MEA.

(22)

self-62

efficacy yang dimiliki siswa. Jurnal pada akhir pembelajaran MEA diberikan

untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran MEA yang diberikan.

3.3.4 Format wawancara

Format wawancara merupakan pedoman untuk melakukan wawancara

terkait dengan respon siswa terhadap pembelajaran MEAs dan self-efficacy yang

dimiliki siswa. Wawancara dilakukan untuk memperjelas data self-efficacy siswa

yang telah diperoleh melalui skala self-efficacy.

3.4 Tahap Penelitian

Penelitian dalam penerapan pembelajaran Model-Eliciting Activities

(MEAs) dilaksanakan dengan beberapa tahapan, yaitu:

3.4.1 Tahap Persiapan

Pada tahap ini diadakan persiapan-persiapan yang dipandang perlu antara

lain: melakukan studi kepustakaan tentang kemampuan representasi matematis,

self-efficacy, serta pembelajaran Model-Eliciting Activities dan merancang

perangkat pembelajaran serta instrumen pengumpulan data. Kemudian memohon

izin melakukan penelitian kepada Rektor UPI dan Kepala SMP Negeri 25

Bandarlampung, melakukan uji coba instrumen penelitian dan menganalisis hasil

uji coba tersebut, mengobservasi pembelajaran di sekolah dan berkonsultasi

dengan guru matematika untuk menentukan waktu dan teknis pelaksanaan

penelitian, serta meminjam nilai hasil ulangan siswa untuk membuat

pengelompokan di kelas eksperimen. Lalu memilih sampel secara purposif dan

(23)

3.4.2 Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini dilakukan penerapan pembelajaran Model-Eliciting

Activities (MEAs) pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional

pada kelompok kontrol. Penerapan pembelajaran dilakukan oleh peneliti,

dengan pertimbangan untuk lebih terjaminnya pelaksanaan pembelajaran MEAs.

Sebelum dilaksanakan pembelajaran MEAs di kelas eksperimen diadakan

sosialisasi dengan memberikan penjelasan mengenai aturan-aturan yang

ditetapkan dalam pembelajaran MEAs.

Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mendapat perlakuan yang

sama dalam hal jumlah jam pelajaran, penyampaian materi, serta sumber

pembelajaran dari buku LKS. Kelas eksperimen mendapatkan lembar

permasalahan MEAs, sedangkan kelas kontrol mendapatkan soal-soal latihan dari

buku LKS dan buku paket yang dimiliki guru. Jumlah pertemuan pada kelas

eksperimen dan kontrol masing-masing 13 kali pertemuan.

Secara garis besar langkah-langkah yang digunakan dalam pembelajaran

MEAs pada penelititan ini adalah sebagai berikut:

1. Pendahuluan

a. Guru menjelaskan tentang pembelajaran yang akan dilakukan yaitu

pembelajaran Model-Eliciting Activities serta tujuan pembelajaran yang

harus dicapai oleh siswa dan materi apa yang akan dipelajari.

b. Guru memberikan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan kepada

siswa untuk menggali kemampuan awal yang berkaitan dengan konsep

(24)

64

c. Guru memotivasi siswa dengan memberi penjelasan tentang pentingnya

mempelajari materi ini dan agar siswa belajar bersama dalam

kelompok.

2. Kegiatan Pembelajaran Model-Eliciting Activities

a. Siswa diberikan stimulus berupa pemberian materi oleh guru mengenai

konsep yang akan dipelajari. Kemudian antara Siswa dan guru

mendiskusikan materi tersebut.

b. Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok yang heterogen.

c. Guru membagikan bahan ajar berupa lembar permasalahan MEA

kepada setiap kelompok. Siswa membaca permasalahan yang diberikan

dan siap-siaga menghadapi pertanyaan berdasarkan lembar

permasalahan.

d. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa terkait dengan

permasalahan MEA dan memastikan setiap kelompok mengerti apa

yang ditanyakan. Bagian ini merupakan bagian pertanyaan siap-siaga.

Pada bagian ini guru membantu siswa mengawasi cara berpikirnya.

e. Siswa mengumpulkan data yang diperlukan untuk menyelesaikan

permasalahan MEA. Guru memberikan petunjuk kepada siswa jika

diperlukan. Kegiatan ini merupakan tahap pengumpulan data oleh

siswa.

f. Guru memerintahkan siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang

diberikan. Kemudian guru berkeliling kelas dan memberikan feedback

(25)

pada kesalahan yang dibuat dan guru dapat langsung memberikan

arahan agar siswa dapat langsung mengoreksi sendiri kesalahan yang

dibuatnya. Kegiatan ini merupakan tahap tugas pemecahan masalah.

g. Kelompok siswa terpilih mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan

kelas. Guru dan siswa lainnya mengajukan pertanyaan kepada

kelompok penyaji. Kegiatan ini merupakan tahap kegiatan presentasi.

Pada tahap ini, hasil pekerjaan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai,

dan didiskusikan dalam diskusi kelas.

3. Akhir kegiatan pembelajaran

a. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan hasil diskusi.

b. Guru memberikan evaluasi menyeluruh terhadap hasil kegiatan siswa.

c. Guru memberikan ulasan dan penekanan pada konsep utama serta

membimbing siswa membuat kesimpulan.

Sedangkan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pembelajaran

konvensional adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan Pendahuluan

a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan materi yang akan dipelajari

b. Guru memberikan apersepsi dengan cara tanya jawab serta mengingatkan

kembali pelajaran yang telah lalu yang berhubungan dengan materi yang

akan dipelajari.

2. Kegiatan inti

a. Guru menjelaskan kepada siswa tentang materi pelajaran

(26)

66

c. Guru bertanya kepada siswa apakah siswa sudah mengerti atau belum, jika

belum, guru akan kembali menjelaskan pada bagian yang siswa belum

begitu memahaminya.

d. Guru memberikan latihan-latihan soal, siswa diminta mengerjakannya

secara individu.

e. Guru meminta beberapa orang siswa untuk mengerjakan soal yang telah

diberikan guru.

3. Penutup

a. Guru menyimpulkan mengenai pembelajaran yang telah dilakukan

b. Guru memberikan pekerjaan rumah.

Setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai, sebelum dilakukan postes

pada kelompok eksperiman dan kelompok kontrol, kedua kelompok siswa

diberikan skala self-efficacy. Kemudian kedua kelompok ini diberikan soal postes

yang sama dengan soal pretes, hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya

peningkatan kemampuan representasi matematis siswa. Pelaksanaan tes

representasi matematis selama 80 menit baik pada kelompok eksperimen maupun

pada kelompok kontrol. Selain postes, pada kelompok eksperimen dilakukan

wawancara terhadap beberapa siswa yang dipilih secara acak mewakili tingkat

kemampuan siswa.

3.4.3 Tahap Analisis

Setelah implementasi pembelajaran selesai, data yang telah terkumpul

dianalisis dan diolah secara statistik untuk data kuantitatif dan secara deskriptif

(27)

3.5 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan

penelitian. Selanjutnya prosedur penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk diagram

berikut:

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

3.6 Waktu penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010.

Jadwal rencana kegiatan penelitian dapat dilihat dalam Tabel 3.2 berikut:

Pemberian Pretes

a. Perlakuan pada kelas kontrol (pembelajaran konvensional)

b. Skala self-efficacy

c. Pemberian postes

Kesimpulan Pengidentifikasian

masalah & tujuan penelitian

Penyusunan instrumen dan bahan ajar

Penguji coba instrumen

Analisis hasil uji coba

Perbaikan instrumen

Analisis Data

a. Perlakuan pada kelas eksperimen (pembelajaran MEAs)

b. Jurnal Siswa c. Skala self-efficacy

(28)

68

Tabel 3.2 Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Bulan

Okt-Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

1. Pembuatan Proposal

2. Seminar Proposal

3. Menyusun Instrumen

Penelitian dan bahan ajar

4. Pelaksanaan KBM di

kelas Eksperimen

5. Pengumpulan Data

6. Pengolahan Data

7. Penyelesaian Tesis

3.7 Teknik Analisis Instrumen

3.7.1 Instrumen Kemampuan Representasi Matematis

Alat pengumpul data yang baik dan dapat dipercaya adalah alat pengumpul

data yang valid dan reliabel. Oleh karena itu, sebelum instrumen tes digunakan

terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen pada siswa yang telah mendapatkan

materi yang akan disampaikan. Sebelum dilakukan ujicoba, dilakukan uji

keterbacaan kepada beberapa orang siswa yang sudah pernah memperoleh materi

ini dan diukur kecukupan waktu siswa dalam menjawab soal tes. Hasilnya adalah

beberapa soal yang ada perlu diperbaiki dan dibuang karena tidak mudah

dipahami dan terlalu banyak menghabiskan waktu. Setelah uji coba, dilakukan

analisis untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan

daya pembeda instrumen tersebut.

1. Analisis validitas tes

Validitas merupakan salah satu syarat penting yang harus dipenuhi oleh

instrumen penelitian. Suherman dan Sukjaya (1990) menyatakan bahwa suatu

istrumen dinyatakan valid (absah dan sahih) bila instrumen itu mampu

(29)

hendaknya dilihat dari berbagai aspek. Dalam penelitian ini, analisis validitas

yang dilakukan meliputi validitas isi, validitas muka, dan validitas butir soal.

Validitas isi berkenaan dengan ketepatan materi yang dievaluasikan.

Dengan kata lain, materi yang dipakai sebagai alat evaluasi merupakan sampel

representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai siswa (Suherman dan Sukjaya,

1990). Validitas muka atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat

atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan

tafsiran lain (Suherman.dkk, 2003), termasuk juga kejelasan gambar dalam soal.

Penilain validitas isi dan validitas muka dilakukan oleh rekan mahasiswa

Pendidikan Matematika Pascasarjana UPI dan guru matematika SMP Negeri 25

Bandarlampung yang hasilnya dikonsultasikan kepada dosen pembimbing.

Validitas isi dan validitas muka yang dinilai adalah kesesuaian antara butir tes

dengan kisi-kisi soal, penggunaan bahasa atau gambar dalam soal, dan kebenaran

materi atau konsep.

Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal

terhadap skor total. Hasil perhitungan validitas ini dapat digunakan untuk

menyelidiki lebih lanjut butir-butir soal yang mendukung dan yang tidak

mendukung. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi. Karena

tes yang digunakan berupa uraian, maka untuk mendapatkan validitas butir soal

digunakan rumus korelasi Product Moment Pearson. Hasil perhitungan koefisien

korelasi diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi koefisien validitas

(30)

70

Berdasarkan hasil uji coba pada siswa kelas IX SMP Negeri 25

Bandarlampung, dilakukan perhitungan validitas butir soal yaitu dengan

menghitung korelasi antara butir-butir soal dengan skor total soal secara

keseluruhan. Hasil perhitungan korelasi validitas antar butir tes kemampuan

[image:30.612.159.470.237.428.2]

representasi matematis dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut ini.

Tabel 3.3 Validitas Instrumen Kemampuan Representasi Matematis

Nomor Soal Besarnya Interpretasi

1 0,66 Validitas tinggi

2a 0,70 Validitas tinggi

2b 0,77 Validitas tinggi

3 0,82 Validitas sangat tinggi

4a 0,91 Validitas sangat tinggi

4b 0,70 Validitas tinggi

5a 0,72 Validitas tinggi

5b 0,84 Validitas sangat tinggi

6a 0,65 Validitas tinggi

6b 0,78 Validitas tinggi

7a 0,68 Validitas tinggi

7b 0,68 Validitas tinggi

Berdasarkan Tabel 3.3 diketahui bahwa nilai koefisien korelasi butir-butir

soal dengan skor total soal secara keseluruhan berada pada rentang nilai 0,66

hingga 0,91. Dari 12 butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan

representasi matematis, berdasarkan interpretasi validitas tes diperoleh sembilan

soal mempunyai validitas tinggi dan tiga soal memiliki validitas sangat baik.

Artinya, semua soal mempunyai validitas yang baik.

2. Analisis Reliabilitas

Suatu alat evaluasi dikatakan reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap

jika digunakan untuk subjek yang sama pada waktu yang berbeda (Suherman dan

(31)

konsisten walaupun dikerjakan oleh siapapun (dalam level yang sama), kapanpun

dan di manapun berada. Untuk tes berbentuk uraian perhitungan reliabilitas tes

dapat digunakan rumus Cronbach’s Alpha. Hasil derajat reliabilitas soal kemudian

diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi derajat reliabilitas yang

dikemukakan oleh Suherman dan Sukjaya (1990).

Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas butir soal secara keseluruhan

diperoleh nilai r11 = 0,922. Instrumen peneitian dengan koefisien reliabilitas 0,922

diinterpretasikan memiliki reliabilitas yang sangat tinggi, sehingga instrumen

kemampuan representasi matematis tersebut reliabel untuk digunakan sebagai alat

ukur.

3. Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda (discriminatory power) suatu butir soal menyatakan

seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara siswa

yang dapat menjawab soal dan siswa yang tidak dapat menjawab soal (Suherman

dan Sukjaya, 1990). Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut

indeks diskriminasi (DP) yang berkisar antara 0,00 – 1,00. Daya pembeda

dihitung dengan membagi siswa kedalam dua kelompok, yaitu: kelompok atas

(the higher group) – kelompok siswa yang tergolong pandai dan kelompok bawah

(the lower group) – kelompok siswa yang tergolong rendah. Hasil perhitungan

daya pembeda diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria penafsiran menurut

Suherman dan Sukjaya (1990).

Berdasarkan hasil uji coba, dilakukan perhitungan daya pembeda setiap

butir soal yang secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran B.2. Hasil perhitungan

daya pembeda tes kemampuan representasi matematis disajikan dalam Tabel 3.4

(32)
[image:32.612.194.447.104.295.2]

72

Tabel 3.4 Daya Pembeda Tes Representasi Matematis Nomor Soal Besarnya DP Interpretasi

1 0,56 Baik

2a 0,50 Baik

2b 0,42 Baik

3 0,69 Baik

4a 0,47 Baik

4b 0,56 Baik

5a 0,44 Baik

5b 0,58 Baik

6a 0,42 Baik

6b 0,69 Baik

7a 0,28 Cukup

7b 0,33 Cukup

Berdasarkan Tabel 3.4 diketahui bahwa indeks daya pembeda butir-butir

soal secara keseluruhan berada pada rentang nilai 0,28 hingga 0,69. Indeks daya

pembeda sebesar 0,28 menandakan bahwa butir soal memiliki daya pembeda

dengan interpretasi cukup. Sedangkan indeks daya pembeda sebesar 0,69

menandakan bahwa butir soal memiliki daya pembeda dengan interpretasi baik.

Dari 12 butir soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan representasi

matematis terdapat dua butir yang mempunyai daya pembeda yang cukup, dan

sisanya mempunyai daya pembeda yang baik. Oleh karena itu, instrumen tersebut

dapat digunakan untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang

kurang pandai.

4. Analisis Indeks Kesukaran

Arikunto (2005) menyatakan bahwa “soal yang baik adalah soal yang tidak

terlalu mudah atau tidak terlalu sukar”. Soal yang terlalu mudah tidak dapat

merangsang siswa berusaha memecahkannya, dan soal yang terlalu sukar dapat

(33)

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks

kesukaran (Arikunto, 2005). Analisis indeks kesukaran setiap butir soal dihitung

berdasarkan jawaban seluruh siswa yang mengikuti tes. Pada penelitian ini

digunakan rumus untuk menghitung indeks kesukaran menurut Hutabarat (2009).

Hasil perhitungan indeks kesukaran diinterpretasikan dengan menggunakan

kriteria penafsiran menurut Suherman dan Sukjaya (1990).

Dari hasil perhitungan, diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal tes

[image:33.612.190.445.318.504.2]

kemampuan representasi matematis yang terangkum dalam Tabel 3.5 berikut ini:

Tabel 3.5 Indeks Kesukaran Tes Representasi Matematis Nomor Soal Besarnya IK Interpretasi

1 0,61 Sedang

2a 0,31 Sedang

2b 0,32 Sedang

3 0,54 Sedang

4a 0,57 Sedang

4b 0,44 Sedang

5a 0,50 Sedang

5b 0,35 Sedang

6a 0,46 Sedang

6b 0,46 Sedang

7a 0,28 Sukar

7b 0,25 Sukar

Dari Tabel 3.5 diketahui bahwa indeks kesukaran butir-butir soal tes

kemampuan representasi matematis secara keseluruhan berada pada rentang nilai

0,25 hingga 0,61. Indeks kesukaran sebesar 0,25 menandakan bahwa butir soal

memiliki tingkat kesukaran dengan interpretasi sukar. Sedangkan indeks

kesukaran sebesar 0,61 menandakan bahwa butir soal memiliki tingkat kesukaran

dengan interpretasi sedang. Dari 12 butir soal yang digunakan untuk mengukur

kemampuan representasi matematis terdapat dua butir yang mempunyai indeks

(34)

74

Oleh karena itu, instrumen tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara

siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai.

Rekapitulasi dari semua perhitungan analisis hasil uji coba tes kemampuan

[image:34.612.132.508.229.492.2]

representasi matematis disajikan secara lengkap dalam Tabel 3.6 berikut ini:

Tabel 3.6 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Kemampuan Representasi Matematis Nomor Soal Interpretasi Validitas Interpretasi Tingkat Kesukaran Interpretasi Daya Pembeda Interpretasi Reliabilitas

1 Tinggi Sedang Baik

Sangat Tinggi

2a Tinggi Sedang Baik

2b Tinggi Sedang Baik

3 Sangat Tinggi Sedang Baik

4a Sangat Tinggi Sedang Baik

4b Tinggi Sedang Baik

5a Tinggi Sedang Baik

5b Sangat Tinggi Sedang Baik

6a Tinggi Sedang Baik

6b Tinggi Sedang Baik

7a Tinggi Sukar Cukup

7b Tinggi Sukar Cukup

Berdasarkan hasil analisis keseluruhan terhadap hasil ujicoba tes

kemampuan representasi matematis yang dilaksanakan di SMP N 25

Bandarlampung pada siswa kelas IX, serta dilihat dari hasil analisis validitas,

reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran, maka dapat disimpulkan bahwa

instrumen kemampuan representasi matematis pada penelitian ini memenuhi

syarat untuk menjadi alat pengumpul data yang baik dan dapat dipercaya. Oleh

karena itu, instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur kemampuan

(35)

3.7.2 Skala Self-Efficacy

Self-efficacy dalam penelitian ini difokuskan pada tiga dimensi pengukuran

self-efficacy yang diungkapkan oleh Bandura yaitu, magnitude/level, strength, dan

generality. Secara teoritis, dimensi magnitude/level berhubungan dengan tingkat

kesulitan masalah atau tugas yang dapat diatasi oleh seseorang sebagai hasil

persepsi tentang kompetensi dirinya (Sudrajat, 2008). Secara operasional, dimensi

magnitude/level merujuk pada taraf keyakinan dan kemampuan siswa dalam

menentukan tingkat kesulitan soal representasi matematis yang dihadapi.

Dimensi strength berhubungan dengan tingkat kekuatan keyakinan tentang

kompetensi yang dipersepsi oleh seseorang dan menunjukkan derajat kemantapan

keyakinannya (Sudrajat, 2008). Dimensi ini biasanya berkenaan langsung dengan

dimensi pertama. Secara operasional, dimensi strength merujuk pada taraf

keyakinan siswa terhadap kemampuannya dalam mengatasi masalah atau

kesulitan yang muncul akibat soal representasi matematis.

Dimensi generality, yaitu dimensi yang berhubungan dengan luas bidang

perilaku atau tingkat pencapaian keberhasilan seseorang dalam mengatasi atau

menyelesaikan tugas-tugas dalam kondisi tertentu (Sudrajat, 2008). Secara

operasional, dimensi ini merujuk pada taraf keyakinan dan kemampuan siswa

dalam mengeneralisasikan tugas dan pengalaman sebelumnya.

Instrumen tentang self-efficacy ini dikonstruksi dan dikembangkan oleh

peneliti dengan mengadaptasi instrumen self-efficacy yang dikembangkan oleh

(36)

76

Constructing Self-Efficacy Scales serta berdasarkan saran dan pertimbangan dari

pembimbing dan pakar self-efficacy di UPI.

Berpedoman pada validitas isi yang dijelaskan oleh Bandura (2006), butir

pernyataan skala self-efficacy harus akurat dalam merefleksikan konstruksnya.

Self-efficacy berfokus pada kemampuan yang dirasakan. Butir-butir

pernyataannya harus menjadi frase yang mengungkapkan tentang “mampu

mengerjakan” daripada “akan mengerjakan”, karena “mampu” menggambarkan

pertimbangan kemampuan sedangkan “akan” merupakan pernyataan yang

berisikan tentang adanya suatu tujuan (Bandura, 2006).

Untuk menguji validitas skala self-efficacy digunakan uji validitas isi

(content validity). Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan

antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan (Sugiyono,

2006). Instrumen dinyatakan valid apabila isinya sesuai dengan apa yang hendak

diukur. Pada penelitian ini, pengujian validitas skala self-efficacy dilakukan oleh

dosen pembimbing dan pakar self-efficacy di UPI. Berorientasi pada validitas

konstruk dan validitas isi, berupa dimensi dan indikator yang hendak diukur,

redaksi setiap butir pernyataan, keefektifan susunan kalimat dan koreksi terhadap

bentuk format yang digunakan.

Hasil umum yang diperoleh menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

a. Tidak memuat pernyataan-pernyataan negatif, karena keyakinan tidak ada

yang bermakna negatif melainkan taraf atau derajatnya saja yang

membedakannya yang terentang dari keyakinan paling tinggi hingga paling

rendah (Sudrajat, 2008). Sebagai tindak lanjut, butir pernyataan negatif

(37)

b. Pengukuran self-efficacy didasarkan pada tiga dimensi yang dinyatakan oleh

Bandura, yaitu dimensi magnitude/level, dimensi strength, dan dimensi

generality. Sebagai tindak lanjut, dibuat defini operasional untuk

masing-masing dimensi dan skala self-efficacy yang dibuat disesuaikan dengan

dimensi-dimensi tersebut.

c. Merevisi pernyataan-pernyataan tertentu yang dianggap kurang tepat dari

segi kebahasaan sehingga tidak mengandung makna ganda atau multi tafsir

kepada responden dalam memilihnya.

Setelah instrumen self-efficacy dinyatakan valid oleh ahli, dilakukan uji

keterbacaan instrumen terhadap 10 orang siswa. Uji keterbacaan dilakukan

dengan tujuan untuk melihat apakah pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam

angket dapat dimengerti susunan redaksi dan maknanya, telah sesuai dan/atau

menggambarkan tentang apa yang dirasakan, dialami, dan dihadapi siswa. Hasil

menunjukkan bahwa siswa tidak mengalami kesulitan dalam memahami

pernyataan-pernyataan yang terdapat pada lembar skala self-efficacy.

Kemudian dilakukan uji coba instrumen self-efficacy siswa terhadap 75

orang siswa. Hasil uji coba dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17

untuk menguji derajat validitas dan reliabilitas instrumen.

1. Validitas Instrumen

Pengujian validitas instrumen dilakukan dengan mengkorelasikan antara

skor item dalam suatu dimensi dengan skor dimensi dan mengkorelasikan skor

dimensi dengan skor total. Hasil uji validitas skala self-efficacy dengan

(38)

78

Hasil uji validitas pernyataan self-efficacy dimensi magnitude/level terangkum

[image:38.612.182.457.166.430.2]

dalam Tabel 3.7 berikut ini.

Tabel 3.7 Validitas Butir Pernyataan Dimensi Magnitude/Level Nomor

Pernyataan

Koefisien

Korelasi Signifikansi Interpretasi

1 0,602

0,000 Valid

2 0,547

3 0,426

19 0,447

10 0,704

11 0,487

13 0,474

20 0,577

21 0,534

22 0,727

24 0,562

25 0,669

26 0,767

27 0,808

28 0,796

29 0,824

30 0,693

Berdasarkan Tabel 3.7, diketahui bahwa validitas butir-butir pernyataan

self-efficacy dimensi magnitude/level secara keseluruhan berada pada rentang nilai

0,426 hingga 0,824. Koefisien korelasi sebesar 0,426 menandakan bahwa butir

pernyataan memiliki validitas dengan interpretasi sedang. Sedangkan koefisien

korelasi sebesar 0,824 menandakan bahwa butir pernyataan memiliki validitas

dengan interpretasi sangat tinggi. Dari 17 butir pernyataan yang digunakan untuk

mengukur self-efficacy dimensi magnitude/level, delapan pernyataan memiliki

validitas yang sedang, tujuh pernyataan memiliki validitas yang tinggi dan sisanya

memiliki validitas sangat tinggi. Untuk kriteria signifikansi dari korelasi pada

(39)

Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan tersebut valid digunakan untuk mengukur

self-efficacy dimensi magnitude/level. Hasil uji validitas pernyataan self-efficacy

[image:39.612.188.452.193.455.2]

dimensi strength terangkum dalam Tabel 3.8 berikut ini.

Tabel 3.8 Validitas Butir Pernyataan Dimensi Strength Nomor

Pernyataan

Koefisien

Korelasi Signifikansi Interpretasi

6 0,749

0,000 Valid

7 0,762

14 0,535

31 0,489

33 0,607

34 0,651

35 0,575

4 0,747

5 0,524

8 0,668

9 0,646

15 0,618

16 0,736

17 0,729

18 0,517

23 0,571

32 0,554

Berdasarkan Tabel 3.8, diketahui bahwa validitas butir-butir pernyataan

self-efficacy dimensi strength secara keseluruhan berada pada rentang nilai 0,489

hingga 0,762. Koefisien korelasi sebesar 0,489 menandakan bahwa butir

pernyataan memiliki validitas dengan interpretasi sedang. Sedangkan koefisien

korelasi sebesar 0,762 menandakan bahwa butir pernyataan memiliki validitas

dengan interpretasi tinggi. Dari 17 butir pernyataan yang digunakan untuk

mengukur self-efficacy dimensi strength, tujuh pernyataan memiliki validitas yang

sedang, dan sisanya memiliki validitas tinggi. Untuk kriteria signifikansi dari

(40)

80

signifikan. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan tersebut valid digunakan untuk

mengukur self-efficacy dimensi strength. Hasil uji validitas pernyataan

[image:40.612.187.451.182.334.2]

self-efficacy dimensi generality terangkum dalam Tabel 3.9 berikut ini.

Tabel 3.9 Validitas Butir Pernyataan Dimensi Generality Nomor

Pernyataan

Koefisien

Korelasi Signifikansi Interpretasi

36 0,730

0,000 Valid

37 0,777

38 0,765

39 0,802

12 0,736

40 0,771

41 0,723

42 0,679

Dari Tabel 3.9, diketahui bahwa validitas butir-butir pernyataan self-efficacy

dimensi generality secara keseluruhan berada pada rentang nilai 0,679 hingga

0,802. Koefisien korelasi sebesar 0,679 menandakan bahwa butir pernyataan

memiliki validitas dengan interpretasi tinggi. Sedangkan koefisien korelasi

sebesar 0,802 menandakan bahwa butir pernyataan memiliki validitas dengan

interpretasi sangat tinggi. Dari delapan butir pernyataan yang digunakan untuk

mengukur self-efficacy dimensi generality, tujuh pernyataan memiliki validitas

tinggi, dan sisanya memiliki validitas sangat tinggi. Untuk kriteria signifikansi

dari korelasi pada Tabel 3.9 terlihat bahwa seluruh pernyataan memiliki korelasi

yang signifikan. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan tersebut valid digunakan

untuk mengukur self-efficacy dimensi generality. Selanjutnya dilakukan analisis

korelasi skor dimensi dengan skor total yang hasilnya terangkum dalam Tabel

(41)
[image:41.612.149.470.110.188.2]

Tabel 3.10 Validitas Setiap Dimensi Skala Self-Efficacy

Dimensi Koefisien

Korelasi Signifikansi Interpretasi Magnitude/level 0,911

0,000 Valid

Strength 0,924

Generality 0,819

Berdasarkan Tabel 3.10 di atas, diketahui bahwa koefisien korelasi

dimensi-dimensi self-efficacy berada pada rentang 0,819 hingga 0,924. Seluruh dimensi

magnitude/level, strength, dan generality memiliki kriteria validitas sangat tinggi.

Untuk kriteria signifikansi dari korelasi pada Tabel 3.10 terlihat bahwa seluruh

dimensi memiliki korelasi yang signifikan. Oleh karena itu, seluruh dimensi

magnitude/level, strength, dan generality mendukung untuk digunakan mengukur

self-efficacy siswa.

2. Reliabilitas Instrumen

Pengujian reliabilitas suatu alat ukur dimaksudkan untuk mengetahui

apakah suatu alat ukur akan memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg).

Untuk menghitung koefisien reliabilitas instrumen self-efficacy digunakan

program SPSS 17 yang hasilnya terangkum pada Tabel 3.11 berikut ini.

Tabel 3.11 Reliabilitas Skala Self-Efficacy Cronbach's Alpha N of Items

0,964 42

Berdasarkan Tabel 3.11 di atas, diperoleh nilai . Instrumen

peneitian dengan koefisien reliabilitas 0,964 diinterpretasikan memiliki reliabilitas

yang sangat tinggi, sehingga instrumen self-efficacy tersebut reliabel untuk

digunakan sebagai alat ukur.

Berdasarkan hasil analisis keseluruhan terhadap hasil ujicoba pernyataan

(42)

82

instrumen self-efficacy memenuhi syarat untuk menjadi alat pengumpul data yang

baik dan dapat dipercaya. Oleh karena itu, instrumen tersebut dapat digunakan

untuk mengukur self-efficacy siswa.

3.8 Teknik Analisis Data

Data-data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes kemampuan

representasi matematis dianalisis secara statistik. Data skala self-efficacy siswa

dianalisis secara deskriptif dan statistik. Sedangkan data hasil wawancara

berkaitan dengan tanggapan siswa terhadap pembelajaran dianalisis secara

deskriptif. Untuk pengolahan data penulis menggunakan bantuan program

software SPSS 17, dan Microsoft Excell 2007.

3.8.1 Data Hasil Tes Representasi Matematis

Dalam penelitian ini ingin dilihat perbedaan rerata kemampuan representasi

matematis siswa yang memperoleh pembelajaran MEAs dan siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional serta peningkatan kemampuan

representasi siswa berdasarkan kategori kemampuan siswa (kelompok atas dan

kelompok bawah). Oleh karena itu, uji statistik yang digunakan adalah uji

perbedaan dua rerata.

Data yang diperoleh dari hasil tes diolah melalui tahap-tahap sebagai

berikut:

1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem

penskoran yang digunakan.

2. Membuat tabel skor pretes dan postes siswa kelas eksperimen dan kelas

(43)

3. Menghitung peningkatan kemampuan yang terjadi pada siswa kelompok atas,

kelompok tengah dan siswa kelomok bawah dengan rumus gain

ternormalisasi, yaitu:

Gain ternormalisasi (g) = (Hake,1999)

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan

[image:43.612.192.447.276.339.2]

klasifikasi pada Tabel 3.12 berikut.

Tabel 3.12 Klasifikasi Gain (g) Besarnya Gain (g) Interpretasi

g 0,7 Tinggi

0,3 g < 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

Perhitungan gain ternormalisasi dilakukan karena penelitian ini tidak hanya

melihat peningkatan siswa tetapi juga melihat kualitas dari peningkatan

tersebut.

4. Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor pretes,

postes, dan skor gain kemampuan representasi matematis menggunakan uji

statistik One-Sample Kolmogorov- Smirnov.

5. Menguji homogenitas varians data skor pretes, postes dan gain kemampuan

representasi matematis menggunakan uji Homogeneity of Variances (Levene

Statistic).

6. Jika sebaran data normal dan homogen, dilakukan uji perbedaan dua rerata.

Pengujian ini digunakan untuk menguji perbedaan rerata skor pretes dan

postes menggunakan Compare Mean Independent Samples Test.

7. Menguji perbedaan antara dua rataan data gain kemampuan representasi

(44)

84

8. Jika datanya tidak berdistribusi normal, maka uji yang dilakukan adalah uji

statistik non-parametrik seperti Uji Mann-Whitney atau Uji Friedman.

3.8.2 Data Hasil Skala Self-Efficacy

Analisis data dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang

self-efficacy siswa. Untuk melihat posisi dan gambaran self-self-efficacy siswa, baik secara

total maupun dimensinya, dilakukan pengelompokan data dengan menggunakan

perhitungan kriteria ideal yang perhitungannya didasarkan atas rerata ideal dan

simpangan baku ideal (Rakhmat dan Solehuddin dalam Sudrajat, 2008) sebagai

berikut.

! " #

Keterangan:

= skor maksimal yang mungkin diperoleh oleh siswa

= Rerata ideal =

$ dari

# = Simpangan Baku Ideal =

$ dari

Z = skor baku

Berdasarkan rumus tersebut, kemudian dibuat kategori yang disajikan pada

[image:44.612.131.508.543.639.2]

Tabel 3.13 berikut.

Tabel 3.13 Kategori Self-Efficacy Siswa

No. Skor Kategori

1. %&' ( ) * + , Sangat Tinggi (ST)

2. %&' ) * + , & - %&' ( ) * + Tinggi (T)

3. %&' . ) * + , & - %&' ) * + Sedang (S)

4. %&' . ( ) * + , & - %&' . ) * + Rendah (R)

5. & , %&' . ( ) * + Sangat Rendah (SR)

Setelah dilakukan pengelompokan, kemudian dihitung frekuensi

(45)

self-efficacy siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol baik secara total

maupun masing-masing dimensinya, dilakukan uji statistik non parametrik yaitu

(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai

berikut.

1. Kemampuan representasi matematis kelompok siswa yang memperoleh

pembelajaran Model-Eliciting Activities (MEAs) lebih baik dari kelompok

siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa kelompok atas,

kelompok tengah dan kelompok bawah pada kelompok siswa yang

memperoleh pembelajaran Model-Eliciting Activities berada pada kategori

sedang dan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa

kelompok atas, kelompok tengah dan kelompok bawah berbeda secara

signifikan.

3. Ditinjau dari interaksi antara faktor pembelajaran dan kategori kemampuan

siswa terhadap peningkatan kemampuan representasi matematisnya,

disimpulkan bahwa terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan

kategori kemampuan siswa terhadap peningkatan kemampuan representasi

matematisnya.

4. Self-efficacy kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional

(47)

pembelajaran Model-Eliciting Activities (MEAs) baik secara total maupun

pada setiap dimensinya.

5. Self-efficacy siswa kelompok atas, kelompok tengah, dan kelompok bawah

yang memperoleh pembelajaran konvensional lebih tinggi daripada

self-efficacy siswa kelompok atas, kelompok tengah, dan kelompok bawah yang

memperoleh pembelajaran Model-Eliciting Activities (MEAs).

5.2 Saran

Beberapa saran atau rekomendasi yang dapat dikemukakan antara lain:

1. Pembelajaran Model-Eliciting Activities (MEAs) dapat dijadikan salah satu

alternatif pembelajaran di kelas karena pembelajaran MEAs dapat

menghadirkan tugas yang menantang bagi siswa. Hanya saja perlu

diperhatikan bahwa tidak mudah untuk membuat permasalahan MEAs

dalam tiap topik matematika.

2. Pembelajaran MEAs memakan waktu yang lebih lama dari pembelajaran

konvensional. Jadi disarankan, pembelajaran MEAs diterapkan pada

topik-topik matematika yang esensial, sehingga siswa dapat menerapkan

pengetahuan dan prosedur matematis yang telah mereka pelajari.

3. Permasalahan MEAs sebaiknya dibuat lebih sederhana dan cakupan materi

yang lebih sempit agar dapat lebih mudah dipahami oleh siswa.

4. Melihat hasil tes kemampuan representasi matematis, guru sebaiknya

membiasakan siswa dengan soal-soal kemampuan representasi matematis

(48)

154

5. Bagi peneliti berikutnya agar menelaah kelemahan pembelajaran ini dan

juga agar menelaah pembelajaran ini untuk dilihat pengaruhnya pada

kemapuan matematis lainnya seperti kemampuan memecahkan masalah

matematis, kemampuan komunikasi, serta kemampuan berpikir kritis dan

kreatif.

6. Penelitian ini dilakukan pada salah satu

Gambar

Tabel 3.1 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan representasi
Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian
Tabel 3.2 Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian
Tabel 3.3  Validitas Instrumen Kemampuan Representasi Matematis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keefektifan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tercapainya keberhasilan pembelajaran dengan menggunakan Model Eliciting Activities (MEAs) dengan integrasi

Oleh sebab itu, perlu upaya penerapan pembelajaran yang mampu mengeksplorasi kemampuan berpikir siswa, yaitu pembelajaran dengan pendekatan Model Eliciting

Perlakuan yang diberikan berupa penerapan pembelajaran MEAs untuk dilihat pengaruhnya terhadap aspek yang diukur yaitu kemampuan penguasaan konsep dan self-efficacy

Hal ini me- nunjukkan bahwa peningkatan ke- mampuan representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari- pada peningkatan

Sementara itu, 71% siswa menunjukkan sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) dan 52% siswa menunjukkan

PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN MATEMATIS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN SELF EFFICACY SISWA KELAS IV.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Salah satu proses pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah dengan menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs). Dengan adanya pendekatan MEAs

berdasarkan Self Efficacy siswa SMP Negeri 17 Pekanbaru. Penelitian ini dilatarbelakangi dari rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis dan bertujuan untuk