• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pendekatan Model Eliciting Activities (MEA;) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pendekatan Model Eliciting Activities (MEA;) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa"

Copied!
273
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh:

Winda Ayuningtyas

NIM. 1110017000084

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

..t

LEMBAR

PENGESAHAN

PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul Pengaruh Pendekatan Model Eliciting Activities (MEA;)

Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa disusun

oleh Winda

Ayuningtyas,

NIM.

1110017000084, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai

karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan

yang ditetapkan oleh fakultas.

Iakarta, Juni 2015 Yang mengesahkan,

Pembimbin8

I,

)lml--

[v

"{'

Pembimbing

II

I

6\w

Khairunnisa. S.Pd. M.Si

NrP. 19810 404 200901 2 013 Abdul Muin. S.Si. M.Pd

(3)
(4)

Yang bertandatangan di

Nama

NIM

Jurusan

AngkatanTahun

Alamat

1.

Nama NIP

Dosen Jurusan

2.

Nama

NIP

Dosen Jurusan

SURAT

PERNYATAAN

KARYA

ILMIAH

bawah ini:

Winda Ayuningtyas

1 1 10017000084

Pendidikan Matematika

2010

Jalan Puri Intan I No. 56 B Pisangan Ciputat Timur,

Tangerang Selatan, Banten, 15419

MEI\-YATAKAN DENGAN SESUNGGT]HITYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Pendekatan Model Eliciting

Activities

MEAx)

Terhadap Kemampuan

Berpikir

Kritis

dan Kreatif

Matematis Siswa adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen: Abdul Muin, S. Si, M. Pd

r975r20t 200604 1 003

Pendidikan Matematika

Khairunnisa, S. Pd, M. Si

19810404 200901 2013

Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap

menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya

sendiri.

(5)

i

Activites (MEAs) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Mei 2015

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMP swasta di Tangerang Selatan tahun ajaran 2014/2015, bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendekatan pembelajaran Model Eliciting Activites (MEAs) terhadap kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis siswa. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan desain randomized control group posttest only

yang melibatkan 49 siswa sebagai sampel. Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling yang terdiri atas kelompok kontrol (ekspositori) dan kelompok eksperimen (Model Eliciting Activites).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran Model Eliciting Activites lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran ekspositori. (tstatistik = 3,193 dan p-value = 0,0015 < 0,05). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran Model Eliciting Activites lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran ekspositori. (tstatistik = 1,854 dan p-value = 0,035 < 0,05). Data tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran Model Eliciting Activites memiliki pengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis siswa. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis siswa baik kelas ekperimen maupun kelas kontrol. (rstatistik = 0,739 dan p-value = 0,000) dan (rstatistik = 0,459 dan p-value = 0,0105).

(6)

ii

ABSTRACT

Winda Ayuningtyas (1110017000084). “The Effect of Model Eliciting Activities (MEAs) Approach through Students’ Mathematical Critical Thinking and Creative Thinking Skills”, The Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

The research was conducted in one of the private junior high school in southern Tangerang academic year 2014/2015. The purpose of this research was to analyze the influence of Model Eliciting Activities approach through students’ mathematical critical thinking and creative thinking skills. The study was conducted at the junior secondary school in Pamulang by using the method of quasi experiments with randomized control group posttest only that involving 49 students as the sample. To take the sample, the researcher used cluster random sampling that include kontrol group (conventional class) and experiment group (Model Eliciting Activities class).

The result of this research shown that students’ mathematical critical thinking skills who are taught by Model Eliciting Activities is higher than students taught by conventional learning. (tstatistics = 3,193 and p-value = 0,0015 < 0,05).

The result of this research also shown that students’ mathematical creative thinking skills who are taught by Model Eliciting Activities is higher than students taught by conventional learning. (tstatistics = 1,854 and p-value = 0,035 < 0,05). This data

shown that Model Eliciting Activities approach has influenced through students’ mathematical critical thinking and creative thinking skills. The result of this research also shown that there is a positive correlation between mathematical critical thinking and creative thinking skills both in the experiment class and in the control class. (rstatistics = 0,739 dan p-value = 0,000) dan (rstatistics = 0,459 dan

p-value = 0,0105).

(7)

Alhamdulillah segala puji kehadirat illahirabbi Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan yang berlimpah dari dunia sampai akhirat. Shalawat dan Salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika dan Dosen Pembimbing I dan Ibu Khairunnisa, S.Pd, M.Si., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan, Semoga Bapak dan Ibu selalu berada dalam kemuliaanNya.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, teristimewa untuk Ibu Dra. Afidah Mas’ud selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(8)

6. Pimpinan dan staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta meberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

7. Kepala SMPI Al-Azhar 25 Pamulang, Bapak Drs. Ali Subkhan, MA yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

8. Seluruh dewan guru SMPI Al-Azhar 25 Pamulang, khususnya Bapak Hendri Ferdyansyah, S.Pd selaku guru mata pelajaran, Bapak Rudjiman, S.Pd selaku Waka Kurikulum, dan guru-guru SMPI Al-Azhar 25 Pamulang yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Serta siswa dan siswi SMPI Al-Azhar 25 Pamulang, khususnya kelas VII B dan VII C.

9. Keluarga tercinta Ayahanda Sudirman Derani, Ibunda Rusian yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Abang dan Ayuk tersayang Gunardi, S. Sos., Titi Safitri, dan Rizaldi yang selalu mendoakan, mendorong penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

10.Paman dan Bibi tercinta Dr. Saidun Derani, MA dan Dra. Azizah yang juga tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang, menjaga selama tinggal di Ciputat dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis selama ini. Abang, Ayuk, dan Adik Sepupu, Zulfakar Tribuana Said, S. Si., ZulFahri Tribuana Said, S.IP., Zulfiana Said,S. Ikom. dan Zulfarina Said yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.

11.Sahabat tercinta dan tersayang Ika Saptiana Nur Azizah dan Rahmat Adam yang sangat membantu menghilangkan stres, panik dan kesulitan serta memberikan motivasi penuh selama proses penyusunan skripsi.

(9)

kelas A dan B selalu semangat kawan-kawan.

Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah

SWT di dunia dan akhirat. Amin yaa robbal’alamin.

Demikianlah, betapapun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang ada untuk menyusun karya tulis yang sebaik-baiknya, namun di atas lembaran-lembaran skripsi ini masih saja dirasakan dan ditemui berbagai macam kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang membaca skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka.

Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.

Jakarta, Juni 2015

(10)
(11)

iii

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah Penelitian ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II Kajian Teori ... 12

A. Kajian Teori ... 12

1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 12

2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 17

3. Hubungan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis ... 19

4. Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs) ... 22

a. Pengertian Model Eliciting Activities (MEAs) ... 22

b. Tahap Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs) ... 27

5. Pendekatan Pembelajaran Konvensional ... 30

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 31

C. Kerangka Berpikir ... 33

D. Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

(12)

iv

B. Metode dan Desain Penelitian ... 38

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 39

D. Instrumen Penelitian... 39

1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 39

2. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 42

E. Teknik Pengumpulan Data ... 51

F. Teknik Analisis Data ... 51

G. Hipotesis Statistik ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Deskripsi Data ... 57

1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 57

2. Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Eksperimen dan Kontrol 60 3. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa ... 61

4. Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Eksperimen dan Kontrol 64 5. Korelasi atau Hubungan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif ... 65

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 67

C. Hambatan dalam Penelitian... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

(13)

v

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Berpikir Kritis Matematis ... 40

Tabel 3.3 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 41

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Instrumen Berpikir Kreatif Matematis ... 42

Tabel 3.5 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 42

Tabel 3.6 Hasil Rekapitulasi Uji Validitas Instrumen Berpikir Kritis ... 44

Tabel 3.7 Hasil Rekapitulasi Uji Validitas Instrumen Berpikir Kreatif ... 45

Tabel 3.8 Klasifikasi Taraf Kesukaran ... 46

Tabel 3.9 Hasil Rekapitulasi Uji Taraf Kesukaran Instrumen Berpikir Kritis . 46 Tabel 3.10 Hasil Rekapitulasi Uji Taraf Kesukaran Instrumen Berpikir Kreatif47 Tabel 3.11 Klasifikasi Indeks Daya Beda ... 48

Tabel 3.12 Hasil Rekapitulasi Uji Daya Pembeda Instrumen Berpikir Kritis ... 48

Tabel 3.13 Hasil Rekapitulasi Uji Daya Pembeda Instrumen Berpikir Kreatif . 49 Tabel 3.14 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 50

Tabel 4.1 Deskripsi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 57

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 58

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 58

Tabel 4.4 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 59

Tabel 4.5 Perbandingan Skor Kemampuan Berpikir Kritis ... 60

Tabel 4.6 Deskripsi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa ... 61

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Tes Kemampuan Berpikir Kreatif... 62

Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 63

Tabel 4.9 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 64

Tabel 4.10 Perbandingan Skor Kemampuan Berpikir Kreatif ... 64

(14)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tingkat Penalaran (Berpikir) dari Krulik dan Rudnick ... 22

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir ... 36

Gambar 4.1 Contoh Jawaban posttest siswa Eksperimen aspek Focus ... 69

Gambar 4.2 Contoh Jawaban posttest siswa Kontrol aspek Focus ... 69

Gambar 4.3 Contoh Jawaban posttest siswa Eksperimen aspek Reason ... 71

Gambar 4.4 Contoh Jawaban posttest siswa Kontrol aspek Reason ... 71

Gambar 4.5 Contoh Jawaban posttest siswa Eksperimen aspek Overview ... 73

Gambar 4.6 Contoh Jawaban posttest siswa Kontrol aspek Overview ... 73

Gambar 4.7 Contoh Jawaban posttest siswa Eksperimen aspek Fluency ... 75

Gambar 4.8 Contoh Jawaban posttest siswa Kontrol aspek Fluency ... 75

Gambar 4.9 Contoh Jawaban posttest siswa Eksperimen aspek Flexibility ... 77

Gambar 4.10 Contoh Jawaban posttest siswa Kontrol aspek Flexibility ... 77

Gambar 4.11 Contoh Jawaban posttest siswa Eksperimen aspek Originality .... 79

Gambar 4.12 Contoh Jawaban posttest siswa Kontrol aspek Originality ... 79

Gambar 4.13 Proses Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs)... 82

(15)

vii

Lampiran 3 Lembar Diskusi Siswa (LDS) Eksperimen... 137

Lampiran 4 Lembar Diskusi Siswa (LDS) Kontrol ... 186

Lampiran 5 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 206

Lampiran 6 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 207

Lampiran 7 Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis ... 208

Lampiran 8 Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif ... 210

Lampiran 9 Kunci Jawaban Instrumen Berpikir Kritis ... 212

Lampiran 10 Kunci Jawaban Instrumen Berpikir Kreatif ... 216

Lampiran 11 Pedoman Penskoran Instrumen Berpikir Kritis ... 223

Lampiran 12 Pedoman Penskoran Instrumen Berpikir Kreatif ... 224

Lampiran 13 Hasil Uji Coba Instrumen Berpikir Kritis ... 225

Lampiran 14 Hasil Uji Validitas Berpikir Kritis ... 226

Lampiran 15 Hasil Uji Reliabilitas Berpikir Kritis ... 227

Lampiran 16 Hasil Uji Taraf Kesukaran Berpikir Kritis ... 228

Lampiran 17 Hasil Uji Daya Pembeda Berpikir Kritis ... 229

Lampiran 18 Rekapitulasi Hasil Validitas, Reliabilitas, Taraf Kesukaran, dan Daya Pembeda Berpikir Kritis ... 230

Lampiran 19 Perhitungan Uji Validitas, Reliabilitas, Taraf Kesukaran, dan Daya Pembeda Berpikir Kritis ... 231

Lampiran 20 Hasil Uji Coba Instrumen Berpikir Kreatif ... 233

Lampiran 21 Hasil Uji Validitas Berpikir Kreatif ... 234

Lampiran 22 Hasil Uji Reliabilitas Berpikir Kreatif ... 235

Lampiran 23 Hasil Uji Daya Pembeda Berpikir Kreatif ... 236

Lampiran 24 Hasil Uji Taraf Kesukaran Berpikir Kreatif ... 237

(16)

viii

dan Daya Pembeda Berpikir Kreatif ... 239

Lampiran 27 Perhitungan Rata-rata Indikator Berpikir Kritis Eksperimen 241 Lampiran 28 Perhitungan Rata-rata Indikator Berpikir Kritis Kontrol... 242

Lampiran 29 Perhitungan Rata-rata Indikator Berpikir Kreatif Eksperimen243 Lampiran 30 Perhitungan Rata-rata Indikator Berpikir Kreatif Kontrol ...244

Lampiran 31 Tabel Product Moment ... 245

Lampiran 32 Uji Referensi ... 246

Lampiran 33 Lembar Observasi Pra Penelitian ... 252

Lampiran 34 Nilai UAS Al-Azhar 25 Pamulang ... 254

(17)

1

Pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah proses untuk mengubah jati diri seseorang menjadi lebih maju. Menurut H.Horne, “pendidikan merupakan proses yang terjadi terus-menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar, intelektual, emosional, dan kemanusiaan dari manusia.”1 Dengan adanya pendidikan, diharapkan manusia mampu menyadari potensi yang ia miliki sebagai makhluk yang berpikir. Dengan melakukan proses berpikir, manusia akan menemukan eksistensi kehadirannya sebagai makhluk yang diberi akal oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dapat dikatakan, bahwa pendidikan merupakan landasan utama serta mendasar dalam memujudkan perubahan.

Di Indonesia pendidikan sudah dinilai amat penting, terbukti dari tindakan pemerintah yang mencanangkan program belajar sembilan tahun. Pendidikan di Indonesia juga diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berdasarkan definisi pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003 bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2 Sejalan dengan definisi, pentingnya pendidikan juga ditulis dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang fungsi dan tujuan pendidikan. Dalam Undang-Undang dijelaskan bahwa

1 Retno Listryarti. Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif, dan Kreatif.

(Jakarta:Esensi, 2012), h 2

2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

(18)

2

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.3

Berdasarkan definisi serta fungsi dan tujuan pendidikan dalam Undang-Undang mengatakan bahwa pendidikan merupakan suatu proses mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia sehingga pendidikan sianggap sangat perlu didapatkan bagi setiap orang. Dengan demikian terlihat jelas betapa pentingnya pendidikan termasuk di Indonesia.

Pendidikan bukan hanya pendidikan formal tetapi pendidikan informal dan nonformal. Pendidikan dalam bentuk formal adalah proses pendidikan yang dilakukan di sekolah. Pendidikan informal adalah proses pendidikan yang terjadi di lembaga-lembaga seperti tempat bimbingan belajar, sedangkan pendidikan informal adalah suatu proses pendidikan yang terjadi di lingkungan keluarga atau teman sepermainan. Pada pendidikan formal yang biasanya didapat di sekolah terjadi suatu proses transfer pengetahuan dan usaha mengembangkan serta mengeluarkan potensi intelektualitas dari dalam diri manusia. Dunia pendidikan menekankan peserta didik untuk menjadi manusia aktif, kritis, kreatif dan inovatif baik dalam proses pembelajaran maupun diluar itu karena kemampuan seperti itu sudah ada didalam diri masing-masing individu. Pada dasarnya manusia memiliki kebebasan untuk berpikir, berkreasi, dan berinovasi dalam kehidupannya, sehingga dengan mendapatkan pendidikan formal inilah peserta didik diharapkan dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.

Matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting, karena matematika sebagai ilmu dasar yang berkembang dengan pesat baik isi maupun aplikasinya. Menurut Mayadiana tujuan pembelajaran matematika dalam kurikulum 2006 yaitu KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) diantaranya agar peserta didik memiliki kemampuan pemahaman konsep,

(19)

menggunakan penalaran dalam mengeneralisasi, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan, memiliki sikap menghargai kegunaan matematika (rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika).4 Pada kurikulum ini, hasil belajar dijabarkan dalam beberapa kemampuan yang telah disebutkan diatas. Untuk dapat menguasai kelima kemampuan tersebut diperlukan kemampuan dasar yaitu kemampuan berpikir. Dalam pembelajaran matematika tentunya tidak lepas dari kegiatan berpikir. Utari Sumarmo dalam jurnalnya mendefinisikan istilah berpikir matematik (mathematical thinking) sebagai cara berpikir berkenaan dengan proses matematika (doing math) atau cara berpikir dalam menyelesaikan tugas matematik (mathematical task) baik yang sederhana maupun yang kompleks.5 Sesangkan menurut Krulik dan Rudnick bahwa untuk mencapai kemampuan tersebut dibutuhkan kemampuan berpikir dasar, berpikir kritis dan berpikir kreatif.6

Sejalan dengan itu, Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 mensahkan SKL Mata Pelajaran Matematika di SMP/MTs yang salah satunya ialah siswa harus memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan untuk bekerja sama.7 Dari lima kemampuan berpikir tersebut kemampuan berpikir kritis dan kreatif merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kurikulum dan evaluasi disusun sebagai suatu standar dalam usaha memberi kesempatan kepada siswa dalam berbagai tingkat satuan pendidikan untuk mengonsumsi informasi secara kritis. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir

4 Dina Mayadiana Suwarna, Suatu alternatif pembelajaran utuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika, (Jakarta: Cakrawala Maha Karya, 2009), h 2

5Solihin, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Pada Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”, Pasundan Journal of Mathematics Educations, Tahun 1, Nomor 1, November 2011

6 Fachrurazi, Penerapan pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa (http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf) ,2011 , h.77, diakses pada tanggal 23 November 2014

(20)

4

tingkat tinggi termasuk berpikir kritis dan kreatif menjadi salah satu tujuan dalam penyusunan kurikulum secara internasional.

Masalah yang ditemukan dalam bidang pendidikan khususnya dalam mata pelajaran matematika adalah proses pembelajaran lebih bersifat penekananan pada hafalan dan mencari tahu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan dengan satu penyelesaian. Soal-soal yang diberikan kurang melatih kemampuan berpikir siswa sehingga proses-proses pemikiran tinggi seperti berpikir kritis dan kreatif menjadi kurang diberikan kepada siswa. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain. Sebagaimana dinyatakan oleh Guilford dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden dari American Psychological Accociation, bahwa:

“Keluhan yang paling banyak saya dengar mengenai lulusan

perguruan tingi ialah bahwa mereka cukup mampu elakukan tugas-tugas yang diberikan dengan menguasai teknik-teknik yang diajarkan, namun mereka tidak berdaya jika dituntut memecahkan masalah yang memerlukan cara-cara yang baru”8

Berdasarkan pidato Guliford tersebut dapat diambil suatu pokok permasalahan bahwa kebanyakan pengajar masih kurang mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswanya.

Khususnya dalam pembelajaran matematika, seharusnya guru lebih banyak menekankan keterlibatan siswa dalam memanfaatkan matematika melalui suatu proses, bukan yang berorientasi pada hasil. Proses pembelajaran matematika seharusnya memberi kesempatan kepada siswa untuk melihat dan memikirkan gagasan yang diberikan. Dalam belajar matematika, siswa seringkali berhadapan dengan soal yang tidak dengan cepat mendapatkan solusinya. Sedangkan, siswa diharapkan dapat menyelesaikannya. Untuk kasus seperti ini, seorang siswa perlu berpikir atau bernalar, menduga, mencari rumusan sederhana, kemudian membuktikan kebenarannya. Oleh kerena itu, siswa perlu meningkatkan kemampuan berpikir agar dapat menemukan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah

8 Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: Rineka Cipta

(21)

yang dihadapi. Terdapat beberapa kemampuan berpikir, diantaranya adalah berpikir kritis dan kreatif.

Sejalan dengan itu, peneliti juga telah melakukan pengamatan terhadap hasil kerja siswa berupa soal yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis matematis salah satu soal yaitu sebagai berikut:

Seorang pedagang buah membeli 12 buah durian. Ia membayar dengan 3 lembar uang seratus rubuan dan mendapat uang kembalian sebesar Rp 30.000,00. Jika pedagang tersebut hanya membeli 8 buah durian, berapakah ia harus membayar? Jelaskan menurut alasan kalian!

Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar siswa masih belum bisa untuk mengidentifikasi masalah dari persoalan tersebut. Siswa cenderung hanya menebak langsung jawaban tanpa menganalisis pemasalahan terlebih dahulu. Dari hasil pra penelitian seluruh kelas VII, terdapat kurang dari 10 orang siswa saja yang mendapatkan nilai diatas KKM dan nilai rata-rata setiap kelas kurang dari 60. Ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa di sekolah tersebut masih rendah.

Peneliti juga telah melakukan pengamatan terhadap hasil kerja siswa berupa soal yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kreatif matematis, yaitu sebagai berikut:

“Diketahui himpunan-himpunan berikut: S= himpunan bilangan asli kurang dari 20

P= himpunan semua anggota S yang jika dikurangi 4 hasilnya bilangan prima

Dari informasi di atas:

Erdy menyimpulkan bahwa bilangan 9, 10, dan 11 P

Arif menyimpulkan bahwa terdapat tiga buah bilangan genap yang merupakan anggota P

Syifa menyimpulkan bahwa P={x│x > 5, x Ganjil}

(22)

6

a. Menurutmu pernyataan siapakah yang benar? Jawablah dengan alasan secara rinci!

b. Pilih salah satu penyataan mereka (boleh Erdy, Arif, ataupun Syifa) yang kamu anggap salah, lalu ubah pernyataan mereka sehingga menjadi benar!

c. Perhatikan jawabanmu pada soal (b), gunakan cara yang berbeda

untuk mengubah penyataan yang salah itu menjadi benar!”

Berdasarkan pengalaman pra penelitian, ketika diberikan soal yang memungkinkan banyak jawaban seperti soal di atas, siswa cenderung ragu untuk menjawab dan tidak percaya diri dengan jawaban mereka sendiri. Sedangkan hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar siswa masih belum bisa untuk menjawab soal tersebut. Seperti halnya dengan tes kemampuan berpikir kritis, hasil tes kemampuan berpikir kreatif pun menunjukkan hal yang sama yaitu kurang dari 10 siswa yang mendapatkan nilai diatas KKM dan nilai rata-rata kelas kurang dari 60. Dari hasil pra penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa kurang dilatih untuk menjawab soal-soal yang memiliki banyak kemungkinan jawaban dan ini bearti kemampuan berpikir kreatif matematis siswa di sekolah tersebut masih rendah.

Berdasarkan hasil pra penelitian juga menunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika di sekolah tersebut guru masih menjadi pusat pembelajaran dan jarang sekali guru memberikan kesempatan siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Siswa juga jarang sekali diberikan soal yang bersifat terbuka dan membutuhkan analisis sebelum menjawab. Metode pembelajaran yang digunakan guru juga masih kurang bervariasi. Biasanya guru menggunakan metode yang monoton seperti hanya menggunakan metode ceramah. Penggunaan media atau alat bantu juga jarang sekali digunakan dalam pembelajaran matematika.

(23)

dalam mengaplikasikan teori-teori ilmu pengetahuan dan juga lemah dalam melakukan pengkajian keilmuan yang bersifat kontekstual. Pada era sekarang yang menuntut keaktifan peserta didik, sangatlah penting di dalam proses pembelajaran guru tidaklah sebagai satu-satunya sumber belajar. Dan sangatlah penting pula, metode yang digunakan guru dalam menyampaikan pelajaran tidak menggunakan pendekatan yang berpusat pada guru. Karena proses pembelajaran yang berpusat pada guru, hanya membuat proses pembelajaran menjadi sesuatu yang membosankan dan kurang mengembangkan kemampuan peserta didik.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan optimal dari kemampuan berpikir kritis dan kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar. Salah satu metode pembelajaran yang dianggap dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis siswa adalah Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs). Lesh dan Doerr mengatakan bahwa “Model eliciting activities (MEAs) are derived from a models and modelling perspective on problem solving in mathematics, sciene, and engineering education and provide students with a future-oriented

approach to learning”.9 Dari penjelasan tersebut dapat dimaknai bahwa

Model Eliciting Activities (MEAs) adalah kegiatan membuat (membangun) model dan perspektif pemodelan untuk pemecahan masalah dalam pendidikan matematika, ilmu pengetahuan dan teknik dengan pendekatan pembelajaran yang berorientasi masa depan. Melalui MEAs, siswa berulang kali mengungkapkan, menguji, dan memperbaiki atau merevisi cara berpikir mereka untuk menghasilkan sebuah model yang terstruktur dan paling efektif dan efisien untuk memecahkan masalah yang diberikan.

Menurut Scott, pencetus MEAs, MEAs memiliki dua tujuan dalam membuat MEAs yaitu, first, MEAs would encorage students to create mathematical models to solve complex problems, just as applied methematicians do in the real world (Lesh dan Doer). Second, MEAs were

9 Myith Swe Khrine, et al, Model and Modeling Cognitive Tools For Scientific Enquiry.

(24)

8

designed to enable researches to investigate students mathematical thingking (NCTM). 10 Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa Model Eliciting Actvities (MEAs) ini bertujuan untuk mendorong siswa membuat (membangun) model matematika untuk menyelesaikan masalah yang sulit dan memungkinkan peneliti untuk meneliti kemampuan berpikir siswa.

Berdasarkan tahap pembelajarannya, pembelajaran MEAs

memungkinkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Dalam

MEAs, kegiatan pembelajaran diawali dengan penyajian masalah yang memunculkan aktivitas untuk menghasilkan model matematika yang digunakan untuk menyelesaikan masalah matematika. Melalui proses pemodelan siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya, khususnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Selama proses pemodelan, siswa akan diberikan panduan dalam membuat suatu model dengan memperhatikan langkah-langkah pembentukan suatu model. Tahap awal, siswa mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata dan menyatakannya dalam bentuk yang setepat mungkin. Pada tahap ini memungkinkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Tahap kedua, siswa membuat model matematis yang mungkin dari situasi masalah yang diberikan. Pada tahap ini memungkinkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa.

Tahap ketiga, siswa menganalisis model agar model tersebut dapat menyelesaikan masalah yang ada. Pada tahap keempat, siswa diminta untuk mencocokkan solusi matematis yang diperoleh kedalam situasi semula. Setelah siswa melewati keempat tahap pemodelan tersebut, dalam MEAs

siswa diminta untuk mempresentasikan hasil pekerjaan mereka dan memeriksa model matematis yang telah dibuat melalui lembar refleksi yang terdapat 3 pertanyaan berkaitan dengan model matematis. Pertanyaan pertama berkaitan dengan aspek representasi dengan menanyakan jawaban yang dibuat sudah menyajikan model matematis atau belum. Pertanyaan kedua

(25)

berkaitan dengan aspek validitas dengan menanyakan model matematis yang dibuat sudah tepat atau belum. Dan pertanyaan ketiga berkaitan dengan aspek penerapan dengan menanyakan model matematis yang telah dibuat dapat digunakan dalam konsep matematika yang lain apa tidak. Berdasarkan tahap-tahap pembelajaran MEAs, memungkinkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Karena pada setiap tahap pembelajaran membutuhkan kemampuan dalam mengidentifikasi masalah, memberikan alasan, memberikan banyak jawaban yang berbeda-beda, serta menentukan alternatif jawaban yang mungkin. Jadi, melalui MEAs ini diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir dalam bidang matematika, khususnya mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatifnya.

Dari uraian di atas, penulis terdorong untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul: “Pengaruh Model Eliciting Activities (MEAs) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Dari apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, muncul berbagai macam permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru sehingga siswa hanya

mendapatkan komunikasi satu arah saja dan siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran.

2. Pembelajaran matematika yang biasa dilakukan lebih berkonsentrasi pada penyelesaian soal yang bersifat prosedural semata menyebabkan siswa tidak mampu menyelesaikan masalah matematika dalam bentuk yang berbeda dengan contoh.

3. Model pembelajaran yang diterapkan di beberapa sekolah masih belum optimal utnuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa.

4. Siswa jarang diajak untuk melihat permasalahan yang berdasarkan dunia nyata siswa.

(26)

10

C. Pembatasan Masalah

1. Materi matematika yang diajarkan selama proses penelitian adalah materi Segiempat kelas VII semester genap di SMPI Al-Azhar 25 Pamulang, Tangerang Selatan tahun ajaran 2014/2015. Adapun kemampuan berpikir kritis matematis dibatasi pada aspek Focus dengan indikator mengidentifikasi masalah, aspek Reason dengan indikator memberikan alasan, dan aspek Overview dengan inidikator memeriksa kebenaran suatu pernyataan. Sedangkan kemampuan berpikir kreatif matematis dibatasi pada aspek Fluency dengan indikator memberikan banyak jawaban terhadap suatu masalah, aspek Flexibility dengan indikator memberikan alternatif jawaban terhadap suatu masalah, dan aspek Originality dengan indikator memberikan jawaban yang unik terhadap suatu masalah.

2. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa diterapkan di sekolah tempat penelitian berlangsung, yaitu pembelajaran ekspositori.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran MEAs lebih tinggi dari kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?

2. Apakah kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh pembelajaran MEAs lebih tinggi dari kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?

3. Apakah terdapat korelasi antara kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif?

E. Tujuan Penelitian

(27)

1. Membandingkan kemampuan berpikir kritis matematis antara siswa yang diterapkan pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs) dengan siswa yang pembelajarannya konvensional.

2. Membandingkan kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang diterapkan pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs) dengan siswa yang pembelajarannya konvensional.

3. Menganalisis hubungan atau korelasi antara kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa setelah diterapkan Model eliciting Activities (MEAs)

maupun dengan pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat,terutama bagi guru dan peneliti selanjutnya antara lain:

(28)

12

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Berpikir tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia, karena berpikir merupakan ciri yang membedakan manusia dengan makhluk hidup yang lainnya. Berpikir pada umumnya didefinisikan sebagai proses mental yang dapat menghasilkan pengetahuan. Kemampuan berpikir dikelompokkan menjadi kemampuan berpikir dasar dan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan yang termasuk ke dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif.1 Pada bagian ini akan dibahas tentang kemampuan berpikir kritis terlebih dahulu.

Secara alamiah, kehidupan seseorang selalu mengalami perubahan sehingga ia perlu bekal untuk dapat beradaptasi dalam situasi baru. Bekal tersebut adalah berupa kemampuan untuk menganalisis sudut pandang berbeda, menganalisis pilihan informasi yang beragam, dan menyusun pilihan informatif berdasarkan informasi yang akurat. Pastinya bekal seperti ini terkait dengan kemampuan berpikir kritis yang dimiliki oleh setiap orang karena tujuan berpikir kritis adalah memutuskan apa yang diyakini atau dikerjakan.

Secara rinci Woolfolk menyatakan bahwa “kemampuan itu meliputi empat jenis, yaitu kemampuan pemecahan masalah, kemampuan pengambilan keputusan, kemampuan berpikir kreatif, dan kemampuan berpikir kritis”.2Hal tersebut memperlihatkan bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu standar kemampuan yang harus ada dalam proses pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika. Karena pada prinsipnya manusia itu

1 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching & Learning menjadikan kegiatan belajar-mengajar mengasyikkan dan bermakna, (Bandung: MLC, 2009), h. 182

2 Ibrahim, Pembelajaran Matematika Teori dan Aplikasinya, (Yogyakarta: Suka-Press,

(29)

memiliki bekal berpikir kritis. Tetapi yang menjadi pembedanya adalah bagaimana kemampuan ini dikembangkan dalam kehidupan masing-masing orang.

Berpikir menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan atau memutuskan sesuatu.3 Kritis menurut Kamus besar Bahasa Indonesia memiliki arti berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan.4 Jadi, dapat dirumskan berpikir kritis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah suatu proses menggunakan akal untuk memutuskan sesuatu dan menemukan kekeliruan.

Berpikir kritis menurut beberapa ahli sering kali dijadikan acuan dalam membuat suatu rumusan yang baru yang sesuai dengan keinginan dari seorang penulis. Salah satu pendapat ahli tentang berpikir kritis adalah menurut Ennis. Ennis mengatakan bahwa “berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan”.5 Dari pendapat Ennis tersebut, berpikir kritis yang dimaksud adalah kemampuan memutuskan suatu solusi terhadap masalah sesuai dengan apa yang diyakini dan berdasarkan alasan-alasan yang logis dan tepat.

Berpikir kritis matematis dalam penelitian ini adalah berpikir kritis dalam pembelajaran matematika. Elaine B. Jhonson berpendapat dalam bukunya bahwa berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri.6 Maksudnya, ketika seseorang dihadapkan terhadap suatu masalah, masalah tersebut diselesaikan dengan cara yang diyakini dan memiliki alasan yang logis dalam penyelesaiannya. Perlunya berpikir kritis

3

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1993), h. 752

4

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1993), h. 527

(30)

14

dapat dilihat dari tujuan berpikir kritis tersebut yaitu untuk memperoleh atau mencapai pemahaman yang mendalam, sehingga seorang siswa tidak serta merta menerima suatu pemahaman tanpa mengkaji permasalahan terlebih dahulu. Berpikir kritis merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam hal memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi, mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil ketika menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan.

Pada umumnya, orang yang mampu berpikir kritis matematis adalah orang yang tidak begitu saja menerima atau menolak sesuatu. Mereka akan mencermati, menganalisis, dan mengevaluasi informasi sebelum menentukan apakah mereka menerima atau menolak informasi. Dalam berpikir kritis siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji ketajaman gagasan, pemecahan masalah, dan mengatasi masalah. Kemampuan berpikir kritis ini perlu dikembangkan dalam diri siswa karena melalui kemampuan berpikir kritis siswa dapat lebih mudah memahami konsep, peka akan masalah yang terjadi sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah dan mampu mengaplikasikan konsep dalam situasi berbeda.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam mengembangkan berpikir kritis adalah:

1. Mengenali masalah

2. Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah.

3. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan untuk penyelesaian masalah

4. Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan 5. Menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas dalam

membicarkan suatu persoalan

(31)

7. Mencermati adanya hubungan logis anatara masalah-masalah dengan jawaban yang diberikan

8. Menarik kesimpulan-kesimpulan atau pendapat tentang isu atau persoalan yang sedang dibicarakan.7

Sejalan dengan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, Santrock berpendapat dalam Desmita bahwa untuk berpikir secara kritis, untuk memecahkan setiap permasalahan atau untuk mempelajari sejumlah pengetahuan baru, anak-anak harus mengambil peran aktif di dalam belajar, dalam artian anak-anak harus berupaya mengembangkan sejumlah proses berpikir aktif, diantaranya:

1. Mendengarkan secara seksama

2. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan-pertanyan 3. Mengorganisasi pemikiran-pemikiran mereka

4. Memperhatikan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan 5. Melakukan deduksi (penalaran dari umum ke khusus)

6. Membedakan anatara kesimpulan-kesimpulan yang valid dan yag tidak valid secara logika

7. Belajar bagaimana mengajukan pertanyaan-pertanyaan klarifikasi.8 Selanjutnya Ennis menyatakan bahwa ada enam elemen dasar dalam berpikir kritis yang dikenal dengan FRISCO (Focus, Reason, Inference, Situation, Clarity, Overview), penjelasannya sebagai berikut:

1. Focus (Fokus)

Langkah awal yang harus dilakukan dalam berpikir kritis adalah dapat mengidentifikasi masalah utama.

2. Reason (alasan)

Orang yang memiliki kemampuan berpikir kritis dapat dilihat dalam memberikan alasan yang bisa diterima oleh orang lain. Dalam memberikan gagasan, kita harus tahu dan paham bahwa gagasan

7 Kasdin Sitohang, Membangun Pemikiran Logis, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

2012), h.. 7

8 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

(32)

16

yang kita sampaikan merupakan gagasan yang baik dan benar. Dengan memiliki alasan yang disertai bukti, tentu gagasan yang kita punya akan semakin kuat nilai kebenarannya.

3. Inference (menarik kesimpulan)

Orang yang berpikir kritis akan dapat menilai kualitas kesimpulan dengan mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima oleh orang lain. Sehingga kita dapat membuat kesimpulan yang mempertimbangkan pendapat orang lain.

4. Situation (situasi)

Menurut Ennis, orang yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan mampu menegnali situasi yang terjadi.

5. Clarity (kejelasan)

Elemen clarity menurut Ennis merupakan suatu kemampuan untuk memeriksa atau memastikan bahwa pemikiran yang disampaikan tidak membuat interpretasi ganda.

6. Overview (peninjauan)

Elemen terakhir dalam berpikir kritis adalah overview. Overview ini dilakukan sebagai bagian dari pengecekan secara keseluruhan. Overview juga dapat dikatakan sebagai kemampuan seseorang utnuk memeriksa kebenaran suatu masalah 9

Berdasarkan FRISCO, maka berpikir kritis matematis dalam penelitian ini dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi, memberikan alasan, dan memeriksa kebenaran dari suatu pernyataan. Dalam penelitian ini, kemampuan berpikir kritis mengacu pada tiga elemen dasar yang diungkapkan Ennis yaitu Focus, Reason, dan Overview dengan indikator sebagai berikut.

1. Indikator Focus : siswa mampu mengidentifikasi masalah yang diberikan 2. Indikator Reason: siswa mampu memberikan alasan

(33)

3. Indikator Overview: siswa mampu memeriksa kebenaran dari suatu pernyataan/permasalahan.

2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Kreatif menurut kamus besar bahasa Indonesia artinya adalah memiliki daya cipta atau mempunyai kemampuan untuk mencipta.10 Berdasarkan pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), maka dapat dirumuskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu proses memutuskan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang baru.

Pada dasarnya setiap manusia memiliki kemampuan untuk berpikir kreatif dari sejak dia lahir. Kita hanya perlu mengembangkan kemampuan tersebut dalam kehidupan karena suatu proses kreatif itu dapat terus dikembangkan untuk menjadi lebih baik. Colleman dan Hammen mengemukakan bahwa berpikir kreatif merupakan cara berpikir yang menghasilkan sesuatu yang baru dalam konsep, pengertian, penemuan, dan karya seni. 11 Berdasarkan definisi tersebut kreatif bearti menciptakan sesuatu yang baru yang belum ada sebelumya dan dapat diterima oleh orang lain.

Pada penelitian ini kemampuan berpikir kreatif yang dimaksud adalah kemampuan berpikir kreatif dalam pembelajaran matamtika. Munandar mendefinisikan (berpikir kreatif atau berpikir divergen) merupakan kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keberagaman jawaban.12 Selanjutnya, Munandar dalam bukunya menunjukkan definisi yang menjelaskan konsep dari ciri-ciri kemampuan

10

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1993), h. 526

11 Solihin, Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik pada

Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”, Pasundan Journal of Mathematics

Educations, Tahun 1 no. 1, November 2011

12 Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, (Jakarta:

(34)

18

berpikir kreatif. Berikut beberapa definisi dan perilaku siswa yang sesuai dengan definisi tersebut:

1. Keterampilan Berpikir Lancar a. Definisi

 Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian

masalah, atau pertanyaan

 Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban

b. Perilaku Siswa

 Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah

 Lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya13

2. Keterampilan Berpikir Luwes (Fleksibel) a. Definisi

 Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi

 Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda

b. Perilaku Siwa

 Memberikan macam-macam penafsiran (interpretasi)

terhadap suatu gambar, cerita, atau masalah

 Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yag

berbeda-beda

 Jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan

macam-macam cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikannya

3. Keterampilan Berpikir Orisinal a. Definisi

 Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik

 Memikirkan cara yang tidak lazim untuk

mengungkapkan diri b. Perilaku Siswa

(35)

 Memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak

pernah terpikirkan oleh orang lain

 Mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha

memikirkan cara-cara yang baru

 Memilih cara berpikir yang lain dari yang lain14

Dari penjabaran di atas, Munandar merumuskan berpikir kreatif sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran (fluency), keluwesan

(flexibility), orisinalitas dalam berpikir (originality), dan kemampuan mengembangkan dan memperinci suatu gagasan ( elaboration). Perilaku siswa tersebut merupakan ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir seseorang dengan kemampuan berpikir kreatif. Makin kreatif seseorang ciri-ciri tersebut makin dimiliki. Dalam peneltian ini, siswa tidak dituntut untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar baru. Tetapi, dilihat dari proses cara berpikir siswa untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari biasanya. Kemampuan berpikir kreatif dalam penelitian ini, dibatasi oleh fluency (kelancaran), flexibility (fleksibilitas) dan originality (originalitas).

 Indikator fluency : siswa mampu memberikan banyak jawaban

 Indikator fleksibility : siswa mampu memberikan alternatif jawaban

dari informasi yang diperoleh

 Indikator originality : siswa mampu memberikan jawaban yang

unik berdasarkan apa yang dipikirkannya.

3. Hubungan Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis

Berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan kemampuan berpikir yang sangat penting untuk dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika. Hal ini dapat dilihat dari Peraturan Menteri No. 23 tahun 2006 tetang standar isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang

(36)

20

menyebutkan bahwa Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik (siswa) mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.15 Sejalan dengan itu, Tatag Yuli Eko S mengatakan bahwa “Orientasi pembelajaran matematika saat ini diupayakan lebih menekankan pada pengajaran ketrampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu berpikir kritis dan kreatif dan kedua berpikir itu merupakan suatu kesatuan”.16 Berdasarkan hal tersebut kemampuan berpikir kritis dan kreatif menjadi salah satu kemampuan yang sangat diharapkan ada didalam diri siswa.

Berpikir kritis dan kreatif erat hubungan dilihat dari ciri-ciri individu yang memiliki kedua kemampuan tersebut. Tatag Yuli Eko S mengatakan bahwa “berpikir kritis dapat dipandang sebagai kemampuan berpikir siswa untuk mrmbandingkan dua atau lebih informasi, misalkan informasi yang diterima dari luar dengan informasi yang dimiliki dan bila terdapat perbedaan atau persamaan maka ia akan mengajukan pertanyaan atau komentar dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan sehingga berpikir kritis sering dikaitkan dengan berpikir kreatif”.17 Pendapat lain mengenai berpikir kritis muncul dari Krotetski yang mengelompokkan berpikir kritis dengan pemecahan masalah yang memiliki solusi lebih dari satu sebagai ukuran berpikir fleksibel.18

Pendapat lain yang mendukung individu yang kritis juga kreatif adalah pendapat yang muncul dari Costa yang mengatakan bahwa individu yang berpikir kritis memiliki ciri-ciri diantaranya adalah mampu mendaftar alternatif pemecahan masalah, mampu mendaftar alternatif ide, mampu mendaftar alternatif situasi, mampu membuat hubungan yang berurutan antara satu masalah dengan masalah lainnya, mampu menarik kesimpulan dan

15 Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, (Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008), h. 30

16 Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, (Semarang : Unesa University Press, 2008), h. 3

17 Ibid,. h. 14

(37)

generalisasi dari data yang ada dan data yang berasal dari lapangan dan menurut Dhand kemampuan individu dalam berpikir kritis dapat terlihat dari sikapnya antara lain memiliki gagasan yang baru.19 Berdasarkan hal tersebut, berpikir kritis dapat dikatakan memuat ciri-ciri dari seseorang yang memiliki kemampuan berpikir logis dan kreatif. Ini didasarkan pada pendapat Tatag Yuli Eko S tentang berpikir logis dan pendapat Utami Munandar tentang berpikir kreatif. Tatag Yuli Eko S mengatakan bahwa “berpikir logis merupakan kemampuan berpikir siswa untuk menarik kesimpulan yang sah menurut aturan logika dan dapat membuktikan bahwa kesimpulan itu benar atau valid sesuai dengan pengetahuan-pegetahuan sebelumnya yang sudah diketahui.20 Sedangkan Utami Munandar mengatakan bahwa “ berpikir kreatif adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah dimana penekanannya adalah kuantitas ketepagunaan, dan keragaman jawaban”.21

Hal serupa juga disampaikan oleh Pehkonen yang memandang bahwa “berpikir kreatif sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran.”22 Artinya adalah ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam suatu praktek pemecahan masalah, maka pemikiran divergen yang intuitif menghasilkan banyak ide. Hal ini menjelaskan bahwa berpikir kreatif memperhatikan berpikir logis maupun intuitif untuk menghasilkan ide-ide. Maka dapat dikatakan individu yang kreatif juga kritis karena berpikir kreatif merupakan kemampuan berpikir tertinggi dari semua kemampuan berpikir sehingga untuk menjadi pemikir yang kreatif terlebih dahulu melewati fase berpikir kritis dan fase berpikir yang lain karena berpikir kreatif merupakan kemampuan berpikir tertinggi dari kemampuan-kemampuan berpikir yang

19 Tatag Yuli Eko S, Op. Cit., h. 11

20 Dina Mayadiana Suwarna, Op. ci.t, h. 13

21 Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, (Jakarta:

Gramedia, 1992), h. 48

(38)

22

lain. Hal ini diperkuat oleh pendapat Krulik dan Rudnick yang mengelompokkan tingkat berpikir yang tersaji seperti gambar berikut:23

[image:38.595.142.500.156.533.2]

Gambar 2.1

Tingkat Penalaran (Berpikir) dari Krulik dan Rudnick 4. Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs)

a. Pengertian Model Eliciting Activities (MEAs)

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Roy Killen mencatat bahwa ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa

(student-centred approaches).24 Pada umumnya, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru lebih menekankan pada proses pembelajaran yang didominasi oleh banyaknya guru berbicara dan murid hanya mendengarkan. Proses pembelajaran seperti ini membuat siswa menjadi tidak aktif belajar dan cenderung hanya mendengarkan tanpa mencari tahu apakah informasi

23 Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, (Semarang : Unesa University Press, 2008), h. 29

(39)

yang diterima sudah benar atau tidak. Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa lebih menekankan pada proses pembelajaran yang membuat aktif para siswa, karena pada sistem pembelajaran seperti ini siswa diajak untuk terlibat langsung dalam mendengarkan, mengamati, dan mencari informasi serta solusi sehingga proses pembelajaran pun menjadi bermakna untuk para siswa. Salah satu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah pendekatan pembelajaran model eliciting activities (MEAs).

Model eliciting activities dilihat dari kamus besar Bahasa Inggris memiliki arti aktivitas-aktivitas yang memunculkan model.

Lesh dan Doerr mengatakan bahwa “Model eliciting activities (MEAs)

are derived from a models and modelling perspective on problem solving in mathematics, sciene, and engineering education and provide students with a future-oriented approach to learning”.25 Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa Model Eliciting Activities (MEAs) adalah kegiatan membuat (membangun) model dan perspektif pemodelan untuk pemecahan masalah dalam pendidikan matematika, ilmu pengetahuan dan teknik dengan pendekatan pembelajaran yang berorientasi masa depan. Melalui MEAs, siswa berulang kali mengungkapkan, menguji, dan memperbaiki atau merevisi cara berpikir mereka untuk menghasilkan sebuah model yang terstruktur dan paling efektif dan efisien untuk memecahkan masalah yang diberikan. Melalui proses berpikir berulang-ulang inilah, MEAs mampu untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis siswa.

Menurut Scott, pencetus MEAs, MEAs memiliki dua tujuan dalam membuat MEAs yaitu, first, MEAs would encorage students to create mathematical models to solve complex problems, just as applied methematicians do in the real world (Lesh dan Doer). Second, MEAs were designed to enable researches to investigate students mathematical thingking

25 Myith Swe Khrine, et al, Model and Modeling Cognitive Tools For Scientific Enquiry,

(40)

24

(NCTM). 26 Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa Model Eliciting Actvities (MEAs) ini bertujuan mendorong siswa untuk membuat (membangun) model matematika untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan kehidupan nyata dan memungkinkan peneliti untuk meneliti kemampuan berpikir siswa. Jadi, melalui MEAs ini diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir dalam bidang matematika, khususnya mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatifnya. Dalam MEAs terdapat beberapa prinsip pengembangan masalah dalam proses pembelajaran. Prinsip ini diharapkan agar masalah yang diberikan kepada siswa dapat menggali kedalaman berpikir siswa dalam menyelesaikan setiap permasalaha yang diberikan..

Pengembangan masalah dalam MEAs dipandu oleh enam prinsip yaitu: 1. The Model Construction Principle (Prinsip Konstruksi Model)

Prinsip ini menjelaskan bahwa model yang dibuat siswa harus matematis dan ilmiah artinya siswa harus fokus pada karakteristik struktural yang mandasari terciptanya model tersebut. Siswa harus memahami elemen, hubungan dan operasi antar elemen, serta pola aturan yang mengatur hubungan anatar elemen pembentuk model tersebut.

2. The Reality Principle ( Prinsip Realita)

Prinsip ini menjelaskan bahwa masalah yang ada dalam MEAs sebaiknya relevan dan mencerminkan situasi kehidupan nyata serta membangun pengetahuan dan pengalaman siswa. Karena kegiatan pemodelan yang demikian tidak hanya berfungsi dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika saja, tetapi juga membantu siswa menghubungkan pembelajaran matematika mereka dengan disiplin ilmu, ilmiah, sosial, dan lingkungan.

3. The Self- Assesment Principle (Prinsip Penilaian Diri)

Menurut prinsip ini, siswa harus mampu menilai diri atau mengukur kegunaan dari solusi yang mereka temui serta siswa harus diberikan

26 Scott A. Chamberlin, et al, Model Eliciting Activities as a tool to Develop and Identify

(41)

kriteria yang cukup untuk menentukan apakah model terakhir mereka adalah salah satu yang efektif dan memadai dalam menghadapi situasi masalah yang diberikan. Kriteria tersebut juga memungkinkan siswa menilai dan merevisi model mereka saat mereka bekerja menyelesaikan masalah tersebut.

4. The Model Documentation Principle ( Prinsip Dokumentasi Model)

Prinsip ini menjelaskan bahwa siswa harus mampu untuk mengungkapkan dan mendokumentasikan proses berpikir mereka dalam membangun model. Model yang dibangun siswa perlu melibatkan lebih dari jawaban singkat seperti deskripsi dan penjelasan langkah-langkah yang diambil siswa dalam membangun model mereka harus dimasukkan.

5. The Construct Shareability and Reusability Principle

Prinsip ini menjelaskan model yang dihasilkan siswa harus berlaku untuk masalah dalam situasi terkait lainnya. Dalam menciptakaan suatu model, siswa harus memikirkan bahwa model yang dihasilkannya akan dapat digunakan dan dimodifikasi kembali pada saat menghadapi masalah serupa. Untuk dapat menilai apakah model tersebut bersifat genelralisasi, biasanya guru melakukan diskusi antar siswa untuk membicarakan kelebihan dan kelemehan model yang dihasilkan.

6. The Effective Prototype Principle

Prinsip ini menjelaskan bahwa model yang dihasilkan siswa harus dapat dipahami atau diinterpretasikan oleh orang lain. Hal ini akan memacu daya kreatifitas, penalaan dan koneksi matematika siswa agar dapat membuat suatu model yang efektif, efisien serta dapat dengan mudah di pahami oleh orang lain.27

MEAs didasarkan pada situasi kehidupan nyata dimana siswa belajar dalam kelompok kecil untuk menyajikan model matematika sebagai solusi yang dibutuhkan. Hal ini juga diungkapkan Chamberlin dengan mengatakan bahwa

(42)

26

A MEAs is implemented in several steps. First, the teacher reads a simulated newspapaer article that develops a context for students. Subsequently, the student respond to readiness question that are based on the articel. Next, the teacher reads the problem statement with the students and makes sure each group understands what is being asked and students subsequently attempt to solve the problem. After creating multiple iteration of the solution and revising when necessary, students present their models to the class. Typically, teacher provide about one hour to solve the problem, but certain MEAs may require up to two periods of class time to complete.28

Artinya adalah bahwa MEAs diterapkan dalam beberapa langkah yaitu guru membaca sebuah artikel koran yang mengembangkan sebuah konteks untuk siswa, siswa siap dengan pertanyaan berdasarkan artikel tersebut, guru membacakan pernyataan masalah bersama siswa dan memastikan bahwa setiap kelompok mengerti apa yang sedang ditanyakan, siswa berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut, siswa mempresentasikan model matematis mereka setelah membahas dan meninjau ulang solusi, dan secara khas guru menyiapkan waktu satu jam untuk menyelesaikan masalah tetapi beberapa tahapan MEAs membutuhkan lebih dari dua kali pertemuan dalam kelas untuk menyelesaikannya.

Sejalan dengan langkah-langkah MEAs yang dikemukakan Chamberlin, NG Kit Ee Dawn mengemukakan MEAs dalam beberapa langkah yaitu pertama, guru selama 20 menit menjelaskan tentang definisi pemodelan dalam matematika, kemudian, siswa diminta untuk bekerja secara kelompok yang terdiri dari 4-5 orang untuk membuat suatu model matematika, siswa diberi waktu selama 1 jam utnuk menyelesaikan tugas memodelkan tersebut, siswa diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka dalam bentuk poster, setiap grup menunjuk salah satu anggota kelompok mereka untuk presentasi, selama presentasi berlangsung masing-masing kelompok menuliskan pendapat mereka berdasarkan 3 kriteria, yaitu representasi, validitas, dan penerapan menggunakan kertas refleksi, kertas tersebut berisi 3

28 Chamberlin, S. A., Moon, S. M. 2005, How Does the Problem Based Learning Approach Compare to the Model-Eliciting Activity Approach in Mathematics?

(43)

pertanyaan yang berhubungan dengan tugas yang sedang dipresentasikan yaitu:

a. Representasi – seberapa baikkah model yang dibuat untuk menyelesaikan masalah tersebut?

b. Validitas – bisakah kalian memberikan saran untuk memperbaiki model tersebut?

c. Penerapan – bisakah model yang telah dibuat digunakan dalam konsep matematika yang lain? 29

b. Tahap Pembelajaran MEAs (Model Eliciting Activities)

Menurut Kelly, “A model is a system that consists of (a) elements; (b)

relationships among elements; (c) operations that describe how the elements interact; and (d) patterns or rules, such as symmetry, commulativy, or

transitivy, that apply to the relationships and operations”.30 Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa sebuah model adalah sebuah sistem yang terdiri dari unsur, hubungan antara unsur-unsur, operasi yang menggambarkan bagaimana unsur-unsur berinteraksi, dan pola atau aturan, seperti simetri, komutatif, atau transitivitas, yang berlaku untuk hubungan dan operasi. Namun tidak semua sistem berfungsi sebagai model, tetapi menjadi model sistem harus digunakan untuk menggambarkan, memahami, menjelaskan atau memprediksi sistem lain. Dalam membuat suatu model banyak upaya atau tahapan yang harus dilalui sebelum sampai pada hasil akhir. Tiap tahap memerlukan pengertian yang mendalam tentang konsep, teknik, pemikiran kritis, kreatifitas, serta pembuatan keputusan.

Ada beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan pemodel (siswa) dalam membangun model atau pemodelan matematika. Pada awalnya siswa akan diberikan permasalahan (soal) yang berkaitan dengan kehidupan nyata, lalu siswa mengidentifikasi masalah tersebut dengan mengenali variabel-variabel yang relevan, menyederhanakan daftar variabel-variabel dan menyaring

29 Berinderjeet Kaur and Jaguthsing Dindyal, Mathematical Applications and Modelling,

(Singapore: World Scientific, Association of Mathematics Educators, 2010), pp. 135

(44)

28

pertanyaan untuk menentukan bentuk jawaban. Selanjutnya, dengan menggunakan kemampuan berpikir matematik yang mereka miliki, siswa akan mencari hubungan antara variabel yang terdapat pada suatu masalah untuk membangun suatu model matematik.

Apabila model sudah terbentuk, hal yang kemudian dilakukan siswa adalah menemukan suatu produk matematika dengan cara melakukan beberapa manipulasi model seperti membuat persamaan, hubungan grafik, meramalkan kemungkinan yang terjadi, dsb. Prod

Gambar

Gambar 2.1 Tingkat Penalaran (Berpikir) dari Krulik dan Rudnick
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir
Tabel 3.1 Posttest-Only Control Design
Tabel 3.2 Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh sebab itu, perlu upaya penerapan pembelajaran yang mampu mengeksplorasi kemampuan berpikir siswa, yaitu pembelajaran dengan pendekatan Model Eliciting

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang penerapan pembelajaran model eliciting activities (MEA) dengan pendekatan saintifik terhadap

Peningkatan Kemampuan Abstraksi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Dengan Model Eliciting Activities (Meas). Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEA) DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA. (Studi

Berdasarkan analisis data hasil penelitian, diperoleh bahwa kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Model Eliciting Activities

Berdasarkan uraian di atas, pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) adalah pendekatan yang berpusat pada siswa dimana kegiatan yang dilakukan siswa diawali dengan

Skripsi dengan judul “Analisis Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Model Matematika dengan Pendekafan Model Eliciting Activities (MEAs) di SMA N 10 Palembang”.disusun

> 0.005 maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan pendekatan model eliciting activities MEAs dan gender terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa SMA Negeri 1