• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activities (Meas) Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa (Studi Eksperimen Di Smp Negeri 178 Jakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activities (Meas) Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa (Studi Eksperimen Di Smp Negeri 178 Jakarta)"

Copied!
225
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Eksperimen di SMP Negeri 178 Jakarta)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Ummu Aiman

NIM. 109017000041

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi berjudul Pendekatan pembelajaran Model Eticiting Activities (MEAI Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa disusun oleh ummu Aiman, NIM. 109017000041, Jurusan pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh

fakultas.

Jakarta, Ianuafi2014 Yang mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

(3)

(MEAy) Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa disusun oleh {JMMU

AIMAN

Nomor

hduk

Ma}rasiswa 109017000041, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegunran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah

dinyatakan lulus dalam

ujian Munaqasah

pada tanggal 17 Januari zor4

dt hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar

Sarjana S1

(S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, 17 Ianuat'r20t4 panitia Ujian Munaqasah

Tanggal

Tanda Tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/prograrn Studi) Maifalinda Fatra, M.Pd

NrP. le7oo s28 iss6o3

2

oo2

n/.X{n

Sekretaris (Sekreiaris Juru san/program Studi)

ffB:irtt',Hi#rto'r,

oo,

T/:,6-_?.W

Penguji

I

Dr.Tita Khalis Maryati.,

M.Kom

,r/0,

/fon

NrP. 19690924 t99903 2 oO3

Penguji tr

Abdul Muin, M.Pd

ffi.i#il#iiouoor003

9/.eh

....("...'...

Mengetahui

Dekan Fakultas ILnu Tarbiyah dan Keguruan

4

(4)

Nama NIM

Jurusan

Angkatan Tahun Alamat

1.

Nama NIP

Dosen Jurusan

2. Nama

NIP

Dosen Jurusan

MEI{YATAKAN

D

BNGAN

SE SUI{GGUHI\TYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activilies (MEAy) Terhadap Kemampuan Representasi Matematis siswa

adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen: UMMU AIMAN

109017000041

Pendidikan Matematika 2009

Jln.

Nuri

Blok.Al

No.15

01/006

Kel.Sukapura

Kec.Cilincing 1414O

Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd 19790601 20A604 2 AA4 Pendidikan Matematika Firdausi, S.Si, M.Pd 19690629 200501 1 003 Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan

ini saya

buat dengan sestingguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 17 Januari 2014 Yang Menyatakan

(5)

i

ABSTRAK

UMMU AIMAN (109017000041), ”Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs) Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa”, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Januari 2014.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran model eliciting activities (MEAs) dan yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran konvensional serta menganalisis perbedaan kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran model eliciting activities (MEAs) dan siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran konvensional. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 178 Jakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Randomized Control Group Posttest Only, yang melibatkan 72 siswa sebagai sampel. Penentuan sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Pengumpulan data setelah perlakuan dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan representasi matematis siswa

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran model eliciting activities (MEAs) lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran kovensional. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran model eliciting activities (MEAs) adalah sebesar 64,94 dan nilai rata-rata hasil tes kemampuan berpikir logis matematik siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional adalah sebesar 54,14 (thitung = 2,77 > ttabel = 1,99). Kesimpualan hasil penelitian ini adalah bahwa kemampuan representasi matematis siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) dengan menggunakan pendekatan pembelajaran model eliciting activities (MEAs) lebih tinggi dibandingkan menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional.

(6)

ii

ABSTRACT

UMMU AIMAN (109017000041), “The Model Eliciting Activities (MEAs) Learning Approach to The Students’ Mathematical Representation Skills”. Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, January 2014.

The purpose of this research is to analyze the student’ mathematical representation skills who are taught by model eliciting activities (MEAs) learning approach and conventional learning approach and to analyze the difference mathematical representation skills between students who are taught by model eliciting activities (MEAs) learning approach and students taught by conventional learning approach. The research was conducted at SMPN 178 Jakarta, for academic year 2013/2014. The method used in this research is quasi experimental method with Randomized Control Group Posttest Only design, involve 72 students as sample. To determine sample used cluster random sampling technique. The data collection after treatment conducted with test of the students’ mathematical representation skills.

The result of research that the student’s mathematical representation skills who are taught by model eliciting activities (MEAs) learning approach is higher than students taught by conventional learning approach. This matter visible from the mean score of the results test students’ mathematical representation skills who taught with model eliciting activities (MEAs) learning approach is 64,94 and who taught with conventional learning approach have mean score of the test students’ mathematical representation skills is 54,14 (tcount = 2,77 dan ttable = 1,99). Conclusion the results of this research that the students’ mathematical representation skills of system of linear equations in two variables (SPLDV) with model eliciting activities (MEAs) learning approach is higher than students taught by conventional learning approach.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

ﻳﺤﺭﻟﺍﻦ ﺤﺭﻟﺍﷲﺍ ﺳﺑ

Alhamdulillah segala puji kehadirat illahirabbi Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan yang berlimpah dari dunia sampai akhirat. Shalawat dan Salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Prof. Nurlena Rifa’i, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak. Otong Suhyanto, M.Si., Dosen Penasehat Akademik dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd, Dosen Pembimbing I dan Bapak Firdausi, S.Si, M.Pd, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan, Semoga Ibu dan Bapak selalu berada dalam kemuliaanNya.

(8)

iv

6. Staf Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat. Pimpinan dan staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

7. Kepala SMP Negeri 178 Jakarta, Bapak Drs.M.Zamanuddin yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. Seluruh dewan guru SMP Negeri 178 Jakarta, khususnya Bapak Rojali, S.Pd selaku guru mata pelajaran matematika, Ibu Ita selaku Waka Kurikulum yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Serta siswa dan siswi SMP Negeri 178 Jakarta, khususnya kelas VIII-4 dan VIII-5.

8. Keluarga tercinta Ayahanda Drs. H. Moch. Tuan. TS, M,Si., Ibunda Halimah, S.Pd. yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Kakak Muhammad Zulkarnaen, A.Md., Lukman Hakim, S.E., Zaenal Abidin, SEI., Ica, SEI., Nurhayati Bunga Junita, S.Pd., Lanang Sairun, A.Md., Aisyah Farah Dillah Sari, S.Pd, dan Adik Maryam Afifah Sabirah, serta semua keluarga yang selalu mendoakan, mendorong penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

(9)

v

10.Kakak Kelas Jurusan Pendidikan Matematika khususnya Kak Nurul Fazria, S.Pd., Kak Wardah Aulia Halim, S.Pd.,Kak Agung Wicaksana, S.Pd., Kak Suryo, S.Pd., Kak Neneng, S.Pd., Kak Titin, S.Pd., Kak Indra Bagea, S.Pd., dan Kak Farhan Ramadeni yang telah memberikan doa dan motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi.

11.Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan ’09, kelas A dan B.

12.Seluruh Teman, Kakak, dan Adik di kosan Griya Kauman

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat. Amin yaa robbal’alamin.

Demikianlah, betapapun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang ada untuk menyusun karya tulis yang sebaik-baiknya, namun di atas lembaran-lembaran skripsi ini masih saja dirasakan dan ditemui berbagai macam kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang membaca skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka.

Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.

Jakarta, Januari 2014

(10)

vi

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 7

C.Pembatasan Masalah ... 8

D.Perumusan Masalah... 8

E. Tujuan Penelitian... 8

F. Manfaat Penelitian... 9

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 10

A.Deskripsi Teoritik ... 10

1. Kemampuan Representasi Matematis ... 10

2. Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs) ... 17

a. Pengertian Model Eliciting Activities (MEAs) ... 17

b. Tahap Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs) ... 20

c. Pendekatan Pembelajaran Konvensional ... 24

B.Hasil Penelitian Yang Relevan ... 26

C.Kerangka Berpikir ... 28

D.Hipotesis Penelitian ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

(11)

vii

1. Uji Validitas ... 35

2. Uji Reliabilitas ... 36

3. Taraf Kesukaran ... 37

4. Pengujian Daya Pembeda ... 37

F. Teknik Analisis Data ... 39

a.Uji Normalitas ... 39

b. Uji Homogenitas ... 40

c. Uji Hipotesis ... 41

G.Hipotesis Statistik ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A.Deskripsi Data ... 45

1. Kemampuan Representasi Matematis Siswa ... 45

a. Kelompok Eksperimen ... 45

b. Kelompok Kontrol ... 47

c. Perbandingan Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 48

2. Kemampuan Representasi Matematis Siswa Berdasarkan Indikator Reresentasi ... 50

a. Kelompok Eksperimen ... 51

b. Kelompok Kontrol ... 52

c. Perbandingan Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Indikator Representasi ... 52

B.Pengujian Persyaratan Hipotesis ... 56

1. Uji Normalitas Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa... 56

a.Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 56

(12)

viii

D.Pembahasan Hasil Penelitian ... 59

1.Proses Pembelajaran Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 59

2.Analisis Hasil Tes Kemampuan Representasi Matemetis Siswa ... 65

E. Keterbatasan Penelitian ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

A.Kesimpulan... 77

B.Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(13)

ix

Hal Tabel 2.1 Bentuk - Bentuk Operasional Representasi Matematis... 16 Tabel 3.1 Desain Penelitian... 31 Tabel 3.2 Kisi-kisi Intstrumen Tes Kemampuan Representasi

Matematis Siswa ... 33 Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Representasi

Matematis Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

(SPLDV) ... ... .. 34 Tabel 3.4 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Daya Pembeda dan

Taraf Kesukaran ... 39 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Representasi Matematis Siswa

Kelompok Eksperimen ... 46 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Representasi Matematis Siswa

Kelompok Kontrol... 47 Tabel 4.3 Perbandingan Kemampuan Representasi Matematis Siswa

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 48 Table 4.4 Deskripsi Data Kemampuan Representasi Matematis Siswa

Kelompok Eksperimen Berdasarkan Indikator Representasi ... 51 Table 4.5 Deskripsi Data Kemampuan Representasi Matematis Siswa

Kelompok Kontrol Berdasarkan Indikator Representasi ... 52 Table 4.6 Perbandingan Kemampuan Representasi Matematis Siswa

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Berdasarkan

Indikator Representasi ... 53 Table 4.7 Hasil Uji Perbedaan Dua Rerata Data Kemampuan Representasi

Matematis Siswa Berdasarkan Indikator Representasi ... 55 Table 4.8 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Kemampuan Representasi

(14)
(15)

xi

Gambar 2.1 Interaksi Representasi Internal dan Representasi Eksternal ... 13 Gambar 2.2 Meanings Of Conceptual System Are Distributed Across

A variety Of Representational Media ... 14 Gambar 2.3 The Mathematical Modeling Cycle ... 21 Gambar 2.4 Kerangka Berpikir Penelitian ... 28 Gambar 4.1 Kurva Perbandingan Nilai Kemampuan Representasi Matematis

Siswa pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 50 Gambar 4.2 Presentase Skor Rata-Rata Kemampuan Representasi Matematis

Siswa Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol

Berdasarkan Indikator Representasi ... 54 Gambar 4.3 Kurva Uji Perbedaan Data Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ... 58 Gambar 4. 4 Tahap Menulis Informasi Soal (Permasalahan) ... 61 Gambar 4.5 Tahap Membangun Model ... 61 Gambar 4.6 Tahap Penyelesaiaan Model dengan Representasi Persamaan

atau ekspresi matematis ... 62 Gambar 4.7 Tahap Penyelesaiaan Model dengan Representasi Visual ... 62 Gambar 4.8 Tahap Peyelesaiaan Soal (Permasalahan) dengan Menggunakan

Model ... 63 Gambar 4.9 Suasana Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas Eksperimen

dengan Pendekatan Pembelajaran MEAs ... 64 Gambar 4.10 Contoh Jawaban Kelompok Kontrol Pada Soal Indikator

Visual ... 66

Gambar 4.11 Contoh Jawaban Kelompok Eksperimen Pada Soal Indikator

Visual ... 67 Gambar 4.12 Contoh Kesalahan Jawaban Kelompok Kontrol dan Kelompok

(16)

xii

Persamaan atau Ekspresi Matematis ... 70 Gambar 4.15 Contoh Jawaban Kelompok Kontrol Pada Soal Indikator

Kata-kata/ Teks Tertulis ... 73 Gambar 4.16 Contoh Jawaban Kelompok Eksperimen Pada Soal Indikator

(17)

xiii

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen ... 80

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol... 96

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 107

Lampiran 4 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa ... 145

Lampiran 5 Soal Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa Pokok Bahasan SPLDV ... 146

Lampiran 6 Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa Pokok Bahasan SPLDV ... 148

Lampiran 7 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa ... 157

Lampiran 8 Perhitungan Uji Validitas Isi dengan Metode Pearson ... 158

Lampiran 9 Hasil Uji Validitas Isi Menggunakan Software Excel ... 159

Lampiran 10 Perhitungan Uji Reliabilitas... 160

Lampiran 11 Hasil Uji Reliabilitas Menggunakan Software Excel ... 161

Lampiran 12 Perhitungan Uji Taraf Kesukaran ... 163

Lampiran 13 Hasil Uji Taraf Kesukaran Menggunakan Software Excel ... 164

Lampiran 14 Perhitungan Uji Daya Pembeda ... 165

Lampiran 15 Hasil Uji Daya Pembeda Menggunakan Software Excel ... 166

Lampiran 16 Hasil Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Eksperimen ... 167

Lampiran 17 Hasil Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Kontrol ... 168

(18)

xiv

Lampiran 20 Perhitungan Data Kemampuan Representasi Matematis Siswa

Kelompok Eksperimen Berdasarkan Indikator Representasi ... 177

Lampiran 21 Perhitungan Data Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Kontrol Berdasarkan Indikator Representasi ... 178

Lampiran 22 Hasil Uji Perbedaan Dua Rerata Kemampuan Representasi Matematis Berdasarkan Indikator Representasi ... 179

Lampiran 23 Uji Normalitas Hasil Post Test Kelompok Eksperimen ... 184

Lampiran 24 Uji Normalitas Hasil Post Test Kelompok Kontrol ... 185

Lampiran 25 Perhitungan Uji Homogenitas ... 186

Lampiran 26 Perhitungan Uji Hipotesis ... 187

Lampiran 27 Tabel Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Moment dari Pearson ... 188

Lampiran 28 Tabel Luas Di Bawah Kurva Normal ... 190

Lampiran 29 Tabel Nilai Kritis Distribusi F ... 191

Lampiran 30 Tabel Nilai Kritis Distribusi t ... 193

Lampiran 31 Uji Referensi ... 194

Lampiran 32 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 198

(19)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dari suatu negara, karena melalui pendidikan, maka akan lahirlah generasi penerus bangsa yang nantinya akan bersaing dengan seluruh negara di dunia. Dengan pendidikan suatu negara akan menjadi lebih maju, baik dalam bidang teknologi, pengetahuan maupun ekonomi. Oleh karena itu, tidak heran banyak negara maju maupun berkembang yang terus berupaya memperbaiki sistem pendidikan di negaranya.

Hal demikian juga terjadi di Indonesia, dalam pelaksanaan pendidikan, pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, mulai dari perbaikan kurikulum, diadakannya beberapa program peningkatan kualitas guru sampai dengan adanya program pendidikan bertaraf Internasional. Namun, upaya tersebut belum menampakan hasil yang memuaskan, baik ditinjau dari proses pembelajaran maupun dari hasil prestasi belajar siswanya.

(20)

untuk semua jenjang sekolah, mulai dari tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah diantaranya, yaitu:1

1. Pemahaman matematik

2. Pemecahan masalah matematik (mathematical problem solving) 3. Penalaran matematik (mathematical reasoning)

4. Koneksi matematik (mathematical connection)

5. Komunikasi matematik (mathematical communication)

Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik. Dengan menguasai kemampuan komunikasi diharapkan siswa akan lebih mudah memahami bahasa matematik yang pada dasarnya dipenuhi dengan notasi dan istilah matematika. Dalam membangun komunikasi matematik, siswa akan menggunakan berbagai simbol, grafik, tabel, diagram dan model matematika untuk memahami ataupun memperjelas suatu keadaan atau masalah matematika. Kemampuan membangun ide-ide matematika dengan cara memanipulasi simbol, grafik, tabel, persamaan dan model matematika merupakan kemampuan representasi matematis. Oleh karena itu, kemampuan representasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang juga harus dikuasi oleh siswa. Hal ini sejalan dengan NCTM mengenai lima standar proses pembelajaran matematika yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu problem solving, reasoning and proof, communication, connections and representation.2

Dalam pembelajaran matematika, siswa dikatakan mampu merepresentasikan matematika ketika siswa dapat mengungkapkan ide-ide matematika, baik masalah, pernyataan, solusi, definisi dan sebagainya kedalam salah satu bentuk gambar, notasi matematik ataupun kata-kata yang nantinya akan memperlihatkan hasil pemikiran mereka. Secara umum, representasi terbagi dalam dua bagian, yakni representasi eksternal dan representasi internal. Menurut

1

Utari Sumarmo, “PembelajaranMatematika”, dalam Rochman Natawidjaja (eds.), Rujukan Filsafat,Teori dan Praktis Ilmu Pendidikan, (Bandung : UPI Press, 2008), Cet.I, hh.682-684

2

(21)

Albert, “External representations are the representations we can easily communicate to other people, they are the marks on the paper, the drawings, the

geometry sketches, and the equations. Internal representations are the images we

create in our minds for mathematical objects and processes”.3 Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa representasi eksternal adalah representasi dimana kita dapat berkomunikasi secara mudah kepada orang lain dengan membuat tulisan (simbol tertulis), gambar, sketsa geometri ataupun persamaan. Sedangkan, representasi internal adalah gambaran dalam mengkreasikan pemikiran kita terhadap objek dan proses matematika. Dalam hal ini representasi internal belum bisa langsung diamati karena merupakan aktivitas mental dalam otak.

Kemampuan representasi merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran matematika. Namun, pada kenyataaannya masih banyak guru yang menganggap bahwa kemampuan representasi matematik ini hanya sebagai pelengkap materi yang diajarkan. Padahal dengan kemampuan representasi yang baik, siswa akan lebih mudah memahami konsep matematika yang sedang dipelajarinya, karena hal tersebut akan memungkinkan siswa untuk mencoba berbagi macam representasi dalam memahami suatu konsep. Selain itu, representasi juga berperan dalam proses penyelesaian masalah matematika. Dengan representasi matematik, siswa akan terbantu dalam mengambil keputusan untuk memilih konsep ataupun ide matematika yang nantinya akan digunakan untuk mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapi.

Hasil survei PISA tahun 2009, menyatakan bahwa prestasi belajar matematika siswa SMP di Indonesia berada pada peringkat 61 dari 65 negara yang ikut berpartisipasi, dengan skor 397 dibawah rerata skor Internasional, yaitu 500.4 Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan hasil survei dari Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang memperlihatkan bahwa rerata

3

Albert A (ed.), The Roles of Representation in School of Mathematics. (tt.p : NCTM, 2001), p.x

4

(22)

kemampuan matematika siswa SMP di Indonesia pada tahun 2007 adalah 397, sedangkan pada tahun 2011 adalah 386.5 Hal ini menunjukan bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia masih berada pada level rendah.

Rendahnya prestasi matematika siswa Indonesia dalam survei PISA dan TIMSS sangat mengkhawatirkan. Apabila diamati, salah satu penyebab rendahnya

prestasi belajar siswa Indonesia dalam TIMSS disebabkan perbedaan domain kognitif yang diterapkan dalam proses pembelajaran matematika di Indonesia. Domain kognitif yang diukur dalam TIMSS, meliputi pengetahuan (knowing), penerapan (applying) dan penalaran (reasoning), sedangkan domain kognitif yang biasanya dikembangkan pada pembelajaran matematika di Indonesia baru sampai pada level pengetahuan dan penerapan. Perbedaan inilah yang menjadi salah satu penyebab sulitnya siswa Indonesia menjawab soal penalaran yang terdapat pada soal yang diberikan TIMSS.

Berdasarkan hasil survei TIMSS, kemampuan penalaran siswa Indonesia hanya mencapai 17%.6 Keadaan ini terlihat dari sedikitnya siswa yang dapat menyelesaikan soal penalaran. Salah satunya, ketika siswa mengerjakan soal penalaran pada materi pecahan, seperti berikut :

Contoh soal:

1. P dan Q adalah dua bilangan yang terletak pada garis bilangan dibawah ini:

Jika P x Q = N , dimanakan letak N yang ditunjukan pada garis bilangan ?

5R.Rosnawati, “Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP Indonesia pada TIMSS 2011”, Prosiding Seminar Nasonal, Yogyakarta, 18 Mei 2013, h. M-2

6Ibid. A

B

C

(23)

Berdasarkan hasil pekerjaan peserta didik Indonesia, untuk soal tersebut hanya 10,1% siswa yang dapat menjawab soal dengan tepat.7 Dari hasil tersebut, dapat diindikasikan bahwa masih banyaknya siswa yang kurang memahami soal ataupun konsep dari pecahan dan garis bilangan itu sendiri. Siswa masih mengalami kesulitan untuk memperkirakan nilai P dan Q dari garis bilangan tersebut, serta kurangnya pemahaman konsep siswa dalam menyelesaikan perkalian dua pecahan. Selain itu, rendahnya kemampuan representasi matematis siswa juga merupakan salah satu faktor penyebab hal tersebut terjadi, karena kemungkinan siswa hanya menebak jawaban dalam menyelesaikan soal. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Rosnawati, bahwa salah satu penyebab kekeliruan yang dibuat siswa pada masalah tersebut terjadi dikarenakan pengalaman peserta didik dalam pembelajaran sebelumnya sangat sedikit menerima berbagai macam representasi persoalan pecahan, khususnya representasi perkalian pecahan.8 Guru biasanya hanya menjelaskan cara mengitung penjumlahan, pengurangan, perkalian ataupun pembagian pecahan tanpa mengembangkan kemampuan representasi siswa baik ketika menjelaskan konsep ataupun menyelesaikan soal.

Keadaan yang sama juga terjadi pada saat pra-penelitian disalah satu SMP di Jakarta Selatan pada kelas VIII. Dalam kegiatan pembelajaran guru kurang memperhatikan pengembangan kemampuan representasi matematis siswa sehingga siswa mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada soal matematika yang menguji kemampuan representasi Hasil pra-penelitian menunjukkan rendahnya kemampuan representasi matematis siswa. Keadaan tersebut terlihat dari beberapa indikator representasi matematis yang diujikan, rata-rata kurang dari 33% siswa yang mendapat skor baik.

Apabila diamati, salah satu penyebab rendahnya kemampuan representasi matematis siswa terletak pada faktor pendekatan pembelajaran atau penggunaan strategi, metode, teknik mengajar yang belum tepat. Selama ini pembelajaran yang sering digunakan guru dikelas adalah strategi ekspositori, dimana pada

7Ibid., h.M-3.

8

(24)

pembelajaran tersebut guru lebih aktif dibandingkan dengan siswa. Guru menerangkan materi dengan metode ceramah, kemudian siswa mendengarkan, mencatat, menjawab pertanyaan dan mengerjakan soal yang diberikan guru. Hal inilah yang menyebabkan siswa sulit untuk mengembangkan kemampuan representasi mereka.

Secara umum, setiap siswa mempunyai cara yang berbeda untuk mengkonstruksikan pengetahuannya. Untuk itu pembelajaran aktif sangat diperlukan bagi siswa, karena dengan pembelajaran aktif, siswa diberi kesempatan untuk mencoba berbagai macam representasi agar dapat membangun pemahaman konsep atau pemecahan masalah sesuai dengan pengetahuan mereka. Siswa tidak lagi hanya mengikuti langkah-langkah guru dalam memahami konsep ataupun menyelesaikan masalah yang ada, tetapi siswa juga dapat membuat representasi agar mereka lebih mudah memahami suatu materi ataupun dalam menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, perlu diterapkan suatu pendekatan yang dapat mengaktifkan siswa secara keseluruhan, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan dirinya, khususnya kemampuan representasi matematis.

Sebagaimana yang dikatakan Sabandar dkk, bahwa untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis, bisa dilakukan guru melalui proses penemuan kembali dengan menggunakan konsep matematisasi horizontal dan vertikal. Konsep matematisasi horizontal berupa pengidentifikasian, pemvisualisasian masalah melalui sketsa atau gambar yang telah dikenal siswa. Sedangkan, konsep matematisasi vertikal berupa representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematika, penggunaan model-model yang berbeda dan menggeneralisasikan.9

Berdasarkan penjelasan diatas, salah satu pembelajaran yang sesuai dengan uraian tersebut adalah pendekatan model eliciting activities (MEAs). Menurut Werner, “Model eliciting activities , as their name implies, are problem solving activities that elicit a model”.10 Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa

9

Jaenudin, “Pengaruh Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP”, UPI Bandung, Bandung, 2010, h. 3, tidak diplubikasikan.

10

Werner Blum, et al., Modelling and Aplicationsin Mathematics Education.

(25)

MEAs adalah suatu kegiatan menyelesaikan masalah dengan membuat (membangun) suatu model. Dalam pendekatan MEAs, siswa akan mencari solusi dari suatu masalah dengan membuat suatu model matematika yang telah beberapa kali diperbaiki. Untuk solusi akhir, siswa tidak hanya mengembangkan model tetapi juga mengembangkan konsep dan sistem konseptual yang meliputi model tersebut.

Dalam membuat model, siswa memerlukan representasi matematis tentang komponen spesifik dari masalah yang ada dan hubungan diantara komponen-komponen tersebut. Keadaan ini yang nantinya diharapkan akan memacu siswa untuk membuat berbagai representasi matematis dalam menghasilkan suatu model penyelesaiaan masalah yang paling efektif dan efisien. Sehubungan dengan itu, maka pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan MEAs dapat dikaitkan dengan kemampuan representasi matematis. Berdasarkan hal tersebut, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs) Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Rendahnya hasil belajar matematika siswa

2. Domain kognitif pembelajaran matematika baru sampai pada level pengetahuan (knowing) dan penerapan (applying)

3. Representasi matematik hanya dijadikan pelengkap dalam penyampaian materi

4. Siswa sulit merepresentasikan ide atau gagasan matematik yang mereka miliki.

5. Rendahnya kemampuan representasi matematis siswa

(26)

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka permasalahan ini dibatasi pada:

1. Penelitian ini akan meneliti kemampuan representasi matematis siswa yang dibatasi hanya pada aspek kemampuan representasi eksternal matematis.

2. Penelitian ini menggunakan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs). 3. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 178

Jakarta Selatan.

4. Materi yang disampaikan adalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi dan dibatasi sebagaimana diatas, maka perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran model eliciting activities (MEAs) ? 2. Bagaimana kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan

dengan pendekatan pembelajaran konvesional ?

3. Apakah kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran model eliciting activities (MEAs) lebih tinggi daripada kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran konvesional?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran model eliciting activities (MEAs).

(27)

3.Menganalisis perbedaan kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran model eliciting activities (MEAs) dan siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran konvesional.

F. ManfaatPenelitian a) Bagi Peneliti

Sebagai pedoman sekaligus penambah pengetahuan tentang pendekatan pembelajaran matematika yang baik dalam mempersiapkan diri menjadi seorang pendidik profesional.

b) Bagi Guru

Pembelajaran MEAs dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam memilih variasi pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika khususnya dalam meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa serta menjadikan proses belajar mengajar lebih efektif dan efisien.

c) Bagi Siswa

Pembelajaran MEAs membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dan dapat mengembangkan kemampuan representasi matematis siswa. d) Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai perbaikan kualitas sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut khususnya pendidikan matematika.

e) Bagi peneliti selanjutnya

(28)

10

A. Deskripsi Teoritik

1) Kemampuan Representasi Matematis

Dalam NCTM (2000) terdapat lima standar proses pembelajaran matematika yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu problem solving, reasoning and proof, communication, connections and representation.1 Hal tersebut memperlihatkan bahwa representasi merupakan salah satu standar kemampuan yang harus ada dalam proses pembelajaran matematika. Menurut Davis, dkk sebuah representasi dapat berupa kombinasi dari sesuatu yang tertulis diatas kertas, sesuatu yang eksis dalam bentuk obyek fisik dan sususan ide-ide yang terkontruksi didalam pikiran seseorang.2 Dari pernyataan tersebut, dapat diartikan, bahwa representasi adalah hasil dari ide atau gagasan dari pemikiran seseorang dalam bentuk tulisan sesuai dengan pemahaman dalam diri orang tersebut.

Lyn menyatakan, “a representation is a configuration that can represent something else in some manner. For example, a word can represent a real-life

object, a numeral can represent the cardinality of a set, or the same numeral

can represent a position on a number line”.3 Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa sebuah representasi adalah konfigurasi yang dapat mewakili sesuatu dengan beberapa cara. Sebagai contoh, sebuah kata dapat mewakili objek kehidupan nyata, angka bisa mewakili kardinalitas himpunan, atau urutan angka yang sama dapat mewakili posisi pada garis bilangan.

Menurut Kaput (1987) representasi merupakan suatu cara yang digunakan oleh seseorang (siswa) untuk mengatur dan memahami situasi-situasi yang

1

Mary M, et al., Mathematics Methods for Elementry and a Middle School Teachers. (Amerika: John Wiley& Sons, Inc., 2007), p.7

2

Kartini, “Peranan Representasi Dalam Pembelajaran Matematika”, Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNRI

, Desember 2009, h. 362 3

(29)

dihadapi, dan representasi situasi matematika merupakan penggambaran relasi dan operasi-operasi dalam situasi matematika.4 Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa representasi matematik merupakan ide/gagasan matematika (penggambaran relasi dan operasi matematika) yang dihasilkan dari proses pemikiran siswa dan diungkapkan dalam bentuk tulisan sebagai model atau bentuk pengganti yang mewakili bentuk lain dari suatu situasi masalah yang sedang dihadapi untuk memahami dan menemukan solusi dari masalah tersebut.

Menurut coxfoard (1995) representasi merupakan salah satu proses yang dipandang penting dalam kurikulum matematika dari sekolah dasar sampai dengan pendidikan tinggi.5 Hal ini terlihat dari proses pembelajaran matematika yang terjadi dikelas-kelas biasanya diawali dengan membangun representasi konkrit oleh guru dan siswa yang diikuti dengan representasi bergambar dan abstrak. Standar representasi NCTM menyebutkan bahwa, program pembelajaran matematika dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12, harus memungkinkan siswa untuk:6

1.Membuat dan menggunakan representasi untuk mengorganisir, mencatat dan mengkomunikasikan ide-ide matematika.

2.Memilih, menerapkan dan menerjemahkan representasi matematik untuk memecahkan masalah.

3.Menggunakan representasi untuk memodelkan dan mengiterpretasikan kejadian fisik, sosial ataupun matematika.

Kemampuan representasi adalah kemampuan menggambarkan ide atau gagasan matematika dalam berbagai cara baik untuk memahami konsep ataupun memecahkan masalah matematika. Hiebert dan Cerpenter berpendapat bahwa belajar untuk memperoleh pemahaman akan mungkin terjadi jika konsep,

4 Romal Ijudin dan Agung Hartoyo, “Mode Representasi Yang Digunakan Siswa SMP Ketika Belajar Persamaan Linier Dalam Pembelajaran Matematika Realistik”, Penelitian Dosen Musa Universitas Tanjungpura, Maret 2008, h.14, tidak dipulikasikan.

5Ibid, h.17

6 Miriam Amit, “Multiple Representations in 8THGrade Algebra Lessons: Are Learners Really Getting It”, Proceedings of the 29th Conference of International Grup For The Psychology

(30)

pengetahuan, rumus dan prinsip menjadi bagian dari jaringan representasi seseorang.7 Pada dasarnya, representasi tidak hanya bertujuan menghasilkan produk matematik baru, tetapi juga melibatkan proses berpikir dalam menghasilkan produk baru tersebut. Proses berpikir yang dilakukan yaitu dengan memahami konsep, operasi ataupun hubungan matematik pembentuk produk tersebut.

Secara umum, representasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu representasi internal dan representasi eksternal.

Menurut Albert, “External representations are the representations we can easily communicate to other people: they are the marks on the paper, the

drawings, the geometry sketches, and the equations. Internal

representations are the images we create in our minds for mathematical objects and processes”.8

Dari penjelasan Albert dapat diartikan bahwa representasi eksternal adalah representasi dimana kita dapat berkomunikasi secara mudah kepada orang lain dengan membuat tulisan (simbol tertulis), gambar, sketsa geometri ataupun persamaan. Sedangkan, representasi internal adalah gambaran dalam mengkreasikan pemikiran kita terhadap objek dan proses matematika.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa representasi internal adalah proses berpikir seseorang dalam menghasilkan suatu gagasan atau ide-ide matematik yang akan digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah. Sedangkan, representasi eksternal adalah suatu cara mengkomunikasikan perwujudan dari pemikiran seseorang yang diungkapkan melalui berbagai media representasi dalam bentuk tulisan berupa kata-kata, grafik, simbol, tabel, diagram, persamaan dsb, untuk menyelesaikan suatu masalah matematika.

Representasi internal tidak dapat diamati secara langsung dengan menggunakan indera penglihatan karena berlangsung secara mental dalam otak.

7

Bambang Hudiono, “Peranan Representasi Dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Pada Materi Persamaan Garis”, Didaktika, vol.9 no.1, Januari 2008, h.58

(31)

Tetapi representasi internal seseorang dapat diduga berdasarkan representasi eksternal yang dihasilkan, misalnya melalui ucapan dan kata-kata (lisan) ataupun melalui tindakan dan tulisan (simbol, grafik, tabel, diagram dsb). Dari hal tersebut dapat dikatakan adanya hubungan timbal balik antara representasi internal dan eksternal dalam diri seseorang (siswa) ketika menyelesaikan suatu masalah. Secara sederhana, Goldin dan Kaput (1996) menggambarkan interaksi representasi intenal dan eksternal seperti berikut :9

[image:31.595.218.432.257.418.2]

Interaksi

Gambar 2.1

Interaksi Representasi Internal dan Representasi eksternal

Mayer mengkaitkan kemampuan representasi seseorang berdasarkan proses kognisi yang terjadi pada memori kerja. Menurut Mayer, terdapat tiga unsur representasi yang saling berkaitan, yaitu visual, verbal dan referensi.10 Sejalan dengan itu, Lesh, Post dan Behr membagi representasi kedalam lima jenis, yaitu representasi objek dunia nyata, representasi konkret, representasi simbol aritmatika, representasi bahasa lisan atau verbal dan representasi gambar atau grafik.11

Berdasarkan hal diatas, dapat dijelaskan bahwa kemampuan representasi verbal adalah kemampuan menerjemahkan hal-hal yang diselidiki dan hubungannya dengan masalah matematika yang dihadapi kedalam kata-kata atau bahasa. Kemampuan representasi visual (gambar atau grafik) adalah kemampuan menerjemahkan masalah matematik menjadi tabel, gambar ataupun

9

Romal Ijudin, op.cit., h.23 10

Bambang Hudiono, “Pembudayaan Pendekatan Open-Ended Problem Solving Dalam Pengembangan Daya Representasi Matematik Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama”, Jurnal

Pendidikan Dasar , vol.9 no.1, Maret 2008, h. 24 11

Kartini, op.cit., h.366

Representasi Mental –

Internal

Representasi Fisik –

(32)

grafik. Kemampuan referensi dimaksudkan sebagai kemampuan menerjemahkan masalah yang bersumber dari dunia nyata dan hal yang sifatnya konkret kedalam representasi rumus aritmatika. Sedangkan, kemampuan representasi verbal adalah kemampuan menerjemahkan sifat-sifat yang di selidiki dan hubungannya dalam masalah matematika ke dalam representasi verbal atau bahasa.

Dari beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa representasi dapat digolongkan menjadi (1) representasi visual (gambar, diagram, grafik atau tabel), (2) representasi persamaan atau ekspresi (pernyataan matematik/notasi matematik, numerik/simbol aljabar) dan juga (3) representasi verbal (kata-kata/bahasa sehari-hari atau bahasa simbol). Ketiga bentuk representasi tersebut saling berinteraksi satu sama lain. Lesh dan Doer menerjemahkan proses perwujudan suatu sistem konseptual ke berbagai bentuk representasi eksternal seperti pada gambar berikut: 12

Gambar 2.2

Meanings Of Conceptual System Are Distributed Across A Variety Of

Representational Media

12

(33)

Berikut akan disajikan suatu contoh soal, dimana dari soal tersebut akan memperlihatkan interaksi berbagai bentuk representasi dalam menyelesaikan masalah sebagai berikut:

1. Pak ijul adalah seorang petani yang hebat didesanya. Beliau mempunyai sebidang sawah yang berbentuk persegi panjang. Lebar sawah pak ijul adalah x meter, sedangkan panjangnya 3 meter lebih dari 2 kali lebarnya. Jika keliling sawah beliau adalah 78 meter, maka tentukanlah panjang dan lebar sawah pak ijul.

Penyelesaiaan:

Dik: Ada sawah berbentuk persegi panjang, dengan lebar x cm dan panjang 3 meter lebih dari 2 kali lebarnya, keliling sawah 78 meter

Dit: Panjang sawah dan Lebar sawah (Representasi persamaan / ekspresi)

Misalkan:

 lebar sawah = l & panjang sawah= p

l = x meter ,

 panjang sawah 3 meter lebih dari 2 kali lebarnya, maka p = (2x+3) meter (Representasi visual)

Bila digambar:

(2x+3) m

(x) m Jawab :

Keliling persegi panjang = 2 X (p+l)

78 = 2 X {(2x+3)+x} (subsitusikan p dan l ) 78 = 2 X (3x+3)

78 = 6x +6 78 - 6 = 6x +6-6 72 = 6x

12 = x

Kembali ke persamaan awal, dimana l = x meter, maka l = 12 meter p = (2x + 3)

= {2(12) + 3} = 24 + 3 = 27 meter

(34)

(Representasi verbal)

Dari perhitungan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sawah pak ijul memiliki lebar

12 meter dan panjang 27 meter.

Secara lebih rinci, Mudzakir (2006) menguraikan ketiga representasi tersebut kedalam bentuk- bentuk operasional berikut :13

Tabel 2.1

Bentuk-Bentuk Operasional Representasi Matematis (Mudzakir 2006)

No Representasi Bentuk-bentuk Operasional

1. Visual :

[image:34.595.129.499.251.700.2]

a. Diagram,

grafik atau

tabel

b. Gambar

 Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke representasi diagram, grafik atau tabel.

 Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah

 Membuat gambar pola-pola geometri

 Membuat gambar bangun geometri untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya

2. Persamaan atau ekspresi matematik

 Membuat persamaan atau model

matematis dari representasi lain yang diberikan

 Membuat konjektur dari suatu pola bilangan

 Penyelesaian masalah dengan melibatkan representasi matematis

3. Kata-kata atau teks tertulis

 Membuat situasi masalah berdasarkan data atau representasi yang diberikan

 Menulis interprestasi dari suatu representasi

 Menuliskan langkah–langkah

penyelesaiaan masalah matematis dengan kata-kata

 Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu representasi yang disajikan

 Menjawab soal dengan menggunakan kata-kata atau teks tertulis.

13

(35)

Berdasarkan uraiaan diatas, maka disimpulkan bahwa indikator kemampuan representasi matematik yang akan digunakan dalam penelitian ini, meliputi:

1.Representasi visual berupa diagram, grafik atau tabel, meliputi :

a.Menggunakan grafik untuk menyelesaikan masalah sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV)

2.Persamaan atau ekspresi matematis, meliputi :

a.Membuat sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) dari grafik yang diberikan

b.Menyelesaikan masalah dengan menggunakan sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV)

3.Kata-kata atau teks tertulis, meliputi :

a.Menjawab atau menyimpulkan masalah SPLDV dengan menggunakan kata-kata teks tertulis.

2)Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs) a)Pengertian Model Eliciting Activities (MEAs)

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan dan melatari metode pembelajaran dengan cangkupan teoritis tertentu.14 Dari hal tersebut, terlihat bahwa pendekatan masih bersifat umum, karena dalam penerapannya pendekatan akan menggunakan beberapa metode dan strategi pembelajaran, seperti metode diskusi, problem solving, latihan , ceramah dsb.

Menurut Sanjaya, pendekatan pembelajaran terdiri dari dua jenis, yaitu pendekatan yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan pendekatan yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher

centered approach).15 Pada umumnya, pendekatan pembelajaran yang berpusat

14

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h.127

15

(36)

pada siswa lebih efektif dibanding dengan pendekatan yang berpusat pada guru, karena siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran.

Lesh dan Doerr mengatakan bahwa “Model eliciting activities (MEAs) are derived from a models and modelling prespective on problem solving in

mathematics, science, and engineering education and provide students with a

future-oriented approach to learning”.16 Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa model elciting Activities (MEAs) adalah kegiatan membuat (membangun) model atau perspektif pemodelan untuk pemecahan masalah dalam pendidikan matematika, ilmu pengetahuan dan teknik dengan pendekatan pembelajaran yang berorientasi masa depan. Melalui MEAs, siswa berulang kali mengungkapkan, menguji dan memperbaiki atau merevisi cara berpikir mereka untuk menghasilkan sebuah model yang terstruktur dan paling efektif dan efisien untuk memecahkan masalah yang diberikan.

MEAs terbentuk pada pertengahan tahun 1970-an oleh Dr.Lesh dan Lamon, pendidik matematika yang berasal dari Amerika dan Australia. Menurut Scott, pendiri MEAs memiliki dua tujuan dalam membuat MEAs yaitu, first, MEAs would encorage students to create mathematical models to solve complex problems, just as applied methematicians do in the real world

(Lesh & Doer). Second, MEAs were designed to enable researchers to investigate students mathematical thingking (NCTM).17 Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa model eliciting activities (MEAs) ini bertujuan mendorong siswa untuk berkreasi membuat (membangun) model matematika untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan kehidupan nyata dan memungkinkan peneliti untuk meneliti kemampuan berpikir siswa. Jadi, melalui MEAs ini diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan matematik dalam dirinya.

16

Myinth Swe Khine , et al, Model and Modeling Cognitive Tools For Scientific Enquiry. ( Australia: Springer Science, 2011) , p. 175

17

(37)

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Pendekatan MEAs adalah pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa agar menghasilkan suatu model yang paling efektif dan efisien dalam menyelesaikan suatu masalah matematika. Untuk menilai produktivitas kegiatan model eliciting activities (MEAs), kriteria yang paling penting untuk diingat adalah ketika siswa bekerja,

siswa harus mengungkapkan secara jelas pengembangan konstruksi (model konseptual) yang mereka buat baik dari sudut pandang matematika maupun dari sudut pandang praktis. Untuk itu masalah yang terdapat pada Model Eliciting Activities dirancang untuk mengungkapkan pemikiran siswa.

Perkembangan masalah dalam MEAs dipandu oleh enam prinsip (Diefes-Dux, Hjalmarson,Miller,&Lesh, 2008), yaitu :18

a. The Model Construction Principle (Prinsip Konstruksi Model)

Prinsip ini menjelaskan bahwa model yang dibuat siswa harus matematis dan ilmiah artinya siswa harus fokus pada karakteristik struktural yang mendasari terciptanya model tersebut. Siswa harus dapat memahami elemen, hubungan dan operasi antar elemen, serta pola aturan yang mengatur hubungan antar elemen pembentuk model tersebut.

b. The Reality Principle (Prinsip Realita)

Prinsip ini menjelaskan bahwa masalah yang ada dalam MEAs sebaiknya relevan atau mencerminkan situasi kehidupan nyata serta membangun pengetahuan dan pengalaman siswa. Karena kegiatan pemodelan yang demikian tidak hanya berfungsi dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika saja, tetapi juga membantu siswa menghubungkan pembelajaran matematika mereka dengan disiplin ilmu lain baik ilmiah, sosial, dan lingkungan.

c. The Self-Assessment Principle (Prinsip Penilaiaan Diri)

Menurut prinsip ini, siswa harus diberikan kriteria yang cukup untuk menentukan apakah model terakhir mereka adalah salah satu yang efektif dan

(38)

memadai dalam menghadapi situasi masalah yang diberikan. Kriteria tersebut juga memungkinkan siswa untuk menilai dan merevisi model mereka saat mereka bekerja menyelesaikan masalah tersebut.

d. The Model Documentation Principle (Prinsip Konstruksi Dokumen)

Prinsip ini menjelaskan bahwa siswa harus mampu untuk mengungkapkan

dan mendokumentasikan proses berpikir mereka dalam membangun model. Dalam hal ini biasanya siswa akan membuat representasi seperti daftar, tabel, grafik, diagram, gambar dsb, agar dapat mengungkapkan asumsi, tujuan dan solusi untuk menyelesaikan sebuah masalah. Selain itu, model yang di bangun siswa perlu melibatkan lebih dari jawaban singkat seperti deskripsi dan penjelasan dari langkah-langkah yang diambil siswa dalam membangun model mereka harus dimasukkan.

e. The Construct Shareability and Reusability Principle

Prinsip ini menjelaskan model yang dihasilkan siswa harus berlaku untuk masalah dalam situasi terkait lainnya. Dalam menciptakan suatu model, siswa harus memikirkan bahwa model yang dihasilkannya akan dapat digunakan dan dimodifkasi kembali pada saat menghadapi masalah serupa. Untuk, dapat menilai apakah model tersebut bersifat generalisasi, biasanya guru melakukan diskusi antar siswa untuk membicarakan kelebihan dan kelemahan model yang dihasilkan.

f. The Effective Prototype Principle

Prinsip ini menjelaskan bahwa model yang dihasilkan siswa harus dapat di pahami atau di interpretasikan oleh orang lain. Hal ini, akan memacu daya kreatifitas , penalaran dan koneksi matematik siswa agar dapat membuat suatu model yang efektif, efisien serta dapat dengan mudah di pahami oleh orang lain.

b) Tahap Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs) MEAs adalah suatu pendekatan pembelajaran yang mendorong siswa

(39)

relathionships among elements; (c) operations that describe how the elements

interact; and (d) patterns or rules, such as symmetry, commutativy, or

transitivity, that apply to the relationships and operations”.19 Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa sebuah model adalah sebuah sistem yang terdiri dari unsur, hubungan antara unsur-unsur, operasi yang menggambarkan bagaimana unsur-unsur berinteraksi, dan pola atau aturan, seperti simetri, komutatif, atau transitivitas, yang berlaku untuk hubungan dan operasi. Namun, tidak semua sistem berfungsi sebagai model. Untuk menjadi model, sistem harus digunakan untuk menggambarkan, memahami, menjelaskan atau memprediksi sistem lain.

Dalam membuat suatu model banyak upaya atau tahapan yang harus dilalui sebelum sampai pada hasil akhir. Tiap tahap memerlukan pengertian yang mendalam tentang konsep, teknik, pemikiran kritis, kreatifitas, serta pembuatan keputusan. Dalam proses penentuan model matematika atau sering disebut pemodelan secara umum ada beberapa tahap yang dapat dilakukan, yaitu:20

Gambar 2.3

The Mathematical Modeling Cycle

19Ibid., h.609

(40)

Dari gambar tersebut dapat kita lihat ada beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan pemodel (siswa) dalam membangun model atau pemodelan matematik. Pada awalnya siswa akan diberikan permasalahan (soal) yang berkaitan dengan kehidupan nyata. Lalu siswa mengidentifikasi masalah tersebut dengan mengenali variabel- variabel yang relevan, menyederhanakan daftar variabel dan menyaring pertanyaan untuk menentukan bentuk jawaban. Selanjutnya, dengan menggunakan representasi matematik yang mereka miliki, siswa akan mencari hubungan antar variabel yang terdapat pada suatu masalah untuk membangun suatu model matematik.

Apabila model sudah terbentuk, hal yang kemudian dilakukan siswa adalah menemukan suatu produk matematika dengan cara melakukan beberapa manipulasi model seperti membuat persamaan, hubungan grafik meramalkan kemungkinan yang terjadi dsb. Produk matematika yang telah terbentuk kemudian di translasi kepada permasalahan yang ada, sehingga menghasilkan pengetahuan baru. Pengetahuan baru tersebut nantinya akan di analisis dengan cara membandingkan dan mengujinya dengan pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya.

Pembentukan model matematik dari suatu masalah dengan langkah-langkah yang telah disebutkan di atas masih terlalu umum dan luas untuk diterapkan. Proses pemodelan dalam matematika lebih sederhana dan jelas diterangkan dalam NCTM. Adapun tahap-tahap dasar dalam proses pemodelan menurut NCTM, meliputi :21

1. Mengidentifikasi dan menyederhanakan situasi masalah dunia nyata. Pada tahap ini siswa akan mengidentifikasi masalah yang ada dalam dunia nyata untuk menetapkan sistem apa yang digunakan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Hal tersebut dilakukan dengan membaca masalah dengan cermat, menulis informasi yang diketahui dan belum diketahui atau dicari serta mengabaikan informasi yang kurang penting.

21

(41)

2. Membangun model matematis. Dalam membangun model matematik siswa akan membuat representasi matematis tentang komponen spesifik dari masalah dan hubungan diantara mereka. Siswa akan menggunakan variabel, simbolik ataupun notasi untuk menyatakan apa yang dicari dan diketahui, lalu mengkonstruksikanya kedalam diagram, bagan, tabel, ataupun grafik untuk memudahkan atau menentukan hubungan matematis yang ada antara unsur-unsur dan variabel yang diketahui. Keadaan ini yang akan mendorong siswa membuat model matematika yang dicari dalam bentuk persamaan, pertidaksamaan atau sistem persamaan.

3. Mentransformasi dan memecahkan model. Dalam pemodelan siswa berusaha untuk mencari model yang sesuai tetapi sederhana. Oleh karena itu, pada tahap ini siswa akan menganalisis dan memanipulasi model agar model tersebut dapat menyelesaikan masalah yang ada. Jika model tersebut belum bisa terpecahkan maka siswa dapat menyederhanakan atau merevisi model tersebut.

4. Menginterprestasi model. Setelah model tervalidasi dan dianggap sudah memadai, siswa akan mengembalikan model matematika yang sudah terkontruksi kepada masalah yang spesifik (terformula).

(42)

1. Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok yang masing-masing kelompok yang terdiri dari 3-4 orang siswa.

2. Setiap kelompok diberikan LKS yang telah disusun berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran pendekatan model eliciting activities (MEAs) dan menuntut pengerjaannya menggunakan pendekatan MEAs. Berikut langkah-langkah dalam LKS:

a. Tuliskan apa yang diketahui pada permasalahan b. Tuliskan apa yang ditanyakan pada permasalahan

c. Buatlah model matematik yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut

d. Tentukan penyelesaiaan model matematik yang telah dibuat.

e. Selesaikan permasalahan pada soal dengan model matematik yang telah dibuat.

3. Siswa menyelesaikan masalah yang diberikan dengan cara berdiskusi dalam kelompok (diskusi kelompok). Sedangkan guru berkeliling kelas menuntun siswa dalam mengoreksi kesalahan yang di buatnya

4. Perwakilan siswa dari beberapa kelompok (kelompok dengan jawaban berbeda) mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas.

5. Siswa atau kelompok lain diberi kesempatan untuk menanggapi hasil presentasi temannya (diskusi kelas). Dalam hal ini guru menjadi fasilitator jalannya diskusi dan memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai hasil kerja siswa.

3)Pendekatan Pembelajaran Konvensional

(43)

ekspositori adalah dimana guru lebih banyak bertutur di dalam kelas sedangkan siswa hanya menyimak penjelasan guru22.

Pada metode ekspositori umumnya lebih mengutamakan hafalan dari pada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil dari pada proses, dan pengajaran berpusat pada guru. Dalam pembelajaran matematika, metode ini hanya menekankan kepada siswa menghafal rumus-rumus tanpa mengetahui darimana rumus-rumus tersebut diperoleh. Hal ini berakibat pada penguasaan siswa terhadap konsep matematika cenderung bersumber dari hafalan bukan pemahaman.

Langkah-langkah pembelajaran dengan metode ekspositori dapat dirinci sebagai berikut23 :

a) Persiapan, dalam tahap ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran.

b)Penyajian, dalam tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru berusaha semaksimal mungkin agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa.

c) Korelasi, dalam tahap ini guru menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa untuk memberikan makna terhadap materi pembelajaran.

d)Menyimpulkan, adalah tahapan memahami inti dari materi pembelajaran yang disajikan.

e) Mengaplikasikan, merupakan tahapan unjuk kemampuan siswa setelah menyimak penjelasan dari guru.

Pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru yang berarti peran guru sangat dominan dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran ekspositori, materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan sendiri konsep dari materi yang sedang dipelajari. Begitu juga dengan memberikan relevansi

22

Sanjaya, op.cit., h. 178 23

(44)

materi dalam kehidupan sehari-hari dilakukan sebagai kegiatan tambahan bukan suatu keharusan.

Pada dasarnya, tujuan pembelajaran bukan hanya sekedar akumulasi pengetahuan akan tetapi bagaimana pengetahuan yang telah diperoleh siswa dalam pembelajaran tersebut mampu diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu metode ekspositori yang lebih menekankan pada pengumpulan fakta atau konsep tidak lagi relevan untuk diterapkan disebabkan banyaknya kelemahan-kelemahan yang terdapat didalamnya antara lain, yaitu proses pembelajaran bersifat statis dan komunikasi berjalan searah, siswa menjadi pasif dan tidak dapat mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan matematis mereka khususnya kemampuan representasi yang pada akhirnya akan berdampak pada kualitas hasil pembelajaran matematis.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

a) Yanto Permana (2010) dengan judul penelitian “Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model Eliciting Activities”. Penelitian ini meneliti pengaruh pendekatan model eliciting activities (MEAs), kluster sekolah dan KAM terhadap kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis. Salah satu hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan MEAs lebih baik daripada yang menggunakan cara konvesional. Hal tersebut diindikasikan karena siswa kelas MEAs mengkomunikasikan konsep matematikanya dengan menggunakan representasi model matematika yang akurat berdasarkan budaya atau kultur sehari-hari sehingga konsep yang kompleks dan abstrak menjadi lebih konkrit dan mudah dipahami karena disajikan dalam konteks yang telah dikenal siswa.

(45)

beberapa kelompok untuk berdiskusi menyelesaikan LKS yang telah disusun dan menuntut pengerjaannya menggunakan pendekatan model eliciting activities (MEAs). Setelah selesai mengerjakan setiap perwakilan kelompok

mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Proses pembelajaran pun diakhiri dengan diskusi kelas. Penelitian ini menunjukan bahwa kemampuan komunikasi siswa meningkat setelah memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran model eliciting activities (MEAs). Siswa merasa dengan pendekatan model eliciting activities (MEAs) materi mudah dipahami sehingga mereka terlihat antusias dan aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.

c) Bambang Avip (2012) dengan judul penelitian “Peningkatan Kemampuan Berpikir Statistis Mahasiswa S1 Melalui Pembelajaran MEAs yang Dimodifikasi”. Penelitian ini memodifikasi MEAs yang telah dikembangkan Garfield, delMas & Zieffler yang semula hanya untuk siswa sekolah menengah menjadi untuk mahasiswa dan memasukan Didactical Design Research (DDR) pada saat pembuatan bahan ajar. Strategi pembelajaran MEAs yang dimodifikasi pada penelitian ini bersifat individu, kelompok maupun kelas. Pada penelitian ini, mahasiwa awalnya memahami masalah kontekstual yang bersifat open-ended secara individual, lalu mahasiswa memecahkan pertanyaan yang diajukan dosen dalam tim (3-4 orang). Setelah selesai mengerjakan permasalahan, dosen memeriksa sepintas dan meminta kepada beberapa tim yang jawabannya berbeda untuk mempresentasikan jawabannya di depan kelas. Proses pembelajaran diakhiri dengan diskusi kelas dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukan kemampuan berpikir statis mahasiswa menggunakan MEAs yang dimodifikasi lebih optimal dibandingkan dengan pembelajaran konvesional.

(46)

siklus pertama siswa lebih mudah menguasai kemampuan visual seperti membuat grafik, tabel dan diagram dibandingkan dengan kemampuan ekspresi matematik. Namun setelah dilakukan siklus kedua dan ketiga kemampuan matematik siswa pada semua indikator mengalami peningkatan. Hal ini menunjukan bahwa pendekatan realistik yang mengutamakan kejadian real (kehidupan nyata) dapat meningkatan kemampuan representasi

C. Kerangka Berpikir

Gambar 2.4

Kerangka Berpikir Penelitian

Kemampuan Representasi Matematis Siswa Rendah

SOLUSI

Penerapan Pembelajaran dengan Menggunakan

Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs)

KESIMPULAN

Kemampuan Representasi Matematis Tinggi MASALAH

Representasi hanya dijadikan pelengkap dalam penyampaian materi

Siswa sulit merepresentasikan ide atau gagasan matematik yang mereka miliki Model Pendekatan yang

digunakan belum efektif

KEGIATAN MEAS

Mengidentifikasi situasi masalah dunia nyata

Mentransformasi dan memecahkan model Membangun model

matematik

(47)

Kemampuan representasi merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran matematika. Namun, pada kenyataannya masih banyak guru yang menganggap bahwa kemampuan representasi matematik ini hanya sebagai pelengkap materi yang diajarkan. Hal ini terlihat pada proses pembelajaran yang masih berpusat pada guru serta soal-soal yang diberikan kepada siswa yang biasanya lebih memfokuskan pada jawaban-jawaban singkat. Keadaan ini yang menyebabkan siswa sulit merepresentasikan ide atau gagasan matematis yang mereka miliki baik dalam memahami suatu konsep ataupun menyelesaikan masalah matematika.

Apabila diamati, salah satu penyebab rendahnya kemampuan representasi matematis siswa terletak pada faktor pendekatan pembelajaran atau penggunaan strategi, metode, teknik mengajar yang belum tepat. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan inovatif yang dapat meningkatkan kemampuan representasi metematis siswa, salah satunya adalah pendekatan Model elciting Activities (MEAs). Pendekatan MEAs adalah pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa agar menghasilkan suatu model yang paling efektif dan efisien dalam menyelesaikan suatu masalah matematika. Pendekatan pembelajaran model eliciting activities (MEAs) terdiri dari beberapa tahap yang diantaranya yaitu

mengidentifikasi dan menyederhanakan situasi masalah dunia nyata, membangun mode

Gambar

Gambar 2.1 Interaksi Representasi Internal dan Representasi eksternal
grafik atau
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Pengumuman Pemenang Nomor: 17-JAPER /POKJA.PA-TLW/I/2015, Tanggal 5 Januari 2015 Pengadaan Jasa Konsultansi Perencanaan Pembangunan Gedung Kantor

The Vibe substitute heat release rate is determined – as described above—by the three parameters start of combustion, combustion duration, and the shape parameter.

Model pembelajaran ini sendiri merupakan suatu bentuk dari rangkaian pendekatan, strategi, metode, teknik dan juga taktik Teknik Pembelajaran dapat diatikan sebagai

respons time rata-rata yang sama, yakni 0.5 second untuk setiap perintah isolasi atau buka isolasi. Pengujian dilakukan dalam rentang waktu dua bulan, Juli dan

In order to make the current generated by the source relatively immune to the disturbance of power source, the voltage to generate the current is fed from the

Dengan demikian, berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat simpulkan bahwa sampel merupakan bentuk kecil yang mewakili suatu populasi yang sifatnya harus benar-benar representatif

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Bagian

Rumusan kebijakan secara tepat yang dimaksud adalah rumusan bauran kebijakan yang sinergis/selaras, dalam arti tidak saling bertentangan/menegasikan satu sama lain