• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

2. Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs)

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan dan melatari metode pembelajaran dengan cangkupan teoritis tertentu.14 Dari hal tersebut, terlihat bahwa pendekatan masih bersifat umum, karena dalam penerapannya pendekatan akan menggunakan beberapa metode dan strategi pembelajaran, seperti metode diskusi, problem solving, latihan , ceramah dsb.

Menurut Sanjaya, pendekatan pembelajaran terdiri dari dua jenis, yaitu pendekatan yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan pendekatan yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).15 Pada umumnya, pendekatan pembelajaran yang berpusat

14

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h.127

15

pada siswa lebih efektif dibanding dengan pendekatan yang berpusat pada guru, karena siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran.

Lesh dan Doerr mengatakan bahwa “Model eliciting activities (MEAs) are derived from a models and modelling prespective on problem solving in mathematics, science, and engineering education and provide students with a future-oriented approach to learning”.16

Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa model elciting Activities (MEAs) adalah kegiatan membuat (membangun) model atau perspektif pemodelan untuk pemecahan masalah dalam pendidikan matematika, ilmu pengetahuan dan teknik dengan pendekatan pembelajaran yang berorientasi masa depan. Melalui MEAs, siswa berulang kali mengungkapkan, menguji dan memperbaiki atau merevisi cara berpikir mereka untuk menghasilkan sebuah model yang terstruktur dan paling efektif dan efisien untuk memecahkan masalah yang diberikan.

MEAs terbentuk pada pertengahan tahun 1970-an oleh Dr.Lesh dan Lamon, pendidik matematika yang berasal dari Amerika dan Australia. Menurut Scott, pendiri MEAs memiliki dua tujuan dalam membuat MEAs yaitu, first, MEAs would encorage students to create mathematical models to solve complex problems, just as applied methematicians do in the real world (Lesh & Doer). Second, MEAs were designed to enable researchers to investigate students mathematical thingking (NCTM).17 Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa model eliciting activities (MEAs) ini bertujuan mendorong siswa untuk berkreasi membuat (membangun) model matematika untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan kehidupan nyata dan memungkinkan peneliti untuk meneliti kemampuan berpikir siswa. Jadi, melalui MEAs ini diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan matematik dalam dirinya.

16

Myinth Swe Khine , et al, Model and Modeling Cognitive Tools For Scientific Enquiry. ( Australia: Springer Science, 2011) , p. 175

17

Scott A.Chamberlin, et al, “Model Elicing Activities as a Tool to Develop and Identify Creatively Giftes Mathematicians”, The Journal Of Secondary Gified Education, vol.XVII no.1, 2005, p. 37

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Pendekatan MEAs adalah pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa agar menghasilkan suatu model yang paling efektif dan efisien dalam menyelesaikan suatu masalah matematika. Untuk menilai produktivitas kegiatan model eliciting activities (MEAs), kriteria yang paling penting untuk diingat adalah ketika siswa bekerja, siswa harus mengungkapkan secara jelas pengembangan konstruksi (model konseptual) yang mereka buat baik dari sudut pandang matematika maupun dari sudut pandang praktis. Untuk itu masalah yang terdapat pada Model Eliciting Activities dirancang untuk mengungkapkan pemikiran siswa.

Perkembangan masalah dalam MEAs dipandu oleh enam prinsip (Diefes-Dux, Hjalmarson,Miller,&Lesh, 2008), yaitu :18

a. The Model Construction Principle (Prinsip Konstruksi Model)

Prinsip ini menjelaskan bahwa model yang dibuat siswa harus matematis dan ilmiah artinya siswa harus fokus pada karakteristik struktural yang mendasari terciptanya model tersebut. Siswa harus dapat memahami elemen, hubungan dan operasi antar elemen, serta pola aturan yang mengatur hubungan antar elemen pembentuk model tersebut.

b. The Reality Principle (Prinsip Realita)

Prinsip ini menjelaskan bahwa masalah yang ada dalam MEAs sebaiknya relevan atau mencerminkan situasi kehidupan nyata serta membangun pengetahuan dan pengalaman siswa. Karena kegiatan pemodelan yang demikian tidak hanya berfungsi dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika saja, tetapi juga membantu siswa menghubungkan pembelajaran matematika mereka dengan disiplin ilmu lain baik ilmiah, sosial, dan lingkungan.

c. The Self-Assessment Principle (Prinsip Penilaiaan Diri)

Menurut prinsip ini, siswa harus diberikan kriteria yang cukup untuk menentukan apakah model terakhir mereka adalah salah satu yang efektif dan

18 Kelly Anthony E , Research Design Mathematics and Science Education, (London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers Mahwah, New Jersy, 2000), pp. 608-626

memadai dalam menghadapi situasi masalah yang diberikan. Kriteria tersebut juga memungkinkan siswa untuk menilai dan merevisi model mereka saat mereka bekerja menyelesaikan masalah tersebut.

d. The Model Documentation Principle (Prinsip Konstruksi Dokumen)

Prinsip ini menjelaskan bahwa siswa harus mampu untuk mengungkapkan dan mendokumentasikan proses berpikir mereka dalam membangun model. Dalam hal ini biasanya siswa akan membuat representasi seperti daftar, tabel, grafik, diagram, gambar dsb, agar dapat mengungkapkan asumsi, tujuan dan solusi untuk menyelesaikan sebuah masalah. Selain itu, model yang di bangun siswa perlu melibatkan lebih dari jawaban singkat seperti deskripsi dan penjelasan dari langkah-langkah yang diambil siswa dalam membangun model mereka harus dimasukkan.

e. The Construct Shareability and Reusability Principle

Prinsip ini menjelaskan model yang dihasilkan siswa harus berlaku untuk masalah dalam situasi terkait lainnya. Dalam menciptakan suatu model, siswa harus memikirkan bahwa model yang dihasilkannya akan dapat digunakan dan dimodifkasi kembali pada saat menghadapi masalah serupa. Untuk, dapat menilai apakah model tersebut bersifat generalisasi, biasanya guru melakukan diskusi antar siswa untuk membicarakan kelebihan dan kelemahan model yang dihasilkan.

f. The Effective Prototype Principle

Prinsip ini menjelaskan bahwa model yang dihasilkan siswa harus dapat di pahami atau di interpretasikan oleh orang lain. Hal ini, akan memacu daya kreatifitas , penalaran dan koneksi matematik siswa agar dapat membuat suatu model yang efektif, efisien serta dapat dengan mudah di pahami oleh orang lain.

b) Tahap Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs)

MEAs adalah suatu pendekatan pembelajaran yang mendorong siswa membangun model matematis yang digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah. Menurut Kelly, “A model is a system that consists of (a) elements; (b)

relathionships among elements; (c) operations that describe how the elements interact; and (d) patterns or rules, such as symmetry, commutativy, or transitivity, that apply to the relationships and operations”.19 Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa sebuah model adalah sebuah sistem yang terdiri dari unsur, hubungan antara unsur-unsur, operasi yang menggambarkan bagaimana unsur-unsur berinteraksi, dan pola atau aturan, seperti simetri, komutatif, atau transitivitas, yang berlaku untuk hubungan dan operasi. Namun, tidak semua sistem berfungsi sebagai model. Untuk menjadi model, sistem harus digunakan untuk menggambarkan, memahami, menjelaskan atau memprediksi sistem lain.

Dalam membuat suatu model banyak upaya atau tahapan yang harus dilalui sebelum sampai pada hasil akhir. Tiap tahap memerlukan pengertian yang mendalam tentang konsep, teknik, pemikiran kritis, kreatifitas, serta pembuatan keputusan. Dalam proses penentuan model matematika atau sering disebut pemodelan secara umum ada beberapa tahap yang dapat dilakukan, yaitu:20

Gambar 2.3

The Mathematical Modeling Cycle

19Ibid., h.609

Dari gambar tersebut dapat kita lihat ada beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan pemodel (siswa) dalam membangun model atau pemodelan matematik. Pada awalnya siswa akan diberikan permasalahan (soal) yang berkaitan dengan kehidupan nyata. Lalu siswa mengidentifikasi masalah tersebut dengan mengenali variabel- variabel yang relevan, menyederhanakan daftar variabel dan menyaring pertanyaan untuk menentukan bentuk jawaban. Selanjutnya, dengan menggunakan representasi matematik yang mereka miliki, siswa akan mencari hubungan antar variabel yang terdapat pada suatu masalah untuk membangun suatu model matematik.

Apabila model sudah terbentuk, hal yang kemudian dilakukan siswa adalah menemukan suatu produk matematika dengan cara melakukan beberapa manipulasi model seperti membuat persamaan, hubungan grafik meramalkan kemungkinan yang terjadi dsb. Produk matematika yang telah terbentuk kemudian di translasi kepada permasalahan yang ada, sehingga menghasilkan pengetahuan baru. Pengetahuan baru tersebut nantinya akan di analisis dengan cara membandingkan dan mengujinya dengan pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya.

Pembentukan model matematik dari suatu masalah dengan langkah-langkah yang telah disebutkan di atas masih terlalu umum dan luas untuk diterapkan. Proses pemodelan dalam matematika lebih sederhana dan jelas diterangkan dalam NCTM. Adapun tahap-tahap dasar dalam proses pemodelan menurut NCTM, meliputi :21

1. Mengidentifikasi dan menyederhanakan situasi masalah dunia nyata. Pada tahap ini siswa akan mengidentifikasi masalah yang ada dalam dunia nyata untuk menetapkan sistem apa yang digunakan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Hal tersebut dilakukan dengan membaca masalah dengan cermat, menulis informasi yang diketahui dan belum diketahui atau dicari serta mengabaikan informasi yang kurang penting.

21

Yanto Permana, “Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Disposisi Matematis Siswa SMA Melalui Model Eliciting Activities”, Pasundan Journal of Mathematics Educations, Tahun 1 no.1, November 2011, h. 77

2. Membangun model matematis. Dalam membangun model matematik siswa akan membuat representasi matematis tentang komponen spesifik dari masalah dan hubungan diantara mereka. Siswa akan menggunakan variabel, simbolik ataupun notasi untuk menyatakan apa yang dicari dan diketahui, lalu mengkonstruksikanya kedalam diagram, bagan, tabel, ataupun grafik untuk memudahkan atau menentukan hubungan matematis yang ada antara unsur-unsur dan variabel yang diketahui. Keadaan ini yang akan mendorong siswa membuat model matematika yang dicari dalam bentuk persamaan, pertidaksamaan atau sistem persamaan.

3. Mentransformasi dan memecahkan model. Dalam pemodelan siswa berusaha untuk mencari model yang sesuai tetapi sederhana. Oleh karena itu, pada tahap ini siswa akan menganalisis dan memanipulasi model agar model tersebut dapat menyelesaikan masalah yang ada. Jika model tersebut belum bisa terpecahkan maka siswa dapat menyederhanakan atau merevisi model tersebut.

4. Menginterprestasi model. Setelah model tervalidasi dan dianggap sudah memadai, siswa akan mengembalikan model matematika yang sudah terkontruksi kepada masalah yang spesifik (terformula).

MEAs merupakan suatu pendekatan yang mengembangkan kemampuan

siswa dalam membangun suatu model, oleh karena itu tahap pembelajarannya pun lebih mengutamakan kerjasama siswa pada grup dalam membangun model matematik untuk menyelesaikan suatu masalah. Dalam pembelajaran matematika dan kehidupan sehari-hari, sering dijumpai masalah yang model matematika yang memuat sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, setelah diketahui bahwa karakteristik masalahnya berkaitan dengan model matematika yang memuat representasi grafik, persamaan/ekspresi dan teks tertulis SPLDV maka tahap pembelajaran model eliciting activities (MEAs) dalam pembelajaran sebagai berikut:

1. Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok yang masing-masing kelompok yang terdiri dari 3-4 orang siswa.

2. Setiap kelompok diberikan LKS yang telah disusun berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran pendekatan model eliciting activities (MEAs) dan menuntut pengerjaannya menggunakan pendekatan MEAs. Berikut langkah-langkah dalam LKS:

a. Tuliskan apa yang diketahui pada permasalahan b. Tuliskan apa yang ditanyakan pada permasalahan

c. Buatlah model matematik yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut

d. Tentukan penyelesaiaan model matematik yang telah dibuat.

e. Selesaikan permasalahan pada soal dengan model matematik yang telah dibuat.

3. Siswa menyelesaikan masalah yang diberikan dengan cara berdiskusi dalam kelompok (diskusi kelompok). Sedangkan guru berkeliling kelas menuntun siswa dalam mengoreksi kesalahan yang di buatnya

4. Perwakilan siswa dari beberapa kelompok (kelompok dengan jawaban berbeda) mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas.

5. Siswa atau kelompok lain diberi kesempatan untuk menanggapi hasil presentasi temannya (diskusi kelas). Dalam hal ini guru menjadi fasilitator jalannya diskusi dan memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai hasil kerja siswa.

3)Pendekatan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan banyak digunakan oleh guru-guru di sekolah pada umumnya. Pembelajaran konvensional yang dilaksanakan di sekolah tempat dilaksanakan penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan metode ekspositori. Dalam prakteknya, penggunaan metode

ekspositori adalah dimana guru lebih banyak bertutur di dalam kelas sedangkan siswa hanya menyimak penjelasan guru22.

Pada metode ekspositori umumnya lebih mengutamakan hafalan dari pada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil dari pada proses, dan pengajaran berpusat pada guru. Dalam pembelajaran matematika, metode ini hanya menekankan kepada siswa menghafal rumus-rumus tanpa mengetahui darimana rumus-rumus tersebut diperoleh. Hal ini berakibat pada penguasaan siswa terhadap konsep matematika cenderung bersumber dari hafalan bukan pemahaman.

Langkah-langkah pembelajaran dengan metode ekspositori dapat dirinci sebagai berikut23 :

a) Persiapan, dalam tahap ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran.

b)Penyajian, dalam tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru berusaha semaksimal mungkin agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa.

c) Korelasi, dalam tahap ini guru menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa untuk memberikan makna terhadap materi pembelajaran.

d)Menyimpulkan, adalah tahapan memahami inti dari materi pembelajaran yang disajikan.

e) Mengaplikasikan, merupakan tahapan unjuk kemampuan siswa setelah menyimak penjelasan dari guru.

Pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru yang berarti peran guru sangat dominan dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran ekspositori, materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan sendiri konsep dari materi yang sedang dipelajari. Begitu juga dengan memberikan relevansi

22

Sanjaya, op.cit., h. 178

23

materi dalam kehidupan sehari-hari dilakukan sebagai kegiatan tambahan bukan suatu keharusan.

Pada dasarnya, tujuan pembelajaran bukan hanya sekedar akumulasi pengetahuan akan tetapi bagaimana pengetahuan yang telah diperoleh siswa dalam pembelajaran tersebut mampu diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu metode ekspositori yang lebih menekankan pada pengumpulan fakta atau konsep tidak lagi relevan untuk diterapkan disebabkan banyaknya kelemahan-kelemahan yang terdapat didalamnya antara lain, yaitu proses pembelajaran bersifat statis dan komunikasi berjalan searah, siswa menjadi pasif dan tidak dapat mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan matematis mereka khususnya kemampuan representasi yang pada akhirnya akan berdampak pada kualitas hasil pembelajaran matematis.

Dokumen terkait