• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

B. Pembahasan Hasil Penelitian

68

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah diajarkan melalui pembelajaran MEAs lebih baik daripada yang diajarkan melalui pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari nilai posttest yang diperoleh siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelas kontrol. Perbedaan kemampuan berpikir kritis yang digambarkan dalam bentuk perbedaan nilai rata-rata yang diperoleh dari perbedaan pendekatan pembelajaran yang digunakan.

Perbedaan yang dihasilkan dari pembelajaran MEAs terlihat pada rata-rata tiap aspek kemampuan berpikir kritis yang diukur. Seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, dalam penelitian ini kemampuan berpikir kritis matematis yang diteliti terdiri dari tiga aspek yaitu focus, reason, dan overview. Aspek focus terlihat paling menonjol baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol dibandingkan aspek yang lain. Hal ini terlihat dari persentase rata-rata tiap aspek. Rata-rata aspek

Focus kelas eksperimen 86,98 % dan kelas kontrol 71,00 %. Untuk lebih jelasnya kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada setiap aspek dideskripsikan dalam jawaban-jawaban posttest berikut:

1. Focus (Mengidentifikasi Masalah)

Aspek focus yang diukur pada penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam mengidentifikasi masalah. Dalam soal mengidentifikasi masalah siswa diminta untuk menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan pada soal yang berkaitan dengan keliling dan luas segiempat. Soal posttest yang diberikan adalah soal nomor 1 dan 2 yang mewakili aspek tersebut. Sebagai gambaran umum berikut disajikan contoh soal nomor 1 serta jawaban dari kelas eksperimen dan kontrol.

Sebuah taman A berbentuk persegi panjang dengan panjang dan lebar masing-masing 16 m dan 9 m. Taman B yang berbentuk persegi panjang dengan panjang dan lebarnya masing-masing adalah dua kali panjang dan lebar taman A. Berdasarkan informasi di atas, periksalah apakah benar seseorang yang mengelilingi setengah dari taman A akan sama dengan mengelilingi seperempat dari taman B? Mengapa jawaban kamu demikian?

Berikut adalah contoh jawaban yang diberikan siswa kelas ekperimen dan kelas kontrol:

Gambar 4.1

Contoh jawaban posttest siswa Eksperimen pada aspek Focus

Gambar 4.2

Contoh jawaban posttest siswa Kontrol pada aspek Focus

Dilihat dari kedua gambar, cara menjawab kelas eksperimen maupun kelas kontrol benar. Hanya saja pada kelas eksperimen siswa lebih detail dalam menjawab. Siswa pada kelas eksperimen lebih jelas dan spesifik dalam menjawab dengan menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanyakan pada soal yang diberikan. Sedangkan siswa pada kelas kontrol secara langsung menuliskan jawaban tanpa menuliskan secara rinci apa yang menjadi masalah dalam soal yang diberikan. Perbedaan dalam cara menjawab tersebut dikarenakan terlatihnya siswa kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran dengan MEAs. Dalam prosesnya terdapat langkah Identification untuk melatih siswa

70

mengidentifikasi masalah dengan mencari apa yang diketahui dalam permasalahannya dan menuliskannya, sehingga siswa pada kelas eksperimen dapat mengemukakan ide lebih jelas.

Berdasarkan jawaban posttest kebanyakan siswa kelas eksperimen mendapatkan skor 3-4 karena sebagian besar siswa menentukan perbandingan keliling dengan benar, sedangkan kelas kontrol sebagian besar siswa mendapatkan skor 2-4. Hasil posttest diperoleh bahwa rata-rata kemampuan mengidentifikasi masalah pada kelas eksperimen sebesar 6,96 dari skor total 8 dengan persentase nilai 86,98%, rata-rata kemampuan mengidentifikasi masalah pada kelas kontrol sebesar 5,92 dari skor total 8 dengan persetase nilai 71,00%. Dengan demikian dapat disimpulkan pada indikator mengidentifikasi masalah siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibanding siswa kelas kontrol.

2. Reason (Memberikan Alasan)

Aspek reason yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa memberikan alasan. Dalam soal memberikan alasan siswa diminta untuk mengemukakan alasan atas jawaban yang mereka buat. Soal

posttest yang diberikan adalah soal nomor 3 dan 6 yang mewakili aspek tersebut. Sebagai gambaran umum berikut disajikan contoh soal nomor 6 aspek memberikan alasan serta jawaban dari siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol:

Ana menyatakan bahwa ia telah membagi persegipanjang berikut menjadi 4 daerah yang sama luasnya. Tery tidak setuju dengan pendapat Ana. Siapakah yang benar? Mengapa?

Berikut adalah contoh jawaban yag diberikan siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol:

Gambar 4.3

Contoh jawaban posttest siswa Eksperimen pada aspek Reason

Gambar 4.4

Contoh jawaban posttest siswa Kontrol pada aspek Reason

Gambar tersebut menunjukkan perbandingan jawaban siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebagian besar siswa pada kedua kelas tersebut sudah menjawab dengan benar, tetapi perbedaan cara menjawab terlihat pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen, siswa lebih jelas mengungkapkan alasan yang berkaitan dengan soal yang diberikan. Sedangkan pada kelas kontrol siswa hanya menjawab tanpa memberikan pejelasan. Perbedaan cara menjawab kedua kelas tersebut dikarenakan terlatihnya siswa pada kelas eksperimen yang

72

mendapatkan pembelajaran MEAs. Dalam proses pembelajaran, terdapat langkah Model Transformation yang melatih siswa aktif dalam menganalisis permasalahan sehingga siswa pada kelas eksperimen mampu memberikan alasan pada setiap jawaban yang dikemukakan.

Hasil dari posttest yang diberikan, diperoleh bahwa rata-rata kemampuan memberikan alasan pada kelas eksperimen sebesar 6,17 dari skor total 8 dengan persentase 77,08% sedangkan pada kelas kontrol rata-rata kemampuan memberikan alasan sebesar 5,00 dari skor total 8 dengan persentase 60%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan memberikan alasan kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

3. Overview ( Memeriksa kebenaran suatu pernyataan)

Aspek overview yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan meriksa kebenran suatu pernyataan. Pada soal ini siswa diminta membuat pernyataan yang benar kemudian mengemukakan alasan yang membuat pernyataan tersebut benar. Soal yang diberikan adalah soal nomor 4 dan 5 yang mewakili aspek tersebut. Sebagai gambaran umum berikut disajikan contoh soal nomor 4 aspek memriksa kebenaran suatu pernyataan serta jawaban dari siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol:

Isilah titik-titik berikut menggunakan daftar bangun segiempat yang disediakan sehingga menjadi 3 pernyataan berbeda yang benar.

Jelaskan mengapa pernyataan itu benar.

Layang-layang Jajargenjang Persegipanjang Belahketupat Trapesium Persegi Segiempat a. Semua ________ adalah ________ b. Semua ________ adalah ________ c. Semua ________ adalah ________

Berikut adalah contoh jawaban yag diberikan siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol:

Gambar 4.5

Contoh jawaban posttest siswa Eksperimen pada aspek Overview

Gambar 4.6

Contoh jawaban posttest siswa Kontrol pada aspek Overview

Gambar tersebut menggambarkan siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sudah menjawab dengan benar. siswa pada kelas eksperimen membuat pernyataan dengan benar, sedangkan pada kelas kontrol membuat pernyataaan yang kurang tepat. Kejelasan siswa kelas eksperimen dalam menjawab soal tersebut karena terlatihnya siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pembelajaran MEAs. Dalam proses pembelajarannya terdapat langkah Interpretation Model manjadikan siswa aktif membuat kesimpulan terhadap setiap permasalahan.

Berdasarkan hasil posttest diperoleh bahwa dari skor total 8 rata-rata kemampuan memeriksa kebenaran suatu pernyataan kelas eksperimen sebesar 3,75 dengan persentase 46,88% sedangkan kelas kontrol memperoleh rata-rata 3,21 dengan persentase 38,50%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas eksperimen pada aspek overview lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

74

2. Kemampuan Berpikir Kreatif

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa setelah diajarkan melalui pembelajaran MEAs secara signifikan lebih baik daripada yang diajarkan melalui pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari nilai posttest yang diperoleh siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelas kontrol. Perbedaan kemampuan berpikir kreatif yang digambarkan dalam bentuk perbedaan nilai rata-rata yang diperoleh dari perbedaan pendekatan pembelajaran yang digunakan.

Perbedaan yang dihasilkan dari pembelajaran MEAs terlihat pada rata-rata tiap aspek kemampuan berpikir kreatif yang diukur. Seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, dalam penelitian ini kemampuan berpikir kreatif matematis yang diteliti terdiri dari tiga aspek yaitu fluency, flexibility, dan originality. Aspek flexibility terlihat paling menonjol baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol dibandingkan aspek yang lain. Hal ini terlihat dari persentase rata-rata tiap aspek. Rata-rata indikaor flexibility kelas eksperimen 68,06 % dan kelas kontrol 61,33%. Untuk lebih jelasnya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada setiap aspek dideskripsikan dalam jawaban-jawaban posttest

berikut:

1. Fluency (Memberikan banyak jawaban terhadap suatu masalah) Aspek fluency yang diukur pada penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam memberikan banyak jawaban terhadap suatu masalah. Dalam soal siswa diminta untuk menuliskan sebanyak mungkin jawaban yang mungkin diselesaikan pada soal yang berkaitan dengan luas segiempat. Soal posttest yang diberikan adalah soal nomor 2, 3 dan 5 yang mewakili aspek tersebut. Sebagai gambaran umum berikut disajikan contoh soal nomor 5 serta jawaban dari kelas eksperimen dan kontrol.

Tentukanlah Luas bangun datar di bawah ini menggunakan minimal 2 cara yang berbeda!

Berikut adalah contoh jawaban yang diberikan siswa kelas ekperimen dan kelas kontrol:

Gambar 4.7

Contoh jawaban posttest siswa Eksperimen pada aspek fluency

Gambar 4.8

Contoh jawaban posttest siswa Kontrol pada aspek fluency

Dilihat dari kedua gambar, cara menjawab kelas eksperimen maupun kelas kontrol hampir sama dan dapat dikatakan kedua kelas tersebut sudah mampu berpikir lancar. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya bangun datar segiempat yang terbentuk dari soal yang diberikan. Semakin sedikit bangun segiempat yang digambarkan maka semakin lancar proses berpikir siswanya. Siswa pada kelas eksperimen manjawab dengan menambahkan 3 bentuk bangun datar segiempat pada

76

bagian luar bangun datar sedangkan siswa kelas kontrol menjawab dengan membagi bangun datar tersebut menjadi 5 bentuk bangun segiempat. Perbedaan dalam cara menjawab tersebut dikarenakan terlatihnya proses berpikir siswa kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran dengan MEAs.

Berdasarkan jawaban posttest kebanyakan siswa kelas eksperimen mendapatkan skor 2-4 sedangkan kelas kontrol mendapatkan skor 1-3 karena sebagian besar siswa sudah dapat menjawab soal tersebut hanya saja kurang tepat pada hasil jawabannya saja. Hasil posttest diperoleh bahwa rata-rata kemampuan memberikan banyak jawaban terhadap suatu masalah pada kelas eksperimen sebesar 8,08 dari skor total 12 dengan persentase nilai 67,36%, rata-rata kemampuan memberikan jawaban pada kelas kontrol sebesar 7,76 dari skor total 12 dengan persentase nilai 64,67%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen pada aspek flexibility

hampir sama dengan kelas kontrol, karena selisih persentase kedua kelas tersebut sangat kecil hanya sebesar 3,69%.

2. Flexibility (Menentukan alternatif jawaban)

Aspek flexibility yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa menentukan alternatif jawaban terhadap suatu masalah. Dalam soal yang berkaitan dengan aspek flexibility siswa diminta untuk menentukan salah satu alternatif cara penyelesaian yang berbeda-beda. Soal posttest yang diberikan adalah soal nomor 1, 6 dan 8 yang mewakili aspek tersebut. Sebagai gambaran umum berikut disajikan contoh soal nomor 1 aspek flexibility serta jawaban dari siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol:

Dari gambar bangun datar di bawah ini, buatlah beberapa jenis bangun datar segiempat sebanyak-banyaknya!

Berikut adalah contoh jawaban yang diberikan siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol:

Gambar 4.9

Contoh jawaban posttest siswa Eksperimen pada aspek flexibility

Gambar 4.10

Contoh jawaban posttest siswa Kontrol pada aspek flexibility

Gambar tersebut menunjukkan perbandingan jawaban siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebagian besar siswa pada kedua kelas tersebut sudah menjawab dengan benar, tetapi perbedaan cara menjawab terlihat pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen, siswa menjawab dengan gambar yang sesuai dengan sifat-sifat yang dimiliki keenam bangun datar segiempat dan tanpa banyak pengulangan bangun segiempat. Sedangkan siswa kelas kontrol mampu menjawab tetapi banyak terjadi pengulangan segiempat dan masih terdapat bangun segitiga di dalamnya. Selanjutnya pada jawaban siwa

78

kelas kontrol masih terdapat bentuk segitiga dalam penyelesaiannya sedangkan pada soal hanya diminta bentuk segiempat saja. Ini juga jelas terlihat perbedaan cara menentukan alternatif jawaban pada soal yang dimaksud. Perbedaan cara menjawab kedua kelas tersebut dikarenakan terlatihnya siswa pada kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajaran

MEAs. Dalam proses pembelajaran, terdapat langkah Identification dan

Model Transformation yang melatih siswa aktif dalam menganalisis permasalahan sehingga siswa pada kelas eksperimen mampu menentukan alternatif pada setiap jawaban yang dikemukakan.

Berdasarkan jawaban posttest kebanyakan siswa kelas eksperimen mendapatkan skor 2-4 sedangkan kelas kontrol mendapatkan skor 1-3 karena sebagian besar siswa sudah dapat menjawab soal tersebut hanya saja kurang tepat pada hasil jawabannya saja. Hasil dari posttest yang diberikan, diperoleh bahwa rata-rata kemampuan menentukan alternatif jawaban pada kelas eksperimen sebesar 8,17 dari skor total 12 dengan persentase 68,06% sedangkan pada kelas kontrol rata-rata kemampuan memberikan alasan sebesar 7,36 dari skor total 12 dengan persentase 61,33%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan menentukan alternatif jawaban kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

3. Originality (Menyelesaikan masalah dengan penyelesaian yang unik) Aspek originality yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan menyelesaikan masalah dengan penyelesaian yang unik. Pada soal ini siswa diminta menyelesaikan masalah dengan penyelesaian yang berbeda dari kebanyakan siswa yang lain. Soal yang diberikan adalah soal nomor 4 dan 7 yang mewakili aspek tersebut. Sebagai gambaran umum berikut disajikan contoh soal nomor 4 aspek originality

suatu pernyataan serta jawaban dari siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol:

Dalam suatu gambar ada sebuah segiempat dan bangun datar lain. Luas segiempat tersebut 5:8 salah satu bangun datar yang lain. Buatlah gambar yang dimaksud!

Berikut adalah contoh jawaban yang diberikan siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol:

Gambar 4.11

Contoh jawaban posttest siswa Eksperimen pada aspek Originality

Gambar 4.12

Contoh jawaban posttest siswa Kontrol pada aspek Originality

Gambar tersebut menggambarkan siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sudah menjawab dengan benar dan unik. Pada kelas eksperimen siswa memberikan keterangan cara menemukan jawaban sedangkan kelas kontrol tidak. Kemampuan siswa kelas eksperimen dalam menjawab soal tersebut karena terlatihnya siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pembelajaran MEAs. Dalam proses pembelajarannya terdapat langkah Model Transformation dan

Interpretation Model manjadikan siswa aktif membuat penjelasan dan kesimpulan terhadap setiap permasalahan.

80

Berdasarkan jawaban posttest kebanyakan siswa kelas eksperimen maupun kelas kontrol mendapatkan skor 0-2 karena sebagian besar siswa tidak dapat menjawab soal tersebut. hanya beberapa siswa kelas eksperimen dan kelas kotrol yang dapat menjawab soal tersebut. Berdasarkan hasil posttest juga diperoleh bahwa dari skor total 8 rata-rata aspek originality kelas eksperimen sebesar 3,75 dengan persentase 23,91% sedangkan kelas kontrol memperoleh rata-rata 1,60 dengan persentase 20%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen pada aspek originality

hampir sama dengan kelas kontrol, karena selisih persentase kedua kelas tersebut sangat kecil hanya sebesar 3,91% dan dikategorikan memiliki kemampuan yang relatif rendah karena persentasenya sangat kecil.

Dilihat dari hasil posttest perindikator kemampuan berpikir kritis dan kreatif tersebut, perbedaan pembelajaran pada kedua kelas dapat menjadi indikasi mengapa kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis siswa berbeda, seperti pada perhitungan uji t sebelumnya yang menunjukkan penolakan H0 untuk kemampuan berpikir kritis thit = 3,193 dan signifikansi = 0.003 sedangkan untuk kemampuan berpikir kreatif thit = 1,854 dan signifikansi = 0.0035. Hasil tersebut juga menjawab hipotesis penelitian ini, bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis siswa dengan pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs) lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan pembelajaran konvensional.

Hal ini dikarenakan pada kelas kontrol, proses pembelajaran tidak mengaktifkan siswa, sehingga interaksi antar siswa tidak berjalan dengan baik. Penyampaian materi pada pembelajaran ini juga hanya terpaku pada guru sebagai pemberi materi dan siswa hanya mendengarkan. Selain itu Lembar Diskusi Siswa (LDS) yang digunakan pada kelas kontrol hanya terdiri dari soal-soal yang konseptual. Berbeda dengan pembelajaran pada kelas eksperimen dengan pendekatan pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs) yang pada prakteknya di kelas mewadahi terjadinya

proses interaksi antar siswa dengan adanya diskusi serta Lembar Diskusi Siswa (LDS) yang digunakan memuat soal-soal yang bersifat terbuka. Sehingga melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif.

Hasil penelitian secara umum sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tri Nova H. Y, bahwa setelah dilakukan implementasi Project-Based Learning dengan PSA rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa secara signifikan meningkat menjadi cukup kreatif dibandingkan dengan implementasi pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dipahami sebab pembelajaran dengan

Project-Based Learning lebih menekankan pada proses berpikir dan berdiskusi. Sama halnya dengan Model Eliciting Activities (MEAs) yang juga fokus pada proses berpikir dan berdiskusi, sehingga wajar apabila pembelajaran ini menghasilkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis siswa yang lebih tinggi.

Pada tahap awal, tahap Identification siswa dalam kelompok diberi waktu untuk menyelesaikan masalah pada LDS. Pada tahap ini, siswa dilatih untuk lebih mandiri dan berpikir untuk mengidentifikasi mencari solusi masalah secara bersama-sama dengan menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan sehingga ide-ide yang muncul dapat disatukan.

Tahap berikutnya yaitu Create Model siswa di dalam kelompok diminta untuk membuat model matematika dari situasi masalah pada LDS yang diberikan. Pada tahap ini, sangat membantu siswa mengembangkan proses berpikir kreatifnya karena pada tahap ini siswa diajak untuk menemukan suatu konsep segiempat dari suatu masalah dunia nyata.

Tahap ketiga yaitu tahap Model Tranformation siswa di dalam kelompok secara bersama-sama menganalis model yang dibuat serta mengaitkannya kedalam kehidupan nyata. Pada tahap ini juga siswa diajak untuk menyelesaikan masalah dalam bentuk permasalahan lain.

Pada tahap terakhir yaitu Interpretation Model siswa diminta untuk membuat kesimpulan terhadap materi pembelajaran yang mereka dapat.

82

Tahap ini juga membuat siswa terlatih untuk memeriksa setiap jawaban yang telah mereka buat pada LDS.

Setelah selesai mengerjakan LDS, tahap selanjutnya adalah siswa mempresentasikan hasil diskusi, bertanya dan mengemukakan pendapat. Selama proses presentasi, setiap kelompok diberikan lembar refleksi untuk menilai hasil pekerjaan kelompok yang sedang presentasi.

Berikut ditampilkan beberapa gambar yang telah didokumentasikan peneliti selama proses pembelajaran berlangsung.

Gambar 4.13

Proses Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs)

Gambar 4.14

Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs) Tahap Presentasi

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti sependapat dengan hasil penelitian yang dilakukan Tri Nova H.Y,Tatag Yuli Eko Siswono, Nurina Happy, dan Hadi Budiman yang secara umum menyebutkan bahwa dengan proses diskusi untuk menyampaikan pendapat dan

bekerjasama dalam menyelesaikan masalah, juga pemberian tugas dengan soal beragam dapat mengembangkan proses berpikir kritis maupun kreatif menjadi lebih baik, sehingga rata-rata kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis siswa tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru.1,2,3,4

Namun terdapat beberapa perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah disebutkan sebeleumnya. Hal ini terlihat pada persentase tiap indikator berpikir kritis dan kreatif yang diperoleh pada penelitian ini. Untuk indikator berpikir kritis pada penelitian Nurina Happy aspek focus memiliki persentase 88,64% sedangkan pada penelitian ini aspek focus memiliki persentase 86,98%. Untuk indikator berpikir kreatif pada penelitian Tatag Yuli Eko Siswono aspek fluency

memiliki persentase 65,71%, flexibility memiliki persentase 14,29%, dan

originality memiliki persentase 22,86% sedangkan pada penelitian ini aspek fluency memiliki persentase 67,36%, flexibility memiliki persentase 68,06%, dan originality memiliki persentase 23,91%. Persentase perindikator tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran dengan Model Eliciting Activities (MEAs) pada penelitian ini memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Tatag Yuli ES. Artinya secara umum penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis yang hampir sama dengan

1Tri Nova H. Y, dkk., “Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Implementasi Project-Based Learning dengan Peer and Self-Assesment untuk Materi Segiempat Kelas VII SMPN RSBI 1 Juwana di Kabupaten Pati”, prosiding disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 10 November 2012, h. 95

2 Tatag Yuli Eko Siswono, “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pengajuan Masalah”, Jurnal terakreditasi Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Tahun X No 1, Juni 2005

3 Nurina Happy, “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kasihan Bantul pada Pembelajaran Matematika Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) untuk Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dan

Tiga Variabel”, Makalah dipresentasikan dalam Seminar Internasional Pendidikan Matematika

pada tanggal 21 Juli 2011 di Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta

4Hadi Budiman, ”Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa

Melalui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Software Cabri 3D”, Jurnal

84

penelitian yang lainnya dan juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif lebih tinggi daripada penelitian sebelumnya.