• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM KELUARGA, SEKOLAH DAN MASYARAKAT: Studi Kasus Pengembangan Model Pendidikan Budi Pekerti Terintegrasi pada Sekolah Dasar di Kota Malang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM KELUARGA, SEKOLAH DAN MASYARAKAT: Studi Kasus Pengembangan Model Pendidikan Budi Pekerti Terintegrasi pada Sekolah Dasar di Kota Malang."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

viii DAFTAR ISI

ABSTRAK ………...…….………... i

KATA PENGANTAR ……...…………...……...…...………... iii

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

DAFTAR ISI ………... viii

DAFTAR TABEL ………... x

DAFTAR GAMBAR ………...………... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN …...……....………... 1

A. Latar Belakang.Masalah...……… . 1

B. Rumusan Masalah ...………….………...…... 11

C. Tujuan Penelitian ...…….………... 12

D. Manfaat Penelitian …...………... 12

E. Metode Penelitian ………...…………... 13

F. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………...……….. 18

A. Pendidikan ………...……….. 18

B. Pendidkan Umum ………...………... 30

C. Pendidikan Budi Pekerti ...………. 36

D. Pendidikan Moral ………...………... 86

E. Pendidikan Nilai ………...………….... 97

F. Pendidikan Kepribadiaan…………...………... ... 101

G. Pendidikan Karakter ………...………….... 117

H. Hakekat Anak ………...….. 123

I. Pendidikan Anak Usia Dini ... 142

J. Kaitan Pendidikan Budi Pekerti dengan Pendidikan Umum ... 148

K. Beberapa Studi tentang Pendidikan dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat ... 150

BAB III METODE PENELITIAN ………... 155

A. Metode Penelitian ... 155

B. Nilai-Nilai Budi Pekerti ... 170

C. Kerangka Berfikir Penelitian ... 172

D. Definisi Operasional ... 173

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...…………... 176

A. Deskripsi Data ... ………...…….... 176

1. Profil Keluarga ... 176

2. Profil Sekolah ... 182

3. Profil Masyarakat ... 196

(2)

ix

C. Pembahasan Hasil Penelitian………...………... 254

D. Temuan Hasil Penelitian ...………...………... 274

1. Temuan Makna ... 274

2. Temuan Masalah ... 275

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ………... 277

A. Kesimpulan ………...……... 277

B. Rekomendasi ...……….……...………... 280

DAFTAR PUSTAKA ………...….………... 284

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 289

(3)

x

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1. Nilai-nilai budi pekerti menurut Kurikulum Berbasis Kopetensi,

Mata pelajaran budi pekerti kelas I-IV ... 61

3.1. Nilai-nilai budi pekerti ... 171

4.1. Jumlah siswa SDN Lesanpuro IV ... 183

4.2. Rombongan belajar SDN Lesanpuro IV ... 183

4.3. Data guru dan pegawai ... 184

4.4. Sarana dan prasarana ... 185

4.5. Kesinambungan pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat ... 213

4.6. Hasil tes tertulis ... ... 227

4.7. Perilaku budi pekerti yang muncul ... 229

4.8. Kegiatan pembelajaran ... 232

4.9. Hasil tes tertulis I... 235

4.10. Hasil tes tertulis siklus I dan II ... 237

4.11. Perhitungan statistik uji t ... 239

4.12. Perilaku budi pekerti yang muncul ... 240

4.13. Kegiatan pembelajaran ... 243

4.14. Hasil tes tertulis ... 247

4.15. Hasil tes tertulis siklus II dan III ... . 249

4.16. Perhitungan statistik uji t ... 250

4.17. Perilaku budi pekerti yang muncul ... 251

(4)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar

3.1. Komponen dalam analisis data... 162

3.2. Spiral Tindakan Kelas ... 170

3.3. Alur berpikir penelitian ... 173

(5)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat-Surat yang Berkaitan dengan Penelitian ... 289

2. Model Pendidikan Budi Pekerti ... 290

3. Pedoman Wawancara ... 325

4. Pedoman Pengamatan ... 336

5. Angket Tanggapan Peserta Didik ... 337

6. Foto-Foto ... 338

7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006 ... 346

(6)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan pendidikan nasional adalah suatu usaha yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas, maju, mandiri dan modern. Pembangunan pendidikan merupakan bagian penting dari upaya menyeluruh dan sungguh-sungguh untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Keberhasilan dalam membangun pendidikan akan memberikan kontribusi besar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dalam konteks demikian, pembangunan pendidikan itu mencakup berbagai dimensi yang sangat luas: sosial, budaya, ekonomi dan politik (Depdiknas, 2006:16).

(7)

2 Pembangunan pendidikan nasional harus dilihat dalam perspektif pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Dalam perspektif demikian, pendidikan harus lebih berperan dalam membangun seluruh potensi manusia agar menjadi subyek yang berkembang secara optimal dan bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan nasional. Potensi manusia Indonesia yang dikembangkan mencakup olah hati yang berkualitas dengan keimanan, ketakwaan dengan akhlak mulia, olah rasa yang berkualitas dengan seni atau estetika, olah pikir yang berkualitas dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta potensi fisik yang berkualitas dengan olah raga.

Ditinjau dari mutu pendidikan di Indonesia, baik mutu pendidikan akademik maupun non-akademik masih tertinggal. Depdiknas (2006:32-33) menyatakan bahwa mutu akademik antar bangsa melalui Programme for International Student Assesment (PISA) 2003 menunjukkan bahwa dari 41 negara yang disurvey, untuk bidang IPA menempati peringkat ke 38, bidang Matematika dan Kemampuan Membaca menempati peringkat ke 39. Jika dibandingkan dengan Korea, peringkatnya sangat jauh, untuk bidang IPA menempati peringkat ke 8, Membaca peringkat ke 7, Matematika peringkat ke 3.

(8)

3 dan kuantitasnya. Semakin maraknya penyimpangan perilaku di kalangan remaja, seperti meminum minuman keras, mengkosumsi sabu-sabu, ekstasi dan putau, bahkan banyak pelajar yang berani melakukan perbuatan yang tidak senonoh di dalam kelas yang direkam dengan telpon genggam, serta masih banyak lagi tindakan amoral yang lain.

Maraknya perilaku menyimpang ini mendorong para pengamat sosial berfikir mencari penyebabnya, mengapa hal tersebut terjadi pada bangsa yang selama ini dikenal oleh orang luar sebagai bangsa yang ramah, toleran, dan penuh persaudaraan. Jawaban terhadap pertanyaan tersebut umumnya menunjuk pada kesadaran akhlak dan moral yang merosot (Diknas, 2004 :2).

Gejala di masyarakat menunjukkan banyaknya kelemahan dalam pendidikan moral, misalnya masyarakat mudah terkena pengaruh hal-hal bertentangan dengan nilai moral dan ajaran agama. Memang perilaku moral dipengaruhi oleh banyak hal, akan tetapi pendidikan dalam arti luas (dalam keluarga, sekolah dan masyarakat) dituntut untuk ikut bertanggungjawab terhadap kemunduran moral tersebut.

Kesehatan mental, budi pekerti luhur atau akhlak yang mulia sangat penting bagi perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa, di samping kecerdasan berpikir dan kemampuan intelektual. Upaya untuk meningkatkan kecerdasan berfikir, pembangunan mental, budi pekerti dan akhlak mulia adalah tugas bersama antara keluarga, sekolah dan masyarakat.

(9)

4 pendidikan moral yang kurang efektif. Santoso (1991:27) mengungkapkan bahwa urusan kebrobokan moral tidak bisa diperbaiki hanya dengan himbauan, pidato, khotbah, sandiwara, seminar, rapat kerja, dan berbagai bentuk upaya sejenis lainnya, tetapi harus dengan ketepatgunaan pendidikan moral dalam keluarga, sekolah dan masyarakat

Penanaman nilai budi pekerti perlu diimbangi dengan keadaan lingkungan yang mendukung. Pendidikan budi pekerti bukan hanya menjadi tugas sekolah saja, tetapi tugas kita semua, bahkan keluarga, sekolah, masyarakat maupun pemerintah. Kebersamaan itulah dapat dihasilkan buah dari pendidikan budi pekerti.

Keluarga sangat menentukan berhasil atau tidaknya penanaman nilai, bila keluarga tidak ikut terlibat membantu menanamkan nilai akan menjadi hambatan bagi perkembangan nilai anak. Oleh karena itu, keluarga harus ikut terlibat dan aktif membantu anak dalam mengembangkan nilai kebaikan, bahkan keluarga perlu mengerti nilai apa yang diberikan di sekolah dan perlu didukung dalam kehidupan keluarga. Misalnya, apabila di sekolah diajarkan nilai kemandirian, di rumah, orang tua perlu melatih dan memberikan peluang agar anak dapat mencoba lebih mandiri, tidak sebaliknya (Chan, 2005:24). Jadi, pendidikan nilai di sekolah perlu sesuai dengan praktek nilai di keluarga. Walaupun sekolah telah mencoba memasukkan materi moral dan budi pekerti secara terpadu (integrated) ke dalam setiap mata pelajaran, namun hal ini masih belum efektif dan belum maksimal mengingat tidak semua guru mampu mengaplikasikannya.

(10)

5 yang paling tinggi mengalokasikan waktu yang cukup banyak bagi bidang studi yang potensial untuk pembinaan moral, antara lain Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Tetapi tidak berarti bahwa pendidikan moral yang diselenggarakan di sekolah sudah berhasil dengan memuaskan, karena proses pembelajarannya yang dilakukan adalah dengan pendekatan penghafalan (kognitif) yang orientasinya semata-mata hanya untuk memperoleh nilai bagus, maka bagaimana mata pelajaran dapat berdampak kepada perubahan perilaku, tidak pernah diperhatikan. Yang terjadi adalah kesenjangan antara pengetahuan moral (cognitive) dan perilaku (action) (Megawangi, 2004: 80).

Pendidikan budi pekerti diajarkan di sekolah dengan maksud antara lain untuk membangun generasi masa depan agar selain cerdas juga berakhlak dan berbudi pekerti yang luhur sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003, bab II, pasal 3 dengan tegas merumuskan bahwa: Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Budi pekerti kita sebagai generasi penerus bangsa sebagian sudah terpengaruh oleh hal-hal yang sifatnya negatif sehingga mengarah pada penyimpangan perilaku dan budi pekerti yang kurang baik (Rusyan, 2003:16).

(11)

6 mengeluarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 21 tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL). Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan untuk SD/MI/SDLB/Paket A meliputi: (1) Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak; (2) Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri; (3) Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya; (4) Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya; (5) Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif; (6) Menunjukkan kemampuan berfikir logis, kritis, dan kreatif dengan bimbingan guru/pendidik; (7) Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya; (8) Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari; (9) Menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar; (10) Menunjukkan kecintaan dan keperdulian; (11) Menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara dan tanah air Indonesia; (12) Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal; (13) Menunjukkan kebiasaan hidup bersih sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang; (14) berkomunikasi secara jelas dan santun; (15) Bekerja sama dengan kelompok, tolong menolong, dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebaya; (16) Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis; (17) Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.

(12)

7 sebagai akibat tekanan ekonomi. Para orang tua sibuk memikirkan pemenuhan kebutuhan hidup. Dengan demikian peran aktif orang tua atau keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat dituntut dalam upaya menanggulangi kemerosotan moral dan budi pekerti anak.

Di masyarakat dewasa ini muncul tuntutan untuk menyelenggarakan pendidikan budi pekerti yang didasarkan pada tiga hal pertimbangan yaitu: (1) melemahnya ikatan keluarga; (2) kecenderungan negatif di dalam kehidupan remaja dewasa ini; (3) suatu kebangkitan kembali dan perlunya nilai-nilai etik, moral, dan budi pekerti dewasa ini (Zuriah, 2007: 10).

(13)

8 latihan, serta keteladanan.

Pengertian secara operasional pendidikan budi pekerti adalah upaya untuk membekali peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan selama pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal masa depannya, agar memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk sehingga terbentuk pribadi seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap pikiran, perasaan, kerja dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa (Depdiknas, 2004: 9).

Penanaman nilai-nilai budi pekerti dimulai sejak dini, terutama pada masa keemasan (the golden age) yaitu usia 0-6 tahun karena pada masa ini tidak kurang 100 milliar sel otak siap untuk dirangsang agar kecerdasan, emosional, kepribadian, moral anak dapat berkembang secara optimal. Enam tahun pertama adalah masa-masa yang paling penting dan menentukan dalam membangun kecerdasan anak dibanding masa sesudahnya. Artinya jika anak mendapatkan rangsangan yang maksimal maka potensi tumbuh kembang anak akan terbangun secara maksimal (Hariwijaya 2009:16).

(14)
(15)

10 dengan pengertian; (b) pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagunganNya. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral. Perkembangan Motorik, seiring dengan perkembangan fisiknya yang matang, maka perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik yang ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berhubungan dengan motorik.

Dewantara (1962:485) mengatakan bahwa pengajaran budi pekerti terhadap anak-anak kecil cukup dengan membiasakan mereka untuk bertingkah laku yang baik, bagi anak-anak yang sudah dapat berfikir dengan memberi keterangan-keterangan yang perlu-perlu, agar mereka dapat mengerti dan menginsyafi tentang kebaikan dan keburukan pada umumnya dan bagi anak dewasa diberikan anjuran-anjuran untuk melakukan perilaku yang baik dengan cara disengaja. Dengan demikian syarat pendidikan budi pekerti disebut oleh Dewantara dengan metode “ngreti-ngrasa-nglakoni” (menyadari, menginsyafi dan melakukan).

Anak yang berumur 5-8 tahun menurut Dewantara (1962:487) bahwa segala pengajarannya berupa pembiasaan semata-mata yang bersifat global dan spontan. Umur 9-12 tahun, anak tidak cukup hanya membiasakan apa yang dianjurkan atau diperintahkan oleh orang tua di sekelilingnya, tidak cukup mereka hanya menginsyafi, namun mereka perlu menyadarinya.

(16)

11 adalah mendidik dalam arti menuntun perkembangan fungsi cipta, rasa dan karsa manusia selalu menuju kepada nilai-nilai yang baik dan luhur, yakni: (1) di bidang cipta, pikiran agar selalu dapat berfikir yang benar, bernilai kebaikan dan keadilan, terlebih-lebih dalam pengambilan keputusan agar selalu mementingkan kepentingan umum; (2) di bidang rasa, selalu tertuju kepada perasaan-perasaan yang baik, luhur dan indah (estetis); (3) Di bidang karsa, kemauan dan keinginan, selalu tertuju kepada kemauan-kemauan dan keinginan yang baik, luhur, susila (etis). Pembelajarannya menurut Na-Ayudhya (2008:14) adalah harus ada keselarasan antara head atau kepala (pikiran), heart atau hati ( hati nurani) dan hand atau tangan (perbuatan dan perkataan).

Dari latar belakang masalah tersebut di atas peneliti akan mengungkapkan pendidikan budi pekerti melalui tulisan dalam bentuk disertasi yang berjudul Pendidikan Budi Pekerti dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat (Studi Kasus Pengembangan Model Pendidikan Budi Pekerti Terintegrasi pada Sekolah Dasar ) B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut di atas dapat dirumuskan masalahnya secara umum adalah bagaimana proses pendidikan budi pekerti yang berlangsung dalam keluarga, sekolah dan masyarakat serta bagaimana pula peningkatan proses pendidikan budi pekerti terintegrasi melalui model pendidikan budi pekerti di sekolah dasar. Adapun rumusan masalah secara khusus sebagai berikut:

(17)

12 2. Apa sajakah peranan sekolah menanamkan nilai-nilai budi pekerti bagi peserta

didik?

3. Apa sajakah peranan masyarakat membina budi pekerti bagi anak dan remaja di lingkungannya?

4. Bagaimanakah kesinambungan proses pendidikan budi pekerti mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat?

5. Bagaimanakah peningkatan pembelajaran pendidikan budi pekerti terintegrasi melalui model pendidikan budi pekerti pada sekolah dasar?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah penelitian yang dikemukakan di atas tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan peranan orang tua menanamkan nilai-nilai budi pekerti dalam keluarga.

2. Mendeskripsikan peranan sekolah menanamkan nilai-nilai budi pekerti bagi peserta didik.

3. Mendeskripsikan peranan masyarakat membina budi pekerti bagi anak dan remaja di lingkungannya.

4. Mendeskripsikan kesinambungan proses pendidikan budi pekerti mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat.

5. Mengungkapkan peningkatan pembelajaran pendidikan budi pekerti terintegrasi melalui model pendidikan budi pekerti pada sekolah dasar.

D. Manfaat Penelitian

(18)

13 sekolah dan masyarakat serta sumbangan dan pengayakan bagi ilmu pengetahuan tentang pendidikan budi pekerti untuk dilaksanakan. Secara praktis hasil penelitian ini juga memberikan sumbangan pikiran kepada pemerintah yang dalam hal ini pembuat kebijakan. Bagi peneliti berikutnya, studi ini dapat menjadi bahan kajian lebih lanjut untuk mendalami pendidikan budi pekerti.

E. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian

Untuk menemukan pendidikan budi pekerti dalam keluarga, sekolah dan masyarakat dengan unsur-unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan butir-butir rumusan masalah, tujuan, maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. dan metode penelitian tindakan kelas yang diperuntukkan bagi peningkatan proses pendidikan budi pekerti terintegrasi melalui model pendidikan budi pekerti pada sekolah dasar.

2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan tujuan, maka yang dijadikan sumber data dan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Sumber Data

(19)

14 didik kelas 3 SDN Lesanpuro IV.

Untuk mendukung dan menguji keabsahan data yang diperoleh dari subyek utama diperoleh dari dokumen-dokumen yang berasal dari Ketua RT, Ketua RW dan Sekolah.

b. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, studi dokumentasi dan tes.

3. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini ada dua jenis instrumen yang digunakan, yaitu instrumen utama berupa manusia (Human Instrument) dan mengumpulkan data materi berupa pedoman wawancara, lembaran tes, tape recorder dan kamera foto. 4. Teknik Analisis Data

Data kualitatif dianalisis secara interaktif dan berlangsung terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas dan datanya sampai jenuh. Sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan perhitungan sederhana yang selanjutnya dikonversi ke dalam kualitatif. Langkah-langkah analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (1992) adalah reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.

5. Pengujian Data

Pengujian data dilakukan dengan cara:

(20)

15 b. Pencermatan data, melalui cara pengamatan lebih lanjut dan

berkesinambungan.

c. Triangulasi, melalui pengecekan data dari berbagai sumber, antara lain: (1) orang tua, tokoh-tokoh masyarakat, guru, kepala sekolah; (2) peserta didik; (3) pakar psikologi/budi pekerti, dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. d. Pemeriksaan teman sejawat, melalui diskusi hasil penelitian yang masih

sementara kepada teman sejawat dan guru-guru SDN Lesanpuro IV Malang. e. Analisa kasus negatif, yaitu kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian pada saat tertentu. Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya. Tetapi bila peneliti masih menemukan data-data yang bertentangan dengan data yang ditemukan, maka peneliti mungkin akan berubah temuannya.

f. Member check (pengecekan anggota), melalui pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti datanya valid.

6. Rancangan Penelitian Tindakan

(21)

16 1. Penetapan fokus masalah penelitian

a. Merasakan ada masalah b. Analisis masalah c. Merumuskan masalah 2. Perencanaan tindakan

a. Membuat hipotesis tindakan

b. Membuat Rencana Pembelajaran dan Rencana Perbaikan Pembelajaran c. Mempersiapkan fasilitas dan saran pendukung yang diperlukan di kelas d. Membuat instrumen

3. Pelaksanaan Penelitian Tindakan dengan kegiatan: a. Observasi

b. Interpretasi c. Refleksi

Dalam melaksanakan penelitian tindakan ini terdiri atas empat tahap kegiatan, yaitu: kegiatan perencanaan, melakukan tindakan, melakukan pengamatan terhadap tindakan, serta melakukan refleksi hasil tindakan. Secara keseluruhan keempat tahapan dalam penelitian tindakan kelas ini membentuk suatu siklus atau daur.

F. Lokasi dan Subyek Penelitian 1. Lokasi penelitian

(22)

17 Negeri Lesanpuro IV Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang

Alasan pemilihan lokasi penelitian karena: (1) tempat tinggal orang tua yang anaknya bersekolah di SDN Lesanpuro IV dan mempunyai anak pertama masih sekolah di sekolah dasar; (2) tempat tinggal tokoh masyarakat di lingkungan peserta didik; (3) Sekolah Dasar Negeri Lesanpuro IV yang merupakan salah satu sekolah dasar negeri yang favorit di Kota Malang.

2. Subyek Penelitian

(23)

155 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Untuk mengkaji pendidikan budi pekerti dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat serta peningkatan pembelajaran pendidikan budi pekerti secara terintegrasi melalui model pendidikan budi pekerti di sekolah dasar dengan unsur-unsur pokok yang sesuai dengan rumusan masalah, tujuan, maka penelitian ini menggunakan dua metode yaitu metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan metode penelitian tindakan kelas (PTK).

1. Metode Deskriptif dengan Pendekatan Kualitatif.

Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia (Sukmadinata, 2007:72). Dengan pendekatan tersebut diharapkan dapat mengungkapkan secara mendalam mengenai fenomena-fenomena yang terjadi dan ditemukan berdasarkan perspektif partisipan, yaitu perspektif individu-individu dalam suatu keluarga, sekolah dan masyarakat, sehingga dapat diketahui secara menyeluruh proses pendidikan budi pekerti di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.

(24)

156 Begitu juga Bogdan dan Tylor (dalam Moleong, 2001:3) menyatakan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Miles dan Huberman (1994:10) mengatakan bahwa penekanan data penelitian kualitatif terletak pada pengalaman hidup manusia. Hanya manusialah yang dapat menemukan makna terhadap suatu kejadian, proses dan struktur hidup mereka, seperti persepsi, asumsi, prapenilaian, praduga, dan untuk mengkaitkan makna tersebut dengan dunia sosial di sekitar mereka.

Dalam penelitian ini, peneliti berinteraksi secara langsung dengan orang tua peserta didik, kepala sekolah, guru-guru dan tokoh-tokoh masyarakat, agar mendapatkan data yang akurat, apa adanya.

(25)

157 menginterpretasi suatu kasus dalam konteksnya secara alamiah tanpa ada interfensi dari pihak luar. Inti studi kasus adalah kecenderungan utama di mana semua ragam studi, berusaha untuk menyoroti suatu keputusan atau seperangkat keputusan: mengapa keputusan itu diambil, bagaimana diterapkannya, dan bagaimana hasilnya.

a. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka yang dijadikan sumber data dan teknik pengumpulan data dilakukan sebagai berikut:

1) Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif menurut Lofland dan Lofland (Moleong, 2007:157) ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama, sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman audio tape, pengambilan foto.

(26)

158 lembaga penyelenggara, laporan hasil evaluasi, laporan hasil penelitian, buku statistik, majalah ilmiah, monograf, jurnal, internet, dan lain-lain.

Sumber data primer tentang peranan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai budi pekerti diperoleh dari orang tua anak sekolah dasar Lesanpuro IV, untuk peranan masyarakat dalam membina budi pekerti di lingkungannya diperoleh dari tokoh-tokoh masyarakat, baik tokoh RT, RW maupun tokoh agama (Islam), untuk peranan sekolah dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan budi pekerti bagi peserta didik diperoleh dari kepala sekolah dan guru-guru SDN Lesanpuro IV.

Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara, untuk mengungkapkan peranan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai budi pekerti, peranan masyarakat dalam membina budi pekerti di lingkungannya, peranan sekolah dalam menanamkan nilai-nilai budi pekerti di sekolah.

Sumber data sekunder berupa dokumen-dokumen yang mendukung terhadap tujuan penelitian dan juga digunakan untuk mendukung dan menguji keabsahan data yang diperoleh dari subyek utama.

2) Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data peneliti menerapkan teknik observasi yang mendalam, wawancara, studi dokumentasi dan partisipasi aktif dalam kegiatan orang tua, guru, kepala sekolah SDN Lesanpuro IV dan tokoh-tokoh masyarakat. Teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a) Observasi

(27)

159 berlangsung, ini dilakukan terhadap keluarga, sekolah dan masyarakat. Alasan melakukan observasi/pengamatan dalam penelitian ini menurut Guba dan Lincoln (1981:191-192) sebagai berikut: (1) teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung; (2) teknik pengamatan memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada pada keadaan sebenarnya; (3) pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposional maupun pengetahuan yang langsung dari data; (4) sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang keliru atau bias, untuk mengecek kepercayaan data tersebut dengan jalan memanfaatkan pengamatan; (5) pengamatan dapat menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan untuk perilaku yang kompleks; (6) dalam kasus-kasus tertentu di mana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.

b) Wawancara

(28)

160 besar tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat seluruhnya tercakup.

c. Studi Dokumentasi

Pengumpulan data melalui studi dokumentasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh hal-hal yang berkaitan dengan dokumen resmi di sekolah dan masyarakat, antara lain jumlah penduduk, profil sekolah. Menurut Moleong (2007:217) dokumen ialah setiap bahan tertulis atau film. Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal sebagai informasi yang dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.

Menurut Nasution (1992:87) keuntungan bahan tulisan ini antara lain ialah bahwa bahan itu telah ada, telah tersedia dan siap pakai. Menggunakan bahan ini tidak meminta biaya, hanya memerlukan waktu untuk mempelajarinya. Banyak yang dapat ditimba pengetahuan dari bahan itu bila dianalisis dengan cermat yang berguna bagi penelitian yang dijalankan.

3) Instrumen Penelitian

(29)

161 menghadapinya.

Penelitian ini ada dua jenis instrumen yang digunakan, yaitu instrumen utama, dan instrumen materi atau alat, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri, dan instrumen alat adalah yang terdiri dari pedoman wawancara, tape recorder dan kamera foto.

4) Teknik Analisis Data

Moleong (2001:103) mengatakan bahwa analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, katagori, dan satuan uraian dasar sehingga ditemukan tema, dan dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Selanjutnya Bogdan dan Taylor (1975:79) mengatakan bahwa analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu.

(30)

162 penafsiran dan pemaknaan. Langkah-langkah tersebut sesuai dengan pendapat Miles dan Huberman (1992:38) bahwa langkah-langkah analisis data adalah sebagai berikut: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, dan verifikasi. Langkah-langkah analisis data digambarkan sebagai berikut:

Gambar: 3.1. Komponen dalam analisis data: Model interaksi diadaptasi dari Milles and Huberman (1992)

5) Pengujian Data.

Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reabilitas). Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data menurut Moleong (2007:324) diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas empat kriteria, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability), dan kepastian (cofirmability).

Pengujian kredibilitas data dilakukan dengan cara : Pengumpulan

data

Penyajian data

Reduksi data

(31)

163 a) Perpanjangan pengamatan, dilakukan dengan cara peneliti kembali ke lapangan dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Dengan melakukan pengamatan, wawancara lagi. Dalam perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas terhadap data yang telah diperoleh apakah data yang diperoleh itu setelah dicek kembali ke lapangan benar atau tidak, berubah atau tidak. Bila setelah dicek kembali ke lapangan data sudah benar berarti kredibel, maka waktu perpanjangan pengamatan dapat diakhiri. b) Meningkatkan ketekunan, dilakukan dengan cara melakukan pengamatan

secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak, dan peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.

c) Triangulasi, dengan cara melakukan pengecekan data dari berbagai sumber antara lain: (1) orang tua, masyarakat, guru, kepala sekolah; (2) peserta didik; (3) pakar psikologi/budi pekerti, dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, serta waktu.

(1) Triangulasi sumber, yaitu untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. (2) Triangulasi teknik, yaitu dilakukan dengan cara mengecek data kepada

sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

(32)

164 atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditentukan kepastian data.

d) Pemeriksaan teman sejawat, yaitu dilakukan dengan mendiskusikan hasil penelitian yang masih sementara kepada teman-teman sejawat dan teman guru-guru SDN Lesanpuro IV.

e) Analisa kasus negatif, yaitu kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian pada saat tertentu. Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya. Tetapi bila peneliti masih menemukan data-data yang bertentangan dengan data yang ditemukan, maka peneliti mungkin akan berubah temuannya.

f) Member check (pengecekan anggota), dilakukan dengan cara pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti datanya valid.

6) Lokasi dan Subyek Penelitian a) Lokasi Penelitian

(33)

165 Sekolah Dasar Negeri Lesanpuro IV Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang

b) Alasan pemilihan lokasi penelitian

Alasan pemilihan lokasi karena: (1) tempat tinggal orang tua yang anaknya bersekolah di SDN Lesanpuro IV dan mempunyai anak pertama masih sekolah di sekolah dasar; (2) tempat tinggal tokoh masyarakat di lingkungan peserta didik; (3) Sekolah Dasar Negeri Lesanpuro IV yang merupakan salah satu sekolah dasar negeri yang favorit di Kota Malang.

b) Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah: (1) enam orang tua yang mempunyai anak pertama maksimal masih kelas 6 SD; (2) guru-guru Sekolah Dasar Negeri Lesanpuro IV; (3) tokoh masyarakat (Ketua RT, RW) dan tokoh agama ( Islam); (4) peserta didik; kelas 3 (5) nara sumber: Kepala Sekolah Sekolah Dasar Negeri Lesanpuro IV, dan Dinas P & K, Bidang Dikdas.

2. Metode Penelitian Tindakan Kelas.

Penelitian ini diperuntukkan untuk peningkatan pembelajaran budi pekerti terintegrasi melalui model pendidikan budi pekerti di sekolah dasar. Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti berkolaborasi dengan guru kelas, yang secara serentak melakukan penelitian dengan tujuan: (1) meningkatkan praktik pembelajaran; (2) menyumbang pada perkembangan teori, dan (3) meningkatkan karier guru.

a. Perkembangan Penelitian Tindakan Kelas

(34)

166 relatif muda di Indonesia, menurut Kasbola (Basrowi, 2008:23) yang diawali pada tahun 1994-1995, proyek PGSD memprogramkan penelitian kebijakan dan penelitian tindakan dengan topik ke-SD-an. Namun pada waktu itu belum ditekankan pada penelitian tindakan kelas yang sebenarnya masih merupakan hal baru, terutama mengenai penguasaan metodologinya masih kurang. Pada tahun 1996-1997, proyek penelitian guru sekolah dasar memprogramkan penelitian tindakan kelas bagi dosen-dosen PGSD di seluruh Indonesia bekerjasama dengan guru-guru sekolah dasar. Selain proyek PGSD, juga ada proyek Pendidikan Guru Sekolah Menengah (PGSM) yang pada tahun 1997 juga melaksanakan yang berkaitan dengan penelitian tindakan kelas. Penelitian ini ditawarkan kepada dosen-dosen LPTK. Secara kolaboratif, mereka bersama-sama guru sekolah menengah dapat mencapai kemajuannya dalam prestasi mengajar dan agar dosen LPTK menjadi lebih familier dengan lapangan tempat tamatannya bekerja. Dengan demikian, menurut Kasbola (Basrowi, 2008:24), penelitian tindakan kelas saat ini mendapat tempat yang lapang dalam dunia pendidikan di Indonesia, juga model penelitian ini, menurut Suyanto (1996), sedang berkembang pesat di negara-negara maju, seperti Inggris, Amerika, Australia, dan Kanada. Para ahli penelitian pendidikan menaruh perhatian yang cukup besar terhadap PTK, disebabkan karena jenis penelitian ini mampu menawarkan berbagai cara dan prosedur baru yang lebih mengena dan bermanfaat dalam memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran di kelas.

(35)

167 meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. Hal ini sesuai dengan pandangan Basrowi (2006) yang mengutip dari The Fist International Handbook for Action Research for Indonesian Educators, yang menyatakan batasan tentang Classroom Action Research (CAR) adalah bentuk partisipasi, kolaborasi terhadap penelitian tentang pendidikan yang dilakukan di sekolah dan di ruang kelas oleh sekelompok guru, kepala sekolah, dan karyawan yang bertindak sebagai fasilitator dalam rangka memperoleh pandangan dan pemahaman baru tentang belajar mengajar untuk meningkatkan sekolah secara menyeluruh. Selanjutnya dikatakan bahwa Classroom Action Research (CAR) sebagai alat untuk mengukur pengetahuan dan pengalaman guru dalam konteks mereka. Dari konteks tersebut, guru bisa menggambarkan manfaat bagi guru itu sendiri atau guru lain dalam konteks yang lain.

b. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian ini untuk mengujicobakan model pembelajaran pendidikan budi pekerti di sekolah dasar Lesanpuro IV Malang. Untuk itu di dalam penelitian ini digunakan penelitian kaji tindak (action research). Penelitian tindakan ini menurut Mc. Taggart (1988:34) dimulai dengan menyusun suatu rencana pembelajaran, menerapkan dalam kegiatan pembelajaran, mengamati, menganalisis, serta merevisinya berdasarkan saran-saran uji coba.

(36)

168 Dalam kaitannya dengan penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti berkolaborasi dengan guru kelas 3 SDN Lesanpuro IV Malang mengembangkan model pembelajaran pendidikan budi pekerti di sekolah dasar. Penelitian ini mengembangkan model perkembangan moral kognitif yang dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg pada tahun 1950-1960an. Model ini dalam pembelajaran, peneliti mengadopsi Model Pertemuan Kelas dari Joyce & Weil (1986:205). Langka-langka pembelajarannya sebagai berikut:

1) Peserta didik dikelompokan menjadi beberapa kelompok.

2) Peserta didik diberi permasalahan dilema moral yang akan didiskusikan. 3) Peserta didik mendiskusikan permasalahan dilema moral.

4) Peserta didik mempresentasikan hasil diskusi kelompok. 5) Peserta didik menanggapi yang dipresentasikan (merespon). 6) Peserta didik merumuskan atau menyimpulkan hasil diskusi.

Sesuai dengan tahapannya, penelitian tindakan ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Peneliti bersama guru kelas 3 secara bertahap melaksanakan kegiatan perencanaan, melakukan tindakan (guru kelas), melakukan pengamatan terhadap tindakan, serta melakukan refleksi hasil tindakan. Adapun secara lengkap deskripsi tahapan penelitian dan peranan peneliti dan guru dalam setiap tahapan dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Tahap perencanaan.

(37)

169 tersebut, peneliti berkolaborasi dengan guru kelas 3 mengembangkan model pendidikan budi pekerti dan membuat perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang materinya mengacu pada kurikulum; (3) peneliti bersama guru melakukan persiapan uji coba.

2) Tahap Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan

Pada tahap ini, guru kelas mulai melaksanakan pembelajaran yang telah dirancang secara lengkap. Dalam kegiatan uji coba ini peneliti mengamati tampilan guru dan peserta didik dalam pembelajaran, Pengamatan difokuskan pada aspek-aspek apa saja yang dirasakan menjadi kelemahan yang perlu mendapat perbaikan dengan menggunakan indikator pengamatan dan menggunakan catatan lapangan lainnya.

3) Tahap Refleksi

Pada tahap ini, peneliti dan guru mendiskusikan hasil-hasil yang diperoleh melalui kegiatan pengamatan yang dilakukan secara sistematis dan komprehensif. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap refleksi ini meliputi: analisis, sintesis pemaknaan dan dan kesimpulan informasi atau data yang berhasil dihimpun. Temuan yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah kemungkinan permasalahan yang muncul dan selanjutnya untuk dasar melakukan perencanaan ulang pada siklus berikutnya, dan diharapkan juga untuk melihat tingkat efektivitas model program pembelajaran.

(38)

170 Aksi

Identifikasi masalah

Refleksi

Perencanaan

Refleksi

Perencanaan Ulang Observasi

Observasi

Aksi

Seterusnya

Gambar: 3. 2. Spiral Tindakan Kelas (Adaptasi dari Hopkins, 1993:48)

B. Nilai-Nilai Budi Pekerti

Nilai-nilai budi pekerti yang dijadikan acuan dalam penelitian ini meliputi: 1. Taat kepada ajaran agama.

2. Memiliki toleransi. 3. Tumbuhnya disiplin diri. 4. Memiliki rasa menghargai diri. 5. Memiliki rasa bertanggungjawab. 6. Tumbuhnya potensi diri.

(39)

171 8. Memiliki kebersamaan dan gotong royong.

9. Memiliki rasa kesetiakawanan. 10. Memiliki sikap saling menghormati. 11. Memiliki tatakrama dan sopan santun. 12. Tumbuhnya kejujuran.

[image:39.612.132.521.230.706.2]

Secara rinci digambarkan dalam tabel berikut ini: Tabel 3.1 Nilai-nilai budi pekerti Nilai Budi Pekerti Deskripsi

1. Mentaati ajaran agama 1. Sikap dan perilaku yang mencerminkan kepatuhan, tidak ingkar, dan taat menjalankan 2. Memiliki dan

mengembangkan sikap toleransi

2.Sikap dan perilaku yang mencerminkan toleransi dan penghargaan terhadap pendapat, gagasan, dan tingkah laku orang lain, baik yang sependapat maupun yang tidak sependapat dengan dirinya.

3. Memiliki rasa menghargai diri sendiri

3. Sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan seseorang terhadap dirinya sendiri dengan memahami kelebihan dan kekurangan dirinya.

4. Tumbuhnya disiplin diri 4. Sikap dan perilaku sebagai cerminan dari ketaatan, kepatuhan, ketertiban, kesetiaan, ketelitian dan keteraturan perilaku seseorang terhadap norma dan aturan yang berlaku. 5. Memiliki rasa tanggung

jawab.

5. Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya ia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam sosial) Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

6. Mengembangkan potensi diri 6. Sikap dan perilaku seseorang untuk dapat membuat keputusan sesuai dengan

(40)

172 7. Menumbuhkan cinta dan

kasih sayang

7. Sikap dan perilaku seseorang yang mencerminkan adanya unsur memberi perhatian, perlindungan, penghormatan, tanggungjawab dan pengorbanan terhadap orang yang dicintai dan dikasihi

8. Memiliki kebersamaan dan gotong royong

8. Sikap dan perilaku seseorang yang

mencerminkan adanya kesadaran dan kemauan untuk bersama-sama, saling membantu, dan saling memberi tanpa pamrih.

9. Memiliki rasa kesetiakawanan

9. Sikap dan perilaku yang mencerminkan kepedulian kepada orang lain, keteguhan hati, rasa setia kawan, dan rasa cinta terhadap orang lain dan kelompoknya.

10. Saling menghormati 10. Sikap dan perilaku untuk menghargai hubungan antar individu dan kelompok berdasarkan norma dan tata cara yang berlaku. 11. Memiliki tata krama dan

sopan santun

11. Sikap dan perilaku sopan santun dalam bertindak dan bertutur kata terhadap orang tanpa menyinggung atau menyakiti serta menghargai tata cara yang berlaku sesuai dengan norma, budaya dan adat istiadat. 12. Menumbuhkan kejujuran 12. Sikap dan perilaku anak bertindak dengan

sesungguhnya dan apa adanya, tidak

berbohong, tidak dibuat-buat, tidak ditambah dan tidak dikurangi, dan tidak

menyembunyikan kejujuran.

C. Kerangka Berpikir Penelitian

(41)
[image:41.612.136.502.116.450.2]

173 Gambar 3.3. Alur berpikir penelitian

D. Definisi Operasional

Agar tidak ada perbedaan pendapat dalam memahami hasil penelitian ini, ada dua istilah yang perlu dijelaskan, meliputi: (1) pendidikan budi pekerti dalam keluarga, sekolah dan masyarakat (2) pembelajaran pendidikan budi pekerti terintegrasi. Kedua istilah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

(42)

174 didik agar mereka mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi dan seimbang (lahir batin, material spiritual dan individual social); (c) upaya pendidikan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi seutuhnya yang berbudi pekerti luhur melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan, pengajaran dan latihan, serta keteladanan.

Pengertian secara operasional pendidikan budi pekerti adalah: upaya untuk membekali peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan selama pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal masa depannya, agar memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk sehingga terbentuk pribadi seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap pikiran, perasaan, kerja dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa. Pendidikan budi pekerti dalam keluarga, sekolah dan masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penanaman nilai-nilai budi pekerti (taat kepada ajaran agama, memiliki toleransi, tumbuhnya disiplin diri, memiliki rasa menghargai diri, memiliki rasa bertanggungjawab, tumbuhnya potensi diri, tumbuhnya cinta dan kasih sayang, memiliki kebersamaan dan gotong royong, memiliki rasa kesetiakawanan, memiliki sikap saling menghormati, memiliki tataran dan sopan santun, dan tumbuhnya kejujuran) kepada diri anak dalam keluarga, sekolah dan masyarakat, sehingga menjadi bagian dari kehidupannya.

2. Pendidikan Budi Pekerti Terintegrasi

(43)
(44)

277 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Budi pekerti adalah perilaku nyata dalam kehidupan manusia. Pendidikan budi pekerti adalah penanaman nilai-nilai baik dan luhur kepada jiwa manusia, sehingga menjadi bagian dari kehidupannya dan diamalkan hidup di masyarakat. Pendidikan budi pekerti adalah upaya untuk membekali peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan selama pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal masa depannya, agar memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk sehingga terbentuk pribadi seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap pikiran, perasaan, kerja dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa.

Masalah yang dirumuskan adalah bagaimana proses pendidikan budi pekerti yang berlangsung dalam keluarga, sekolah dan masyarakat serta bagaimana pula peningkatan proses pendidikan budi pekerti terintegrasi melalui model pendidikan budi pekerti di sekolah dasar.

(45)

278 didik kelas 3 SDN Lesanpuro IV dan teknik pengumpulannya melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi dan tes.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Peranan Orang Tua Menanamkan Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Keluarga.

Situasi kehidupan yang kondusif dalam keluarga dapat menjadikan tumbuh kembangnya budi pekerti anak. Orang tua menanamkan nilai-nilai budi pekerti dalam keluarga merupakan upaya yang dapat membantu anak dalam mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna bagi pengembangan dirinya. Kebersamaan anak dengan orang tua dan kehidupan religius dalam keluarga merupakan syarat awal yang diwujudkan. Untuk itu, orang tua menempatkan dirinya sebagai contoh teladan, pemberi nasehat, pembiasaan tingkah laku, pemberi penghargaan dan teguran serta pemberi fasilitas dalam menjaga situasi tersebut dan menjalankan perintah-perintah agama, seperti sholat dan puasa.

(46)

279 2. Peranan Sekolah Menanamkan Nilai-Nilai Budi Pekerti kepada Peserta Didik.

Sekolah sebagai pendidikan formal, peranannya menanamkan pendidikan budi pekerti dimulai dari kepala sekolah sampai pesuruh. Kebersamaan menciptakan suasana sekolah yang kondusif untuk pembudayaan budi pekerti menjadikan sekolah lebih memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik.

Kedisiplinan dan kreativitas Kepala Sekolah sebagai dorongan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang lebih berkualitas dengan tidak meninggalkan visi dan misi sekolah yang sarat dengan nilai-nilai budi pekerti.

Guru sebagai ujung tombak dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas yang mempunyai otoritas penuh dalam pembentukan perilaku peserta didik baik melalui ucapan maupun perbuatan. Oleh karena itu guru menempatkan diri sebagai contoh teladan dan figur kedua setelah orang tua yang dapat digugu dan ditiru.

3. Peranan Masyarakat Membina Budi Pekerti bagi Anak dan Remaja di Lingkungan setempat.

Tokoh masyarakat sebagai panutan bagi anggotanya termasuk juga anak dan remajanya dalam perilakunya selalu di perhatikan oleh anggotanya. Untuk itu tokoh masyarakat menempatkan diri sebagai contoh teladan.

(47)

280 remaja di lingkungan setempat.

Begitu juga kegiatan harian yang diselenggarakan oleh tokoh agama melalui pendidikan di TPQ memberikan kontribusi yang besar bagi perilaku anak untuk dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Kesinambungan Proses Pendidikan Budi Pekerti di Keluarga, Sekolah,

dan Masyarakat

Nilai-nilai budi pekerti yang dimiliki anak di rumah dibawa ke sekolah, guru-guru memelihara dan membina budi pekerti yang sudah dimiliki oleh peserta didik. Di masyarakat nilai-nilai budi pekerti anak yang sudah diberikan di keluarga dan sekolah dibina dan disalurkan melalui kegiatan dan pembinaan oleh tokoh masyarakat. Dengan demikian apa yang sudah diberikan di keluarga dibina di sekolah begitu juga di masyarakat, sehingga pendidikan budi pekerti saling menunjang dan kesinambungan serta berjalan dengan harmonis dan kekeluargaan antara di keluarga, sekolah dan masyarakat.

5. Model Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah Dasar

Pendidikan budi pekerti terintegrasi melalui model yang dikembangkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa secara signifikan terdapat peningkatan prestasi belajar dan peningkatan nilai-nilai budi pekerti peserta didik.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan, peneliti menyampaikan rekomendasi kepada:

1. Orang Tua

(48)

281 Orang tua yang tidak ikut terlibat membantu menanamkan budi pekerti akan menjadi hambatan bagi perkembangan budi pekerti anak, seperti kemanjaan dalam keluarga, kesibukan orang tua mencari nafkah, kekerasan dalam keluarga, kurang terkontrol anak terhadap alat elektronik meliputi menonton TV, permainan di play station, bermain lewat komputer. Untuk itu diharapkan orang tua lebih mendekatkan diri pada anak melalui komunikasi, pengawasan dan kasih sayang.

2. Sekolah

(49)

282 digugu dan ditiru karena membangkitkan rasa kesenangan, ketentraman dalam belajar.

3. Masyarakat

Perkembangan nilai-nilai budi pekerti anak sangat besar dipengaruhi oleh kehidupan di masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat kurang peduli terhadap perlunya kontrak sosial terutama terhadap anak dan remaja, seperti tidak terbentuk karang taruna pada tingkat RT, RW, kurang berfungsinya fasilitas lapangan bermain. Untuk itu diharapkan tokoh-tokoh masyarakat dapat merangkul anak dan remaja melalui organisasi-organisasi yang ada, mengawasi dan mengarahkan anak dan remaja ke hal-hal yang positif, agar anak-anak nantinya tidak tergelincir ke arah yang negatif.

4. Pengambil Keputusan (Diknas )

(50)

283 5. Peneliti Selanjutnya.

(51)

284

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Z. et al. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: YRama Widya.

Ardhana, W. (1986). Dasar-Dasar Kependidikan., Modul 4. Malang: FIP IKIP

Malang.

Azizy, A. Q. (2003) Pendidikan untuk Membangun Etika Sosial (Mendidik Anak

Sukses Masa Depan: Pandai dan Bermanfaat). Jakarta: Aneka Ilmu.

Balitbang-Puskur. (2001). Kurikulum Berbasis Kopetensi Mata Pelajaran Budi

Pekerti untuk Kelas I-VI, Buran ke 6. Jakarta: Depdiknas.

Baraja, A. (2008). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Studia Press.

Beddoe, I.B. (1981). Perceptions of Teachers about Moral Education in Trinidad

and Tobago. The Journal of Moral Education, 10 (2): 95-108.

Bergling, K. (1985). Moral Development. dalam Torsten Husen dan T. Naville

Postlethwaise

(Editor-In-chiief),

The

International

Incyclopedia

of

Educational Research and Studies. Volume 6, M-O: 3413-3417. Oxford:

Pergamon Press.

Chan, S.M. dan Sam, T.T. (2005). Analisis SWOT Kebijakan Pendidikan Era

Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Dahlan, MD. (2007). “Makna dan Perkembangan Terakhir Pendidikan Umum”.

Makalah pada sarasehan Prodi PU UPI.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Departemen Pendidikan Nasional

2005-2009 Menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2025.

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Pedoman Penciptaan Suasana Sekolah

yang Konduktif dalam Rangka Pembudayaan Budi Pekerti Luhur Bagi Warga

Sekolah. Buku II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Depdikbud RI. (1991). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Depdikbud.

(52)

285

Djamarah S.B. (2004). Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam Keluarga.

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Fathuljawad. (2002). Implementasi Pendidikan Budi Pekerti pada Mata Pelajaran

PPKn di Sekolah. Tesis pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Field, D. (1992). Kepribadian Keluarga. Terjemahan. Yogyakarta: Kanisius.

Frakena, W.K. (1971). Ethics. Engliwood Cliffs, N.Y. New Delhi: Prentice Hall of

India Privete Limited.

Fudyartanta. (1995). Pendidikan Budi Pekerti dalam Rangka Pengembangan

Kebudayaan Nasional Indonesia. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan

Tamansiswa.

Goode W.J. (1991). Sosisologi Keluarga. Terjemahan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hakam, K.A. (2000). Pendidikan Nilai. Bandung: MKDU Press.

Hariwijaya, M.dan Sukaca, B.E. (2009). Paud: Melejitkan Potensi Anak dengan

Pendidikan Sejak Dini. Jogyakarta: Mahadhika Publishing.

Hasyim, U. (1983). Cara Mendidik Anak dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu.

Henry, N.B. (1952). The Fifty-First Yearbook of The National Society For The

Study Part I General Education. Chicago: The University of Chicago Press.

Joyce, B. and Weil, M. (1986). Models of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall Inc.,

Englewood Cliffs.

Kadarusmadi. (1996). Upaya Orang Tua dalam Menata Situasi Pendidikan di dalam

Keluarga. Disertasi Doktor pada IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Kohlberg, L. (1977). The Cognitive-Developmental Approach to Moral Education.

Dalam Hass Glen (Ed), Curriculum Planning: A New Approach (2

nd

Ed).

Allyn and Bacon, Inc: 129-145.

Kurtines, WM. Dan Gerwitz, J.B. (1992). Moralitas, Pendidikan Moral. Jakarta:

Universitas Indonesia.

(53)

286

Majelis luhur Persatuan Taman Siswa. (1962). Karya Ki Hadjar Dewantara. Bagian

Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa.

Markum, M.E. (1991). Anak, Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan.

Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter. Jakarta: Indonesia Heritage Faundation.

Miles, M. B. dan Huberman A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Terjemahan.

Jakarta: UI Press.

Moleong, L.J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatf. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasi Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

Musthafa, I. (1993). Keluarga Islam Menyongsong Abad 21. Bandung: Al-Bayan.

Na-Ayudhya, A.O.J. (2008). Model Pembelajaran Nilai-Nilai Kemanusiaan Terpadu

(Human Values Integrated Instructional Model). Jakarta: Yayasan Pendidikan

Satya Sai Indonesia.

Nasution. (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Phenix, P.H. (1964). Realms of Meaning. New York: Mc. Graw Hill Book Company.

Rahmawati, Y. (2005) Musik Sebagai Pembentuk Budi Pekerti. Yogyakarta:

Panduan.

Research and Studies. Volume 6 , M-O: 3406-3413. Oxford : Pergamon Press.

Rofi’uddin. (1995). Rancangan Penelitian Tindakan. Malang: Lembaga Penelitian

IKIP Malang.

Rosjidan. (1990). Pandangan Para Siswa, Guru dan Orang Tua Siswa Terhadap

Perilaku

Negatif Para Remaja. Dibacakan pada pidato Dies Natalis

XXXVI IKIP MALANG. Malang, 18 Oktober 1990.

Rusyan, A. T. (2003) Pendidikan Budi Pekerti. Jakarta: PT. Intimedia

Ciptanusantara.

(54)

287

Santoso, R.S.I. (1991). Batu Landasan Ketertiban Masyarakat: Pembinaan Watak

yang Kokoh. Mimbar Pendidikan. 1(X): 26 – 27.

Sauri, S. (2006). Membangun Komunikasi Dalam Keluarga. Bandumg: PT

Ganesindo.

Semiawan, C.R. (2003). “Pengembangan Rambu-Rambu Belajar Sambil Bermain

pada Pendidikan Anak Dini Usia” Buletin Padu: Jurnal Ilmiah Anak Dini

Usia. Vol. 2 No. 01.

Shea, T.M and Bauer, A.M. (1991). Parents and Teachers of Children

With

Exceptionalities. A Handbook for Colaboration, Allyn and Bacom.

Siahaan, H.N. (1991). Peranan Ibu Bapak Mendidik Anak. Bandung: Angkasa.

Sjamsulbachri, A. (2006). “Pengantar. Psikologi Perkembangan” Bahan Ajar.

Bandung: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasundan.

Sjamsulbachri, A. (2008). “Pengantar Pendidikan Budi Pekerti.” Bahan Ajar.

Bandung: Fakultas Keguruan dan Ilmu Keguruan Universitas Pasundan.

Sjamsulbachri, A. (2008). “Pendidikan Pembelajaran Akuntansi Persekolahan”.

Bahan Ajar. Bandung: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Pasundan.

Sochib, M. (1997). Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Mengembangkan

Disiplin Diri. Disertasi Doktor pada FPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Soelaiman, M.I. (1988). Suatu Telaah Tentang Manusia, Religi, Pendidikan.

Jakarta: Depdikbud.

Soelaiman, M.I. (1994). Pendidikan Dalam Keluarga. Bandung: Alfabeta.

Solihuddin dan Hatimah,I. (2007). “Pendidikan Anak Usia Dini” dalam Ilmu dan

Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press.

Sudjana, H.D. (1991). Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan Sejarah Perkembangan

Falsafah & Teori Pendukung Asas. Bandung: Nusantara Press.

Sumadinata, N.S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

(55)

288

Sumaatmadja, N. (2005). Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan

Hidup. Bandung: Alfabeta.

Sumantri, E. (1993). “Pendidikan Moral: Suatu Tinjauan dari Sudut Konstruksi dan

Proposisi”. Diktat. Bandung: UPI.

Suparyo, W. (Ed.). (1985). Tahap-tahap Perkembangan Moral: Sebuah Perkenalan

Dengan Wawasan Freud, Ericson, Wilder, Piaget, dan Kohlberg. Malang:

Sub P2SP-P4T.

Syam, M.N. (1980) “Pengertian dan Dasar Hukum Pendidikan” dalam Pengantar

Dasar-Dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Thomas,

R.M.

(1986).

Moral

development.

International

Journal

of

Educational Research.10 (4):349-476.

UUSPN. (2003). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar

Grafika.

Wardhani, IGAK. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Modul 1-6. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Gambar

Tabel 2.1. Nilai-nilai budi pekerti menurut Kurikulum Berbasis Kopetensi,
Gambar 3.1. Komponen dalam analisis data.................................................................
Tabel 3.1  Nilai-nilai budi pekerti
Gambar 3.3.  Alur berpikir penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji T-berpasangan menunjukkan pada kelompok aquadest, glibenklamid dan kombinasi ekstrak terjadi penurunan bermakna kadar glukosa darah puasa sebelum dan sesudah perlakuan

Untuk diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh (DSM-IV halaman 435, 300.02) ditegakkan bila terdapat kecemasan kronis yang lebih berat (berlangsung lebih dari 6 bulan;

Kondisi keuangan yang sehat akan membantu Perusahaan untuk mendapatkan Investor baru, membantu Perusahaan dalam mencari sumber-sumber dana seperti sumber dana dari Bank. Untuk

ekstrak etanol biji Alpukat (Persea americana Mill.) sebagai alternatif bahan irigasi.. saluran akar terhadap

Dalam penelitian ini penulis membahas tentang apakah ada perbedaan atau sama permintaan ekspor terong ke jepang yang dipengaruhi oleh factor musim pada perusahaan tersebut

[r]

Sahabat MQ/ kasus skandal century/ terus bergulir// Dugaan bila kasus ini akan menyeret sejumlah tokoh/ kini terbukti// Kali ini/ Menteri Keuangan Sri Mulyani/ yang