• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN PENDAMPINGAN DALAM RANGKA PENINGKATKAN KOMPETENSI PENDAMPING: Studi pada Kelompok Usaha Konveksi Di Kota Gorontalo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN PENDAMPINGAN DALAM RANGKA PENINGKATKAN KOMPETENSI PENDAMPING: Studi pada Kelompok Usaha Konveksi Di Kota Gorontalo."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

i

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

ABSTRAK iii

PERNYATAAN v

KATA PENGANTAR vi

UCAPAN TERIMAKASIH vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah 10

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 12

D. Tujuan Penelitian 13

E. Manfaat Penelitian 14

F. Defenisi Operasional 14

BAB II : KAJIAN TEORETIS 19

A. Model Pelatihan Pendampingan 19

B. Kompetensi Pendamping 68

C. Penelitian yang Relevan 77

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN 81

A. Pendekatan dan Metode Penelitian 81 B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 85

C. Data dan Sumber Data 91

D. Analisis Data 91

(2)

ii

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 96

A. Deskripsi Kondisi Awal Pelatihan Pendampingan 96 B. Pengembangan Model Pelatihan Pendampingan dalam

rangka Peningkatan Kompetensi Pendamping Konveksi 94

C. Implementasi Model 133

D. Uji Efektivitas Model 157

E. Pembahasan Hasil Penelitian 172

BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 212

A. Kesimpulan 212

B. Rekomendasi 214

DAFTAR PUSTAKA 215

(3)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Skor Pre-test dan Post-test Aspek Pengetahuan peserta

pelatihan Uji Coba Tahap I 158

Tabel 4.2 Perbandingan Skor Pre-test dan Post-test Aspek

Pengetahuan Peserta Pelatihan Uji Coba Tahap I 159 Tabel 4.3 Uji Wilcoxon Aspek Pengetahuan Peserta Pelatihan Uji

Coba Tahap I 160

Tabel 4.4 Skor Pre-test dan Post-test Aspek Pengetahuan peserta

pelatihan Uji Coba Tahap II 161

Tabel 4.5 Perbandingan Skor Pre-test dan Post-test Aspek

Pengetahuan Peserta Pelatihan Uji Coba Tahap II 162 Tabel 4.6 Uji Wilcoxon Aspek Pengetahuan Peserta Pelatihan Uji

Coba Tahap II 163

Tabel 4.7 Kompetensi Pendamping Sebelum Pelatihan 164 Tabel 4.8 Kompetensi Pendamping Setelah Pelatihan 165 Tabel 4.9 Komparasi Kompetensi Pendamping Sebelum dan Sesudah

(4)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Langkah-Langkah Penelitian 90

Gambar 3.2 Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif 93 Gambar 4.1 Kondisi Objektif Model Pelatihan Pendampingan di Kota

Gorontalo 103

Gambar 4.2 Pengembangan Model Pelatihan Pendampingan dalam Rangka Peningkatkan Kompetensi Pendamping Konveksi

di Kota Gorontalo 107

Gambar 4.3 Model Pelatihan Pendampingan dalam Rangka Peningkatan Kompetensi Pendamping Konveksi (Setelah Validasi/Siap

Diuji Coba) 132

Gambar 4.4 Model Pelatihan Pendampingan Bagi Peningkatkan

Kompetensi Pendamping (HASIL UJI COBA) 157 Gambar 4.5 Grafik Perbedaan skor Pretest dan Postest Pengetahuan

Pendamping Konveksi Uji Tahap I 159

Gambar 4.6 Grafik Perbedaan skor Pretest dan Postest Pengetahuan

Pendamping Konveksi Uji Tahap II 162

Gambar 4.7 Grafik Kompetensi Pendamping Sebelum Pelatihan 165 Gambar 4.8 Grafik Kompetensi Pendamping Setelah Pelatihan 166 Gambar 4.9 Grafik Kompetensi Pendamping Sebelum dan Setelah

(5)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian 222 Lampiran 2 Pedoman Wawancara Untuk Penyelenggara Konveksi 223 Lampiran 3 Pedoman Wawancara Untuk Fasilitator Konveksi 226 Lampiran 4 Pedoman Wawancara Untuk Peserta 229 Lampiran 5 Pedoman Wawancara Untuk Hasil Uji Coba Model 233

Lampiran 6 Kurikulum Pelatihan 235

Lampiran 7 Instrumen Tes 236

Lampiran 8 Hasil Uji Coba 246

Lampiran 9 Pedoman Observasi (Digunakan untuk studi Pendahuluan) 255 Lampiran 10 Pedoman Wawancara (digunakan untuk validitas model) 259 Lampiran 11 Pedoman Observasi Pelaksanaan Uji Coba Lapangan 260

Lampiran 12 Pedoman Dokumentasi 264

Lampiran 13 Hasil Pengamatan Keterampilan Pendamping sebelum Pelatihan 268 Lampiran 14 Hasil Pengamatan Keterampilan Pendamping setelah Pelatihan 270 Lampiran 15 Kriteria Keberhasilan Pengembangan Model Pelatihan

Pendampingan Dalam Rangka Peningkatan Kompetensi

Pendamping Konveksi Di Kota Gorontalo 272

Lampiran 16 Kisi-Kisi Soal 274

Lampiran 17 Inventarisasi Calon Peserta Pelatihan 291

Lampiran 18 Tata Tertib Fasilitator 292

Lampiran 19 Tata Tertib Peserta 293

Lampiran 20 Struktur Organisasi Pelatihan Pendampingan Konveksi 295

Lampiran 21 Deskripsi Tugas 296

Lampiran 22 Dokumentasi Penelitian 297

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan di Indonesia diarahkan untuk peningkatan mutu dan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya yang berkualitas diperoleh melalui proses sehingga dibutuhkan program pendidikan dan pelatihan untuk mempersiapkan dan mengembangkan kualitas SDM yang sesuai dengan transpormasi sosial. Menurut Tilaar (1998: 48) terdapat tiga tuntutan terhadap SDM bidang pendidikan dalam era globalisasi, yaitu: SDM yang unggul, SDM yang terus belajar, dan SDM yang memiliki nilai-nilai indigeneous. Terpenuhinya ketiga tuntutan tersebut dapat dicapai melalui pengembangan SDM.

Pengembangan sumber daya manusia di masa depan dilaksanakan melalui jalur pendidikan luar sekolah, harus disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Menurut Botkin (1983) kegiatan belajar yang paling cocok dimasa depan adalah pembelajaran innovatif (innovative learning) yang memadukan belajar mengantisipasi (antisipative learning) dan partisipasi learning atau belajar bersama orang lain. Otonomi

dan integrasi. Antisipasi adalah kapasitas manusia untuk menghadapi situasi baru yang mungkin dan belum pernah terjadi sebelumnya.

Antisipasi berhubungan dengan masa depan untuk dapat meramalkan masa depan dan mengevaluasi konskuensi dari keputusan diri yang telah

(7)

diambil. Belajar inovatif menekankan pada kesiapan untuk bertindak dalam situasi baru dan eksplorasi terhadap apa yang mungkin terjadi. Partisipasi (participation), antisipasi berkaitan dengan waktu sedangkan partisipasi

(8)

diantara masalah-masalah yang dilandasi adanya persepsi holistic yang memungkinkan tumbuhnya pemikiran integrative (integrative thinking).

Menurut Sudjana (2004: 399) pengembangan pendidikan non formal dimasa yang akan datang perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, Pendidikan non formal perlu lebih proaktif dalam mereformasi

visi,misi dan strateginya untuk mengubah program-program pendidikan yang sedianya berorientasi pada menghasilkan lulusan sebagai pencari kerja (worker society) menjadi upaya menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian dan

kemampuan untuk mandiri dan pencipta lapangan kerja (employee society). Pendidikan non formal harus berorientasi mewujudkan warga belajar yang berkualitas yang ditandai dengan kemantapan keimanan dan ketaqwaan (Imtaq) dan akhlak yang luhur, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta keterampilan (fungsional skills) sesuai dengan kebutuhan masyarakat madani dalam tata kehidupan kesejagatan.

Kedua, unsur–unsur system pendidikan non formal perlu dilakukan

(9)

berangkat dari pengalaman warga belajar, dalam proses ini perlu digunakan pendekatan kontinum antara pedagogi, andragogi dan atau gerogogi.

Ketiga, meningkatkan visi, misi dan strategi pengembangan pendidikan

non formal . Visi pendidikan mencakup sudut pandang filosofis bahwa warga belajar memiliki sikap dan perilaku yang dapat berubah ke arah sikap dan perilaku yang positif dan konstruktif, serta memiliki potensi untuk belajar dan dibelajarkan.

Keempat, Pendidikan non formal meningkatkan orientasi keberpihakan kepada orang banyak. Mereka adalah bagian terbesar dari warga masyarakat yang masih menderita keterbelakangan yaitu kemiskinan, kurang pengertian, kepenyakitan (health –illnes) dan lain sebagainya. Mereka adalah masyarakat yang dalam keadaan tertekan dalam kehidupannya. Kemiskinan masyarakat baik kemiskikan striktural, cultural maupun natural. Strategi pembelajaran kepada masyarakat lapisan bawah (the grass root level) adalah pengembangan sumber daya manusia (human resource development) melalui pembelajaran untuk membangun budaya organisasi di masayarakat (community

organization) dan pengembangan ekonomi masyarakat (economic

development).

(10)

termasuk cost effective management, quality control, keterkaitan antar fungsi manajemen, produktivitas dan kualitas pembelajaran, transformasi pendidikan dan manajemen perubahan, manajemen staf, pengembangan deregulasi pendidikan, manajemen sosialisasi nilai budaya, manajemen pelatihan berdasarkan kebutuhan masyarakat dan manajemen penerapan etika profesinal dalam pendidikan non formal.

Berdasarkan uraian di atas bahwa pendidikan non formal dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap masyarakat dalam mengelola usaha yang digelutinya. Demikian pula halnya dengan pengelolaan konveksi. Pendamping konveksi perlu memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang baik sehingga pelaksanaan pekerjaan konveksi berjalan dengan lancar.

Kompetensi pendamping konveksi dalam pengelolaan konveksi diperlukan dalam usaha peningkatan jiwa wirausaha sebagai salah satu tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi, baik organisasi laba dan nirlaba. Kompetensi selalu berkaitan dengan kinerja/perilaku yang dapat diobservasi dan diukur (measurable).

(11)

dikategorikan sebagai kompetensi. Demikian karakteristik yang mendasari kinerja yang tidak efektif juga tidak dapat dikategorikan kedalam kompetensi.

Tidak semua aspek-aspek pribadi dari seorang pendamping konveksi itu merupakan kompetensi. Kompetensi hanya merupakan aspek-aspek pribadi (sikap, keterampilan, motif, dan karakteristik lainnya) yang dapat diukur dan esensial untuk pencapaian kinerja yang berhasil. Kompetensi menghasilkan perilaku-perilaku kritikal dalam pekerjaan yang membedakan mereka yang menampilkan kinerja yang superior dan yang tidak.

Solusi kreatif sering merupakan respon langsung terhadap berbagai persoalan yang ada. Individu-individu yang kreatif mampu memberikan respon terhadap segala permasalahan. Seorang yang kompeten mampu menyelesaikan masalah lebih baik dibandingkan yang lainnya. Individu-individu seperti ini menikmati tantangan dan cenderung untuk memandang permasalahan sebagai sebuah alat untuk mencapai tujuan.

(12)

sumberdaya manusia dapat diberdayakan secara maksimal, sehingga apa yang menjadi tujuan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia tersebut dapat terpenuhi.

Organisasi, lembaga atau perusahaan melaksanakan pelatihan sebagai suatu terapi yang dapat memecahkan permasalahan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil pelatihan maka pendamping konveksi akan semakin matang dalam menghadapi semua perubahan dan perkembangan yang dihadapi pelaksanaan pekerjaan. Dalam pengembangan masyarakat, pelatihan diberikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dari warga masyarakat dalam menghadapi tuntutan maupun perubahan lingkungan sekitarnya.

(13)

pasif, belum mampu berpikir kritis dan berani mengungkapkan pendapat, dan dalam pelatihan kurang memperhatikan kompetensi lulusan pendamping. Salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi pendamping adalah dengan menerapkan model pelatihan pendampingan dalam rangka meningkatkan mutu kompetensi.

Penyelenggaraan pelatihan pendampingan pada umumnya lebih banyak digunakan oleh lembaga-lembaga atau organisasi baik pemerintah pusat maupun swasta, dan juga perusahaan, dengan menggunakan model-model yang berbeda. Model-model pelatihan yang ditampilkan tersebut, kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM sebagai tenaga kerja, yang akhirnya dapat meningkatkan produksi. Pelaksanaan pelatihan juga dapat saja dilakukan di masyarakat, yang juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari warga masyarakat seperti pengetahuan atau bidang keterampilan tertentu.

(14)

mengkaji kebutuhan yang akan diberi pelatihan, serta diakhiri dengan pelaksanaan evaluasi.

Model pelatihan pendampingan merupakan suatu kegiatan peningkatan kompetensi pendamping dengan melaksanakan pembimbingan selama mengikuti pendidikan atau pekerjaan. Model pelatihan pendampingan tersebut dilaksanakan dengan memberikan petunjuk, arahan atau binaan terhadap pendamping dalam pelaksanaan pekerjaan.

Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan oleh peneliti di lapangan menunjukkan bahwa upaya untuk meningkatkan kompetensi pendamping konveksi di Kota Gorontalo sudah dilaksanakan melalui pelatihan pendampingan oleh pemerintah, swasta maupun oleh pengelola konveksi. Hasil evaluasi pasca pelatihan diperoleh gambaran bahwa pelatihan yang dilaksanakan belum berdampak pada peningkatan kompetensi pendamping. Kondisi ini dibuktikan oleh menurunnya kinerja pendamping dalam membimbing dan membina para penjahit pada usaha konveksi. Dari 7 unit usaha konveksi terdapat 3 unit yang masih melakukan pelatihan pendampingan secara kontinu. Sedangkan konveksi lainnya sudah tidak menerapkan pendampingan dalam pengelolaan konveksi. Hal ini tentunya menjadi salah satu faktor penghambat peningkatan kualitas pekerjaan penjahit.

(15)

kebutuhan belajar, penyusunan rancangan jadwal, dan penentuan biaya pelatihan, (2) pelaksanaan; dalam pelaksanaan pembelajaran berpusat pada sumber belajar, lebih banyak teori, kegiatan praktek hanya dilaksanakan satu kali, (3) evaluasi pembelajaran tidak melibatkan warga belajar sehingga warga belajar tidak mengetahui kegagalan dan keberhasilan yang dimilikinya, serta sejauhmana perolehan hasil belajarnya. Oleh sebab itu, perlu dirancang model pelatihan pendampingan yang baru sebagai model pengembangan dari model-model pendampingan yang sudah ada. Pengembangan model-model pendampingan tersebut dibuat sesuai kebutuhan karyawan serta potensi yang tersedia sehingga melalui pelatihan dapat ditingkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai keluarannya, serta berdampak pada pertumbuhan konveksi dan pendapatan serta kesejahteraan keluarga.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti berusaha mengadakan penelitian dengan mengangkat judul pengembangan model pelatihan pendampingan dalam rangka peningkatan kompetensi pendamping pada kelompok usaha konveksi di Kota Gorontalo.

B. Identifikasi Masalah

(16)

pendidikan luar sekolah seyogyanya mampu mengarahkan pada dua hal, yakni: (1) pendidikan bekal kerja, yang membekali pengetahuan dan keterampilan guna meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja dalam memasuki lapangan kerja yang ada, (2) pendidikan jiwa kewirausahaan serta dapat mentransformasikan nilai dan perilaku yang dinamis dan mandiri serta terhindar dari sikap-sikap ketergantungan.

Sehubungan dengan peran pendidikan luar sekolah seperti tersebut di atas, terdapat beberapa bentuk program yang perlu dikembangkan yaitu pelatihan pendampingan. Model pelatihan pendampingan yang dapat diterapkan dalam pelatihan kepada pendamping konveksi bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku dan keterampilan sebagai salah satu kemampuan dasar yang dibutuhkan untuk meningkatkan kompetensi. Dengan semakin meningkatnya kompetensi pendamping konveksi, maka diharapkan tenaga kerja-tenaga kerja yang berkualitas dalam mengelola konveksi.

(17)

1. Model pelatihan pendampingan yang diterapkan dalam peningkatan kompetensi pendamping konveksi belum dilaksanakan secara maksimal melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi yang baik. 2. Pendamping konveksi pada umumnya belum memiliki kompetensi yang

baik sehingga belum dapat membimbing, membina dan mengarahkan pekerja dalam pencapaian tujuan konveksi.

3. Usaha konveksi merupakan salah satu alternatif usaha kegiatan yang dapat dikembangkan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan

4. Pemerintah perlu mengembangkan model-model pendampingan dalam pelaksanaan pendidikan non formal terutama bagi pendamping-pendamping konfeksi dalam usaha peningkatan kompetensinya.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Sehubungan dengan luasnya ruang lingkup model pendampingan dalam bidang konveksi dan berbagai keterbatasan dalam proses penelitian, maka penelitian ini hanya dilakukan di Kota Gorontalo.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana kondisi awal kompetensi pendamping konveksi di Kota Gorontalo?

(18)

3. Bagaimana implementasi pengembangan model pelatihan pendampingan dalam rangka peningkatan kompetensi pendamping konveksi di Kota Gorontalo?

4. Bagaimana efektivitas pengembangan model pelatihan pendampingan terhadap peningkatan kompetensi pendamping pada kelompok usaha konveksi di Kota Gorontalo?

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengembangkan suatu model pelatihan pendampingan dalam rangka peningkatan kompetensi pendamping pada kelompok usaha konveksi di Kota Gorontalo.

Secara khusus peneliti ingin :

1. Mengungkap bagaimana kondisi awal kompetensi pendamping konveksi di Kota Gorontalo.

2. Mengungkap bagaimana pengembangan model pelatihan pendampingan bagi peningkatan kompetensi pendamping konveksi di Kota Gorontalo 3. Mengimplementasikan pengembangan model pelatihan pendampingan

dalam rangka peningkatan kompetensi pendamping konveksi di Kota Gorontalo

(19)

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi Fasilitator:

Dengan dilaksanakan penelitian ini fasilitator berkesempatan menerapkan model pelatihan yang dikembangkan.

2. Bagi Pendamping:

1) Menumbuhkembangkan kompetensi pendamping dalam membimbing, membina dan mengarahkan pekerja dalam pengelolaan konveksi. 2) Meningkatkan keaktifan pendamping konveksi dalam pelaksanaan

pekerjaan

3) Membantu pengembangan kompetensi pendamping dalam aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap pengelolaan konveksi. 3. Bagi Peneliti:

(1) Mendapatkan pengalaman langsung dalam pelaksanaan pelatihan. (2) Memberikan bekal kepada peneliti dalam melaksanakan pekerjaan

terutama dalam penerapan disiplin ilmu pada bidang pendidikan luar sekolah.

F. Defenisi Operasional 1. Model Pelatihan

(20)

memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1983: ix – xii). Model adalah pertama, sebagai sesuatu pola atau aturan tentang sesuatu yang akan dihasilkan. Kedua, suatu contoh sebagai tiruan daripada aslinya. Ketiga, merupakan unsur yang menggambarkan suatu kesamaan sistem. (Marzuki, 1992:63).

Model pelatihan pendampingan adalah interaksi dinamis antara pendamping dan tutor (fasilitator) untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan seperti; (a) merancang program perbaikan kehidupan sosial ekonomi, (b) memobilisasi sumber daya setempat (c) memecahkan masalah sosial, (d) menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan, dan (e) menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan konteks pemberdayaan (Ife, 1995: 13).

Mengacu pada pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan model pelatihan pendampingan dalam penelitian ini adalah ketentuan menjadi dasar dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan sehingga terjadi peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan sehingga kompetensi pendamping konveksi meningkat sesuai yang diharapkan

2. Pendampingan

(21)

menyamping, dan karenanya kedudukan antara keduanya (pendamping dan yang didampingi) sederajat, sehingga tidak ada dikotomi antara atasan dan bawahan. Hal ini membawa implikasi bahwa peran pendamping hanya sebatas pada memberikan alternatif, saran, dan bantuan konsultatif dan tidak pada pengambilan keputusan.

Kamil, (2010: 169) mengemukakan bahwa pendampingan adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang yang bersifat konsultatif yaitu menciptakan suatu kondisiseningga pendamping maupun yang didampingi bisa berkonsultasi memecahkan masalah bersama-sama, interaktif yaitu antara pendamping dan yang didampingi harus sama-sama aktif, komunikatif yaitu apa yang disampikan pendamping atau yang didampingi dapat dipahami bersama (persamaan pemahaman), motivatif yaitu pendamping harus dapat menumbuhkan kepercayaan diri dan dapat memberikan semangat/motivasi, dan negosiasi yaitu pendamping dan yang didampingi mudah melakukan penyesuaian. Pendampingan menekankan pada pemberian fasilitas secara penuh terhadap masyarakat (pengusaha kecil dan menengah) dalam menerapkan kemampuan yang dikuasainya pada konteks lapangan usaha.

Berdasarkan pendapat di atas, pendampingan berarti bantuan dari pihak luar, baik perorangan mau kelompok untuk menambahkan kesadaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan pemecahan permasalahan kelompok. Pendampingan diupayakan untuk menumbuhkan keberdayaan dan keswadayaan agar masyarakat yang didampingi dapat hidup secara mandiri.

(22)

tumbuhnya kesadaran sebagai manusia yang utuh, sehingga dapat berperan dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

3. Pendamping

Pendamping mempunyai arti seseorang atau individu yang melakukan aktivitas dan upaya menemani sekelompok orang/masyarakat dalam proses transpormasi sosial. Pendamping hanya melaksanakan pekerjaan mendampingi karena yang melakukan kegiatan pemecahan masalah itu bukan pendamping. Pendamping hanya berperan untuk memfasilitasi bagaimana memecahkan masalah secara bersama-sama dengan masayarakat, mulai dari tahap mengidentifikasi permasalahan, mencari alternatif pemecahan masalah, sampai pada implementasinya

Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud pendamping adalah orang atau pihak tertentu yang bertugas menyertai proses pembentukan dan penyelenggaraan kegiatan konveksi sebagai fasilitator, komunikator, ataupun dinamisator.

4. Kompetensi Pendamping

(23)

McAshan (1981: 45) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skill, and abilities or capibilities that a person achieves, witch

become part of his or her being to the axent her or she can satisfactorily

perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam

hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.

(24)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini mengacu pada gabungan pendekatan kualitatif dan kuantitatif berikut:

1. Pendekatan Kualitatif

Dalam praktek, penggunaan pendekatan kualitatif didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut:

1). Pendamping konveksi sebagai subjek penelitian adalah orang-orang yang memiliki latar belajar belakang dan karakteristik yang khusus seperti pemilikan dan pengalaman yang kurang dan rasa percaya diri sehingga mereka perlu dibelajarkan melalui pelatihan.

2). Pendamping konveksi belum memiliki kompetensi yang tinggi sehingga perlu diberikan bimbingan dalam pelaksanaan pekerjaan 3). Pendekatan ini untuk memantapkan implementasi model pelatihan yang

efektif.

Pelaksanaan pendekatan kualitatif dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1). Mengadakan wawancara untuk mengetahui persepsi dan reaksi peserta didik pendamping konveksi tentang model pelatihan yang dikenalkan

(25)

2). Mengadakan observasi untuk mengetahui perilaku mereka selama mengikuti pelatihan

3). Memberi tes untuk mengetahui perubahan kompetensi pendamping konveksi setelah mengikuti pelatihan

2. Pendekatan Kuantitatif

Penggunaan pendekatan kuantitatif berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:

1). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa angka-angka sehingga pengolahan data memerlukan pendekatan yang bersifat kuantitatif

2). Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengembangan model pelatihan pendampingan dalam rangka peningkatan kompetensi pendamping konveksi

Pendekatan kuantitatif ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1). Mengadakan identifikasi tentang data yang akan dikumpulkan sesuai dengan keperluan seperti data hasil pemberian pretest dan post test 2). Memilih dan menggunakan rumus statistik yang tepat untuk mengolah

(26)

3). Memanfaatkan dari hasil pengolahan data untuk mengetahui pengembangan model pelatihan pendampingan dalam rangka peningkatan kompetensi pendamping konveksi

3. Metode Riset dan Pengembangan

Selanjutnya metode research and development (R& D) didesain dalam penelitian ini untuk menemukan atau membuat model pembelajaran baru dan atau perbaikan terhadap produk lama pendidikan guna menumbuhkembangkan budaya kewirausahaan di dalam masyarakat untuk mendorong terciptanya kualitas dan produktivitas sehingga siap menjadi wirausaha baru melalui optimalisasi masyarakat dalam unit-unit usaha dengan berbagai potensi yang dimilikinya. Borg dan Call (dalam Mulyana, 2008: 99), yang dimaksud dengan model penelitian dan pengembangan adalah: “a process develop andd validate educational product”. Lebih lanjut dijelaskan bahwa produk pendidikan tidak

hanya objek-objek material, seperti buku teks, film untuk pengajaran, prosedur dan proses seperti metode mengajar, atau pengorganisasian pengajaran. Wujud dapat berupa tujuan belajar, metode, kurikulum, evaluasi, baik perangkat keras, lunak maupun cara atau prosedurnya.

(27)

adalah model yang bersifat analitis, yang menyebutkan komponen-komponen produk, menganalisis komponen secara rinci dan menunjukkan hubungan antar komponen yang akan dikembangkan. Model teoritik adalah model yang menggambar kerangka berfikir yang didasarkan pada teori-teori yang relevan dan didukung oleh data empirik.

Dalam model pengembangan, peneliti memperhatikan 3 hal:

a. Menggambarkan Struktur Model yang digunakan secara singkat, sebagai dasar pengembangan produk.

b. Apabila model yang digunakan diadaptasi dari model yang sudah ada, maka perlu dijelaskan alasan memilih model, komponen-komponen yang disesuaikan, dan kekuatan serta kelemahan model dibanding model aslinya. c. Apabila model yang digunakan dikembangkan sendiri, maka perlu dipaparkan mengenai komponen-komponen dan kaitan antar komponen yang terlibat dalam pengembangan

(28)

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi, yaitu gambaran menyeluruh dan jelas tentang keadaan lapangan. Hal-hal yang menarik berhubungan dengan permasalahan yang diperoleh dari hasil observasi dilacak dengan teknik wawancara. Sebagai pelengkap diadakan studi dokumen, berupa dokumen pribadi, dokumen resmi dan lain.

1) Teknik Observasi

Teknik observasi adalah suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologi dan psikologis yang berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan lain-lainnya. (Sugiyono, 2009: 162). Lebih lanjut dikemukakan oleh Nasution (1988: 61-62) bahwa intensitas partisipasi pengamat dapat dilakukan dalam lima tingkatan yaitu dari partisipasi nihil (non pariticipation), partisipasi pasif (pasive partisipation), partisipasi sedang (moderate partisipation), partisipasi aktif (active partisipation), sampai dengan partisipasi penuh (complete partisipation).

(29)

Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.

2) Teknik Wawancara

Teknik wawancara atau dikenal dengan interview adalah ”is a purposefull conservation usually betwen two people (but sometimes involving

more( that is directed by one in order to get information (Bodgan, RC dan

Biklen SK, 1982: 135). Dalam teknik wawancara digunakan wawancara terstruktur dan tidak terstruktur dengan disiapkan pedoman wawancara.

(30)

tutor maupun penyelenggara, dan (13) tanggapan karyawan (pendamping konveksi) terhadap penyelenggaraan pelatihan pendampingan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas pada konveksi di Kota Gorontalo.

Wawancara dalam penelitian ini dilaksanakan melalui tahap-tahap sebagai berikut: (1) menetapkan kepada siapa wawancaara itu akan dilakukan, (2) menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan, (3) mengawali atau membuka alur wawancara, (4) melangsungkan alur wawancara, (5) mengkonfirmasikan iktisar hasil wawancara dan mengakhirinya, (6) menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan, (7) mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh (Sugiyono, 2007: 235).

3) Teknik dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya cataatan harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.

(31)

2. Prosedur Pengumpulan Data

Sesuai dengan metode penelitian yang digunakan, yakni metode R & D, maka prosedur (langkah-langkah ) dalam pelaksanaan penelitian ini mengacu pada apa yang dipaparkan oleh Borg & Hall (dalam Mulyana 2008: 112)yakni sebagai berikut:

1). Melakukan studi pendahuluan, yakni untuk memperoleh data empiric (melalui observasi) tentang kondisi peserta didik dan studi teoretik (studi literature), yakni konseptual yang terkait dengan data awal (empiric) yang diperoleh.

2). Mengembangkan model yang akan diimplementaikan, yakni melihat validitas dari model tersebut. Untuk itu perlu dilakukan “seminar terbatas” dengan mengundang para pakar atau praktisi bidang pendidikan luar sekolah dan tutor pada lembaga setempat untuk melihat kelemahan dari model yang disusun.

3). Merevisi (memperbaiki) model berdasarkan masukan pada pakar (praktisi) sampai model tersebut siap untuk diuji cobakan (mungkin masih diperlukan pertemuan dengan para pakar yang relevan?

4). Uji coba model secara terbatas ke lapangan, yakni dengan eksperimen semu” (One Group-Postest Only Design) dengan tujuan melihat keefektifan model tersebut melalui pengamatan, wawancara atau angket. 5). Revisi model awal, yakni analisis dan penyempurnaan model tersebut

(32)

6). Uji coba pelaksanaan di lapangan, yakni dilaksanakan di masyarakat yang sesungguhnya (lebih luas), yakni dengan One Group Pretest-Postest Only Design. Ini mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama dan perlu ke

lapangan berulang-ulang

7). Revisi model (penyempurnaan) yakni memperbaiki hal-hal yang masih lemah atau kurang efektif

8). Final pengembangan model pelatihan pendampingan dalam rangka meningkatkan kompetensi pendamping pada kelompok usaha konveksi di Kota Gorontalo

(33)
[image:33.595.104.507.95.718.2]

Gambar 3.1. Langkah-Langkah Penelitian Pemahaman Fenomena

Faktual

Studi Teoretik

Penyusunan Indikator dan Pembuatan Instrumen

Validasi instrumen

Analisis Data secara

Kualitatif Deskripsi Data

Perumusan Model Konseptual

Validasi Model Konseptual

Revisi Model Konseptual

Uji Coba Terbatas Model Konseptual

Revisi Uji Coba Terbatas Model Konseptual

Uji Coba Model (lapangan)

Penyempurnaan Model (Validasi) Pengumpulan dan

Pengolahan Data

(34)

C. Data dan Sumber Data 1. Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah aspek-aspek yang berkaitan dengan pengembangan model pelatihan pendampingan dalam rangka meningkatkan kompetensi pendamping pada kelompok usaha konveksi di Kota Gorontalo

Data dalam penelitian ini terbagi atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data tentang model pengembangan pelatihan pendampingan dalam rangka meningkatkan kompetensi pendamping pada kelompok usaha konveksi di Kota Gorontalo diperoleh dari hasil wawancara sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen dan informasi-informasi yang relevan dengan variabel penelitian.

2. Sumber Data

Yang menjadi sumber dalam penelitian ini adalah sumber primer dan sekunder. Yang menjadi sumber primer adalah pengelola konveksi, instruktur (fasilitator), pendamping konveksi Kota Gorontalo, sedangkan sumber sekunder adalah pemerintah, dinas terkait, tokoh masyarakat, tokoh-tokoh pemuda dan masyarakat lainnya.

D. Analisis Data

(35)

penelitian yang berkaitan dengan produk yang akan dikembangkan, (b) mengembangkan produk berdasarkan hasil penelitian, (c) uji lapangan, dan (d) mengurangi devisiensi yang ditemukan dalam tahap ujicoba lapangan

Selanjutnya, analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penggabungan antara analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Untuk analisis deskriptif didasari atas pertimbangan bahwa secara harfiah penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk 1) membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian,2) mengidentifikasi masalah-masalah untuk mendapatkan justifikasi keadaan atau praktek-praktek yang sedang berlangsung, membuat komparasi dan evaluasi, 3) untuk mengetahui apa yang dikerjakan oleh orang-orang lain dalam menangani masalah atau situasi yang sama agar dapat belajar dari mereka untuk kepentingan pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa depan (Mulyana 2008: 115)

Aplikasi teknik analisis data dalam penelitian ini dikelompokkan atas tiga tahap, yaitu studi pendahuluan, pengembangan model dan kajian efektivitas. 1) Tahap Studi Pendahuluan

(36)
[image:36.595.111.512.155.613.2]

komponen yang merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data sebagaimana gambar berikut:

Gambar 3.2. Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif (sumber, Bungin 2003)

2) Tahap Pengembangan Model

Pada tahap pengembangan model dilakukan analisis deskriptif, di mana berdasarkan hasil studi pendahuluan dan kajian teoretik meliputi menyusun Model Pelatihan Pendampingan Bagi Peningkatkan Kompetensi pendamping konveksi. Model yang disusun ini kemudian divalidasi pakar, praktisi, dan teman sejawat serta dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.

3) Tahap Kajian Efektivitas

Pada tahap kajian efektivitas model ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan terhadap instrumen observasi, wawancara dan dokumentasi sedangkan analisis kuantitatif digunakan terhadap tes hasil belajar.

Data collection

Data Display

Data Reduction

(37)

Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan uji statistik Wilcoxon Match Pairs Test untuk menguji perbedaan antara dua data yang

berpasangan, yaitu skor pretest dan postest, dengan statistik uji Z.

Z= ) 1 ) 1 ( 24 1 ) 1 ( 4 1 2 + + + − n n n n n T

Hipotesis Nol : H0:µ = µ2 (tidak terdapat perbedaan yang signifikan

antara skor pretest dan postest)

Hipotesis Alternatif : H1:µ1 ≠ µ2 (terdapat perbedaan yang signifikan antara

skor pretest dan postest)

E. Pengecekan Keabsahan Data

Uji keabsahan data yang akan dilakukan peneliti terdiri atas: 1. Uji Kredibilitas

(38)

2. Uji Tranferabilitas

Kegiatan ini dimaksudkan untuk menguji keberlakuan hasil penelitian atau informasi yang diberikan dalam konteks yang lebih luas.

3. Uji Dependabilitas dan Konfirmabilitas

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I, (2000), Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa, Bandung, Indira.

Ahmadi, Abu dan Nur Ubbiyati, (2001). “Ilmu Pendidikan”, Jakarta : PT. Rhineka Cipta.

Ahmadi, Djauzak, (1994). “Peningkatan Mutu Pendidikan Sebagai Sarana Pembangunan Bangsa”, Jakarta : Balai Pustaka.

Alfred R. Lateiner, dan JE. Lavine, (1983). Teknik Memimpin Pegawai dan Pekerja. Jakarta: Aksara Baru.

Alma, Buchori. 2000. Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta Anoraga, dan Suyati. 1995. Produktivitas. Jakarta: Balai Pustaka

Anton wibowo.(2001).”Hubungan Antara Tingkat Pendidikan, Pengalaman Kerja dan Motivasi Kerja dengan Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi PD.Taru Martani Yogyakarta”.Skripsi.Yogyakarta : FIS UNY

Appleman, Chery I. (2004). The enrichment teacher. Los Angeles: NETA Arikunto. Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta : Bina Aksara.

Armstrong, D.G. & J.J. Denton (1998). Instructional skills handbook. Englewood Cliffs: Educational Technology Publications.

Aroef, Matias, (1986). “Pengukuran Produktivitas Kebutuhan Mendesak Di Indonesia”, Jakarta : Prisma.

Atwi Suparman 2001. Desain instruksional: Program pengembangan ketrampilan dasar teknik instruksional (PEKERTI) untuk dosen muda. Jakarta: UT, PPAI-PAU.

Baldwin & Ford, (1988), Training and Development of International Staff, International Human Resources management, London, Sage

Bambang Kusriyanto. 1993. Meningkatkan Produktivitas Karyawan. Jakarta. PT. Pustaka Binaman Pressindo.

(40)

Basleman, Anisah. (2003). Pemberdayaan dan Kemandirian Masyarakat melalui PLS, VISI; Media Kajian Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, IX(14) 34-44.

Basu, Swastha, Dh dan Ibnu sukotjo W, 1995, Pengantar Bisnis Modern, Liberty, Yogyakarta

Block, James H. 1971 Mastery learning : Theory and practice. New York : Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Bogdan, R.C. & Biklen, S.K. (1998). Qualitative Research for Education: An Intriduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Boon, R. 2005 Remediation of reading, spelling, and comprehension. Sydney: Harris Park

Buchari Zainun. 1994. Manajemen dan Motivasi.Jakarta: Balai Aksara.

Cain, Bonnie J. dan John P. Comings. (1977). Principles and Practices of organizational Performance Excelence. Wisconsln : ASQ Quality Press'

Craig, Hall (2001), The Responsible Entrepreneur : How to Make Money and Make a Difference, Career Press 3 Tice Rd, Franklin Lakes, USA.

Danuhadimedjo, D. R. 1998. Kewiraswastaan dan Pembangunan. Bandung: Alfabeta

Delbecq, Andre L. dan Andrew H. Van de Ven. 1977, “Problem Analysis and Program Design: Nominal Group Process Technique”, dalam Gilbert, Neil dan Harry Specht, Planning for Social Welfare: Issues, Models and Tasks, New Jersey: Prentice-Hall

Dessler, Garry, (1986). “Manajemen Personalia Teknik dan Konsep Modern”, Jakarta : Erlangga.

Fattah, Nanang. (2001). Manajemen personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : BPFE.

(41)

Friedman, Paul G. (1985), Informal, non-farmal and formal education programmes, in YMCA George williams college ICE30.1 Lifelong Learning Unit 2, London: yMCA George Williams College.

Gagne, Robert M. and Leslie J. Briggs. 1979. Principles of instructional design. New York: Rinehart and' Winston

Galbraith, John K. 1967. The New Industrial State A signed Book. New York : Library Inc.

Gardner. Enrichment: A guide for parents.

http://www.surfaquarium.com/im.htm

Gaspersz, Vincent. 2000. Manajemen Produktivitas Total, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gentile, J.R. & J.P.Lalley 2003. Standards and mastery learning: Aligning teaching and assessment so al children can learn. Thousand Oaks: Corwin Press, Inc.

Gimin. 2000. “Sikap Mahasiswa Pendidikan Ekonomi IKIP UNRI terhadap Kewiraswasraan”. Jurnal IPS dan Pengajarannya. Tahun 34 (1) : 133 – 145

Goat. (1982) Community and Education. Same relationships and some issues, Leicester

Gomes, Faustino C.(1995).Manajemen Sumber Daya Manusia.Yogyakarta : Andi Offset

Halim, Ali. (1993), Keswadayaan Masyarakat, Jakarta, Lp3ES.

Hamalik, Oemar, (2001), Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Bumi Aksara..

Handari Nawawi, 1990. Administrasi Personel untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Jakarta: Haji Masagung.

Handoko, T. Hani, (1995). “Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia”, Edisi 2, Yogyakarta : BPFE.

Hedjrachman, Ranupandojo, dan Suad Husnan, (1992). “Manajemen Personalia”, Yogyakarta : BPFE.

(42)

Jacius, Michael J. (1968) Growing Old in the Twentieth Century, London: Routledge.

Jamasy, Owin. (2009), Memahami Makna Pendampingan, Community Development dan Community Organizing. (http:www.comdevcentre.

wordpress.com/2009/05/16/memahami-makna-pendampingan-Community-Development-dan-Community-Organizing) diakses tangaal 2 Maret 2012

Joyce, Bruce, Marsha Weil, and Beverly Showers 1992. Models of teaching. Boston: Allyn and Bacon.

Jusuf, Irianto, (2001), Kewirausahaan, Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses, Salemba Empat

Kamil, Mustofa, (2010). Model Pendidikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta

Knowles Malcolm, (1984) The Adult Learner :A Neglected Species,Third Edition, Houston:: Gulf Publishing Company Book Devision

Knowles Malcolm S. (1980) Modern Practice of Adult Education, From Pedagogy to Andragogy,Chicago: Association Press,Follett Publishing Company.

Komaruddin. (1992). Manajemen Pengawasan Kualitas Terpadu suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.

Kurniawati, P., Surus, A.M., Fauzi, I.N. 2005. Success Story: Rahasia Sukses Pelaku UKM. Jakarta. Pustaka Redi

Mardikanto, Totok. 1997. Link and Match Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta. Balai Pustaka

Marzuki.(1992). Kompetensi, Apa dan Bagaimana.Jakarta : Bumi Aksara Mayo, M. (1987). Imagining Tomorrow: Community adult education for

transformation, Leicester: National Institute of Adult Continuing Education.

McAshan (1981), Innovation and Entrepreneurship, Practice and Principles, New York, Harper Business.

Moekijat. (2002). Dasar-DasarMotivasi. Bandung: Pioner Jaya.

(43)

Mulyana, Deddy. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana, (2008), Kewirausahaan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Nedler.(1982). Interaction Eetween Formal and Non-Formal Education Paris, Paper for Conference of the International Council for Adult Education. Nitiseminto S, Almisal, (1986). “Manajemen Personalia”, Jakarta : Ghalia

Indonesia.

Nurhadi, Senduk, G.A. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan penerapannya dalam KBK. Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang.

Onang Uhjana. (1987). Minat dan Motivasi Kerja dalam Perekonomian. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Payaman, Simanjuntak, (1995). “Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia”,Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Purnomo, Bambang Hari. 2005. Membangun semangat Kewirausahaan. Yogyakarta. LaksBang PRESSindo

Rahman, Nurdin. (1989). Instruksional Material Perencanaan Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Depdikbud.

Reksohasidiprodjo. 1989. Organisasi Perusahaan-Teori Struktur dan Perilaku. BPFE. Yogyakarta

Renzulli, J. 1997. The school wide enrichment model. Northwest Journal of Education, Fall 1997

Riyadi. (2000). Motivasi dan Pelimpahan Wewenang sebagai variabel Moderating dalam Hubungan antara Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kinerja Manajerial. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia.

Robbin, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontrocersi, Aplikasi, Jilid 1, Edisi Bahasa Indonesia.

Rusman, (2011). Model-Model Pembelajaran, Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sardiman, A.M. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali.

(44)

Semiawan, Conny. dkk. (1985). Pendekatan keterampilan proses, Jakarta:PT Gramedia

Sihombing, Umberto. (2000). Manajemen Strategi Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: PD. Mahkota.

Simamora, Henry, (2001). “Manajemen Sumber Daya Manusia”, Yogyakarta : YKPN.

Simon ,Devung. (1989). Pengantar Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta: Depdikbud.

Sinungan, Muchdarsyah, (1987). “Produktivitas Apa dan Bagaimana”, Jakarta : Bumi Aksara.

Siskandar 2003. Teknologi pembelajaran dalam kurikulum berbasis kompetensi. Makalah disajikan pada seminar nasional teknologi pembelajaran pada tanggal 22 – 23 Agustus 2003, di Yogyakarta. Soelaiman, Joesoef. (2004), Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta:

PT. Bumi Aksara.

Soemanto, W. (1999). Sekuncup Ide Operasional Pendidikan Wiraswasta. Jakarta. Bumi Aksara.

Soemitro. (1998). Pengukuran Kompetensi, Laboratorium PSK&E TI-ITB, Bandung.

Sudjana. (1989). Metode Statistika. Tarsito: Bandung

Sudjana, D. (2000). Pendidikan Luar Sekolah, Sejarah, Azas,

..., (2001), Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan, Sejarah, Perkembangan, Falsafah, Teori Pendukung Azas, Bandung:Falah Production.

..., (2004). “Strategi Pembelajaran Dalam Pendidikan Luar Sekolah“.Bandung

Sudirman, Djoko. (2001). Pelatihan bagi Masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka Sukarman. 1988. “ Sumbangan Media Massa Khususnya Surat Kabar

terhadap Pelajaran Ekonomi pada SMA di Propinsi DIY”. Desertasi. Malang: Perpustakaan UM.

(45)

Sugiyono, (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Jakarta: Alfabeta

Suit, Y. dan Almasdi. 2000. Aspek Sikap Mental dalam Sumber Daya Manusia. Jakarta. Ghalia Indonesia.

Suryana, (2006), Kewirausahaan, Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses, Salemba Empat

Susana Dewi, Cahyani, (2003). “Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman KerjaTerhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada Perusahaan Mebel PT.Prolindo Originals Perkasa Klaten”. Skripsi. Tidak Dipublikasikan.Surakarta : FE UMS.

Syukur, (2001). “Metode Penelitian dan Penyajian data Pendidikan”, Semarang : Medya Wiyata.

Thomas, S. A and Mueller, L.S. 2000. “Entrepreneurs: International; Personality: Cross Cultural Studies; Comparative Analysis Studies.” Journal of International Business Studies (JIB). Second Quarter (31) : 287 – 301

UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wibowo, Singgih. 2007. Petunjuk Mendirikan Perusahaan Kecil. Jakarta. Penebar Swadaya

Winarno Surakhmad. 1982. Pengantar interaksi mengajar belajar: dasar dan teknik metodologi pengajaran, Bandung : Penerbit Tarsito

Woekirno Sumardi. 1979. Faktor-FaktorProduktivitas Karyawan. Jakarta: Gramedia.

Wursanto, Ig. 1990. Manajemen Kepegawaian 1. Yogyakarta: Kanisius. Zainun, B. 1989. Manajemen dan Motivasi. Balai Aksara. Jakarta.

(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bagian terakhir disertasi ini akan diuraikan secara berturut-turut tentang: (1) kesimpulan, dan (2) rekomendasi.

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada permasalahan dan tujuan dari penelitian serta dihubungkan dengan pengembangan model pelatihan, secara garis besar dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Kondisi awal kompetensi pendamping konveksi di Kota Gorontalo pada umumnya sesuai dengan standar pendamping konveksi. Pada konveksi kompetensi tersebut belum nampak dikarenakan pendamping konveksi tersebut belum mendapatkan pelatihan pendampingan yang optimal. Pendampingan yang dilakukan masih berupa petunjuk pelaksanaan kegiatan konveksi tentang bagaimana menjahit dan memasarkannya. Selanjutnya, model pendampingan bagi peningkatkan kompetensi pendamping konveksi selama ini diperoleh melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi dengan melihatnya dari tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengembangan

2. Pengembangan model pelatihan pendampingan dalam rangka peningkatan kompetensi pendamping konveksi dilaksanakan melalui langkah-langkah kegiatan yang dilakukan peneliti untuk mengembangkan model pelatihan

(47)

pendampingan adalah melakukan analisis kebutuhan pengembangan, menetapkan unsur-unsur yang akan di kembangkan, menyusun model pendampingan bagi peningkatan kualitas dan produktivitas, melakukan validasi pengembangan model dengan pakar Pendidikan nonformal, praktisi pendidikan nonformal dan teman sejawat, dan menyusun model akhir.

3. Implikasi model pendampingan dilakukan melalui kegiatan uji coba dan uji aplikasi model pendampingan. Uji coba model pendampingan ini dilaksanakan dua kali, yang dilakukan pada model pendampingan. Dari hasil uji coba ini diharapkan dapat diperoleh kesimpulan yang menggambarkan karakteristik pengembangan model pendampingan yang diharapkan. Prosedur pelaksanaan uji coba ini ditempuh melalui tiga pokok kegiatan, meliputi: pembentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang mengacu kepada langkah-langkah masing-masing model pembelajarannya, pelaksanaan pembelajaran, dan memberikan post-test kepada kelompok eksperimenkan dan kelompok kontrol dengan materi tes yang sama.

(48)

B. Rekomendasi

Beberapa rekomendasi yang diajukan berlandaskan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam usaha mengembangkan konveksi, maka perlu adanya pembentukan wadah seperti koperasi para pelaku ekonomi dibidang konveksi untuk mendorong tumbuh dan majunya konveksi-konveksi di Kota Gorontalo. 2. Bagi pengelola konveksi sebaiknya melakukan pendampingan secara

kontinu. Hal ini disadari bahwa pendamping konveksi yang dipekerjakan belum memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap/perilaku yang cukup baik dalam melaksanakan pekerjaan konveksi.

3. Bagi pendamping, sebaiknya melaksanakan pendampingan kepada pekerja secara cermat dengan memperhatikan karakteristik pekerja sehingga diperoleh hasil yang baik. Selain itu, senantiasa mengembangkan kompetensinya dengan selalu menerima bimbingan dari pendamping. Selain itu, dapat mengembangkan keterampilan yang dimiliki melalui pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan konveksi di tempatnya bekerja.

Gambar

Tabel  4.1    Skor Pre-test dan Post-test Aspek Pengetahuan peserta
Gambar 3.1. Langkah-Langkah Penelitian
Gambar 3.2. Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif (sumber, Bungin 2003)

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai bagian dari sistem pembelajaran media mempunyai nilai-nilai praktis yang berupa kemampuan atau ketrampilan untuk (1) membuat konsep yang abstrak menjadi

Pengaruh Personal Branding Terhadap Keberhasilan Usaha Clothing Company Peter Says Denim.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Untuk itu sebagai langkah awal menginisiasi RSUDZA sebagai rumah sakit rujukan pertama di Provinsi Aceh dalam rencana penanggulangan bencana internal maupun

Menurut PPDGJ III, episode depresif ditandai dengan gejala utama, yaitu: 1) afek depresif; 2)kehilangan minat dan kegembiraan; dan 3) berkurangnya energi yang

Syukur Alhamdulillah peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis

Sahabat MQ/ kasus skandal century/ terus bergulir// Dugaan bila kasus ini akan menyeret sejumlah tokoh/ kini terbukti// Kali ini/ Menteri Keuangan Sri Mulyani/ yang

Kontroversi tentang penafsiran ilmiah terhadap ayat-ayat kawniyyah ini, sebetulnya berasal dari relasi antara makna doktriner al-Qur’an yang diyakini bersifat mutlak

[r]