• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III. METODE PENELITIAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 33

BAB III.

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kebun Percobaan (KP) Kaliwining milik Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) yang secara administratif berada di Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur. Lokasi penelitian pada 8° 15' 29'' LS dan 113° 36' 41'' BT, terbentang di atas dataran alluvial dengan ketinggian sekitar 45 m dpl dan kemiringan lahan 1%.

Analisa curah hujan dan analisa sedimen dilakukan di Laboratorium Tanah dan Air Puslitkoka Jember. Analisa sampel tanah di awal dan akhir percobaan dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2015. Percobaan di lapangan serta pengamatan dilakukan secara intensif selama 8 minggu dari tanggal 19 Februari sampai dengan 19 April 2015.

B. Tatalaksana Penelitian

1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Desain dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif.

Menurut Sugiyono (2012), dikatakan metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Metode kuantitatif digunakan apabila masalah merupakan penyimpangan antara yang seharusnya dengan yang terjadi, antara aturan dengan pelaksanaan, antara teori dengan praktik, antara rencana dengan pelaksanaan.

Berdasarkan klasifikasi manfaat penelitian, maka penelitian ini merupakan jenis penelitian terapan yaitu yang manfaatnya dapat segera dirasakan oleh beberapa kalangan. Penelitian terapan biasanya dilakukan untuk memecahkan masalah yang ada sehingga hasil penelitian harus segera dapat diaplikasikan (Prasetyo dan Jannah, 2008).

Berdasarkan teknik pengumpulan data, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimen. Menurut Masyhuri dan Zainuddin (2008), eksperimental adalah observasi di bawah kondisi buatan (artificial condition). Dalam penelitian ini peneliti melakukan eksperimen sungguhan untuk mencari kemungkinan hubungan

(2)

commit to user

sebab akibat dengan memberikan perlakuan rorak dan mulsa terhadap kelompok perlakuan dan membandingkannya dengan kontrol atau kelompok pembanding.

Tujuan penelitian eksperimen adalah menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat serta berapa besar hubungan sebab akibat tersebut dengan cara memberikan perlakuan (treatment) pada beberapa kelompok eksperimental dan penyelidikan kontrol untuk perbandingan. Percobaan dilakukan salah satunya untuk menguji hipotesa serta menemukan hubungan kausal yang baru (Masyhuri dan Zainuddin, 2008).

Penelitian ini menggunakan Rancangan Pola Tersarang (Nested) yang didalamnya terdapat Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktorial yang diulang 3 kali. Faktor pertama adalah rorak, sedangkan faktor kedua adalah mulsa (rancangan percobaan terlampir).

2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Cangkul dan sekop untuk membuat rorak

b. Alat penampung air dan sedimen dalam rorak yang terbuat dari bahan alumini (ukuran panjang 40 cm, lebar 30 cm dan tinggi 30 cm)

c. Alat penakar curah hujan harian sebanyak 5 unit yang dipasang di luar tajuk kakao sebanyak 2 alat dan di dalam tajuk kakao sebanyak 3 alat dalam satu lokasi percobaan

d. Meteran untuk mengukur ketinggian sedimen, luas plot dan jarak tanam kakao e. Bor tanah untuk pengambilan sampel tanah

f. Gelas ukur untuk mengukur volume air hujan yang tertampung di penakar hujan dan mengukur volume air limpasan yang tertampung di rorak

g. Timba dan bak untuk mengangkut air serta sedimen yang tertampung di rorak dari lahan percobaan menuju laboratorium

h. Alat-alat untuk analisa sampel tanah yang meliputi sifat kimia dan fisika tanah.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Mulsa Plastik Hitam Perak sebagai pembatas plot pada semua perlakuan serta penampung air limpasan permukaan dan sedimen pada perlakuan tanpa rorak b. Bambu untuk dibuat ajir dan tali sebagai penguat batas plot

(3)

commit to user

c. Bahan organik untuk mulsa in situ yang diambil di sekitar lokasi penelitian (daun kakao dan jerami padi)

d. Sampel tanah komposit

e. Plastik kiloan dan karet gelang untuk memindahkan air limpasan yang masuk ke dalam alat dari lahan percobaan menuju laboratorium

f. Khemikalia untuk analisa sampel tanah, sedimen dan air hujan.

3. Macam Perlakuan

Penelitian ini menggunakan perlakuan kombinasi faktorial. Satu plot percobaan masing-masing terdiri dari 16 pohon kakao dengan umur seragam yaitu 8 tahun. Faktor pertama adalah rorak (ukuran panjang 40 cm, lebar 30 cm dan kedalaman 30 cm) dan faktor kedua adalah mulsa.

Faktor 1 : tanpa rorak (R0),

rorak antara 4 pohon atau 9 rorak per 16 pohon (R9) dan rorak antara 2 pohon atau 16 rorak per 16 pohon (R16).

Faktor 2 : tanpa mulsa (M0),

mulsa daun kakao 6 Mg ha-1(Mk) dan

mulsa daun kakao 3 Mg ha-1dan jerami padi 5 Mg ha-1(Mkj).

Total perlakuan adalah 9 perlakuan dengan 3 kali ulangan sehingga terdapat 27 plot perlakuan sebagai berikut:

R0M0 : tanpa rorak, tanpa mulsa (sebagai kontrol), R0Mk : tanpa rorak, mulsa daun kakao,

R0Mkj : tanpa rorak, mulsa daun kakao dan jerami padi, R9M0 : 9 rorak per 16 pohon, tanpa mulsa,

R9Mk : 9 rorak per 16 pohon, mulsa daun kakao,

R9Mkj : 9 rorak per 16 pohon, mulsa daun kakao dan jerami padi, R16M0 : 16 rorak per 16 pohon, tanpa mulsa,

R16Mk : 16 rorak per 16 pohon, mulsa daun kakao, dan

R16Mkj : 16 rorak per 16 pohon, mulsa daun kakao dan jerami padi.

Limbah kebun dalam penelitian ini yaitu daun kakao dan limbah lokal berupa jerami padi digunakan dalam bentuk segar dan kering angin. Hal ini didukung oleh Li et al., (2014) yang menyatakan bahwa seresah yang tidak dikomposkan berperan lebih signifikan dalam mengendalikan runoff dan erosi dibandingkan seresah yang dikomposkan maupun yang setengah dikomposkan.

(4)

commit to user 4. Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam metode penelitian, populasi digunakan untuk menyebutkan sekelompok obyek yang menjadi masalah sasaran penelitian. Populasi merupakan keseluruhan obyek penelitian yang dapat menjadi sumber data penelitian (Masyhuri dan Zainuddin, 2008). Menurut Prasetyo dan Jannah, (2008) populasi adalah keseluruhan gejala atau satuan yang ingin diteliti, sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang ingin diteliti. Oleh karena itu sampel harus dilihat sebagai suatu pendugaan terhadap populasi dan bukan populasi itu sendiri.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pohon kakao dalam hamparan lahan kakao sedangkan sampel yang digunakan adalah sekumpulan pohon kakao seragam sebanyak 16 pohon yang diberi perlakuan sama serta diambil sampel tanahnya. Pengambilan sampel tanah dilakukan diantara 4 pohon kakao yang berada ditengah plot.

5. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian kuantitatif dapat dibedakan menjadi dua yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable).

Variabel bebas adalah suatu variabel yang ada atau terjadi mendahului variabel terikatnya sehingga keberadaan variabel ini menjelaskan terjadinya fokus atau topik penelitian. Variabel terikat adalah variabel yang diakibatkan atau dipengaruhi oleh variabel bebas. Keberadaan variabel ini sebagai variabel yang dijelaskan dalam fokus/topik penelitian (Prasetyo dan Jannah, 2008).

Variabel bebas disebut pula variabel yang mempengaruhi, sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jarak antar rorak atau perlakuan rorak dan jenis mulsa, sedangkan variabel terikat adalah volume air limpasan (runoff) dan jumlah sedimen.

6. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan berdasarkan jenis data yang akan diambil dan diperlukan dengan uraian sebagai berikut:

(5)

commit to user a. Data limpasan permukaan dan sedimen

Setiap plot perlakuan dibatasi dengan menggunakan plastik mulsa hitam perak yang dibenamkan ke dalam tanah 15-20 cm dengan 15-20 cm berada diatas permukaan tanah. Tujuan pembatasan plot adalah agar tiap plot hanya mendapatkan input air dari hujan dan mengurangi pengaruh dari perlakuan lainnya.

Data limpasan permukaan dan sedimen didapatkan dari alat penampung berbahan dasar alumini yang dipasang di dalam rorak. Alat ini akan menampung air hasil limpasan permukaan dan sedimen yang terangkut melalui proses erosi.

Pada perlakuan 9 rorak per plot dipasang alat sebanyak 1 (satu) buah per plot dan diletakkan pada rorak yang berada di tengah. Pada perlakuan 16 rorak per plot dipasang alat sebanyak 2 (dua) buah di tengah dengan posisi yang tidak sejajar.

Desain posisi alat terdapat pada denah plot percobaan yang terdapat pada lampiran.

Jumlah air dan sedimen yang tertampung dalam rorak pada tiap hari hujan akan diukur berdasarkan volumenya kemudian dipisahkan antara air dan sedimen. Hasil pengukuran volume air akan dianggap sebagai data volume limpasan permukaan. Sedimen yang telah dipisahkan dari air limpasan permukaan kemudian dikering anginkan dan ditimbang untuk mengetahui berat kering sedimen.

Sedimen dalam kondisi kering angin akan diakumulasikan untuk mendapatkan berat tertentu yang siap untuk dianalisa sifat kimianya. Analisa sifat kimia dari sampel sedimen mencakup nilai N total, P tersedia, K tertukar, C organik dan pH.

b. Data sampel tanah

Sampel tanah akan didapatkan secara komposit pada salah satu diantara 4 pohon sampel yang berada di tengah dalam suatu plot percobaan. Pengambilan sampel dilakukan pada dua lapisan tanah yaitu lapisan pertama 0-10 cm dan lapisan kedua 10-20 cm. Pada tiap lapisan tanah, pengambilan sampel dilakukan pada 4 arah mata angin untuk mendapatkan sampel tanah komposit dari masing- masing plot percobaan.

(6)

commit to user

Sampel tanah yang telah didapatkan selanjutnya disimpan dalam kantong plastik dan diberi kode menurut perlakuannya. Sampel tanah tersebut selanjutnya akan dianalisis sifat fisik dan kimia yang terdiri dari pH, kadar lengas tanah, tekstur dan unsur hara (N total, P tersedia dan K tertukar) serta bahan organik yang didapatkan dari analisa C organik.

c. Data curah hujan

Pengumpulan data curah hujan dilakukan berdasarkan data primer dan sekunder. Data primer curah hujan secara aktual didapatkan melalui alat penakar hujan yang dipasang di luar tajuk dan di dalam tajuk (Gambar 10). Pada masing- masing pengukuran hujan dengan alat penakar hujan menggunakan ulangan.

Pengukuran hujan di luar tajuk dilakukan sebanyak 2 ulangan sedangkan pengukuran hujan di dalam tajuk dilakukan sebanyak 3 ulangan. Ulangan pada pengukuran hujan di dalam tajuk lebih banyak daripada di luar tajuk karena arsitektur tajuk lebih bervariasi sehingga diperlukan lebih banyak ulangan daripada kondisi di luar tajuk.

(a) (b)

Gambar 10. Alat Penakar Hujan yang Berada di Lokasi Penelitian a) Luar Tajuk, b) Dalam Tajuk

Alat penakar hujan yang dipasang di luar tajuk berada pada ketinggian 1,2 meter dari permukaan tanah pada batas corong teratas. Ketinggian alat penakar

(7)

commit to user

hujan yang dipasang di dalam tajuk menyesuaikan dengan tinggi tajuk terendah.

Volume hujan yang tertampung dalam alat penakar hujan akan diukur menggunakan gelas ukur dengan satuan ml (mili liter). Satuan tersebut akan dikonversikan ke dalam satuan curah hujan yaitu (mili meter) dengan rumus:

1 mm curah hujan = 15 ml volume air hujan pada gelas ukur

Curah hujan yang tertampung di dalam alat penakar hujan akan diukur volumenya setiap kejadian hujan harian. Pengambilan data curah hujan yang tertampung dalam alat penakar hujan dilakukan setiap 24 jam sekali atau sehari sekali pada pagi hari sebelum jam 07.00 WIB. Sampel hujan yang tertampung di luar tajuk dan di dalam tajuk masing-masing akan dikomposit untuk dilakukan analisa kandungan hara dalam air hujan tersebut. Kandungan hara yang diukur antara lain N, P, K, C organik dan pH.

Data curah hujan aktual dari hasil pengukuran menggunakan alat penakar hujan juga akan disinkronkan dengan data sekunder curah hujan yang berasal dari stasiun klimatologi di Kebun Percobaan Kaliwining. Data tersebut diasumsikan sebagai hujan 100% tanpa adanya pengaruh dari vegetasi atau pepohonan.

d. Desain lahan dan pola aliran

Untuk memperjelas kejadian aliran permukaan yang membawa sedimen serta fungsi rorak dan mulsa, akan diukur ketinggian sedimen yang berada di dalam rorak. Pada desain plot percobaan juga dapat diketahui sketsa posisi pohon kakao dan rorak. Selanjutnya pada akhir percobaan akan diukur ketinggian tiap rorak yang telah terisi sedimen. Hal ini akan menjelaskan pola aliran yang terjadi dalam lahan.

7. Teknik Analisis Data

Pengamatan harian dilakukan pada volume runoff dan berat sedimen setiap kali terjadi hujan. Analisis kesuburan dilakukan terhadap sampel curah hujan, sampel tanah dan sampel sedimen. Parameter pengamatan dan metode analisis dijelaskan pada Tabel 6.

(8)

commit to user Tabel 6. Parameter Pengamatan dan Metode Analisis

Parameter Pengamatan Metode/ Alat analisis Runoff yang masuk rorak

a. Volume air limpasan b. Berat kering sedimen c. Kandungan hara :

N total P tersedia K tertukar C organik

Gravimetri (gelas ukur satuan ml) Gravimetri/ berat kering angin (gr) Kjedahl

Bray I

KTK spektrofotometri Walkey and Black Curah hujan

a. Volume

b. Kandungan hara N total

P tersedia K tertukar C organik pH

Gravimetri (gelas ukur satuan ml) Kjedahl

Bray I

KTK spektrofotometri Walkey and Black H2O

Sampel Tanah (awal dan akhir) N total

P tersedia K tertukar C organik

pH

Tekstur (% pasir, debu, liat) Kadar lengas

Struktur Porositas

Kjedahl Bray I

KTK spektrofotometri Walkey and Black H2O

Pipet

Gravimetri dan oven kering Alkohol

Berat jenis dan berat isi

Desain lahan dan pola aliran runoff Visual dan denah plot percobaan

Tabel diatas menunjukkan parameter yang akan diamati dan metode pengamatannya. Analisa tekstur tanah dilakukan dengan metode pipet seperti tercantum pada Lampiran 3. Analisa pH menggunakan pH H2O seperti tercantum pada Lampiran 4. Kandungan bahan organik dianalisa berdasarkan kadar C-organik yang tercantum pada Lampiran 5. Analisa unsur hara berupa N total, P tersedia dan K tertukar masing- masing terlampir pada Lampiran 6, 7 dan 8.

Data yang didapatkan akan dianalisis lebih lanjut dan dilakukan uji sidik ragam secara faktorial pada taraf 5%. Setelah uji sidik ragam akan dilakukan uji Duncan untuk mengetahui perlakuan yang beda nyata. Uji korelasi dan uji regresi digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara perlakuan rorak dan mulsa terhadap besarnya runoff dan sedimen yang tertampung dalam rorak. Analisis data menggunakan software SPSS versi 17.0 dan Minitab 13.

(9)

commit to user

Efektivitas perlakuan dari kombinasi rorak dan mulsa akan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

= 1 − 100%

Kontrol yang dimaksud pada rumus diatas adalah perlakuan tanpa rorak dan tanpa mulsa (R0M0). Rumus tersebut akan menghasilkan perlakuan yang paling efektif dalam mengendalikan sedimen dan runoff. Efektivitas ini menggunakan prinsip less the best dimana perlakuan yang menghasilkan sedimen maupun runoff terkecil merupakan

perlakuan yang terbaik.

C. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Kondisi curah hujan

Berdasarkan data dari stasiun klimatologi Kaliwining selama 30 tahun terakhir (Gambar 11), wilayah Kaliwining mendapatkan hujan terendah pada tahun 1991 yaitu sebesar 1059 mm/tahun dan curah hujan tertinggi pada tahun 2010 sebesar 2715 mm/tahun, sedangkan curah hujan rata-rata adalah 1.870 mm/tahun. Curah hujan diatas 4.500 mm/tahun kurang baik untuk budidaya kakao karena kondisi curah hujan yang tinggi menyebabkan kelembaban tinggi sehingga menyebabkan penyakit busuk buah kakao yang merupakan penyakit utama pada tanaman kakao. Wilayah yang mendapatkan curah hujan kurang dari 1.200 mm/tahun masih dapat ditanami kakao, namun dengan pengelolaan yang baik misalnya memberikan pohon penaung atau melalui air irigasi (Balittri, 2012).

Gambar 11. Sebaran Curah Hujan Tahunan di Kaliwining Selama 30 Tahun Terakhir (Sumber: Stasiun Klimatologi Kaliwining, 2015)

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

1985 1990 1995 2000 2005 2010

Curah hujan (mm/tahun)

Tahun

(10)

commit to user

Salah satu persyaratan tumbuh tanaman kakao adalah pada curah hujan 1.500 - 2.500 mm/tahun (Ditjen Perkebunan, 2007) atau 1.100 – 3.000 mm/tahun dengan distribusi curah hujan sepanjang tahun (Balittri, 2012) sehingga ditinjau dari curah hujan tahunan, wilayah ini sangat sesuai sebagai lokasi perkebunan kakao.

Distribusi curah hujan yang merata sepanjang tahun lebih penting daripada jumlah hujan tahunan karena tanaman kakao lebih sesuai dibudidayakan pada wilayah dengan bulan kering tidak lebih dari 3 bulan (Susanto, 1994). Selama 30 tahun terakhir, rata-rata bulan kering adalah 4,33 dan bulan basah 6,60. Menurut klasifikasi Schmidt and Ferguson, wilayah Kaliwining dan sekitarnya tergolong ke dalam tipe iklim D atau sedang dengan nilai Q sebesar 65,66%. Iklim yang ideal untuk tanaman kakao adalah daerah yang memiliki tipe iklim B menurut Schmidt dan Ferguson.

Kakao merupakan tanaman C3 (tanaman lindung) yang mampu berfotosintesis pada suhu rendah, namun suhu ideal untuk budidaya kakao adalah pada 30-32°C (Balittri, 2012).

2. Jenis Tanah dan Unsur Hara

Tanah yang terdapat pada Kaliwining termasuk ke dalam jenis tanah Regosol atau Inceptisol. Tanah jenis ini pada umumnya mempunyai lapisan olah tanah yang dangkal, tekstur kasar, kandungan bahan organik tanah yang rendah dan cenderung mudah mengalami erosi (Girmay et al, 2009). Berdasarkan hasil analisa laboratorium kimia dan kesuburan tanah UNS, tekstur tanah pada lokasi percobaan mengandung pasir sebanyak 73,96%, debu 18,16% dan klei sebanyak 8,20% sehingga tekstur tanahnya termasuk lempung berpasir (loamy sand). Menurut Ogeh dan Ipinmoroti (2015) tekstur ini tidak bisa menahan dan mencukupi kebutuhan air bagi tanaman, untuk itu tanah perkebunan perlu dikelola dengan penutupan kanopi yang baik dan aplikasi mulsa seresah untuk mencegah kehilangan air tanah melalui evaporasi.

Karakteristik tekstur loamy sand menurut Ditjen Perkebunan (2007) masuk dalam kategori S2 atau sesuai untuk tanaman kakao. Kisaran tekstur ini hampir sama dengan sebelas lokasi sentra perkebunan kakao yang terdapat pada Ondo State, Nigeria yang diteliti oleh Aikpokpodion (2010) dimana dari sebelas lokasi perkebunan kakao, rata- rata kandungan pasir, debu dan klei masing-masing sebesar 69,79%, 15,62% dan 15,20%, namun teksturnya termasuk pasir berlempung (sandy loam).

Berat volume (bulk density) merupakan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk pori-pori tanah. Berat volume menunjukkan kepadatan

(11)

commit to user

suatu tanah. Nilai berat volume yang tinggi menunjukkan semakin padat suatu tanah.

Pada umumnya berat volume berkisar antara 1,1-1,6 g/cc. Berat volume merupakan komponen tanah yang penting untuk menghitung kebutuhan pupuk atau air. Berat jenis (particle density) merupakan berat tanah kering per satuan volume partikel padat tanah, namun tidak termasuk volume pori-pori tanah. Kadar lengas tanah pada lapisan pertama adalah 1,37% sedangkan pada lapisan kedua adalah 1,42%. Berat volume tanah pada lokasi penelitian sebesar 0,92 gr/cm³ dan berat jenis (particle density) 2,16 gr/cm³ sedangkan porositas 57,41%.

Tabel 7. Kandungan Beberapa Unsur Hara Sebelum Perlakuan pada Dua Kedalaman di Petak-Petak Kombinasi Perlakuan Rorak dan Mulsa

Rorak Mulsa N (%) P (ppm) K (me%) C org (%) BO (%)

0-10 10-20 0-10 10-20 0-10 10-20 0-10 10-20 0-10 10-20 Tanpa Tanpa 0,237 0,263 16,210 12,230 0,447 0,330 0,670 0,750 1,153 1,287

9/16 Tanpa 0,320 0,263 18,970 16,303 0,410 0,470 0,983 0,633 1,693 1,093 16/16 Tanpa 0,307 0,273 17,110 14,597 0,467 0,387 1,080 0,823 1,860 1,417 Tanpa

Daun

Kakao 0,297 0,257 17,080 15,430 0,377 0,380 1,067 0,783 1,840 1,353 9/16

Daun

Kakao 0,340 0,280 19,050 12,047 0,487 0,407 1,120 0,737 1,927 1,270 16/16

Daun

Kakao 0,317 0,240 20,707 17,350 0,447 0,373 1,343 0,637 2,313 1,103 Tanpa

Kakao

Jerami 0,330 0,243 19,597 11,807 0,517 0,490 1,117 0,883 1,923 1,097 9/16

Kakao

Jerami 0,307 0,277 17,380 14,443 0,483 0,520 1,340 1,340 1,453 1,103 16/16

Kakao

Jerami 0,270 0,247 22,083 17,530 0,433 0,370 1,340 1,340 1,440 1,193

Kandungan unsur hara tanah sebelum percobaan dimulai, diketahui melalui pengambilan sampel tanah awal di lokasi penelitian. Sampel tanah tersebut dianalisa kandungan unsur haranya yang terdiri dari N total, P tersedia, K tertukar dan C organik pada dua kedalaman lapisan tanah yaitu lapisan pertama 0-10 cm dan lapisan kedua 10-20 cm. Data kesuburan tanah pada dua lapisan tanah tersebut tersaji dalam Tabel 7.

Kandungan unsur hara pada lapisan pertama (0-10 cm) lebih tinggi dibandingkan pada lapisan kedua (10-20 cm). Kandungan N pada perlakuan tanpa rorak tanpa mulsa di lapisan pertama sedikit lebih rendah dibandingkan lapisan kedua.

Kandungan K yang lebih besar pada lapisan kedua terdapat pada plot perlakuan 9 rorak per 16 pohon tanpa mulsa, tanpa rorak mulsa daun kakao, 9 rorak per 16 pohon mulsa daun kakao dan jerami padi. Kandungan C-organik maupun bahan organik pada

(12)

commit to user

perlakuan tanpa rorak tanpa mulsa lebih tinggi pada lapisan kedua dibandingkan pada lapisan pertama.

Rata-rata kandungan N pada lokasi percobaan adalah 0,30% pada lapisan 0-10 cm dan 0,26% pada lapisan 10-20 cm. Kandungan P rata-rata 18,95 ppm pada lapisan 0-10 cm dan 14.64 ppm pada lapisan 10-20 cm dan kandungan K rata-rata adalah 0,45 me% pada lapisan 0-10 cm dan 0,41 me% pada lapisan 10-20me%, sedangkan rata- rata kandungan C organik di lapisan 0-10 cm adalah 1,02% dan 0,71% di lapisan 10- 20 cm. Hasil ini menunjukkan bahwa tanah lapisan paling atas (top soil) merupakan lapisan yang paling subur. Menurut Ditjen Perkebunan (2007) kadar N (total), P (tersedia) dan K (tertukar) minimum untuk budidaya tanaman kakao masing-masing adalah 0,28%, 32 ppm dan 0,50 me/100 g. Berdasarkan kriteria ini, kandungan P dan K berada di bawah batas minimal persyaratan tumbuh tanaman kakao. Kadar rata-rata C-organik pada waktu dilakukan penelitian adalah 0,86% dimana berada di bawah batas minimal persyaratan tumbuh kakao yaitu >2%. Namun demikian nilai C-organik ini masuk kategori S3 atau agak sesuai sebagai persyaratan tumbuh tanaman kakao (Ditjen Perkebunan, 2007).

Pengembalian seresah di sekitar batang kakao telah menjadi praktek budidaya kakao di lokasi penelitian sebelum percobaan dimulai. Hal ini sesuai dengan Pedoman Pembangunan Kebun Kakao (Ditjen Perkebunan, 2007) bahwa pada pH tanah 4-5, permukaan tanah perkebunan kakao perlu diberi seresah agar tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik, sedangkan rata-rata nilai pH di lokasi penelitian adalah 4,7.

Lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan pada lokasi yang sama dengan lokasi pengembalian seresah daun kakao dan limbah pangkasan. Tingginya unsur hara di lapisan kedua pada beberapa titik pengambilan sampel tanah mungkin disebabkan oleh kematangan seresah yang berbeda atau karena proses pembalikan tanah. Perbedaan perlakuan cenderung tidak mempengaruhi kandungan hara tanah karena pengambilan sampel tanah dilakukan pada awal percobaan.

3. Teknik Budidaya Kakao

Lokasi percobaan termasuk ke dalam lahan budidaya kakao intensif dari aspek pemupukan serta pengendalian hama dan penyakit. Pemupukan menggunakan pupuk anorganik dilakukan dengan jangka waktu dua hingga tiga kali dalam setahun, sedangkan untuk pupuk organik diaplikasikan setahun sekali. Pupuk anorganik yang digunakan adalah pupuk NPK, ZA dan pupuk mutiara dengan dosis 100 gram per

(13)

commit to user

pohon, sedangkan pupuk organik diaplikasikan sebanyak satu timba kotoran kering kambing atau sapi. Penyemprotan pestisida dilakukan setiap empat hari sekali pada pagi hari sebelum jam 10.00 WIB menggunakan miotrin atau decis. Dosis yang diaplikasikan adalah 5 ml per satu larikan pohon atau 0,08 ml per pohon atau 80 ml untuk satu hamparan kebun. Pestisida decis hanya digunakan jika serangan hama Helopeltis sp. cukup besar.

Lahan kakao yang digunakan sebagai lokasi percobaan mempunyai jarak tanam 3 m x 2,5 m dan dinaungi oleh pohon lamtoro (Leucaena) jenis L2 dengan populasi 56% atau satu pohon lamtoro diantara empat pohon kakao. Salah satu keistimewaan lamtoro ini adalah tidak menghasilkan biji sehingga resiko timbulnya gulma akibat jatuhnya biji secara alami dapat dikurangi. Lamtoro merupakan tanaman jenis leguminosa yang mampu menyuburkan tanah karena mempunyai bintil akar yang mampu menangkap N udara dan menggugurkan banyak biomassa ke tanah sebagai sumber bahan organik.

4. Varietas dan Umur Tanaman Kakao

Pada lahan kakao yang dijadikan lokasi percobaan terdapat 11 varietas kakao yang ditanam. Macam-macam varietas tersebut adalah Sulawesi 1, Sulawesi 2, TSH 858, PA 300, KJ 2, ICS 13, ICS 60, Scavina 6, ICCRI 03, ICCRI 04 dan KW 165.

Tanaman kakao yang ditanam di lokasi percobaan mempunyai rentang umur 7-8 tahun. Rentang umur tersebut untuk tanaman kakao termasuk dalam umur produktif atau sebagai Tanaman Menghasilkan (TM). Jenis kakao bulk mulai berproduksi mulai umur 3 tahun dengan rata-rata produktivitas sebesar 300 kg/ha, sedangkan jenis kakao mulia mulai belajar berbuah pada umur 4 tahun dengan rata-rata produktivitas sebesar 200 kg/ha (Ditjen Perkebunan, 2007).

Referensi

Dokumen terkait

pada virtualisasi server menggunakan proxmox telah berhasil dilakukan yaitu dengan indikasi bahwa Virtual Machine ( VM ) telah berhasil pindah ketika salah satu

menumpuknya abu pada dinding penghantar panas yang dipasang di lingkungan dimana suhu gas pada bagian belakang furnace lebih rendah dibandingkan suhu melunak abu (

Implementasi Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW dalam Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau RTH" di Kota Pangkalpinang pada umumnya telah terlaksana dengan cukup baik, Hal ini

Perubahan orientasi pembangunan suatu negara dapat menyebabkan aspek lingkungan strategis (internal dan eksternal) mengalami perubahan antar lain terhadap kebijakan

Dengan penelitian ini, diharapkan terwujudnya model pengembangan kinerja sistem informasi berbasis metode rekayasa perangkat lunak unified modelling language yang bermanfaat

Pelan Ujian adual penentuan biasan%a diguna Kriteria secara terperinci ditentukan Pemilihan item ujian Soalan ujian berbe*a mengikut prgkt kesukarann%a+ #ertujuan

Wuri Soedjatmiko, selaku direktur Program Pascasarjana UNIKA Widya Mandala yang senantiasa memberikan pengarahan sehingga kegiatan perkuliahan dapat betjalan lancar.. Segenap dosen

Bagi perusahaan diharapkan meningkatkan peran monitoring oleh investor institusi (kepemilikan institusional) agar dapat mendeteksi adanya praktik manajemen laba,