5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Gastritis Kedokteran Barat
1. Pengertian Gastritis
Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung (Hirlan, 2006). Menurut Smeltzer (2005), gastritis adalah inflamasi mukosa lambung yang sering terjadi akibat diet yang sembarangan. Biasanya individu makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan makanan yang berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab penyakit.
2. Klasifikasi Gastritis
Gastritis menurut jenisnya terbagi menjadi dua, yaitu gastritis akut dan gastritis kronik.
a. Gastritis akut adalah peradangan pada mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Erosi sendiri adalah kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muskularis. Hasil pemeriksaan mikroskopis menunjukkan mukosa merah erosi kecil dan perdarahan (Doenges, 2008).
b. Gastritis kronik merupakan peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun yang ditegakkan berdasarkan pemeriksaan hispatologi biopsi mukosa lambung. Ditandai dengan atropi progresif epitel kelenjar disertai dengan kehilangan chief cell.
Akibat produksi asam klorida pepsin dan faktor intrinsik menurun, dinding lambung menjadi menipis sehingga fungsi absorbsi menurun (Mansjoer, 2001).
3. Etiologi Gastritis
Etiologi gastritis antara lain adalah makan tidak teratur atau terlambat makan, biasanya menunggu lapar dahulu baru makan dan saat makan langsung makan terlalu banyak (Puspadewi 2012). Menurut Gomez (2012), penyebab gastritis adalah infeksi bakteri, sering menggunakan pereda nyeri, konsumsi minuman alkohol yang berlebih, stres, dan autoimun. Gastritis bakterialis biasanya merupakan akibat dari infeksi oleh helicobakter pylori (bakteri yang tumbuh di dalam sel penghasil lendir di lapisan lambung).
Menurut Wijaya dan Putri (2013), lapisan lambung menahan iritasi dan biasanya tahan terhadap asam yang kuat. Tetapi, lapisan lambung dapat mengalami iritasi dan peradangan karena beberapa penyebab, yaitu:
a. Tidak ada bakteri lainnya yang dalam keadaan normal tumbuh di dalam lambung yang bersifat asam. Tetapi jika lambung tidak menghasilkan asam, berbagai bakteri bisa tumbuh di lambung.
Bakteri ini biasanya menyebabkan gastritis menetap atau gastritis sementara.
b. Gastritis karena stres akut. Hal ini merupakan jenis gastritis yang paling berat, yang disebabkan oleh penyakit berat. Stres merupakan reaksi fisik, mental dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa stres merupakan ketidamampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental (psikis), fisik emosional dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Aru, 2009).
c. Trauma (cedera) yang terjadi secara tiba-tiba. Cederanya sendiri mungkin tidak mengenai lambung seperti yang terjadi pada luka bakar yang luas atau cedera yang mengakibatkan perdarahan hebat.
d. Gastritis erosif kronis bisa merupakan akibat dari bahan-bahan seperti obat-obatan terutama aspirin dan obat anti peradangan non steroid lainnya, penyakit crohn, infeksi virus dan bakteri. Gastritis ini terjadi secara perlahan-lahan pada orang yang sehat, bisa disertai dengan perdarahan atau pembentukan ulkus (borok, luka terbuka), paling sering terjadi pada alkoholik.
e. Gastritis karena virus atau jamur bisa terjadi pada penderita penyakit menahun atau penderita yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh.
f. Gastritis eosinofilik bisa terjadi sebagai akibat dari reaksi alergi terhadap infeksi cacing gelang. Eosinophil (sel darah putih) terkumpul di dinding lambung.
g. Gasrtitis atrofik terjadi jika antibodi menyerang lapisan lambung, sehingga lapisan lambung menjadi sangat tipis dan kehilangan sebagian atau seluruhnya yang menghasilkan zat asam dan enzim.
Gastritis atrofik bisa menyebabkan anemia pernisiosa karena mempengaruhi penyerapan vitamin B12 dari makanan.
h. Penyakit Meniere merupakan jenis gastritis yang penyebabnya tidak diketahui. Dinding lambung menjadi tebal, lipatan melebar, kelenjarnya membesar dan memiliki kista yang berisi cairan. Sekitar 10% penderita penyakit ini menderita kanker lambung.
i. Gastritis sel plasma merupakan gastritis yang penyebabnya tidak diketahui. Sel plasma (salah satu jenis sel darah putih) terkumpul dalam dinding lambung dan organ lainnya. Gastritis juga dapat terjadi jika seseorang menelan bahan korosif atau menerima terapi penyinaran dengan dosis yang berlebihan.
4. Tanda dan Gejala Gastritis
Menurut Sukarmin (2012), manifestasi klinis yang terjadi pada pasien yang mengalami gastritis adalah:
Gastritis akut, hematemisis dan melena yang dapat berlangsung sangat hebat sampai terjadi renjatan karena kehilangan darah. Pada sebagian besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimtomatis. Keluhan itu misalnya nyeri pada ulu hati. Mual-mual dan muntah pada kasus yang amat ringan, perdarahan bermanifestasi sebagai darah samar pada tinja dan secara fisik akan dijumpai tanda-tanda anemia defisiensi dengan etiologi yang tidak jelas. Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan kecuali mereka yang mengalami perdarahan yang hebat hingga tanda dan gejala gangguan hemodinamika yang nyata seperti hipotensi, pucat, keringat dingin sampai gangguan kesadaran.
Pada gastritis kronis, gejala bervariasi antara satu orang dengan yang lainnya dan kadang tidak jelas. Perasaan penuh dan anoreksia adalah perasaan cepat penuh diakibatkan sekresi yang berlebihan pada lambung ketika ada makanan yang masuk. Sehingga, kapasitas makanan menjadi menurun karena sebagian besar telah diisi mukus dan cairan hasil sekresi.
Distres epigastrik yang tidak nyata sering berkaitan dengan perasaan gaster seperti penuh kalau dilakukan pengecekan secara detail lambung tidak mengalami peningkatan intralumennya. Respon ini terkait dengan adaptasi psikologis yang berlangsung lama, jadi penderita seolah-olah terbawa emosi lambung terasa penuh. Cepat kenyang dan terasa penuh.
5. Anatomi dan Fisiologi Lambung
Gambar 2.1.0.1 Anatomi Lambung (Cohen, 2016)
Gaster adalah rongga seperti kantong berbentuk J yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Organ ini dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan perbedaan struktur dan fungsi yaitu: fundus, corpus dan atrum. Fundus adalah bagian lambung yang terletak diatas lubang esophagus. Bagian tengah atau utama lambung adalah corpus. Antrum adalah bagian lapisan otot yang lebih tebal di bagian bawah lambung (Sherwood, 2014).
Sebuah lambung yang sehat memiliki selaput lendir yang berwarna merah jambu seluruhnya tanpa ada tonjolan-tonjolan ataupun abnormalitas dipermukaannya. Lambung orang yang tidak sehat tampak berbintik-bintik dan di beberapa tempat berwarna merah dan membengkak. Terlebih lagi apabila mukosa lambung mulai mengalami atropi atau penyusutan, sel-sel permukaan berusaha untuk mengompensasinya dengan melipatgandakan diri di berbagai tempat dan menyebabkan dinding lambung menjadi bertonjolan. Kondisi ini sudah mengarah ke kanker (Shinya, 2013).
Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan nutrien, air dan elektrolit dari makanan yang kita telan ke dalam lingkungan internal tubuh.
Sistem pencernaan melakukan empat proses pencernaan dasar yaitu:
motilitas, sekresi, digesti dan absorbsi (Guyton, 2014).
Lambung menerima makanan dari esophagus melalui orifisium kardiak dan bekerja sebagai penimbun sementara, sedangkan kontraksi otot mencampur makanan dengan getah lambung (Pearce, 2011).
Gelombang peristaltik dimulai dari fundus, berjalan berulang-ulang, setiap menit 3 kali dan merayap perlahan-lahan ke pilorus (Pearce, 2011).
Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk jangka waktu pendek. Semua makanan dicairkan dan dicampur dengan asam hidroklorida dan dengan cara ini disiapkan untuk dicerna oleh usus. Protein diubah menjadi pepton. Susu dibekukan dan kasein dikeluarkan.
Pencernaan lemak dimulai di dalam lambung. Faktor antianemia dibentuk.
Kime yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk duodenum.
6. Patofisiologi
Bila lambung sering terpapar dengan zat iritan maka inflamasi akan terjadi terus menerus. Jaringan yang meradang akan diisi dengan jaringan fibrin sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atrofi sel mukosa lambung. Faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel mukosa lambung akan menurun dan hilang sehingga cobalamin (vitamin B12) tidak dapat diserap oleh usus. Sementara B12 berperan penting dalam pertumbuhan dan maturase sel darah merah. Selain itu, dinding lambung menipis rentan terhadap perforasi lambung dan perdarahan (Suratun 2010).
Menurut Tan Shot Yen (2012), keluhan pada lambung biasanya terjadi karena masalah produksi asam lambung berlebihan. Salah satu penyebabnya karena bakteri Helicobacter pylori. Bakteri ini masuk ke lambung dari makanan dan minuman yang tercemar. Asam lambung sengaja diproduksi oleh lambung sebagai mekanisme pertahanan diri, tubuh berupaya mematikan bakteri ini.
Obat sakit maag atau sejenis yang sering diresepkan untuk menekan asam lambung (maksudnya supaya lambung tidak pedih lagi) semakin memperburuk keadaan. Hal ini dikarenakan dengan sedikitnya asam lambung, perkembangbiakan bakteri tidak terbendung, semakin merajalela, akibatnya radang semakin parah.
Dengan tubuh mendeteksi adanya radang pada selaput lendir dalam lambung, lalu dikeluarkanlah enzim cytokines, yang merangsang pengeluaran hormon gastrin. Gastrin ‘memerintahkan’ sel-sel selaput lendir lambung untuk lebih banyak lagi memproduksi asam lambung dengan tujuan memberantas bakteri. Hal ini akan menambah pedih lambung penderita, membentuk tukak bahkan dengan resiko perdarahan.
Di permukaan mukosa lambung, terdapat tojolan-tonjolan sangat kecil bernama vili atau jonjot-jonjot yang berfungsi mengeluarkan asam lambung. Namun, jika seseorang terus menerus minum antasida untuk menekan sekresi asam lambung, jonjot-jonjot ini menjadi semakin pendek dan semakin pendek saja sehingga fungsinya melemah. Hal ini dikenal dengan penyusutan mukosa. Sementara penyusutan mukosa berlanjut, mukosa lambung menjadi tipis, dan menyebabkan peradangan atau gastritis atrofi. Lambung yang menderita gastritis atrofi dapat dengan mudah menjadi tempat berkembang biaknya Helicobacter pylori dan bakteri- bakteri jenis lain sehingga secara perlahan memperburuk peradangan di lambung dan pada akhirnya menyebabkan kanker lambung (Shinya, 2013).
7. Pathway Gastritis Kedokteran Barat
Gambar 2.1.0.2 Pathway Gastritis (Huether & McCance, 2008)
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gastritis menurut medis barat adalah menggunakan obat-obat farmasi, baik yang diinjeksikan atau diminum, dimana obat-obat tersebut memiliki khasiat antara lain melindungi lapisan mukosa lambung, menetralisir asam lambung, mempunyai efek anti nyeri, anti muntah dan lain sebagainya.
Menurut Grossman & Porth (2014), penyakit gastritis akut biasanya sembuh dengan sendirinya (self limiting) dengan regenerasi sempurna dan kesembuhan terjadi dalam beberapa hari ketika sumber agen pencetusnya dihilangkan. Infeksi Helicobacter pylori merupakan penyebab paling umum gastritis kronis. Pemberantasan H. pylori sudah terbukti sulit.
Pengobatan memerlukan terapi kombinasi dengan berbagai antibiotik seperti amoksisilin, tetrasiklin, aminoglikosida dan asam bismuth disertai proton pump inhibitor seperti lansoprazole dan omeprazole. Pengobatan biasanya berlangsung 10 sampai 14 hari. Helicobacter pylori bermutasi dengan cepat menjadi strain resisten antibiotik. Kombinasi dua atau lebih obat antimikroba meningkatkan tingkat kesembuhan dan mengurangi resiko timbulnya strain resisten. Proton pump inhibitor memiliki property antimikroba langsung terhadap H. pylori, dengan meningkatkan pH intragastrik, pertumbuhan bakteri bisa ditekan sehingga kemanjuran antibiotik dapat meningkat. Asam bismuth mempunyai efek antibakteri secara langsung terhadap H. pylori. Pengobatan non farmakologi bagi penderita gastritis bisa menggunakan terapi akupunktur. Dalam pengobatan komplementer, akupunktur dapat menjadi salah satu pilihan dalam menangani kasus gastritis (Wang, 1999).
9. Diet pada Penderita Gastritis
Lisa Hark (2014) mengatakan sekresi asam lambung terjadi akibat stimulasi vagal el parietal dengan hadirnya makanan. Walaupun asam lambung tidak lagi dianggap bertanggung jawab terhadap munculnya ulcer lambung, pengurangan asam lambung tetap membantu kesembuhan dan mengurangi ketidaknyamanan lambung. Beberapa jenis makanan yang diketahui bisa meningkatkan sekresi asam lambung termasuk kopi, teh, kola dan alkohol. Penelitian acak terkontrol menemukan adanya perbedaan antara diet terbatas dan tidak dibatas dalam hal resolusi ulser.
Fokus terapi berbasis nutrisi sebaiknya berdasarkan toleransi individu dan mendorong pasien untuk menghindari makanan pemicu secara individual. Makanan yang tidak bisa ditoleransi dengan baik sebaiknya dihindari, antara lain kopi, jus jeruk, makanan gorengan dan makanan pedas. Pasca pengobatan infeksi Helicobacter pylori, toleransi terhadap makanan pemicu biasanya membaik.
Bukti terjadinya malabsorpsi beberapa jenis vitamin dan mineral ditemukan pada sebagian pasien dengan penyakit ulser peptikus, yaitu terutama penurunan absorpsi zat besi, vitamin B12, asam folat, vitamin A, C, dan E. Hal ini bisa terjadi karena adanya perubahan pH pada penyakit ulkus peptikus. Walaupun signifikansi dari hal ini belum pasti, terapis harus mempertimbangkan pengecekan defisiensi bersangkutan pada penderita ulkus peptikus.
Rekomendasi Diet untuk Penderita penyakit Gastritis adalah sebagai berikut (Lisa Hark, 2014): Mengurangi asupan minuman yang mengandung kafein seperti kopi, teh, kola dan coklat. menghindari alkohol terutama pada saat lambung kosong. Makan 3 kali sehari dengan porsi kecil. Makan dengan teratur. Menghindari makan pedas, makanan gorengan dan buah sitrus karena makanan ini dapat memperburuk gejala. Menghindari makanan dan minuman lain yang bisa menimbulkan ketidaknyamanan lambung.
Tujuan nutrisi pada penderita ulkus peptikum adalah memperbaiki defisiensi nutrisi. Sebaiknya mendorong penderita untuk menjalani pola makan dan gaya hidup yang mengurangi gejala. Pasien sebaiknya menghindari diet yang meningkatkan sekresi asam dan mengiritasi lapisan lambung, termasuk alkohol, kopi, minuman yang mengandung kafein lainnya, coklat dan merica. Makan dalam porsi kecil akan ditoleransi lebih baik daripada makan dalam porsi besar. Pasien sebaiknya berhenti makan setidaknya 2 jam sebelum tidur. Belum ada bukti bahwa perubahan diet bisa
mengubah tingkat kecepatan kesembuhan atau mencegah kekambuhan.
(DeBruyne, et al., 2016).
B. Gastritis Kedokteran Timur 1. Pengertian Gastritis
Gastritis atau disebut juga Wei Tong ditandai dengan nyeri di daerah tengah dan atas abdomen, di antara prosesus xipoideus dan umbilicus.
Walaupun nyeri bisa menjalar ke bagian kiri atau kanan pinggir kosta, biasanya dimulai dari bagian epigastrium, yaitu di atas lambung (Maciocia, 2015).
Menurut Sim Kie Jie (2008), gastritis dalam TCM (Traditional Chinese Medicine) disebut sebagai Wei Tong (nyeri lambung) dan Pi Zhong (sensasi kepenuhan di epigastrium). Nyeri lambung ditandai dengan nyeri bagian tengah atas perut. Nyerinya dapat timbul secara mendadak, juga dapat terjadi secara perlahan. Nyeri dapat menjalar ke perut bagian samping ulu hati (hipokondrium) dan punggung. Rasa nyeri dapat disertai adanya rasa penuh dan tertekan di daerah dada, mual, muntah, bersendawa, muntah berupa cairan asam dan lain-lain. Gangguan tersebut disertai tidak nafsu makan. Pada penyakit kronis, apabila sudah melukai Luo di dalam Wei / lambung dapat menyebabkan timbulnya hematemesis (muntah darah), hematochezia (berak darah) (Sim, 2008).
2. Fungsi Lambung
Lambung adalah akar Qi sesudah lahir dan tahap awal produksi Qi dari makanan. Jika lambung lemah, maka Qi akan berkurang dan semua organ lainnya akan menderita (Maciocia, 2015).
Fungsi utama lambung adalah menerima, mencerna dan mengolah makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang sudah dicerna
disalurkan ke usus kecil, kemudian Jing dari makanan dan minuman disebarkan ke seluruh tubuh melalui limpa (Sim 2012).
Apabila fungsi lambung normal, maka Qi lambung turun. Sedangkan, bila fungsi lambung tidak normal, maka Qi lambung naik ke atas. Lambung dan limpa saling bekerja sama secara harmonis, termasuk organ yang terpenting karena limpa dan lambung sangat memengaruhi kesehatan (Saputra, 2017).
3. Fungsi Limpa
Fungsi limpa adalah menguasai transportasi dan transformasi, membimbing peredaran darah, menguasai anggota badan disamping itu limpa berhubungan dengan dunia luar melalui mulut (Sim, 2012).
a. Menguasai transportasi dan transformasi
Hal ini mencakup 2 aspek, yaitu makanan dan minuman.
1) Transportasi dan transformasi makanan dan minuman
Mencakup pencernaan makanan sekaligus dengan penyerapan, pengangkutan dan penyebaran jing dari makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang masuk ke dalam lambung akan dicerna oleh lambung bersama-sama dengan limpa, nantinya jing dari makanan dan minuman akan disebarkan ke seluruh tubuh oleh limpa. Apabila limpa dapat berfungsi dengan baik maka orang dapat bergairah aktif karena Qi dan darah cukup serta akan mempunyai daya tahan tubuh yang baik. Sebaliknya, apabila fungsi limpa terganggu, maka orang tersebut akan kehilangan nafsu makan, perut terasa kembung, tidak bersemangat, kurus, dan daya tahan tubuh akan menurun.
2) Transportasi dan transformasi Jinye/cairan
Limpa juga menjalankan fungsinya dalam metabolism Jinye/cairan, yaitu menjalankan dan menyalurkan cairan yng diperlukan ke seluruh tubuh. Sedangkan cairan yang sudah berupa limbah akan disalurkan ke ginjal. Apabila limpa tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, maka cairan itu akan tertimbun sehingga dapat menimbulkan patogen lembab.
b. Membentuk dan membimbing Xue/darah
Jing makanan dan minuman dengan bantuan Qi limpa dapat berubah menjadi darah. Limpa juga turut mengatur peredaran darah yaitu membimbing darah sehingga darah dapat mengalir di dalam pembuluh darah. Qi limpa yang kuat akan menjadikan Qi seluruh tubuh menjadi kuat. Qi limpa mempunyai sifat naik ke atas maka darah yang mempunyai sifat turun dapat terangkat naik oleh Qi limpa. Apabila Qi limpa lemah sehingga tidak dapat membimbing darah, maka darah akan keluar dari pembuluh darah (Sim, 2012).
c. Menguasai otot dan anggota badan
Limpa berfungsi menyalurkan Jing makanan dan minuman yang berguna juga sebagai nutrisi pada otot. Bila fungsi limpa dapat berjalan dengan baik maka dapat memberikan nutrisi pada otot, dan otot dapat tumbuh dengan baik serta keempat anggota badan juga bertenaga. Sebaliknya bila fungsi limpa lemah maka otot tidak dapat tumbuh dengan baik dan anggota badan tidak bertenaga (Sim 2012).
d. Berpintu pada mulut
Selera dan nafsu makan seseorang berhubungan erat dengan fungsi transportasi dan transformasi dari limpa. Bila limpa berfungsi dengan baik, orang akan dapat menikmati rasa makanan dan minuman serta mempunyai nafsu makan yang baik. Sebaliknya bila fungsi limpa tidak baik orang tidak dapan merasakan nikmatnya rasa
makanan dan minuman serta tidak mempunyai nafsu makan (Sim, 2012).
Menurut teori Wuxing, limpa dan lambung mempunyai hubungan Biao Li. Fungsi lambung untuk menerima dan mencerna makanan dan minuman memberi fasilitas yang baik kepada limpa untuk menjalankan fungsi transportasi dan transformasinya. Fungsi transportasi dan transformasi yang dijalankan oleh limpa sebaliknya juga memberi fasilitas yang baik kepada lambung untuk dapat terus menerus menerima dan mencerna makanan dan minuman. Kedua organ ini bekerja sama dengan baik dalam pengolahan, penyerapan dan penyebaran Jing makanan dan minuman. Qi dari lambung harus turun dan Qi dari limpa harus naik, turun naiknya Qi tersebut menjamin lambung dapat menurunkan Jing keruh, sedangkan limpa mampu menaikan Jing jernih. Dengan adanya Qi yang naik dan Qi yang turun maka Jing yang keruh dan Jing yang jernih dapat keluar dan masuk dengan normal. Apabila Jing jernih tidak dapat naik, hal tersebut dapat mengakibatkan Jing keruh tidak dapat turun.
Sebaliknya apabila Jing keruh tidak dapat turun, hal tersebut juga dapat mengakibatkan Jing jernih tidak dapat naik. Kacaunya Qi yang naik dan Qi yang turun dapaat mengakibatkan tercampurnya Jing yang jernih dan Jing yang keruh sehingga timbulah gejala perut kembung, diare dan lain-lainnya.
Di samping itu, karena lambung tergolong organ Fu yang bersifat Yang, maka apabila terdapat patogen menyerang lambung akan mudah menjadi penyakit yang bersifat kering dan panas sehingga melukai Jinye. Oleh karena itu dalam pengobatan harus dipertimbangkan cara untuk menambah Jinye. Karena lambung mempunyai sifat tersebut maka dikatakan lambung sebagai organ Fu yang senang pada keadaan lembab dan tidak suka pada segala
yang bersifat kering. Dengan demikian apabila lambung mendapatkan sesuatu yang bersifat Yin, maka hal tersebut akan menjadikan lambung menjadi tenang. Kemudian karena limpa merupakan organ Zang yang tergolong Yin apabila limpa kehilangan fungsi transportasi dan transformasinya, maka hal demikian sering mendatangkan penyebab penyakit yang bersifat Yin. Mengingat hal tersebut, maka dalam hal pengobatan harus digunakan titik-titik akupunktur atau obat-obatan yang sifatnya kering, sehingga dapat membantu memulihkan fungsi limpa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa limpa dan lambung merupakan Zang dan Fu yang bekerja sama menerima, mencerna, menyerap dan kemudian mentransportasi dan mentransformasi makanan dan minuman serta inti sarinya. Kedua organ tersebut masing-masing mempunyai sifat tersendiri yaitu Qi dari lambung harus turun sedangkan Qi dari limpa harus naik. Lambung menyukai segala sesuatu yang sifatnya lembab, sedangkan limpa menyukai sesuatu yang sifatnya kering. Walaupun kedua organ itu mempunyai sifat yang berlawanan namun mereka saling membantu dan saling membutuhkan (Sim, 2012).
4. Etiologi dan Patogenesis
a. Pola makan yang tidak teratur
Apabila makan tidak teratur, terlalu kenyang atau terlalu lapar, terlalu banyak makan makanan asam, berlemak, pedas, minuman keras atau terlalu banyak minum obat-obatan yang dapat mengganggu Wei/lambung, maka hal-hal tersebut akan melemahkan atau melukai Wei Qi dan menyebabkan nyeri ulu hati (Sim, 2008).
Sering mengonsumsi makanan dingin menyebabkan dingin di lambung. Dingin menghambat kerja dinding pada lambung (Maciocia, 2015).
b. Gangguan emosi
Perubahan emosi merupakan akar terjadinya penyakit yang memengaruhi fungsi beberapa organ seperti lambung, limpa, hati, paru-paru dan jantung.
1) Khawatir
Khawatir dan banyak berpikir melukai limpa/lambung, selanjutnya limpa kehilangan fungsi trasportasi dan transformasi, akhirnya mekanisme Qi menjadi terganggu.
Ketika lambung kehilangan fungsi harmonisasi dan penurunan Qi, timbullah distensi dan nyeri (Luo 2004).
2) Marah
Emosi marah akan melukai Qi hati, sehingga patogen menyerang secara horizontal mengenai organ lambung dan limpa menyebabkan stagnasi Qi ditengah-tengah dan membentuk munculnya lembab (Maciocia, 2015). Emosi marah melukai hati. Hati yang hiperaktif kemudian menindas lambung (Luo, 2004).
3) Sedih
Emosi sedih menguras Qi limpa, lambung, paru dan jantung. Ketika Qi menjadi defisien karena sedih yang berlebih, aliran Qi kacau dan menyebabkan stagnasi Qi (Maciocia, 2015).
c. Serangan patogen
Makan tidak teratur menyebabkan patogen (kebanyakan patogen lembab dan patogen panas) masuk melalui mulut, kemudian
patogen tersebut menyerang limpa dan lambung. Akibatnya limpa kehilangan fungsi transportasi dan transformasi serta mekanisme Qi-nya menjadi terganggu. Ketika lambung kehilangan fungsi harmonisasi dan penurunan Qi, timbullah distensi dan nyeri (Luo, 2004).
d. Limpa dan lambung lemah
Faktor bawaan dari limpa lambung yang lemah, pola makan dan minum yang tidak teratur dalam jangka waktu panjang atau faktor usia lanjut menyebabkan limpa lambung menjadi lemah, sehingga fungsi trasportasi dan transformasi menjadi terganggu. Patogen lembab, stagnasi Qi, stagnasi lembab, darah stasis menyebabkan lambung kehilangan fungsi harmonisasi dan penurunan Qi, akibatnya timbul distensi dan nyeri (Luo, 2004).
e. Overwork
Overwork (terlalu banyak bekerja) melemahkan lambung, limpa dan ginjal. Saat lambung defisien menyebabkan Qi gagal naik, ketika limpa lemah mempengaruhi transformasi dan transpotasi makanan, dan ketika ginjal defisien, ginjal tidak dapat menghangatkan lambung dan limpa (Maciocia, 2015).
5. Pathway Gastritis Kedokteran Timur
Gambar 2.2.0.3 Pathway Gastritis Kedokteran Timur (Wang & Chao, 1999)
6. Diferensiasi sindrom
Diferensiasi sindrom untuk penyakit gastriris menurut Sim (2008), Wang &
Cho (1999), Maciocica (2015) dan Saputra (2017) adalah sebagai berikut:
a. Sindrom patogen dingin menyerang lambung
Manifestasi klinis meliputi nyeri perut secara mendadak dan berangsur-angsur menjadi parah, menyukai hangat, tidak menyukai dingin, memuntahkan cairan bening, tidak terasa haus, lidah pucat, nadi tenggelam dan tegang (Sim, 2008).
b. Sindrom retensi makanan di lambung
Manifestasi klinis meliputi tidak nafsu makan, rasa penuh dan nyeri di epigastrium, sendawa regurgitasi asam lambung, feses cair atau konstipasi, selaput lidah tebal dan lengket, nadi licin (Sim 2008).
c. Sindrom hiperaktivitas Qi hati menyerang lambung
Manifestasi klinis meliputi nyeri ulu hati menjalar sampai perut daerah samping ulu hati (hipokondrium) disertai kembung, bersendawa terus-menerus, buang air besar tidak lancer, selaput lidah putih tipis, nadi tegang dan cepat. Rasa nyeri timbul berhubungan erat dengan emosi (Sim, 2008).
d. Sindrom darah stasis
Manifestasi klinis nyeri lambung seperti disayat, nyeri kronis, menolak tekanan, lokasi nyeri menetap, nyeri menjalar ke dada dan punggung, serta nyeri bertambah setelah makan, lidah merah gelap atau keunguan terdapat bercak stasis. Nadi senar dan kesat (Wang
& Chao, 1999).
e. Sindrom panas lambung
Manifestasi klinis meliputi rasa terbakar di lambung, gampang tersinggung, mulut terasa pahit, lidah kering, selaput lidah kuning.
Tubuh lidah mungkin merah kalau panasnya signifikan. Nadi agak cepat agak kuat di nadi guan kanan (Maciocica, 2015).
f. Sindrom lembab panas di limpa lambung
Manifestasi klinis rasa tertekan di dada, nyeri tumpul di epigastrium, mulut kering, tidak ingin minum, rasa pahit dan lengket di mulut, mual, muntah, mungkin juga terdapat nyeri kepala frontal.
Lidah merah, selaput lidah kuning. Nadi licin dan cepat (Maciocica, 2015).
g. Sindrom defisiensi Yin lambung
Manifestasi klinis meliputi nyeri epigastrium yang samar-samar, mulut kering, ingin minum, tenggorokan kering, faeces kering, agak mual, badan terasa panas, keringat malam. Bentuk lidah normal, kering, tidak berselaput, terdapat parit di daerah tengah lidaj, nadi mengambang dan kosong di daerah Cun kanan. Selain defisiensi Yin lambung, terkadang disertai panas Xu yang ditandai dengan muka merah, lima pusat panas, lidah merah dan nadi cepat (Maciocica, 2015).
h. Sindrom dingin defisiensi limpa lambung
Manifestasi klinis berupa nyeri tumpul di epigastrium yang membaik jika diberikan tekanan, nyeri berkurang setelah makan dan diberikan aplikasi panas, muntah berupa cairan, mudah lelah, nafsu makan kurang, badan dingin, BAB encer, muka pucat. Lidah pucat, selaput putih. Nadi teraba dalam dan lemah. Gejala mudah lelah, nafsu makan kurang merupakan gejala dari defisiensi limpa, sedangkan gejala nyeri tumpul di epigastrium merupakan pertanda defisiensi Qi di lambung. Dalam hal ini terdapat juga defisiensi Yang Qi yang ditandai dengan badan dan ekstremitas dingin (Maciocica, 2015).
i. Sindrom defisiensi Qi lambung
Defisiensi Qi lambung adalah salah satu pola paling umum yang ditemui di tempat praktik dan penyebab umum kelelahan kronis.
Kelelahan di pagi hari dan denyut nadi lambung yang lemah cukup untuk mendiagnosis Qi lambung (Maciocia, 2015). Manifestasi klinis meliputi rasa tidak enak di epigastrium, napsu makan hilang, indra pengecap hilang, tinja lembek, kelelahan terutama pada pagi hari, tungkai lemah. Lidah pucat, nadi kosong terutama di daerah guan kanan (Saputra, 2017).
7. Penatalaksanaan Terapi Akupunktur pada Kasus Gastritis a. Pengkajian akupunktur pada kasus gastritis
Dalam pengobatan tradisional Tionghoa dilakukan 4 cara pemeriksaan fisik yang dikenal dengan istilah Wang (Penglihatan), Wen (Pendengaran dan penciuman), Wun (Anamnesisi), dan Cie (Perabaan atau palpasi). Tujuan dari 4 cara pemeriksaan tersebut adalah untuk mendeteksi gejala dan tanda yang diekspresikan ke luar tubuh, sehingga dapat ditemukan data mengenai faktor penyebab penyakit, lokasi penyakit, asal mula terjadinya penyakit serta perkembangan penyakit (Sim 2012).
1) Wang
Wang (Penglihatan) adalah suatu cara pemeriksaan yang penting untuk mengamati keadaan seluruh tubuh pasien, termasuk juga kotoran dan air seni yang disekresikan (Sim, 2010). Yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan pengamatan adalah:
a) Shen/jiwa yaitu memeriksa keadaan semangat pasien dengan cara mengamati semangat, kesadaran, bicaranya jelas/tidak, air muka dan pandangan mata. Ketika Shen pasien baik maka pasien yang kita temui dalam keadaan sadar,
bersemangat, air muka bercahaya, matanya bersinar dan bicaranya jelas (Saputra, 2017).
b) Se/warna yaitu menentukan bagaimana keadaan energi- darah (Qi-Xue) dari organ Zang Fu, dengan cara memperhatikan warna kulit dan ekspresi wajah. Beberapa warna patologis dapat terlihat pada wajah diantaranya hijau kemungkinan adanya gangguan pada hati, merah menunjukan kelainan pada organ jantung, kuning menunjukan gangguan pada organ limpa, pucat (putih) menunjukan kelainan pada organ paru-paru, hitam menunjukan adanya gangguan pada organ ginjal. (Saputra, 2017).
c) Sing Tay/postur tubuh yaitu menentukan konstitusi tubuh penderita serta keadaan penyakit, dengan cara memperhatikan bentuk tubuh. Bentuk tubuh dibagi dalam beberapa tipe yaitu tipe kayu, api, logam, tanah dan air.
Gerak-gerik tubuh yang perlu diperhatikan adalah gerak secara keseluruhan. Ada tidaknya tremor, gerak pada kelopak mata, mulut, jari-jari, tungkai dan gerak tubuh lainnya. Inspeksi keadaan kulit, mata, hidung, tenggorokan, pernapasan, telinga, bibir, mulut dan kuku (Saputra, 2017).
Menurut Maciocia (2015), postur tubuh kurus biasanya menunjukan adanya disfungsi limpa, tubuh yang terlalu besar terutama pada bagian epigastrium menandakan adanya ekses pada lambung, jika tubuh gemuk hanya pada baagian paha, namun tidak proporsional dengan bagian tubuh lainnya menunjukan adanaya defisiensi limpa, tubuh yanag terlalu kurus menandakan adanya defisiensi darah dan Yin.
d) Lidah dan selaput lidah menentukan jenis serta sifat dari penyakit, dengan cara memperhatikan keadaan:
i. Otot lidah
Warna pucat menunjukan defisiensi darah, menurut teori warna lidah merah pucat merupakan warna normal lidah, namun jika sedikit basah menunjukan adanya defisiensi Yang (Maciocia, 2019). Merah menandakan adanya panas merah tua menandakan adanya panas namuan keadaan penderita lebih parah, ungu adanya dingin dan stagnasi darah, biru menunjukan adanya dingin dari dalam tubuh. Bentuk otot lidah dibedakan menjadi tipis, bengkak, kaku, lembek, panjang, pendek, retak, bergetar ataupun kelihatan tertarik kesalah satu sisi (Sim, 2012).
Ukuran lidah gemuk dan ada tapak gigi menunjukan adanya retensi lembab atau phlegm.
Fisura pada bagian tengah lidah, menunjukan adanya gangguan pada organ limpa atau lambung (Maciocia, 2019).
ii. Selaput lidah
Warna putih mengacu pada dingin, kuning pada panas, abu-abu/hitam menunjukan keadaan panas atau dingin yang sangat berat. Selain memeriksa warna sebaiknya juga melihat kondisi lain dari selaput lidah seperti tebal/ tipis, bersih/kotor dan basah atau kering. Bau mulut yang tidak sedap menandakan adanya panas dalam lambung (Saputra, 2017).
2) Wen (Pendengaran/Penciuman)
Pendengaran/penciuman mencakup mendengar suara bicara, bahasa, dll, termasuk mencium odor pasien untuk menginvestigasi keadaan penyakit. Pada kondisi panas dan ekses biasanya suara terdengar berat, kasar, keras atau adanya nada agitasi. Pada kondisi defisiensi, suara pasien cenderung ringan, kecil, lemah dan kecenderungan banyak diam atau malas berbicara. Pada pasien dengan kondisi hidung tersumbat, meler dan batuk, suara biasa terdengar berat. Suara parau terdengar pada penyakit baru yang timbul akibat Qi paru tidak menyebar, misalnya pada serangan patogen angina dingin maupun angina panas (Sim, 2012).
Jika pada penyakit kronis, pasien lemah dan bertubuh kurus namun suaranya kasar, hal ini menandakan defisiensi paru dan ginjal. Secara umum, batuk akut disertai suara parau, menandakan kondisi ekses. Batuk tidak produktif disertai suara lemah dan tidak bertenaga menandakan kondisi defisiensi.
Nafas yang tercium bau asam menandakan adanya akumulasi makanan. Nafas busuk menandakan panas di limpa lambung atau pencernaan yang tidak baik, bisa juga disebabkan gigi yang busuk atau tidak menggosok gigi dan membersihkan mulut (Deng, 1999).
3) Wun (Anamnesis)
Anamnesis adalah Teknik bertanya kepada pasien tentang penyakit untuk mengerti proses patologi yang sedang terjadi.
Anamnesis dilakukan secara sistimatis yang ditujukan pada keluhan utama, disesuaikan dengan pengetahuan dasar diferensiasi sindrom. Anamnesis mencakup pertanyaan yang
cukup luas seperti menanyakan keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit dahulu, bagaimana awal mula terjadinya keluhan, status diet makan dan minum, buang air besar dan buang air kecil, serta menanyakan kondisi emosinya (Deng, 1999).
Pemasukan makanan dan minuman yang melampaui batas, baik kuantitas maupun kualitas berakibat sama, yaitu mengganggu fungsi limpa dan lambung, sehingga gerakan Qi lambung tidak lancar dan secara tidak langsung dapat mengganggu organ lain. Limpa menyukai kekeringan dan kehangatan di dalam makanan dan tidak menyukai kelebihan air dan dingin. Konsumsi berlebih makanan dingin dan mentah sangat sulit dicerna dan melemahkan Yang limpa sehingga menyebabkan diare, kedinginan, sakit perut dan kembung Emosi sedih menguras Qi limpa, lambung, paru dan jantung.
Ketika Qi menjadi defisien karena sedih yang berlebih, aliran Qi kacau dan menyebabkan stagnasi Qi (Maciocia, 2015).
Anamnese Buang Air Besar (BAB). Pergerakan usus adalah indikator penting dari keadaan sistim pencernaan, khususnya usus besar dan lambung. Pergerakan usus yang normal setidaknya sekali atau dua kali buang air besar dalam sehari.
Kotoran harus berbentuk dan tidak terlalu keras, tidak kering dan tanpa bau berlebihan, berwarna kecoklatan (Maciocia, 2019).
Anamnese Buang Air Kecil (BAK). Keadaan pembuangan air seni menunjukan kondisi panas atau dingin serta kondisi organ ginjal dan kandung kemih. Kondisi air seni yang normal berwarna kuning pucat, tidak berbau dan tidak ada darah (Maciocia, 2019). Frekuensi buang air kecil yang normal adalah
6-8 kali dalam 24 jam (Tjokroprawiro, dkk., 2018). Pada kondisi defisiensi buang air besar dengan feses cair dan diare, urin berwarna jernih dan banyak, buang air kecil yang menetes atau retensi urin. Karakteristik nyeri pada pasien defisiensi adalah nyeri dingin, nyeri tumpul dan nyeri dalam. Karakteristik nyeri pada pasien dengan kondisi ekses adalah nyeri terasa terbakar, tidur gelisah, tidak nyenyak dan mudah terbangun (Sim 2012).
Traditional Chinese Medicine (TCM) melihat tubuh sebagai kesatuan dimana setiap organ mempengaruhi organ lain baik secara langsung ataupun tidak langsung, masing-masing organ dalam akan mempengaruhi jaringan tubuh sehingga terbentuk hubungan fungsional antara jaringan tertentu (Saputra, 2017).
Menurut Saputra (2017), manifestasi yang muncul dari berbagai organ antara lain:
a) Paru-paru
Manifestasinya batuk, pilek, suara lemah, mulut dan tenggorokan kering, kulit kering dan kusam, mudah haus, sesak nafas.
b) Usus besar
Manifestasinya diare, nyeri abdomen, borborygmus, konstipasi.
c) Limpa
Manifestasinya tidak nafsu makan, BAB lembek, nyeri ulu hati, kembung, distensi abdomen, gangguan alat gerak.
d) Lambung
Manifestasinya nyeri epigastrium, mual, muntah, jegukan, rasa lapar namun tidak enak untuk makan.
e) Jantung
Manifestasinya sulit tidur, gelisah, palpitasi, dada tertekan, sering mimpi.
f) Usus kecil
Manifestasinya kelainan volume urin, wasir, sendi bengkak.
g) Ginjal
Manifestasinya nyeri lutut, nyeri pinggang, kelainan volume urin, pandangan buram, rambut rontok, impotensi.
h) Kandung kemih
Manifestasinya hidung tersumbat, inkontinensia urin, enuresis, nyeri perut bawah, sering BAK malam hari.
i) Pericardium
Manifestasinya palpitasi, delirium, dada tertekan, nyeri dada, koma.
j) Sanjiao
Manifestasinya rasa berat di ekstremitas, rasa penuh di epigastrium, nyeri bahu, oedema.
k) Hati
Manifestasinya mudah marah, tekanan darah tinggi, tremor, pusing, sering menghela nafas, adanya reaksi alergi, adanya gangguan pencernaan.
l) Kandung empedu
Manifestasinya rasa pahit di mulut, pusing, pandangan berkabut, leher/bahu terasa sakit.
4) Cie (Palpasi/perabaan)
Pada pemeriksaan ini digunakan teknik palpasi nadi, palpasi pada area tubuh, seperti palpasi abdomen, palpasi epigastrium, palpasi titik akupunktur. Area nadi tersebut dibagi menjadi 3 bagian, yaitu Cun, Guan dan Chi.
Tabel 2.1 Region Palpasi Nadi
Region
Tangan Kiri Tangan Kanan
Cun Jantung
Usus Kecil
Paru-paru Usus Besar
Kuan Hati
Kandung Empedu
Limpa Lambung
Chi Ginjal Pericardium
Sumber: (Wang, 2009)
Diferensiasi nadi dibedakan menjadi kedalaman nadi (mengambang atau tenggelam), kecepatan nadi (cepat atau lambat), kekuatan nadi (bertenaga atau lemah) dan bentuk nadi (tebal atau tipis seperti benang, lembut atau keras). Nadi normal umumnya antara 60 – 80 kali permenit, sama dengan 4 kali persekali respirasi (satu kali menarik nafas dan satu kali mengeluarkan udara. (Sim, 2012) Nadi yang abnormal meliputi nadi superfisial, tenggelam, pelan, cepat, tipe defisien, tipe ekses dan lain-lain (Saputra, 2017).
Menurut Deng (1999), nadi yang abnormal yaitu nadi yang mengambang dan menunjukan sindrom eksterior, nadi yang tenggelam menunjukan sindrom interior, nadi yang cepat menunjukan sindrom panas tipe ekses.
Palpasi pada area tubuh seperti epigastrium bila terasa keras dan nyeri diperberat oleh tekanan pada palpasi dianggap sindrom ekses, sebaliknya jika nyeri berkurang dengan tekanan palpasi dan teraba lembut menunjukan sindrom defisien. Jika dilakukan palpasi pada abdomen dan tekanannya bisa
mengurangi rasa nyeri maka kondisinya adalah bersifat defisien, sebaliknya jika bertambah sakit termasuk ekses. Palpasi titik akupunktur penekanan pada titik shu belakang dan titik Yuan membantu untuk mengetahui organ mana yang terganggu (Deng, 1999). Menurut Maciocia (2015), nyeri tumpul di epigastrium yang membaik jika diberikan tekanan dan aplikasi panas, ini merupakan ciri khas dari sindrom dingin defisiensi limpa lambung.
b. Pemeriksaan penunjang 1) Tekanan darah
Tekanan darah merupakan kekuatan pemompaan darah yang dilakukan oleh jantung untuk mengalirkan darah di dalam arteri (pembuluh darah) hingga ke seluruh tubuh. Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop (Mubarak dkk., 2015).
Tekanan darah dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistolik dan diastolik. Tekanan sistolik merupakan bagian atas yang menunjukan tekanan darah di dalam arteri pada saat jantung berkontraksi untuk memompa darah ke seluruh bagian tubuh.
Tekanan diastolik menunjukan tekanan darah di dalam arteri pada saat jantung beristirahat untuk mengisi darah dari seluruh tubuh (Sulistyowati, 2018).
Tekanan darah normal untuk dewasa adalah 120/80 mmHg. Sementara pada bayi dan anak-anak, tekanan darah normal lebih rendah daripada dewasa. Hipertensi bila tekanan darah di atas 140/90 mmHg. Hipotensi bila tekana darah di bawah 90/60mmHg. Tekanan darah normal dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu aktivitas fisik, diet dan usia (Sutejo dkk., 2016).
2) Denyut nadi
Denyut nadi merupakan frekuensi pemompaan jantung pada arteri. Pengukuran denyut nadi bermanfaat untuk menentukan irama dan kekuatan nadi. Pengukuran denyut nadi dilakukan dengan menggunakan stetoskop atau menggunakan jari yang ditekankan pada nadi penderita selama 60 detik (Sulistyowati, 2018). Menurut Guyton (2014), pengukuran denyut nadi dapat dilakukan pada 5 jenis arteri, yaitu:
a) Arteri radialis (pergelangan tangan) b) Arteri brakialis (lipat siku)
c) Arteri karotis (leher)
d) Arteri poplitea (belakang lutut) e) Arteri dorsalis pedis (kaki)
Denyut nadi normal untuk orang dewasa adalah 60-100 kali permenit. Pada bayi dan anak-anak, denyut nadi normal cenderung lebih tinggi daripada orang dewasa. Frekuensi nadi pada orang dewasa 60-100 kali/menit. Bila frekuensi nadi < 60 kali/menit dinamakan bradikardi. Sedangkan bila >100 kali/menit dinamakan takikardi (Sulistyowati, 2018). Denyut nadi seseorang dapat meningkat akibat beberpa factor, seperti olahraga, emosi, kondisi sakit, atau mengalami cedera.
3) Respirasi
Pengukuran respirasi dilakukan dengan menghitung jumlah pengembangan dada seseorang untuk menarik napas dalam waktu satu menit. Pengukuran respirasi umumnya dilakukan pada saat istirahat. Metode ini bertujuan untuk menilai sulit atau tidaknya seseorang bernapas (Mubarak dkk, 2015).
Respirasi normal untuk orang dewasa adalah 12-20 kali/menit (Sutejo dkk, 2016). Pada bayi dan anak-anak, respirasi lebih tinggi dari orang dewasa. Respirasi mengalami peningkatan pada saat olahraga, demam, penyakit paru, dan kondisi medis lainnya.
4) Suhu tubuh
Suhu tubuh merupakan ukuran panas badan seseorang.
Pengukuran suhu tubuh dilakukan dengan menggunakan alat ukur suhu yang disebut termometer, bisa dilakukan melalui mulut, ketiak, dubur, telinga dan kulit dahi (Mubarak dkk., 2015). Suhu tubuh normal untuk orang dewasa adalah 36℃- 37℃. Suhu tubuh dikatakan demam (Febris) bila suhu tubuh diatas 38℃ (Murthi, 2014).
c. Perencanaan terapi akupunktur pada kasus gastritis 1) Posisi pasien
Posisi pasien disesuaikan dengan kondisi dan lokasi penusukan. Menurut Kiswoyo (2013), ada 4 macam posisi pasien yang umum dilakukan, antara lain:
a) Posisi supinasi, yaitu posisi telentang dengan pasien menyandarkan punggungnya agar dasar tubuh sama dengan kesejajaran berdiri yang baik.
b) Posisi pronasi, yaitu pasien tidur dalam posisi tidur telungkup (berbaring dengan wajah menghadap ke bantal).
c) Posisi lateral, yaitu posisi miring dimana pasien bersandar kesamping dengan sebagian besar berat tubuh berada pada panggul dan bahu.
d) Posisi orthopeneic, yaitu posisi pasien duduk dengan menyandarkan kepala pada penampang yang sejajar dada, seperti pada meja.
2) Persiapan penjaruman
Menurut Kiswoyo (2013), sebelum dilakukan penjaruman, ada tahap-tahap yang harus dilakukan oleh terapis yaitu:
a) Melakukan desinfeksi pada tangan dengan kapas alkohol 70%.
b) Melakukan desinfeksi pada daerah titik yang akan dilakukan penusukan dengan kapas alkohol 70%.
d. Pemilihan titik akupunktur 1) Titik utama
a) Zhongwan
Gambar 2.2.0.4 Titik Zhongwan CV 12 (Yu-Lin Lian et al, 2012)
Terletak pada garis sagitalis medialis, 4 Cun cranial umbilicus, Titik Mu depan lambung, titik dominan organ Fu, titik pertemuan meridian usus kecil, Sanjiao dan lambung.
Berfungsi untuk menguatkan limpa dan lambung, penusukan tegak lurus 1-1,5 Cun (Sim 2010).
b) Zusanli
Gambar 2.2.0.5 Titik Zusanli ST 36 (Yu-Lin Lian et al, 2012)
Letaknya 3 Cun di bawah Dubi (ST 35), pada garis penghubung Dubi dan Jiexi (ST 41). Titik He meridian lambung. Fungsinya untuk gangguan sistim pencernaan dan gangguan sepanjang meridian lambung, penusukan tegak lurus 1-1,5 Cun (Sim, 2010).
c) Weishu
Gambar 2.2.0.6 Titik Weishu BL 21(Yu-Lin Lian et al, 2012)
Letaknya 1,5 Cun lateral dari meridian Du di antara torakal 12 dan lumbal 1. Titik Shu belakang meridian lambung.
Fungsinya untuk gangguan lambung, seperti rasa penuh di jiaontengah, nyeri lambung, sendawa, muntah, nyeri punggung, penusukan miring ke midline 0,5-1 Cun (Sim, 2010).
d) Neiguan
Gambar 2.2.0.7 Titik Neiguan PC 6 (Yu-Lin Lian at al, 2012)
Letaknya 2 Cun proksimal lipat pergelangan tangan, antara tendon m Palmaris longus dan m. fleksor karpi radialis. Titik Luo meridian pericardium dan titik induk dari meridian Yin Wei. Fungsinya untuk mengurangi mual, muntah dan nyeri lambung. (Saputra 2017).
2) Pemilihan titik menurut sindrom
Pemilihan titik terapi akupunktur penyakit gastritis berdasarkan diferensiasi sindrom menurut Sim (2012), Wang &
Chao (1999), Maciocia (2015) dan Koesnadi (2017) antara lain sebagai berikut:
a) Sindrom patogen dingin menyerang lambung
Prinsip terapinya yaitu dengan menghangatkan lambung dan menghilangkan patogen dingin. Titik utama yang digunakan adalah BL 21 (Weishu), CV 13 (Shangwan), dan ST 21 (Liangmen) berfungsi menghilangkan nyeri lambung.
Kemudian untuk titik tambahan yang digunakan yaitu PC 6 (Neiguan), dan ST 36 (Zusanli) berfungsi untuk menguatkan limpa dan lambung (Sim, 2008).
b) Sindrom retensi makanan di lambung
Prinsip terapinya yaitu menghilangkan retensi makanan, mengeliminasi stagnasi dan mengembalikan fungsi penurunan Qi lambung. Titik utama yang digunakan adalah CV 13 (Shangwan), CV 10 (Xiawan), ST 21 (Liangmen), ST 20 (Chengmen), ST 44 (Neiting), ST 45 (Lidui), SP 4 (Gongsun), PC 6 (Neiguan), ST 25 (Tianshu). CV 13 meredakan Qi yang berbalik arah, mengurangi sendawa, menurunkan regurgitasi asam lambung, serta meredakan mual dan muntah. CV 10 menormalkan fungsi penurunan Qi lambung. ST 21 cocok untuk sindrom ekses lambung dan meredakan nyeri. ST 44 bisa menghilangkan panas dan ST 45 menghilangkan stagnasi makanan. SP 4 dan PC 6 dikombinasikan untuk membuka meridian chong, dipilih untuk sindrom ekses lambung disertai obstruksi di epigastrium dan Qi lambung yang berbalik arah. ST 25 merupakan titik Mu usus besar, digunakan untuk menghilangkan retensi makanan dengan mendorong gerakkan usus (Maciocia, 2015).
c) Sindrom gastritis karena hiperaktivitas Qi hati menyerang lambung
Prinsip terapinya adalah melancarkan Qi hati dan memperbaiki fungsi lambung. Titik utama yang digunakan adalah BL 21 (Weishu), CV12 (Zhongwan), dan ST 36 (Zusanli) berfungsi menguatkan limpa dan lambung. Titik tambahan yang digunakan yaitu LR 3 (Taichong) berfungsi melancarkan Qi hati, menguatkan lambung, dan meredakan nyeri ulu hati yang berkaitan dengan emosi (Sim, 2008).
d) Sindrom darah stasis
Prinsip terapinya adalah menghilangkan darah stasis.
Titik utama yang digunakan yaitu CV 10 (Xiawan), ST 22 (Guanmen), ST 34 (LiangQiu), SP 10 (Xuehai), BL 17 (Geshu), SP 4 (Gongsun), PC 6 (Neiguan), dan BL 18 (Ganshu). CV 10 menstimulasi turunnya Qi lambung, ST 22 mengembalikan fungsi penurunan Qi lambung dan menghilangkan akumulasi di epigastrium. ST 34 meredakan nyeri dan melancarkan Qi dan Xue, SP 10 dan BL 17 mengaktifkan darah dan menghilangkan darah stasis. SP 4 dan PC 6 dikombinasikan untuk membuka meridian Chong, karena meridian Chong adalah lautan darah, yang mengontrol darah semua meridian sehingga bisa melancarkan darah dan menghilangkan darah stasis di liver (Wang & Chao, 1999).
e) Sindrom panas lambung
Prinsip terapinya yaitu menghilangkan panas lambung, mengembalikan fungsi penurunan Qi lambung. Titik utama yang digunakan adalah ST 21 (Liangmen), dan ST 44 (Neiting) dengan Teknik sedasi atau teknik seimbang. ST 21 adalah titik local untuk semua sindrom ekses lambung. ST 44 adalah titik jauh untuk membersihkan panas lambung
(Maciocica, 2015). Sedangkan menurut Zhang (1999), titik utama yang bisa digunakan adalah CV 12 (Chongwan), CV 13 (Shangwan), ST 36 (Zusanli), ST 44 (Neiting) berfungsi untuk mendinginkan dan menghilangkan panas lambung serta menguatkan limpa dan lambung. Titik tambahan yang digunakan yaitu SP 4 (Gongsun) dan PC 6 (Neiguan) berfungsi untuk menstabilkan Qi lambung dan menghilangkan mual muntah.
f) Sindrom lembab panas di limpa lambung
Prinsip terapinya yaitu dengan menghilangkan lembab, mengharmonisasi lambung, mengembalikan fungsi penurunan Qi lambung dan naiknya Qi limpa. Titik utama yang digunakan yaitu CV 10 (Xiawan), CV 9 (Shuifen), ST 21 (Liangmen)¸ SP 9 (Yinlingquan), SP 6 (Sanyinjiao), BL 20 (Pishu), BL 21 (Weishu), CV 12 (Zhongwan). CV 10, CV 9, dan ST 21 mendorong fungsi transformasi cairan dan penurunan Qi lambung. SP 9, SP 6 dan BL 21 menghilangkan lembab di limpa lambung. CV 12, dan BL 20 menguatkan limpa untuk membantu eliminasi lembab (Maciocia, 2015).
g) Defisiensi Yin lambung
Prinsip terapinya yaitu dengan menguatkan Yin lambung dan tanpa menggunakan moksa. Titik utama yang digunakan adalah CV 12 (Zhongwan), ST 36 (Zusanli), SP 6 (Sanyinjiao) yang berfungsi untuk menguatkan limpa dan menutrisi Yin lambung (Maciocia, 2015).
h) Sindrom dingin defisiensi limpa lambung
Prinsip terapinya adalah menghangtkan Jiao tengah, menguatkan limpa lambung. Titik utama yang digunakan
adalah CV 12 (Zhongwan), PC 6 (Neiguan), ST 36 (Zusanli), CV 6 (Qihai), BL 20 (Phisu), BL 21 (Weishu). CV 12, ST 36, BL 20 dan BL 21 menguatkan limpa lambung. Titik ST 36 diberikan aplikasi moksa. Kotak moksa bisa dipasang di daerah epigastrium untuk menghangatkan Jiao tengah dan meredakan nyeri. PC 6 untuk menghilangkan mual dan nyeri. Aplikasi moksa pada titik CV 6, untuk tujuan menguatkan Yang dan wajib digunakan apabila BAB encer (Maciocia, 2015).
i) Sindrom defisiensi Qi lambung
Prinsip terapinya yaitu tonifikasi Qi Lambung, titik yang digunakan ST 36 (Zusanli), CV 12 (Zhongwan), BL 21 (Weishu), CV 6 (Qihai). Semua titik tersebut dapat disertai moksa. ST 36 merupakan titik utama untuk tonifikasi Qi lambung. CV 12 untuk tonifikasi Qi limpa dan lambung. BL 21 titik ini untuk tonifikasi Qi lambung, titik ini sangat penting kalau terjadi kelelahan yang berlebih. CV 6, untuk mentonifikasi Qi tubuh secara umum dan terutama dipakai pada kasus defisiensi Qi lambung yang kronis, terutama bila terjadi tinja yang lembek (Saputra, 2017).
e. Modalitas terapi
Moksa terbuat dari daun tanaman Artemesia vulgaris yang merupakan spesies dari Chrysanthemum dan berbentuk perdu. Daun Artemesia vulgaris dikeringkan dan dibuat dalam berbagai bentuk, antara lain serbuk, kerucut dan roll/gulung. Penggunaanya dengan cara dibakar dan apinya didekatkan pada permukaan kulit diatas titik akupunktur yang dikehendaki dengan jarak tertentu (Saputra, 2012).
Menurut Saputra (2012), moksibusi diharapkan akan memberi efek terapi dengan cara berikut:
1) Meningkatkan panas meridian dari energi dingin.
2) Merangsang aliran energi dan darah.
3) Memberi kekuatan dari kolaps.
4) Prevensi terhadap penyakit.
f. Saran dan anjuran pasien gastritis
Pasien disarankan untuk menjalani pola makan yang baik yaitu makan tepat pada waktunya, mengunyah tidak terlalu cepat, serta dikunyah dengan sempurna, hindari makanan terlalu pedas, makanan yang terlalu keras terlalu asam atau terlalu berminyak.
Penderita juga dianjurkan mengonsumsi makanan yang mudah dicerna, tidak terlalu banyak mengandung lemak, tidak bersifat dingin dan pedas (Sim, 2008).
8. Mekanisme Kerja Akupunktur
Menurut Traditional Chinese Medecine (TCM), akupunktur dipercaya dapat memperbaiki keseimbangan antara Yin dan Yang. Hal ini dapat ditercemahkan dalam kedokteran barat bahwa akupunktur dapat memodulasi ketidakseimbangan aktivitas saraf parasimpatik dan saraf simpatik (Takashi, 2011).
Penelitian menunjukan bahwa penurunan motilitas lambung dan usus dimediasi oleh saraf simpatis melalui refleks tulang belakang, sedangkan peningkatan motilitas dimediasi saraf vagus dan refleks supraspinal (Noguchi, 2010). Pelepasan neuropeptida dari ujung saraf melalui peptide terkait gen kalsitonin dihipotesiskan memainkan peran dalam kondisi inflamasi gastrointestinal. Pusat dalam sitim limbik, hipotalamus, dan batang otak diyakini berperan dalam memodulasi efek akupunktur dalam pengobatan kondisi gastrointestinal (Noguchi, 2010).
Terapi akupunktur adalah metode penusukan jarum pada titik akupunktur yang sudah dipetakan pada tubuh manusia. Titik akupunktur
merupakan sel aktif listrik yang mempunyai sifat tahanan listrik rendah dan konduktivitas tinggi, sehingga titik akupunktur mudah menghantarkan listrik daripada sel-sel lain. Hal ini telah dibuktikan oleh Saputra (2012) yang meneliti tentang penjalaran titik akupunktur melalui meridian atau dapat disebut jalur aktif listrik.
Dalam Research Progress on Mechanism of Acupuncture for Chronic Atrophic Gastritis (2016), akupunktur dapat meningkatkan sistem imun, mengatur sistem saraf pusat, mengatur hormon gastrointestinal, meningkatkan peredaran darah di daerah perut, mengatur cytokinase, meningkatkan fungsi lambung, mengontrol sistem asam lambung, meningkatkan respon terhadap peradangan dan mengatur regenerasi sel, yang bisa memperkuat dinding mukosa lambung.
Terapi akupunktur memberi efek secara anatomi dan fisiologis sebagai berikut:
a. Mekanisme lokal
Mekanisme ini ditandai dengan munculnya kemerahan pada area kulit yang dilakukan penusukan jarum. Reaksi tersebut disebabkan oleh reflek aksonal yang merangsang pelepasan neuropeptida vasoaktif, yaitu P substansi (SP) dan Calcitonin Gene Related Peptides (CGRP). Pelepasan substansi ini karena adanya rangsang dari serabut saraf A dan C, yang akan diikuti oleh peningkatan perfusi di lokasi sekitar jarum dan jaringan yang lebih dalam. Efek ini tetap berlangsung meskipun jarum dicabut. Substansi ini juga berfungsi menjadi mediator terbantuknya factor pemicu hormon pertumbuhan (Growth Promoting Factor) yang mempercepat proses penyembuhan. Pelepasan opioid endogen di perifer juga akan menambah efek anti peradangan. Tusukan jarum akupunktur menyebabkan trauma mikro, namun cukup untuk menginisiasi mekanisme pelepasan opioid tersebut (Longhurst, 2016).
b. Mekanisme segmental
Segmentasi pada jaringan kulit, otot, viscera yang dikenal sebagai dermatom, miotom, dan viscerotom, memungkinkan penggunaan akupunktur untuk menerapi organ viscera.
Memberikan rangsangan di titik akupunktur yang berada di jaringan kulit dan otot dapat digunakan untuk menerapi organ viscera.
Caranya adalah dengan menusuk titik akupunktur yang berada di segmen dermatome yang sama dengan segmen organ viscera yang diterapi (Longhurst, 2016).
Di daerah dada dan perut dikenal adanya titik akupunktur yang disebut titik Mu-depan yang terkait dengan organ viscera. Dengan memilih titik yang sama segmennya, maka bisa untuk menerapi nyeri organ viscera yang persarafannya sama. Dasar pemikirannya sama dengan fenomena ilmu kedokteran barat yang disebut dengan proyeksi eksterna, di mana yang mengalami gangguan adalah organ viscera, tetapi yang merasakan nyeri adalah daerah kulit yang persarafannya berasal dari segmen medulla spinalis yang sama.
Fenomena proyeksi eksterna ini disebut dengan refleks viscerokutan, artinya yang mengalami gangguan organ visceral tetapi yang merasakan daerah kutan (kulit) yang sama segmennya.
Pemahaman dalam Traditional Chinese Medicine (TCM) adalah bila dapat terjadi refleks viscerokutan atau proyeksi eksterna, seharusnya dapat juga terjadi proyeksi interna atau refleks somatokutaneovisceral. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan apabila memberikan perlakuan di kulit (menusuk jarum) akan terjadi pengaruh pada organ viscera, dalam hal ini akupunktur digunakan untuk menerapi organ lambung yang bermasalah (Kiswoyo, 2013).
c. Mekanisme General
Jalur akupunktur analgesi mirip dengan jalur nyeri, artinya juga melalui jalur tranduksi, konduksi, dan transmisi dari medulla spinalis ke supra spinal. Tetapi pada akupunktur saat serabut sekunder naik dari kornuposterior ke supra spinal, terdapat kolateral yang terbagi menjadi:
1) Pada level medula spinalis menuju substansia glatinosa sebagai serabut interneuron melepaskan met-enkefalin, menghambat hantaran rangsang noksius (Wignyomartono, 2011).
2) Pada level batang otak kolateral menuju ke periakuaduktal kelabu dan menuju nukleus rafe magnus, nucleus retikularis paragigantoselularis dan menuju ke lokus seruleus. Yang ke nucleus rafe magnus menuju lamina II medulla spinalis melepaskan serotonin, yang ke nucleus retikularis paragigantoselularis ke lamina II medulla spinalis melepaskan noradrenalin, dan yang lokus seruleus menuju ke lamina II medulla spinalis melepaskan noradrenalin, di mana ketiganya adalah neurotransmitter inhibitor (Kawakita, 2014).
3) Pada level hipotalamus, kolateral ke sel hipotalamus dan nukleus arkuatus yang keduanya melepaska β-endorfin yang langsung masuk sirkulasi, beredar ke seluruh tubuh memberi efek analgesia secara general. Dari mekanisme di atas terjadi perbaikan system yang diakibatkan oleh rangsangan sinyal akupunktur (Wignyomartono, 2011).