1 BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Penelitian
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, pada tahun 2010 tercatat jumlah penyandang disabilitas mencapai sekitar 9.046.000 jiwa dari sekitar 237 juta jiwa. Jika dikonversikan dalam bentuk persen, jumlahnya sekitar 4,47%
(www.BPS.go.id)
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak luar biasa yang harus dilayani dengan kebutuhan-kebutuhan khusus. Menurut wikipedia anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk dalam anak berkebutuhan khusus antara lain: tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa, tuna laras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.
Anak tunadaksa perlu mendapatkan kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam segala hal.
Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada anak tunadaksa maka akan memperkecil kesenjangan antara anak normal dan anak tunadaksa.
Namun anak tunadaksa seringkali mengalami berbagai masalah psikologis yang muncul akibat kelainan bawaan dari dirinya ataupun masalah yang disebabkan karena faktor lingkungan yang tidak mendukung bagi anak tunadaksa. Efek psikologis yang muncul pada anak tunadaksa akibat dari
2
penolakan orangtua atau keluarga , yakni timbulnya perasaan tidak aman, rendah diri, serta merasa tidak berharga atau tidak berguna. Sedangkan orang tua dan keluarga yang bersikap realistis, secara langsung atu tidak langsung akan berpengaruh terhadap anak tunadaksa untuk membentuk dan menumbuhkan kepribadian yang positif (Efendi,2006)
Masalah penyesuaian sosial bagi anak tunadaksa bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, hal ini mengingat ketunaan yang dialami anak tunadaksa tidak terlepas dari berbagai kesulitan yang mengikutinnya.
Namun pada hakikatnya tidak semua anak tunadaksa menunjukkan harga diri yang rendah dan mengalami penyimpangan kepribadian atau penyesuaian sosial. Rasa percaya diri anak tunadaksa akan tumbuh dengan baik apabila keluarga khususnya orang tua selalu mendukung dan mensuport segala macam bentuk kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak tunadaksa
Gottlieb berpendapat “... dukungan sosial terdiri dari informasi verbal dan atau non-verbal bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau di dapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima (dalam Iswinarti,2013). Dukungan sosial yang diterima oleh anak tunadaksa dari keluarga dan lingkungannya dapat membuat mereka menganggap bahwa dirinya dicintai, diperhatikan, dan dihargai oleh orang lain. Dengan adanya dukungan sosial keluarga kepada anak tunadaksa dapat membantu mereka untuk mengahdapi segala permasalan yang
3
muncul di kehidupan mereka, serta membantu anak tunadaksa untuk mampu menitih tugas dan tanggung jawab sebagai manusia.
Sama seperti bentuk ketunaan yang lainnya, tunadaksa yang dialami seseorang memiliki konsekuensi atau akibat pada aspek kejiwaan bagi penderitannya. Kondisi ketunadaksaan pada anak sebagian besar menimbulkan kesulitan belajar dan perkembangan kognitifnya. Dengan kondisinya yang mengalami ketunadaksaan maka membuat anak-anak tersebut minder atau rasa kurang percaya diri, karena mereka menganggap bahwa mereka berbeda dengan teman-teman yang lainnya. Kurangnya rasa percaya diri pada anak tunadaksa bisa dikarenakan juga karena orangtua yang kurang mendukung dalam proses interaksi dan penyesuaian sosial pada anaknya, selain itu lingkungan yang tidak mendukung seperti teman- teman dan tetangga yang tidak menerima kekeurangan dari anak penyandang tunadaksa tersebut.
Peran keluarga sangat penting dalam hal ini, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat mereka belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya (Gerungan, 2010). Dalam hal ini jelas bahwa keluarga adalah pemberi dukungan yang paling pertama bagi anak tunadaksa, pasalnya keluarga lah yang mampu memberikan pembelajaran bagi anak tunadaksa untuk mampu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Selain memberikan pengajaran agar anak amapu berinteraksi dan bersosialisasi, keluarga juga berperan penting dalam menumbuhkan rasa kepercayaan diri pada anaknya. Dukungan yang positif
4
dan tidak membedakan anaknya walau mereka anak tunadaksa, akan membuat anak merasa bahwa dirinya juga berhak untuk mendapatkan segala hal yang sama seperti teman-temannya yang lain. Selain keluarga ada hal lain yang mampu membantu perkembangan anak tunadaksa agar bisa berinteraksi dan bersosialisasi, yaitu pendidikan disekolah.
Pendidikan di sekolah bukan hanya ditujukan untuk meningkatkan intelejensi, namun peran sekolah sangat luas. Didalamnya berlangsung beberapa bentuk dasar dari kelangsungan “pendidikan” pada umumnya, yaitu pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan yang wajar, perangsang dari potensi anak, perkembangan dari kecakapan-kecakapan pada umumnya, belajar bekerja sama dengan kawan sekelompok, melaksanakan tuntutan-tuntutan dan contoh-contoh yang baik, belajar menahan diri demi kepentingan orang lain, dan memperoleh pengajaran (Gerungan,2010).
Pendidikan di sekolah menjadi hal terpenting kedua setelah keluarga bagi anak-anak tunadaksa agar bisa belajar bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Selain untuk belajar berinteraksi dan bersosialisasi sekolah juga berperan untuk merangsan potensi anak, agar anak tersebut mampu mengetahui bakat atau potensi yang ada di dalam dirinya. Dari sekolah anak tunadaksa juga dapat mengembangkan poptensi yang mereka miliki dengan bantuan tenaga guru yang ada di sekolah tersebut. Bakat dan potensi yang dimiliki oleh anak tunadaksa sangat bermanfaat bagi anak tunadaksa tersebut nantinya, karena dengan
5
potensi yang dimilikinya tersebut dapat membawa mereka kepada pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan potensinya.
Dukungan sosial keluarga yang diberikan kepada anak tunadaksa mampu meningkatkan semangat dan prestasi bagi anak tunadaksa tersebut.
Ada salah satu contoh orang yang mengalami tunadaksa yang mampu menjadi inspirasi bagi seluruh manusia di dunia ini. Beliau adalah Nick Vujicic, meskipun ia lahir tanpa tangan dan kaki namun ia mampu menginspirasi banyak orang di dunia ini. Awalnya kedua orangtua nick terkejut melihat kondisi bayinya yang berbeda dengan bayi lainnya.
Namun kedua orangtua nick selalu mensyukuri apapun kondisi dari anaknya tersebut. Ayah nick berusa untuk mengajari nick hidup mandiri dengan membantunya belajar berdiri dan menyeimbangkan tubuhnya. Ibu nick ingin anaknya lebih mandiri, kuat menta dan bisa bergaul dengan luwes, maka sang ibu memasukkan nick ke sekolah biasa. Di sekolah nick mendapatkan banyak penolakan, ejekan, dan gertakan dari teman- temannya. Bahkan ia sempat ingin mengakhiri hidupnya, namun berkat dukungan dari kedua orangtuannya nick menghilangkan pikiran tersebut.
Ketika membaca surat kabar, nick dan ibunya menemukan sebuah artikel yang sangat menggugah jiwanya. Artikel itu berkisah tentang seorang pria cacat tubuh yang mampu melakukan hal-hal hebat, termasuk menolong orang banyak. Sejak saat itu nick ingin menjadi orang yang berguna bagi orang lain. Untuk meraih mimpinya tersebut, nick belajara dengan giat dan menyelesaikan pendidikannya serta meraih gelar Sarjana Ekonomi bidang Akuntansi dan perencanaan keuangan pada usia 21 tahun.
6
Segera setelah itu ia mengembangkan lembaga non-provit “Life Without Limbs” (Hidup Tanpa Anggota-Anggota Tubuh) yang ia dirikan pada usia 17 tahun, untuk membantunya berkarya dalam bidang motivasi. Kini nick menjadi motivator/pembicara internasional yang gemilang. Ia sudah berkeliling ke lebih 24 negara di 4 benua (termasuk indonesia), untuk memotivasi lebih dari 2 juta orang khususnya kaum muda (Wink, 2012).
Dari cerita Nick di atas dapat kita pahami betapa pentingnya dukungan keluarga terhadapa anak yang mengalami tunadaksa, karena dengan kasih sayang dan kesabaran orantua dapat membantu anak tunadaksa menemukan kepercayaan dirinya. Sehingga ia bisa tumbuh sebagai anak yang mandiri dan berguna untuk orang lain nantinya.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana dukungan sosial keluarga untuk meningkatkan kepercayaan diri anak tunadaksa?
3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas maka tujuan penelitian ini adalah :
Untuk menjelaskan dukungan sosial keluarga dalam meningkatkan kepercayaan diri anak tunadaksa
4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
7 a. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan ilmu pengetahuan bagi disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial terutama dalam hal dukungan sosial keluarga terhadap kepercayaan diri anak tunadaksa.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam penelitian sejenis
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan gambaran nyata tentang pentingnya dukungan sosial keluarga terhadap kepercayaan diri anak tunadaksa.
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan yang berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus.
Dapat dijadikan sebagai pedoman atau referensi penelitian berikutnya, baik pengetahuan secara akademis maupun secara praktis yang berkaitan dengan dukungan sosial keluarga terhadap
kepercayaan diri anak tunadaksa.