• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Hakekat Bahasa a. Pengertian Bahasa Bahasa menurut Gorys Keraf (1980) adalah alat komunikasi antara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Hakekat Bahasa a. Pengertian Bahasa Bahasa menurut Gorys Keraf (1980) adalah alat komunikasi antara"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka

1. Hakekat Bahasa a. Pengertian Bahasa

Bahasa menurut Gorys Keraf (1980) adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Sementara Hari Murti Kridalaksana (1982) menyatakan bahasa sebagai sistim lambang yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Depdikbud (1994) menyatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan dan memahami gagasan, pikiran, pendapat, dan perasaan secara lisan maupun tertulis.

Memperhatikan penjelasan-penjelasan di atas, maka bahasa dapat didefinisikan sebagai suatu alat komunikasi berupa lambang, bunyi, suara yang dipergunakan oleh masyarakat untuk menyampaikan gagasan dan memahami gagasan, pikiran, pendapat, serta perasaan secara lisan maupun tertulis.

b. Jenis-jenis Bahasa

Menurut jenisnya, bahasa dapat dibedakan antara bahasa tutur/

percakapan dan bahasa bergaya.

1) Bahasa Tutur/ Percakapan

Bahasa tutur/ percakapan adalah bahasa yang biasa dipakai dalam pergaulan sehari-hari, terutama dalam percakapan seseorang dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.

2) Bahasa Bergaya

Bahasa bergaya adalah bahasa yang dibuat secara bergaya dan diperbesar daya gunanya atau efektifitasnya serta dipakai secara sadar. Bahasa bergaya ini biasa dipakai untuk menyampaikan gagasan, pendapat, pengalaman, pengetahuan, keyakinan yang dibuat dalam bentuk tulisan. Bahasa bergaya commit to user

(2)

2

sering juga digunakan dalam bahasa tulisan seperti dalam diskusi, bermusyawarah, berpidato, berceramah, mengajar, upacara dan lain sebagainya.

3) Keterampilan Berbahasa

Tarigan (1995), menyatakan keterampilan berbahasa dalam kurikulum sekolah biasanya mencakup 4 segi, yaitu:

a) Keterampilan menyimak/mendengarkan (listening skills);

dalam kegiatan menyimak terdapat unsur-unsur aktivitas menyimak yang mencakup: mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi bunyi bahasa, menginterpretasi bunyi, menilai, dan mereaksi makna.

b) Keterampilan berbicara (speaking skills); dalam kegiatan berbicara, harus memperhatikan unsur-unsur dalam berbicara, yaitu; proses kegiatan menyampaikan gagasan, memperhatikan medan bicara, dan menyampaikan informasi, pesan, gagasan pada pendengar,

c) Keterampilan membaca (reading skills); membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, maka dalam kegiatan membaca harus memperhatikan unsur-unsur; mencari atau memperoleh informasi, menelaah isi bacaan, dan memahami makna bacaan.

d) Keterampilan menulis (writing skills); menulis adalah menurunkan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipakai oleh orang, hingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut. Maka untuk menjadi penulis yang baik, harus memahami unsur-unsur yang terdapat dalam kegiatan menulis yang meliputi; mampu mengungkapkan perasaan, pendapat, pengalaman dan pesan secara tertulis, mampu menyampaikan informasi secara tertulis sesuai dengan konteks dan keadaan, memiliki kegemaran

commit to user

(3)

3

menulis, dan mampu memanfaatkan unsur-unsur kebahasaan karya sastra dalam menulis.

Memperhatikan uraian tentang menyimak, membaca, menulis, dan berbicara, maka dapat diambil suatu pengertian apabila seseorang telah memiliki empat keterampilan berbahasa seperti tersebut di atas, maka mereka akan dapat dengan mudah melakukan komunikasi dan berinteraksi terhadap lingkungan di mana mereka tinggal.

Keterampilan melantunkan tembang macapat termasuk didalam keterampilan berbicara. Oleh karena itu, dalam melakukan penilaian nantinya penulis akan menggunakan rubrik penilaian berbicara. Rubrik penilaian berbicara berdasarkan pada konstruk dari pengertian keterampilan berbicara.

2. Macapat

a. Pengertian Macapat

Kata macapat diperkirakan bukan berasal dari bahasa Jawa Kuno atau Kawi dan bukan berasal dari bahasa Jawa Pertengahan atau Jawa Madya, melainkan dari bahasa Jawa Baru (Danusuprapta, dalam Sahlan A dan Mulyono, 2012: 104). Bahasa Jawa Baru adalah bahasa yang digunakan dalam karya sastra Jawa pada akhir abad ke-16 Masehi setelah ada pengaruh Islam terhadap budaya Nusantara khususnya Jawa.

Macapat pada umumnya diartikan sebagai maca papat papat (membaca empat-empat), yaitu cara membaca terjalin tiap empat suku kata. Macapat sebagai sebutan puisi jawa pertengahan dan jawa baru hingga kini masih digemari masyarakat. Jenis tembang ada tiga yaitu tembang alit, tembang tengahan dan tembang gedhe. Tembang gedhe atau tembang kawi adalah puisi jawa yang aturan penciptaannya mirip dengan kakawin, sedangkan tembang tengahan adalah tembang yang mirip dengan tembang gedhe dan mirip dengan puisi kidung (Sundari commit to user

(4)

4

A, 2005: 15-16), sedangkan tembang macapat masuk kedalam tembang cilik atau alit.

b. Macam-macam Macapat

Macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sanjak akhir yang disebut guru lagu. Macapat biasanya diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata, namun ini bukan satu-satunya arti karena pada prakteknya tidak semua tembang macapat bisa dinyanyikan empat-empat suku kata.

Terdapat 11 macam tembang macapat. Beberapa tutur dari orang tua menjelaskan bahwa, kesebelas tembang macapat tersebut sebenarnya menggambarkan tahap-tahap kehidupan manusia dari mulai alam ruh sampai dengan meninggalnya. Adapun penjelasan makna kesebelas tembang macapat tersebut adalah: 1) Maskumambang, 2) Mijil, 3) Kinanthi, 4) Sinom, 5) Asmarandana, 6) Gambuh, 7) Dhandhanggula, 8) Durma, 9) Pangkur, 10) Megatruh, 11) Pocung.

c. Sejarah Macapat

Sastra Jawa adalah sebagian kecil dari hasil budaya Jawa.

Karya sastra merupakan cermin keadaan sosial budaya tertentu yang menjadikan karya sastra dipakai sebagai materi penting untuk mengungkap suatu budaya lampau yang telah kehilangan jejak (Widayat dan Suwardi, 2005: 10). Perkembangan sastra Jawa dimulai sejak jaman kerajaan Mataram Hindu, Budha, Medang, Kahuripan, Jenggala, Daha, Kediri, Singasari, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram, Surakarta dan Yogyakarta (Purwadi, 2007: 4).

Sastrosupadmo (1974) (dalam Suwardi, tanpa tahun: 18-19) menginformasikan bahwa tembang macapat telah ada sejak zaman Majapahit. Pernyataan ini masih perlu dipertajam lagi, karena pada commit to user

(5)

5

zaman Majapahit ada sebagian peneliti yang berpendapat bahwa saat itu yang lebih berkembang adalah kidung. Poerbatjaraka (dalam Suwardi, tanpa tahun: 18-19) berpendapat munculnya kidung bersamaan dengan tembang macapat. Lebih lanjut Poerbatjaraka menyatakan bahwa tembang macapat muncul sejak zaman kerajaan Demak, kemudian berkembang ke Pajang, Mataram, Surakarta, dan Yogyakarta.Pujangga terakhir yang menggunakan tembang macapat adalah R.Ng Ranggawarsita.

Kata macapat diperkirakan bukan berasal dari bahasa Jawa Kuno atau Kawi dan bukan berasal dari bahasa Jawa Pertengahan atau Jawa Madya, melainkan dari bahasa Jawa Baru (Danusuprapta, dalam Sahlan A dan Mulyono, 2012: 104). Bahasa Jawa Baru adalah bahasa yang digunakan dalam karya sastra Jawa pada akhir abad ke-16 Masehi setelah ada pengaruh Islam terhadap budaya Nusantara khususnya Jawa.

d. Serat Wedhatama

Pembahasan dalam penelitian ini penulis hanya akan membahas tembang pangkur yang ada didalam serat Wedhatama.

Serat Wedhatama merupakan kitab yang ditulis oleh K.G.P.A.A. Sri Mangkunegara IV. Serat Wedhatama mengandung makna yang sangat dalam sekali artinya: Serat adalah Kitab, sedangkan Wedha mengandung arti Pengetahuan, dan Tama ialah Utama. Maka Serat Wedhatama bermakna Kitab Pengetahuan yang Utama.

Serat Wedhatama (asal kata dalam bahasa Jawa; Wredhatama) merupakan salah satu karya agung pujangga sekaligus seniman besar pencipta berbagai macam seni tari (beksa) dan tembang. Wayang orang, wayang madya, pencipta jas Langendriyan (sering digunakan sebagai pakaian pengantin adat Jawa/ Solo). Beliau adalah enterpreneur sejati yang sangat sukses memakmurkan rakyat pada masanya dengan membangun pabrik bungkil, pabrik gula Tasikmadu dan Colomadu di Jateng (1861-1863) dengan melibatkan masyarakat, commit to user

(6)

6

serta perkebunan kopi, kina, pala, dan kayu jati di Jatim dan Jateng.

K.G.P.A.A. Sri Mangkunegara IV juga termasuk perintis pembangunan Stasiun Balapan di kota Solo dan masih banyak lagi.

Beliau juga terkenal gigih dalam melawan penjajahan Belanda.

Hebatnya, perlawanan dilakukan cukup melalui tulisan pena, sudah cukup membuat penjajah mundur teratur. Cara inilah yang menjadi contoh sikap perilaku utama, dalam menjunjung tinggi etika berperang (jihad ala Kejawen); “nglurug tanpa bala” dan “menang tanpa ngasorake”. Kemenangan diraih secara kesatria, tanpa melibatkan banyak orang, tanpa makan korban pertumpahan darah dan nyawa, dan tidak pernah mempermalukan lawan. Begitulah kesatria sejati.

Selain terkenal kepandaiannya akan ilmu pengetahuan, juga terkenal karena beliau tokoh yang amat sakti mandraguna. Beliau terkenal adil, arif dan bijaksana selama dalam kepemimpinannya.

Beliau adalah Ngarsa Dalem Ingkang Wicaksana Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Sri Mangkunegoro IV. Raja di keraton Mangkunegaran Solo. Berkat “laku” spiritual yang tinggi beliau diketahui wafat dengan meraih kesempurnaan hidup sejati dalam menghadap Tuhan Yang Mahawisesa; yakni “warangka manjing curiga” atau meraih kamuksan; menghadap Gusti (Tuhan) bersama raganya lenyap tanpa bekas.

Wedhatama merupakan ajaran luhur untuk membangun budi pekerti dan olah spiritual bagi kalangan raja-raja Mataram, tetapi diajarkan pula bagi siapapun yang berkehendak menghayatinya.

Wedhatama menjadi salah satu dasar penghayatan bagi siapa saja yang ingin “laku” spiritual dan bersifat universal lintas kepercayaan atau agama apapun, karena ajaran dalam Wedhatama bukanlah dogma agama yang erat dengan iming-iming surga dan ancaman neraka, melainkan suara hati nurani, yang menjadi “jalan setapak” bagi siapapun yang ingin menggapai kehidupan dengan tingkat spiritual yang tinggi. Mudah diikuti dan dipelajari oleh siapapun, diajarkan dan commit to user

(7)

7

dituntun langkah demi langkah secara rinci. Puncak dari “laku”

spiritual yang diajarkan serat Wedhatama adalah; menemukan kehidupan yang sejati, lebih memahami diri sendiri, manunggaling kawula-Gusti, dan mendapat anugrah Tuhan untuk melihat rahasia kegaiban (meminjam istilah Gus Dur; dapat mengintip rahasia langit).

Ajaran yang terkandung di dalamnya, mulanya oleh K.G.P.A.A. Mangkunegara IV, ditujukan untuk membangun budi pekerti dan olah spiritual bagi kalangan raja-raja Mataram. Namun kemudian, diajarkan pula bagi siapapun yang berkehendak menghayatinya.

Serat yang berisi ajaran tentang budi pekerti atau akhlak mulia, digubah dalam bentuk tembang agar mudah diingat dan lebih

“membumi”. Sebab sebaik apapun ajaran itu tidak akan bermanfaat apa-apa, apabila hanya tersimpan di dalam “menara gadhing” yang megah.

Serat ini terdiri atas 100 padha (bait) tembang macapat, yang dibagi dalam lima pupuh, yaitu:

1) Pupuh Pangkur (14 padha, I – XIV)) 2) Pupuh Sinom (18 padha, XV – XXXII) 3) Pupuh Pocung (15 padha, XXXIII – XLVII) 4) Pupuh Gambuh (35 padha, XLVIII – LXXXII) 5) Pupuh Kinanthi (18 padha, LXXXIII – C) e. Tembang Pangkur

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan tembang pangkur sebagai materi pengajran, dikarenakan pupuh pangkur merupakan materi dalam pembelajaran bahasa jawa di SMK.

1) Pengertian tembang Pangkur

Tembang Pangkur menggambarkan suatu masa ketika sudah lewat umur yang meninggalkan masalah keduniawinan. Mempunyai watak semangat, benar-benar menjauhi hawa nafsu, supaya tidak

commit to user

(8)

8

mengganggu dalam menjalani hidup. Hatinya sudah bersih, mengutamakan ibadah, mendekatkan diri kepada Tuhan.

2) Pathokan Tembang Pangkur

Tabel 2. 1 Pathokan Tembang Pangkur

Guru Wilangan Guru Lagu Guru Gatra

8 a

7

11 i

8 u

7 a

12 u

8 a

8 i

3) Nilai-nilai yang Terkandung Tembang Pangkur Wedhatama

Tembang pangkur secara umum dan secara khusus dalam serat Wedhatama mempunya nilai-nilai karakter yang sangat baik, yaitu:

a) Tuntunan moral dalam hal etika pribadi sebagai pembangun pribadi. Menerima dengan senang jika dianggap bodoh, dan tetap bahagia jika dianggap hina.

b) Tuntunan moral dalam etika sosial. Kita harus selalu bertindak sopan dan jangan berbuat yang mempermalukan diri sendiri.

Tidak berbuat semaunya sendiri di dalam masyarakat. Selalu berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara. Menempatkan diri dimana dia berada dan menurut terhadap aturan negara.

c) Mengajarkan supaya tidak bertindak seperti orang bodoh yang berbicara tanpa dipikir dulu, sesuka hatinya, tidak mau kalah dalam berbicara dan tida logis. Jangan sombong, dan jangan meremehkan orang lain.

commit to user

(9)

9

d) Mengajarkan tuntunan moral supaya kita selalu menyembah kepada Tuhan yang maha kuasa, Agama merupakan tiang kehidupan. Manusia akan kembali kepada asalnya.

3. Metode Snowball Throwing

a. Pengertian Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik.

Menurut Nana Sudjana (2005: 76), metode pembelajaran adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya pengajaran. Menurut Gerlach dan Elly ( 80:14) metode pembelajaran dapat diartikan sebagai rencana yang sistematis untuk menyampaikan informasi.

Salamun (dalam Sudrajat, 2009:7) metode pembelajaran ialah sebuah cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda dibawah kondisi yang berbeda.

b. Pengertian Metode Pembelajaran Snowball Throwing

Metode pembelajaran Snowball Throwing merupakan salah satu metode pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pendekatan kontekstual (CTL). Snowball Throwing yang menurut asal katanya berarti „bola salju bergulir‟ dapat diartikan sebagai metode pembelajaran dengan menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara bergiliran di antara sesama anggota kelompok. Dilihat dari pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran bahasa, metode pembelajaran Snowball Throwing ini memadukan pendekatan komunikatif, integratif, dan keterampilan proses. Kegiatan melempar bola pertanyan ini akan membuat kelompok menjadi dinamis, karena kegiatan peserta didik tidak hanya berpikir, menulis, bertanya, atau berbicara, akan tetapi mereka juga melakukan aktivitas fisik yaitu menggulung kertas dan commit to user

(10)

10

melemparkannya pada peserta didik lain. Tiap anggota kelompok akan mempersiapkan diri karena pada gilirannya mereka harus menjawab pertanyaan dari temannya yang terdapat dalam bola kertas.

Metode snowball throwing adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana peserta didik dibentuk dalam beberapa kelompok yang heterogen kemudian masing-masing kelompok dipilih ketua kelompoknya untuk mendapat tugas dari guru lain. Masing-masing peserta didik membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) kemudian dilempar ke peserta didik lain yang masing- masing menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh. (Jasmansyah, 2008).

c. Langkah-langkah metode pembelajaran snowball throwing

Adapun langkah – langkah metode pembelajaran snowball throwing menurut Suyatno (2009:125)

1) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.

2) Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil ketua dari setiap kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.

3) Masing-masing ketua kelompok kembali kekelompoknya masing masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.

4) Kemudian setiap peserta didik diberikan satu lembar kertas kerja, untukmenuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yangsudah dijelaskan oleh ketua kelompok.

5) Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satupeserta didik ke peserta didik lain.

6) Setelah peserta didik dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatankepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertassecara bergantian.

7) Evalusi.

8) Penutup.

d. Manfaat metode pembelajaran Snowball Throwing commit to user

(11)

11

Terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh dam model pembelajaran Snowball Throwing diantaranya ada unsur permainan yang menyebabkan metode ini lebih menarik perhatian murid.

Sementara menurut Asrori (2010: 3) dalam model pembelajaran Snowball Throwing terdapat beberapa manfaat yaitu:

1) Dapat meningkatkan keaktifan belajar murid.

2) Dapat menumbuh kembangkan potensi intelektual sosial, dan emosional yang ada di dalam diri murid.

3) Dapat melatih murid mengemukakan gagasan dan perasaan.

e. Kelebihan dan kelemahan metode pembelajaran Snowball Throwing Model Snowball Throwing memiliki kelebihan dan kelemahan.

Kelebihan yang ditemukan dalam pelaksanaan pembelajaran model Snowball Throwing menurut Suprijono (Hizbullah, 2011: 9) diantaranya: “(1) Melatih kedisiplinan murid; dan (2) Saling memberi pengetahuan”.

Sedangkan menurut Safitri (2011: 19) kelebihan model Snowball Throwing antara lain:

1) Melatih kesiapan murid dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan.

2) Murid lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi pelajaran yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena murid mendapat penjelasan dari teman sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru serta mengerahkan penglihatan, pendengaran, menulis dan berbicara mengenai materi yang didiskusikan dalam kelompok.

3) Dapat membangkitkan keberanian murid dalam mengemukakan pertanyaan kepada teman lain maupun guru.

4) Melatih murid menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik.

commit to user

(12)

12

5) Merangsang murid mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang dibicarakan dalam pelajaran tersebut.

6) Dapat mengurangi rasa takut murid dalam bertanya kepada temanmaupun guru.

7) Murid akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan pemecahan suatu masalah.

8) Murid akan memahami makna tanggung jawab.

9) Murid akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial, budaya, bakat dan intelegensia.

10) Murid akan terus termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya.

Selain hal tersebut, model ini juga memiliki kelemahan sebagaimana yang dirumuskan oleh Suprijono (Hizbullah, 2011: 9) diantaranya: 1) Pengetahuan tidak luas hanya terkuat pada pengetahuan sekitar murid; 2) Kurang efektif digunakan untuk semua materi pelajaran”

4. Penilaian Melantunkan Macapat (Nembang Macapat)

Satu solusi untuk menilai tidak hanya satu melainkan beberapa nilai untuk setiap respon, setiap nilai mewakili satu dari beberapa bagian (pelafalan, kosakata, tatabahasa dsb). Menurut Brown (2003: 172-173), ada 6 jenis indikator dalam test berbicara yaitu pelafalan, kosakata, tatabahasa, pemahaman, kelancaran dan tugas.

Kemampuan untuk berbicara lancar tidak hanya dari fitur bahasa tapi juga dari kemampuan untuk menmproses informasi dan bahasa. Aspek berbicara menurut Brown (20130 adalah: 1) Kelancaran. Kelancaran merujuk pada kemampuan untuk secara halus dan cepat membaca teks dan berbicara secara oral dengan orang lain dan dapat mengatur jeda dengan baik. 2) Pelafalan. Thornbury dalam Abimanyu (2005:128-129) mengatakan bahwa pelafalan merujuk pada kemampuan peserta didik dalam menghasilkan ujaran yang comperhensif untuk memenuhi persyaratan. Pelafalan menjadi penting karena memberikan arti pada apa commit to user

(13)

13

yang dikatakan. Pelafalan yang salah akan menyebabkan pemahaman yeng berbeda. 3) Tata Bahasa. Harmer (2001: 12) mengatakan bahwa tata bahasa suatu bahasa adalah deskripsi cara kata-kata dapat mengubah bentuknya dan dapat digabungkan menjadi kalimat-kalimat dalam bahasa itu; 4) Kosakata. Dengan mempelajari kata-kata dan lawan kata dari kata bersama itu juga dapat meningkatkan koleksi kosakata; 5) Pemahaman.

Ini mengacu pada kemampuan dalam memahami sesuatu atau memahami sesuatu. Pemahaman juga menggambarkan informasi atau pengetahuan yang diperoleh melalui pemahaman; 6) Tugas. Tugas adalah unit kerja yang berkontribusi untuk pemenuhan dan penyelesaian item pekerjaan jadwal. Tugas adalah unit kerja utama bagi anggota tim.

Brown dalam Rahmawati menyarankan setidaknya ada enam kriteria untuk menilai keterampilan berbicara: pengucapan, kelancaran, tata bahasa, kosa kata, fitur wacana, dan penyelesaian tugas. Selain itu, daftar keterampilan presentasi akan ditambahkan ke kriteria penilaian presentasi lisan. Namun, intinya tidak lebih dari dua puluh persen dari skor keseluruhan untuk mempertahankan validitas penilaian yang berfokus pada keterampilan berbicara

Teori di atas adalah indikator untuk menilai keterampilan berbicara. Kita tidak akan mengambil semua indikator di atas karena di nembang macapat peserta didik hanya belajar tentang cara mengucapkan, berbicara dengan lancar, dan memahami teks untuk mengekspresikan perasaan.

Saksomo (2017: 1) mengatakan bahwa macapat adalah lagu atau puisi tradisional Jawa yang biasanya dibacakan atau dinyanyikan. Setiap bait macapat memiliki baris yang disebut gatra, dan setiap baris memiliki sejumlah suku kata, yang disebut guru wilangan. Di akhir baris ada sajak tertentu, yang disebut guru lagu. Secara etimologis, macapat berasal dari maca papat-papat (baca empat demi empat), yang berarti membaca masing-masing dari empat bagian kata. Sastra Jawa klasik pada zaman Mataram Baru biasanya ditulis menggunakan metrum macapat. Beberapa commit to user

(14)

14

contoh karya sastra yang ditulis dalam macapat antara lain: Serat Wedhatama, Serat Wulangreh, dan Serat Kalatidha.

Cara melantunkan Macapat memiliki aturan khusus dan tergantung pada pengaturan titi laras-nya. Titi laras berarti nada dari lagu tersebut.

Keberadaan titi laras di macapat bisa memunculkan ritme, sehingga saat macapat dinyanyikan, akan terasa lebih estetis. Padmosoekotjo (1956: 39) dalam Margono mengatakan bahwa titi laras adalah angka pemilihan setiap wilahan (bilahan) gamelan yang juga mewakili suara dari setiap wilahannya. Hal ini berarti bahwa titi laras adalah nomor pengganti setiap bagian dari gamelan yang juga mengacu pada suara dari setiap bagian dari gamelan (wilahan).

Menurut Warsena (2006: 14) dalam Margono juga mengatakan bahwa titi laras adalah tanda atau simbol untuk menyatakan perbedaan tingginya suara berdasarkan nada gamelan. Ini berarti bahwa titi laras adalah tanda atau simbol untuk mengekspresikan perbedaan ketinggian suara berdasarkan nada gamelan. Titi laras yang dikuasai dengan hati-hati akan memudahkan penembang (penyanyi) menyanyikan segala jenis macapat. Membaca macapat menurut titi laras termasuk dalam kategori membaca ekspresif. Selain memahami macapat, pembaca juga harus mengungkapkan apa yang terkandung dalam macapat dan dengan memperhatikan nada atau laras titi.

Sutrisno, Mengatakan bahwa tembang macapat juga sama dengan jenis tembang yang lain dalam hal lirik dan lagu. Sehubungan dengan hal tersebut, seyogyanya aspek yang terdiri terdiri dari: laras, leres, penampilan. Artinya tembang macapat serupa dengan jenis lagu yang lain sehingga, dalam menilai nembang macapat terdiri dari: Nada dasar (laras), teknik, kinerja, penampilan.

Berdasarkan teori-teori di atas kita mendapatkan indikator penilaian melantunkan atau nembang macapat. Itu diambil dari konstruk berbicara dan titi laras. Indikatornya adalah: Kefasihan, pelafalan, pemahaman, nada (titi laras). commit to user

(15)

15

Tabel 2. 2 Rubrik Penilaian Melantunkan Tembang Macapat Indikator/

Score Kelancaran Pelafalan Pemahaman Titi laras

Sempurna 5 5 5 5

Sangat bagus 4 4 4 4

Bagus 3 3 3 3

Cukup 2 2 2 2

jelek 1 1 1 1

Berdasarkan rubrik di atas skor akan diambil dari total skor yang didapatkan kalikan dengan 4 untuk mendapatkan skor 100. Misalnya, peserta didik yang mendapat skor sempurna akan mendapatkan 20 x 4 = 100

B. Penelitian Yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2012) tentang Efektivitas Metode Pembelajaran Snowball Throwing Terhadap Kemampuan Menganalisis Nilai-nilai Religius Novel Munajat Cinta II” menunjukkan bahwa metode Snowball Throwing lebih efektif dibandingkan metode ceramah dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam menganalisis nilai-nilai religius novel.

Pada penelitian di atas menguji efektifitas metode Snowball Throwing dengan metode ceramah sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pemecahan masalah di dalam kelas menggunakan Snowball Throwing. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti maupun oleh Sembiring keduaya sama-sama merupakan penelitan yang dengan subjek peserta didik serta penerapan metode Snowball Throwing di dalam kelas

2. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliati (2015), menyatakan bahwa penerapan metode pembelajaran dengan menggunakan metode snowball throwing telah memperlihatkan peningkatan persentase ketuntasan hasil belajar keterampilan membaca peserta didik pada tahap siklus. commit to user

(16)

16

Berdasarkan hasil tes awal dan akhir dari kedua siklus, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh kegiatan perbaikan pengajaran ini semuanya telah menunjukkan keberhasilan dalam memberi pemahaman kepadapara peserta didik secara tepat dan akurat.

Manfaat yang secara langsung terlihat adalah sedikit jumlah para peserta didik yang belajarnya tidak tuntas. Ini disebabkan karena penerapan metode pembelajaran dengan menggunakan model snowball throwing telah memperlihatkan peningkatan persentase peserta didik yang aktif dalam proses pembelajaran pada setiap siklus.

Persamaannya dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu pada metode yang digunakan yaitu Snowball Throwing. Kemampuan yang akan ditingkatkan yaitu kemampuan berbahasa. Perbedaannya adalah pada subyek yang diteliti. Pada penelitian yang dilakuakn oleh Yuliati menggunakan jenjang SMP, sedangkan peneliti pada jenjang SMK. Sub kemampuan yang akan ditingkatkan juga berbeda. Pada penelitian oleh Yuliati kemampuan membaca, sedangkan pada penelitian ini keterampilan melantunkan tembang (keterampilan berbicara)

3. Penelitian oleh Sukawati (2015) memiliki simpulan: 1) Model pembelajaran Snowball Throwing dapat meningkatkan keberanian berbicara peserta didik kelas IX B SMP Negeri 2 Musuk. 2) Model pembelajaran Snowball Throwing dapat meningkatkan kemampuan membaca grafik peserta didik kelas IX B SMP Negeri 2 Musuk. 3) Model pembelajaran Snowball Throwing dapat meningkatkan keberanian berbicara dan kemampuan membaca grafik peserta didik kelas IX B SMP Negeri 2 Musuk. Pembelajaran bahasa Indonesia pun lebih menyenangkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Sukawati dan peneliti salam penelitian ini adalah pada nilai mata pelajaran yang akan ditingkatkan.

Sukawati berupaya untukmeningkatkan kemampuan berbicara dan membaca grafis pada mata pelajaran bahasa Indonesia, sedangkan dalam penelitian ini peneliti berusaha meningkatkan keterampilan melantunkan tembang pada mata pelajaran bahasa Jawa. Kedua penelitian in memiliki commit to user

(17)

17

kesamaan, yaotu menggunakan metode Snowball Throwing untuk mengatasi permasalahan pada mata pelajaran bahasa di dalam kelas.

4. Rahmadini (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa the implementation of snowball throwing model to improve student’s reading comprehension at seventh grade student’s of MTSN Jetis Ponorogo in 2011/2012 academic year as measured by research snowball throwing model was success and effective in teaching reading comprehension.

Penelitian oleh Rahmadini ini subyek penelitiannya adalah siswa setingkat SMP. Permasalahan yang akan diselesaikan ,erupakan permasalahan pada mata pelajaran bahasa Inggris yaitu pada keterampilan membaca. Sedangakan pada penelitian ini, peneliti mengupayakan peningkatan keterampilan melantunkan tembang dengan subyek penelitian siswa setingkat SMK. Keduanya sama-sama berupaya mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan berbahasa dengan metode yang sama, yaitu metode Snowball Throwing

5. Masyhur (2011) menyatakan bahwa “using snowball throwing model to increase speaking ability of the second year students of SMP N 21 Pekanbaru”. The use of snowball throwing can increase students speaking achievement. researcher can conclude that similarity with researcher is use snowball throwing method and the differences is the place of the research and grade of students.

Penelitian oleh Masyhur ini subyek penelitiannya adalah siswa SMP. Permasalahan yang akan diselesaikan ,erupakan permasalahan pada mata pelajaran bahasa Inggris yaitu pada kemampuan berbicara.

Sedangakan pada penelitian ini, peneliti mengupayakan peningkatan keterampilan melantunkan tembang dengan subyek penelitian siswa setingkat SMK. Keduanya sama-sama berupaya mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan berbahasa dengan metode yang sama, yaitu metode Snowball Throwing

6. Pelatun (2014) dalam hasil penelitiannya yang berjudul “Implementation Of Throwing Snowball Method to Improve Speaking Skills Students in commit to user

(18)

18

Class III Student MI Development UIN Jakarta”, menyimpulkan bahwa peningkatan keterampilan berbicara tampak dari meningkatnya rata – rata nilai di siklus pertama dan siklus kedua. Sehingga secara keselurahan metode Snowball Throwing mampu meningkatkan keterampilan berbicara.

Penelitian yang dilakukam oleh pelatun ini memiliki kesamaan dengan Masyhur, yaitu meningkatkan kemampuan berbicara menggunakan metode Snowball Throwing. Hanya saja, keduanya memiliki subjek yang berbeda.

Pada prinsipnya penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini juga merupakan usaha meningkatkan keterampilan berbicara. Namun demikian berbicara yang dimaksud dalam bentuk tembang. Sehingga indikator yang digunakan dalam penilaian mirip dengan indikator berbicara, Indikator tersebut ditambah dengan indikator melantunkan tembang macapat.

C. Kerangka Berpikir

Melantunkan tembang macapat memerlukan keberanian dan keterampilan. Peserta didik tidak hanya terampil dalam melantunkan atau hafal dengan lirik serta nadanya, melainkan keberanian untuk bersuara keras dan benar. Peserta didik perlu didorong untuk berlatih keberaniannya dan ketepatan dalam melantunkan tembang tersebut.

Metode snowball throwing peserta didik dapat meningkat keaktifannya, serta mampu mengemukakan gagasan dan perasaannya. Dari beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa metode snowball throwing mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik. Snowball throwing lebih efektif dari beberapa metode yang lainnya untuk digunakan dalam pembelajaran di kelas.

commit to user

(19)

19

Gambar 2. 1 Bagan Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori maka hipotesis penelitian ini adalah:

1. Metode Snowball Throwing dapat meningkatkan kualitas proses melantunkan Serat Wedhatama Pupuh Pangkur pada Peserta didik Kelas X Akuntansi 1 SMK Negeri 6 Surakarta Semester Genap Tahun Ajaran 2018/ 2019.

2. Metode Snowball Throwing mampu meningkatkan hasil belajar melantunkan Serat Wedhatama Pupuh Pangkur pada Peserta didik Kelas X Akuntansi 1 SMK Negeri 6 Surakarta Semester Genap Tahun Ajaran 2018/ 2019.

Metode konvensional Guru memberikan teori dan praktik

yang kurang memadai

Peserta didik tidak berani melantunkan tembang, kurang tepat dalam melantunkan tembang pangkur

Keterampilan melantunkan tembang pabgkur rendah

Pembelajaran melantunkan tembang pangkur

Metode Snowball Throwing membuat peserta didik lebih berani dan mngerti bagaimana melantunkan tembang

pangkur

Hasil melantunkan tembang pangkur meningkat, menjadi lebih tinggi

commit to user

Gambar

Tabel 2. 1 Pathokan Tembang Pangkur
Tabel 2. 2 Rubrik Penilaian Melantunkan Tembang Macapat  Indikator/
Gambar 2. 1 Bagan Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Pada bulan Juli 2008, Perusahaan melaksanakan Penawaran Umum Terbatas IV dalam rangka penerbitan HMETD sebanyak 270 juta saham dengan nilai nominal Rp 100 per saham dengan

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..

Semoga buku ini memberi manfaat yang besar bagi para mahasiswa, sejarawan dan pemerhati yang sedang mendalami sejarah bangsa Cina, terutama periode Klasik.. Konsep

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan antara kepuasan kerja dan human relation secara simultan terhadap kinerja karyawan.. Secara

Agar memberikan pemahaman yang lebih jelas maka peneliti perlu memberikan definisi terkaid dengan judul yang diangkat oleh peneliti dengan judul” Pandangan Hukum

Selanjutnya adalah melakukan analisis SWOT yang didapat dari internal Serantau Coffee untuk menyusun strategi sebagai pertimbangan untuk melakukan perancangan

Alasan lain leverage tidak berpengaruh terhadap Intellectual Capital Disclosure (ICD) dapat dikarenakan manajemen ingin kinerjanya dinilai baik, sehingga terkadang