158 BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Penelitian pengembangan dilakukan dengan kegiatan yang dimulai dari: penentuan (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebarluasan (disseminate) sudah selesai dilaksanakan oleh peneliti.
Berdasarkan kesesuaian tujuan penelitan dengan hasil penelitian, maka ditulis beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Hasil penelitian awal menunjukkan bahwa hasil belajar materi faraid siswa kelas XI Madrasah Aliyah masih rendah, khususnya pada kemampuan analisis, evaluatif, dan kreatif. Ketuntasan pelaksanaan pembelajaran materi faraid masih mencapai 51 % saja. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain: pembelajaran yang tidak banyak melibatkan siswa untuk belajar dengan melakukan dan menemukan konsep sendiri, pembelajaran masih berpusat pada guru berbasis textbook yang belum mengutamakan keaktifan siswa, pembelajaran menggunakan metode konvensional dimana siswa tidak banyak mendapatkan latihan soal penyelesaian masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata, bentuk soal yang sering diberikan kepada siswa adalah soal yang hanya pada tataran pengetahuan dan pemahaman saja.
Berdasarkan analisis kebutuhan yang dilakukan peneliti terhadap calon pengguna produk (guru), ditemukan bahwa guru membutuhkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan HOTS siswa pada pembelajaran faraid.
2. Upaya untuk meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa, salah satunya dengan dikembangkannya suatu model pembelajaran yang mampu melibatkan siswa berfikir lebih aktif, kritis, dan kreatif.
Pengembangan produk menggunakan model 4-D meliputi: Define (Penentuan), Design (Perencanaan), Develop (Pengembangan), dan Disseminate (Penyebarluasan). Pengembangan model ini telah
dilakukan langkah-langkah mulai dari perencanaan model, pengembangan model, validasi pakar dan praktisi, ujicoba terbatas, ujicoba luas, dan uji keefektifan model. Model Contextual Guided Problem-Based Learning diterapkan pada pembelajaran fikih materi faraid di kelas XI Madrasah Aliyah, untuk meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa pada tataran menganalisis, evaluatif, dan kreatif. Model pembelajaran dilengkapi dengan buku panduan guru dalam penerapan model Contextual Guided Problem-Based Learning yang disertai materi faraid. Semua produk penelitian pengembangan yang digunakan ujicoba sudah divalidasi oleh para pakar/ahli materi dan ahli model pembelajaran.
3. Berdasarkan hasil uji t dengan menggunakan SPSS, diperoleh informasi bahwa nilai materi faraid siswa kelas XI Madrasah Aliyah dengan setelah diterapkan model ini membuat perbedaan yang signifikan. Hasil perhitungan uji yang dilaksanakan di kelas eksperimen, diperoleh selisih rata-rata nilai pretest dan posttest adalah 21,5. Nilai t hitung sebesar -22,60 dan nilai sig sebesar 0,000. Dengan menggunakan taraf signifikan sebesar 0,05 menunjukkan nilai sig lebih kecil dari 0,05 maka dinyatakan adanya perbedaan nilai yang signifikan antara hasil nilai pretest dan posttest pada kelas eksperimen. Keberterimaan model menunjukkan hasil yang memuaskan meliputi kemampuan siswa dalam menganalisis dan menstruktur informasi yang diterima sebesar 83, 43%;
keterampilan berfikir kritis sekaligus mampu menginterpretasikan ide sebesar 83, 35%; keterampilan siswa dalam memecahkan masalah sekaligus menemukan solusi sebesar 82,38%.Hal ini dikatakan bahwa model yang dikembangkan pada pembelajaran faraid siswa kelas XI yaitu model Contextual Guided Problem-Based Learning dinilai lebih efektif untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi (HOTS) pada tataran analisis, evaluatif, dan kreatif dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional (directlearning/ langsung).
B. Implikasi
Hasil penelitian ini, tidak hanya berupa dokumen tertulis yang hanya dapat dibaca saja, akan tetapi hasil penelitian ini harus memberikan implikasi yang bermanfaat bagi kemajuan pendidikan pada umumnya.
Implikasi hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Model Contextual Guided Problem-Based Learning dapat diterapkan pada pendidikan di Madrasah Aliyah khususnya untuk siswa kelas XI yang secara psikologis sudah mampu berfikir operasi logis, operasi mental untuk memecahkan masalah konkrit, berfikir intuitif, analisis, dan kritis. Dengan demikian model Guided Contextual Problem-Based Learning mampu meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi (HOTS) siswa.
2. Penyususnan kurikulum di Madrasah Aliyah harus berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan siswa dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan pada prinsip bahwa siswa berada pada posisi sentral dan aktif dalam belajar.
Kurikulum di tingkat Madrasah Aliyah harus mencakup kepentingan siswa untuk pembentukan karakter sikap, mental, sosial, pengetahuan, dan pengalaman yang harus ditanamkan kepada siswa melalui pembelajaran yang menggunakan pendekatam saintifik. Salah satu model pembelajaran yang dapat mendukung tercapaian tujuan dan isi kurikulum adalah model Contextual Guided Problem-Based Learning ini.
3. Ketercapaian pembelajaran diperlukan alat ukur yang baik berupa tes maupun non tes. Hasil penelitian pengembangan model Contextual Guided Problem-Based Learning pada pembelajaran faraid bertujuan untuk meningkatkan kemmapuan HOTS siswa di Madrasaha Aliyah.
Oleh karena itu diperlukan alat ukur berupa tes untuk mencapai keberhadilan pembelajaran. Bentuk tes yang digunakan adalah soal essay.
4. Mempelajari ilmu faraid tidak hanya dipelajari pada lingkup pendidikan saja, akan tetapi juga pada lingkup agama, sosial, dan budaya. Hal ini bisa dilihat secara hukum Islam bahwa mempelajari faraid adalah fardhu kifayah, secara sosial bahwa ilmu faraid pasti diterapkan pada seluruh keluarga ketika sudah meninggal terhadap ahli warisnya, secara budaya bahwa faraid diterapkan pada hukum adat berlaku pada masing-masing daerah tertentu dan menjadi suatu tradisi yang harus diterapkan pada daerah tersebut.
5. Mempelajari ilmu faraid tidak hanya diberikan kepada siswa Madrasah Aliyah formal, akan tetapi juga diajarkan di Madrasah Diniyah Pondok Pesantren dengan menggunakan kitab kuning yang berhubungan dengan fikih atau hukum Islam sebagai bahan ajar utama yang digunakan santri Madrasah Diniyah di Pondok Pesantren.
C. Saran
Hasil penelitian ini diharapkan tidak hanya menghasilkan dokumen saja yang hanya meberikan manfaat secara teoritis, akan tetapi diharapkan juga memberikan manfaat secara praktis dengan harapan hasil penelitian ini dapat diterapkan dan terus dikembangkan pada tataran satuan pendidikan yang memang perlu menggunakan produk dari hasil penelitian ini. Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Kepada Guru Madrasah Aliyah
a. Guru Madrasah Aliyah disarankan memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada siswa untuk belajar mandiri untuk melatih siswa berfikir kritis, kreatif, inovatif, memecahkan masalah kontekstual, dan berwawasan luas dengan menerapkan model Contextual Problem-Based Learning sehingga siswa mampu meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi (HOTS).
b. Guru Madrasah Aliyah disarankan mampu mengembangkan model- model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa untuk melakukan dan menciptakan pembelajaran yang berpusat pada
siswa (student-centered). Sehingga siswa dapat belajar dengan melakukan dan mendapatkan pengalaman secara langsung.
c. Guru diharapkan melakukan perencanaan yang baik yang disusun dengan beberapa prinsip yang praktis dan mudah dilakukan oleh guru Madrasah Aliyah, dengan langkah-langkah yang jelas dari model Contextual Guided Problem-Based Learning untuk meningkatkan kemampuan HOTS siswa
2. Kepada Siswa
a. Siswa disarankan memanfaatkan pengalaman dalam praktik pembelajaran di sekolah dengan menghubungkan dengan kehidupan nyata, sehingga siswa mampu melakukan penyelesaian masalah dengan baik sesuai dengan pengetahuan yang mereka pelajari dan masalah-masalah kontekstual
b. Siswa disarankan untuk memanfaatkan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan sekolah dan kehidupan nyata sebagai ilmu pengetahuan yang baru serta dapat dikembangkan lebih baik lagi untuk meningkatkan pengetahuan akademik dan perilaku positif.
3. Guru Pondok Pesantren
a. Guru di Pondok Pesantren disarankan untuk menekankan pada pembelajaran faraid untuk dikuasai oleh para santri, sehingga ketika berada di tengah masyarakat, mereka dapat memberikan bimbingan kepada masyarakat yang hendak membagikan warisan.
b. Guru di Pondok Pesantren diharapkan mampu mengajarkan ilmu faraid kepada santri dengan menerapkan model pembelajara sesuai
dengan materi dan karakteristik siswa, sehingga santri tidak ketinggalan dengan siswa di Madrasah formal.
4. Lembaga yang Mengurus Harta Waris
Lembaga yang berhak mengelola harta waris di Indonesia, baik itu Balai Harta Peninggalan (BHP) ataupun Badan Amil Zakat (BAZ) diharapkan mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan baik
untuk meminimalisir terjadinya persengketaan keluarga yang disebabkan karena perebutan harta waris yang tidak adil.
5. Lembaga Layanan Edukasi Faraid/ Mawaris
Lembaga layanan edukasi faraid/ mawaris disarankan untuk memberikan edukasi dan sosialisasi ilmu faraid/ mawaris kepada keluarga muslim sebagai upaya menciptakan keluarga yang sadara akan ilmu waris dan membangun karakter faraid mind sejak dini.