i SKRIPSI
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN HAK IMUNITAS ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM SISTEM
KETATANEGARAAN INDONESIA
OLEH : ANNISA RESKY
B 111 13 707
DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
ii HALAMAN JUDUL
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN HAK IMUNITAS ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam penyelesaian Studi Strata Satu pada Departemen Hukum Tata Negara
Program Studi Ilmu Hukum
OLEH ANNISA RESKY
B111 13 707
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2018
iii
iv PERSETUJUAN PEMBIMBING
Dengan ini menerangkan bahwa skripsi mahasiswa:
Nama : Annisa Resky NIM : B111 13 707
Bagian : Hukum Tata Negara
Judul : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Hak Imunitas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia.
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian akhir program studi.
Makassar, Maret 2018
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, SH., M.Hum Dr. Anshori Ilyas, SH., MH NIP. 19640910 198903 1 004 NIP.19560607 198503 1 001
v
vi
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Annisa Resky
Nomor Induk Mahasiswa : B111 13 707 Jenjang Pendidikan : S1
Program Studi : ILMU HUKUM
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Hak Imunitas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” adalah BENAR merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan isi skripsi ini hasil karya orang lain atau dikutip tanda menyebutkan sumbernya, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, 6 Juni 2018 MATERAI
6000
( ANNISA RESKY )
vii
ABSTRAK
Annisa Resky (B111 13 707), Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Hak Imunitas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia yang Dibimbing oleh Aminuddin Ilmar dan Anshori Ilyas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan dan batasan hak imunitas yang diberikan kepada anggota dewan perwakilan rakyat serta implementasinya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, apakah pelaksanaannya sesuai Undang-Undang yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan historis (historical approach). Pengumpulan bahan melalui studi literatur, dengan bahan hukum primer, sekunder maupun bahan non- hukum. Selanjutnya bahan hukum yang telah terkumpul dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) kedudukan hak imunitas anggota DPR adalah bentuk hak anggota DPR untuk mengaktualisasikan fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Terkait Pembatasan hak imunitas ini merujuk pada masa kerja anggota DPR terkait pelaksanaan fungsi, wewenang dan tugas anggota DPR tetapi tetap dibatasi dalam ruang lingkup fungsi, tugas dan wewenang DPR.
Terkait pembatasan hak imunitas ini terletak pada pelaksanaan fungsi, wewenang dan tugasnya serta hak dan kewajiban konstitusional seorang anggota DPR. Selain itu pembatasan hak imunitas merujuk pada pelaksanaan masa kerja anggota DPR. 2) Implementasi Hak Imunitas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam Peraturan Perundang- Undangan ialah diatur dalam Pasal 20A Ayat (3) UUD 1945 disebutkan bahwa Selain hak yang diatur di dalam pasal-pasal lain UUD ini setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas. Serta diatur dalam Pasal 224 UUD MD3 Nomor 17 Tahun 2014.
Kata kunci : Hak Imunitas, DPR, Implementasi
viii ABSTRACT
Annisa Resky (B111 13 707) Immunity Rights of Members of Parliament in The Constitutional System of Indonesia Supervised by Amminuddin Ilmar and Anshori Ilyas.
This research was aimed to determine the legal status and scope of the immunity rights of members of parliament and also the implementation of the immunity rights of members of parliament, whether the implementation according to law in force, namely law No 17 of 2014 on People’s consultative assembly, house of people’s representative council, regional representative council, and regional house dof representatives, or not.
This research of normative law uses the statute approach and historical approach. the materials are collected through the study of literature with the primary legal, secondary legal, and non-legal materials.furthermore, legal materials were qualitativevely analyzed and presented descriptively.
The results showed : 1) the status of the immunity of members of the People's Legislative Assembly is a form of the right of members of the People's Legislative Assembly to actualize the functions of legislation, budget functions and supervisory functions. This restriction on the right of immunity refers to the term of the members of the House of Representatives in relation to the implementation of functions, authority and duties of members of the People's Legislative Assembly but remains limited within the scope of functions, duties and authority of the DPR.
Related to this limitation of immunity rights lies in the execution of functions, authority and duties as well as the constitutional rights and obligations of a member of Parliament. In addition, restrictions on the right of immunity refer to the implementation of the working period of members of the DPR. 2) Implementation of the Immunity Rights of the members of the People's Legislative Assembly in the Legislation Regulation is stipulated in Article 20A Paragraph (3) of the 1945 Constitution stated that In addition to the rights set forth in other articles of this Constitution every member of the People's Legislative Assembly has the right to ask questions, suggestions and opinions as well as the right of immunity. And set forth in law No 17 of 2014 on People’s consultative assembly, house of people’s representative council, regional representative council, and regional house of representatives.
Keywords: Immunity Rights, Parliament, Implementation.
ix KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim...
Segala puji bagi Allah SWT, penguasa kehidupan, atas segala berkah dan petunjuk yang senantiasa diberikan kepada penulis. Dengan kasih sayang dan kuasa-Nya, penulis bisa menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat tugas akhir pada jenjang studi Strata Satu (S1) pada Program Studi Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Penulis sadar bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu, penulis sangat terbuka atas segala bentuk saran dan kritik konstruktif terkait isu hukum yang penulis angkat dalam skripsi ini, agar ke depannya penulis bisa menyajikan tulisan yang lebih baik.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, Ibunda Hidayah Husnah Gani dan Ayahanda Hasan Arief Barmawi atas segala cinta dan kasih sayang yang diberikan selama penulis hidup. Terutama kepada Ibunda penulis yang telah menjadi cahaya terang dalam keluarga. Terima kasih untuk semua pelajaran hidup yang diajarkan kepada penulis dalam mengarungi kehidupan ini serta atas setiap doa yang dipanjatkan untuk penulis . Sesungguhnya kedua orang tua penulis merupakan motivasi terbesar penulis dalam meraih sukses. Kepada adik-adik penulis Muhammad Arief Alfarabi dan Muhammad Thareq Abdillah, terima kasih telah menjadi motivasi bagi penulis agar dapat menjadi contoh yang baik serta atas segala dukungan dan semangat yang telah kalian berikan selama ini.
Untuk Almarhumah nenek penulis tercinta, Hj. Dra.Husnah Gani Said, terima kasih telah menjadi sumber inspirasi penulis, yang mana Almarhumah selalu menjadi idola serta teladan dalam kehidupan penulis.
x Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A., selaku Rektor Universitas Hasanuddin dan segenap jajarannya.
2. Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan segenap jajaran Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
3. Seluruh dosen di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang telah membimbing dan memberikan pengetahuan, nasehat serta motivasi kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
4. Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, S.H.,M.Hum selaku Pembimbing I dan Dr.
Anshori Ilyas, S.H., M.H selaku pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Prof. Marwati Riza, S.H.,M,Si. , Dr.Romi Librayanto S.H., M.H , Naswar, S.H., M.H , selaku dosen penguji penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih telah memberikan saran dan bimbingan yang membantu penulis untuk lebih baik kedepannya.
6. Seluruh staf akademik, bagian kemahasiswaan. Staf perpustakaan dan seluruh pegawai di fakultas hukum Universitas Hasanuddin yang senantiasa membantu selama penulis menempuh pendidikan.
7. Kepada Maha Guru Arianto Achmad, terima kasih atas segala pemaknaan hakiki yang tiada henti-hentinya diberikan kepada penulis.
8. Al Qadri Nur, S.H.,M.H, kakanda yang senantiasa memberi
pengetahuan dan arahan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
9. Kakanda A.Ryza Fardiansyah, S.H., Rizal Rustam, S.H., Moh Yuda Sudawan, S.H., M.H., Muhammad Firmansyah, S.H., M.H.,
Wiryawan Batara Kencana, S.H., A. Aqmal Firdaus, Ali Rahman, S.H., M.H., Mariani Tamma, S.H., M.H., Ernawati, S.H., Andi Sulastri,
xi S.H., Ghina Mangala P, S.H., terima kasih untuk segala ilmu dan pengetahuan yang telah dibagikan kepada penulis semoga keselamatan selalu menyertai kalian.
10. Kakanda A. Rinanti Batari, S.H., Elfira Iriani, Muh Haedar Arbit, S.H., Nur Afiat Syamsul, S.H., Zulqiyam, S.H., Budi Utomo, Muh Sahlan, Imam Munandar, A. Fatimah Syahra, Muh Salman Al Farizi, Doddy Ilhanuddin, Ambar Sidik, Yoga Alexander, S.H., Bulqis Latifah, S.H., terima kasih tawa dan canda kalian sejak awal hingga akhir
perkuliahan.
11. Nisrina Atikah, S.H, Nurul Fauziah Ridwan, S.H, Asdaliva, S.H., Muliani Ichwani Patahna, Valdi, S.H., Muh Sholeh, S.H., sahabat- sahabat penulis terima kasih atas berbagai pengalaman seru selama ini mulai dari mahasiswa baru sampai sekarang.
12. Keluarga Besar Human Illumination (HI) yang telah menjadi wadah tempat belajar penulis . Semoga dengan berbagai pengetahuan yang diajarkan kita senantiasa menjadi insan-insan yang tercerahkan.
13. Keluarga besar lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Unhas (LP2KI FH UH). Terkhusus kepada periode kepengurusan 2015-2016 yang telah memberikan pengalaman yang sangat bermanfaat dalam kehidupan berorganisasi penulis. kakanda Ahmad Suyudi, S.H., Arif Rahman Nur, S.H., Zulkifli Rahman, S.H., Sri Wahyuni, S.H., Riskayanti, S.H., Ayu Ashari, Abdullah Fatih, Muhammad Yusran, Refah Kurniawan, S.H., Kun Arfandi, S.H., Nur Alam Aziz, S.H., Rani Yuniarsih, S.H., Mirdawati, S.H., Windaryani, S.H., Rezky Amaliah Syafiin, Jemmi. S.H., Anugrah Uga, S.H., terkhusus nila sari partner in crime penulis, terima kasih atas segala keseruan yang dibalut dengan suasana kekeluargaannya teman- teman.
14. Teman-teman KKN Unhas Gel. 93 Kecamatan Citta kabupaten Soppeng khususnya desa Labae Nuraini, Rindy, Ana, Misna, Awu,
xii Novi dan Asrul terima kasih atas kerjasamanya dan keseruan selama KKN yang tidak akan terlupakan.
15. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan yang telah diberikan dengan penuh rahmat. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama dalam perkembangan hukum dan pendidikan di Indonesia.
Makassar, Mei 2018
Penulis, Annisa Resky
xiii
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL...i
PENGESAHAN SKRIPSI... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI... iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... v
ABSTRAK ...vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Tinjauan Umum Tentang Konsep Negara Hukum Demokrasi ... 9
1. Negara Hukum ... 9
xiv
2.Negara Demokrasi... 15
B. Tinjauan Umum Teori Peraturan Perundang – Undangan ... 19
C. Tinjauan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat ... 24
1. Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat ... 24
2. Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat... 26
3. Tugas dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat ... 28
4. Hak dan Kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat ... 31
5. Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat ... 34
D. Tinjauan Umum Hak Imunitas ... 35
1. Pengertian Hak Imunitas...35
2. Pelaksanaan Hak Imunitas di Beberapa Negara ... 37
BAB III METODE PENELITIAN ... 42
A. Jenis Penelitian ... 42
B. Metode Pendekatan ... 42
C. Jenis dan Sumber Data ... 43
D. Teknik Pengumpulan Data ... 45
E. Analisis Data ... 46
BAB IV PEMBAHASAN ... 47
A. Kedudukan Hukum Hak Imunitas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia ... 47
xv B. Implementasi Hak Imunitas anggota Dewan Perwakilan Rakyat 58 BAB V PENUTUP ... 64 A. Kesimpulan ... 64 B. Saran ... 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kesatuan yang mengakui demokrasi dan didasarkan atas hukum sesuai dengan isi Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini berarti bahwa Indonesia sebagai negara hukum dalam penyelengaraan kenegaraan harus berlandaskan atas hukum &
keadilan bagi warga negaranya.
Sejalan dengan ketentuan tersebut, maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia . Prinsip ini kemudian tertuang dalam Pasal 28 D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum”. Ketentuan yang sama juga diatur dalam Pasal 14 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Internasional Covenan On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) yang menyatakan bahwa semua orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan pengadilan dan badan peradilan serta pada Pasal 26 undang-undang yang sama,
2 menyatakan bahwa semua orang berkedudukan sama dihadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun.
Penerapan ketentuan terkait prinsip negara hukum yang dianut Indonesia seperti yang telah dijelaskan di atas seharusnya berlaku secara menyeluruh kepada semua rakyat Indonesia. Namun terlihat dari konsep mengenai hak imunitas yang diberikan kepada pejabat publik yang dalam hal ini penulis batasi hak imunitas yang melekat pada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuktikan bahwa penerapan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama terhadap setiap individu tidak berlaku secara menyeluruh.
Dalam ketentuan mengatur terkait hak imunitas anggota DPR, dimana terdapat keterkaitan antara hak imunitas anggota DPR dengan fungsi, tugas dan kewenangan yang melekat pada anggota DPR yang berlaku baik anggota DPR berada di dalam rapat ataupun di luar rapat DPR. Hal ini dimaknai bahwa sepanjang seorang anggota DPR mengemukakan pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam maupun di luar rapat DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan.
Dewasa ini pelaksanaan hak imunitas yang melekat pada anggota DPR kadang menjadi hal yang kontroversial di tengah
3 masyarakat. Pelaksanaan hak ini seringkali di salahgunakan seperti pelaksanaan hak imunitas anggota DPR dianggap dapat menjadi dasar untuk menghindari penjatuhan sanksi hukum oleh anggota DPR dalam melaksanaan tugas dan kewenangannya sebagai wakil rakyat.
Selain itu anggota DPR dapat menggunakan hak imunitas ini untuk mendiskreditkan lawan-lawan politiknya. Ini bisa menjadi suatu kekuatan dengan embel-embel dalam rangka penyelenggaraan tugasnya.
Kasus terkini yang berkaitan dengan hak imunitas anggota DPR, adalah pernyataan anggota DPR fraksi Nasdem Viktor Laikodat ketika melakukan reses di NTT. Viktor menyebut empat partai yakni Partai Gerindra, PKS, PAN, dan Partai Demokrat sebagai partai politik yang mendukung negara khilafah dan mengancam keutuhan NKRI. Hal ini berkaitan dengan sikap keempat partai yang tidak mendukung Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Akibatnya keempat partai ini bereakasi keras dan mengecam politisi Nasdem saudara Viktor Laikodat, bahkan ada yang sudah melaporkan ke kepolisian untuk diproses hukum.1
Anggota fraksi Nasdem DPR Achmad Syahroni membela rekannya, Syahroni menuturkan Viktor dilindungi hak imunitas sehingga tidak bisa diajukan penuntutan atas pernyataannya ketika
1 Taufik Rahadian, Pidato Lengkap Victor Laiskodat yang Menuai Polemik, diakses dari : http://m.kumparan.com/taufik-rahadian/pidato-lengkap-victor-laiskodat-yang-menuai- polemik , pada tanggal 14 Agustus 2017 pukul 22.32
4 melakukan tugas. Lanjut Syahroni, Hak imunitas ini menjamin anggota DPR mengutarakan pendapat ketika melaksanakan tugasnya termasuk ketika reses. Ketika reses anggota melakukan kegiatan di luar gedung DPR seperti melakukan kunjungan kerja di daerah pemilihan.2
Menurut Syahroni, hak ini dijamin dalam UUD 1945, Pasal 20A, Ayat (3) serta dikuatkan dalam Pasal 224 Undang-Undang MD3.
Karena itu, Dia mengatakan, Viktor tidak dapat dikenakan sanksi apapun karena memiliki hak imunitas bersifat absolut mutlak. “Kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 Ayat (4) UU MD3, mengemukakan hasil rapat yang disepakati bersifat tertutup dan yang termasuk kategori rahasia negara meskipun makna teks rahasia negara masih bersifat kabur tidak imperatif dalam UU,’’ kata Syahroni.3
Victor Laiskodat dilaporkan oleh 4 partai politik setelah pidatonya dianggap mengandung ujaran kebencian. Namun polisi mengaku masih menelaah sebab viktor mempunyai hak imunitas sebagai anggota DPR. Kemudian yang menjadi pertanyaan apa yang
2 Republika, Nasdem Sebut Viktor Laiskodat Punya Hak Imunitas Absolut, diakses dari : http://m.republika.co.id/amp_version/ou7gr1361?espv=1 , pada tanggal 14 Agustus 2017 pukul 22.42
3 Ibid.
5 dimaksud dengan hak imunitas sehingga anggota DPR tidak bisa serta merta di proses hukum.4
Hak imunitas seorang anggota DPR diatur dalam undang- undang nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau yang lebih dikenal dengan UU MD3. Sesuai dengan UU MD3 hak imunitas anggota DPR dibagi menjadi 2 (dua) kelompok besar.
Pertama, imunitas atas pernyataan atau pendapat yang disampaikan dan yang Kedua, imunitas atas sikap dan tindakan yang dilakukan.
Hak imunitas atas pernyataan diatur dalam Pasal 224 Ayat (1) yang berbunyi “Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR”. Sedangkan hak imunitas atas tindakan termuat dalam Pasal 224 Ayat (2) yang berbunyi “Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena sikap,tindakan, kegiatan di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang semata-mata karena hak dan kewenangan konstitusional DPR dan/atau anggota DPR”.
Seorang anggota DPR dilindungi hak imunitas ketika mengeluarkan pernyataan namun pernyataan tersebut masih terkait
4 Tribun News, Polisi Pelajari Hak Imunitas yang Dimiliki oleh Victor Laiskodat , diakses dari : http://m.tribunnews.com/amp/nasional/201708/07/polisi-pelajari-hak-imunitas-yang- dimiliki-oleh-victor-laiskodat?espv=1 , pada tanggal 14 Agustus 2017 pukul.22.48
6 dengan fungsi, tugas dan wewenang anggota DPR. Terkait kasus Viktor, apakah pernyataannya tersebut berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR jika pernyataannya itu di luar hal yang berkaitan dengan fungsi, wewenang dan tugas DPR tentu hal imunitas tidak dapat diberlakukan. Memang diperlukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk menentukan apakah pernyataan seorang anggota DPR melanggar batas hak imunitas atau tidak, pemeriksaan itu bisa dilakukan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atau penyidik bila sudah masuk pelaporan ke penegak hukum.
Jika kasusnya masuk ke pelaporan penegak hukum maka itu menjadi kewenangan penyidik untuk menilainya. Jika hanya laporan etik di MKD, maka MKD yang memutuskannya. Hak imunitas anggota DPR bisa tidak berlaku dan dapat diproses hukum apabila memang terbukti pernyataannya di luar batas yang sudah ditentukan. Karena itu penting pemeriksaan di MKD untuk memperjelas dan memutuskan apakah pernyataan seorang anggota DPR yang dianggap merugikan suatu kelompok atau golongan dilakukan dalam batas berkaitan dengan fungsi, wewenang dan tugas DPR yang berarti hak imunitas dapat diberlakukan. Atau sebaliknya pernyataan tersebut disampaikan di luar kaitan dengan fungsi, wewenang dan tugas DPR yang berarti hak imunitas tidak dapat diberlakukan.
7 Terkait ketentuan yang mengatur pelaksanaannya benar bahwa hak imunitas anggota DPR memang diperkenankan sebagai bentuk dari hak konstitusional anggota DPR. Dimana anggota DPR dalam menyampaikan pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapatnya diberikan perlindungan terhadap adanya tuntutan akan pengadilan dan penggantian antarwaktu terhadap pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya.
Namun hak imunitas tidak dapat serta merta diasumsikan melekat dalam diri anggota DPR . Pelaksanaan hak ini perlu melihat konteks fungsi, tugas dan kewenangan anggota DPR agar tidak membuat rasa keadilan masyarakat terusik dengan adanya hak imunitas anggota DPR tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan sebagaimana dipaparkan pada bagian latar belakang masalah di atas, maka penulis membatasi fokus permasalahan dengan rumusan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kedudukan hukum dan batasan hak imunitas anggota DPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia?
2. Bagaimana implementasi hak imunitas anggota DPR dalam peraturan perundang-undangan?
8 C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian melalui penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengkaji dan mengetahui bagaimana kedudukan hukum dan batasan hak imunitas anggota DPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
2. Untuk mengetahui implementasi hak imunitas anggota DPR dalam peraturan perundang-undangan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi almamater dalam pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya dalam hukum tata negara .
2. Secara praktis diharapkan penelitian ini memberi jawaban atas polemik yang sering terjadi terkait pelaksanaan hak imunitas anggota DPR serta menjadi referensi bacaan yang akan memberikan pemahaman mengenai hak imunitas anggota DPR.
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Konsep Negara Hukum Demokrasi 1. Negara Hukum
Negara hukum merupakan istilah yang meskipun kelihatan sederhana, namun mengandung muatan sejarah yang relatif panjang.5 Pemikiran tentang negara hukum muncul jauh sebelum terjadinya Revolusi 1688 di Inggris, tetapu baru muncul kembali pada Abad XVII dan mulai populer pada Abad XIX. Latar belakang timbulnya pemikiran negara hukum itu merupakan reaksi terhadap kesewenang- wenangan di masa lampau. Oleh karena itu unsur-unsur negara hukum mempunyai hubungan yang erat dengan sejarah dan perkembangan masyarakat dari suatu bangsa.
Dalam perkembangannya, konsep tentang negara hukum mengalami perumusan yang berbeda-beda.6 Pemikiran atau konsepsi manusia merupakan anak zaman yang lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan dengan berbagai pengaruhnya. Pemikiran atau konsepsi manusia tentang negara hukum juga lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan. Oleh karena itu, meskipun konsep negara
5 Majda El. Muhtaj, 2005, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Kencana, Jakarta, hlm.1.
6 Ibid., hlm.167.
10 hukum dianggap sebagai konsep universal, pada tataran implementasi ternyata memiliki karakteristik beragam. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh-pengaruh situasi kesejarahan, di samping pengaruh falsafah bangsa, ideologi bangsa, dan lain-lain.
Ata;lkuyjhs dasar itu, secara historis dan praktis, konsep negara hukum muncul dalam berbagai model.
Negara hukum adalah istilah Indonesia yang terbentuk dari dua suku kata, negara dan hukum.7 Secara etimologis, istilah negara berasal dari bahasa Inggris (state), Belanda (staat), Italia (e’tat), arab (daulah). Kata staat berasal dari bahasa Latin, status atau statum yang berarti menaruh dalam keadaan berdiri, membuat berdiri, menempatkan diri.8 Padanan kata ini menunjukkan bentuk dan sifat yang saling mengisi antara negara di satu pihak dan hukum di satu pihak. Tujuan negara adalah untuk memelihara ketertiban hukum (rectsorde). Oleh karena itu,negara membutuhkan hukum dan sebaliknya pula hukum dijalankan dan ditegakkan melalui otoritas negara.
Ada beberapa istilah asing yang di pergunakan sebagai pengertian negara hukum, yakni rechtsstaat, rule of law, dan etat de droit. Sepintas istilah ini mengandung makna sama, tetapi sebenarnya jika dikaji lebih jauh terdapat perbedaan-perbedaaan yang signifikan.
7 Majda El Muhtaj, Op.cit.,hlm.19.
8 Mexsasai Indra, 2011,Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia, Refika Aditama, Bandung, hlm.19.
11 Bahkan dalam perkembangan pemikiran konsep negara hukum, kedua istilah tersebut juga berkembang, baik secara teoritis- konseptual maupun dalam rangka praktis-operasional.9
Konsep negara hukum tersebut selanjutnya berkembang dalam dua sistem hukum, yaitu sistem Eropa Kontinental dengan istilah rechtsstaat dan sistem anglo-saxon dengan istilah rule of law. Konsep negara hukum eropa konstinental rechtsstaat di pelopori Immanuel Kant dan Frederich Julius Stahl. Menurut Stahl konsep ini ditandai oleh empat unsur pokok :
1) Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
2) Negara didasarkan pada teori trias politica.
3) Pemerintah diselenggarakan berdasarkan undang-undang.
4) Adanya peradilan administrasi negara yang bertugas menangani kasus perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah.
Adapun konsep hukum anglo-saxon, rule of law dipelopori oleh A.V.Dicey (Inggris). Menurut A.V.Dicey, konsep rule of law ini menekankan pada tiga tolak ukur:
a) Supremasi hukum (supremacy of law).
b) Persamaan dihadapan hukum (equality before the law).
9 Ibid.,hlm.23.
12 c) Konstitusi yang didasarkan atas hak-hak perorangan (the
constitution based on individual rights).10
Pada masa sekarang ini, hampir semua negara-negara di dunia menganut negara hukum, yakni dalam negara hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara.
Sesungguhnya, yang memimpin dalam penyelenggaraan negara adalah hukum itu sendiri.11
Jimly Asshiddiqie lebih jauh lagi menguraikan bahwa dalam konsep negara hukum tersebut, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik atau ekonomi. Karena itu, jargon yang biasa digunakan untuk menyebut prinsip negara hukum adalah “the rule of law, not a man”. Semula rezim pemerintah yang dipraktekkan dalam sejarah umat manusia adalah prinsip “the rule of man”, yaitu kekuasaan pemerintahan sepenuhnya di tangan orang kuat. Prinsip ini kemudian berubah menjadi “rule by law”, dimana manusia mulai memperhitungkan pentingnya peranan hukum sebagai alat kekuasaan.12
Jelas bahwa benang merah dari konsep negara hukum ini merupakan protes terhadap pemerintahan tirani yang melakukan
10 Titik Triwulan Tutik, Op.cit.,hlm.61.
11 Ni’matul Huda, Op.cit., hlm.80.
12 Awaluddin, Konsepsi Negara Demokrasi yang Berdasarkan Hukum, diakses dari : www.jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/academica/article/view/2319 , pada tanggal 16 Agustus 2017 pada pukul.22.06
13 penindasan terhadap rakyat, sebab tidak ada batasan bagi diktator dalam melakukan kekuasaannya. Pembatasan kekuasaan sebagaimana konsep negara hukum juga ada pada UUD Tahun 1945 yang dinyatakan dalam Pasal 4 Ayat (1) yang menyatakan “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar”.
Tidak hanya itu keinginan Founding Father untuk menciptakan negara hukum juga tercermin dalam pembukaan UUD Tahun 1945 yang menyatakan, “... yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat...”
Kedaulatan rakyat sendiri memiliki makna bahwasanya kekuasaan penuh berada ditangan rakyat. Rakyat dianggap berdaulat baik dibidang politik maupun bidang ekonomi dan sosial. Hal ini sejalan dengan konsep negara hukum guna menciptakan pemerintahan yang bebas dari penindasan terhadap rakyat. Bahkan menurut Jimly Asshiddiqie kedaulatan rakyat merupakan satu diantara konsep-konsep yang pertama-tama dikembangkan dalam persiapan menuju Indonesia merdeka. Yang mana kedaulatan rakyat itu sudah menjadi polemik intelektual pejuang kemerdekaan Indonesia pada Tahun 1930-an.13
13 Tim Penyusun Revisi Naskah Komperhensif, UUD NKRI 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan Tahun 1999-2002,Buku II Sendi-Sendi/Fundamental Negara,2010, Sekretaris Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, hlm.60.
14 Seperti pada Sidang Pertama Rapat Besar Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, Soepomo menyatakan14, “Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah suatu badan yang memegang kedaulatan rakyat, ialah suatu badan yang paling tinggi dan tidak terbatas kekuasaannya.
Indonesia sendiri jelas menganut konsep negara hukum sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD Tahun 1945,
“Negara Indonesia adalah negara hukum”. Hal ini menjelaskan bahwa Indonesia bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat).15 Negara hukum yang dimaksud ialah negara yang mengedepankan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan (akuntabel).
Dengan demikian, Indonesia sebagai negara hukum rechtsstaat memiliki ciri-ciri yakni sebagai berikut :
1) Adanya undang-undang dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat.
2) Adanya pemisahan kekuasaan negara, yang meliputi kekuasaan pembuatan undang-undang yang berada pada parlmene, kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka,
14 Jimly Assihiddiqie, 2005,Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Konstitusi Pers, Jakarta, hlm.16-17
15 Diana Halim Koentjoro,2004,Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia,Bogor Selatan, hlm.34-35.
15 dan pemerintahan mendasaran tindakannya atas undang- undang.
3) Diakui dan dilindunginya hak-hak asasi manusia.
Dalam kaitannya penjelasan diatas, menunjukkan dengan jelas ide sentral konsep negara hukum/rechtsstaat adalah pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang bertumpuh pada prinsip kebebasaan dan persamaan.16
2. Negara Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu, demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Sehingga dapat diartikan demokrasi adalah pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat atau dengan kata pemerintahan dimana kekuasaan tertinggi (kedaulatan) ada di tangan rakyat.17 Begitulah pemahaman yang paling sederhana tentang demokrasi yang diketahui hampir semua orang. Dengan demikian berangkat dari pengertian demokrasi, secara sederhana dapat didefinisikan negara demokrasi adalah negara yang menganut bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan dengan mewujudkan
16 Bahder Johan Nasution, 2011, Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Mandar Maju, Bandung, hlm.6
17 Ruslan Abdulgani,1995, Beberapa Catatan tentang Pengalaman Pancasila dengan Penekanan kepada Tinjauan Sila ke-4 yaitu Demokrasi Pancasila, dalam Demokrasi Indonesia Tinjauan Politik, Sejarah, Ekonomi-Koperasi dan Kebudayaan,Yayasan Widya Patria, Yogyakarta, hlm.1.
16 kedaulatan rakyat ( kekuasaan warga negara ) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip Trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara ( eksekutif, yudikatif dan legislatif ) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas ( independen ) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain, Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Mahfud MD berpendapat bahwa “Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kekuasaan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi ia berarti sebagai suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.18
Menurut Miriam Budiardjo, syarat – syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokratis, yaitu19 ;
1. Perlindungan Konstitusional, artinya bahwa konstitusi menjamin hak – hak individu dan menentukan cara (
18 Inu Kencana Syafiie, 2011, Sistem Pemerintahan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,hlm.2.
19 Miriam Budiarjo, 2008,Dasar-dasar Ilmu Politik, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 60.
17 prosedur ) untuk memperoleh perlindungan atas hak – hak yang dijaminnya;
2. Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak ; 3. Pemilihan umum yang bebas ;
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat ;
5. Kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi dan beroposisi ;
6. Pendidikan Kewarganegaraan ( civic education ) .
Dalam sistem pemerintahan demokrasi, Kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Tetapi, rakyat tidak melaksanakan kedaulatannya secara langsung. Rakyat akan mewakilkannya kepada wakil – wakil rakyat.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa Indonesia merupakan negara yang mengakui demokrasi. Setiap prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam suatu konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia, Demokrasi di Indonesia yang lebih kita kenal dengan demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan filsafat bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
Pelaksanaan dasar ini terdapat dalam Pasal 1 Ayat ( 2) UUD 1945,
18 yaitu Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD .
Pada penegasan lain, konstitusi kita juga menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Upaya penerapan cita negara hukum Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang demokratis menjadikan Indonesia sebagai Negara demokratis yang berdasarkan hukum atau dengan kata lain negara hukum demokratis.
Sejalan dengan pendapat Jimly Asshiddiqie yang menyatakan bahwa dalam setiap negara hukum, dianut dan dipraktekkan adanya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin peranserta masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan.
Dengan adanya peranserta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tersebut, setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan dapat diharapkan benar-benar mencerminkan perasaan keadilan yang hidup di tengah masyarakat.
Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan dengan prinsip- prinsip demokrasi. Karena hukum memang tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan segelintir orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan akan rasa adil bagi semua orang tanpa kecuali. Artinya negara hukum (rechtsstaat) yang dikembangkan
19 bukanlah ‘absolute rechtsstaat’, melainkan ‘democratische rechtsstaat’
atau negara hukum yang demokratis. Dengan kata lain, dalam setiap negara hukum yang bersifat nomokratis harus dijamin adanya demokrasi, sebagaimana di dalam setiap negara demokrasi harus dijamin penyelenggaraannya berdasarkan atas hukum.20
B. Tinjauan Umum Teori Peraturan Perundang – Undangan Pengertian Peraturan Perundang – Undangan
S. J. Fockema Andrea21 mengistilahkan perundang-undangan (Legislation,wetgeving, atau gesetzebung) dengan dua pengertian yang berbeda, yaitu:
a) peraturan perundang-undangan merupakan pembentuk peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
b) peraturan perundang-undangan adalah segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentuk peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Maka dari itu membahas peraturan perundang-undangan, selain mempersoalkan pembentukan peraturan-peraturan negara, tetapi juga
20 Jimly Asshiddiqie, Prinsip Pokok Negara Hukum, diakses dari : www.jimly.com/pemikiran/view/11 , pada tanggal 16 Agustus 2017 pukul.21.43
21 Terkutip dalam Maria Farida Indrati Soeprapto, 1998, Ilmu Perundang-undangan Dasar; Dasar-dasar dan Pembentukannya, Yogyakarta: Kanisius hlm.3, dalam I Gede Pantja Astawa dan Suprin Na’a, 2008, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-undangan di Indonesia, Bandung: Alumni, hlm.14.
20 melihat hakikat dari segala peraturan negara yang dihasilkan melalui proses membentuk perundang-undangan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Salah satu ciri hukum yang modern adalah adanya norma-norma hukum yang tertulis, rasional dan terencana, universal dan responsif dalam mengadaptasi perkembangan perihal masyarakat. Hukum tertulis tersebut dinilai dapat menjamin kepastian hukum. Makin besarnya peranan peraturan perundang-undangan sebagai hukum tertulis disebabkan oleh beberapa hal, antara lain22
a) Peraturan perundang-undangan merupakan kaidah hukum yang mudah dikenali dan diidentifikasi, mudah ditemukan kembali dan mudah ditelusuri. Selain itu, bentuk, jenis, tempat, dan pembuat peraturan perundang-undangan jelas.
b) Peraturan perundang-undangan memberikan kepastian hukum yang lebih nyata karena kaidah-kaidahnya mudah diidentifikasi dan mudah ditemukan kembali.
c) Struktur dan sistematika peraturan perundang-undangan lebih jelas sehingga memungkinkan untuk diperiksa kembali dan diuji, baik dari segi formal maupun materi muatannya.
d) Pembentukan dan pengembangan peraturan perundang- undangan dapat direncanakan.
22 Bagir manan, 1992, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, Jakarta: Indhill.Co, hlm.7-8.
21 Untuk mewujudkan negara hukum, diperlukan tatanan yang tertib, diantaranya di bidang pembentukan peraturan perundang- undangan. Tertib peraturan perundang-undangan harus dirintis sejak saat penggagasan, perencanaan sampai dengan pembentukan perundang-undangan. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik( Good Legislation ) diperlukan pelbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, tata cara penyiapan dan pembahasan, teknik penyusunan maupun pengujiannya.23
a) Asas – Asas Peraturan Perundang – Undangan
Dalam Pasal 5 huruf (c) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang – undangan, disebutkan bahwa :
Dalam membentuk peraturan perundang-undang harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang meliputi :
a. Kejelasan tujuan;
b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. Kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan;
d. Dapat dilaksanakan;
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. Kejelasan rumusan; dan g. Keterbukaan.
23 Ibid., hlm.2-3.
22 Selanjutnya, dalam Pasal 6 Ayat (1) disebutkan bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas:
a. Pengayoman;
b. Kemanusiaan;
c. Kebangsaan;
d. Kekeluargaan;
e. Kenusantaraan;
f. Bhinneka tunggal ika;
g. Keadilan;
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. Ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Adapun asas hukum atau doktrin hukum yang diterapkan dalam hal terjadi disharmoni peraturan perundang-undangan yaitu : a) Lex superior derogat legi inferiori
Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
b) Lex specialis derogat legi generalis
23 Asas ini mengandung makna bahwa aturan hukum yang khusus mengesampingkan aturan hukum yang umum.
c) Lex posterior derogat legi priori
Aturan hukum yang lebih baru mengesampingkan atau meniadakan aturan hukum yang lama. Asas lex posterior derogat legi priori mewajibkan menggunakan hukum yang baru.24
Asas – asas tersebut memiliki beberapa prinsip. Untuk asas lex specialis derogat legi generali, setidaknya ada tiga prinsip yang harus diperhatikan ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum, tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut.
1. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan-ketentuan lex generalis.
2. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum atau rezim hukum yang sama dengan lex generalis.
24 AA Oka Mahendra, 2010, Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan, http://www.djpp.dephumham.go.id/htn-dan-puu/421-
HarmonisasiPeraturanperundangundangan.html.2-3, diunduh pada tanggal 29 Agustus 2017.
24 Asas lex posterior derogat legi priori, memuat beberapa prinsip yaitu
1. Aturan hukum yang baru harus sederajat atau lebih tinggi dari aturan hukum yang lama.
2. Aturan hukum baru dan lama mengatur aspek yang sama.25
C. Tinjauan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat 1. Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat
Badan legislatif atau Legislature mencerminkan salah satu fungsi badan itu, yaitu legislate, atau yang membuat undang-undang.
Namun, nama lain yang sering digunakan adalah assembly yang mengutamakan unsur “berkumpul” (untuk membicarakan masalah- masalah publik. Nama lain lagi adalah parliament, suatu istilah yang menekankan unsur bicara dan merundingkan.26
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk undang- undang. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum.27 Anggota DPR berjumlah 560 orang.28 Masa jabatan anggota
25 Bagir Manan, 2004, Hukum Positif Indonesia, Yogyakarta: FH UII Press, hlm.59.
26 Miriam Budiarjo, Op.cit., hlm.315.
27 Pasal 67 UU No.17 Tahun 2014.
28 Pasal 76 UU No. 17 Tahun 2014.
25 DPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Menurut Pasal 68 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Ketentuan mengenai DPR juga diatur dalam Bab VII Pasal 19, 20, 20A, 21, 22, 22A dan 22B Dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebelum perubahan UUD 1945, sistem ketatanegaraan Indonesia mengenal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga negara tertinggi. Di bawahnya terdapat 5 (lima) lembaga negara yang berkedudukan sebagai lembaga tinggi termasuk DPR dalam kedudukannya sebagai lembaga tertinggi negara, MPR memegang kekuasaan negara tertinggi karena lembaga ini merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sementara itu, DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat, dinyatakan DPR adalah kuat dan senantiasa dapat mengawasi tindakan-tindakan presiden. Bahkan jika DPR menganggap bahwa presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh UUD 1945 atau oleh MPR, maka
26 DPR dapat mengundang MPR untuk menyelenggarakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban presiden.29
2. Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat
Setelah amandemen, DPR mengalami perubahan, fungsi legislasi yang sebelumnya berada ditangan presiden, maka setelah amandemen UUD 1945 fungsi legislasi berpindah ke DPR.30 Pergeseran itu dapat dibaca dengan adanya perubahan secara substansial Pasal 5 Ayat (1) UUD 1945 dari presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR, menjadi presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR. Perubahan tersebut dianggap penting karena undang- undang adalah produk hukum yang paling dominan untuk menerjemahkan rumusan-rumusan normatif yang terdapat dalam UUD 1945.31
Ketentuan yang mengatur terkait fungsi anggota DPR terdapat dalam Pasal 20A Ayat (1) Undang-undang Dasar Tahun 1945 serta dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dalam menjalankakn tugasnya DPR memiliki beberapa fungsi yakni:
29 Penjelasan UUD 1945 bagian sistem pemerintahan.
30 Pasal 5 Ayat (1) UUD 1945 pasca amandemen
31 Titik Triwulan Tutik, Op.cit., hlm.191-192.
27 1) Fungsi Legislasi, yaitu fungsi DPR untuk membentuk
undang-undang.
2) Fungsi Anggaran yaitu fungsi DPR untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
3) Fungsi Pengawasan, yaitu fungsi DPR dalam mengawasi pelaksanaan UU dan APBN.
Fungsi DPR dijalankan dalam kerangka representasi rakyat, dan juga untuk mendukung upaya pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.32
Perubahan UUD 1945 dimaksudkan untuk memberdayakan DPR dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga perwakilan yang dipilih oleh rakyat untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya. Rumusan Pasal 20 Ayat (5) hasil perubahan kedua UUD 1945 di atas dipandang sebagai solusi jika terjadi kemacetan atau penolakan dari presiden untuk mengesahkan rancangan undang- undang yang telah disetujui bersama dengan DPR. Secara hukum, hak tolak presiden menjadi tidak berarti karena suatu rancangan
32 Pasal 69 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014.
28 undang-undang yang telah disetujui akan tetap menjadi undang- undang tanpa pengesahan presiden.33
3. Tugas dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat
Terkait tugas anggota DPR diatur dalam Pasal 72 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, mengatur tugas anggota DPR berupa :
1) Menyusun, membahas, menetapkan, dan menyebarluaskan program legislasi nasional.
2) Menyusun, membahas, dan menyebarluaskan rancangan undang-undang.
3) Menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
4) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang- undang, APBN, dan kebijakan pemerintah.
33 Ni’matul Huda,2012,Hukum Tata Negara Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hlm.177.
29 5) Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK.
6) Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara.
7) Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
8) Melaksanakan tugas lain yang diatur dalam undang-undang.
Sedangkan dalam Pasal 20 Undang-undang Dasar Tahun 1945 mengatur tentang kewenangan anggota DPR, antara lain :
a) DPR mempunyai kekuasaan untuk membentuk undang- undang.
b) Setiap RUU dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
c) Jika RUU itu tidak mendapat persetujuan bersama, RUU itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.
d) Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama untuk menjadi UU.
30 e) Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu tiga puluh hari sejak RUU itu disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.34
Selain berkaitan dengan proses legislasi dalam kewenangannya DPR sebagai penentu kata putus dalam bentuk memberikan
“persetujuan” terhadap agenda kenegaraan yang meliputi :
1) Menyatakan perang, membuat perjanjian, perjanjian dengan negara lain.35
2) Membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara.36
3) Menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang- undang menjadi undang-undang.37
4) Pengangkatan Hakim Agung.38
5) Pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial.39
Agenda kenegaraan lain yang memerlukan “pertimbangan” DPR yaitu pengangkatan Duta, menerima penempatan duta negara lain,
34 Pasal 20 UUD 1945 pasca amandemen.
35 Pasal 11 Ayat (1) UUD 1945 pasca amandemen.
36 Pasal 11 Ayat (2) UUD 1945 pasca amandemen.
37 Pasal 22 Ayat (2) UUD 1945 pasca amandemen.
38 Pasal 24A Ayat (3) UUD 1945 pasca amandemen.
39 Pasal 24B Ayat (3) UUD 1945 pasca amandemen.
31 pemberian amnesti dan abolisi. Kekuasaan DPR semakin komplit dengan adanya kewenangan untuk mengisi beberapa jabatan strategis kenegaraan, yaitu memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan, menentukan tiga dari sembilan orang hakim konstitusi, dan menjadi institusi yang paling menentukam dalam proses pengisian lembaga non-state lainnya seperti Komisi Nasional HAM, Komisi Pemilu, selain juga adanya keharusan untuk meminta pertimbangan DPR dalam pengisian jabatan panglima TNI, Kepala Kepolisian Negara RI (Kapolri).40
4. Hak dan Kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, berdasarkan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menyatakan sebagai lembaga perwakilan rakyat DPR memiliki hak, antara lain :
1) Hak Interpelasi, yaitu hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
40 Titik Triwulan Tutik, Op.cit., hlm.194.
32 2) Hak angket, yaitu hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3) Hak menyatakan pendapat, yaitu hak DPR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air disertai dengan solusi tindak lanjut dari hak interpelasi dan hak angket.
Serta hak lainnya yang diatur dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yakni :
a) Mengajukan usul rancangan undang-undang.
b) Mengajukan pertanyaan.
c) Menyampaikan usul dan pendapat.
d) Memilih dan dipilih.
e) Membela diri.
f) Imunitas.
g) Protokoler.
h) Keuangan dan administratif.
33 i) Pengawasan.
j) Mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan.
k) Melakukan sosialisasi undang-undang.
Sedangkan dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dinyatakan anggota DPR mempunyai kewajiban antara lain :
a) Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila.
b) Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d) Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
e) Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat.
f) Menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah negara.
g) Menaati tata tertib dan kode etik.
h) Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain.
34 i) Menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui
kunjungan kerja secara berkala.
j) Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat.
k) Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
5. Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat
Menurut Pasal 83 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, DPR mempunyai alat kelengkapan DPR yang terdiri atas :
1) Alat kelengkapan DPR terdiri atas : a. Pimpinan.
b. Badan Musyawarah.
c. Komisi.
d. Badan Legislasi.
e. Badan Anggaran.
f. Badan Kerja Sama Antar-Parlemen.
g. Mahkamah Kehormatan Dewan.
h. Badan Urusan Rumah Tangga.
i. Panitia Khusus.
35 j. Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh
rapat peripurna.
2) Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan DPR dibantu oleh unit pendukung yang tugasnya diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.
3) Unit pendukung sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) terdiri atas :
a. tenaga administrasi; dan b. tenaga ahli.
4) Ketentuan mengenai rekrutmen tenaga administrasi dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) diatur lebih lanjut dalam peraturan DPR tentang tata tertib.
D. Tinjauan Umum Hak Imunitas 1. Pengertian Hak Imunitas
Menurut kamus besar Indonesia hak imunitas adalah:
a) Hak anggota lembaga perwakilan rakyat dan para menteri untuk membicarakan atau menyatakan secara tertulis segala hal di dalam lembaga tersebut tanpa boleh dituntut dimuka pengadilan.
b) Hak para kepala negara, anggota perwakilan diplomatik untuk tidak tunduk pada hukum pidana, hukum perdata dan
36 hukum administrasi negara yang dilalui atau negara tempat mereka bekerja, disebut juga hak eksteritorial.
Black’s Law Dictionary mencantumkan istilah Legislative immunity yang pada intinya bermakna hak kekebalan yang diberikan konstitusi Amerika Serikat kepada anggota kongres. Pada beberapa negara, hak-hak istimewa anggota DPR dijabarkan dalam Undang- Undang tertentu. Semua negara-negara yang berada dalam cakupan United Nations Development Program (UNDP) menetapkan prinsip- prinsip yang mengatur imunitas DPR dalam konstitusi mereka salah satunya adalah Indonesia.
Dalam hukum dikenal 2 (dua) macam hak imunitas, yaitu hak imunitas mutlak, yakni hak imunitas yang tetap berlaku secara mutlak dalam arti tidak dapat dibatalkan oleh siapapun. Sedangkan hak imunitas kualifikasi bersifat relatif, dalam arti hak imunitas ini masih dapat dikesampingkan. Manakala penggunaan hak tersebut “dengan sengaja” dilakukan menghina atau menjatuhkan nama baik atau martabat orang lain.
Salah satunya yang termasuk kedalam hak imunitas absolut (mutlak) adalah pernyataan yang dimuat dalam sidang-sidang atau rapat-rapat parlemen, sidang-sidang pengadilan oleh pejabat-pejabat tinggi publik yang menjalankan tugasnya. Sedangkan yang tergolong ke dalam hak imunitas kualifikasi adalah siaran pers tentang isi rapat-
37 rapat parlemen atau sidang pengadilan, ataupun laporan pejabat yang berwenang tentang isi rapat parlemen atau sidang pengadilan tersebut.41
Pelaksanaan hak imunitas sudah merupakan “senjata” efektif bagi legislator hampir di semua parlemen di dunia untuk dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya. Tidak hanya dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, namun juga untuk melaksanakan fungsi anggaran dan fungsi pengawasan terhadap eksekutif.
2. Pelaksanaan Hak Imunitas di Beberapa Negara
Hak imunitas parlemen dapat dipersamakan dengan hak imunitas legislatif, pada dasarnya merupakan suatu sistem yang memberikan kekebalan terhadap anggota parlemen agar tidak kenai sanksi hukuman. Bahkan dalam English Bill of Rights, dinyatakan bahwa kebebasan untuk berbicara dan berdiskusi atau berdebat di parlemen, tidak dapat di-impeach atau dipertanyakan dalam persidangan di lembaga peradilan. Pelaksanaan hak imunitas sudah merupakan “senjata” efektif bagi legislator hampir di semua parlemen di dunia untuk dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya. Tidak hanya dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan,
41 Munir Fuady,2010,Konsep Negara Demokrasi, Refika Aditama, Bandung, hlm.264.
38 namun juga untuk melaksanakan fungsi anggaran dan fungsi pengawasan terhadap eksekutif.
Pelaksanaan di Parlemen Australia
Dalam pelaksanaan di parlemen Australia, dinyatakan bahwa istilah ‘hak istimewa parlemen’ mengacu pada dua aspek penting pertama hak-hak istimewa atau imunitas atas parlemen itu sendiri serta kedua, imunitas atau kekebalan untuk melindungi integritas dari para anggota parlemen dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, terutama kekuasaan untuk memberikan sanksi terhadap pihak yang tidak menghormati (contempt) parlemen.
Pelaksanaan atas hak imunitas ini menjadi sangat luas, dan menjadi dasar bagi anggota parlemen dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Selanjutnya di parlemen Australia pun, pelaksanaan hak imunitas bertujuan untuk mengefektifkan fungsi anggota parlemen khususnya dalam melaksanakan fungsi legislasi (proses pembuatan undang-undang).
Pada prinsipnya, hak imunitas di parlemen australia digunakan untuk kebebasan parlemen dalam berdebat atau berdiskusi, dan hal ini tidak dapat dijadikan bahan untuk dipertanyakan dilembaga peradilan. Selain itu hak imunitas di parlemen Australia juga menjamin anggota parlemen tidak dapat dituntut untuk setiap tindakannya yang dilakukan dalam proses debat di parlemen. Hak imunitas parlemen di
39 Australia merupakan bagian dari hukum yang berlaku yang dijamin oleh konstitusi Australia.
Pada prinsipnya hak imunitas di parlemen merupakan kekebalan anggota parlemen dan pihak lainnya yang mengambil bagian dalam proses di parlemen, dari tuntutan pidana atau perdata, dan pemeriksaan dalam proses hukum. Kekebalan atau imunitas ini di perlemen Australia dikenal sebagai hak kebebasan berbicara di parlemen.42 Terkait mengenai hak kebebasan berbicara ini, di Australia telah diatur dalam The Parliamentary Privileges Act 1987.
Kebebasan berbicara ini meliputi :
a. Pemberian bukti di parlemen;
b. Penyajian atau penyampaian dokumen ke perlemen;
c. Penyusunan dokumen untuk tujuan tertentu yang terkait dengan tugas dan kewenangan parlemen; dan
d. Membuat formulasi atau publikasi dokumen, termasuk laporan, oleh atau sesuai dengan perintah dari parlemen, dari mulai perumusan hingga pemublikasian.
42 Akhmad Aulawi, Perspektif Pelaksanaan Hak Imunitas Anggota Parlemen Dan Pelaksanaannya di Beberapa Negara, diakses dari : http://www.rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online/PERSPERKTIF%20PELAKSANAAN20
%HAK%20IMUNITAS%20ANGGOTA%20PARLEMEN%20DAN%20PELAKSANAANNY A%20DI%20BEBERAPA%20NEGARA.pdf , pada tanggal 17 Agustus 2017 pukul. 22.37.
40 Pelaksanaan di Parlemen Kanada
Dalam pelaksanaan hak imunitas di parlemen Kanada, hak imunitas anggota parlemen bersifat terbatas, artinya anggota parlemen dapat diperiksa oleh pengadilan apabila hak imunitas yang dimilikinya tersebut melanggar ketentuan dalam konstitusi atau undang-undang. Dengan demikian anggota parlemen harus menghindari menciptkan konflik yang tidak perlu dengan hak pribadi, karena hal itu akan berimplikasi hak istimewa yang dimilikinya dibawa ke pengadilan.
Selanjutnya dalam pelaksanaanya, hak imunitas yang paling penting yang diberikan kepada anggota parlemen Kanada adalah pelaksanaan kebebasan berbicara di persidangan parlemen. Secara garis besar kebebasan berbicara diartikan sebagai hak dasar yang tanpanya anggota parlemen akan terhambat dalam melaksanakan tugasnya. Kebebasan berbicara ini memungkinkan anggota parlemen untuk berbicara di parlemen tanpa hambatan, untuk mengacu pada sesuatu hal atau mengungkapkan pendapat apapun, untuk mengatakan apa yang anggota parlemen rasakan perlu dikatakan dalam kelanjutan dari kepentingan nasional dan aspirasi konstituen mereka.
Kebebasan berbicara memungkinkan anggota parlemen untuk berbicara dengan bebas di parlemen atau dalam komite selama