PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP KECEMASAN PADA PASIEN PREOPERASI FRAKTUR TIBIA SURABAYA
Wijar Prasetyo
STIKes William Booth Surabaya, Jl. Cimanuk No. 20 Surabaya [email protected]
ABSTRAK
Terapi musik merupakan intervensi alami non invasif yang dapat diterapkan secara sederhana dan tidak menimbulkan efek samping berguna dalam proses penyembuhan karena dapat menurunkan rasa nyeri dan dapat membuat perasaan pasien rileks. Penelitian ini menggunakan desain penelitian bersifat pra – experimental (one – grup pre – post test design).
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien preoperasi fraktur tibia di Rumah Sakit William Booth Surabaya sejumlah 20 orang. Pengambilan sampel digunakan dengan cara purposive sampling dengan jumlah sampel 19 orang. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan kuesioner kecemasan dengan skala HARS. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas (independen) adalah terapi musik klasik dan variabel terikat (dependen) tingkat kecemasan. Hasil penelitian didapatkan kecemasan sebelum dilakukan terapi musik klasik didapatkan kecemasan sedang sebanyak 12 orang (66,67%) dan setelah dilakukan terapi musik klasik didapatkan tingkat kecemasan klien dalam kategori ringan sebanyak 9 orang (50 %) dan kecemasan dalam kategori sedang sebanyak 9 orang (50%). Hasil uji statistik uji wilcoxon sengan SPSS 16.0 didapatkan tingkat signifikansi ρ = 0,000, dimana ρ < α, α = 0.05, yang berarti Ho ditolak atau ada pengaruh terapi musik klasik pada kecemasan klien preoperasi fraktur tibia di Rumah Sakit William Booth Surabaya. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa dengan terapi musik yang diberikan maka membuat pikiran tenang sehingga kecemasan yang dirasakan akan berkurang.
Kata Kunci : Preoperasi, fraktur tibia, kecemasan, terapi music klasik.
ABSTRACT
Music therapy is a non invasive natural intervention that can be applied simply and does not cause side effects is useful in the healing process because it can reduce pain and can make patients feel relaxed. This research uses pre-experimental research design (one - group pre - post test design). The population in this study is all patient preoperative tibia fracture at William Booth Hospital Surabaya a number of 20 people. Sampling is used by purposive sampling with sample number 19 people. The data were collected using an anxiety questionnaire with HARS scale. Variable used in this research is independent variable is classical music therapy and dependent variable (level of anxiety level). The result of the research showed that the anxiety before the therapy of classical music was obtained by moderate anxiety counted 12 people (66,67%) and after classical music therapy got the anxiety level of client in light category as much 9 people (50%) and anxiety in medium category as many as 9 people 50%). The result of statistical test of wilcoxon test with SPSS 16.0 has significance level ρ = 0,000, where ρ <α, α = 0.05, which means Ho is rejected or there is influence of classical music therapy on anxiety preoperative clients tibia fracture at William Booth Hospital Surabaya. From it can be seen that with the music therapy provided then make the mind calm so that the perceived anxiety will be reduced.
Keywords: Preoperative, tibia fracture, anxiety, classical music therapy.
PENDAHULUAN
Menurut WHO (2011) dalam Ropyanto (2011) kecelakaan lalu lintas menewaskan hampir 1,3 juta jiwa di seluruh dunia atau 3000 kematian setiap hari dan menyebabkan cedera sekitar 6 juta orang setiap tahunnya. Menurut Depkes RI (2007) dalam Ropyanto (2011) kecelakaan di Indonesia berdasarkan laporan kepolisian menunjukkan peningkatan 6,72 % dari 57.726 kejadian di tahun 2009 menjadi 61.606 insiden di tahun 2010 atau berkisar 168 insiden setiap hari dan 10.349 meninggal dunia atau 43,15 %. Kasus kecelakaan yang terjadi menimbulkan masalah fraktur termasuk fraktur tibia pada pengendara baik itu sepeda motor maupun mobil.
Tibia merupakan tulang panjang yang paling sering mengalami cedera. Mempunyai permukaan subkutan yang paling panjang, sehingga paling sering terjadi fraktur terbuka.
Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang berbeda, daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit, cedera langsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur.
Banyak diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan resiko komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan jaringan lunak (Mahyudin, 20).
Menurut Depkes (2007) dalam Ropyanto (2011) insiden kecelakaan merupakan salah satu dari masalah kesehatan dasar selain gizi dan konsumsi, sanitasi lingkungan, penyakit, gigi, dan mulut, serta aspek moralitas dan perilaku di Indonesia.
Kejadian fraktur akibat kecelakaan di Indonesia mencapai 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah penduduk 238 juta, dan merupakan angka kejadian terbesar di Asia Tenggara. Kejadian fraktur di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda termasuk fraktur tibia. Insiden fraktur di Indonesia 5,5
% dengan rentang setiap provinsi antara 2,2 sampai 9 %.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau ruda paksa ( Faradisi, 2012).
Kecemasan merupakan perasaan khawatir yang tidak jelas terhadap sumber yang seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu (Maryam dkk, 2013). Menurut Efendy (2005) dalam Faradisi (2012), pasien kadang tidak mampu mengontrol kecemasan yang dihadapi, sehingga terjadi disharmoni dalam tubuh. Keadaan ini akan berakibat buruk apabila tidak segera diatasi.
Terapi keperawatan dikembangkan untuk menangani kecemasan ataupun nyeri, salah satunya adalah terapi musik. Terapi musik adalah penggunaan musik dan atau elemen musik (suara, irama, melodi, dan harmoni) oleh seorang terapis musik yang telah memenuhi kualifikasi, terhadap klien atau kelompok dalam proses membangun komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal, belajar, meningkatkan mobilitas, mengungkapkan ekspresi, menata diri atau untuk mencapai berbagai tujuan terapi lainnya. Terapi musik juga mempunyai tujuan untuk membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi serta mengurangi tingkat kecemasan pada pasien (Djohan, 2006).
Terapi musik merupakan intervensi alami non invasif yang dapat diterapkan secara sederhana tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi, harga terjangkau dan tidak menimbulkan efek samping (Samuel, 2007). Menurut Kate dan Mucci (2002) dalam Faradisi (2012), terapi musik terbukti berguna dalam proses penyembuhan karena dapat menurunkan rasa nyeri dan dapat membuat perasaan pasien rileks. Banyak jenis musik yang dapat digunakan untuk terapi, diantaranya musik klasik, instrumental, jazz, dangdut, pop rock, dan keroncong. Salah satu diantaranya adalah musik instrumental yang bermanfaat menjadikan badan, pikiran, dan mental menjadi lebih sehat (Aditia, 2012).
Musik klasik bermanfaat untuk membuat seseorang menjadi rileks, menimbulkan rasa
aman dan sejahtera, melepaskan rasa gembira dan sedih, menurunkan tingkat kecemasan pasien pra operasi dan melepaskan rasa sakit dan menurunkan tingkat stress (Musbikin, 2009). Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan Adrenal Corticotropin Hormon (ACTH) yang merupakan hormone stress (Djohan, 2006). Pasien yang harus menjalani operasi akan mengalami stress dan kecemasan, karena pelaksanaan proses pembedahan yang akan dilakukan.
METODE
Dalam penelitian ini desain penelitian yang digunakan adalah metode one group pre post test design dengan uji statistik Wilcoxon.
Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh pasien preoperasi fraktur tibia yang mengalami kecemasan di Rumah Sakit William Booth Surabaya sebanyak 19 orang yang dipilih dengan purposive sampling.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas (independen) yaitu terapi music klasik dan Variabel Dependen adalah kecemasan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner dengan skala HARS. Data diolah dan di analisa dengan menggunakan SPSS 16.00 yang menggunakan uji statistik Wilcoxon baik untuk melihat pengaruh terapi musik klasik terhadap tingkat kecemasan.
HASIL
Berdasarkan hasil penelitian sebelum dilakukan terapi musik klasik didapatkan responden kecemasan sedang sebanyak 12 orang (66,67%) dan setelah dilakukan terapi musik klasik diperoleh tingkat kecemasan klien dalam kategori ringan sebanyak 9 orang (50 %). Hasil uji statistic uji wilcoxon sengan SPSS 1.0 didapatkan tingkat signifikansi ρ = 0,000, dimana ρ < α, α = 0.05, yang berarti Ho ditolak atau ada pengaruh terapi musik klasik pada kecemasan klien preoperasi fraktur tibia di Rumah Sakit William Booth Surabaya
PEMBAHASAN
Tingkat Kecemasan Sebelum Dilakukan Terapi Musik Klasik Di Rumah Sakit William Booth Surabaya
Berdasarkan diagram didapatkan data bahwa mayoritas responden sebelum dilakukan terapi Musik Klasik memiliki kriteria Kecemasan sedang sebanyak 12 orang (66,67%) sedangkan untuk responden dengan kecemasan berat sebanyak 6 orang (33,33 %). Menurut Sunaryo (2004) kecemasan adalah gangguan pada tubuh dan pikiran pada seseorang yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan.
Menurut Stuart dan Sudden (1998) faktor pencetus kecemasan adalah ancaman terhadap integritas seseorang, hal ini meliputi ketidakmampuan fisiologi oleh karena menurunya fungsi akibat trauma. Faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan menurut Adikusumo (2003), bahwa kecemasan dapat berasal dari faktor internal (usia, pengalaman dan aset fisik) dan faktor eksternal (pengetahuan, pendidikan, financial, keluarga, obat dan dukungan sosial budaya).
Berdasarkan demografi dapat diketahui responden terbanyak berjenis kelamin laki – laki sebanyak 14 orang (77,78 %) sedangkan berjenis kelamin perempuan 4 orang (22,22
%). Menurut Woman Health, 2009 bahwa Kecemasan pada perempuan ditemukan 3 kali lebih banyak dibandingkan stres pada laki – laki. Hal ini disebabkan oleh faktor biologis, yaitu neurotransmitter serotonin yang berpengaruh terhadapa terjadinya kecemasan pada seseorang, dimana otak laki – laki dan perempuan memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan hormone serotonin. Pada keadaan normal otak laki – laki dan perempuan mempunyai kadar serotonin yang seimbang, namun otak laki – laki lebih cepat 52 % dari otak perempuan dalam menghasilkan serotinin, hal inilah yang menjadi penyebab perempuan lebih cepat mengalami kecemasan, jika dikaitkan antara fakta dan teori hal ini terjadi kesamaan bahwa sebagian besar responden memiliki kecemasan tingkat sedang bahkan yang mengalami kecemasan tingkat berat hanya seperiga dari jumlah total.
Berdasarkan data demografi diketahui responden mayoritas berusia 40 – 49 tahun sebanyak 7 orang (38, 89%), paling sedikit berusia 20 – 29 tahun sebanyak 1 (5,56 %).
Menurut Tamber, Noorkasiani, 2009 semakin bertambahnya umur manusia akan terjadi proses penuaan secara regeneratif yang berdampak pada perubahan – perubahan pada diri manusia tidak juga hanya perubahan fisik tetapi juga perubahan kognitif, perasaan sosial,dan seksual. Dilihat dari segi usia sebagian besar responden masuk dalam kategori dewasa lanjut dimana juga akan mengalami berbagai masalah fisik, mental, sosial, dan psikologis. Salah satu masalah psikologis yang dialami dewasa lanjut adalah kecemasan akan perubahan yang terjadi dalam dirinya karena faktor usia, dengan bertambahnya usia seseorang akan semakin siap pula dalam menerima cobaan, jika dikaitkan antara teori dan kasus nyata didapatkan kesamaan bahwa dengan usia yang bertambah maka seseorang akan semakin siap dalam menjali kehidupan baik termasuk masalah kesehatan yang dihadapi.
Dalam data demografi usia tergolong dewassa akhir sehingga walaupun dalam kondisi sakit dan harus menjalani operasi responden sebagian besar sudah siap sehingga kategori cemas yang dialami masuk dalam kategori sedang dan tidak sampai kepada kecemasan tingkat panik.
Berdasarkan diagram dapat diketahui responden sebagian besar pendidikan terakhirnya SMA dengan jumlah responden sebanyak 7 orang (38, 89 %). Menurut Stuart dan Studden, 2010 Pendidikan yang rendah akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kcemasan dan Kecemasan yang berlebihan, tingkat pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam menghadapi masalah. Semakin tinggi pendidikan seseorang, memakin banyak pengelaman hidup yang dilaluinya, sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang terjadi, jika dikaitkan antara teori dan kasus nyata maka dapat diketahui pendidikan responden yang cukup tinggi sehingga menyebabkan kecemasan yang dirasakan masuk dalam kategori kecemasan sedang. Tingkat pendidikan yang cukup tinggi dalam hal ini Sekolah Menengah Atas (SMA) sudah memperoleh informasi yang mumpuni dalam menjalani kehidupan baik itu masalah ataupun suatu ancaman dalam kehidupannya
termasuk skait, sebaliknyapendidikan yang rendah akan mempengaruhi pemahaman dalam mengartikan arti sakit dalam kehidupan sehingga secara tidak langsung akan berpenagruh pada tingkat kecemasan yang dialami.
Berdasarkan Diagram dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berstatus sudah menikah sebanyak 17 (94,44 %).
Menurut Adikusumo (2003), bahwa sumber kecemasan dapat berasal dari faktor eksternal khususnya dukungan sosial budaya termasuk keluarga. Berdasarkan teori dan data responden terdapat kesamaan bahwa mayoritas responden telah menikah, dimana telah memiliki support system yaitu istri. Hal inilah yang menjadikan dalam keadaan sakit dan harus menjalani terapi pembedahan maka responden masih dalam kategori kecemasan sedang dan tidak sampai pada kondisi panik.
Kehadiran sumber dukungan sangat penting dalam keadaan sakit karena dengan dukungan yang diberikan maka response yang merupakan klien persiapan operasi atau pembedahan akan merasa disayangi sehingga rasa kuatir dalam menjalani operasi akan berkurang dan operasi dapat dijalankan dalam keadaan lancer tanpa ada halangan.
Tingkat Kecemasan Setelah Dilakukan Terapi Musik Klasik Di Rumah Sakit William Booth Surabaya
Berdasarkan diagram didapatkan data bahwa setelah dilakukan terapi musik klasik diperoleh tingkat kecemasan klien dalam kategori ringan sebanyak 9 orang (50
%) dan kecemasan dalam kategori sedang sebanyak 9 orang (50%). Hasil tersebut menunjukan bahwa terjadi penurunan tingkat Kecemasan setelah dilakukan Musik klasik.
Menurut Djohan (2008) memaparkan bahwa manfaat terapi music adalah relaksasi, mengistirahatkan tubuh dan pikiran serta mengurangi rasa sakit.
Berdasarkan teori dan fakta yang ada maka dapat disimpulkan bahwa dengan adanya terapi musik yang diberikan responden merasa tenang walaupun dalam situasi akan dilakukan pembedahan, pikiran menjadi relaksasi walaupun dalam keadaan patah tulang serta pasien akan merasa siap dengan operasi yang akan dijalankan. Music klasik memiliki tempo yang lembut dengan nada yang halus sehingga alam perasaan alam menjadi damai sehingga berefek pada tanda –
tanda vital terjaga dan tidak mengalami kenaikan, demikian juga pernafasan pasien akan lebih teratur dan tidak ada suatu kekhawatiran dalam menjalani operasi yang dilakukan.
Terapi music yang dijalankan selama tiga kali dan setiap season dilakukan dalam waktu 1 jam akan membuat pasien merasa damai bahkan akan tertidur disaat mendengarkan lagu yang disukai yang pada akhirnya akan membuat kecemasan berkurang walaupun tidak sampai hilang. Kecemasan tersebut hanya dapat dikurangi karen tindakan operasi untuk mendukung penyembuhan pasien harus tetap dijalani oleh pasien. Hal inilah yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan untuk mengurangi resiko yang akan terjadi pada saat pembedahan yang akan dijalani oleh pasien.
Pengaruh Penerapan Terapi Okupasi Terhadap Tingakat Kecemasan Pada Lansia Di Panti Werda Hargodedali Surabaya
Hasil penelitian diketahui bahwa hasil tabulasi silang penelitian di Rumah Sakit William Booth Surabaya responden dengan kecemasan sedang sebelum dilakukan terapi musik klasik dan menjadi kecemasan ringan setelah dilakukan terapi music didapatkan sebanyak 8 orang (44,4 %) sedangkan response dengan kecemasan berat sebelum terapi musik klasik dan menjadi kecemasan sedang setelah dilakukan terapi music klasik berjumlah 5 orang (27,8 %).
Hasil uji statistik uji wilcoxon sengan SPSS 1.0 didapatkan tingkat signifikansi ρ = 0,000, dimana ρ < α, α = 0.05, yang berarti Ho ditolak atau ada pengaruh terapi music klasik pada kecemasan klien preoperasi fraktur tibia di Rumah Sakit William Booth Surabaya.
Gelombang suara yang datang dari arah spektral berbeda dibentuk oleh pinna berdasarkan arah suara. Saluran telinga menyaring gelombang tersebut sebelum melewati 2 tulang telinga yang kecil dan menuju ke koklea. Gelombang suara masuk ke koklea dan mengatur cairan saat bergerak.
Koklea merupakan bagian dari membran basilar, berbeda nilai resonansi, berbeda pula frekuensinya. Kemudian peran membran basilar sebagai analisis spektrum. Pergerakan dari membran basilar menyebabkan penghantaran pada sel-sel rambut yang panjang membentang. Sel-sel rambut luar
berfungsi untuk menyempurnakan resonansi pada membran basilar karena signal umpan balik dari otak. Signal yang berasal dari sel- sel rambut dilanjutkan pada syaraf pendengaran. Fungsi inti koklea adalah mempertajam bunyi suara yang masuk, sementara komplek olivary superior bertanggung jawab untuk mempersepsikan tentang lokasi suara. Fungsi pusat-pusat syaraf lainnya masih belum diketahui keterkaitannya dengan sistem pendengaran manusia, tetapi berperan utama untuk persepsi dan pemahaman dari signal audio seperti melalui pidato, musik, suara maupun dalam bentuk lainnya (Robinson, 2008).
Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa dengan terapi music yang diberikan maka membuat pikiran tenang sehingga kecemasan yang dirasakan akan berkurang. Kecemasan yang berat berdasarkan hasil dari terapi musik klasik yang diberikan menjadi kategori yang sedang. Hal ini diperkuat oleh New zealand society for music therapy (NZSMT) menyatakan bahwa terapi musik terbukti efektivitasnya untuk implementasikan pada bidang kesehatan, karena musik dapat menurunkan kecemasan, nyeri, strees, dan menimbulkan mood yang positif (Economidou, 2012). Melalui hasil penelitian tersebut didapatkan persamaaan bahwa dengan music pikiran menjadi tenang, rileks dan rasa kekuatiran akan berkurang
SIMPULAN DAN SARAN
Tingkat Kecemasan pada klien preoperasi sebelum dilakukan terapi music berada dalam kategori kecemasan sedang dan setelah dilakukan terapi music berada dalam kategori kecemasan ringan dan sedang dengan jumlah yang sama yaitu 9 (50%).
Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penerapan terapi music klasik terhadap tingkat Kecemasan pada klien preoperasi fraktur tibia di Rumah Sakit William Booth Surabaya.
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk meneruskan penelitian lanjutan melalui metode atau teknik lain dalam menurunkan tingkat kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA
Adikusumo. A. (1999). Penatalaksanaan Stres. Cermin Dunia Kedokteran, 123, 23-29 Alimul Aziz. 2008. Pengatar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
Alimul Aziz. 2007.Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta : Salemba Medika.
Astuti, Ani, DIah Merekawati. (2016).
Pengaruh Terapi Musik Klasik terhadap Penurunan Tingkat Skala Nyeri Pasien Post Operasi. Jurnal Ipteks Terapan V 10 i3 (148- 154) Kopertis Wilayah 10.
Dalami Ermawati. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : TIM
Economidou . E. et al., (2012). Health science Journal. Volume 6, Issue 3 (jully- September 2012)
Faradisi, Firman. (2012). Efektivitas Terapi Murotal dan Terapi Musik Klasik terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi di Pekalongan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol V No 2 September 2012.
Stikes Muhamadiyah Pekajangan
Nursalam. 2011. Kosep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis Dan Isntrumen Penelitian Perawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Robinson, D. J. M. (2008). The Human Audiotory System, South African Journal of Science. Vol. 3, 1-13.
Rudiawan. 2009. Dasar – dasar Statistika.
Bandung : Alfabeta
Sulaiman wahid. 2004. Analisis Regresi menggunakan SPSS Contoh kasus dan pemecahannya. Yogjakarta : Andi Offset Suliswati, 2005 Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta, EGC