• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERAPI MUSIK DAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PREOPERASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TERAPI MUSIK DAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PREOPERASI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 1, April 2016

TERAPI MUSIK DAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PREOPERASI

Wenny Savitri1, Nani Fidayanti1, Paulus Subiyanto2

1

Program Studi Ilmu Keperawatan, Stikes Jenderal A. Yani Yogyakarta Jl. Ringroad Barat, Ambarketawang, Gamping, Sleman, D.I.Yogyakarta E-mail: wenny_savitri2007@yahoo.com

2

Akademi Keperawatan Panti Rapih

ABSTRACT

Background: Surgery is one of medical interventions which can cause fear, anxiety, and stressed because of its effects toward the integrity of body and soul. Nurses have significant roles in any preoperative care which is helping patients to decrease preoperative anxiety by using complementary therapy. The use of music therapy as one of the complementary therapies is not common in Indonesia. Therefore, scientific studies to prove the role of this therapy to decrease the level of anxiety of pre-operative patients is needed. Objective: To investigate the effects of music therapy in reducing anxiety levels of preoperative patients. Methods: A quasy experimental study with pre-test and post-test design with control group was applied to 50 respondents from medical ward in Panembahan Senopati Hospital of Yogyakarta who met the inclusion criteria.Dara were then analyzed by using t-test statistical analysis.

Results: The control group showed the increased value of anxiety level of0.8 without music intervention (t= -1503, df = 24, p<.05), whereas the intervention group showed the decreased value of anxiety level of -5.52 (t=5.081, df=24, p<.05). Meanwhile the independent t-test results for both groups showed a significant difference between group (t= 3,373, df=48, p<.05).

Conclusion: Music therapy has significant effect in reducing preoperative anxiety levels of patients. Keywords: anxiety, preoperative, music therapy

PENDAHULUAN

Tindakan operasi baik elektif maupun kedaruratan adalah peristiwa atau kejadian kompleks yang menegangkan hampir untuk semua pasien.1 Tahapan-tahapan pada operasi harus dilakukan dengan baik dan benar, terutama pada fase preoperasi karena tahap ini merupakan tahapan awal keperawatan perioperatif. Kesalahan di tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya.2 Kecemasan merupakan gejala yang paling sering muncul pada tahap preoperasi.3,4,5,6

Kecemasan yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan adanya perubahan secara fisik maupun psikologis yang akhirnya dapat meningkatkan kerja saraf simpatis dan

akan terjadi peningkatan denyut jantung, frekuensi napas, tekanan darah, keringat dingin, merasa mulas, gangguan perkemihan, dan secara umum mengurangi tingkat energi pada pasien sehingga merugikan pasien itu sendiri.2 Untuk menurunkan efek dari penggunaan obat-obatan dalam mengatasi kecemasan diperlukan terapi komplementer atau terapi pelengkap yang dapat menangani tingkat kecemasan. Terapi komplementer merupakan terapi holistis atau terapi nonbiomedis.7 Salah satu dari terapi komplementer yang sedang banyak dikembangkan di bidang kesehatan saat ini adalah terapi musik. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh dari terapi musik

(2)

pasien preoperasi.

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Studi ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan menggunakan desain Pre-test and Post-test design dengan kelompok kontrol. Penelitian dilakukan di Bangsal Bedah Ruang Melati Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta pada bulan Juni 2014. Populasi dalam penelitian ini yaitu pasien yang akan menjalani operasi bedah mayor yang pertama kali yang mengalami kecemasan. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling Purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 50 Responden.

Peneliti memberikan terapi musik menggunakan alat bantu audio dengan jenis musik yaitu: musik klasik, new age, dan

chilled pop.Tingkat kecemasan diukur menggunakan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Data yang telah terkumpul, diolah dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi dan statistic t-test melalui dua jenis analisis data yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian didapat hasil bahwa karakteristik umur responden sebagian besar adalah remaja, berjenis kelamin perempuan, dengan jenjang pendidikan terakhir adalah pendidikan dasar, dengan rincian sebagai berikut:

responden (N=50) Karakteristik Kelompok kontrol Kelomok intervensi f % f % Umur 12 - 25 tahun 10 40,0 11 44,0 26 - 45 tahun 7 28,0 7 28,0 46 - 65 tahun 5 20,0 5 20,0 >65 tahun 3 12,0 2 8,0 Total 25 100 25 100 Jenis Kelamin Laki-Laki 11 44,0 12 48,0 Perempuan 14 56,0 13 52,0 Total 25 100 25 100 Pendidikan Pendidikan Dasar 18 72,0 15 60,0 Pendidikan Menengah 7 28,0 9 36,0 Perguruan Tinggi 0 0 1 4,0 Total 25 100 25 100

Sumber : Data Primer 2014.

Tabel 2. Hasil uji Paired sample t-test tingkat kecemasan pre-test dan post-test pada

kelompok kontrol (N=25) Variabel n t Df P Pre-test Kontrol 20,84 25 -1,503 24 0,000 Post-test Kontrol 21,64

Sumber: Data Primer 2014

Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil perhitungan statistik menggunakan paired

sample t-test pada kelompok kontrol ada

peningkatan tingkat kecemasan yang bermakna secara statistik pada responden kelompok kontrol (t=-1,503 df=24, p<0,05).

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa menggunakan paired sample t-test pada kelompok intervensi ada penurunan tingkat kecemasan yang bermakna secara statistik pada responden kelompok intervensi (t=5,08, df=24, p<0,05).

pasien preoperasi.

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Studi ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan menggunakan desain Pre-test and Post-test design dengan kelompok kontrol. Penelitian dilakukan di Bangsal Bedah Ruang Melati Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta pada bulan Juni 2014. Populasi dalam penelitian ini yaitu pasien yang akan menjalani operasi bedah mayor yang pertama kali yang mengalami kecemasan. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling Purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 50 Responden.

Peneliti memberikan terapi musik menggunakan alat bantu audio dengan jenis musik yaitu: musik klasik, new age, dan

chilled pop.Tingkat kecemasan diukur menggunakan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Data yang telah terkumpul, diolah dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi dan statistic t-test melalui dua jenis analisis data yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian didapat hasil bahwa karakteristik umur responden sebagian besar adalah remaja, berjenis kelamin perempuan, dengan jenjang pendidikan terakhir adalah pendidikan dasar, dengan rincian sebagai berikut:

responden (N=50) Karakteristik Kelompok kontrol Kelomok intervensi f % f % Umur 12 - 25 tahun 10 40,0 11 44,0 26 - 45 tahun 7 28,0 7 28,0 46 - 65 tahun 5 20,0 5 20,0 >65 tahun 3 12,0 2 8,0 Total 25 100 25 100 Jenis Kelamin Laki-Laki 11 44,0 12 48,0 Perempuan 14 56,0 13 52,0 Total 25 100 25 100 Pendidikan Pendidikan Dasar 18 72,0 15 60,0 Pendidikan Menengah 7 28,0 9 36,0 Perguruan Tinggi 0 0 1 4,0 Total 25 100 25 100

Sumber : Data Primer 2014.

Tabel 2. Hasil uji Paired sample t-test tingkat kecemasan pre-test dan post-test pada

kelompok kontrol (N=25) Variabel n t Df P Pre-test Kontrol 20,84 25 -1,503 24 0,000 Post-test Kontrol 21,64

Sumber: Data Primer 2014

Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil perhitungan statistik menggunakan paired

sample t-test pada kelompok kontrol ada

peningkatan tingkat kecemasan yang bermakna secara statistik pada responden kelompok kontrol (t=-1,503 df=24, p<0,05).

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa menggunakan paired sample t-test pada kelompok intervensi ada penurunan tingkat kecemasan yang bermakna secara statistik pada responden kelompok intervensi (t=5,08, df=24, p<0,05).

pasien preoperasi.

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Studi ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan menggunakan desain Pre-test and Post-test design dengan kelompok kontrol. Penelitian dilakukan di Bangsal Bedah Ruang Melati Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta pada bulan Juni 2014. Populasi dalam penelitian ini yaitu pasien yang akan menjalani operasi bedah mayor yang pertama kali yang mengalami kecemasan. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling Purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 50 Responden.

Peneliti memberikan terapi musik menggunakan alat bantu audio dengan jenis musik yaitu: musik klasik, new age, dan

chilled pop.Tingkat kecemasan diukur menggunakan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Data yang telah terkumpul, diolah dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi dan statistic t-test melalui dua jenis analisis data yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian didapat hasil bahwa karakteristik umur responden sebagian besar adalah remaja, berjenis kelamin perempuan, dengan jenjang pendidikan terakhir adalah pendidikan dasar, dengan rincian sebagai berikut:

responden (N=50) Karakteristik Kelompok kontrol Kelomok intervensi f % f % Umur 12 - 25 tahun 10 40,0 11 44,0 26 - 45 tahun 7 28,0 7 28,0 46 - 65 tahun 5 20,0 5 20,0 >65 tahun 3 12,0 2 8,0 Total 25 100 25 100 Jenis Kelamin Laki-Laki 11 44,0 12 48,0 Perempuan 14 56,0 13 52,0 Total 25 100 25 100 Pendidikan Pendidikan Dasar 18 72,0 15 60,0 Pendidikan Menengah 7 28,0 9 36,0 Perguruan Tinggi 0 0 1 4,0 Total 25 100 25 100

Sumber : Data Primer 2014.

Tabel 2. Hasil uji Paired sample t-test tingkat kecemasan pre-test dan post-test pada

kelompok kontrol (N=25) Variabel n t Df P Pre-test Kontrol 20,84 25 -1,503 24 0,000 Post-test Kontrol 21,64

Sumber: Data Primer 2014

Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil perhitungan statistik menggunakan paired

sample t-test pada kelompok kontrol ada

peningkatan tingkat kecemasan yang bermakna secara statistik pada responden kelompok kontrol (t=-1,503 df=24, p<0,05).

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa menggunakan paired sample t-test pada kelompok intervensi ada penurunan tingkat kecemasan yang bermakna secara statistik pada responden kelompok intervensi (t=5,08, df=24, p<0,05).

(3)

Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 1, April 2016

Tabel 3. Hasil uji Paired sample t-test tingkat kecemasan pre-test dan post-test

pada kelompok Intervensi (n=25)

Tabel 4. Hasil Uji Independent Sample

t-test Pengaruh Terapi Musik Terhadap

Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Kategori N Std.De v t-test t P Kontrol Intervens i 2 5 2 5 21,6 4 15,9 2 11,833 3,37 3 0,00 2

Tabel 4 menunjukkan hasil perhitungan statistik menggunakan uji Independent Sample t-test diperoleh p<0.05 artinya ada

pengaruh terapi musik terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi di Bangsal Bedah Ruang Melati Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

Pengaruh pemberian terapi musik terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi di Bangsal Bedah Ruang Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul didapat hasil analisis statistik dengan independent

sample t-test menunujukkan bahwa adanya

perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi (t=3,373, df=48, p<0,05). Dengan demikian peneliti membuktikan bahwa adanya penurunan tingkat kecemasan pada kelompok intervensi setelah diberikan terapi musik. Terapi musik yang berupa suara diterima oleh saraf pendengaran, diubah menjadi vibrasi yang

kemudian disalurkan ke otak melalui sistem limbik. Dalam sistem limbik (Amigala dan hipotalamus) memberikan stimulus ke sistem saraf atonom yang berkaitan erat dengan sistem endrokrin yang dapat menurunkan hormon-hormon yang berhubungan dengan stres dan kecemasan, kemudian stimulus mengaktifkan hormon endorphin untuk membantu meningkatkan rasa rilkes dalam tubuh seseorang.8 Sistem saraf otonom terbagi menjadi dua yaitu: sistem saraf simpatik dan parasimpatik. Kedua saraf ini memiliki fungsi yang berbeda dan bertentangan. Sistem saraf simpatik akan lebih aktif dalam menghadapi situasi yang dapat mengancam diri. Sedangkan sistem parasimpatik akan berkerja lebih aktif dalam keadaan yang normal. Seseorang dalam keadaan cemas maka sistem saraf simpatik akan meningkatkan kerja detak jantung, tekanan darah, dan pernafasan. Sebaliknya ketika seseorang dalam keadaan santai, berbaring, nafas menjadi pelan teratur maka sistem parasimpatik yang berkerja lebih aktif.9Dalam terapi ini musik adalah fasilitator untuk membuat keadaan seseorang menjadi rileks dan nyaman sehingga kerja sistem saraf parasimpatik akan berkerja lebih dominan. Hasil penelitian ini juga didukung dari hasil penelitian sebelumnya, bahwa terapi musik dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani operasi.4,5,10,11

Kecemasan yang terjadi pada pasien preoperasi dipengaruhi beberapa faktor yaitu

Variabel n t df p Pre-test Intervensi 21,44 25 5,081 24 0,000 Post-test Intervensi 15,92

3

3

Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 1, April 2016

Tabel 3. Hasil uji Paired sample t-test tingkat kecemasan pre-test dan post-test

pada kelompok Intervensi (n=25)

Tabel 4. Hasil Uji Independent Sample

t-test Pengaruh Terapi Musik Terhadap

Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Kategori N Std.De v t-test t P Kontrol Intervens i 2 5 2 5 21,6 4 15,9 2 11,833 3,37 3 0,00 2

Tabel 4 menunjukkan hasil perhitungan statistik menggunakan uji Independent Sample t-test diperoleh p<0.05 artinya ada

pengaruh terapi musik terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi di Bangsal Bedah Ruang Melati Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

Pengaruh pemberian terapi musik terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi di Bangsal Bedah Ruang Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul didapat hasil analisis statistik dengan independent

sample t-test menunujukkan bahwa adanya

perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi (t=3,373, df=48, p<0,05). Dengan demikian peneliti membuktikan bahwa adanya penurunan tingkat kecemasan pada kelompok intervensi setelah diberikan terapi musik. Terapi musik yang berupa suara diterima oleh saraf pendengaran, diubah menjadi vibrasi yang

kemudian disalurkan ke otak melalui sistem limbik. Dalam sistem limbik (Amigala dan hipotalamus) memberikan stimulus ke sistem saraf atonom yang berkaitan erat dengan sistem endrokrin yang dapat menurunkan hormon-hormon yang berhubungan dengan stres dan kecemasan, kemudian stimulus mengaktifkan hormon endorphin untuk membantu meningkatkan rasa rilkes dalam tubuh seseorang.8 Sistem saraf otonom terbagi menjadi dua yaitu: sistem saraf simpatik dan parasimpatik. Kedua saraf ini memiliki fungsi yang berbeda dan bertentangan. Sistem saraf simpatik akan lebih aktif dalam menghadapi situasi yang dapat mengancam diri. Sedangkan sistem parasimpatik akan berkerja lebih aktif dalam keadaan yang normal. Seseorang dalam keadaan cemas maka sistem saraf simpatik akan meningkatkan kerja detak jantung, tekanan darah, dan pernafasan. Sebaliknya ketika seseorang dalam keadaan santai, berbaring, nafas menjadi pelan teratur maka sistem parasimpatik yang berkerja lebih aktif.9Dalam terapi ini musik adalah fasilitator untuk membuat keadaan seseorang menjadi rileks dan nyaman sehingga kerja sistem saraf parasimpatik akan berkerja lebih dominan. Hasil penelitian ini juga didukung dari hasil penelitian sebelumnya, bahwa terapi musik dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani operasi.4,5,10,11

Kecemasan yang terjadi pada pasien preoperasi dipengaruhi beberapa faktor yaitu

Variabel n t df p Pre-test Intervensi 21,44 25 5,081 24 0,000 Post-test Intervensi 15,92

3

3

Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 1, April 2016

Tabel 3. Hasil uji Paired sample t-test tingkat kecemasan pre-test dan post-test

pada kelompok Intervensi (n=25)

Tabel 4. Hasil Uji Independent Sample

t-test Pengaruh Terapi Musik Terhadap

Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Kategori N Std.De v t-test t P Kontrol Intervens i 2 5 2 5 21,6 4 15,9 2 11,833 3,37 3 0,00 2

Tabel 4 menunjukkan hasil perhitungan statistik menggunakan uji Independent Sample t-test diperoleh p<0.05 artinya ada

pengaruh terapi musik terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi di Bangsal Bedah Ruang Melati Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

Pengaruh pemberian terapi musik terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi di Bangsal Bedah Ruang Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul didapat hasil analisis statistik dengan independent

sample t-test menunujukkan bahwa adanya

perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi (t=3,373, df=48, p<0,05). Dengan demikian peneliti membuktikan bahwa adanya penurunan tingkat kecemasan pada kelompok intervensi setelah diberikan terapi musik. Terapi musik yang berupa suara diterima oleh saraf pendengaran, diubah menjadi vibrasi yang

kemudian disalurkan ke otak melalui sistem limbik. Dalam sistem limbik (Amigala dan hipotalamus) memberikan stimulus ke sistem saraf atonom yang berkaitan erat dengan sistem endrokrin yang dapat menurunkan hormon-hormon yang berhubungan dengan stres dan kecemasan, kemudian stimulus mengaktifkan hormon endorphin untuk membantu meningkatkan rasa rilkes dalam tubuh seseorang.8 Sistem saraf otonom terbagi menjadi dua yaitu: sistem saraf simpatik dan parasimpatik. Kedua saraf ini memiliki fungsi yang berbeda dan bertentangan. Sistem saraf simpatik akan lebih aktif dalam menghadapi situasi yang dapat mengancam diri. Sedangkan sistem parasimpatik akan berkerja lebih aktif dalam keadaan yang normal. Seseorang dalam keadaan cemas maka sistem saraf simpatik akan meningkatkan kerja detak jantung, tekanan darah, dan pernafasan. Sebaliknya ketika seseorang dalam keadaan santai, berbaring, nafas menjadi pelan teratur maka sistem parasimpatik yang berkerja lebih aktif.9Dalam terapi ini musik adalah fasilitator untuk membuat keadaan seseorang menjadi rileks dan nyaman sehingga kerja sistem saraf parasimpatik akan berkerja lebih dominan. Hasil penelitian ini juga didukung dari hasil penelitian sebelumnya, bahwa terapi musik dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani operasi.4,5,10,11

Kecemasan yang terjadi pada pasien preoperasi dipengaruhi beberapa faktor yaitu

Variabel n t df p Pre-test Intervensi 21,44 25 5,081 24 0,000 Post-test Intervensi 15,92

3

3

(4)

status pendidikan dan ekonomi, keadaan fisik, dan tipe kepribadian. Sedangkan dari faktor eksternal yaitu potensial stresor, sosial budaya, dan dukungan dari keluarga.12 Penelitian ini menunjukkan bahwa umur responden terbanyak pada kelompok kontrol dan intervensi antara 12-25 remaja. Seseorang dengan umur remaja atau masih muda lebih cendrung mengalami cemas dibandingkan dengan tingkat umur yang semakin dewasa dan lebih tua. semakin meningkatnya umur seseorang maka frekuensi kecemasan seseorang makin berkurang saat menjalani operasi.13Faktor internal lainnya yaitu jenis kelamin. Dalam hasil penelitian didapat bahwa sebagian besar responden yang mengalami kecemasan adalah perempuan. Tingkat kecemasan pada perempuan lebih tinggi dari pada tingkat kecemasan yang dialami laki-laki.14 Perempuan lebih cendrung emosional, mudah meluapkan perasaannya, sementara laki-laki bersifat objektif dan dapat berpikir rasional sehingga mampu berpikir dan dapat mengendalikan emosi.11Kecemasan lebih sering dialami perempuan daripada laki-laki, karena perempuan sering kali menggunakan perasaan untuk menyikapi dan menghadapi sesuatu dalam hidupnya sedang laki-laki selalu menggunakan pikiran dalam menghadapi situasi yang akan mengancam dirinya.15Sedangkan faktor pendidikan dalam hasil penelitian didapat bahwa sebagian besar responden yang mengalami

Status pendidikan yang rendah rentan sekali mengalami kecemasan dibandingan dengan pendidikan yang tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka dapat berpikir secara rasional dan dapat mengatasi emosi dengan baik sehingga kecemasan yang dialami seseorang akan berkurang.16 Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol didapatkan nilai rata-rata

pre-test 20,84 dan post-test 21,64 dengan

nilai (t=-1,503, df=24 p<0,05) berarti ada perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi pada kelompok kontrol. Hal ini terjadi karena adanya faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kecemasan seperti kurangnya dukungan keluarga akan mengakibatkan seseorang mengalami kecemasan. Pada saat peneliti melakukan penelitian ada responden yang ditunggu oleh keluarganya tetapi ada juga responden yang tidak ditunggui oleh anggota keluarganya. Faktor lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan yaitu tipe kepribadian, orang dengan tipe kepribadian A akan lebih mudah mengalami kecemasan di bandingkan dengan orang tipe kepribadian B.12Sedangkan pada kelompok intervensi berdasarkan hasil uji paired sample t-test didapat rata-rata pre-test 21,44 menjadi

post-test 15,92(t=5,081, df=24, p<0,05) berarti ada

perbedaan signifikan terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien preoperasi. Penurunan tingkat kecemasan pada

(5)

Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 1, April 2016

kelompok intervensi dapat terjadi karena adanya intervensi terapi musik. Terapi musik dapat membantu mengekspresikan perasaan dan memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi seseorang.17Terapi musik dapat memberikan efek yang menenangkan bagi responden, dapat mengurangi kegelisahan, membuat perasaan menjadi rileks, santai, serta dapat menstabilkan emosional. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian terapi musik yaitu memilih jenis musik yang tidak terlalu cepat dan keras.18Beat 60-80/menit yang mempunyai nada yang teratur dan tetap, pasien memilih musik dengan arahan seorang terapis, maksimum volume 60dB, harmonisasi yang selaras18,19serta didukung dengan ruangan yang nyaman, tenang, dan jauh dari kebisingan sehingga membuat seseorang dapat berkonsentrasi pada musik yang diberikan.7 Sesuai dengan keadaan di lapangan saat dilakukan penelitian bahwa pasien dihadapkan kepada situasi yang sama, yaitu akan menjalani operasi. Sehingga secara uji statistik ada perbedaan terhadap tingkat kecemasan pasien pre-test dan post-test pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

Berdasarkan evaluasi dari pasien di Bangsal Bedah Ruang Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta setelah diberikan intervensi terapi music, respon responden sangat baik, dan tidak ada responden yang menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian. Responden mengatakan

bahwa mereka merasa rileks dan lebih tenang setelah mendengarkan terapi musik. Ada 2 responden perempuan yang menangis saat mendengarkan terapi musik. Mereka mengatakan emosi dapat terluapkan saat mendengarkan musik, sakit kepala menjadi hilang, dan tidak mual lagi. Satu responden setelah menjalani prosedur operasi ingin mendengarkan terapi musik lagi, responden tersebut mengatakan bahwa terapi musik dapat membuat dirinya rileks dan pikiran menjadi tenang.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah terapi musik dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien preoperasi.

KEPUSTAKAAN

1. Potter PA, Perry AG. Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses dan praktik. Jakarta: EGC; 2006. 2. Muttaqin A, Sari K. Asuhan keperawatan

perioperatif: konsep, proses, dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika; 2009.

3. Bolla NI. Gambaran tingkat kecemasan pada klien pra bedah mayor di ruang Rawat Inap Medikal Bedah Gedung D Lantai 3 Rumah Sakit Umum Cibabat Cimahi. Jurnal Kesehatan Kartika STIKES A Yani. 2008.

4. Faradisi F. Efektifitas terapi murotal dan terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien preoperasi di

5

(6)

2012;5(2).

5. Mau A, Kedang SB. Pengaruh terapi musik terhadap kecemasan pasien pre operasi di Ruang Anggrek, Cempaka, Dan Asoka Rsu. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Jurnal kesehatan. 2013;1(1):1-6. 6. Sanjaya LR, Sulistyaningsih. Tapas

Acupressure Technique (TAT) intervensi tepat untuk menurunkan kecemasan pada pasien preoperasi. Jurnal Media Ilmu Kesehatan. 2012;1(3):34-8.

7. Setyoadi, Kushariyadi. Terapi modalitas keperawatan pada klien psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika; 2011.

8. Stuart GW, Laraia MT. Principles and practice of psychiatric nursing. 8th ed. St. Louis: Mosby; 2005.

9. Kahija YL. Hipnoterapi: prinsip-prinsip dasar pratik psikoterapi. Jakarta: Gramedia Pustaka utama; 2007.

10. Arslan S, Ozer N, Ozyurt F. Effect of music on preoperative anxiety in men undergoing urogenital surgery. Australian Journal of Advanced Nursing. 2007;26(2):46-54.

11. Qulsum A, Ismonah, Meikawati W. Perbedaan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi sebelum dan sesudah pemberian terapi musik klasik di RSUD Tugurejo Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan. 2012;1(1). 12. Stuart GW. Buku saku keperawatan jiwa.

5th ed. Jakarta: EGC; 2007.

13. Jafar MF, Khan FA. Frequency of

patients. J Pak Med Assoc. 2009;59(6):359-63.

14. Trismiati. Perbedaan tingkat kecemasan pria dan wanita akseptor kontrasepsi mantap di RSUD Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal PSYCHE. 2004;1(1).

15. Halgin R, Withbourne SK. Abnormal psychology clinical perspectives on psychological disorder Jakarta: Salemba Humanika; 2010.

16. Pawatte I, Pali C, Opod H. Perbedaan tingkat kecemasan pada ibu pre seksio caesarea di RSIA kasih ibu dan RSUP. Prof.Dr.R.D. Kandou Manado. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik. 2013;1(3):107-12.

17. Djohan. Terapi musik teori dan aplikasi Yogyakarta: Galang Press; 2006.

18. Elliott D, Pollman R, Mcgregor R. Relaxing music for anxiety control. J Music Ther. 2011;48(3):264-88.

19. Nilsson U. The anxiety-and pain-reducing effects of music interventions: a

systematic review. AORN J.

Gambar

Tabel 2. Hasil uji Paired sample t-test tingkat kecemasan pre-test dan post-test pada

Referensi

Dokumen terkait

Dalam setiap kesempatan guru pembimbing memberikan arahan kepada praktikan agar melaksanakan PPL dengan baik. Guru pembimbing pemberikan gambaran mengenai kondisi siswa SMA

Dalam penelitian ini akan dipelajari pengaruh dari: waktu fermentasi dan jumlah penambahan stater terhadap kadar: glukosa sisa, HCl sisa, yield dan kadar etanol.

Buku ini memuat dua materi, yaitu Bahan Tayangan Materi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berupa gambaran yang memuat tentang latar

Hasil wawancara dengan salah satu anak kelas XI menunjukan bahwa di antara mereka jarang sekali ikut berkumpul bersama dengan anak- anak kelas lain atau dengan jurusan

Cara lain untuk mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak adalah gabungan dari proses wet rendering dengan pengepresan

Dalam kajian ini, bahan Modul Pengajaran Kendiri adalah bertumpu kepada salah satu matapelajaran Kartografi dengan memberi tumpuan hanya kepada Topik Simbol sebagai permulan

Metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) merupakan metode peramalan dengan menggunakan serangkaian data masa lalu yang digunakan untuk mengamati terhadap

Dasar Ilmu Pen an Proses Baha Juli 2012 bel coaxial RF buatan Ea elektrikal se Input AC Supply Power Fact Efficiency Output DC Output DC Output Gambar 9. BIRD Direc Gambar