• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Orang dengan gangguan jiwa atau yang biasa disebut ODGJ adalah istiah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Orang dengan gangguan jiwa atau yang biasa disebut ODGJ adalah istiah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Orang dengan gangguan jiwa atau yang biasa disebut ODGJ adalah istiah resmi bagi penyandang gangguan jiwa berdasarkan Undang Undang kesehatan jiwa nomor 18 tahun 2014 di Indonesia. ODGJ adalah kodisi dimana proses fisiologik atau mentalnya kurang berfungsi dengan baik sehingga dapat mengganggu fungsi sehari-hari. Gangguan ini sering disebut dengan gangguan psikiatri atau gangguan mental.1 Gangguan jiwa yang dialami oleh seseorang bisa memiliki gejala yang bermacam-macam seperti perilaku menghindari lingkungan, tidak mau berhubungan atau berbicara dengan orang lain, tidak mau makan bahkan sampai mengamuk tanpa sebab yang jelas, ada yang memiliki gejala diam saja hingga yang berbicara dengan tidak jelas, dan ada pula yang dapat diajak bicara namun tidak perhatian sama sekali terhadap lingkungannya.

Gangguan jiwa bukanlah hal yang mudah untuk ditentukan penyebabnya.

Ada banyak faktor yang saling berkaitan yang dapat menimbulkan gangguan jiwa pada seseorang. Faktor kejiwaan, pola pikir, adanya gangguan pada otak, gangguan bicara, pola asuh yang salah, tidak diterima dimasyarakat, serta adanya masalah dan kegagalan dalam kehidupan yang memungkinkan menjadi faktor penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa.

1Undang Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa

(2)

Soal gangguan jiwa, Indonesia menjadi salah satu Negara yang terburuk dari segi pencegahan maupun penangannya. Menerut data WHO tahun 2016, terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 Juta terkena bipolar 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia,2 Di Indonesia menurut Data Riskesdas 2018 menunjukan prevalensi gangguan menatal emosional yang di tunjukan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 6.1% dari jumlah penduduk Indonesia 3

Terdapat macam-macam gangguan iwa yang dimiliki oleh penderita di dunia, menurut Rusdi adapun macam-macam gangguan jiwa yaitu, gangguan organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatofrom, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, ganggguan kepribadian dan perilaku, gangguan perkembangan psikologis, dan gangguan emosional.4

Penderita gangguan jiwa berat dapat pulih dan kembali kemasyarakat, dapat bekerja dan hidup normal sebagaimana masyarakat pada umumnya. Namun, proses pemulihan tersebut tidak selalu berjalan mulus dan lancar seperti yang diharapkan. Proses pemulihan yang baik memerlukan dukungan dari berbagai pihak terutama keluarga atau orang terdekat, tenaga kesehatan, teman-teman dan masyarakat sekitar. Pada saat ini sebagian besar penderita gangguan jiwa tidak

2 World Health Organization. 2016. Improving health system and service for mental health. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data.Vol. 4 No.3. World Health Organization

3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2018. “Riset Kesehatan Dasar”.

https://www.litbang.kemkes.go.id/laporan-riset-kesehatan-dasar-riskesdas. Diakses tanggal 10 Mei 2021, pukul 08.50.55

4 Rusdi Muslim. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta. PT Nuh Jaya. Hlm 18

(3)

mendapat dukungan yang memadai. Para pederitanya hanya kontrol ke dokter ahli jiwa dan pemulihannya hanya ditangani keluarganya.

Menurut survei Kementrian Sosial pada tahun 2008 ada sekitar 650 ribu penderita gangguan jiwa berat di Indonesia. Sedikitnya 30 ribu penderita dipasung dengan alasan agar penderita tidak membahayakan orang lain5. Definisi pasung dalam penelitian ini memiliki artian yakni beragam bentuk pengekangan fisik dan pembatasan dari seseorang yang menderita gangguan jiwa oleh keluarganya dalam berbagai macam benuk seperti pasung dikayu, dirantai, dikandang, dikunci dalam kamar dan juga bentuk pengekangan atau pembatasan fisik lainnya.

Pemerintah Indonesia sendiri telah mengupayakan pembebasan pasung dalam rilis program “Indonesia Bebas Pasung 2014” yang telah dijalankan sejak tahun 2010. Namun kenyatannya di lapangan, program Indonesia Bebas Pasung 2014 yang dilakukan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan sejak 2010 terbukti belum membuahkan hasil dan masih harus diperpanjang. Adanya target penyelesaian Indonesia Bebas Pasung yang diperpanjang ini merupakan implikasi bahwa banyak pemerintah daerah yang belum menyanggupi mengingat begitu kompleks permasalahan yang ditemui di lapangan. Provinsi Jawa Timur merupakan daerah terbanyak penyandang disabilitasmental yang masih di pasung yakni sebanyak 453 orang lalu di peringkat kedua ada di Sumatera selatan sebanyak 174 orang, lalu di peringkat ketiga ada di provinsi Riau sebanyak 154

5 Umarkhaerudin. 2014. “Menuju Indonesia bebas Pasung”, https://phalamartha.kemsos.go.id/, Diakses 26 Maret 2021. Pukul 13.06.03

(4)

orang. Sedangkan provinsi yang bebas pasung adalah Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Bangka Belitung.6 Rekap Keseluruhan Data Pasung Provinsi Jawa Timur

No. Kab./Kota Meninggal Perawatan Bebas Dipasung Jmlh

1 Kab. Pacitan 9 23 61 1 94

2 Kab. Ponorogo 33 24 72 19 148

3 Kab.Trenggalek 9 4 133 14 160

4 Kab.Tulungagung 6 25 39 0 70

5 Kab. Blitar 12 10 63 19 104

6 Kab. Kediri 6 60 81 13 160

7 Kab. Malang 12 82 34 18 146

8 Kab. Lumajang 5 48 19 14 86

9 Kab. Jember 8 21 65 4 98

10 Kab.Banyuwangi 4 2 24 0 30

11 Kab. Bondowoso 1 11 17 0 29

12 Kab. Situbondo 1 2 26 7 36

13 Kab. Probolinggo 14 73 99 16 202

14 Kab. Pasuruan 2 0 16 2 20

15 Kab. Sidoarjo 4 0 9 1 14

16 Kab. Jombang 4 2 57 2 65

17 Kab. Nganjuk 16 21 53 9 99

6 Humanoria. 2019. “Indonesia Bebas pasung “, http://mediaindonesia.com/read/detail/, Diakses 26 Maret 2021. Pukul 15.43.00

(5)

18 Kab. Madiun 6 3 33 25 67

19 Kab. Magetan 11 2 17 26 56

20 Kab. Ngawi 8 32 96 3 139

21 Kab. Bojonegoro 4 4 15 16 39

22 Kab. Tuban 2 3 52 5 62

23 Kab. Lamongan 14 74 78 0 166

24 Kab. Gresik 4 2 51 8 65

25 Kab. Bangkalan 4 5 31 12 52

26 Kab. Sampang 12 31 27 27 97

27 Kab. Pamekasan 7 11 17 11 46

28 Kab. Sumenep 26 22 75 13 134

29 Kota Kediri 0 2 0 0 2

30 Kota Blitar 3 0 14 3 20

31 Kota Malang 0 1 12 3 16

32 Kota Probolinggo 7 33 2 0 42

33 Kota Pasuruan 1 0 3 2 6

Sumber data : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 20197

Kabupaten Magetan menduduki posisi kedua terbanyak ODGJ yang di pasung setelah Kabupaten Sampang, minimnya fasilitas Kesehatan yang memadai membuat ODGJ di Kabupaten Magetan harus di pasung.

7 Pemkot Jawa Timur. 2019.”Rekap Data Pasung 2019 Jawa Timur”, http://wtpc.net/e- pasung/rekap/keseluruhan, diakses 25 Juni 2021. Diakses pukul 17.06.03

(6)

Ketiadaan atura hukum, rendahnya tingkat pendidikan, keterbatasanya pemahaman terhadap gejala gangguan jiwa serta keterbtasan ekonomi merupakan faktor yang mendeterminasi munculnya kejadian pasung. Pemasungan sendiri merupakan hal yang tidak manusiawi dan melanggar beberapa Undang-Undang bahkan secara hati nurani pun tidak dapat dibenarkan, bahwasannya ada beberapa faktor umum yang membuat seseorang mengalami gangguan jiwa diantaranya :

1. Faktor ekonomi, yang biasanya terjadi karena adanya kesulitan dalam perekonomian keluarga maupun diri sendiri

2. Faktor budaya, dengan adanya aturan-aturan dalam masyarakat yang tidak sesuai dengan pola pikirnya

3. Faktor keturunan, hal ini berawal dari adanya faktor genetic dari keluarganya yang akan menjadi pemicu terbentuknya gangguan jiwa 4. Faktor keluarga, yakni adanya gangguan jiwa berat seperti penyandang

skizofrenia semakin mendapatkan perhatian berbagai pihak, terutama menyangkut permasalahan pemenuhan atas kesehatan diamanatkan Konstitusi Indonesia bahwa setiap orang hidup sejahtera lahir dan batin serta memperoleh layanan kesehatan8

Orang-orang yang dipasung akan mengalami keterbatasan ruang untuk bergerak dan akan kesulitan untuk mendapat akses informasi, akses pendidikan atau akses kesehatan. Dibeberapa masyarakat pedesaan pemasungan ini dilakukan

8 Khaerudin. 2011. “Naskah Akademik dan Draft Rancangan Undang Undang Kesehatan Jiwa”. Tesis Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta

(7)

terhadap orang yang memiliki gangguan kejiwaan atau mental sehingga pemasungan ini merupakan salah satu cara untuk mengendalikan orang yang mengalami gangguan jiwa. Pengamat hukum pidana Mudzakir mengatakan bahwa “sebagian besar perilaku tindakan pemasungan adalah keluarganya sendiri atau paling tidak kerabat terdekat dari korban”.

Pemenuhan hak atas kesehatan bagi penyandang skizofrenia memiliki kaitan erat dengan kewajiban hak asasi manusia. Dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah hak yang melengkat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupan AnugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.9

Pasal 9 Undang-Undang 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa (1) setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya ; (2) setiap orang berhak hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin ; (3) sertiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pemasungan terhadap ODGJ merupakan tindakan yang melanggar HAM.

Selain itu, bagi penderita cacat mental, diatur hak-haknya dalam Pasal 42 UU HAM yang berbunyi: “Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan

9 Darji Darmodihardjo. 2009. Santiaji Pancasila. Surabaya. PT Gramedia Pustaka.Hlm 34

(8)

bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”

Melihat dari peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan diatas, maka pola pikir yang tercipta yakni penderita gangguan jiwa dikategorikan sebagai penyandang disabilitas moral. Orang yang mengalami gangguan jiwa atau disabilitas mental tetap memiliki hak yang sama seperti manusia normal lainnya sepanjang undang-undang tidak membatasinya. Pemasungan tidak diatur secara khusus dalam KUHP, namun tindakan pemasungan dapat dikategorikan sebagai tindakan perampasam kemerdekaan. Pasal 333 KUHP tentang perampasan kemerdekaan, yang berbunyi :

1. “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun”.

2. “Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat maa yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

3. “Jika mengakibatkan mati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.

4. “Pidana yang ditentukan dalam Pasal ini diterapkan juga bagi orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan”.

(9)

Berdasarkan Pasal diatas, perampasan kemerdekaan merupakan suatu tindakan yang dapat dikenai pidana dan sanksi. Tindakan pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa dapat dikategorikan sebagai tindakan perampasan kemerdekaan, maka seseorang yang melakukan pemasungan berarti sudah melakukan tindak pidana/kejahatan.

Pada intinya, dampak tindakan pemasungan yaitu si korban akan mengalami keterbatasan ruang gerak seperti manusia normal pada umumnya dan secara otomatis hak-hak yang telah disebutkan di atas dan hak lainnya tidak akan ia peroleh akibat dari tindakan pemasungan yang dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas penulis fokus pembahasan masalah pada 2 (dua) rumusan masalah untuk menghindari melebarnya penelitian yang penulis lakukan, adapun dua rumusan masalah tersebut sebagaimana berikut :

1. Apa faktor-faktor yang melatar belakangi pemasungan yang dilakukan oleh keluarga terhadap ODGJ?

2. Bagaimana tinjauan pemasungan ODGJ berdasarkan Hak Asasi Manusia ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pemasungan ODGJ yang dilakukan oleh pihak keluarga.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis tinjauan pemasungan ODGJ berdasarkan Hak Asasi Manusia.

(10)

D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum khususnya dalam hukum positif yang membahas tentang Hak Asasi Manusia serta dapat menjadi acuan bagi penelitiian selanjutnya yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada penegak hukum mengenai terkait dengan upaya penegakan hukum dalam pemasungan terhadap ODGJ dan dapat berperan serta dalam mencegah ataupun memberantas tindak pidana tersebut

a. Manfaat Penelitian

b. Beranjak dari tujuan yang telah penulis rumuskan sebagaimana diatas maka penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, masyarakat dan aparat penegak hukum sebagaimana berikut : 3. Bagi Penulis

Penelitian ini penulis harapkan memberi manfaat dalam memecahkan masalah yang diakibatkan karena semakin menipisnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap pemasungan ODGJ serta menambah keilmuan terkait permasalahan yang telah penulis angkat sebagai tema besar dan penulisan ilmiah ini dapat dijadikan referensi atau bahan bagi penelitian lanjutan yang sejenis.

4. Bagi Masyarakat

(11)

Penelitian ini penulis harapkan bisa menjadi acuan untuk mengubah stigma dan kebiasaan masyarakat yang menganggap bahwa pemasungan terhadap ODGJ adalah hal yang biasa

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian untuk membahas masalah yang dirumuskan di atas sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis sosiologis adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.

10Atau dengan kata lain yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi dimasyarakat dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta fakta dan data yang dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah.11

2. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan penelitian adalah ruang publik yang berfungsi untuk tempat penampungan aktivitas masyarakat baik secara individu atau kelompok seperti jalan umum, taman bermain, pasar, terminal, transportasi umum dan lain sebagainya. Berdasarkan cacatan Dinas Sosial Kabupaten Magetan, pemasungan masih sering terjadi karena masih rendahnya pengetahuan

10 Muhammad Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung, Citra Aditya Bakti. Hlm 134

11 Bambang Waluyo. 2002. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta. Sinar Grafika. Hlm 15

(12)

keluarga dan masyarakat tentang penyakit gangguan jiwa yang dialami oleh penyandang disabilitas mental.Berapa latar belakang pemasungan di antaranya keluarga takut ODGJ akan mengganggu lingkungan, masalah ekonomi, atau ketidaktahuan untuk berobat. Maka berdasarkan hal terebut lokasi penelitian yang dipilih oleh penulis untuk melakukan penelitian guna mendapatkan informasi yang akurat.

a. Data Premier

Bahan hukum primer, yaitu data yang diambil langsung oleh penulis dipangan tempat penulis melakukan penelitian dengan cara melalui observasi maupun wawancara secara langsung dengan masyarakat, Dinas Sosial yang ada di Kota Magetan dan juga pihak-pihak yang dirasa terkait dengan penulisan ini untuk memperkuat argument dalam penulisan ini.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah bahan yang berupa undang-undang, dokumen- dokumen resmi, karya ilmiah, artikel ilmiah dan peraturan hokum lain yang memberikan penjelasan dalam tulisan ini. Undang-undang yang digunakan dalam penulisan ini yakni :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa

(13)

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan adalah sebuah teknik atau cara yang dilakukan oleh peneliti untuk bisa mengumpulkan data yang terkait dengan permasalahan dari penelitian yang diambilnya. Dalam teknik penelitian ini penulis mengumulkan data dengan menggunakan penelitian lapangan berdasarkan fakta-fakta yang ada dimasyarakat dengan sumber data primer maupun sekunder yang disesuaikan dengan pendekatan penelitian sebagai berikut :

a. Wawancara

Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan12.Wawancara dilakukan secara bebas terbuka dengan menggunakan alat berupa daftar pertanyaan yang telah disiapkan penulis (sebagai pedoman wawancara) sesuai dengan permasalahan yang akan dicari jawabannya tanpa menutup kemungkinan untuk menambah pertanyaan lain yang bersifat spontan sehubungan dengan jawaban yang diberikan. Tujuan dari wawancara adalah agar informant dapat berbicara atau menyampaikan pernyataan yang menjadi kepentingannya atau kelompoknya secara terbuka.

b. Dokumentasi

12 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. 2001. Metodologi Penelitian. Jakarta. Bumi Aksara. Hlm 81

(14)

Mengambil foto sebagai bukti observasi, dan meminta data korban pemasungan yang ada di Kabupaten Magetan kepada petugas Dinas Sosial Magetan yaitu Ibu Yuli Nursilaningsih,A.Md.Kep. Selaku Bidang Pelayanan dan Rehabilitas Sosisal untuk mendapatkan data yang valid dan melakukan foto dengan keluarga korban pemasungan 4. Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data belum memberikan arti apa-apa bagi tujuan suatu penelitian. Penelitian belum dapat ditarik kesimpulan bagi tujuan penelitiannya, sebab data itu masih merupakan data mentah dan masih diperlukan usaha atau upaya untuk mengolahnya. Proses yang dilakukan adalah dengan memeriksa, meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah data dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Setelah data diolah dan dirasa cukup maka selanjutnya disajikan dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Analisis data kualitatif adalah suatu teknik yang menggambarkan dan menginterpretasikan data data yang telah terkumpul sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan yang sebenarnya melalui tahap tahap konseptualisasi, kategorisasi, relasi dan eksplanasi.

F. Sistematika Penulisan

Dalam hal penulisan diperlukanlah suatu sistematika penulisan agar mempermudah penulis untuk menulis penelitian ini serta mempermudah pembaca untuk memahami dan mengerti isi dari penelitian ini. Oleh karena

(15)

itu penulis membagi menjadi 4 (empat) BAB sengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Dalam BAB ini berisikan latar belakang permasalahan, rumusan masalah.

Tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Dalam BAB ini berisikan tentang tinjauan pustaka yang memaparkan semua teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian yang penulis lakukan mulai dari tinjauan viktimologi, tinjauan kejahatan pelecehan verbal dan teori lain yang digunakan sebagai kerangka untuk memudahkan penulisan penelitian.

BAB III Pembahasan

Pada BAB ini akan dipaparkan hasil penelitian ini atau menjawab dari rumusan masalah yang telah penulis paparkan diatas dengan menganalisi menggunakan teori, tentang apa yang melatar belakangi keluarga melakukan pemasungan terhadap ODGJ di Kabupaten Magetan.

(16)

BAB IV Penutup

Pada BAB ini merupakan bab terakhir dalam penulisan ini yang berisikan kesimpulan dan saran dari rumusan masalah yang diangkat oleh penulis.

Referensi

Dokumen terkait

Dari radius yang telah ditentukan oleh standart ASHRAE, dapat diketahui beberapa bahan mentah yang dapat dijadikan material bangunan pada tapak lokasi pembangunan

Skripsi yang berjudul “Hubungan Pola Makan Kariogenik dan Perilaku Menyikat Gigi dengan Karies Gigi Pada Siswa Kelas IV dan V SDN Bratan I Surakarta Tahun

Unit gasifikasi plasma mengubah material yang mengandung karbon seperti limbah padat perkotaan dan bahkan limbah B3 seperti limbah bio dari rumah sakit, menjadi dua jenis

Kerangka konsep penelitian ini adalah untuk memperoleh Strength of product yang dimiliki oleh software dan hardware ERP yang ditentukan oleh komitmen manajemen puncak

menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian yang dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu, sedangkan jenis penelitian ini

15 Asep Enoh Mulyana,S.Sos Pelaksana 16 Tb.Fahmi Adam, SP Pelaksana. 17 Iyan

[r]

Observasi yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk mengetahui apakah kegiatan proses belajar mengajar berbicara dengan menggunakan metode PPP berhasil atau tidak dalam