• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini bertujuan untuk mendapat bahan referensi dan perbandingan yang dapat menambahkan teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian. Selain itu, untuk menghindari adanya kesamaan dalam penelitian ini Maka dalam kajian pustaka peneliti mencantumkan hasil-hasil penelitian terdahulu sebagai berikut:

Ardela (2019) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Murabahah Terhadap Profitabilitas (Studi Pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah Yadul Ulya di Samarinda). tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Pembiayaan Mudharabah dan pembiayaan murabahah, terhadap Profitabilitas pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) Yadul Ulya di Samarinda. Metode analisis yang dipakai adalah metode analisis regresi berganda, hasil dari penelitian menunjukkan antara variabel mudharabah dan murabahah berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas (Adela & Wijaya, 2019).

Kurniadi (2019) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pembiayaan Murabahah, terhadap Laba koperasi Surya Lestari Syariah Kabupaten Bungo.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pembiayaan Murabahah, terhadap Laba koperasi Surya Lestari Syariah Kabupaten Bungo. Metode analisis yang digunakan adalah metode kuantitatif asosiatif. Dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa pembiayaan murabahah mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap laba koperasi surya lestari syariah kabupaten Bungo, sehingga semakin meningkatnya pembiayaan murabahah, yang dilakukan maka laba koperasi akan semakin meningkat (Kurniadi, 2019).

Nasirwan (2021) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pembiayaan Mudharabah, Murabahah dan Musyarakah Terhadap Hasil Usaha Baitul Wat Tamwil di Kota Medan Periode 2016 – 2019. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pembiayaan Mudharabah, Pembiayaan Murabahah dan

(2)

Musyarakah Terhadap Hasil Usaha Baitul Wat Tamwil di Kota Medan Periode 2016 – 2019. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis regresi berganda. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial dan simultan Pembiayaan Mudharabah, Murabahah dan Musyarakah berpengaruh terhadap Laba bersih. Hasil ini menjelaskan bahwa Pembiayaan Mudharabah, Murabahah, dan Musyarakah merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan BMT dalam meningkatkan Laba bersih sebagai proksi hasil usaha (Supaino, 2021).

Harti (2021) melakukan penelitian tentang Analisis Pengaruh Pembiayaan Murabahah dan Simpanan Multiguna Terhadap SHU KSPPS BMT Barepan Cawas Klaten Tahun 2013 -2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pembiayaan Murabahah dan Simpanan Multiguna Terhadap SHU KSPPS BMT Barepan Cawas Klaten Tahun 2013 - 2017. Metode analisis yang digunakan adalah metode kuantitatif deskriptif.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Pembiayaan Murabahah dan simpanan multiguna berpengaruh secara signifikan terhadap sisa hasil usaha (SHU) (Harti et al., 2021).

Setiawan (2018) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pembiayaan Musyarakah dan Pembiayaan Murabahah terhadap Laba Bersih Perusahaan (Studi Kasus pada BPRS Al-Ihsan Bandung). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Musyarakah dan Pembiayaan Murabahah terhadap Laba Bersih Perusahaan (Studi Kasus pada BPRS Al-Ihsan Bandung).

Metode analisis yang digunakan adalah metode regresi linear berganda.

Berdasarkan hasil penelitian, secara simultan pembiayaan musyarakah dan pembiayaan murabahah berpengaruh signifikan terhadap laba bersih. Secara parsial pembiayaan musyarakah tidak berpengaruh signifikan terhadap laba bersih dan pembiayaan murabahah berpengaruh signifikan terhadap laba bersih (Fathony & Rahayu, 2018).

Syahri (2021) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pembiayaan Mudharabah terhadap Peningkatan Hasil usaha Pada Koperasi Serba Usaha Baitut Tamwil Muhammadiyah Mekar Sei Mencirim. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh Pembiayaan Mudharabah

(3)

terhadap Peningkatan Hasil usaha Pada Koperasi Serba Usaha Baitut Tamwil Muhammadiyah Mekar Sei Mencirim. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil yang didapatkan adalah 0,000 < 0,05 maka pembiayaan mudharabah berpengaruh positif signifikan terhadap Peningkatan Hasil usaha di Koperasi Serba Usaha (Syahri, 2021).

Amini (2021) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pembiayaan Mudharabah, Murabahah dan Musyarakah Terhadap Profitabilitas Return on Assets pada Bank Syariah Mandiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pembiayaan Mudharabah, Murabahah dan Musyarakah Terhadap Profitabilitas Return on Assets pada Bank Syariah Mandiri. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis regresi berganda. Hasil penelitian menjelaskan: (1) pembiayaan murabahah berdampak negatif dan tidak signifikan terhadap profitabilitas (ROA); (2) pembiayaan mudharabah berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap profitabilitas (ROA); (3) pembiayaan musyarakah berdampak positif tetapi tidak signifikan terhadap profitabilitas (ROA); (4) Secara simultan pendapatan murabahah, mudharabah dan musyarakah berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas (ROA) (Wirman, 2021).

Saepudin (2021) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pembiayaan Mudharabah, dan Murabahah terhadap Laba pada Bank Syariah Mandiri Periode 2012 – 2020. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pembiayaan Mudharabah, dan Murabahah terhadap Laba pada Bank Syariah Mandiri Periode 2012 – 2020. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan alat analisis regresi linier berganda. Berdasarkan hasil uji yang dilakukan menunjukan bahwa variabel pembiayaan murabahah mempunyai pengaruh signifikan secara parsial terhadap laba, variabel pembiayaan mudharabah tidak mempunyai pengaruh secara parsial terhadap laba, variabel pembiayaan murabahah dan mudharabah berpengaruh secara simultan terhadap laba pada PT. Bank Syariah Mandiri periode 2012-2020 (Maro’ah et al., 2021)

Faradilla (2017) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pembiayaan Murabahah, Istishna, Ijarah, Mudharabah dan Musyarakah Terhadap

(4)

Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh murabahah, istishna, ijarah, mudharabah dan musyarakah secara bersama sama maupun secara parsial terhadap profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil pengujian secara simultan murabahah berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas dan musyarakah yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas. Sedangkan istishna, ijarah dan mudharabah secara parsial tidak berpengaruh terhadap profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia (Faradilla et al., 2017).

Fitriani (2021) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pembiayaan Murabahah, Mudharabah dan Musyarakah terhadap Profitabilitas (ROA) pada Bank Umum syariah di Indonesia 2016 – 2020 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pembiayaan Murabahah, Mudharabah dan Musyarakah terhadap Profitabilitas (ROA) pada Bank Umum syariah di Indonesia 2016 – 2020 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan data sekunder berupa data laporan keuangan.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembiayaan murabahah, mudharabah dan pembiayaan musyarakah secara simultan berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA). Secara parsial pembiayaan murabahah dan mudharabah berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas sedangkan pembiayaan musyarakah berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap profitabilitas (ROA) (Fitriani et al., 2021).

Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian terdahulu diatas yaitu terdapat variabel – variabel yang digunakan (Pembiayaan murabahah, mudharabah dan musyarakah) serta relevan dengan penelitian dari (Adela & Wijaya, 2019) terdapat pada obyek penelitian di Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS).

Sedangkan perbedaan dari penelitian terdahulu adalah terdapat pada tahun obyek penelitian yaitu selama periode 2011-2020, metode yang digunakan peneliti sebelumnya menggunakan analisis regresi linear berganda dengan software SPSS, sedangkan penelitian ini menggunakan analisis data time series dengan Eviews.

(5)

2.2 Kajian Teoritis

2.2.1 Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) 1. Pengertian KSPPS

Koperasi berasal dari bahasa Inggris co-operation yang berarti usaha bersama. Dengan kata lain berarti segala pekerjaan yang dilakukan secara bersama sama (Moonti, 2016). Koperasi adalah kumpulan orang atau badan hukum yang bekerja sama atas dasar sukarela melaksanakan suatu pekerjaan guna memperbaiki taraf hidup serta kesejahteraan para anggota dan masyarakat pada umumnya (Nawawi, 2017). Menurut Muhammad Hatta (1994), koperasi didirikan sebagai persekutuan kaum lemah untuk membela keperluan hidupnya, dengan ongkos semurah murahnya pada koperasi didahulukan keperluan bersama, bukan keuntungan.

Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) adalah wujud keuangan mikro syariah. KSPPS berperan ganda dalam pelaksanaan fungsinya yaitu sebagai lembaga keuangan dan disisi lain menjalankan fungsi sosial yaitu menghimpun dana, mengelola dana, dan menyalurkan dana Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf (ZISWAF).

(Forshei, 2019) Koperasi berdasarkan prinsip syariah mulai dikenal pertama kali di Indonesia tahun 1992 dengan terbentuknya Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/ M.KUKM / IX /2015 menjelaskan bahwa dalam rangka memperluas kesempatan berusaha bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan produktif, perlu mengembangkan pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah oleh koperasi yang sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku dan prinsip syariah agar masyarakat memperoleh manfaat dan kesejahteraan yang sebesar besarnya (Nurhasanah, 2015).

2. Sejarah dan Perkembangan KSPPS

Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) sebelumnya disebut Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dan berasal dari Baitul maal wat tamwil (BMT). Baitul maal wat tamwil pada dasarnya adalah sebuah lembaga yang memiliki dua istilah,

(6)

yakni baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal berfokus pada usaha pengumpulan dana dan penyaluran dana amal, seperti zakat, infaq, dan sedekah (Mardani, 2012). sedangkan baitul tamwil merupakan usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial.

Dengan kata lain KSPPS merupakan lembaga milik baitul tamwil.

Koperasi syariah saat ini naik dan berkembang pesat, hal ini dilihat dari bertambahnya jumlah koperasi syariah yang didirikan masyarakat menengah kebawah. Koperasi selaku badan hukum badan usaha diharapkan mampu memberdayakan ekonomi masyarakat sebagai sektor riil. Umat Islam Indonesia, demikian juga umat islam di belahan dunia, mengharapkan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic economic system) untuk dapat diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan bisnis dan transaksi. Koperasi syariah selaku lembaga jasa keuangan syariah memiliki kemampuan dan juga peluang usaha signifikan dalam perubahan pemberdayaan ekonomi umat. (Nurhasanah, 2015) Serupa dengan pertumbuhan dan pengembangan ekonomi syariah secara kuat, Pada akhir tahun 2015, komisi nasional keuangan syariah telah dibentuk, sebagaimana direkomendasikan oleh master plan keuangan syariah.

Koperasi dan Kementerian Usaha Kecil dan Menengah selaku regulator di bidang perkoperasian akan membentuk struktur dan tupoksi pada Deputi Bidang Pembiayaan yang khusus menangani aspek pembiayaan Syariah (Forshei, 2019).

Ruang lingkup tugas utama dan fungsinya meliputi :

a. Aspek pendidikan ekonomi, keuangan dan koperasi syariah dan membangun koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah di berbagai daerah dan kelompok di seluruh Indonesia.

b. Aspek pengembangan serta pemberdayaan koperasi syariah baik dari ukuran, kuantitas dan kualitas, dalam bidang sosial (maal) maupun bisnis (tamwil) di koperasi.

(7)

c. Mengoptimalkan peningkatan penyaluran dan pendayagunaan zakat, infaq, sedekah dan wakaf (ziswaf) untuk pelaksanaan usaha mikro dan kecil.

d. Meningkatkan produk pembiayaan syariah melalui fatwa dan kerjasama antar lembaga keuangan syariah.

3. Dasar Hukum KSPPS

KSPPS merupakan lembaga yang lahir dari BMT, maka dasar hukum BMT diterbitkan terlebih dahulu sebelum dasar hukum KSPPS diterbitkan. Pendirian BMT di Indonesia dimulai dengan keluarnya kebijakan pemerintah yang berdasarkan UU No. 7/1992 mengenai perbankan dan PP No. 72 tentang bank perkreditan rakyat berdasarkan bagi hasil. Ketika bank bank syariah di beberapa wilayah, BMT-BMT pun ikut berkembang pesat mengikuti kebijakan pemerintah tersebut.

Kementerian koperasi mengeluarkan keputusan menteri koperasi RI No. 91/Kep/M.KUKM /IX/tahun 2004 tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha koperasi jasa keuangan syariah (KJKS). Dalam Kemenkop tersebut disebutkan, bahwa koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) adalah koperasi yang dalam kegiatan usahanya tidak hanya menjalankan usaha simpan pinjam dan investasi, tetapi melaksanakan usaha perdagangan. Kemudian dasar hukum berdirinya KSPPS yaitu dengan berdasarkan Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah telah membawa jalinan pada kewenangan Pemerintah Pusat.(Forshei, 2019) Sebagaimana yang tertulis dalam (QS. Al-Maidah[5]: 2),

Artinya: “Dan tolong - menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksaNya.”

2.2.2 Akad Pembiayaan Dalam Lembaga Keuangan Syariah 1. Pengertian Akad

Akad sebagai salah satu cara untuk memperoleh harta dalam syariat islam yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari – hari

(8)

dan merupakan cara yang diridhai Allah sebagaimana yang tertulis dalam (QS. Al-Maidah [5]: 1) menyebutkan “Hai orang orang beriman, penuhilah akad akad itu” kata akad berasal dari bahasa arab al-aqdu dalam bentuk jamak disebut al-uqud yang berarti ikatan atau simpul tali. Menurut para ulama fiqh, kata akad didefinisikan sebagai hubungan antara ijab dan qabul sesuai kehendak syariat yang menetapkan adanya pengaruh (akibat) hukum dalam objek perikatan.

Akad (ikatan, keputusan, atau penguatan) dapat diartikan sebagai kemitraan yang terbingkai dengan nilai - nilai syariah (Mardani, 2012).

Dewan syariah nasional menyebutkan dalam fatwanya No. 45/

DSN-MUI/II/ tahun 2005, mengartikan akad sebagai transaksi atau perjanjian syar’i yang menetapkan hak dan kewajiban. Undang - undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah pasal 1 angka 13 menyebutkan Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah (OJK, 2016).

Prinsip – prinsip syariah yang disebutkan dalam undang – undang perbankan syariah adalah sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu pada dasarnya merupakan prinsip hukum Islam dalam menjalankan kegiatan usaha bank syariah berlandaskan fatwa dari DSN selaku lembaga yang memiliki wewenang dalam menetapkan fatwa dibidang syariah. Dari pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa akad merupakan kesepakatan para pihak untuk berkomitmen tentang suatu perubahan hukum tertentu yang akan dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah. Akad terjadi karena adanya ijab dan kabul serta adanya kesesuaian dengan prinsip syariah.

Ijab adalah pernyataan atau penawaran pihak pertama mengenai ikatan yang diinginkan, sedangkan kabul adalah persetujuan pihak kedua untuk menerimanya (Wangsawidjaja, 2012).

(9)

2. Pengertian Pembiayaan

Undang – Undang nomor 10 tahun 1998 menyebutkan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (bphn, 1998).

Pada saat kegiatan penyaluran pembiayaan bank / lembaga keuangan syariah melakukan investasi dan pembiayaan. Disebut investasi karena bergantung pada kinerja lembaga keuangan syariah / bank dengan menentukan nisbah bagi hasil yang telah disepakati sebelumnya. disebut pembiayaan karena lembaga keuangan syariah / bank menyediakan dana untuk mendanai kebutuhan - kebutuhan anggota dan nasabah secara layak(Erlindawati, 2017).

Perbedaan utama antara kredit pada perbankan konvensional dengan pembiayaan pada perbankan yang berbasis syariah Islam dinamakan pembiayaan Syariah, adalah adanya larangnya riba (bunga) pada pembiayaan berbasis syariah. Sedangkan kredit atau pembiayaan konvensional dijalankan dengan memberi pinjaman uang (lending) kepada nasabah sebagai peminjam dan dan bank sebagai pemberi pinjaman mendapat imbalan berupa bunga yang harus dibayar oleh peminjam. Untuk menghindari penerimaan dan pembayaran bunga (riba) maka perbankan berbasis syariah menempuh cara penerapan pembiayaan (financing) berdasarkan prinsip jual beli (murabahah), berdasarkan prinsip kemitraan yaitu prinsip bagi hasil (mudharabah) dan prinsip kerjasama (musyarakah) (OJK, 2016).

3. Tujuan Pembiayaan

Memiliki dua fungsi yang berhubungan dengan pembiayaan, yaitu: (Rivai, 2010).

a) Profitability, yaitu tujuan untuk mendapatkan hasil dari pembiayaan berupa profit yang didapat atau diperoleh dari usaha yang dikelola bersama anggota.

(10)

b) Safety, keamanan atau fasilitas yang diberikan harus dapat terjamin dengan benar sehingga tujuan dari profitability dapat tercapai secara maksimal.

Ada tiga pihak / pelaku utama yang terlibat dalam setiap pemberian pembiayaan sehingga dalam pemberian pembiayaan akan mencangkup pula pemenuhan ketiga pelaku utama tersebut, yaitu:

(Rivai, 2010).

a) Lembaga keuangan syariah (sebagai mudharib atau shahibul maal) 1) Menghimpun dana anggota

2) Penyaluran pembiayaan adala usaha pokok dan terbesar hampir pada sebagian besar lembaga keuangan.

3) Menerima bagi hasil dan memberi pembiayaan sebagai sumber pendapatan terbesar

4) Sebagai salah satu produk dalam memberi layanan pada anggota 5) Ikut berkontribusi dalam pembangunan ekonomi

6) Menjadi salah satu komponen dari asset allocation approach.

b) Nasabah (sebagai mudharib atau shahibul maal)

1) Sebagai pemilik dana yang melakukan penitipan atau investasi atas dana yang dimiliki

2) Sebagai salah satu potensi untuk mengembangkan usaha 3) Dapat meningkatkan kinerja perusahaan

4) Sebagai salah satu alternatif pembiayaan c) Negara (selaku regulator)

1) Dalam operasionalnya perbankan berbasis syariah / lembaga keuangan syariah terdapat Dewan Syariah Nasional (DSN) yang mengawasi dan mengeluarkan fatwa yang berkaitan dengan kepatuhan pada aspek syariahnya.

4. Prinsip - Prinsip Pembiayaan Syariah

Lembaga keuangan syariah berfungsi sebagai perantara dalam meminjamkan uang tanpa membungakan uang tersebut.

Sebagai gantinya, pembiayaan yang dilakukan dengan dilakukan dengan cara membelikan barang yang dibutuhkan anggota, kemudian

(11)

lembaga keuangan syariah menjual kembali kepada anggota, atau dengan cara mengikutsertakan modal dalam usaha anggota. Dalam prinsip pembiayaan, terdapat dua prinsip dalam melakukan akad pada lembaga keuangan syariah (Kanindo Syariah), yaitu : (Erlindawati, 2017).

a) Prinsip jual beli

Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di mana koperasi akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat anggota sebagai agen koperasi melakukan pembelian barang atas nama koperasi, kemudian koperasi menjual barang tersebut kepada anggota dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Prinsip ini dilaksanakan karena adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan bank ditetapkan di muka dan menjadi bagian antar harga barang yang diperjualbelikan. Prinsip ini terdapat dalam produk:

1) Pembiayaan Murabahah

Murabahah secara bahasa berasal dari masdar ribhun atau keuntungan. Murabahah adalah masdar dari Rabaha Yurabihu- Murabahatan artinya memberi keuntungan. Sedangkan secara istilah, menurut imam al kasani menjelaskan murabahah adalah bentuk jual beli dengan diketahuinya harga pokok dengan adanya tambahan keuntungan tertentu (Insawan et al., 2017).

Menurut Tarek al-Diwany, murabahah adalah suatu bentuk jual beli berdasarkan kepercayaan karena pembeli harus percaya bahwa penjual akan memberitahukan harga beli yang sebenarnya.

Setelah penjual dan pembeli membicarakan mengenai harga beli yang sesungguhnya dari penjual, yaitu harga yang diperolehnya dari pemasok, baru kemudian antara penjual dan pembeli menyetujui besarnya keuntungan (profit margin) baik besarnya ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari harga beli penjual atau berdasarkan suatu jumlah tertentu yang disepakati oleh kedua belah pihak yang sifatnya tetap (Umar, 2014). Margin keuntungan

(12)

yang sifatnya tetap tersebut, maka besarnya cicilan yang harus dibayarkan oleh pihak nasabah kepada bank syariah tidak akan berubah dan juga tidak akan memberatkan nasabah. Hal inilah yang membedakan antara bank syariah dan konvensional (Rifa’i, 2017).

Murabahah merupakan salah satu produk yang paling populer digunakan oleh perbankan syariah, baik kegiatan usaha yang bersifat produktif maupun yang bersifat konsumtif.

Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli. Dalam kontrak murabahah, penjual harus memberitahukan harga produk yang di beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya (OJK, 2016).

Menurut ulama Syafi’iyah dan ulama Hanafi murabahah adalah: “Murabahah adalah jual beli yang dilakukan seseorang dengan mendasarkan pada harga beli penjual ditambah keuntungan dengan syarat harus sepengetahuan kedua belah pihak.” Menurut Wahbah al-Zuhaili murabahah sebagai jual beli yang dilakukan seseorang dengan harga awal ditambah dengan keuntungan (Afandi, 2009). Murabahah merupakan salah satu produk yang paling populer digunakan oleh perbankan syariah, baik kegiatan usaha yang bersifat produktif maupun yang bersifat konsumtif.

Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli. Pembiayaan murabahah dianggap sederhana dalam pengelolaannya karena tingkat pengembalian dari pembiayaan murabahah dapat ditentukan nilainya (Aprilianto, 2020).

Kontrak murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pesanan, yang biasa disebut murabahah kepada pemesan pembelian (Zainuddin, 2010). Berapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10% atau 20%

(13)

(Adiwarman, 2011). Murabahah adalah jual beli dimana penjual memberitahukan kepada pembeli harga modal dan margin keuntungan yang diperolehnya (Nurhasanah, 2015).

Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa murabahah adalah jual beli dengan harga dan keuntungan yang diketahui. Dalam konteks fiqh, ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi dalam akad murabahah. Menurut Wahbah Zuhaili, dalam murabahah ditetapkan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Mengetahui harga pokok dalam melakukan jual beli murabahah disyaratkan agar mengetahui harga pokok atau harga asal, karena mengetahui harga merupakan syarat sah jual beli.

2. Mengetahui keuntungan hendaknya margin keuntungan juga diketahui oleh si pembeli, Karena margin keuntungan tersebut termasuk bagian dari harga yang harus diserahkan oleh pihak pembeli kepada pihak penjual. Sedangkan mengetahui harga merupakan syarat sah jual beli.

3. Pembiayaan murabahah menghindari adanya ketidakpastian dalam melakukan usaha berdasarkan sistem profit and loss sharing.

4. Pembiayaan murabahah tidak mengizinkan lembaga keuangan syariah atau bank berbasis syariah untuk ikut campur dalam menjalankan bisnis atau usaha, karena lembaga keuangan / bank syariah bukan partner dengan nasabah tapi hubungan keduanya berdasarkan murabahah, adalah antara seorang pemberi dana dan seorang yang peminjam dana.

Secara hukum, di Indonesia telah peraturan perundang- undangan maupun dalam bentuk fatwa yang dikeluarkan oleh DSN (Dewan Syariah Nasional) Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Undang-undang pertama yang menyatakan murabahah adalah Undang- undang Nomor 10 Tahun 1998. Dalam Undang-Undang ini, murabahah dijelaskan sebagai prinsip jual beli barang dengan

(14)

mendapatkan keuntungan. Pelaksanaan murabahah dalam Undang- undang lebih diperjelas lagi dikemukakan dalam Undang - undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Dalam pasal 1 ayat 25 dijelaskan bahwa pembiayaan adalah penyediaan dana yang berupa transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah.

Penggunaan murabahah dalam Undang - undang Nomor 21 tahun 2008 lebih lanjut disebutkan dalam pasal-pasal yang menjelaskan tentang jenis dan kegiatan usaha perbankan syariah (OJK, 2016).

Berdasarkan aplikasinya, pembiayaan murabahah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (Soemitra, 2010).

1. Murabahah tanpa pesanan, adalah pembiayaan secara langsung karena barang sudah tersedia tanpa menunggu pemesanan terlebih dulu.

2. Murabahah berdasarkan pesanan adalah lembaga keuangan syariah / bank yang berbasis syariah baru bisa melakukan transaksi murabahah apabila ada pemesanan barang yang diminta anggota sehingga penyediaan barang bisa dilakukan jika ada pesanan. Pada murabahah ini, pengadaan barang sangat bergantung dari pembelian atau pemesanan barang tersebut.

b) Prinsip bagi hasil

Pembiayaan menggunakan prinsip ini berupa uang tunai sebagai modal. Jika dilihat, lembaga keuangan atau bank syariah dapat menyediakan hingga 100% dari modal yang diperlukan anggota, atau hanya sebagian saja berupa patungan antara lembaga keuangan dengan pihak pengelola usaha (mudharib). Dilihat dari sisi bagi hasilnya, ada dua jenis bagi hasil (tergantung kesepakatan), yaitu revenue sharing atau profit sharing. Sedangkan dalam hal persentase bagi hasilnya disebut dengan nisbah bagi hasil, yang dapat disepakati dengan pihak pengelola yang mendapat pembiayaan.

(15)

Prinsip bagi hasil ini di koperasi syariah terdapat dalam produk-produk pembiayaan:

1) Pembiayaan Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata dharb yang artinya memukul atau tepatnya adalah proses seseorang dalam menjalankan suatu usaha. Secara teknis mudharabah adalah sebuah akad kerjasama antar pihak dimana pihak pertama (shahib al- mal) menyediakan (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola usaha. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Abdurrahman Al-jaziri yang memberikan arti mudharabah sebagai ungkapan pemberian harta dari seseorang kepada orang lain sebagai modal usaha, yaitu keuntungan yang diperoleh akan dibagi di antara mereka berdua, dan jika rugi ditanggung oleh pemilik modal (Zainuddin, 2010).

Secara istilah, mudharabah berarti seorang malik atau pemilik modal menyerahkan modal kepada seorang amil untuk berniaga dengan modal tersebut, dimana keuntungan dibagi di antara keduanya dengan porsi bagian sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam akad. Dalam Fatawa al-Azhar disebutkan bahwa yang dimaksud dengan mudharabah adalah akad untuk berserikat dalam keuntungan di mana modal dari satu pihak yang berserikat dan pekerjaan dari pihak lain menurut syarat- syarat tersebut (Muhammad, 2005).

Dari beberapa pengertian tentang mudharabah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa mudharabah itu adalah akad di antara dua belah pihak, dimana pihak lembaga keuangan atau bank syariah menyerahkan modal sepenuhnya dan pihak lainnya memberdayakan modal tersebut untuk usaha, serta keuntungan yang diperoleh dibagi bersama dengan nisbah bagi hasil disepakati pada saat akad. Secara syariah prinsip berdasarkan pada kaidah mudharabah akan berfungsi sebagai mitra baik dengan penabung demikian juga dengan pengusaha yang

(16)

meminjam dana. Dalam operasional Bank Syariah, mudharabah merupakan salah satu bentuk akad pembiayaan yang akan diberikan kepada nasabahnya (Nuraini & Muttaqin, 2018).

Penggunaan mudharabah berdasarkan pada undang - undang yang dijelaskan dalam Undang Undang Nomor 21 Tahun 2008. Dalam pasal 1 ayat 21 dijelaskan bahwa salah satu tabungan adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah.

Selain dalam Undang - Undang, akad mudharabah ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia, yaitu PBI Nomor 7/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Kegiatan Usahanya didasari oleh Prinsip Syariah dan PBI Nomor 7/46/PBI/2005.

Tentang akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank syariah yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah (Naf’an, 2014).

Keuntungan usaha secara mudharabah, dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama bukan akibat kelalaian si pengelola. Namun, seandainya kerugian tersebut disebutkan oleh kelalaian atau kecurangan pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi. Dalam akad mudharabah untuk produk pembiayaan, juga dinamakan dengan profit sharing.

Mudharabah berakhir ketika periode yang ditetapkan dalam kontrak berakhir. Penghentian ini terjadi jika dalam akad disepakati tentang periode kontrak dalam jangka waktu tertentu.

Selain itu, mudharabah juga dapat diakhiri sewaktu – waktu oleh salah satu pihak dengan pemberitahuan kepada pihak lain.

Dengan kata lain, mudharabah akan terus berlangsung apabila belum terjadi penghentian dari salah satu pihak yang menjalankan akad mudharabah (Mardani, 2013).

Dalam sebuah kasus ketika mudharib mengalami kerugian saat menjalankan usahanya, maka kerugian dalam hal

(17)

modal ditanggung sepenuhnya oleh pihak pemberi modal, karena ia telah mendapat kerugian dari aspek pekerjaan dan tidak mendapatkan upah atau keuntungan sedikitpun. Demikian, apabila kerugian usaha itu disebabkan kelalaian mudharib, maka mudharib berkewajiban untuk ikut menanggung kerugian modal, bahkan, dalam kelalaian yang mengandung unsur kesengajaan (Nawawi, 2017).

2) Pembiayaan Musyarakah

Menurut bahasa, az-Zuhaili (2011) menyatakan syirkah adalah pencampuran dana dengan dana yang lain. Banyak ulama kemudian memakai pengertian ini untuk menyebut transaksi khusus. Sedangkan menurut istilah, Ulama fiqh memiliki pendapat yang berbeda tentang penafsiran istilah syirkah.

Menurut ulama Malikiyah, syirkah adalah kegiatan usaha secara sah dengan dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam harta mereka (Wiyono, 2005). Artinya setiap pihak memberikan izin kepada pihak yang lain untuk mengatur modal keduanya, Menurut ulama Hanabilah, syirkah adalah Penetapan hak untuk mengambil tindakan hukum atas hal - hal yang disepakati oleh dua orang atau lebih (Rijal, 2013).

Musharakah Perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha bersama. Kemudian masing - masing pihak menyediakan dana berdasarkan kesepakatan bahwa keuntungan, manfaat dan risiko dibagi sesuai dengan kesepakatan. Jenis kontrak ini disebut profit and loss sharing (Zainuddin, 2010).

Dapat disimpulkan bahwa musyarakah adalah akad kerjasama dalam suatu usaha antara dua pihak atau lebih dalam menjalankan usaha, dimana modalnya sesuai dengan kontribusi dana yang disertakan masing masing pihak dan juga sesuai kesepakatan bersama. Hasil usaha dalam syirkah akan dibagi

(18)

sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati oleh pihak - pihak yang bekerjasama (Ismail, 2011).

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 08/DSN MUI/IV/ tahun 2000 menjelaskan tentang pembiayaan musyarakah yaitu (Anshari, 2018). Disebutkan ijab dan qabul harus dibuat oleh para pihak untuk menunjukkan kesediaan mereka untuk mengadakan kontrak, dengan mengingat hal-hal berikut:

1. Penawaran dan penerimaan harus dengan jelas menyatakan tujuan kontrak

2. Penawaran akan diterima saat kontrak ditandatangani.

Ketentuan untuk pembiayaan musyarakah adalah (Adiwarman, 2011).

a. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.

b. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan, sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.

c. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad, setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut serta bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

5. Syarat Sahnya Akad Pembiayaan

Sebelum direalisasikannya pembiayaan, dibuat terlebih dahulu suatu akad dan perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban antara lembaga keuangan / bank syariah dengan anggota atau nasabah penerima fasilitas pembiayaan. Masa berlakunya suatu kontrak pada hakikatnya sama dengan masa berlakunya suatu perjanjian sebagaimana disebutkan pada pasal 1320 KUH Perdata. Untuk sahnya

(19)

suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata diperlukan 4 (empat) syarat: (Gumanti, 2012)

a. Terjadinya kesepakatan

b. Keterampilan untuk mengadakan perikatan c. Suatu hal tertentu

Pembiayaan harus dicantumkan dengan jelas tentang lain hal-hal sebagai berikut: (Adiwarman, 2011).

1) Maksimum pembiayaan yang harus diberikan oleh lembaga keuangan

2) Tujuan pemberian pembiayaan

3) Tanggal jatuh tempo pada pembiayaan

4) Kewajiban nasabah penerima fasilitas untuk melunasi biaya pokok, bagi hasil dan biaya-biaya lain yang terkait dengan pembiayaan yang dikeluarkan lembaga keuangan / bank syariah.

d. Kausa hukum yang halal 2.2.3 Pendapatan Usaha Koperasi

1. Pengertian Sisa Hasil Usaha

Kinerja lain dari koperasi adalah pendapatan satu tahun setelah penyusutan dan pengeluaran untuk tahun anggaran yang bersangkutan. Pada dasarnya, sisa hasil bisnis sesuai dengan keuntungan perusahaan lain. (Soemarno, 2008). SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan dan kewajiban lain termasuk pajak dalam satu tahun buku yang bersangkutan.Dari sudut pandang ekonomi, sisa laba usaha koperasi merupakan selisih antara total pendapatan dan total biaya atau beban untuk tahun tersebut.

Masyarakat umumnya mewakili peningkatan investasi. Untuk mencapai hal tersebut, koperasi memiliki sisa keuntungan (SHU).

Hal ini nantinya akan digunakan sebagai indikator untuk menilai keberhasilan suatu koperasi dalam menjalankan usahanya. Menurut

(20)

UU Koperasi No. 25 Tahun 1992, Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi adalah sebagai berikut:

1) SHU koperasi adalah pendapatan yang dihasilkan oleh koperasi pada tahun anggaran dikurangi penyusutan dan biaya-biaya lainnya.

2) Setelah dikurangi cadangan, SHU tersebut akan dibagikan kepada anggota sesuai dengan jasa wirausaha yang diberikan oleh masing- masing anggota koperasi dan akan digunakan untuk kepentingan pendidikan koperasi, dan kebutuhan koperasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.sesuai rapat anggota.

Sisa hasil usaha setelah dikurangi cadangan akan dibagikan kepada anggota secara proporsional dengan layanan bisnis yang diberikan oleh masing-masing anggota. Pertunjukan lain juga akan digunakan untuk tujuan pendidikan kooperatif dan untuk tujuan kooperatif lainnya, tergantung pada majelis umum. Karena penggunaan sisa hasil usaha dan besarannya masing-masing ditentukan dalam anggaran dasar koperasi, maka sisa hasil usaha perlu terus ditingkatkan agar dapat berjalan lancar sesuai dengan rencana yang ditetapkan oleh rapat anggota.

Sisa hasil usaha setiap anggota tergantung pada tingkat ekuitas dan transaksi anggota di koperasi yang ada. Dengan kata lain, semakin besar ekuitas anggota dan transaksi di koperasi, semakin besar sisa laba operasi yang diterima. Anggota dan sebaliknya.

2.Perhitungan Sisa Hasil Usaha

Menurut Soemarno (2008), sisa hasil usaha setelah dikurangi cadangan akan dibagikan kepada anggota secara proporsional dengan kinerja masing-masing anggota. Selain itu, sisa hasil usaha akan digunakan untuk kepentingan pendidikan koperasi berdasarkan rapat umum. Pembagian hasil usaha lainnya adalah: Anggota, cadangan koperasi, pengurus, pegawai, program pendidikan koperasi dan program sosial

Pembagian sisa hasil usaha diatur sesuai dengan kelebihan masing-masing anggota Menurut salah satu prinsip dasar koperasi,

(21)

pembagian SHU adalah perusahaan yang diselenggarakan untuk bukan anggota (Widiyanti dan Sunindhia, 2003). Berdasarkan Pasal 45 (1) UU 25/ tahun 1992 (Partomo, 2002), perhitungan akhir tahun yang menjelaskan tentang atribusi pendapatan koperasi dan penggunaannya terhadap biaya koperasi adalah sebagai berikut: Dapat dikonversikan. Beban + Penyusutan + Kewajiban Lain + Pajak) Rumus di atas dapat disederhanakan sebagai berikut. SHU = TR –TC

Sisa hasil usaha Merupakan total pendapatan koperasi dari seluruh biaya operasional yang dicapai pada tahun yang sama dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Oleh karena itu, sisa hasil operasional tergantung pada dua faktor: jumlah bisnis yang dihasilkan dan biaya operasional yang dikeluarkan. Dari rumus (SHU = TR -TC), ada tiga kemungkinan:

a) Jumlah keuntungan koperasi lebih besar dari jumlah biaya-biaya koperasi sehingga terdapat selisih yang dinamakan SHU positif, hal Ini berarti bahwa kontribusi anggota terhadap pendapatan koperasi melebihi kebutuhan biaya aktual koperasi. Kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada para anggotanya.

b) Jumlah keuntungan anggota koperasi lebih kecil dari jumlah biaya- biaya koperasi Oleh karena itu, ada perbedaan minus SHU. Hal ini berarti bahwa anggota koperasi berkontribusi lebih sedikit untuk biaya koperasi daripada pendapatan koperasi. Kekurangan iuran keanggotaan akan ditutupi oleh dana cadangan. Cadangan akan ditarik dari hibah SHU. Hibah ini akan digunakan untuk membangun modal dan, jika perlu, menutupi kerugian koperasi.

c) Jumlah keuntungan koperasi sama dengan jumlah biaya-biaya koperasi Artinya biaya dan pendapatan koperasi seimbang. Dalam hal ini, agar SHU menjadi positif, koperasi perlu meningkatkan kinerjanya untuk meningkatkan bottom line. Koperasi perlu bekerja dan melaksanakan kegiatannya secara efisien, baik secara internal maupun dalam alokasi sumber daya. Karena sisa kinerja koperasi berasal dari anggota dan bukan anggota, maka sisa kinerja usaha ini juga akan didistribusikan

(22)

kembali. Sisa keuntungan usaha dibagikan kepada anggota sesuai dengan kemampuan masing-masing anggota, sehingga harus dibagikan sesuai partisipasi anggota seperti modal, transaksi, dan usaha koperasi lainnya.

2.3 Kerangka Berpikir

Secara definisi kerangka berpikir merupakan unsur-unsur pokok dalam penelitian ini dimana konsep teoritis akan merubah keadaan definisi operasional yang dapat menggambarkan rangkaian variabel yang akan diteliti. Maka secara ringkas kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir

Keterangan :

: hubungan parsial : hubungan simultan

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, dapat disimpulkan bahwa pembiaayan murabahah, pembiayaan mudharabah, dan pembiaayan musyarakah berpengaruh terhadap pendapatan usaha.

Pembiayaan Murabahah (X1)

Pembiayaan Mudharabah

(X2)

Pembiayaan Musyarakah (X3)

Sisa Hasil Usaha (SHU)

(Y)

(23)

2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data, jadi hipotesis juga dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik (Sugiyono,2002).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Terdapat pengaruh positif signifikan antara pembiayaan murabahah terhadap sisa hasil usaha di koperasi.

H2 : Terdapat pengaruh positif signifikan antara pembiayaan mudharabah terhadap sisa hasil usaha di koperasi.

H3 : Terdapat pengaruh positif signifikan antara pembiayaan musyarakah terhadap sisa hasil usaha di koperasi.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa dengan menerapkan metode pembelajaran edutainment dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran

Sistem yang melayani area sangat terkontaminasi, seperti ruang otopsi dan ruang isolasi pasien menular atau immunocompromise, tekanan udara positif atau negatif harus

Komposit adalah bahan padat yang dihasilkan melalui kombinasi dari dua atau lebih bahan yang berlainan dengan sifat-sifat yang lebih baik dan tidak dapat

Jika pesan peringatan tetap ditampilkan, jenis media mungkin tidak terdeteksi oleh sensor gerak maju media, sehingga Anda harus menonaktifkan sensor tersebut (pada jendela

Pengelolaan limbah di dalam kawasan Jakabaring Sport City harus dilandaskan pada Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor: 808/KPTS/DLHP/2017 tentang Izin

Pada tahap ini dilakukan pemumian isobutvlene dari campuran bahan baku yang tidak beraksi, impuritas dan air. Campuran keluar dari reaktor berupa fase cair, yang kemudian

Material Requirement Planning (MRP) dan menentukan penjadwalan produksi dengan metode Dannenbring agar tidak terjadi keterlambatan pengiriman produk kepada konsumen..

Dengan demikian, pemain baru dengan modal kecil akan dapat masuk ke dalam bisnis ini dengan menjadi sub-agen, membeli waralaba dari usaha tour and travel besar atau