• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA MADYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA MADYA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA MADYA

OLEH

NOVIOLITA DONARATU 802014007

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

2018

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Noviolita Donaratu

NIM : 802014007

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royality free right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA MADYA

Dengan hak bebas royality non-exclusive ini, UKSW berhak menyimpan mengalihmeia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga Pada Tanggal : 17 April 2018

Yang menyatakan :

Noviolita Donaratu Mengetahui,

Pembimbing

Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertandatangan ini :

Nama : Noviolita Donaratu

NIM : 802014007

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA MADYA

Yang dibimbing oleh :

Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 17 April 2018 Yang memberi pernyataan

Noviolita Donaratu

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA MADYA

Oleh

Noviolita Donaratu 802014007

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui Pada Tanggal : 23 April 2018 Oleh :

Pembimbing

Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi Diketahui oleh,

Kaprogdi

Ratriana Y. E. Kusumiati, M.Psi., Psi

Disahkan oleh, Dekan

Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

2018

(7)

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA MADYA

Noviolita Donaratu Enjang Wahyuningrum

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

2018

(8)

i Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola asuh demokratis dengan sibling rivalry pada remaja madya di SMA Laboratorium Kristen Satya Wacana Salatiga tahun 2018. Partisipan yang diambil berdasarkan karakteristik subjek diantaranya remaja tengah yang berusia 15-18 tahun, memiliki saudara kandung, dan masih tinggal dengan orang tua. Peneliti mengambil sampel di kelas XI IPS 1 dan 2. Penelitian ini menggunakan Cross Sectional dengan teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 60 responden di SMA Laboratorium Kristen Satya Wacana Salatiga mengalami sibling rivalry tinggi 11,8%, sibling rivalry cukup 76,4%, dan sibling rivalry rendah 11,8%. Terdapat pola asuh demokratis tinggi 20%, pola asuh demokratis cukup 63,3%, dan pola asuh demokratis rendah 16,7%. Hipotesis (H1) diterima berarti ada hubungan negatif signifikan antara pola asuh demokratis dengan sibling rivalry pada remaja madya.

Dengan kekuatan korelasi -0,497 yang menyatakan sedang.

Kata Kunci: Pola Asuh Demokratis, Sibling Rivalry, Remaja Madya.

(9)

ii Abstract

The purpose of this study was determine the relationship between democratic parenting with sibling rivary in middle adolescents in high school laboratory Kristen Satya Wacana salatiga year 2018. Participants who were taken based on the characteristics of the subject among middle adolescents aged 15-18 years, have siblings, and still live with parents. Reseachers took samples in classes in class XI IPS 1 and 2. This research use cross sampling technique using purposive sampling. The results showed that of respondents in high school Christian laboratory Satya Wacana Salatiga sibling rivalry 11.8%, sibling rivalry 76.4%, and sibling rivalry low 11.8%. there is a high democratic parenting 20%, fairly democratic parenting pattern of 63.3%, and low democratic parenting 16.7%. the hypothesis (H1) received means that there is a significant negative relationship between democratic parenting with sibling rivalry in middle adolescents. With correlation power of -0.497 which sates is.

Keywords: Authoritative Parenting, Sibling Rivalry, and Middle Teens.

(10)

1

PENDAHULUAN

Masa Remaja adalah peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan pada semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa (Rumini & Sundari, 2004). Pembagian masa remaja dalam batasan usia berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12 – 15 tahun, masa remaja madya usia 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir ada pada usia 18 – 21 tahun (Monks, dkk, 2001). Masa remaja adalah usia dimana individu dapat berintegrasi dengan masyarakat, sebuah masa peralihan kanak-kanak menuju fase dewasa (Piaget, 2004). Psikologi remaja merupakan satu dari cabang-cabang psikologi yang khusus membahas fase remaja manusia.

Perkembangan psikologi anak menentukan kesiapan mental dalam fase berikut yaitu remaja dan dewasa. Sibling rivalry bisa berlangsung dari usia anak- anak sampai remaja bahkan dewasa (Dwiputri, 2010). Hubungan anak dengan saudaranya dalam sebuah keluarga disebut sebagai sibling relationship. Sibling relationship dimulai sejak lahirnya seorang bayi sebagai adik di dalam keluarga (Hembree, 1997). Tipe sibling relationship yang hampir semua keluarga alami adalah sibling rivalry. Sibling rivalry adalah rasa persaingan akibat kelahiran adiknya sehingga menimbulkan kompetensi untuk mendapatkan perhatian dari kedua orangtuanya (Sulistyawati, 2009).

Sibling rivalry merupakan salah satu masalah perkembangan psikologi yang sering terjadi di keluarga yang memiliki 2 anak atau lebih dengan jarak usia antara 1-3 tahun, dan muncul pada usia 3-5 tahun kemudian muncul kembali pada usia 8-12 tahun (Woolfson, 2004). Jika tingkat konflik antar saudara kandung pada masa remaja sangat tinggi (Buhrmester & Furman dalam Santrock, 2003)

(11)

2

maka akan membuat mereka terus merasa bersaing hingga menimbulkan rasa benci saat mereka beranjak dewasa (Priatna & Yulia, 2006).

Persaingan antar saudara merupakan hal wajar pada anak yang sedang menyesuaikan dengan kondisi baru, biasanya persaingan muncul ketika ada kelahiran anak kedua, dan anak yang pertama belum mempersiapkan diri terlebih dahulu bahwa dia akan memiliki adik (Susilowati, 2006). Hal ini terjadi karena anak pertama selalu mendapat kasih sayang dan perhatian penuh dari orang tuanya, tetapi sejak kehadiran saudara baru perhatian dan waktu orang tua akan lebih banyak tersita oleh anak kedua dan bisa dipastikan dengan perubahan itu, anak sulung merasa iri dan tersaingi (Priatna & Yulia, 2006). Di Indonesia sendiri, sibling rivalry termasuk alasan yang paling sering mendasari individu melakukan sesuatu diluar dugaan terhadap keluarganya sendiri (Gultom, 2010).

Rasa iri dan tersaingi biasanya akan menimbulkan suatu pertengkaran.

Namun, pertengkaran yang terjadi bukan menyebabkan hal negatif saja tetapi memberikan hal yang positif bagi anak karena dengan adanya pertengkaran akan membuat anak belajar untuk bernegoisasi, berkompromi, dan menyelesaikan konflik dengan saudara kandungnya, namun tidak semua anak siap untuk bersaing dengan saudara kandungnya (Steinberg dalam Binotiana, 2008).

Sibling rivalry timbul karena adanya faktor sikap dan pola asuh orang tua terhadap anak. Hal tersebut dapat timbul karena adanya jarak kelahiran yang terlalu dekat, urutan kelahiran dalam keluarga, jenis kelamin saudara kandung yang utama dengan jenis kelamin saudara lainnya yang sama, dan jumlah saudara kandung (Sulistyawati, 2009). Dampak yang paling nyata akibat sibling rivalry bagi remaja dalah rasa minder atau rendah diri jika berhadapan dengan orang lain.

(12)

3

Selain rendah diri, dampak lain yang bisa ditimbulkan akibat sibling rivalry antara lain introvert, merasa diabaikan, labil, merasa tidak nyaman, mudah stress, serta kurang sensitive terhadap lingkungan (Gultom, 2011).

Hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai sibling rivalry dalam keluarga, seperti sebuah penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester dan Furman (1985) membuktikan bahwa terdapat empat dimensi hubungan saudara kandung yang saling berkorelasi yaitu warmth, relative power, conflict dan rivalry, dimana persepsi dari pemberian perhatian orang tua bisa mendorong perasaan antagonis dan dapat menimbulkan konflik antara saudara kandung.

Pola asuh merupakan cara orang tua membesarkan anak dengan kebutuhan anak, memberi perlindungan, mendidik anak, serta mempengaruhi tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari (Baumrind dalam Berk, 1994). Orang tua yang salah menerapkan pola asuh akan membawa akibat buruk bagi perkembangan jiwa anak. Pola asuh orang tua, pada dasarnya ada 3 macam, yaitu pola asuh demokratis, otoriter dan permisif (Baumrind dalam Santrock, 2007). Di antara ketiga itu, orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan ciri- ciri adanya kesempatan remaja untuk berpendapat mengapa ia melanggar peraturan sebelum hukuman dijatuhkan, hukuman diberikan kepada perilaku salah, dan memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar (Papalia, Olds & Feldman, 2008).

Hasil penelitian mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan reaksi sibling rivalry di Kelurahan Tlogomas, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang yang telah dilakukan oleh Vinsensia, dkk (2017) mengungkapkan bahwa sebagian besar orang tua menerapkan pola asuh demokratis sejumlah 25 orang (89,29%),

(13)

4

sedangkan hanya sedikit orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter sejumlah 1 orang (3,57%), dan pola asuh permisif sejumlah 2 orang (7,14%). Dari penerapan pola asuh demokratis yang berjumlah 25 orang, ditemukan 18 orang anak yang tidak menunjukkan reaksi sibling rivalry, sedangkan 7 orang diantaranya menunjukkan reaksi sibling rivalry dalam kategori ringan.

Hasil penelitian mengenai hubungan pola asuh demokratis dengan sibling rivalry dalam mengemukakan pendapat anak yang telah dilakukan oleh Vitasari (2012), dengan nilai koefisien korelasi product moment 0,397 dan koefisien determinasi 15,8% menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan pola asuh demokratis dengan terjadinya sibling rivalry.

Berdasarkan yang telah dikemukakan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti “Apakah ada hubungan negatif antara pola asuh demokratis dengan sibling rivalry pada remaja tengah?”.

A. Sibling Rivalry

1. Pengertian Sibling Rivalry

Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan dan pertengkaran antara saudara laki-laki dan saudara perempuan, hal ini terjadi pada semua orang tua yang mempunyai dua anak atau lebih (Lusa, 2010). Sibling rivalry adalah konflik hubungan antar saudara yang terjadi karena keterlibatan keluarga khususnya orang tua. Keterlibatan orang tua didalam sebuah hubungan persaudaraan dapat memicu timbulnya konflik pada saat anak menganggap ada ketidakadilan yang ada pada keterlibatan orang tuanya (Furman dan Buhrmester, 1985). Sibling rivalry biasanya muncul ketika selisih usia saudara kandung terlalu dekat, karena kehadiran adik dianggap

(14)

5

menyita waktu dan perhatian terlalu banyak orang tua (Setiawati, 2008).

Sibling Rivalry terjadi karena adanya perbedaan reaksi dari orang-orang yang berada disekelilingnya, termasuk reaksi ayah dan ibunya. Sikap demikian menumbuhkan rasa iri hati dan permusuhan yang akan mempengaruhi hubungan antara saudara kandung yang negatif yaitu dengan munculnya berbagai pertentangan antar saudara kandung (Hariyanti, 2016).

2. Aspek-aspek Sibling Rivalry

Dalam penelitian Buhrmester dan Furman (1985), terdapat beberapa aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini, yakni:

a. Aspek kecemburuan (jealousy)

adalah ketidaksukaan yang timbul karena adanya persaingan terhadap saudara kandungnya.

b. Aspek agresifitas (aggression)

adalah kekesalan, kemarahan, dan kebencian terhadap saudara kandungnya secara verbal maupun fisik.

c. Aspek prososial anak (affection)

adalah perilaku saling membantu dan menunjukkan kasih sayang kepada saudara kandungnya.

d. Aspek persahabatan.

Adalah perilaku anak yang menyukai keberadaan saudara kandungnya, menaruh rasa percaya dan tertarik, serta dapat bermain bersama

Aspek-aspek diatas dikembangkan oleh Hembree (1997) dalam skala Sibling Relationships Questionaire yang dijadikan sebagai acuan alat ukur dalam penelitian ini.

(15)

6

3. Faktor-faktor yang memengaruhi Sibling Rivalry

Faktor penyebab yang utama adalah sikap orang tua yakni semakin sering sikap dan perlakuan pembanding dilakukan orang tua maka lebih mungkin anak menjadi sering bertengkar, bermusuhan, dan kesulitan dalam penyesuaian sosial (Berk, 2005). Pemberian perlakuan pembandingan antara anak satu dengan yang lain yang diberikan oleh orang tua akan menyebabkan anak merasa tidak dihargai yang dapat menyebabkan perasaan iri yang memicu timbulnya konflik karena kedekatan dan sikap orang tua pada anak yang tidak adil dan seimbang antara anak satu dengan yang lainnya dapat menyebabkan konflik antar saudara.

Faktor kedua adalah urutan posisi. Anak yang lebih muda usianya kadang mengidolakan saudara yang lebih tua/kakaknya dan akhirnya sering terjadi persaingan dan anak yang lebih besar usianya sering merasa iri karena perhatian yang diberikan pada saudara kandung yang lebih kecil (Potter &

Perry, 2005).

Faktor jenis kelamin menjadi faktor ketiga yang mempengaruhi sibling rivalry. Faktor jenis kelamin dapat menimbulkan reaksi pada sibling rivalry terutama anak dengan jenis kelamin yang sama (Anderson, 2006). Dengan jenis kelamin anak yang sama akan memberikan sebuah persepsi pada anak bahwa tidak ada perbedaan diantara anak satu dengan lainnya yang menjadi alasan orang tua memberikan perbedaan perlakuan.

Selain faktor jenis kelamin, adapula faktor perbedaan usia yang mempengaruhi sibling rivalry karena tata cara anak bereaksi terhadap saudaranya sangatlah nampak. Sibling rivalry yang paling menonjol terjadi

(16)

7

pada jarak usia 2-4 tahun karena jarak usia tersebut anak sama-sama menuntut mendapatkan perhatian (Woolfson, 2004). Pada saat orang tua tidak dapat membagi rata secara adil perhatian kepada anak, maka pada saat itu tuntutan perhatian yang sama memicu terjadinya sibling rivalry.

B. Pola Asuh Demokratis

1. Pengertian Pola Asuh Demokratis

Pola asuh adalah cara orang tua membesarkan anak dengan memenuhi kebutuhan anak, memberi perlindungan, mendidik anak, serta mempengaruhi tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari (Baumrind, 1975). Pola asuh adalah suatu gaya mendidik yang dilakukan oleh orang tua untuk membimbing dan mendidik anak-anaknya dalam proses interaksi yang bertujuan memperoleh suatu perilaku yang diinginkan (Gunarsa, 2007).

Pola asuh demokratis adalah gaya pengasuhan yang memprioritaskan kepentingan remaja akan tetapi tidak ragu-ragu dalam mengendalikan remaja.

Orang tua dengan pola asuh ini memiliki sikap rasional, selalu mendasari tindakan berdasarkan pemikiran yang dimiliki. Orang tua yang demokratis memandang hak dan kewajiban yang dimiliki oleh remaja ataupun orang tua adalah sama, bersikap rasional dan selalu mendasari tindakannya pada rasio pemikiran (Baumrind dalam Santrock, 2007). Salah satu cara yang digunakan orang tua untuk menanamkan kedisiplinan dalam penggunaan waktu adalah melalui pola asuh demokratis. Pola asuh demokratis yaitu pola asuh yang mendorong anak agar mampu mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan anak.

(17)

8

Ketika menghadapi berbagai permasalahan didalam keluarga, kondisi orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis ini cenderung melakukan musyawarah verbal (tatap muka) dan orang tua biasanya menunjukkan kehangatan dan kasih sayang kepada anak. Biasanya anak yang diasuh dengan pola asuh demokratis mempunyai kompetensi sosial yang tinggi, percaya diri, dan bertanggung jawab secara sosial (Santrock, 2002).

2. Faktor-faktor yang memengaruhi Pola Asuh Demokratis

Faktor-faktor yang memengaruhi pola asuh demokratis (Mussen, 1994), yakni :

a. Faktor nilai yang dianut orang tua, yaitu nilai budaya mengenai cara terbaik melakukan anak, secara demokratis, otoriter, amupun realistis akan mempengaruhi sikap orang tua dan cara mereka memperlakukan anak mereka sendiri.

b. Faktor kepribadian, adalah cara anak bereaksi terhadap orang tua dimana hal tersebut mempengaruhi sikap orang tua terhadapnya.

c. Faktor pendidikan orang tua, apabila orang tua berpendidikan tinggi umumnya akan memiliki banyak pengetahuan maupun pendidikan tentang cara mengasuh anak yang sesuai dengan kebutuhannya.

3. Aspek-aspek Pola Asuh Demokratis

Adapun aspek-aspek dalam Pola Asuh Demokratis (Baumrind, 1991), diantaranya :

a. Kasih sayang, yakni penuh kehangatan, cinta, perawatan dan perasaan kasih serta keterlibatan yang meliputi penghargaan dan pujian orang tua terhadap persepsi anak.

(18)

9

b. Kontrol orang tua, merupakan usaha mempengaruhi aktivitas anak secara seimbang untuk mencapai tujuan, sehingga tidak menimbulkan ketergantungan pada anak, menjadikan anak bertanggung jawab, serta ditaatinya aturan orang tua dengan penuh kesadaran.

c. Komunikasi, terjalinnya komunikasi yang baik antara anak dan orang tua, yaitu orang tua yang selalu menanyakan bagaimana pendapat dan perasaan anak bila mempunyai persoalan yang harus dipecahkan.

d. Tuntutan kedewasaan, merupakan kegiatan memberi pengertian kepada anak untuk mencapai suatu tingkat kemampuan baik secara intelektual, sosial dan emosional dengan selalu memberikan kesempatan kepada anak untuk berdiskusi dengan orangtuanya.

C. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini, yakni :

H1 : Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan sibling rivalry pada remaja madya.

H0 : Tidak terdapat hubungan negatif yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan sibling rivlary pada remaja madya.

METODE PENELITIAN 1. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah :

Variabel Independent (bebas) : Pola Asuh Demokratis Variabel Dependent (tergantung) : Sibling Rivalry

(19)

10

2. Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis adalah gaya pengasuhan yang memprioritaskan kepentingan remaja akan tetapi tidak ragu-ragu dalam mengendalikan remaja. Pengukuran pola asuh yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan aspek pola asuh demokratis dari Baumrind (1991), yakni kasih sayang, kontrol orang tua, komunikasi dan tuntutan kedewasaan.

b. Sibling Rivalry

Sibling Rivalry adalah persaingan yang terjadi diantara saudara kandung yang diakibatkan oleh ketakutan akan kehilangan kasih sayang dari orang tua atau memiliki perasaan cemburu karena kasih sayang orang tua terbagi ke anak yang lain dan menimbulkan respon yang ditunjukan oleh anak dengan mengeluarkan kemarahan, persaingan serta tindakan agresif dan juga dapat berdampak positif seperti perilaku saling menyayangi serta membangun persahabatan. Pengukuran sibling rivalry yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala yang dikembangkan oleh Hembree (1997) yaitu Sibling Relationships Questionaire.

3. Karakteristik Subjek

Adapun kriteria subjek yang diperlukan dalam penelitian ini, yakni:

a. Remaja madya usia 15 – 18 tahun.

b. Memiliki saudara kandung.

(20)

11

c. Jarak usia saudara kandung dengan rentang umur maksimal 1-4 tahun.

d. Tinggal dengan orang tua

4. Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini diambil di SMA Laboratorium Kristen Satya Wacana Salatiga. Peneliti mengambil sampel di kelas XI IPS 1 dan 2.

Partisipan dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling dengan karakteristik sampel yaitu remaja tengah dengan umur 15-18 tahun yang memiliki saudara kandung.

Partisipan diminta untuk mengisi skala psikologi yang terdiri dari dua skala yaitu pertama angket Pola Asuh Demokratis dan yang kedua angket Sibling Relationship Questionaire. Proses pengambilan data dilakukan pada hari Jumat tanggal 16 Maret 2018. Waktu dalam pengambilan data tergolong cepat dikarenakan pihak sekolah beserta anak kelas XII akan mengikuti ujian pada hari Senin sampai awal bulan April.

5. Teknik Pengambilan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan pada penelitian adalah kuesioner. Kuesioner yang akan digunakan ada dua, yaitu Pola Asuh Demokratis dari Baumrind (1991) dan Sibling Relationship Questionnaire (SRQ) yang telah dikembangkan oleh Hembree (1997). Kuesioner pertama adalah pola asuh dimana fokus penelitian ini menggunakan Cross Sectional dengan teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling.

Sehingga, penelitian ini memilih untuk menggunakan metode Alpha

(21)

12

Cronbach. Kuesioner yang kedua adalah Sibling Relationship Questionaire yang akan diberikan kepada orang tua untuk menilai hubungan persaudaraan anak dilingkungan keluarganya. Sibling Relationship Questionnaire diadaptasi dari Buhrmester dan Furman (1985) yang ditulis oleh Hembree (1997).

6. Analisis Data

Dalam pembuatan alat ukur ini, tahapan seleksi aitem dapat dilakukan dengan melihat besarnya koefisien korelasi aitem menggunakan metode analisa Bivariate Pearson (Product Moment Pearson). Dari koefisien korelasi ini dapat diketahui aitem manakah yang tidak memiliki hubungan yang erat dengan variabel yang dipilih. Berdasarkan kriterianya, dikatakan bahwa aitem yang baik adalah aitem yang memiliki koefisien korelasi diatas 0,254 (N=60 dengan α=5%) (Ghozali 2006).

Data yang sudah terkumpul kemudian dihitung menggunakan aplikasi statistik SPSS versi 22 untuk melakukan perhitungan validitas dan reliabilitas, uji normalitas, uji linieritas, uji hipotesis, dan uji korelasi. Pada perhitungan uji korelasi digunakan perhitungan uji korelasi Pearson untuk mengetahui apakah ada atau tidaknya hubungan negatif antara pola asuh demokratis dengan sibling rivalry pada remaja madya.

(22)

13

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebagai langkah pertama dalam pengolahan data pada penelitian ini, peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas. Dari uji validitas dan reliabilitas diperoleh data sebagai berikut :

a. Pola Asuh Demokratis

Pada tabel dibawah ini diperoleh data bahwa duabelas item pernyataan untuk skala pola asuh demokratis adalah valid dan reliabel dengan nilai skor cronbach’s alpha sebesar 0,850. Tabel validitas (Lampiran).

Tabel 1 Uji Reliabilitas

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

,850 ,849 12

b. Sibling Rivalry

Pada tabel dibawah ini diperoleh data bahwa duabelas item pernyataan untuk skala pola asuh demokratis adalah valid dan reliabel dengan nilai skor cronbach’s alpha sebesar 0,882. Tabel validitas (Lampiran).

Tabel 2 Uji Reliabilitas

Cronbach’s Alpha

Cronbach’s Alpha Based on

Standardized Items N of Items

,868 ,882 25

(23)

14

B. Uji Asumsi

Tahap selanjutnya yang dilakukan setelah uji validitas dan reliabilitas adalah uji asumsi, yaitu uji normalitas. Dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas menggunakan metode P-Plots. Metode P-Plots adalah salah satu cara uji normalitas Probability Plot dalam model regresi dalam SPSS, cara ini menjadi salah satu alternatif yang cukup efektif digunakan untuk mengetahui apakah sebuah data dapat dikatakan berdistribusi normal atau tidak.

Tabel 3

Uji Normalitas dengan Metode P-Plots

(24)

15

Dari grafik di atas telah menunjukkan bahwa data dikatakan normal apabila titik-titik yang terlihat pada grafik menyebar disekitar garis diagonal dan titik-titik tersebut mengikuti arah garis diagonal.

C. Uji liniearitas

Tahap selanjutnya setelah uji normalitas adalah uji liniearitas untuk mengetahui apakah ada data yang diperoleh linier atau tidak.

Dari tabel di bawah ini diketahui bahwa nilai signifikansi dari Deviation of Linearity adalah 0,164. Besarnya signifikansi tersebut >0,05 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa distribusi data skala Pola Asuh Demokratis dan Sibling Relationship Questionaire adalah linear

Tabel 4 Uji Liniearitas

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

TOTAL_P AD * TOTAL_S R

Between Groups

(Combined) 1064,971 28 38,035 2,204 ,017 Linearity 394,895 1 394,895 22,883 ,000 Deviation

from Linearity

670,076 27 24,818 1,438 ,164

Within Groups 534,962 31 17,257

Total 1599,933 59

D. Analisis Deskriptif

a. Skala Pola Asuh Demokratis (PAD)

Dari analisis deskriptif skala Pola Asuh Demokratis, maka dapat di hitung rentang atau interval dengan kategori baik, cukup, dan kurang.

(25)

16

Rumus yang digunakan untuk menghitung ketiga kategori adalah sebagai berikut:

Mean (PAD) : 37,6 Standar Deviasi : 5,2

*ket: perhitungan mean dan standar deviasi menggunakan IBM SPSS Statistics 22 for window.

Baik : x > M + SD

Cukup :M – SD ≤ x ≤ M + SD Kurang : x < M – SD

Dari tabel kategorisasi pola asuh demokratis dibawah ini menunjukkan bahwa ada 20% termasuk dalam kategori tinggi, 63,3%

termasuk dalam kategori cukup, dan 16,7% termasuk dalam kategori yang rendah.

Kategorisasi Pola Asuh Demokratis

No Interval Kategori F %

1 x > 42,8 Tinggi 12 20%

2 32,4 ≤ x ≤ 42,8 Cukup 38 63,3%

3 x < 32,4 Rendah 10 16,7%

Total 60 100%

Berikut ini adalah gambaran tabel sebaran aitem berdasarkan aspek skala Pola Asuh Demokratis :

(26)

17

Tabel 6

Sebaran Item Pola Asuh Demokratis

No Aspek Favourable Total

1 Kontrol Orang Tua 1,2 2

2 Kemandirian Anak 3,4,5 3

3 Komunikasi Dua Arah 6,7,8,9 4

4 Kasih Sayang 10,11,12 3

Total 12 butir 12 butir

b. Skala Sibling Rivalry

Dari analisis deskriptif skala Pola Asuh Demokratis, maka dapat di hitung rentang atau interval dengan kategori baik, cukup, dan kurang.

Rumus yang digunakan untuk menghitung ketiga kategori adalah sebagai berikut :

Mean (PAD) : 54,6 Standar Deviasi : 9,9

*ket: perhitungan mean dan standar deviasi menggunakan IBM SPSS Statistics 22 for window.

Baik : x > M + SD

Cukup :M – SD ≤ x ≤ M + SD Kurang : x < M – SD

Dari tabel kategorisasi sibling rivalry dibawah ini menunjukkan bahwa ada 11,8% termasuk dalam kategori tinggi, 76,4% termasuk dalam kategori cukup, dan 11,8% termasuk dalam kategori yang rendah.

(27)

18

Tabel 7

Kategorisasi Sibling Rivalry

No Interval Kategori F %

1 x > 64,5 Tinggi 7 11,8%

2 44,7 ≤ x ≤ 64,5 Cukup 46 76,4%

3 x < 44,7 Rendah 7 11,8%

Total 60 100%

Berikut ini adalah gambaran tabel sebaran aitem berdasarkan aspek pada Sibling Relationship Questionaire :

Tabel 8

Sebaran Item Sibling Rivalry

No Aspek Favourable Unfavourable Total

1 Kecemburuan 1 - 1

2 Agresifitas 2,3,4 - 3

3 Prososial - 5,6,7,8,9,10,11 7

4

Persahabatan 21, 22,24,25

12, 13,14,15, 16,17,18,19, 20,23

14

Total 8 butir 17 butir 25 butir

E. Analisis Data

Tahap selanjutnya adalah uji korelasi, di mana tahap ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara pola asuh demokratis dengan sibling rivalry pada remaja tengah, seperti yang digambarkan pada tabel di bawah ini :

(28)

19

Tabel 9 Uji Korelasi

TOTAL_PAD TOTAL_SR

TOTAL_PAD Pearson Correlation 1 -,497**

Sig. (1-tailed) ,000

N 60 60

TOTAL_SR Pearson Correlation -,497** 1

Sig. (1-tailed) ,000

N 60 60

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Hasil analisis pada tabel diatas menunjukkan bahwa nilai pearson correlation pola asuh demokratis dengan sibling rivalry pada remaja tengah sebesar -0,497 (p < 0,05) yang berarti bahwa ada hubungan negatif antara pola asuh demokratis dengan sibling rivalry pada remaja tengah.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis uji korelasi diperoleh nilai pearson correlation pola asuh demokratis dengan sibling rivalry pada remaja tengah sebesar -0,497 (p

< 0,05) yang berarti bahwa ada hubungan negatif antara pola asuh demokratis dengan sibling rivalry pada remaja tengah. Apabila pola asuh demokratis tinggi maka sibling rivalry negatif yang berarti tidak ada kejadian sibling rivalry dalam keluarga, dan jika pola asuh demokratis rendah maka sibling rivalry positif yang berarti ada kejadian sibling rivalry pada keluarga. Korelasi negatif menunjukkan semakin tinggi nilai suatu variabel, semakin rendah nilai variabel lain. Maka, hipotesis (H1) yang diajukan diterima, yaitu terdapat hubungan negatif antara pola asuh demokratis dengan sibling rivalry pada remaja tengah.

(29)

20

Perilaku sibling rivalry yang dimunculkan dalam beberapa aspek dalam Sibling Relationship Questionaire merupakan kumpulan dari pengalaman yang telah didapat antar saudara kandung. Sama halnya dengan penelitian ini bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi tingkat kejadian sibling rivalry dalam keluarga diantaranya faktor penerapan pola asuh. Hal tersebut sesuai dengan teori dari penerapan pola asuh yang menyatakan bahwa orang tua yang dapat memberi kesempatan remaja untuk berpendapat mengapa ia melanggar peraturan sebelum hukuman dijatuhkan, dan hukuman berlaku hanya pada perilaku yang salah dan memberi pujian atau hadiah kepada perilaku yang benar, maka dengan ini dapat meminimalisirkan kejadian sibling rivalry antara saudara kandung (Papalia, Olds,

& Feldman, 2008).

Hal ini sejalan dengan teori pola asuh demokratis yang dikemukakan oleh Baumrind yang menyatakan bahwa gaya pengasuhan yang memprioritaskan kepentingan remaja akan tetapi tidak ragu-ragu dalam mengendalikan remaja (Baumrind, 1991). Karena usia remaja yang digunakan dalam penelitian ini berkisar dari usia 15-18 tahun cenderung masih mengikuti arahan dari orang tua, maka penting bagi orang tua untuk dapat memilih pola asuh yang sesuai dengan perkembangan anak. Hal ini juga dapat dilihat dari aspek-aspek pola asuh demokratis yaitu kasih sayang, kontrol orang tua, komunikasi dan tuntutan kedewasaan. Besar persentase pola asuh demokratis berdasarkan analisa data tersebut, diketahui bahwa variabel pertama tergolong positif dikarnakan pola asuh demokratis dapat menstabilkan kejadian sibling rivary.

Kategorisasi variabel pola asuh demokratis menghasilkan bahwa ada 20%

termasuk dalam kategori tinggi, 63,3% termasuk dalam kategori cukup, dan

(30)

21

16,7% termasuk dalam kategori yang rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vinsensia, dkk (2017), bahwa sebagian besar orang tua lebih banyak menerapkan pola asuh demokratis daripada pola asuh otoriter dan permisif. Tinggi rendahnya kejadian sibling rivalry tergantung penerapan pola asuh orang tua dirumah. Banyak orang tua yang salah mendidik anak dengan menerapkan pola asuh yang terlalu ketat alhasil dampaknya bisa langsung terlihat pada anak apalagi kejadian sibling rivalry ini muncul ketika salah satu anak merasa iri terhadap saudara kandungnya (Priatna & Yulia, 2006).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang sudah diuraikan diatas, maka kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut :

1) Ada korelasi signifikan negatif antara Pola Asuh Demokratis dengan Sibling Rivalry pada remaja madya.

2)

Rata-rata pola asuh demokratis dan sibling rivalry dalam penelitian ini tergolong cukup

.

3)

Sumbangan efektif pola asuh demokratis terhadap sibling rivalry sebesar 16 %. Artinya masih ada 84% faktor lain yang dapat memengaruhi sibling rivalry selain pola asuh demokratis diantaranya adalah urutan posisi, jenis kelamin, dan perbedaan usia.

SARAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang sudah diuraikan diatas, maka saran yang didapat adalah sebagai berikut :

(31)

22

1) Bagi Orang Tua

Orang tua diharapkan agar dapat mempertahankan pemberian pola asuh demokratis kepada anak, karena pola asuh demokratis dapat meminimalkan kejadian sibling rivalry terutama pada remaja madya.

2) Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini hanya memfokuskan pada lingkungan sekolah dan dilakukan di salah satu sekolah SMA di Salatiga, sehingga diharapkan ada penelitian lanjutan di sekolah yang berbeda atau lingkungan lain diluar sekolah agar subjek lebih bervariasi.

(32)

23

DAFTAR PUSTAKA

Baumrind, D. (1996). Effect of Authoritative Parental Control on Child Behaviour. Child Development.

.__________. (1975). Early Socialization and Dicipline. New York: General Learning Press.

Berk, L. E. (2005). Infants, Children, and Adolescence (5 ed). America: Pearson Education inc.

Binotiana. (2008). Gambaran Sibling Rivalry berdasarkan Manifestasi dan Tipe Sibling pada Anak ADHD dan Saudara Kandungnya di Usia Kanak-kanak Pertengahan. Jurnal FPSI UI.

Dwiputri. (2010). Kelahiran Adik.

http://lifestyle.kompas.com/read/2010/12/20/08115150/Kelahiran.Adik diakses pada tanggal 21 Juli 2017.

Feinbergh, M. E. & Hetherington E. M. (2000). Sibling Differentiation in Adolenscence. Dalam Implications for Behavioural Genetic Theory (hal.

Vol 71, 1512-1524). Child Development.

Furman, W. & Buhrmester, D. (1985). Children is Perceptions of the Qualities of Sibling Relationships. Child Development.

Ghozali, I. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS (Edisi Ke 4). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gultom, J. (2010). Sibling Rivalry Remaja. Medan Bisnis, hal. 16.

._______. (2011). "Kenapa Sibling Rivalry pada Saudara Sendiri?". Belia, hal. 16.

Gunarsa, S. D. (2007) Psikologi Remaja. Jakarta: BPK Gunung Media.

Hariyanti, M. (2016). Sibling Rivalry pada Anak yang Kesundulan. Skripsi, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Hembree, S. E. (1997). Parental Contributions to Young Childrens Sibling Relationships. Wiscinsin. Retrieved 2016.

Kewa, V., Sudiwati, N. L. P. E., & Ardiyani, V. M. (2017). Hubungan Pola asuh Orang Tua dengan Reaksi Sibling Rivalry pada anak Usia 3-4 Tahun di Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Skripsi. Vol. 2, No. 2

Lusa. (2010). Sibling Rivalry. http://www.lusa.web.id/sibling-rivalry/11 Maret 2013.

Marmi. (2012). Asuhan Kebidanan Masa Nifas “Puerperium”. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

(33)

24

Monk, F. J, Knoers, A. M. P., & Haditono, S. R. (2001). Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam. Berbagai Bagiannya, Edisi Keempat Belas. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep proses dan praktisi (4 ed.). Jakarta: EGC.

Priatna, C. & Yulia, A. (2006). Mengatasi Persaingan Saudara Kandung pada Kanak-kanak. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Rumini, S. & Sundari, S. (2004). Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:

Rineka Cipta.

Santrock, J. (2007). Perkembangan Anak. Jakarta: Salemba Humanika

Sulistyawati, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.

Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Susilowati. (2006). Persaingan Kakak dan Adik. Diunduh dari http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=264010&kat_id=100.

Vitasari, D. A (2012). Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua Terhadap Sibling Rivalry dalam Mengemukakan Pendapat Anak. Jurnal Citizen Woolfson, R. C. (2004). Persaingan saudara kandung: mendorong anak-anak

untuk bersahabat. (F. Rudijanto, Trans.). Jakarta: Erlangga.

Gambar

Tabel 4  Uji Liniearitas
Tabel 9  Uji Korelasi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengaruh perubahan variable jarak masuk udara dari mulut nosel terhadap kuantitatif volumetric atominasi cairan- udara dengan memvariasikan

Awalnya saya mau daftar haji ONH pemerintah lalu bertemu teman yang sudah bergabung dengan Armina lebih dulu,.. kemudian dia menawarkan pada saya bisnis

• Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4%

[r]

This research aimed to: (1) provide a mapping of the function of community based groups in the AIDS response, (2) to measure the effectiveness of these groups

Waktu setting 8 menit ditambah auxiliary time 1 menit setiap lubang. Jika waktu delay adalah 12 % dari waktu machining

Berdasarkan 17 (tujuh belas) data kasus yang digunakan untuk pengujian, sistem menghasilkan 5 (lima) data kasus yang memiliki urutan nilai akhir terbesar

Penelitian yang berjudul “Penerapan Pendekatan Pembelajaran Open-ended dalam materi fungsi trigonometri bagi siswa kelas X SMA Negeri 4 Banda Ace h” ini mengangkat