4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit
Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari luar maupun dari tanaman kelapa sawit itu sendiri. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi faktor lingkungan, genetik, dan faktor teknis agronomis. Dalam faktor tersebut saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Untuk mancapai produksi kelapa sawit yang maksimal, diharapkan ketiga faktor tersebut selalu dalam keadaan optimal.
Dalam sub bab ini akan dibahas faktor lingkungan yang meliputi iklim dan tanah (Fauzi Yan, 2012).
2.1.1 Iklim
Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah diantara 12° LU-12°LS pada ketinggian 0-500 m dpl. Di daerah sekitar garis khatulistiwa, tanaman kelapa sawit liar masih dapat menghasilkan buah pada ketinggian 1.300 m dpl. Beberapa unsur iklim yang penting dan saling mempengaruhi adalah curah hujan, sinar matahari, suhu, kelembapan udara, dan angin.
a. Curah hujan
Curah hujan optimum rata-rata yang diperlukan tanaman kelapa sawit adalah 2.000-2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering (defisit air) yang berkepanjangan. Curah hujan yang merata dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit. Namun, yang terpenting adalah tidak terjadi defisit air diatas 250 mm. Bila tanah dalam keadaan kering, akar tanaman sulit menyerap mineral dari dalam tanah. Oleh sebab itu, musim kemarau yang berkepanjangan cenderung akan menurunkan produksi.
5
Tabel 2.1 Klasifikasi Defisit Air Tahunan Pada Budidaya Kelapa Sawit
Defisit air Keterangan
0-150 Optimum
150-250 Masih sesuai
250-350 Intermediar
350-400 Limit
400-500 Kritis (marginal)
>500 Tidak sesuai
Sumber : PPKS
Umumnya daerah dengan curah hujan yang tinggi kadang menjadi masalah terutama jalan untuk transport, pembakaran, pemeliharaan, pemupukan, dan pencegahan erosi. Daerah di Indonesia seperti ini kebanyakan berada pada ketinggian di atas 500 m dpl, kecuali di beberapa lokasi pantai barat Sumatera. Sebagian besar perkebunan kelapa sawit komersial dibangun pada daerah yang mempunyai neraca air positif selama enam bulan atau lebih.
Neraca air positif adalah kondisi jumlah curah hujan lebih besar dari pada evapotranspirasi di perkebunan.
b. Sinar Matahari
Tanaman kelapa sawit memerlukan intensitas cahaya yang tinggi untuk berfotosintesis, kecuali saat kondisi tanaman masih juvenile di pre-nursey.
Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu pembentukan bunga dan buah. Untuk itu, intensitas, kualitas, dan lama penyinaran amat perpengaruh. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5-12 jam/hari. Beberapa daerah seperti Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan sering terjadi penyinaran matahari kurang dari 5 jam pada bulan-bulan tertentu. Penyinaran yang kurang dapat menyebabkan kurangnya asimilasi dan gangguan penyakit.
c. Suhu
Suhu optimum yang dibutuhkan agar tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik adalah 24-28°C. Sementara itu untuk produksi TBS yang tinggi, diperlukan suhu rata-rata tahunan berkisar 25-27°C, meskipun demikian
6
tanaman masih bisa tumbuh pada suhu terendah 18°C dan tertinggi 32°C.
pada suhu 15°C pertumbuhan tanaman kelapa sawit sudah mulai terhambat.
Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendah suhu adalah lama penyinaran dan ketinggian tempat. Makin lama penyinaran atau makin rendah suatu tempat maka makin tinggi suhunya. Suhu berpengaruh terhadap masa pembangunan dan kematangan buah. Tanaman kelapa sawit yang ditanam pada ketinggian di atas 500 m dpl akan berbunga lebih lambat satu tahun dibandingkan dengan yang ditanam di datarah rendah.
d. Kelembapan udara
Kelembapan udara adalah faktor penting yang menunjang pertumbuhan kelapa sawit. Kelembapan optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah 80%. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelembapan adalah suhu, sinar matahari, lama penyinaran, curah hujan, dan evapotranspirasi. Kecepatan angina 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan bunga kelapa sawit (anemophily). Angin yang kering menyebabkan penguapan lebih besar, mengurangi kelembapan, dan dalam waktu lama mengakibatkan tanaman layu. Sementara itu, angin yang terlalu kencang dapat menjadikan tanaman baru miring.
e. Ketinggian Tempat
Tanaman kelapa sawit masih dapat tumbuh dan berbuah sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut, namun secara ekonomis tanaman kelapa sawit diusahakan pada daerah sampai ketinggian 400 m di atas permukaan 15 laut.
Areal dengan ketinggian tempat lebih dari 400 m dpl tidak disarankan lagi untuk pengembangan kelapa sawit.
2.1.2 Tanah
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh diberbagai jenis tanah, diantaranya podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial, dan regosol. Namun, kemampuan produksi kelapa sawit pada masing-masing jenis tanah tersebut
7
tidak sama. Ada dua sifat utama tanah sebagai media tumbuh, yaitu sifat fisik dan sifat kimia tanah.
a. Sifat fisik tanah
Beberapa hal yang menentukan sifat fisik tanah adalah tekstur, struktur, konsistensi, kemiringan tanah, permeabilitas, ketebalan lapisan tanah, dan kedalam permukaan air tanah. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah gembur, subur, berdrainase baik, permeabilitas sedang, dan mempunyai solum yang tebal sekitar 80 cm tanpa lapisan tanah yang keras (padas).
Tekstur tanah ringan dengan kandungan pasir 20-60%, debu 10-4-%, dan liat 20-50%. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut yang terlalu tebal.
Lahan gambut adalah lahan yang banyak mengandung bahan organik akibat penumpukan bahan organik dari pelapukan tidak sempurna berbagai jenis tumbuhan air/pesisir Pantai yang berlangsung hingga puluhan, bahkan ratusan tahun lamanya. Lahan gambut biasanya terdapat pada kawasan rawa seperti di sepanjang Pantai Timur Sumatera, Pantai Selatan dan Pantai Barat Kalimantan, serta di sepanjang Pantai Selatan Papua Barat. Untuk membuka perkebunan kelapa sawit di lanah gambut, harus memperhatikan beberapa hal berikut.
1. Tinggi rendahnya air di permukaan lahan gambut karena lahan akan mudah dikelola jika letaknya lebih tinggi dari permukaan sungai atau laut.
2. Ada tidaknya timbunan tanah merah (mineral dalam jumlah yang banyak di sekitar lokasi lahan) karena dapat menekan biaya operasional dan investasi untuk pembangunan kantor kebun dan sarana lainnya.
3. Kondisi bahan asal pembentukan gambut, apakah masih muda (belum melapuk) ataukah sudah tua (sudah melapuk). Lahan gambut tua lebih baik digunakan karena dapat menghemat pemberian pupuk dan meningkatkan produktivitas.
8 b. Sifat kimia tanah
Sifat kimia tanah dapat dilihat dari tingkat keasaman dan komposisi kandungan hara mineralnya. Sifat kimia tanah mempunyai arti penting dalam menentukan dosis pemupukan dan kelas kesuburan tanah. Tanaman kelapa sawit tidak memerlukan tanah dengan sifat kimia yang istimewa. Kekurangan suatu unsur hara pada areal penanaman kelapa sawit dapat diatasi dengan pemupukan. Walaupun demikian, tanah yang mengandung unsur hara dalam jumlah besar sangat baik untuk pertumbuhan vegetative dan generative tanaman.
Keasaman tanaman menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah 4,0-6,5; sedangkan pH optimumnya adalah 5-5,5. Tanah yang memiliki pH rendah dapat dinaikkan dengan pengapuran, tetapi membutuhkan biaya yang tinggi. Tanah dengan pH rendah biasanya dijumpai pada daerah pasang surut, terutama tanah gambut.
2.2 Kelas Kesesuaian Lahan
Kelapa sawit (Elaise guineensis Jacq.) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat dan jagur serta menghasilkan produksi yang tinggi dibutuhkan kondisi lingkungan tertentu.
Kelas Kesesuaian Lahan (KKL) menurut FAO (1976) dibagi menjadi dua, yaitu sesuai atau suitable (S) dan tidak sesuai atau no suitable (N). Kelas sesuai dibagi menjadi tiga sub kelas, yaitu sangat sesuai (S1), sesuai (S2), agak sesuai (S3). Kelas tidak sesuai dibagi menjadi 2, yaitu tidak sesuai bersyarat (N1), tidak sesuai permanen (N2). Kelas kesesuaian lahan dinilai dari karakteristik lahan yang ada dilapangan karena setiap sub-kelas terdiri dari satu atau lebih unit yang lebih menjelaskan tentang jumlah dan intensitas faktor pembatas.
9
Kelas lahan diperoleh dari hasil penelitian kesesuaian lahan, penelitian ini didasarkan pada karakteristik lahan yang erat kaitannya dengan pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Karakteristik lahan yang digunakan untuk penelitian adalah sifat fisik dan sifat kimia, kecuali pH tanahnya. Hal ini disebabkan karena sifat tanah dianggap telative mudah diperbaiki dengan aplikasi pemupukan (Mangoensoekarjo, 2007).
Kesesuaian lahan kelapa sawit mengenal adanya masing-masing lahan memiliki faktor pembatas dengan jumlah dan intensitas tertentu.
Kelas S1 : Sangat sesuai, lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan atau lahan ini ditandai dengan adanya satu faktor pembatas ringan (light limitation), atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata. Lahan ini memiliki bentuk wilayah datar hingga berombak dengan pH 4,5% - 5,0%, tekstur tanah adalah liat dengan drainase agak terhambat.
Kelas S2 : Cukup sesuai, lahan mempunyai faktor pembatas ringan dan satu faktor pembatas sedang (moderate limition) dan faktor pembahas ini akan berpengaruh terhada produktivitasnya, biasanya lahan ini memiliki bentuk wilayah bergelombang sehingga memelurkan tambahan masukan (input).
Kelas S3 : Lahan mempunayi faktor pembatas yang sedang, lebih dari satu faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, faktor pembatas memiliki berntuk wilayah berbukit dengan kelas drainase terhambat sehingga memelukan tambahan masukan yang lebih banyak dari pada lahan tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (investasi) pemerintah atau pihak swasta.
Kelas N : lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat berat (severe limination) dan atau sulit diatasi. Faktor pembatas ini yaitu kelas lahan
10
dengan drainase tergenang, Ph tanah kurang dari 4 dengan bantuk wilayah perbukitan terjal (Adiwiganda, R, 1995).
2.3 Potensi Produksi
Setiap kesesuaian lahan dapat secara langsung dikaitkan dengan potensi produksi kelapa sawit yang dapat dicapai. Produksi kelapa sawit marjinal berupa Tandan Buah Segar (TBS) ditetapkan berdasarkan pendapatan marjinal. Tingkat produksi potensial yang dapat dicapai untuk bahan tanaman secara umum pada setiap kelas lahan S1, S2, S3.
Tabel 2.2 Potensi produksi kelapa sawit umur 3-25 tahun
Umur KKL S1 KKL S2 KKL S3
RJT RBT TBS RJT RBT TBS RJT RBT TBS 3 35,0 3,5 17,5 31,0 3,5 15,7 29,0 3,5 14,7 4 33,0 5,2 24,1 29,0 5,2 21,6 27,0 5,3 20,1 5 28,0 6,9 27,0 26,0 6,7 24,2 24,0 6,7 22,6 6 23,0 9,0 28,9 20,0 9,4 25,9 19,0 9,2 24,1 7 19,0 11,5 30,1 17,0 11,5 27,0 16,0 11,4 25,1 8 17,0 13,4 30,9 16,0 12,8 27,7 15,0 12,7 25,8 9 17,0 13,8 31,6 15,0 14,0 28,3 14,0 14,0 26,3 10 16,0 15,1 32,1 15,0 14,4 28,8 14,0 14,4 26,8 11 17,0 14,5 32,5 15,0 14,7 29,1 14,0 14,6 27,1 12 17,0 14,8 32,8 15,0 15,0 29,4 14,0 15,0 27,4 13 17,0 15,1 33,1 15,0 15,3 29,6 14,0 15,2 27,6 14 17,0 15,2 33,2 15,0 15,5 29,7 14,0 15,4 27,7 15 17,0 15,4 33,2 15,0 15,7 29,7 14,0 15,6 27,7 16 17,0 15,5 33,1 15,0 15,7 29,7 14,0 15,7 27,6 17 16,0 16,6 32,9 15,0 15,8 29,5 14,0 15,8 27,5 18 16,0 16,6 32,6 14,0 17,0 29,2 13,0 17,0 27,2 19 15,0 17,7 32,3 14,0 17,0 29,0 13,0 17,1 27,0 20 15,0 17,7 32,0 13,0 18,3 28,7 12,0 18,5 26,8 21 14,0 19,0 31,8 13,0 18,4 28,5 12,0 18,5 26,5 22 13,0 20,5 31,5 12,0 19,9 28,3 11,0 20,3 26,3 23 13,0 20,5 31,2 11,0 21,7 28,0 11,0 20,3 26,1 24 12,0 22,2 30,8 11,0 21,6 27,6 10,0 22,2 25,7 25 11,0 23,6 29,8 10,0 23,3 26,7 9,0 24,1 24,9 Rerata 18,0 14,9 30,7 16,2 14,9 27,5 15,1 14,9 25,6 Sumber : Socfindo
Keterangan :
TBS = Tandan Buah Segar (ton/ha/th) RBT = Rerata Berat Tandan (kg/tandan) RJT = Rerata Jumlah Tandan (tandan/pohon)
11 2.4 Faktor Penentu Produksi
Kualitas bahan tanaman sangat mempengaruhi hasil atau produksi kelapa sawit dan produktivitas tanaman dipengaruhi oleh umur tanaman. Tanaman tua berumur lebih dari 15 tahun memiliki tandan yang lebih berat dibandingkan dengan tanaman yang muda. Untuk kelapa sawit yang berumur di atas 10 tahun, berat tandan rata-rata sama untuk setiap tahunnya. Berikut yang menjadi faktor penentu produksi adalah sebagai berikut.
2.4.1 Varietas
Varietas unggul kelapa sawit dihasilkan melalui program pemuliaan yang panjang, sistematis dan berkelanjutan. Penemuan cara pewarisan sifat ketebalan cangkang menjadi dasar untuk penyusunan program perakitan bahan tanaman. Secara garis besar, program pemuliaan kelapa sawit memiliki tujuan utama untuk menghasilkan varietas kelapa sawit yang memiliki keunggulan dalam produksi CPO, dan keunggulan pada karakter-karakter sekunder, seperti kualitas minyak yang tinggi, toleran terhadap serangan hama dan penyakit, serta adaptif terhadap cekaman lingkungan.
Program seleksi yang diterapkan di PPKS mengacu pada hasil pengamatan pengujian keturunan (projeni test). Metode seleksi yang digunakan adalah Reciprocal Recurrent Selection (RRS) dengan fokus mengeksploitasi karakter-karakter yang diinginkan dari individu- individu terbaik. Setelah melalui tahapan pengujian projeni, tetua terbaik diseleksi untuk keperluan reproduksi benih komersial. Selain itu, tetua-tetua terbaik akan saling direkombinasikan untuk mencari materi persilangan potensial yang akan digunakan pada siklus pemuliaan berikutnya. Penggunaan metode RRS siklus pertama di PPKS dimulai tahun 1973. Sebanyak 410 persilangan dari 139 tetua Tenera/Pisifera yang berbeda disilangkan 161 tetua Dura. Pengujian dilakukan pada 1974-1985, dan menghasilkan 6 (enam) varietas kelapa sawit.
Siklus kedua RRS dimulai sejak tahun 1986 dan direvisi pada tahun 1992.
Dari hasil seleksi siklus kedua telah dihasilkan 4 (empat) varietas baru dari RRS siklus kedua ini, yakni varietas DxP Simalungun, DxP Langkat, DxP
12
PPKS 540 dan DxP PPKS 718 yang mampu berproduksi sampai rata-rata 8-9 ton CPO/ha/tahun. Sementara itu, program pemuliaan berbasis seleksi famili telah menghasilkan dua varietas kelapa sawit, DxP SP1 dan DxP SP 2 (PPKS, 2009).
2.4.2 Umur Tanaman
Variabel umur tanaman berpengaruh nyata terhadap produktivitas tanaman kelapa sawit dan memiliki nilai koefisien regresi yang negative sebesar - 0.0048 yang berarti bahwa setiap bertambahnya 1 bulan umur tanaman, produktivitas kelapa sawit akan menurun sebesar 0.0048 ton/ha dengan asumsi variabel lain dianggap konstan (ceteris paribus). Rataan umur tanaman kelapa sawit di Kebun Sei Air Hitam pada tahun 2012 adalah 17 tahun. Produktivitas tandan kelapa sawit meningkat dengan cepat dan mencapai maksimum pada umur tanaman 8-12 tahun, kemudian menurun secara perlahan-lahan sesuai dengan umur tanaman yang semakin tua hingga umur ekonomis 25 tahun (Yohansah dan Lubis, 2014).
2.4.3 Pemupukan
Salah satu tindakan perawatan tanaman yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman adalah pemupukan. Tujuan pemupukan adalah menambah unsur hara tanaman untuk tumbuhan dan perkembangan vegetatif, menyediakan kebutuhan hara bagi tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan mampu berpotensi secara maksimal. Dalam pelaksanaan pemupukan harus diperhatikan curah hujan, untuk menghindari kehilangan unsur hara pupuk. Pupuk yang diberikan harus tepat waktu, tepat jenis, tepat dosis dan tepat cara aplikasinya. Penaburan pupuk dengan menggunakan mangkok takaran yang telah dilubangi, dilakukan secara ditebar merata didalam piringan dengan jarak 1 m (Urea) dari batang pokok kelapa sawit atau setengah tajuk dari pelepah kelapa sawit. Pupuk urea diberikan pada tanaman yang sudah berumur maksimal 7 tahun (TM>3).
Rotasi pemupukan dilakukan setiap semester atau setiap 6 bulan atau sesuai rekomendasi dari manajemen. Pupuk K (MOP) diberikan dengan cara tabur.
13
Target yang harus dihabiskan oleh 1 HK adalah 10 sak atau setara dengan 500 Kg (Hakim, 2015).
2.5 Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara masukan produksi (input) dengan produksi (output). Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, di mana variabel satu disebut variabel dependen (Y) dan yang lain disebut variabel independen (X). Penyelesaian hubungan antara X dan Y adalah biasanya dengan cara regresi, di mana variasi dari Y akan dipengaruhi variasi dari X. Dengan demikian kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas (Soekartawi, 2003).