• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "4. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Dalam bab ini akan dijelaskan hasil pengujian dan analisis dari hasil percobaan yang sudah dilakukan dan bab ini juga akan menjawab pertanyaan permasalahan yang ada yaitu “Bagaimana komposisi dan bahan tambahan yang optimum untuk dapat menghasilkan beton geopolymer dengan mutu tinggi dari dua jenis fly ash (tipe C dan tipe F) tersebut ?”. Setiap mix design akan dilakukan pengujian kuat tekan beton (Compressive strength) di Laboratorium Beton Universitas Kristen Petra. Hasil pengujian kuat tekan beton akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik agar lebih mudah dimengerti.

4.1. Hasil Pengujian Mortar

Komposisi berat setiap bahan pembuatan mortar dapat dilihat lebih detail pada Tabel 1 di dalam lampiran. Setiap mix design dilakukan curing didalam oven dengan suhu 90o selama 24 jam dan sebagian besar dilakukan pengujian pada umur beton 7 hari terhadap sampel mortar berbentuk silinder dengan diameter 5 cm dan tinggi 10 cm. Dalam tabel – tabel hasil pengujian mortar tersebut juga dibandingkan kuat tekan dari kedua jenis fly ash yang dipakai.

4.1.1. Pengaruh Konsentrasi Sodium Hidroksida.

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Mortar Berdasarkan Konsentrasi Sodium Hidroksida

Fly Ash tipe C Fly Ash tipe F Mix design NaOH

(Molar) Berat jenis (kg/m3)

fc' (MPa)

Berat jenis (kg/m3)

fc' (MPa)

1 6 2301.78 11.94 2328.21 6.56

2 7 2292.34 16.38 2311.98 15.64

3 8 2300.51 18.31 2320.77 17.45

4 10 2341.22 17.43 2166.89 13.75

5 12 2252.88 11.54 2230.02 14.08

w/b = 0.3 ; Pasir : fly ash = 2 : 1 ; oven 90°C

(2)

4.1.2. Pengaruh Perbandingan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Mortar Berdasarkan Perbandingan Sodium Hidroksida dan Sodium Silikat

Fly Ash tipe C Fly Ash tipe F Mix design NaOH

(Molar)

Sodium silikat

(x NaOH) Berat jenis (kg/m3)

fc' (MPa)

Berat jenis (kg/m3)

fc' (MPa)

6 1 2285.86 54.87 2211.26 31.42

7 2 2327.41 72.23 2216.54 61.69

8 2.5 2293.73 63.71 2207.44 62.11

9 3 2349.10 59.30 2178.65 54.44

10

8

3.5 2299.73 54.66 2209.22 59.44

w/b = 0.3 ; Pasir : fly ash = 2 : 1 ; oven 90°C 4.1.3. Pengaruh Water/Binder

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Mortar Berdasarkan Perbandingan water/binder

Fly Ash tipe C Fly Ash tipe F Mix design w/b Berat jenis

(kg/m3)

fc' (MPa)

Berat jenis (kg/m3)

fc' (MPa)

11 0.25 2360.09 57.22 2093.89 51.91

12 0.3 2365.91 71.59 2207.49 62.88

13 0.35 2314.98 66.04 2114.64 55.11

NaOH = 8 M ; sodium silikat = 2x NaOH ; Pasir : fly ash = 2 : 1 ; oven 90°C

4.1.4. Pengaruh Umur Mortar

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Mortar Berdasarkan pada Umur Mortar

Fly Ash tipe C Fly Ash tipe F Mix design Curing

Umur pengujian

(hari) Berat jenis (kg/m3)

fc' (MPa)

Berat jenis (kg/m3)

fc' (MPa)

7 2243.42 61.96 2193.00 55.97

14 2203.48 62.17 2113.86 61.01

28 2145.32 67.60 2117.13 61.00

14 oven

56 2194.07 69.92 2109.67 63.80

7 2327.39 27.69 2201.44 6.99

14 2377.75 33.21 2159.54 10.90

28 2307.00 33.74 2172.58 14.35

15 non-

oven

56 2295.81 37.16 2156.50 16.08

NaOH = 8 M ; sodium silikat = 2x NaOH ; Pasir : fly ash = 2 : 1 ; w/b = 0.3

(3)

4.2. Analisis hasil pengujian mortar

Hasil pengujian mortar untuk 2 jenis fly ash yang sudah digunakan kemudian dianalisis terlebih dahulu sebelum dilakukan pembuatan beton. Dalam analisis hasil pengujian mortar ini akan diperlihatkan perbedaan kekuatan untuk kedua jenis fly ash tipe C dan fly ash tipe F.

4.2.1. Pengaruh Konsentrasi Sodium Hidroksida

Mix design 1 sampai dengan 5 dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari konsentrasi sodium hidroksida (NaOH) yang digunakan terhadap kuat tekan yang dihasilkan. Gambar 4.1 menunjukkan hasil pengujian compressive strength pada umur 7 hari. Campuran beton dengan konsentrasi sodium hidroksida 8 molar memiliki kuat tekan paling tinggi baik untuk fly ash tipe C dan tipe F. Konsentrasi NaOH yang lebih besar dari 8 molar justru dapat menurunkan kuat tekan dari mortar. Dari Gambar 4.1 juga terlihat bahwa kekuatan tekan fly ash tipe C sedikit lebih tinggi daripada tipe F, tetapi perbedaan kuat tekan tersebut kecil sekali (kurang dari 1 MPa). Untuk fly ash tipe F, ketika diberikan konsentrasi sodium hidroksida lebih dari 10 molar ada kecenderungan terjadi peningkatan kuat tekan.

Dalam penelitian untuk fly ash tipe F yang dilakukan oleh Hardjito dan Rangan (2004) ditunjukkan bahwa perbandingan kekuatan antara konsentrasi sodium hidroksida (NaOH), dalam molaritas, untuk konsentrasi sodium hidroksida 8 molar memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi sodium hidroksida 14 molar. Dengan demikian penelitian ini memberikan hasil yang tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Djuwantoro Hardjito.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sanjaya dan Yuwono (2006) yang menggunakan fly ash tipe C menunjukkan bahwa kuat tekan yang maksimum dihasilkan pada saat diberikan NaOH sebanyak 8 molar. Jadi, dalam penelitian ini memberikan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sanjaya dan Yuwono (2006)

(4)

0 5 10 15 20

5 6 7 8 9 10 11 12 13

Konsentrasi sodium hidroksida (Molar) Kuat tekan (MPa)

Fly Ash Tipe C Fly Ash Tipe F

w/b = 0.3

Agr. Halus : flyash =2 : 1 oven 90 C

Gambar 4.1. Perbandingan Kuat Tekan terhadap Konsentrasi NaOH (Molar)

4.2.2. Pengaruh Komposisi Sodium Silikat

Mix design 6 sampai dengan 10 dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari penambahan sodium silikat pada mortar. Ternyata hal ini berpengaruh drastis terhadap kuat tekan yang dihasilkan oleh mortar. Padahal, ketika tidak diberikan sodium silikat sebagai campuran dalam mortar kuat tekan yang dihasilkan hanya sekitar 20 MPa saja (Gambar 4.1). Namun, ketika ada penambahan sodium silikat sebanyak 2 kali daripada berat sodium hidroksida kekuatan tekan yang dihasilkan oleh mortar dapat mencapai 60-70 MPa. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa perbandingan sodium silikat dan sodium hidroksida yang paling optimum adalah 2. Hal ini berlaku untuk fly ash tipe C dan fly ash tipe F. Penambahan sodium silikat yang lebih besar 2 kali daripada berat NaOH tidak memberikan efek yang berarti. Gambar 4.1 juga menunjukkan bahwa kekuatan tekan fly ash tipe C lebih tinggi daripada fly ash tipe F. Kuat tekan yang maksimum dari fly ash tipe C adalah sebesar 72.23 MPa, sedangkan untuk fly ash tipe F hanya 61.69 MPa saja.

Perbedaan kuat tekan tekan antara fly ash tipe C dan tipe F pada saat diberikan sodium silikat sebanyak 1 kali sodium hidroksida (mix design 6) menunjukkan perbedaan yang besar (30 MPa dan 50 MPa).

Dalam penelitian Djuwantoro Hardjito (2004) yang menggunakan fly ash tipe F, ditunjukkan bahwa perbandingan yang paling optimum untuk sodium

(5)

silikat : sodium hidroksida adalah 2.5. Sedangkan dalam penelitian ini didapatkan bahwa perbandingan sodium silikat : sodium hidroksida yang paling optimum adalah sebesar 2. Namun, hal ini sebenarnya sama mengingat di dalam penelitian ini di-asumsi bahwa kemurnian dari sodium silikat yang digunakan adalah 80 %.

Karena sodium silikat yang dipakai adalah 1.25 kali daripada berat semula (2 x 1.25 = 2.5). Jadi, hasil tersebut sudah sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Djuwantoro Hardjito.

Penelitian yang dilakukan Sanjaya dan Yuwono (2006) dengan menggunakan fly ash tipe C juga menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian ini dimana sodium silikat yang digunakan untuk menghasilkan kuat tekan yang maksimum adalah sebanyak 2.5 kali dari berat NaOH. Namun, asumsi yang dipakai oleh Sanjaya dan Yuwono (2006) sama dengan Hardjito (2004) bahwa sodium silikat mempunyai kemurnian 100 %. Jadi, penelitian yang dilakukan oleh Sanjaya dan Yuwono (2006) ini pengaruh water/binder tidaklah konstan. Hal ini dapat terjadi karena akibat peningkatan berat sodium silikat yang diberikan dapat menyebabkan penambahan berat air dalam campuran tersebut (20% dari berat sodium silikat adalah air). Jadi, semakin banyak sodium silikat yang diberikan dapat menyebabkan meningkatnya water/binder yang ada, sehingga dapat menyebabkan penurunan kuat tekan.

0 20 40 60 80

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

Sodium silikat (xNaOH) Kuat tekan (MPa)

Fly Ash Tipe C Fly Ash Tipe F

w/b = 0.3 ; NaOH 8 M Agr. Halus : flyash =2 : 1 oven 90 C

Gambar 4.1. Perbandingan Kuat Tekan Berdasarkan Perbandingan Sodium Hidroksida dan Sodium Silikat

(6)

4.2.3. Pengaruh water/binder

Dalam Gambar 4.1 diperlihatkan bahwa semakin besar water/binder maka semakin banyak pula air yang dibutuhkan ketika membuat mortar dan hal ini dapat menyebabkan turunnya kekuatan mortar. Namun, jika air yang dibutuhkan kurang maka dapat menyebabkan mortar sulit dikerjakan dan hal ini tentunya berdampak pada turunnya kekuatan tekan daripada mortar. Fenomema ini ternyata sama dengan pada beton dengan campuran semen biasa di mana semakin besar water/cement ratio maka dapat menyebabkan turunnya kekuatan tekan yang dihasilkan. Dari Gambar 4.1. juga dapat dilihat bahwa kuat tekan fly ash tipe C ternyata sedikit lebih tinggi daripada kuat tekan fly ash tipe F. Sebagai perbandingan, dalam Gambar 4.2 juga disertakan hasil penelitian dari Sanjaya dan Yuwono (2006). Dalam penelitian Sanjaya dan Yuwono (2006) tersebut di-asumsi bahwa kemurnian sodium silikat adalah 100 %. Ketika digunakan asumsi yang sama dengan penelitian Sanjaya dan Yuwono (2006), hasil kuat tekan yang didapat ternyata tidak berbeda jauh (lihat Gambar 4.2)

Didalam penelitian Djuwantoro Hardjito (2004), penggunaan air dinyatakan dalam water/geopolymer solid dimana geopolimer solid adalah jumlah dari fly ash, NaOH, dan Na2O. Namun, besarnya water/binder ratio dibandingkan dengan water/geopolymer solid ratio tentunya tidak akan berbeda jauh. Nilai dari water/binder yang dihasilkan dalam penelitian yang maksimum adalah 0.3 sedangkan dalam literatur adalah 0.18. Jadi, hasil penelitian yang dilakukan dalam literatur berbeda dari hasil penelitian ini. Tentunya perlu diingat juga bahwa dalam literatur digunakan bahan tambahan berupa superplasticiser dan air yang terkandung dalam larutan sodium silikat tidak dihitung sebagai tambahan air (ingat: dalam penelitian ini diasumsi bahwa kemurnian sodium silikat adalah 80

%, sedangkan sisanya adalah air)

(7)

0 20 40 60 80

0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45

water/binder Kuat tekan (MPa)

Fly AshTipe C Fly Ash Tipe F

NaOH 8 M ; oven 90°C Agr. Halus : flyash =2 : 1 Sodium silikat = 2x NaOH

Gambar 4.1. Perbandingan Kuat Tekan Berdasarkan Perbandingan water/binder

0 20 40 60 80

0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5

water/binder Kuat tekan (MPa)

Fly AshTipe C Fly Ash Tipe F Sanjaya-Yuwono

NaOH 8 M ; oven 90°C Agr. Halus : flyash =2 : 1 Sodium silikat = 2x NaOH

Gambar 4.2. Perbandingan Kuat Tekan Berdasarkan Literatur (Sanjaya dan Yuwono, 2006)

4.2.4. Pengaruh Umur Mortar dan Proses Curing

Mix design ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh umur mortar dan proses curing terhadap kuat tekan mortar. Dalam Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa kuat tekan mortar hanya mengalami sedikit peningkatan seiring dengan bertambahnya umur mortar. Hal ini berbeda dengan perilaku pada beton ynag menggunakan semen dimana umur beton sangat mempengaruhi kuat tekannya.

(8)

Gambar 4.1 juga memperlihatkan bahwa kuat tekan mortar yang dibuat dari fly ash tipe C lebih tinggi dari mortar yang dibuat dari fly ash tipe F, baik yang di- curing menggunakan oven maupun pada suhu ruang. Perbedaan kuat tekan yang dihasilkan fly ash tipe C dan tipe F yang di-curing pada suhu ruang sangat besar (mencapai 2 kali lipat). Sedangkan pada mortar yang di-curing dengan oven, perbedaan kuat tekannya hanya berkisar 2-10% saja. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa kuat tekan mortar geopolimer dipengaruhi oleh proses curing yang dilakukan, bukan terhadap umur mortar (untuk kedua jenis fly ash).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Hardjito (2004) yang menggunakan fly ash tipe F juga menunjukkan bahwa umur beton geopolimer tidak mempengaruhi kekuatan tekannya. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa kuat tekan pada umur 3 hari sampai dengan umur 91 hari tidak mengalami peningkatan yang berarti. Penelitian Hardjito (2004) juga memperlihatkan bahwa mortar yang di-oven dengan suhu 90°C mempunyai kuat tekan yang paling tinggi diantara mortar yang di-curing pada suhu yang lebih rendah. Jadi, hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan yang dilakukan oleh Hardjito (2004).

Pada penelitian Sanjaya dan Yuwono (2006) yang menggunakan fly ash tipe C, hasil yang didapat adalah kuat tekan mortar juga tidak terlalu meningkat dari umur 7 hari sampai dengan 28 hari. Hal ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian ini. Sedangkan untuk pengaruh proses curing tidak dapat dibandingkan karena Sanjaya dan Yuwono (2006) tidak melakukan pengujian terhadap pengaruh proses curing.

(9)

0 20 40 60 80

0 14 28 42 56 70

Umur (hari) Kuat tekan (MPa)

FA Tipe C (ov) FA Tipe F (ov) FA Tipe C (non-ov) FA Tipe F (non-ov)

NaOH 8 M ; w/b = 0.3 Agr. Halus : flyash =2 : 1 Sodium silikat = 2x NaOH

Gambar 4.1. Perbandingan Kuat Tekan Berdasarkan Umur Mortar dan Proses Curing

4.2.5. Pengaruh Komposisi Si : Al dan Na : Al

Dari Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa kekuatan tekan mortar geopolimer ternyata mempunyai kontur kekuatan yang berbeda untuk kedua jenis fly ash (untuk lebih jelasnya lihat Gambar 4.3). Namun, jika nilai-nilai dari Si : Al dan Na : Al untuk fly ash tipe C dikalikan dengan faktor 0.79 maka akan didapat nilai yang mendekati dari Si : Al dan Na : Al untuk fly ash tipe F (lihat Gambar 4.4). Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan komposisi dari fly ash yang dipakai. Dapat dilihat pada peta kontur bahwa pengaruh dari CaO tidak ditinjau, padahal CaO merupakan salah satu unsur penyusun fly ash yang sangat penting. Perlu diingat bahwa fly ash tipe C dan fly ash tipe F mempunyai kadar CaO yang sangat berbeda jauh (fly ash tipe C mempunyai kadar CaO > 10% dan fly ash tipe F mempunyai kadar CaO < 10%).

Nilai 0.79 didapat dengan cara mencari nilai rata-rata Si : Al untuk fly ash tipe F dibagi dengan Si : Al untuk fly ash tipe C. Peta kontur untuk fly ash tipe F yang dihasilkan dalam penelitian ini ternyata berbeda dengan peta kontur Hardjito Djuwantoro, dkk pada Error! Reference source not found. (penelitian Hardjito Djuwantoro, dkk juga menggunakan fly ash tipe F), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1. Dalam perhitungan ini sodium silikat yang digunakan diasumsi mempunyai komposisi kimia yang sama dengan yang digunakan oleh

(10)

Hardjito Djuwantoro (2004) dimana sodium silikat mempunyai kadar Na2O = 14.7%, SiO2 = 29.4% dalam perbandingan berat. Untuk komposisi kimia dari tiap mix design (Si, Al ,dan Na) dalam penelitian ini dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 3.

11.94 16.38 18.31 17.43 11.54

54.87

72.23 63.71

59.30 54.66

57.22 71.59

66.04

0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

2.00 2.20 2.40 2.60 2.80

Si : Al

Na : Al

Gambar 4.1. Perbandingan Kuat Tekan Mortar Berdasarkan Perbandingan Komposisi Si : Al dan Na : Al untuk Fly ash tipe C

17.45 13.75 14.08

6.56 15.64

31.42

61.69

62.11 54.44 59.44

51.91 62.88

55.11

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80

1.50 1.60 1.70 1.80 1.90 2.00 2.10

Si : Al

Na : Al

Gambar 4.2. Perbandingan Kuat Tekan Mortar Berdasarkan Perbandingan Komposisi Si : Al dan Na : Al untuk Fly ash tipe F

(11)

6.56 15.64

17.45 11.94

16.38 18.31

63.71 59.30

54.66

57.22

13.75 14.08

31.42 61.6962.1154.44 59.44

51.91 62.88

55.11 17.43

11.54

54.87

72.23 71.59

66.04

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

1.40 1.60 1.80 2.00 2.20 2.40 2.60 2.80

Si : Al

Na : Al

Gambar 4.3. Perbandingan Kuat Tekan Berdasarkan Perbandingan Komposisi Si : Al dan Na : Al untuk Fly ash tipe C dan tipe F

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80

1.40 1.50 1.60 1.70 1.80 1.90 2.00 2.10

Si : Al

Na : Al

Gambar 4.4. Perbandingan Kuat Tekan Berdasarkan Komposisi Si : Al dan Na : Al Setelah Dikalikan dengan Faktor Pengali 0.79

Fly Ash Tipe C Fly Ash Tipe F

Fly Ash Tipe C Fly Ash Tipe F

(12)

Gambar 4.5. Perbandingan Peta Kontur dalam Literatur dengan Hasil penelitian

4.2.6. Pengaruh Variasi Kualitas fly ash

Perbedaan variasi kualitas akan ditunjukkan dengan perbedaan kekuatan tekan yang dihasilkan berdasarkan waktu pengambilan fly ash. Ternyata fly ash yang diambil dari PT. Jayamix menunjukkan variasi kuat tekan yang cukup besar (sekitar 15 %). Hasil ini dapat dilihat pada Gambar 4.1. Karena itu, sebelum dilakukan pembuatan mortar perlu dilakukan pengujian dahulu terhadap fly ash.

70.7

62.3 72.5

0 20 40 60 80

1 2 3

Pengambilan Kuat tekan (Mpa)

Fly Ash tipe C

w/b = 0.3 ; NaOH 8 M Agr. Halus : flyash =1:1 Sodium silikat = 2x NaOH curing oven suhu 90

Gambar 4.1. Perbandingan Kuat Tekan Berdasarkan pada Pengambilan Fly ash (untuk Fly ash tipe C)

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

1.00 1.50 2.00 2.50 3.00

Si : Al

Na : Al 15

3015

30 30

60 45

45

15 30

45

Fly Ash Tipe C Fly Ash Tipe F

(13)

4.2.7. Pengaruh Berat Jenis Mortar

Dari Gambar 4.1 ternyata berat jenis mortar tidak berpengaruh terhadap kekuatan tekan yang dihasilkan oleh mortar. Kekuatan tekan dari mortar geopolimer ternyata dipengaruhi oleh proses curing yang dilakukan, bukan pada berat jenis dari mortar.

0 20 40 60 80

2000 2100 2200 2300 2400

Berat jenis (kg/m^3)

fc' (MPa)

Fly Ash tipe C Fly Ash tipe F

Gambar 4.1. Perbandingan Kuat Tekan Berdasarkan Berat Jenis Mortar

4.2.8. Pengujian Drying Shrinkage

Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 menunjukkan perbandingan shrinkage- strain untuk beton biasa dengan mortar geopolimer. Dari hasil pengujian ini dapat diambil kesimpulan bahwa shrinkage strain untuk mortar geopolimer yang di- curing dengan menggunakan oven (baik untuk fly ash tipe C maupun tipe F) ternyata hampir sama dengan beton konvensional. Sedangkan, untuk mortar geopolimer yang di-curing pada suhu ruang shrinkage strain yang terjadi sangat besar. Hal inilah yang menyebabkan kuat tekan mortar geopolimer yang di-curing pada suhu ruang menjadi kecil, karena mortar telah mengalami microcrack (shrinkage strain lebih besar dari 600). Shrinkage strain yang terjadi untuk fly ash tipe C lebih besar dari tipe F pada saat di-curing dengan oven. Sedangkan pada saat di-curing pada suhu ruang shrinkage strain fly ash tipe F lebih besar dari tipe C. Pada saat umur 1-9 hari peningkatan shrinkage strain untuk mortar yang di- curing pada suhu ruang sangat besar (Gambar 4.1).

(14)

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 Waktu (Hari)

Shrinkage-Strain (µ)

C-Non Oven F-Non Oven C-Oven F-Oven Normal Concrete

Gambar 4.1. Perbandingan Shrinkage Strain untuk Beton Biasa dan Mortar Geopolimer

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

Normal concrete

C-non oven F-non oven C-oven F-oven

Mix Design

Shrinkage-Strain (µ)

3 hari 7 hari 14 hari 28 hari 56 hari

Gambar 4.2. Perbandingan Shrinkage Strain untuk Beton Biasa dengan Mortar Geopolimer

(15)

4.3. Hasil Pengujian Beton

Komposisi akhir untuk beton pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 dalam lampiran. Pengujian compressive strength pada beton dilakukan pada saat beton berumur 7, 14, 28, dan 56 hari. Sedangkan untuk pengujian Tension strength dilakukan pada saat beton berumur 28 dan 56 hari. Sedangkan untuk proses curing dilakukan curing dengan oven pada suhu 90°C dan curing dengan suhu ruang.

4.3.1. Kuat Tekan Beton Berdasarkan Umur Beton

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Berdasarkan Umur Beton

Tes Kuat Tekan Fly Ash tipe C Fly Ash tipe F

Umur (hari) Curing fc' (MPa)

Berat jenis (kg/m3)

fc' (MPa)

Berat jenis (kg/m3)

7 32.26 2320.13 28.29 2320.13

14 33.10 2301.26 29.43 2357.85

28 33.67 2272.97 30.84 2291.83

56

Oven

35.08 2395.58 34.24 2263.54

7 16.98 2301.26 14.15 2301.26

14 18.11 2320.13 15.28 2338.99

28 19.81 2310.69 16.69 2244.67

56

Non-Oven

22.64 2395.58 19.24 2282.40

4.3.2. Kuat Tarik Beton Berdasarkan Umur Beton

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Kuat Tarik Beton Berdasarkan Umur Beton

Tes Kuat Tarik Fly Ash tipe C Fly Ash tipe F

Umur (hari) Curing ft' (MPa)

Berat jenis (kg/m3)

ft' (MPa)

Berat jenis (kg/m3)

28 3.61 2395.58 4.39 2225.81

56 Oven

3.82 2395.58 4.67 2263.54

28 1.56 2320.13 1.20 2169.22

56 Non-Oven

1.84 2395.58 1.41 2206.95

(16)

4.4. Analisis hasil pengujian beton

4.4.1. Pengaruh Umur Beton Terhadap Kuat Tekan Beton

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa kuat tekan beton untuk fly Ash tipe C lebih tinggi daripada kuat tekan fly Ash tipe F, baik untuk yang di-curing dengan oven maupun pada suhu ruang. Hal ini tentunya sesuai dengan karakteristik dari mortar yang telah dibuat terlebih dahulu. Namun, perbedaan kuat tekan yang dihasilkan tidak terlalu besar. Kuat tekan yang dihasilkan oleh beton geopolimer yang menggunakan curing dengan oven pada suhu 90°C jauh lebih tinggi daripada beton geopolimer yang di-curing dengan suhu ruang. Pada beton geopolimer yang di-curing dengan oven mempunyai kekuatan tekan tertinggi sebesar 35.08 MPa sedangkan pada beton geopolimer yang di-curing dengan suhu ruang mempunyai kekuatan tertinggi sebesar 22.64 MPa saja. Peningkatan kekuatan tekan yang dihasilkan oleh beton geopolimer tidak terlalu berpengaruh terhadap umur beton. Kuat tekan beton antara beton yang berumur 7 hari dengan beton yang berumur 56 hari hanya berbeda sekitar 10%-20% saja. Hal ini tentunya berbeda dengan karakteristik pada beton biasa dimana umur beton sangat berpengaruh terhadap kekuatan tekannya. Dengan demikian kuat tekan beton geopolimer dipengaruhi oleh proses curing yang dilakukan, bukan dipengaruhi oleh umur beton.

0 10 20 30 40 50

0 14 28 42 56 70

Umur (hari) Kuat tekan (MPa)

FA tipe C (ov) FA tipe F (ov) FA tipe C (non-ov) FA tipe F (non-ov)

w/b = 0.3 ; NaOH 8 M

Agr. Halus : Agr. Kasar : flyash =1:1:1 Sodium silikat = 2x NaOH

Gambar 4.1. Perbandingan Kuat Tekan Beton Berdasarkan Umur Beton

(17)

4.4.2. Pengaruh Umur Beton Terhadap Kuat Tarik Beton

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa kekuatan tarik beton geopolimer untuk fly Ash tipe C maupun fly Ash tipe F ternyata sangat kecil dan tidak dipengaruhi umur beton.

0 2 4 6 8

0 14 28 42 56 70

Umur (hari) Kuat tarik (MPa)

FA tipe C (ov) FA tipe F (ov) FA tipe C (non-ov) FA tipe F (non-ov) w/b = 0.3 ; NaOH 8 M

Agr. Halus : Agr. Kasar : flyash =1:1:1 Sodium silikat = 2x NaOH

Gambar 4.1. Perbandingan Kuat Tarik Beton Berdasarkan Umur Beton

4.4.3. Perbandingan Kuat Tekan dan Kuat Tarik Beton Geopolimer

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa kekuatan tarik beton geopolimer ternyata hanya sekitar 10% dari kekuatan tekannya. Namun, perbandingan kuat tekan dan tarik beton geopolimer yang menggunakan fly ash tipe F (12%) ternyata lebih besar daripada yang menggunakan fly ash tipe C (10%).

(18)

y = 0.1003x y = 0.1235x

0 1 2 3 4 5

0 10 20 30 40

Kuat tekan (Mpa) Kuat tarik (Mpa)

Fly Ash tipe C Fly Ash tipe F Trendline (FA tipe F) Trendline (FA tipe C)

Gambar 4.1. Perbandingan Kuat Tekan dan Kuat Tarik Beton Geopolimer (Fly ash tipe C dan tipe F)

Gambar

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Mortar Berdasarkan Konsentrasi Sodium Hidroksida
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Mortar Berdasarkan Perbandingan Sodium Hidroksida dan Sodium Silikat
Gambar 4.1. Perbandingan Kuat Tekan terhadap Konsentrasi NaOH (Molar)
Gambar 4.1. Perbandingan Kuat Tekan Berdasarkan Perbandingan Sodium Hidroksida dan Sodium Silikat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nida yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signif- ikan antara kepemilikan tempat sampah

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui (1) Lokasi sebaran dari masing-masing prasarana kesehatan di Kota Bandar Lampung (2) Jarak rata-rata prasarana kesehatan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keputusan pembelian yaitu, produk,harga,lokasi, promosi dan pelayanan prima dalam

Seseorang dengan kecerdasan emosional yang baik dapat menyumbangkan kinerja dalam sebuah institusi untuk sukses Eriguc & Durukan Kose, 2013 Peneliti menemukan bahwasanya

Kendala yang ada dalam tahap penyimpanan ini adalah beberapa dokumen yang belum tersimpan secara elektronis, sehingga menyulitkan pemanfaatannya karena membutuhkan waktu

Jika host A megirim dua paket berurutan ke host B pada sebuah Jika host A megirim dua paket berurutan ke host B pada sebuah jaringan paket datagram, jaringan tidak dapat

Dalam menerapkan model pembelajaran PBMP dalam pembelajaran kooperatifTPSdiharapkan siswa yang semula pasif bisa menjadi aktif dalam proses pembelajaran dan mampu

Sesuai dengan paparan yang dikemukakan di atas maka yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah hasil tes tertulis yang berdasarkan pembelajaran menggunakan