9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Hipertensi Menurut Ilmu Kedokteran Barat a. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah keadaan seseorang saat mengalami peningkatan tekanan darah yang melebihi nilai normal pada angka sistolik maupun diastolik. Penyakit ini terjadi karena adanya suatu gangguan pada pembuluh darah dan jantung sehingga mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa darah menjadi terhambat. Hipertensi merupakan terjadinya tekanan darah tinggi didalam arteri-arteri. Arteri tersebut merupakan pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah dari jantung dan memompanya ke seluruh tubuh (Ramli & Najihah, 2019). Hipertensi merupakan keadaan tekanan darah tinggi persisten dengan diastolik lebih dari 140 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg yang beresiko terhadap penyakit jantung, penyakit saraf, pembuluh darah, dan ginjal (Damayanti, 2020).
Kondisi yang terjadi pada penderita hipertensi yaitu terjadinya peningkatan tekanan darah terus menerus melebihi batas normal.
Tekanan darah yang melebihi nilai 180/100 mmHg berisiko untuk mengalami penyakit jantung koroner 5 kali lebih besar dibandingkan seseorang dengan tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg (Werdani, 2015).
Hipertensi dapat dikendalikan dengan meningkatkan latihan fisik secara rutin. Menurut penelitian menyatakan bahwa olahraga yang dilakukan secara rutin dapat menghasilkan suatu respon terhadap kardiovaskuler, yakni penurunan tekanan darah dan denyut nadi.
Latihan fisik akan mempengaruhi sistem otot, sistem hormonal, sistem peredaran, sistem pernafasan, sistem pencernaan, metabolisme, serta sistem pembuangan (Pradwirahma & Rosyid, 2020).
b. Etiologi Hipertensi
Penelitian yang dilakukan oleh (Glenys, 2017) menuliskan bahwa berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu, hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder (non esensial).
1) Hipertensi primer
Hipertensi ini termasuk hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Terdapat sekitar 90% kasus. Faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya sering terjadi pada lansia.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi non esensial terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifik dapat diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain.
c. Klasifikasi Hipertensi
Pengukuran tekanan darah merupakan hal utama untuk membantu menegakkan diagnosis hipertensi. Klasifikasi hipertensi ditentukan berdasarkan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Dengan adanya pembagian tingkatan hipertensi ini akan berkaitan dengan rencana terapi yang akan diberikan oleh tenaga medis (Mancia et al., 2013).
Berdasarkan WHO (World Health Organization) dan ISH (International Society of Hypertension) mengelompokkan hipertensi sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi menurut WHO-ISH (Manurung, 2018)
Kategori Sistolik
(mmHg)
Diastolik (mmHg) Optimal
Normal Normal-tinggi
Tingkat 1 (hipertensi ringan) Tingkat 2 (hipertensi sedang) Tingkat 3 (hipertensi berat) Hipertensi sistolik terisolasi
<120
<130 130-139 140-159 160-179
>180
≥140
<80
<85 85-89 90-99 100-109
>110
<90
Klasifikasi pengukuran tekanan darah berdasarkan The Sixth Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure sebagai berikut:
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC-7 (Triyanto, 2014)
Kategori Sistolik
(mmHg)
Diastolik (mmHg) Normal
Normal tinggi
Tekanan darah tinggi stadium I Tekanan darah tinggi stadium II Tekanan darah tinggi stadium III Tekanan darah tinggi stadium IV
<130
<130-139 140-159 160-179 180-209
<210
<85 85-89 90-99 100-109 110-119
<120
d. Patofisiologi Hipertensi
Menurut (Brunner & Suddarth, 2012) patofisiologi hipertensi adalah terdapat pada mekanisme pengontrol relaksasi pembuluh darah dan konstriksi terdapat di pusat vasomotor tepatnya di medulla otak.
Dari pusat vasomotor berawal dari jaras saraf simpatis, lanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan dari vasomotor dialirkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Selanjutnya dari titik itu neuron preganglion melepas asetilkolin, yang dapat merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dan dengan dilepaskannya norepinefrin akan menimbulkan kontraksi pembuluh darah. Beberapa faktor misalnya ketakutan dan kecemasan bisa berpengaruh terhadap respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi seseorang dengan hipertensi sensitif terhadap norepinefrin, meskipun belum diketahui jelas kenapa bisa terjadi seperti itu (Brunner & Suddarth, 2012).
Saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis melakukan rangsangan ke pembuluh darah sebagai respon rangsangan emosi, kelenjar adrenal juga terangsang dan mengakibatkan adanya aktivitas vasokontriksi. Epinefrin disekresi oleh medula adrenal yang dapat mengakibatkan vasokontriksi. Kortisol dan steroid disekresi oleh korteks adrenal guna untuk memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi mengakibatkan penurunan aliran ginjal dan memicu pelepasan renin. Renin merangsang angiotensin I dan selanjutnya diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat yang nantinya akan merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal. Hormon aldosterone ini mengakibatkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal sehingga terjadi peningkatan volume intravaskuler (Yimmi, 2015).
Semua faktor ini dapat mencetus hipertensi. Pada keadaan gerontologis dengan perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh perifer bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah usia lanjut. Perubahan itu antara lain aterosklerosis hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah.
Akibatnya akan mengurangi kemampuan aorta dan arteri besar dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume secukupnya) dan curah jantung pun ikut menurun, sedangkan tahanan perifer meningkat.
e. Tanda dan Gejala Hipertensi
Menurut (Tjokroprawiro, 2015) pada dasarnya hipertensi tidak memberikan gejala spesifik. Gejala umumnya yang dikeluhkan berkaitan dengan:
1) Peningkatan tekanan darah: Sakit kepala (pada hipertensi berat) paling sering di daerah occipital dan dikeluhkan pada saat bangun pagi, selanjutnya berkurang secara spontan setelah beberapa jam, dizziness, palpitasi, mudah lelah.
2) Gangguan Vaskuler: Epistaksis, hematuria, penglihatan kabur karena perubahan di retina, kelemahan atau dizziness oleh karena transient cerebral ischemia, angina pectoris, sesak karena gagal jantung.
3) Penyakit yang mendasari: Pada hiperaldosteronisme primer didapatkan poliuria atau sering buang air kecil, polidipsia atau sering haus, kelemahan otot karena hipokalemia, pada sindrom cushing didapatkan peningkatan berat badan, emosi labil, pada pheochromocytoma bisa didapatkan sakit kepala episodik, palpitasi, diaphoresis (berkeringat) dan postural dizziness.
f. Faktor Risiko Hipertensi
Faktor risiko pemicu timbulnya tekanan darah tinggi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor risiko yang tidak dapat dikontrol dan faktor risiko yang dapat dikontrol (Ulyana dkk., 2020).
1) Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol a) Usia
Bertambahnya usia menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis dalam tubuh seperti penebalan dinding arteri akibat penumpukan zat kolagen pada lapisan otot pembuluh darah sehingga pembuluh darah menyempit dan menjadi kaku yang dimulai saat usia 45 tahun. Selain itu juga terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatis serta kurangnya sensitivitas baroreseptor (pengukuran tekanan darah) dan peran
ginjal dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Pramana, 2016).
b) Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskular sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Menurut penelitian dari safitri tahun 2016, menunjukan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi.
Jenis kelamin terbanyak pada laki laki yaitu 56,4% (Nelli, 2016).
c) Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Penelitian membuktikan bahwa ada kira kira- kira 20-40% penderita hipertensi primer dikarenakan ada garis hubungan darah yang sama pada penderita hipertensi, sehingga prospek berhubungan dengan genetik. Gen melibatkan sistem renin angiotensin dan yang lain berhubungan pada tonus vaskuler, transportasi garam dan air di ginjal dan penyimpanan insulin berpartisipasi kronologi hipertensi (Susiati, 2016).
d) Etnis
Risiko tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung bervariasi antara orang-orang dari latar belakang etnis yang berbeda.
Hipertensi lebih banyak pada orang yang berkulit hitam daripada yang berkulit putih. Namun sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti. Tetapi pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopressin lebih besar (Pramana, 2016).
2) Faktor risiko yang dapat dikontrol a) Stress
Stres dapat meningkatkan tekanan darah sewaktu waktu.
Hormon adrenalin akan meningkat sewaktu kita stress, dan itu bisa mengakibatkan jantung memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat. Stress biasanya disebabkan oleh faktor lingkungan yang berhubungan dengan pekerjaan, sosial, ekonomi, dan karakteristik seseorang. Hidup sehat dan menggunakan pola pikir sehat merupakan salah satu cara untuk mengendalikan stress (Susilo, 2015).
b) Obesitas (kegemukan)
Orang dengan berat badan yang berlebih (IMT >25) berisiko menderita hipertensi sebesar 6,47 kali dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan normal (Wahyuningsih &
Astuti, 2016).
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Penderita obesitas dengan hipertensi memiliki daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penderita yang memiliki berat badan normal (Triyanto, 2014).
c) Konsumsi natrium
Garam merupakan faktor penting dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang rendah. Apabila asupan garam 5-15 g/hari, prevalensi hipertensi akan meningkat menjadi 15-20%
(Pramana, 2016).
Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan tekanan darah, curah jantung, dan volume plasma.
Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6g/hari yang setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 g/hari (Pramana, 2016).
d) Konsumsi lemak jenuh
Terjadinya peningkatan berat badan sangat erat kaitannya dengan konsumsi lemak jenuh yang menyebabkan risiko terjadinya hipertensi. Dengan mengkonsumsi lemak jenuh dapat meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang juga berkaitan dengan tekanan darah. Tetapi jika seseorang dapat menurunkan konsumsi lemak jenuh terutama lemak yang terdapat dalam makanan yang bersumber dari hewan dan kemudian meningkatkan konsumsi lemak tidak jenuh yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah (Apriany & Mulyati, 2012)
e) Alkohol
Alkohol menyebabkan terjadinya penimbunan lemak dalam hati sehingga menyebabkan gangguan aliran darah hati. Keasaman darah dapat meningkat dikarenakan oleh alkohol, saat kadar keasaman darah meningkat maka darah akan menjadi kental dan jantung dipaksa untuk memompa darah lebih kuat, saat inilah terjadi tekanan darah tinggi (Makaremas dkk., 2019).
f) Merokok
Seseorang yang merokok dengan jumlah lebih dari satu pak perhari memiliki kerentanan dua kali lebih besar menyandang hipertensi jika dibandingkan dengan yang tidak merokok (Uguy dkk., 2019).
g. Pathway Hipertensi
Bagan 2. 1 Pathway Hipertensi (Amin & Hardhi, 2016) Umur, Obesitas, Jenis Kelamin, Gaya
hidup
Hipertensi
Vasokontriksi pembuluh
darah
After Load
COP
Ginjal
Vasokontriksi pembuluh darah ginjal
Aliran darah
Respon renin angiotensin dan
aldosteron
Aldosteron
Retensi Na
Edema
Kelebihan volume cairan
Otak
Suplay O2 ke otak
Pingsan
Resiko tinggi injury
Resistensi pembuluh darah otak
Tekanan pembuluh darah otak
Nyeri tekan
Nyeri Gangguan
perfusi jaringan
h. Komplikasi Hipertensi
Pada penderita tekanan darah tinggi patut diwaspadai dengan adanya komplikasi ataupun penyakit penyerta yang kemungkinan terjadi. Berikut komplikasi dari hipertensi:
1) Stroke
Merupakan salah satu konsekuensi hipertensi yang paling parah dan berakibat kematian dini atau kecacatan yang cukup serius.
Sekitar 80% stroke pada pasien hipertensi iskemik disebabkan oleh trombosis intra-arterial atau embolisasi dari jantung atau arteri karotid. Sisanya, 20% kasus adalah hasil dari berbagai penyebab hemoragik (Susiati, 2016).
2) Fibrilasi Atrium
Hipertensi juga dikaitkan dengan peningkatan risiko atrial fibrillation. Kehadiran kedua kondisi tersebut adiktif terhadap risiko stroke (Susetyowati, 2017).
3) Penyakit Jantung Koroner
Pada penderita hipertensi, penyakit jantung koroner lebih sering terjadi daripada stroke, namun tren terkini menunjukan kebalikannya. Pengobatan hipertensi yang memadai mengurangi resiko serangan jantung sekitar 20%, meskipun angka ini didasarkan pada penurunan tekanan darah oleh thiazides dan β blocker daripada agen antihipertensi yang lebih baru (Windy, 2018).
4) Gagal Jantung
Hipertensi adalah penyebab utama gagal jantung. Seperti yang dikemukakan oleh Framingham Heart Study. Orang yang bertekanan darah >160/95 mmHg memiliki kejadian gagal jantung enam kali lipat lebih tinggi daripada orang yang bertekanan darah
<140/90 mmHg (Susetyowati, 2017).
5) Demensia
Lansia dengan hipertensi berisiko terhadap semua bentuk stroke dan sering mengalami infark serebral kecil tanpa gejala yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi intelektual dan kognitif secara progresif. Selain itu, juga ditemukan adanya hubungan antara kejadian hipertensi dengan penyakit alzheimer (Susetyowati, 2017).
6) Penyakit Ginjal
Hipertensi sering menyebabkan gagal ginjal progresif. Hampir semua penyakit gagal ginjal primer menyebabkan peningkatan tekanan darah, yang dimediasi oleh kadar renin dan angiotensin tinggi, serta retensi natrium dan air. Pasien dengan gagal ginjal dengan atau tanpa dialisis atau transplantasi memiliki peningkatan risiko terkena PJK atau stroke (Arifa dkk., 2017).
i. Diagnosis Hipertensi
Penegakan diagnosis hipertensi perlu dilakukan tiga kali pengukuran tekanan darah selama tiga kali kunjungan terpisah, dengan 2-3 kali pengukuran dalam satu kunjungan (Fitri, 2015). Diagnosis hipertensi dapat dilakukan dengan beberapa cara meliputi:
1) Anamnesis
Anamnesis riwayat keluarga karena 70-80% kasus tekanan darah tinggi disebabkan oleh faktor herediter. Selain itu juga ditanyakan riwayat penggunaan obat-obatan kortikosteroid, riwayat eklamsia (keracunan kehamilan), riwayat kontrasepsi, riwayat persalinan, riwayat penyakit lain seperti diabetes mellitus, penyakit ginjal dan lainnya.
2) Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan pemeriksaan fisik, nilai tekanan darah pasien diambil rata-rata dua kali pengukuran pada setiap kali kunjungan ke dokter.
Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan posisi manset yang tepat (setingkat dengan jantung) serta teknik yang benar (Mubin, 2016).
3) Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan lebih spesifik untuk menentukan penyebab tekanan darah tinggi, seperti pemeriksaan darah lengkap, glukosa darah (sebaiknya puasa), kolesterol total serum, kolesterol LDL dan HDL serum, trigliserida serum (puasa), asam urat serum, kreatinin serum, kalium serum, hemoglobin dan hematokrit, urinalisis dan elektrokardiogram. Pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan ekokardiogram, USG karotis dan femoralis, foto rontgen, dan funduskopi (Nisa, 2017).
j. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu secara farmakologi dan non farmakologi:
1) Penatalaksanaan Secara Farmakologi a) Diuretic
Termasuk salah satu obat antihipertensi yang memiliki efek mendukung ginjal untuk menaikkan pengeluaran natrium, klorida dan air. Menaikkan pengeluaran dalam ginjal mampu menyedikitkan cairan yang ada di dalam tubuh yang digunakan untuk membuat tekanan darah menjadi rendah (Sonya, 2019).
b) Vasodilator (pelebaran pembuluh darah)
Vasodilator adalah golongan obat yang digunakan untuk melebarkan pembuluh darah. Obat antihipertensi ini memiliki efek membuat pembuluh darah menjadi lebar agar darah dapat mengalir dengan lebih lancar (Permana, 2016).
c) Penghambat adrenergic (Beta blocker, Alfa blocker, Alfa- beta blocker).
Obat ini bermanfaat untuk menghambat pemberhentian renin dan angiotensin tidak akan menjadi aktif. Angiotensin I tidak bakal terbentuk dan Angiotensin II tidak akan berganti, Angiotensin II memegang peran utama pada kenaikan tekanan darah (Sonya, 2019).
d) Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor)
Memiliki manfaat untuk memotong penyusunan angiotensin II dapat menyebabkan vasodilatasi dan penyusutan sekresi aldosterone mengakibatkan kejadian ekskresi natrium, air dan retensi kalium (Sonya, 2019).
2) Penatalaksanaan Secara Non Farmakologi
a) Mengurangi obesitas atau menurunkan berat badan
Faktor yang dapat dikendalikan seperti berat badan yang berlebih atau obesitas yang merupakan salah satu dari faktor yang berkaitan dalam hipertensi, dikarenakan orang yang memiliki badan kurus kecil kemungkinan tidak terkena risiko hipertensi dibandingkan orang yang berbadan gemuk.
Menurunkan berat badan 10 kg dapat mengurangi tekanan darah 5-20 mmHg (Yanti & Hidayanti., 2018).
b) Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh
Mengurangi makan garam yang berlebih bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah. Jumlah garam yang dikonsumsi dalam sehari adalah 5 gr atau 1 sendok teh per hari. Jadi, usahakan agar konsumsi garam harian tidak melebihi jumlah tersebut (Herawati dkk., 2020).
c) Meningkatkan konsumsi sayur dan buah
Pasien hipertensi disarankan untuk mengkonsumsi sayuran, produk rendah lemak, serat whole grain dan mengurangi konsumsi lemak tersaturasi dan kolesterol. Buah segar juga direkomendasikan walaupun perlu perhatian khusus bagi pasien obesitas karena beberapa buah terdapat kandungan karbohidrat yang tinggi (Ramdya, 2018).
d) Melakukan olahraga
Melakukan kegiatan fisik salah satu contohnya yaitu jalan cepat.
Jalan cepat dalam waktu 30-45 menit dalam 3-4 kali perminggu mampu menurunkan tekanan darah (Pradwirahma, 2020).
e) Berhenti merokok
Nikotin yang terdapat di tembakau cukup tinggi, sehingga menjadikan kerja jantung menjadi kuat dan dapat mengakibatkan arteri menjadi mengkerut sehingga peredaran di dalam tubuh menurun dan tekanan darah akan meningkat. Tidak merokok salah satu upaya yang baik untuk mencegah terjadinya masalah kardiovaskuler pada penderita hipertensi (Harun, 2020).
f) Tidak mengkonsumsi alkohol
Meminum minuman beralkohol melewati batas wajar mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi. Mengkonsumsi minum minuman keras dapat mengakibatkan terkena stroke (Malonda dkk., 2012). Laki-laki dengan kasus hipertensi disarankan membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 20-30 g/hari sedangkan pada wanita hipertensi disarankan untuk tidak melebihi 10-20 g/hari. Total konsumsi alkohol bagi laki-laki sebaiknya tidak lebih dari 140 g/minggu dan untuk wanita tidak melebihi 80 g/minggu (Suhadi, 2015).
g) Melakukan relaksasi dan menghindari stress
Contoh kegiatan relaksasi adalah dengan melakukan meditasi, yoga, terapi murottal, hipnoterapi, terapi musik, terapi relaksasi (Furqani, 2020).
h) Istirahat cukup
Istirahat merupakan usaha untuk mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan keseimbangan hormon tubuh. Beristirahat akan menghilangkan stress, capek dan dapat menstabilkan tekanan darah (Sanjaya dkk., 2018).
i) Akupunktur
Salah satu terapi komplementer yang dapat digunakan untuk hipertensi adalah akupunktur. Metode tusukan jarum pada akupunktur akan menstimulasi dikeluarkan dan aktivasinya zat aktif seperti Nitric Oxide (NO) yang merupakan zat vasodilator
yang dihasilkan oleh endotel pembuluh darah yang memicu vasodilatasi. Sehingga terapi akupunktur dapat membantu penanganan tekanan darah pada kasus hipertensi (Saxena et al., 2018).
2. Hipertensi Menurut Ilmu Akupunktur a. Definisi Hipertensi
Hipertensi menurut Traditional Chinese Medicine (TCM) termasuk ke dalam kategori Xuan Yun (dizziness), Tou tong (Headache), Ganyang (Liver Yang), Ganfeng (Liver Wind), dan Zhongfeng (Stroke).
Hipertensi merupakan kondisi tidak seimbangnya unsur Yin Yang pada organ Ginjal dan Hati atau adanya flegma dan lembab yang berlebihan di dalam tubuh (Zhang, 2007). Tidak ada penyakit “Tekanan darah tinggi” dalam Cina kuno karena belum memiliki teknologi pengukuran tekanan darah. Biasanya tekanan darah tinggi tidak memiliki gejala yang signifikan. Ketika ada gejala biasanya muncul sakit kepala, pusing, palpitasi, insomnia dan stroke. Secara umum disepakati dalam Cina modern bahwa hipertensi berkaitan dengan sakit kepala dan pusing. Namun tidak boleh menekankan korelasi antara hipertensi dan peningkatan qi yang menyebabkan sakit kepala dan pusing (Maciocia, 2008).
b. Etiologi Hipertensi
Menurut (Xinghua, 1996) dan (Maciocia, 2008) berikut ini adalah beberapa penyebab terjadinya tekanan darah tinggi:
1) Stress Emosional
Perasaan marah, khawatir, sedih, kesal dan perasaan bersalah dalam waktu yang lama dapat menyebabkan Stagnasi qi Hati yang akan berubah menjadi api hati, mengacaukan tubuh bagian atas, dan menyebabkan tekanan darah tinggi. Stagnasi qi Hati ini terkadang menyebabkan Yang Hati naik dan menyebabkan pusing dan sakit kepala yang mengarah ke tekanan darah tinggi.
2) Overwork
Terlalu lelah maupun ketidakseimbangan antara pekerjaan dengan istirahat akan mengakibatkan qi limpa lemah dan dalam waktu lama akan menguras Yin hati dan ginjal menjadi defisiensi. Hal inilah yang menyebabkan Yang hati naik dan menyebabkan tekanan darah tinggi.
3) Diet yang buruk
Pola makan yang salah (terlalu banyak makan atau terlalu sedikit makan), terlalu banyak makan makanan yang bersifat panas dan pedas serta berminyak, produk olahan seperti susu dan keju akan menyebabkan limpa melemah dan mengarah ke lembab atau flegma. Flegma sendiri merupakan salah satu dari penyebab terjadinya tekanan darah tinggi.
4) Usia lanjut
Saat usia bertambah tua maka Jing atau essence ginjal dalam tubuh akan berkurang sehingga menyebabkan Yang hati dan menyebabkan tekanan darah tinggi.
c. Patogenesis Hipertensi
Beberapa literatur kedokteran Cina menjelaskan bahwa hipertensi merujuk pada organ hati, ginjal dan limpa sebagai organ utama dalam patologi tekanan darah tinggi. Terjadinya ketidakseimbangan antara hati dan ginjal pada kondisi kronis menyebabkan defisiensi hati atau yin ginjal, sehingga mengarah pada peningkatan Yang hati, dalam kasus lain mungkin menjadi Api hati berkobar. Sementara terjadinya defisiensi limpa mengarah ke pembentukan flegma (Zong & Cheng, 2006 dan Maciocia, 2008 dan Bian et al., 2014).
Selain hati, ginjal dan limpa, diperkirakan organ jantung juga terlibat jika dalam keadaan kronis. Tekanan darah tinggi pada dasarnya adalah keadaan patologi pembuluh darah. Secara khusus, jantung dan pembuluh darah terlibat dalam sindrom flegma yang meng-obstruksi saluran pembuluh darah dan stasis darah di saluran penghubung.
Tekanan darah tinggi juga menyebabkan perubahan ukuran arteri yang disertai dengan penebalan, peningkatan di kolagen dan pengendapan sekunder kalsium. Perubahan ini mengakibatkan hilangnya kelenturan arteri kemudian mengarah ke tekanan arteri. Ketika jantung mengatur pembuluh darah, organ tersebut harus memainkan peran penting dalam patologi dan pengobatan dari tekanan darah tinggi (Maciocia, 2008).
d. Diferensiasi Sindrom Hipertensi
Menurut (Zhang, 2007) dan (Xinghua, 1996) diferensiasi sindrom pada kasus hipertensi meliputi:
1) Hipertensi oleh karena Api Hati naik ke atas
Manifestasi klinis pada sindrom Api Hati naik ke atas berupa sakit kepala, dizziness, wajah dan mata merah, mudah marah, tinnitus, ketulian, konstipasi, kering dan rasa pahit dimulut, kelelahan, gelisah, urin berwarna kuning keruh, otot lidah merah dengan selaput berwarna kuning, nadi cepat dan tegang. Prinsip terapi yaitu menenangkan Yang hati, memupuk Yin hati, dan mengusir patogen api. Titik akupunktur yang digunakan antara lain: LV 2 (Xingjian), LV 3 (Taichong), LI 11 (Quchi), dan GB 41 (Zulinqi) dengan metode Sedasi (pelemahan) dan dapat dilakukan pricking pada titik EX-HN 5 (Taiyang).
2) Hipertensi oleh karena Hiperaktivitas Yang Hati
Manifestasi klinis pada sindrom Hiperaktivitas Yang Hati berupa dizziness, nyeri distensi di kepala, pandangan mata kabur, kemerahan pada wajah, mata merah, tinnitus, mudah marah, insomnia, urin kuning, konstipasi, lidah merah kering dengan sedikit selaput, nadi cepat seperti benang dan tegang. Prinsip terapi yaitu menenangkan Yang hati dan menguatkan Yin tubuh. Titik akupunktur yang digunakan antara lain: KI 1 (Yongquan), KI 3 (Taixi) untuk tonifikasi Yin ginjal, BL 23 (Shenshu) merupakan titik shu meridian ginjal untuk tonifikasi Yin ginjal, SP 6 (Sanyinjiao) merupakan titik pertemuan tiga meridian Yin kaki
untuk tonifikasi hati dan ginjal, LV 3 (Taichong) berfungsi untuk menenangkan Yang hati, dan GB 20 (Fengchi) merupakan titik pertemuan antara meridian kandung empedu dan Yang Link Vessel.
3) Hipertensi oleh karena Defisiensi Yin Hati dan Ginjal
Manifestasi klinis pada sindrom Defisiensi Yin Hati dan Ginjal berupa dizziness, palpitasi, pandangan mata kabur, tinnitus, sensasi panas di lima titik, sakit dan lemah di lutut dan pinggang, sering buang air kecil pada malam hari, keringat malam, lidah merah, nadi dalam, lemah seperti benang. Prinsip terapi yaitu menutrisi Yin hati dan ginjal. Titik akupunktur yang digunakan antara lain: KI 3 (Taixi), KI 6 (Zhaohai), SP 6 (Sanyinjiao), GB 34 (Yanglingquan), BL 18 (Ganshu), dan BL 23 (Shenshu).
4) Hipertensi oleh karena Akumulasi Flegma Lembab di Jiao Tengah Manifestasi klinis pada sindrom Akumulasi Flegma Lembab di Jiao Tengah berupa pusing berputar-putar (vertigo), sensasi berat di kepala, mudah mengantuk, sensasi penuh dan rasa tertekan di dada, ukuran lidah gemuk, lidah pucat, terdapat tapak gigi, selaput putih tipis serta berminyak, nadi licin atau tegang. Prinsip terapi yaitu membersihkan flegma, membuka aliran kepala dan jiao tubuh serta menguatkan limpa. Titik akupunktur yang digunakan antara lain:
ST 40 (Fenglong), CV 12 (Zhongwan), ST 36 (Zusanli), PC 5 (Jianshu), PC 6 (Neiguan), SP 6 (Sanyinjiao), BL 20 (Pishu), LI 4 (Hegu).
5) Hipertensi oleh karena Defisiensi Qi dan Stasis Darah
Manifestasi klinis pada sindrom defisiensi qi dan stasis darah berupa dizziness, pandangan mata kabur, palpitasi, insomnia, mudah lelah, nafsu makan kurang, kompleksi wajah pucat, malas berbicara. Lidah pucat, nadi dalam dan kecil. Prinsip terapi yaitu tonifikasi qi dan menghilangkan stasis pada darah. Titik akupunktur yang digunakan antara lain: GV 20 (Baihui) titik dominan untuk penenang serta sebagai titik lokal untuk meredakan
keluhan pusing, LV 3 (Taichong), ST 9 (Renying), BL 15 (Xinshu) yang berfungsi untuk mengontrol sirkulasi darah, BL 20 (Pishu), BL 18 (Ganshu), ST 36 (Zusanli) yang merupakan titik organ Limpa dan Lambung yang bertanggung jawab dalam mentransformasi qi dan darah, CV 17 (Danzhong) dan CV 6 (Qihai) yang merupakan titik dominan qi yang berguna untuk tonifikasi qi.
e. Penatalaksanaan Terapi Akupunktur
Penelitian ini menggunakan titik akupunktur EX-HN 3 Yintang, SP 6 Sanyinjiao, KI 3 Taixi, dan LV 3 Taichong, dengan kombinasi bloodletting Apex telinga yang diuji keefektifannya dalam menurunkan tekanan darah tinggi pada penderita hipertensi.
1) Titik EX-HN 3 Yintang
Merupakan titik extra yang terletak pada bagian pangkal hidung, pertengahan antara kedua alis mata dengan penusukan 0,3-0,5 cun mendatar (Saputra & Idayanti, 2015). Titik ini merupakan titik meridian extra yang dapat menenangkan pikiran, gangguan kepala dan hidung, vertigo, insomnia, rinorea.
Gambar 2. 1 Titik EX-HN 3 Yintang (Focks, 2008)
2) Titik SP 6 Sanyinjiao
Merupakan titik pertemuan meridian Limpa-Hati-Ginjal yang terletak 3 cun proksimal prominens maleolus medialis tepat di tepi
posterior os tibia dengan kedalaman penusukan 0,5-1 cun secara tegak lurus. Indikasi untuk titik ini adalah distensi abdomen, diare, menstruasi tidak teratur, prolaps uteri, atrofi otot, paralisis ekstremitas inferior (Saputra & Idayanti, 2015). Penusukan akupunktur pada titik SP 6 Sanyinjiao dapat merangsang dan meningkatkan sel Limfosit T, dimana sel ini dapat meningkatkan daya imun tubuh. Hal ini berkaitan dengan salah satu penyebab hipertensi yaitu stress. Kondisi stress dapat menurunkan daya imun tubuh dan mengakibatkan aktivitas simpatis meningkat, konstriksi vena, peningkatan kontraktilitas, volume preload naik, curah jantung meningkat dan mengakibatkan hipertensi. Penusukan pada titik ini juga memiliki efek regulasi yang baik yaitu memperbaiki sirkulasi darah. Ketika sirkulasi darah lancar, maka tekanan darah juga akan normal (Mustofa, 2015).
Gambar 2. 2 Titik SP 6 Sanyinjiao (WHO, 2008)
3) Titik KI 3 Taixi
Merupakan titik Shu dan titik Yuan meridian ginjal. Titik KI 3 terletak setinggi bagian prominens dari maleolus medialis diantara tendon achilles dan maleolus medialis, penusukan tegak lurus dengan kedalaman 0,3-1 cun. Indikasi dari titik ini adalah kasus tinnitus, pusing, asma, insomnia, menstruasi tidak teratur dan
impotensi (Saputra & Idayanti, 2015). Titik ini dipilih karena telah terbukti secara Evidence Based Medicine (EBM) dapat menurunkan tekanan darah karena EBM memiliki efek kuratif yang hampir sama dengan obat antihipertensi reserpin (Hasnah &
Ekawati, 2016).
Gambar 2. 3 Titik KI 3 Taixi (WHO, 2008)
4) Titik LV 3 Taichong
Merupakan titik Shu dan titik Yuan meridian Hati. Titik LV 3 terletak di punggung kaki, antara tulang metatarsal pertama dan kedua di bagian proksimal dari sendi metatarsophalangeal dan sudut proksimal antara kedua tulang. Indikasi dari titik ini adalah sakit kepala, pusing, vertigo, hipertensi, insomnia, nyeri di daerah hipokondrium, kolik bilier, perdarahan uterus, retensi urine, kejang, gangguan mental (schizophrenia). Penusukan titik ini yaitu tegak lurus sedalam 0,5 cun- 1 cun (Saputra & Idayanti, 2015). Stimulasi akupunktur pada titik LV 3 Taichong yang mempengaruhi sistem kardiovaskular yang dapat mempengaruhi wilayah otak secara spesifik yang menerima input dari stimulasi somatic afferent untuk mengobati tekanan darah tinggi (Wang et al., 2016).
Gambar 2. 4 Titik LV 3 Taichong (WHO, 2008)
3. Mekanisme Kerja Titik Akupunktur untuk Hipertensi a) Secara segmental
Secara segmental yaitu penusukan akupunktur pada titik tertentu merupakan rangsangan pada saraf aferen yang akan diteruskan ke cornu posterior medulla spinalis kemudian ke cornu intermediolateral lalu ke susunan saraf otonom yang menimbulkan hambatan rangsangan simpatis sehingga terjadi vasodilatasi (Hasnah & Ekawati, 2016).
b) Mempengaruhi sistem renin-angiotensin-aldosteron
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap binatang, menunjukan bahwa akupunktur efektif dalam menurunkan tekanan darah sistolik melalui mekanisme penghambatan aktivitas plasma hypertension enase pada arteri renalis. Akupunktur dapat memberikan efek dalam menurunkan aktivitas renin-angiotensin II, aldosteron, ketegangan pada pembuluh darah, resistensi perifer, dan retensi sodium (Zhang & Zhu, 2007).
c) Pengaruh pada sistem kardiovaskuler
Pada suatu penelitian mengindikasikan bahwa akupunktur dapat menurunkan resistensi perifer, denyut jantung, kenaikan curah jantung, meningkatkan fungsi jantung dan mengontrol sirkulasi darah. Selain itu,
akupunktur dapat memperbaiki irama pembuluh darah kecil dengan pengulangan manipulasi dan stimulasi (Zhang & Zhu, 2007).
d) Regulasi Saraf Otonom
Peningkatan titik akupunktur memberikan rangsangan pada saraf otonom yang menimbulkan hambatan rangsangan simpatis, sehingga terjadinya hambatan pada saraf vasokonstriktor yang berakibat vasodilatasi (Zhang & Zhu, 2007)
e) Peningkatan Nitrit Oksida
Tusukan jarum pada titik akupunktur akan merangsang nada saraf parasimpatis dan menekan nada saraf simpatik. Parasimpatis yang dominan akan menghasilkan asetilkolin, di mana ikatan asetilkolin dalam sel endotel akan menginduksi pembentukan Nitrit Oksida lokal dan di endotelium, yang kemudian berdifusi menjadi otot polos pembuluh darah dan kemudian mengubah aliran darah dan sirkulasi lokal, di mana relaksasi otot pembuluh darah halus (Saxena et al., 2018).
4. Penatalaksanaan Bloodletting Apex Telinga a. Definisi
Bloodletting merupakan metode terapi untuk mengatasi penyakit dan gangguan dengan cara menusuk dan mengeluarkan darah dari titik akupunktur, kolateral supervisial, atau area yang terindikasi. Metode ini pertama dibukukan di Neijing, The Classic Of Medicine, yang direkomendasikan untuk masalah kronis dan sindrom panas.
Bloodletting berfungsi untuk mengaktivasi meridian dan menghilangkan panas. Jarum yang dapat digunakan untuk melakukan teknik Bloodletting ini antara lain jarum three-edged needle, plum blossom needle ataupun jarum lancet. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengaplikasikan bloodletting adalah desinfeksi area atau titik yang akan digunakan agar terhindar dari infeksi (Xinghua, 1996).
Pada kasus hipertensi keluarkan 5-8 tetes darah, untuk kondisi hiperaktivitas atau sindrom panas bisa mengeluarkan darah lebih banyak lagi. Metode ini dapat dilakukan setiap dua hari dengan menusuk satu sisi alternatif setiap kali terapi, dianjurkan 10 kali terapi dalam satu sesi pengobatan (Nong, 2009). Bloodletting dapat merangsang produksi dan ekskresi nitrit oksida endogen dapat berperan dalam vasodilatasi dan meningkatkan suplai nutrisi dan darah yang dibutuhkan oleh sel-sel dan lapisan-lapisan pembuluh darah arteri maupun vena, sehingga menjadikannya lebih kuat dan elastis menyebabkan penurunan pada tekanan darah pasien dengan tekanan darah tinggi (Moawia, 2018).
b. Anatomis Bloodletting apex telinga
Daun telinga adalah mikrokosmos tubuh manusia dan area pertemuan dua belas saluran utama. Apex telinga terletak pada ujung atas helix dengan bagian belakang telinga terlipat ke depan dan merupakan titik paling superior dari telinga. Diinervasi oleh saraf trigeminus, saraf fasialis, saraf glosofaringeus, dan saraf vagus.
Divaskularisasi oleh tympanica anterior dan tympanica posterior.
Aksinya adalah untuk meningkatkan qi dan sirkulasi darah, membersihkan panas lembab dan patogen beracun, menghilangkan qi dan darah yang tersumbat, mengatasi pembengkakan dan mengurangi rasa sakit. Titik ini dapat digunakan dalam kasus demam, hipertensi, konjungtivitis akut penyakit kepala dan leher terutama yang ditandai dengan kelebihan Yang, panas dan nyeri. Metode bloodletting pada apex telinga efektif untuk menangani demam tinggi, inflamasi, hipertensi, dizziness dan masalah pada mata (Wang et al., 2016).
Gambar 2. 4 Titik Apex Telinga (Marlow, 2014)
c. Mekanisme Bloodletting apex telinga
Mekanisme bloodletting pada apex telinga efektif dalam mengendalikan hipertensi dengan menurunkan kadar aldosteron. Sistem renin-angiotensin-aldosteron sangat penting dalam patologi hipertensi.
Peningkatan aldosteron dapat meningkatkan penyerapan kembali garam dan air di ginjal yang mengakibatkan volume darah dan peningkatan tekanan darah. Auriculotherapy dapat mempengaruhi sistem saraf otonom melalui auriculo vagal jalur aferen dimana dapat meningkatkan aktivitas saraf vagus (parasimpatis), maka terjadi vasodilatasi jantung dan penurunan denyut jantung, sehingga terjadilah penurunan tekanan darah (Kwon et al., 2018).
d. Indikasi dan Kontraindikasi
1) Indikasi Bloodletting pada Apex telinga
Bloodletting memberikan fungsi tusukan pada tubuh seseorang yakni mengaktifkan dan melancarkan qi pada meridian, menghilangkan panas dan mengembalikan kesadaran, dan menghilangkan inflamasi dan mengurangi rasa nyeri. Dikatakan bahwa penggunaan teknik bloodletting yang tepat juga dapat meningkatkan qi lokal dan aliran darah yang bermanfaat untuk
kondisi seperti akumulasi panas beracun, stasis darah, pikiran gelisah dan gejala sakit kepala lainnya (Nong, 2005).
2) Kontraindikasi Bloodletting pada Apex telinga
Pada kondisi-kondisi tertentu teknik bloodletting tidak boleh dilakukan pada seseorang dengan masalah perdarahan, anemia (kekurangan darah), hipotensi (tekanan darah rendah), atau wanita yang sedang hamil (Nong, 2005).
B. Kerangka Teori
Bagan 2. 2 Kerangka Teori
(Udjianti 2013, Syamsudin 2011, Triyanto 2014, Novitaningtyas 2014, Xinghua 1996, Maciocia 2008)
Keterangan:
Diteliti Tidak Diteliti
Faktor penyebab tekanan darah tinggi
Menurut Ilmu Kedokteran Barat
Genetik, jenis kelamin, usia, obesitas, stress, gaya hidup tidak sehat
Menurut Ilmu Akupunktur Stress emosional, overwork, diet yang buruk, usia lanjut
HIPERTENSI
Penatalaksanaan Kasus Hipertensi
Farmakologis Non Farmakologis
Diuretic, Vasodilator (pelebaran pembuluh darah), Penghambat
adrenergic (Beta blocker, Alfa blocker, Alfa-beta blocker) Angiotensin converting enzyme
inhibitor (ACE-inhibitor)
Terapi akupunktur pada titik EX-HN 3 Yintang, SP 6 Sanyinjiao, KI 3 Taixi, LV 3
Taichong dan Bloodletting Apex telinga
Penurunan Tekanan Darah
C. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori, kerangka konsep yang ditentukan adalah sebagai berikut:
Bagan 2. 3 Kerangka Konsep
D. Hipotesis
Hipotesis adalah menyimpulkan suatu ilmu melalui suatu pengujian dan pernyataan secara ilmiah atau hubungan yang telah dilaksanakan penelitian sebelumnya (Nursalam, 2016).
1. Hipotesis Nol (Hᴏ)
Pemberian terapi akupunktur dan bloodletting apex telinga tidak efektif terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Dusun Tegalmulyo, Mojosongo.
2. Hipotesis Alternatif (Hα)
Pemberian terapi akupunktur titik dan bloodletting apex telinga efektif terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Dusun Tegalmulyo, Mojosongo.
Variabel Bebas
1. Penusukan titik akupunktur (EX-HN 3 Yintang, SP 6 Sanyinjiao, KI 3 Taixi dan LV 3 Taichong).
2. Bloodletting apex telinga
Variabel Terikat
Penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di Dusun Tegalmulyo Kelurahan
Mojosongo