• Tidak ada hasil yang ditemukan

Plagiarism Checker X - Report

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Plagiarism Checker X - Report"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Plagiarism Checker X - Report

Originality Assessment

Overall Similarity: 0%

Date: Jan 28, 2021

Statistics: 40 words Plagiarized / 8506 Total words Remarks: No similarity found, your document looks healthy.

(2)

TUGAS AKHIR APLIKASI TANAMAN MELATI AIR DALAM MENURUNKAN KADAR BOD DAN COD PADA LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT DI PT X Diajukan Kepada Sekolah Tinggi

Teknologi Industri ) Padang Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Disusun Oleh: MIKE GUSMITA 1910024428026 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN YAYASAN MUHAMMAD YAMIN PADANG SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI

(STTIND) PADANG 2021 BAB I PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Minyak sawit atau Crude Palm Oil(CPO) adalah produk yang selalu akan diperlukan untuk konsumsi masyarakat dalam jangka waktu yang panjang(Risna, 2013). Hal ini terjadi karena Produktifitas minyak yang tinggi, yaitu 3.74 ton/ha/tahun, dan minyak sawit mendominasi minyak nabati dunia sebagai minyak yang teraman.CODEX Alimentarius Commission t menerbitkan Standart for Named Vegetables Oil dimana minyak sawit mendominasi hampir 52%, dan minyak sawit mempunyai potensi yang sangat luas. Ada sekitar 163 produk yang dihasilkan oleh CPO dan turunannya sebesar82% yang memiliki kegunaan terhadap pangan(Risna, 2013).

Dengan kondisi ini banyak berdirinya industri- industri kelapa sawit, salah satunya adalah PTX. PT X menghasilkan dua produk utama yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan PalmKernel (PK), dan salah satu produk sampingannya adalah Limbah cair yang berpotensi mencemari lingkungan perairan. Menurut Ahmad dkt, (2011), sebanyak 2,5m3 limbah cair kelapa sawit akan dihasilkan dari setiap ton proses olahan tandan buah segar kelapa sawit. Limbah cair kelapa sawit memiliki kandungan Biochemical Oxygen Demand (BOD),Chemical Oxygen Demand (COD), dan padatan tersuspensi yang tinggi (Chan dkk2013). Nilai COD limbah cair kelapa sawit sebelum proses pengolahan berada pada kisaran 45.000-65.000 mg/L, nilai BOD berada pada kisaran 21.500- 28.500 mg/L, sedangkan nilai padatan tersuspensi berada pada kisaran 15.660-23.560 mg/L (Wong dkk.,2009). Hasil penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa paparan limbah cair kelapa sawit yang memili kadar nilai COD dan BOD yang tinggi terbukti berdampak negatif menurunkan keragaman fitoplankton (Muliari dan Zulfahmi, 2016). Lebih lanjut, kontaminasi limbah cair kelapa sawit berpotensi

menggangu kinerja pernapasan dan reproduksi ikan (Muliari dkk., 2018; Zulfahmi dkk., 2018). Dengan kondisi ini perlu pengolahan yang tepat untuk mengolah limbah cair kelapa

(3)

sawit, sehingga bisa menghilangkan kandungan senyawa organik (COD dan BOD)yang terdapat didalam limbah tersebut. 1 Pengolahan limbah cair kelapa sawit yang digunakan oleh PT X yaitu pengolahan primer dan sekunder dengan beberapa kolom, dengan 6 jenis tahapan pengolahan limbah, yaitu deoling pond, cooling pond, neutralizing pond,

anaerobic, aerobik, final pond. Pada tahapan pengolahan yang ke 4 yaitu anaerobic mengalami penurunan kadar COD dan BOD yang tinggiyaitu BOD dari inlet11600 ppm menjadi outlet3064 ppm, dan COD dari inlet 21000 ppmmenjadi5004 ppm.Dengan ini penulis tertarik melakukan pengolahan lanjutan dengan pengolahan tersier dari tahap pengolahan ke 4 dengan metode fitoremediasi. pengolahan ini adalah suatu proses eliminasi senyawa organik (COD dan BOD) didalam air limbah melalui metode biologi fitoremediasi. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan penggunaan kolom limbah dan waktu yang digunakan untuk mengelola limbahcair kelapa sawit. Pada awalnya PT X pada

pengolahan limbah setelah kolom anaerobic masih menggunakan 3 kolom lagi yaitu aerobic pond 1, aerobic pond 2 dan final pond, untuk mengolah limbah cair sehingga memenuhi baku mutu, namun jika dilakukan pengolahan tersier setelah proses anaerobic hanya membutuhkan satu kolom. Sehingga alternatif dengan fitoremediasi ini mampu mengelolah limbah cair kelapa sawit dengan hanya menggunakn 5 kolom pengolahan saja, yaitu dengan 4 kolom untuk pengolahan primer dan sekunder dan 1 kolom untuk

pengolahan tersier, yaitu kolom rawa buatan untuk prosesfitoremediasi. Fitoremediasi merupakan salah satu metode remediasi yang sedang mendapat perhatian besar dalam satu dekade terakhir (Elystia dkk 2014).Selain berbiaya rendah, fitoremediasi juga mudah untuk diaplikasikan serta cenderung tidak menghasilkan limbah baru (ramah

lingkungan).Salah satu metode yang digunakan dalam fitoremediasi adalah metode hidroponik.Metode hidroponik merupakan salah satu metode dalam fitoremediasi dimana air digunakan sebagai media atau tempat tumbuh dan berkembang suatu tanaman

(Rangian, 2017). Hidroponik bisa dikatakan salah satu metode bercocok tanam yang efesien hal ini dikarenakan metode ini tidak memerlukan tempat atau lahan yang luas dan keuntungan lain yang bisa kita dapat adalah tanaman menjadi lebih bersih. Sudah banyak

(4)

tanaman yang ditanam menggunakan metode ini salah satunya adalah bayam, kangkung, selada, sawi, tomat, terong dan mentimun (Utama, 2006).Metode hidroponik yang paling sederhana, mudah dan efesien digunakan adalah metode hidroponik rakit apung.Metode hidroponik rakit apung atau yang disebut dengan water culture merupakan sistem

hidroponik yang sederhana.Sesuai dengan namanya, rakit apung menempatkan tanaman terapung diatas cairan nutrisi sehingga akar tanaman dapat terus mendapatkan nutrisi.

Agar kadar oksigen dalam larutan senantiasa terjaga dan tanaman dapat tumbuh dengan baik, di dalam larutan nutrisi dapat diletakkan aerator yang biasa digunakan untuk

menghasilkan gelembung udara pada akuarium (Putri,2017). Hasil penelitian Baihaqi dkk.(2017)mengungkapkanbahwa fitoremediasi limbahcair kelapa sawit

menggunakanMelati Air efektif menurunkan kandungan COD sebesar 63,6%.Pada penilian ini peneliti mengunakan tanaman Melati Air dalam proses fitoremediasi. Hal ini

berdasarkan pada banyaknya tanaman ini tumbuh disekitar area pabrik, dan tanaman ini juga cepat pertumbuhannya, sehingga mampu dijadikan sebagai tenaman uji untuk metode fitoremediasi, dan berdasarkan penelitian yang sebelumnya tanaman ini mampu menurunkan kadar BOD yang sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 untuk parameter BOD. Tanaman ini juga berfungsi sebagai penyeimbang kondisi alam karena tanaman ini dapat menjadi penyaring udara karena menyerap polusi dan menghasilkan oksigen.Perkembangan tanaman ini sebagai penyeimbang kondisi alam juga berkembang, karena sudah ada metode penggunaan tanaman dalam penyisihan yang disebut fitoremediasi. Penggunaan tanaman melati airdalam sebuah penelitian sebenarnya sudah banyak dilakukan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Prayitno (2013), tanaman melati airmampu menurunkan kadar BOD sebesar 61,79 % dan COD sebesar 66,98 % pada limbah cair penyamakan kulit dengan menggunakan metode lahan basah buatanmelati air mampu menurunkan kadar BOD sebesar 90%, COD 90,79% dan fosfat 56,35% pada limbah cair laundry dengan menggunakan lahan basah buatan. Kasman (2019) dalam

peneitiannya, penggunaan tanaman melati airterbukti mampu menurunkan kadar logam aluminium (Al) sebesar 86 % pada lumpur instalasi pengolahan air dengan menggunakan

(5)

metode lahan basah buatan. Namun belum banyak penelitian sebelumnya yang menggunakan tanaman melati airdalam pengolahan limbah cair sawit dengan sistem hidroponik rakit apung.Melihat kenyataan tersebut, perlu adanya penelitian tentang efektivitas tanaman melati airdalam pengolahan limbah cair sawit dengan sistem

hidroponik rakit apung sehingga diperoleh gambaran mengenai efesiensi dan kemampuan melati airdalam mereduksi limbah cair sawit sehingga mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Berdasarkan permasalahan-permasalahan diatas diperlukan penelitian lebih lanjut dengan judul“Aplikasi tanaman Melati air untuk menurunkan COD dan BOD pada pengolahan limbah cair kelapa sawit pada PTX” 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, terdapat masalah-masalah yang berkaitan dengan penelitian ini.

Masalah tersebut diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Kadar BOD dan COD yang melebihi baku mutu limbah cair dari Pabrik Kelapa Sawit dapat mencemarilingkungan. 2. Belum adanya pengolahan tersier yang dilakukan untuk mengolah limbah cair kelapa sawit. 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka

permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada: 1. Melakukan metode Fitoremediasi terhadap limbah cair industri minyak sawit 2. Menggunaan tanaman Melati Air sebagai fitoremediator 3. Analisis parameter COD, BOD dan pH pada kolom limbah cairanaerobik pada PT X yang dibandingkan dengan Permen LHK No 5 Tahun 2014. 4.

Menghitungefisiensi pengolahan fitoremediasi dengan tanaman Melati Air dalam

menurunkan kadar BOD dan COD pada limbah cair kelapa sawit dengan pengolahan dari kolom anaerobic 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan yang diangkat pada penelitian ini yaitu: 1.

Apakah melalui sistem pengolahan tersier denganfitoremediasi dengan tanaman Melati Air mampu dijadikan alternatif dalam mengelola limbah cair dan memenuhi baku mutu limbah cair, jika dibandingkan dengan pengolahan yang sebelumya yaitu dengan

pengolahanaerobic. 2. Apakah dengan variasi jumlah tanaman dan lama waktu

kontaktanaman melati air mampu menghilangkan atau menurunkankadar BOD dan COD yang tinggi dalam limbah cair kelapa sawit sehingga limbah buangan dari hasil pengolahan

(6)

mampu memenuhi standar baku mutu limbah cair kelapa sawit. 3. Bagaimana Efektifitas tanaman Melati Airdalam menurunkan kadar pencemar limbah cair industri minyaksawit 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalis kadar COD, BOD pada kolom limbah cair dengan metode fitoremediasi dengan tahapan pengolahan aerobic sebelum dibuang ke lingkungan. 2. Menghitung efektifitas Melati Air dalam menurunkan kadar COD dan BOD pada limbah cair kelalapasawit. 1.6 ManfaatPenulisan Adapun manfaat dilakukan nya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat bagi kampus Sebagai

tambahan referensi khususnya mengenai perkembangan teknologi informasi dan industri di Indonesia yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang memerlukan serta mampu menghasilkan sarjana- sarjana yang handal dan memiliki pengalaman di bidangnya dan dapat membina kerja sama yang baik antara lingkungan akademis dengan lingkungan kerja. 2. Manfaat bagi Perusahaan Memberikan informasi kepada PT X bahwa melakukan pengolahan lanjutan atau pengolahan sekunder setelah proses anaerobic dengan metode filtrasi dan fitoremediasi mampu mengolah limbah cair kelapa sawit yang sesuai dengan baku mutu limbah cair kelapa sawit tanaman yang bisa dijadikan alternatif menangani masalah limbahcair kelapa sawit pada perusahaan tersebut, dan juga mampu mengatasi ketersediaan lahan yang luas pada PT Xtersebut. 3. Manfaat bagi penulis Dengan ini penulis mendapatkan pemahaman lebih mengenai tahapan pengolahan limbah cair kelapa sawit, dan juga menambah pengetahuan tentang fitoremediasi, serta tanaman – tanaman hiperkumulator untuk proses fitoremediasi dalan menurunkan kadar BOD dan COD yang tinggi pada limbah cair kelapa sawit. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar-dasarTeori 2.1.1 Limbah Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik hasil produksi domestik (rumah tangga) ataupun industri.Air limbah atau air buangan adalah sisa airair yang dibuang akan dibuang buang berasal dari industri, rumah tangga ataupun tempat-tempat umumn lainnya, dan pada umumnya limbah mengandung zat-zat yang bisa membahayakan bagi kesehatan manusia, dapat mempengaruhi aktivitas makhluk hidup, dan juga dapat merusak lingkungan hidup (Notoatmojo, 2011). Pengertian limbah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, limbah adalah sisa suatu kegiatan atau usaha.

(7)

Limbah erat kaitanya dengan pencemaran atau sebagai sumber pencemaran, karen limbah menjadi substansi 15 pence,aran lingkungan, Oleh sebab itu penolahan limbah sangat dibutuhkan agar dapat menangani pencemaraan lingkungan yang disebabkan oleh limbah (Pitoyo dkk2016). 2.1.2. Karakteristik limbah Karakteristik limbah dipengaruhi oleh ukuran partikel (mikro), penyebarannya luas dan berdampak panjang atau lama, dan sifatnya yang dinamis.Sedangkan kualitas dari limbah dipengarhi oleh kandungan bahan pencemar, volume limbah,dan frekuensi pembuangan limbah (Widjajanti, 2009). Berdasarkan

karakterisitiknya, maka limbah dapat digolongkan menjadi empat jenis limbah,yaitu limbah cair, limbah padat, limbah gas/partikel, dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Secara umum air limbah terdiri dari 99,9% komponen air dan 0,1% bahan padatan, bahan padatan tersebut terdiri dar 70% berupa bahan organik dan 30% berupabahan anorganik (Pitoyo dkk 2009). 7 2.1.3. Limbah Cair Kelapa Sawit limbah cair kelapa sawit Limbah cair kelapa sawit adalah hasil tanaman kelapa sawit yang tidak termasuk dalam produk utama atau hasil produksi yang menjadi produksi pabrik kelap sawit.POME (Palm Oil Mill Effuent) adalah limbah cair kelapa sawit yang masih mengandung banyak padatan terlarut.Padatan terlarut tersebut sebagian besar berasal dari material lignoselulosa yang terdiri dari lignin, material berselolosa, dan hemiselulosa.Kandungan kimiawi dari lignoselulosa membuat POME bernilai tinggi dilihat dari segi Bioteknologi (Irvan et al., 2012). 16 Limbah cair yang dihasilkan dari seluruh proses produksi pengolahan minyak kelapa sawit diperkirakan maksimal mencapai ± 60% Dari seluruh tandan buah segaryang olah. Hasil penelitian Komoditas Pertanian (2006) terhadap beberapa PKS milik PTK yang dianggap telah mewakili PKS pada umumnya oleh Bank Dunia, telah diketahui bahwa kualitas limbah cair (inlet) yang dihasilkan berotensi mencemari badan air sebagai penerima buanganlimbah.

2.1.4. Sumber limbah cair kelapa sawit Sumber limbah cair kelapa sawit berasal dari pengolahan industri kelapa sawit yang di hasilkan dari pengolahan Tandan Buah Segar (TBS). Limbah cair kelapa sawit bersumber dari proses pengolahan kelapa sawit yang mengandung air dengan jumlah yang besar, dengan adanya kegiatan proses produksi pabrik kelapa sawit yang rutin dilakukan menjadi sumber penambahan limbah cair kelapa

(8)

sawit yang terus menurus bertambah. Pengolahan yang berasal dari air kondensat rebusan (sterilizer condensate), air drab (slude water), karena terdapat adanya pengenceran dan air hidroksil menjadi sumber utama limbah cair yang dikeluarkan dari pengolahan. Jumlah air yang dibutuhkan ketika pengolahan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas air limbah yang dihasilkan dan kepekatan air limbah terutama jumlah total soil, minyak/lemak, dan padatan melayang. Pabrik pengolahan kelapa sawit membutuhkan rata-rata air sebanyak 2,2 m3/ton TBS (Tandan Buah Segar) sehingga nantinya menghasilkan air limbah

sebanyak1,2-1,7 m3/ton TBS atau kira-kira sama dengan 2-3 ton/ton minyak yang dihasilkan (Maulinda,2013). Kegiatan produksi minyak kelapa sawit yang langsung

memberikan efek sumber limbah cair dari proses produksi yaitu kegiatan klarifikasi minyak, proses pencucian di suatu pabrik merupakan kegiatan yang rutin dilkakukan setiap periode tertentu. Pencucian yang dilakukan terhadap unit-unit perangkat proses atau mesin-mesin proses produksi minyak kelapa sawit dilakukan pembersihan disekitar lokasi unit

pemrosesan dibeberapa bagian penunjang, seperti power house, pump house, bengkel dan lain sebagainya (Pulungan,2017). 2.1.5. Karakteristik limbah cair kelapasawit Limbah cair kelapa sawit ditinjau lebih lanjut mempunyai potensi untuk mencemari lingkungan karena mengandung parameter bermakna yang cukup tinggi. Parameter yang dapat digunakan untuk penilaian kualitas air limbah sebagai tolak ukur adalah sebagai berikut:

Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Deman (COD), Total Organic Carbon (TOC), Padatan Tersuspensi dan teruapkan, pH, kandungan nitrogen (N) dan pospor (P), dan kandungan logam berat (Manurung, 2004). Limbah cair kelapa sawit memiliki karakteristik berwarna kecoklatan mengandung zat padat terlarut dan tersuspesi berupa koloid serta kandungan konsentarsi tinggi dari bahan organik dengan pH 4-5 dan suhu 90- 140oC(Wahyudi, et al.,2018). Secara umum limbah cair kelapa sawit mengandung minyak dan lemak sekitar 5.000 mg/L, Chemical Oxygen Demand (COD) 40.000 mg/L, Biological Oxygen Demand (BOD) 20.000 mg/L, Nitrogen Total (N) 500- 800 mg/L (Irvan etal., 2012).

18 Kandungan nilai COD yang tinggi menyebabkan kandungan oksigen terlaurt/Dissolved Oxygen (DO) rendah mengakibatkan berkurangnya jumlah oksigen terlarut yang

(9)

dimanfaatkan oleh mikroorganisme di perairan. Selain itu kandungan keasaman diperairan akan terus rendah dengan konsentrasi suhu yang tinggi, akibatnya lingkungan perairan mengalami pencemaran lingkungan. Sehingga perlu dilakukan pengolahan sebelum dibuang ke perairan apabila langsung dibuang ke perairan (Ahmad, 2011). Sedangkan standar baku mutu limbah cair kelapa sawit agar dapat dibuang ke perairan sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia tahun 2014 terlihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Standar baku mutu limbah cair kelapa sawit Kadar Paling Tinggi (mg/L) Beban Pencemaran Paling Tinggi (kg/ton) BOD 100 0,25 COD 350 0,88 TSS 250 0,63 Minyak dan Lemak 25 0,063 Nitrogen Total (Sebagai N) 50 0,125 Ph 6,0 – 9,0 Debit limbah paling tinggi 2,5, m3 perton produk minyak sawit (CPO) Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No 5, 2014 2.1.6. Parameter Kualitas Limbah Cair kelapasawit 1.

Biological Oxygen Demand(BOD) Merupakan sebagai pengukuran terhadap penguranagn kadar oksigen di dalam suatu perairan yang dikonsumsi oleh makhluk hidup (Organisme) di dalam suatu perairan selama 5 hari pada keadaan gelap (tidak adanya terjadi proses fotosintesis). Adanya pengurangan kadarO2 disebabkan oleh adanya kegiatan organisme yang mengkonsumsi atau mendegradasi senyawa-senyawa organik yang terdapat didalam perairan. Biasanya air yang cenderung bersih akan mengandung mikroorganisme yang relative sedikit, sehingga pengurangan terhadap O2 didalamnya selama 5 hari akan sedikit, sedangkan pada air yang sudah tercemar yang memiliki banyak mikroorganisme bakteri akan mengambil banyak oksigen dalam proses degradasi senyawa organik dan nutrient selama 5 hari sehingga pengurangan kadar O2 menjadi sangat besar. Penentuan BOD membutuhkan waktu 5 hingga 10 hari (Situmorang,2007). Biological Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri (aerobik) untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air.Parameter BOD adalah parameter yang paling banyak

digunakan dalam pengujian air limbah dan air permukaan. Penentuan ini melibatkan pengukuran O2 terlarut yang digunakan oleh mikro-organisme untuk menguraikan bahan- bahan organik (Susi,2019). 2. Chemical Oxygen Demand(COD) Chemical Oxygen Demand

(10)

(COD) adalah jumlah O2 yang dibutuhkan untuk mengurai seluruh bahan organik secara kimia, baik itu dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menghasilkan CO2 dan H2O yang terkandung dalam air limbah. Nilai COD menunjukan ukuran pencemaran air oleh adanya zat-zat organik yang secara alami dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Hariyadi, 2004). Penentuan nilai COD didasari pada kenyataan bahwa hamper semua zat1organik dapat dioksidasi menjadi CO2 dan H2O dengan bantuan oksidator kuat yaitu K2Cr2O7 dalam suasana asam. Dengan penggunaan dikromat sebagai oksidator, diprediksi sekitar 95%-100% zat organik dapat dioksidasi. Keuntungan adanya analisi COD ini ialah sedikit waktu yang yang dibutuhkan untuk evaluasi 96% hasil uji analisis COD yang dilakukan selama 10 menit akan sama dengan hasil analisi BOD selama 5 hari (Nasution, 2013). 2.1.7. Pengolahan Limbah cair kelapa sawit (EffluentTreatment) Limbah

merupakanoutput industri yang sudah tidak memiliki nilai ekonomi lagi.Limbah tersebut diantaranya adalah limbah padat (solid waste), limbah cair (liquid wastes), maupun limbah gas (gaseous wastes). Efek samping dari limbah tersebut dapat berupa : a. Berdampak membahayakan kesehatan manusia karena bisa menyebabkan suatupenyakit. b.

Berdampak menurunankan kualitas udara ambien dan emisi karena adanya buangan gas sisa pembakaran pada boiler, genset, danincenerator. c. Berdampak menurunan kualitas air permukaan dan air bawahtanah. d. Bisa merusak atau membunuh kehidupan binatang darat dan air serta tanaman- tanaman yang berada di sekitarpabrik. e. Bisa merusak estetika, karena mengakibatkatkan bau busuk danpemandangan yang tidak enak dipandang mata. Dampak yang ditimbulkandari limbah cair proses adalah berupa penurunan kualitas air tanah dan permukaan melalui kandungan unsur chemical dan karakteristik yang berisiko dan mencemari struktur lingkungan tanah di sekitar pabrik .limbah cair bersumber dari limbah produksi seperti : air kalsium kernel claybath, sludge centrifuge / klarifikasi, sterilizer, bak transfercarriage, eks- chemical laboratorium, air domestik pabrik (WC dan kamar mandi), air cucian mesin dan storage di PT.X.

Penangganan dampak terhadap kualitas air tanah dan permukaan dengan melakukan hal-

(11)

hal seperti dibawah ini : a. Pengolahan limbah cair dilakukan dengan menyediakan kolam aerasi, bak turbo jet aerator dan lainnya untuk menjaga kualitas limbah cair seperti parameter COD dan BOD yang sesuai dengan standar bakumutu. b. Melakukan

Penghijauan denganmenanam pohon pelindung dan tanaman penahan/berakar, sebagai penyokong tanggul IPAL sekitar PTX. c. Menyediakanfat trap di tempat-tempat tertentu seperti titik akhir pembuangan parit hujan yang berkemungkinan bercampur dengan minyak. Termasuk fat trap air kalsium yang dapat menyumbat drainaseparit. d. Melakukan peng-coverpada sludge dan condensate sterilizer supaya tidak bocor dengan pengecoran lokasi sekitarnya sehingga semuanya mengalir ke IPAL. e. Melakukan pemisahan jenis limbah khususnya B3 (bahan berbahaya beracun) dan dilakukanpenyimpanan sementara di ruangLB3. Dengan dilakukannya alternatif pengolahan limbah dengan motoda filtrasi dan fitoremediasi, dibawah in akan dijelaskan tentang filtrasi dan fitoremediasi. Sebelum melakukan filtrasi dan fitoremediasi perlakuan pertama yang dilakukan adalah aklimatisasi.

2.1.8. Aklimatisasi Adapun tujuan melakukan proses aklimatisasi tanaman melati air adalah untuk pengadaptasian tanaman dengan lingkungan baru supaya bisa mengkondisikan tanaman dengan limbah sampel yang akan digunakn pada tahapan pengolah limbah cair (Riyanti dkk, 2019). Proses aklimatisasi pada tanaman melati air, tahapan pertamaadalah melakukan eksperimen dengan caramelakukan perendaman dan membiarkan tanaman tersebut beberapa hari dalam sampel limbah supaya bisa mengkondisikan tanaman mampu beradaptasi dan tanaman tidak mengalamikematian. Tahapan selanjutnyaadalah menetralkan tanaman tersebut selama satu hari sebelum masuk ke tahapan selanjutnya (Kasman dkk., 2019). Setelah dilakukan aklimatisasi baru dilakukan fitoremediasi. 2.1.9.

Fitoremediasi Fitoremediasi adalah istilah yang berasal dari kata phytoremediationyang terdiri dari kata phyto atau phyton yang bermakna tumbuhan dan remedium bermakna menyembuhkan. Sehingga fitoremediasi bisadikatakan sebagai aktifitas tanaman dalam menghilangkan bahan organik maupun anorganik (Purakayastha & Chhonkar, 2010).

2.1.10.1Kelebihan dan Kekurangan Fitoremediasi Ada beberapa kelebihan dari metode fitoremediasi menurut Sidaruk (Sidaruk & Sipayung, 2015). 1. Fitoremediasi dapat menjadi

(12)

solusi untuk menurunkan logam berat yang berada di lingkungan karena memiliki teknologi yang inovatif, ekonomis dan relatif aman terhadaplingkungan. 2. Mampu memonitor pertumbuhantanaman 3. Fitoremediasi memiliki kemampuan untuk menghasilkan buangan yang memiliki kandungan toksisitasnya yang tinggi. Adapun kekurangan dari proses fitoremediasi menurut (Sidaruk & Sipayung, 2015)adalah sebagai berikut : 1. Pada pengolahan limbah cair dengan teknik ini membutuhkan waktu yang lama.

2. Pada pengolahan limbah cair dengan teknik ini terdapat kemungkinan adanya kontaminan yang masuk ke dalam rantai makanan melalui hewan yang mengkonsumsi tanamantersebut. 3. Pada pengolahan limbah cair dengan teknik ini bisa mempengaruhi keseimbangan rantai makanan pada ekosistem 1.2.10.2Mekanisme Proses Fitoremediasi Adapun mekanisme prosestumbuhandalam menyerap zat pencemar adalah sebagai berikut: 1. Fitoekstraksi Tahapan pertama tanaman akan menyerap polutan yang berada di air maupun tanah dengan cara menggunakan daun dan batang untuk menyimpan polutan tersebut, tanaman ini dijulukitanaman hiperakumulator. kemudian setelah terjadi

penyerapan polutan, tanaman tersebut harus dimusnahkan dengan incenerator kemudian di landfiling. 2. Fitovolatilisasi Pada tahapan ini setelah tanaman mampu menyerap polutan selanjutnya tanaman akan mengubah polutan tersebut bersifat volatile.Setelah itu akan ditranspirasikan oleh tanaman dengan melepaskan polutan tersebut oleh tanama ke udara dengan berupa bentuk senyawa awal polutan atau menjadi senyawa yang berbeda dengan senyawa awal. 3. Fitodegradasi Setelah tanaman mampu menyerap polutan, selanjutnya didalam tanaman akan terjadi proses metabolisme, dengan melibatkan enzim seperti nitrodictase danlaccase. 4. Fitodegradasi Setelah tanaman mampu menyerap polutan, selanjutnya didalam tanaman akan terjadi proses metabolisme, dengan melibatkan enzim seperti nitrodictase danlaccase, 5. Fitodegradasi Setelah tanaman mampu menyerap polutan, selanjutnya didalam tanaman akan terjadi proses metabolisme, dengan

melibatkan enzim seperti nitrodictase danlaccase, 6.Fitodegradasi Setelah tanaman mampu menyerap polutan, selanjutnya didalam tanaman akan terjadi proses metabolisme, dengan melibatkan enzim seperti nitrodictase danlaccase, 7. Fitostabilisasi Pada tahapan ini

(13)

tanaman akan mengubah senyawa polutan menjadi senyawa yang tidak beracun. 8.

Rizhofiltrasi Tahapan selanjutnya tanaman akan menyerap polutan dengan cara

mengadsorpsi kontaminan yang menempel pada akar. 9. Rhizodegradasi Tahapan terakhir adalah menggunakan bantuan aktivitas mikroba, tanaman akan mengurai kontaminan (Nur, 2013). Gambar 2.1 Mekanisme Proses Fitoremediasi (Sumber: Smith, 1998) Akar serabut pada tanaman bisa mempengaruhi kefektivitas tanaman dalam menyerap kadar organik. Akar serabut yang banyak pada tanaman melati air akan mempengaruhi

kemampuan penyerapan pada kadar organik limbah cair kelapa sawit (Santriyana, 2013).

2.1.11 Melati Air Tanaman melati air umumnya berada di air yang bervariasi.Tanaman ini banyak tumbuh di Amerika tengah, lembah Mississippi dan Venezuela.Manfaat Melati air adalah sebagai tanaman hias (Baroroh & Irawanto, 2016). 2.1.11.1 Klasifikasi Tanaman MelatiAir Tanaman melati air (Echinodorus palaefolius) adalah tanaman yang hidup di dalam air yang tenang. Klasifikasi tanaman melati air: Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub- kelas : Alismatidae Ordo : Alismateles Famili : Alismataceae Genus : Echinodorus Spesies :Echinodorus palaefolius (J.F.Macbr.2016) 2.1.11.2 Morfologi Tanaman MelatiAir Melati air adalah tanaman yang bisa dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Tanaman ini dijadikan tanaman hias karena memiliki bunga yang indah dan wangi dan juga bisa digunakan sebagai parfum(J.F.Macbr.2016) Morfologi tanaman melati air : a. Daun Tanaman melati air adalah tumbuhan yang memili rumpun terendam dengan daun yang tunggal, dan juga memiliki kaku yang berbentuk bulat telur (Baroroh & Irawanto,2016). b. Bunga Tanaman melati air mempunyai bunga yang timbul di tengah-tengah tangkai daun dan tersusun seperti untaian payung, pada tanaman ini bunganya mempunyai kelopak hijau keras dan kecil (Baroroh & Irawanto, 2016) c. Akar Tanaman melati air mempunyai akar serabut yang koloid dalam media tanam menempel pada akar tersebut (Kasman dkk., 2018). d. Batang Tanaman melati air mempunyai tangkai bersegi yang membulat kearah pangkal daun yang keras, beralur sepanjang tangkai dan berbintik putih dengan warna dasar hijau muda

(14)

dengan ukuran panjang tangkai 50-100 cm dan diameter 1-3 cm (Baroroh &Irawanto, 2016). 2.1.11.3 Kandungan dan Kemampuan Penyerapan Tanaman MelatiAir Tanaman melati air mempunyai kemampuan dalam melakukan penyerapan dan menguraikan kadar organik dalam limbah cair kelapa sawit. Melati air juga bisa menyerap oksigen dan udara melawati daun, batang dan akar yang kemudian dilepaskan kembali ke daerah sekitar perakarannya (rhizosphere). kandungan bahan organik dalam melati air adalah 37,59%, C- organik 21,23%, N total 0,28%, P total 0,0011% dan K total 0,016%. Menurut Rochyati dan Kurniawati, 2018 dalam tangkai segar tanaman melati air terdapat kandungan kimia air 95,6%, abu 0,44%, serat kasar 2,09%, karbohidrat 0,17%, lemak 0,35% Sedangkan dalam keadaan kering mengandung kandungan selulosa 64,51%, pentose 15,61%, silica 5,56%, abu 12% dan lignin 7,69% (Kurniawati, 2018). Tanaman yang selanjutnya yang digunkan adalah Eceng Gondok. pemilihan ini selain dari kemampuan daya serap dalam menyerap polutan dalam limbah, juga pemilihannya berdasarkan penelitian sebelumya oleh

(Purwanti, Shinta Elystia, dan Aryo Sasmita) pada penilian ini peneliti mengunakan tanaman Eceng Gondok dalam proses fitoremediasi dan mampu menurunkan kadar BOD yang sesuai1Keputusan Men-teri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun1995 untuk parameter BOD adalah 100 mg/l. 2.1.12 Hidroponik Hidroponik merupakan salah satu metode dalam fitoremediasi dimana air digunakan sebagai media atau tempat tumbuh dan berkembang suatu tanaman.Kata hydro sendiri berarti air dan ponus yang berarti kerja atau daya yang diartikan dalam bahasa Yunani. Dalam metode hidroponik terdapat beberapa teknik yang paling sering diterapkan yaitu NFT (Nutrient Film Technique), rakit apung dan sistem sumbu (Rangian,2017). Hidroponik bisa dikatakan salah satu metode bercocok tanam yang efesien hal ini dikarenakan metode ini tidak memerlukan tempat atau lahan yang luas dan keuntungan lain yang bisa kita dapat adalah tanaman menjadi lebih bersih. Sudah banyak tanaman yang ditanam menggunakan metode ini salah satunya adalah bayam, kangkung, selada, sawi, tomat, terong dan mentimun (Utama, 2006). 2.1.12.1 SistemHidroponik Terdapat beberapa jenis sistem hidroponik yang saat ini banyak diaplikasikan, baik untuk hobi ataupun skala usaha.Sistem hidroponik dapat dibedakan menjadi sistem statis (tanpa

(15)

adanya aliran nutrisi) dan sistem dinamis (terdapat aliran nutrisi) (Putri, 2017). Berikut penjabaran beberapa jenis teknik hidroponik tersebut: 2.1.13 Hidroponikstatis a. Sistem rakitapung Hidroponik rakit apung atau yang disebut dengan water culture merupakan sistem hidroponik yang sederhana. Sesuai dengan namanya, rakit apung menempatkan tanaman terapung diatas cairan nutrisi sehingga akar tanaman dapat terus mendapatkan nutrisi. Agar kadar oksigen dalam larutan senantiasa terjaga dan tanaman dapat tumbuh dengan baik, di dalam larutan nutrisi dapat diletakkan aerator yang biasa digunakan untuk menghasilkan gelembung udara padaakuarium. b. Sistem sumbu (WicksSystem) Sistem sumbu merupakan sistem hidroponik yang pasif karena kondisi larutan nutrisinya diam di dalam wadah bak penampung nutrisi.Akar tanaman menyerap nutrisi dibantu dengan sumbu yang menjuntai hingga menyentuh larutannutrisi. 2.1.13.1 Sistem

HidroponikDinamis a. Sistemdrip Sistem hidroponik ini paling sering diterapkan pada tanaman melon, cabe dan tomat, cara kerja sistem ini adalah nutrisi akan diteteskan pada media tanam sebagai nutrisi tanaman yang diserap oleh akar. b. Aeroponik Sistem

hidroponik ini terbilang paling canggih dan memerlukan peralatan serta instalasi yang lebih kompleks dibandingkan sistem hidroponik yang lain. Aeroponik umumnya digunakan oleh pelaku hidroponik skala usaha. Aeroponik umumnya bekerja dengan cara menyemprotkan nutrisi dalam bentuk kabut langsung ke akar tanaman. Posisi akar tanaman ini tergantung di udara. c. NFT Merupakan salah satu sistem hidroponik yang paling sering digunakan oleh pelaku hidroponik skala usaha. Sistem NFT dijalankan dengan cara mengalirkan nutrisi dalam talang-talang air dengan kedalaman aliran nutrisi yang tipis. Nutrisi dialirkan terus menerus selama 24 jam karena prinsip NFT adalah tidak adanya genangan nutrisi sehingga apabila aliran air (mesin pemompa air) dimatikan maka talang akan segera kering dan tanaman tidak mendapatkan nutrisi. 2.1.14 Sistem Hidroponik Rakit Apung Hidroponik rakit apung atau yang disebut dengan water culture merupakan sistem hidroponik yang

sederhana. Sesuai dengan namanya, rakit apung menempatkan tanaman terapung diatas cairan nutrisi sehingga akar tanaman dapat terus mendapatkan nutrisi. Agar kadar oksigen dalam larutan senantiasa terjaga dan tanaman dapat tumbuh dengan baik, di dalam larutan

(16)

nutrisi dapat diletakkan aerator yang biasa digunakan untuk menghasilkan gelembung udara pada akuarium (Putri,2017). Prinsip kerja hidroponik rakit apung bisa dikatakan sangat sederhana.Hal ini dikarenakan tanaman hanya dibiarkan mengapung diatas media tanam dan styrofoom digunakan sebagai penopangnya. Hal yang perlu diperhatikan dalam sistem ini adalah akar tanaman, akar tanaman yang terendam pada media tanaman akan retan terhadap pembusukan yang disebabkan oleh bakteri, oleh sebab itu perlunya

penambahan oksigen terlarut yang biasanya dihasilkan dari aerator (Anisyah, 2017). 2.1.15 KerangkaKonseptual Kerangka konsep dari penelitian ini adalah melihat pengaruh metode filtrasi dan fitiremediasi dengan menggunakan Eceng Gondok dan Melati Air dalam

menurunkan kadar BOD dan COD pada limbah cairkelapa sawit. Berdasarkan pada analisis diatas, maka kerangka konsep penelitian ini ditunjukkan pada gambar 2.2, yaitu: input Proses Output Gambar 2.2 Kerangka Konseptual 2.2 Penelitian YangRelavan Berikut ini merupakan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Penelitian Yang Relavan No 1 Nama Peneliti Adzani Ghani IlmannafianL, Emalestari, Fitria Khairunisa Judul Penelitian Pengolahan Limbah CairPabrik Kelapa Sawit Dengan Metode Fiteremediasi Mengunakan MelatiAir MetodePenelitian Eksperimen Hasil Penelitian Pada penelitian ini mendapatkan Hasil pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan metode fitoremediasi menggunakan melatiairyang memenuhi baku mutu limbah cair pabrik kelapa sawit berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 untuk parameter BOD adalah 100 mg/l, dan pada penelitian diperoleh dengan variasi kerapatan tanaman 1 g/cm2, kadar limbah 20%, dan dengan waktu tinggal 9 hari nilai BOD 56 mg/l. No 2 Nama Peneliti Adzani Ghani IlmannafianL, Emalestari, Fitria Khairunisa Judul Penelitian Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit Dengan Metode Filtrasi dan FIitoremediasi Mengunakan Tanaman Eceng Gondok. MetodePenelitian Eksperimen Hasil Penelitian Pada penelitian ini mendapatkan Hasil pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan metode fitoremediasi meng-gunakan eceng gondok yang memenuhi baku mutu limbah cair pabrik kelapa sawit berdasarkan1Keputusan Men-teri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun1995 untuk parameter BOD adalah 100 mg/l, dan pada

(17)

penelitian diperoleh denganBOD77 mg/l No 3 Nama Peneliti Baihaqi, Mujibul Rahman, Ilham Zulfahmi dan MuslichHidayat Judul Penelitian Bioremediasi Limbah Cair Kelapa Sawit DenganMengunakanSpirogyra sp MetodePenelitian Eksperimen Hasil Penelitian Pada penelitian ini mendapatkan Hasil pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan metode fitoremediasi terbukti mampuan reduksi COD tertinggi selama masa

pemeliharaan(20 hari) ditunjukkan sebesar 63,6 %. No 4 Nama Peneliti Ivy Ai Wei Tana, Nur Syakina Judul Penelitian Phytoremediation of Palm Oil Mill Effluent (POME) Using

Eichhornia Crassipes MetodePenelitian Eksperimen Hasil Penelitian Penurunan kadar COD yang tertinggi menghasilkan penyisihan COD sebesar 25,24% setelah 14 hari perlakuan.

Dari penelitian ini, Dapat disimpulkanbahwa E. crassipes berpotensi tinggi menurunkan kandungan BOD danCOD di POME dalam 7 hari pengobatan. No 5 Nama Peneliti Ossai Innocent Chukwinonso, Fauziah S.H., Ghufran Redzwann Judul Penelitian The Utilization of Water Hyacinth (Eichhorniacrassipes) as Aquatic Macrophage Treatment System (AMATS) in Phytoremediation for Palm Oil Mill Effluent (POME) MetodePenelitian Eksperimen Hasil Penelitian Pada penelitian ini mendapatkan hasil akhir setiap 7 hari selama periode retensi 2 minggu, analisis menunjukkan penurunan secara bertahap beban polusi. Setelah periode retensi 2 minggu, terjadi penurunan yang luar biasa padaBOD dan COD di Sampel POME 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian ini adalah eksperimen yangmenggunakan pengujian dilaboratorium. Penelitian eksperimen ini

dilakukan untuk menguji beberapakadar COD dan BOD pada limbah cair kelapa sawit setelah dilakukan metode fitoremediasi.Metode penelitian yang diambil dari pendekatan kuantitatif dengan mengacu pada bakumutu PermenLH no 5 tahun 2014. 3.2. Lokasi dan WaktuPenelitian 3.2.1. LokasiPenelitian Adapun lokasi pengambilan sampel dilakukan di PT X, pada kolom anaerobik dan analisis sampel tersebut dilakukan di UPTD laboratorium Dinas LingkunganHidup Sijunjung. 3.2.2. WaktuPenelitian Adapun penelitian ini akan dilaksanakan mulai dari bulan September hingga bulan Januari 2021. Berikut ini rencana penellitian yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini: 27 28 3.2.2 WaktuPenelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2020 sampai Januari

(18)

2021, berikut kegiatan yang dilakukan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Kegiatan Pelaksaan Penelitian No Kegiatan September 2020 Oktober 2020 November 2020 Desember 2020 Januari 2021 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1 Studi literature 2 Penyusunan proposal 3 Persiapan alat dan bahan 5 Pelaksanaan fitoremediasi 6 Analisis kandungan COD dan BOD hasil fitoremediasi 3.3. VariabelPenelitian Penelitian ini meggunakan 3 variabel diantaranya tercantum pada tabel 3.2 Tabel 3.2Jenis Variabel No. Jenis Variabel Parameter 1. Variabel bebas Lama waktu kontak, jumlahtanaman Tanaman 2. Variabel Terikat Kadar COD dan BOD 3. Variabel Kontrol pH Tabel 3.3 Variasi Penelitian: VARIASI PENELITIAN Konsentrasi limbah(%) Jumlah tanaman (Batang) Waktu kontak (hari) Waktu kontak (hari 60 4 5 9 6 8 3.4. Persiapan Alat danBahan Adapun bahan dan peralatan yang digunakan pada penelitian ini di antaranya: 3.4.1. PersiapanAlat Adapun peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Baskom dengan ukuran diamer atas 45 cm dan diamer bawah 34 cm dengan tinggi 30 cm sebanyak 1 untukaklimatisasi 2. Ember plastik dengan ukuran diameter atas 30 cm, tinggi 20, dan diameter bawah 15 cm untuk pengujian Range Finding Testr (RFT) 3. Reaktor plastik dengan ukuran 30x 30 x 40 cm untuk

prosesfitoremediasi 4. Aerator untuk membantu melarutkan oksigen yang ada di udara ke dalam airkolom 5. Selang aerator sebagai penghubung antara blower dengan batu aerasi untuk mengalirkanudara 6. Batu aerasi untuk menyerap banyakoksigen 7. Peralatan analisis Dapat dilihat pada tabel 3.5 berikut ini : Tabel 3.3 peralatananalisis No Parameter Satuan Acuan Metode Analisis 1. BOD mg/L SNI 6989.72:2009 Titrasi Winkler 2. COD mg/L SNI 06-6989.73:2009 Refluks tertutup 3. pH SNI 06-6989.11-2004 pH meter 3.4.2.

PersiapanBahan Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: 3.4.2.1. Bahan untuk prosesfitoremediasi Adapun bahan yang digunakan pada penelitian iniadalah

sebagai berikut: 1. Limbah cair kelapa sawitdiambil darikolom limbahanaerobic 2. Tanaman Melati Air dengan setiap tanaman masing-masing memiliki 3daun 3.4.2.2. Bahan untuk analisis BOD, COD danpH 1. Aquades 2. Mangansulfat 3. natrium sulfat, KI, natriuntriosulfar 4. Sulfat pekat perak sulfatK2CR2O7 5. indikatoramilum 3.5. Prosedur Penelitian 3.5.1.

TahapanPendahuluan Adapun tahapan pendahuluan adalah sebagai berikut: 3.5.1.1.

(19)

Aklimatisasi Tahap aklimatisasi dilakukan untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri tumbuhan tersebut terhadap lingkungan yang baru. Adapun cara kerja yang dilakukan untuk akmalitasi adalah sebagai berikut: 1. Diambil sampel tumbuhan Melati Air yang telah dewasa secukupnya 2. Dimasukan tanaman tersebut kedalam reaktor aklimitisasi dengan waktu pelaksanaan selama 14hari 3.5.1.2. Uji kualitas airlimbah Perlakuan yang selanjutnya dilakukan setelah tahap aklimatisasi adalah uji kualitas limbah cair kelapa sawit di

laboratorium. Tujuannya yaitu untuk mengetahui konsentrasi COD dan BOD air limbah yang akan dijadikan sebagai bahan penelitian, dan untuk prosedur kerja analisi COD, BOD dan pH terdapat pada lampiran. 3.5.1.3. Pengujian Range Finding Testr(RFT) Pada RFT ini dilakukan variasi konsentrasi dalam menentukan batas kritis suatu konsentrasi. Variasi konsentrasi pada limbah Cair kelapa sawit dapat diperoleh dengan cara pengenceran terhadap limbah tersebut yang kemudian diujikan pada tumbuhan pengolah. USEPA Guidelines Part 850.4500 menyatakan bahwa banyak konsentrasi yang divariasikan pada tahap range finding test yaitu 5 konsentrasi, dengan rentang variasi mengikuti deret

geometrik, dengan konsentrasi 0%, 10%, 20%, 40%, 60%, 80%. Tanaman yang dipakai disini yaitu tumbuhan hasil dari tahap aklimatisasi sebelumnya. Kriteria tumbuhan yang

digunakan pada RFT sama dengan kriteria tumbuhan yang digunakan pada tahap aklimatiasi. Range finding test dilakukan selama 4 hari atau 96 jam, lamanya RFT ini megacu pada USEPA (2012).Namun apabila dalam waktu 96 jam tidak terjadi perubahan pada tumbuhan, maka waktu diperpanjang selama 24 jam.Jika perpanjangan waktu RFT masih belum menyebabkan perubahan terhadap tumbuhan, waktu diperpanjang lagi hingga 14hari. Tabel 3.4 Rincian Reaktor Uji RFT Tanaman Melati Air Jumlah Reaktor RFT C1 C2 C3 C4 C5 C6 1 1 1 1 I 1 Total 6 keterangan: C1 menyatakan reaktor dengan konsentrasi 0%artinya limbah tanpa pengenceran yaitu 5000 liter limbah + 0 liter air C2 menyatakan reaktor dengan konsentrasi 10% artinya pengenceran dengan air 500 ml + 4500 ml limbah C3 menyatakan reaktor dengan konsentrasi 20% artinya pengenceran dengan air 1000 ml + 4000 mllimbah C4 menyatakan reaktor dengan konsentrasi 20% artinya pengenceran dengan air 2000 ml + 3000 mllimbah C5 menyatakan reaktor dengan konsentrasi 20%

(20)

artinya pengenceran dengan air 3000 ml + 2000 mllimbah C6 menyatakan reaktor dengan konsentrasi 20% artinya pengenceran dengan air 4000 ml + 1000 ml limbah. 3.5.2

PenelitianUtama 3.5.2.1 Tahap Persiapan A. Penyiapan rangkaianhidroponik Rangkaian hidroponik menggunakan kotak plastik hidroponik dengan dimensi panjang kali lebar kali tinggi yang berukuran 60×50×40 cm3 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.8 dan Gambar 3.9. Bagian atas kotak diberi penyangga net pot dari bahan styrofoam. Net pot yang digunakan berdiameter 7 cm di masing-masing rangkaian hidroponik (Anisyah, 2017).

Pada setiap netpot ditanam 2 tanaman sekaligus, hal ini dilakukan karena reactor yang digunakan hanya mampu ditanam netpot paling banyak sekitar 8 netpot, karena reactor yang digunakanberukuran 60×50×40 cm3denganvariasi netpot yang digunakan sebanyak 3 variasi, diantaranya 2 netpot, 6 netpor dan 8 netpot, dengan ini penulis berinisiatif menanam pada setiap netpot tersebut lansung 2 tanaman, hal ini dipertimbangan dari diameter netpot yang lumayan besar yaitu 7 cm. sehingga pada penggunakan 2 netpot tanaman yang digunakan sebanyak 4 tanaman, pada penggunakan 6 netpot berarti tanaman yang digunakan adalah 12 tanaman, dan pada penggunakan 8 netpot berarti tanaman yang ditanam sebanayak 16tanaman. netpot Gambar 3.1 skema hidroponik sistem rakit apung, (sumber:(Anisyah, 2017) Gambar 3.2.Hidroponik sistem rakit apung. B.

TahapanFitoremediasi Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: 1. Disiapkan 6 reaktor plastik Hidroponik sistem rakit apung, dan 1 reaktor plastik untuk fitoremediasi tanpa tanaman. Adapun total penggunakan reactor pada fitoremediasi dapat dilihat pada tabel 3.7 dibawah ini: Tabel 3.5 Jumlah reactor pada Fitoremediasi Jumlah tanaman (Batang) Jumlah Reaktor Dengan Tanaman Tanpa Tanaman 8 2 1 12 2 18 2 Total 7 reaktor 2.

Dimasukan limbah ke dalam kotak plastikhidroponik. 3. Dimasukan ke dalam netpot tanaman yang telah diaklimatisasi dengan variasi tanaman masing-masing reaktor

berbeda-beda.Akar tanaman yang dimasukan kedalam net pot harus menjulur keluar dari lubang net pot hal ini dilakukan agar akar tanaman dapat menyentuh mediatanam. 4.

Diberikan penambahan aerasi pada hidroponik akan menggunakan aerator (Amara AA-22 Output: 3L/menit dan bertekanan: 0,06Mpa). Menurut Krisna (2017), oksigen sangat

(21)

penting bagi pertumbuhan dan fungsi sel tanaman. Jika oksigen tidak tersedia dalam media perakaran, tanaman berpotensi mengalami hipoksia (oksigen tersedia untuk metabolisme terlalu rendah) dan anoksia (kehilangan simpanan oksigen), sehingga berpotensi menyebabkan kematian dalam jangka panjang. Aerasi adalah salah satu cara penambahan oksigen pada larutan media tanam hidroponik. Penggunaan aerator dapat meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut pada media tanam sehingga mencegah tanaman mengalami kematian. 6. Dilakukan pengamatan variasi lama waktu kontak dan jumlah tanaman. Matriks perlakuan ditunjukkan di dalam Tabel 3.7. Rangkaian terdiri dari 3 variasi yaitu rangkaian hidroponik dengan 4 tanaman (T4), dengan 6 tanaman (T6) dan dengan 8 tanaman (T8), yang masing-masing variasi rangkaian tersebut diberikan variasi waktu yaitu selama 5 hari (H5) dan 9 hari (H9) (Arimbi, 2017). Tabel 3.6.Matriks perlakuan terdiri dari 3 variasi yaitu rangkaian hidroponik 4 tanaman (T4), 6 tanaman (T6) dan 8 tanaman (T8), dengan variasi waktu selama 5 hari (H3) dan 9 hari(H9) Tanaman 8 batang (T8) Waktu kontak 5 hari Waktu kontak 3 hari T85H T89H Tanaman 12 batang (T12) T125H T129H Tanaman 16 batang (T16) T165H T169H 6. Dilakukan 2 kali duplo pada masing- masing reaktor. 3.5.2.2 Uji kualitas air limbah SetelahFitoremediasi Perlakuan yang

selanjutnya dilakukan setelah tahap aklimatisasi adalah uji kualitas limbah cair kelapa sawit di laboratorium. Tujuannya yaitu untuk mengetahui konsentrasi COD dan BOD air limbah yang akan dijadikan sebagai bahan penelitian, dan untuk prosedur kerja analisi COD, BOD yang mengacu pada SNI 689.72:2009 terdapat padalampiran. 3.6 Data dan SumberData 3.6.1 Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pengamatan langsung hasil pemeriksaan laboratorium yang meluputi proses pengolahan limbah cair industri kelapa sawit yang tidak selalu konsisten, data hasil pengamatan fisik dan data hasil pengujian laboratorium uji yaitu Laboratorium Dinas Lingkungan Hidup Sijunjung.Data sekunder didapatkan dengan mempelajari studi literatur yang berhubungan dengan penelitian dan semua informasi yang berguna dalam penyusunanlaporan. 3.6.2 SumberData Agar memperoleh sumber data primer, dilakukan dengan menggunakan metode observasi, dan metode

(22)

dokumentasi.Dimana metode observasi adalah metode yang digunakan untuk

mendapatkan data secara langsung pada percobaan yang diamati.Metode dokumentasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan melihat keterangan yang telah

didokumentasikan dan mengambil dokumentasi penelitian dengan menggunakan kamera atau dengan media lainnya guna memperoleh gambaran yang terjadi selama penelitian.

Sumber data sekunder diperoleh melalui metode studi pustaka. Metode studi pustaka adalah suatu metode untuk mencari materi dan buku-buku atau sumber lain yang dikutip secara langsung maupun tidak langsung sebagai landasan dalam melakukan penelitian.

3.6.3 Teknik AnalisisData Data disajikan dalam bentuk rata-rata dan standar deviasi.Analisis stastistik dilakukan secara ANOVA satu arah. Kriteria berbeda nyata yang digunakan adalah pada tingkat kepercayaan 95% (p<0,05). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS. Berikut adalah hipotesis yang dipakai pada ouput annova : 1. H1 : Terdapat pengaruh Lama Waktu Kontak (X1) terhadap COD (Y) 2. H2 : Terdapat pengaruh Jumlah Tanaman (X2) terhadap COD (Y) 3. H3 : Terdapat pengaruh Lama Waktu Kontak (X1) dan Jumlah Tanaman (X2) secara simultan terhadap COD (Y) 38 3.7 DiagramAlir Adapun diagram alir pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 3.3. Kerangka Metodologi 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Aklimitisasi Jenis penelitian ini bersifat eksperimental laboratoris dalam skala laboratorium. Penelitian ini menggunakan tanaman melati air, selanjutnya tanaman yang dipilih tersebut kemudian dilanjutkan dengan proses aklimatisasi terhadap tanaman melati air guna penyesuaian terhadap lingkunganbaru. Aklimatisasi pada tanaman melati air dilakukan eksperimen terlebih dahulu dengan merendam dan membiarkan tanaman tersebut selama 9 hari dalam sampel untuk memastikan kondisi dan memastikan tanaman tidak layu ataupun mati.kemudian tanaman dinetralkan kembali selam satu hari sebelum kemudian ditanam pada media yang telah disediakan untuk penelitian. (kasman dkk, 2019). Dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini : 39 40 Hari Keterangan Gambar 1 Pada hari pertama aklimatisasi kondisi tanaman melati air pada sampel yang berisi daun total 96 lembar daun yang mana pada setiap batang melati air memiliki 3 daun dengan jumlah batangnya 32 batang. pada aklimatisasi

(23)

hari pertama ini terlihat bahwa ada sekitar 5 daun yang mengalami pengkerutan daun yang semulanya lebar menjadi sedikit berkerut, Namun daun melati masih berwarna hijau.

Gambar 4.1aklimatisasi harike 1 9 Pada hari kesembilan aklimatisasi kondisi tanaman melati air pada sampel yang berisi jumlah daun total 96 lembar daun dengan jumlah batang nya 32 batang yang mana pada setiap batang melati air memiliki 3 daun, pada aklimatisasi hari ini sekitar 19 daun tanaman yang mulaimembusuk. Gambar 4.2 aklimatisasi hari ke 9 4.1.2 Hasil Sebelum Fitoremediasi Tabel 4.2 Hasil pengujian parameter limbah cair kelapa sawit sebelum dilakukan perlakuan. NO Parameter Hasil pengujian Baku mutu 1 COD 5760 350 2 BOD 4236 100 Tabel di atas menunjukkan bahwa parameter limbah cair kelapa sawit sebelum dilakukan perlakuan hasil pengujian nya melewati baku mutu. 4.1.3 Hasil Sesudah Fitoremediasi Tahap selanjutnya yakni uji fitoremediasi tanaman melati air dimana masing- masing reaktor dilakukan pembagian 4 tanaman, 12 tanaman dan 16 tanaman, berikut hasil analisi morfologi tanaman pada tabel 4.3 Keadaan Tanaman 4 Tanaman 12 Tanaman 16 Tanaman Pada bagian beberapa pinggir daun yang mengering, berkerut dan berwarna kecoklatan, terlihat beberapa daun tersebut mulai tumbuh dan batang daunpun mulai tegap/kaku dan berwarna hijau, akar tanaman melatipun berwarna putih danpanjang Tidak berbeda jauh dengan sampel yang 4 tanaman, pada bagian pinggir daun yang mengering dan berwarna kecoklatan, terlihat beberapa daun mulai tumbuh dan batang daunpun mulai tegap/kaku dan berwarna hijau, akar tanaman melatipun berwarna putih dan panjang, tetapi perubahan fisiknya tidaksebanyak sampel yang 4 tanaman Tidak berbeda jauh dengan sampel yang 4 dan 12 tanaman, pada bagian pinggir daun yang mengering dan berwarna kecoklatan, terlihat beberapa daun mulai tumbuh dan batang daunpun mulai tegap/kaku dan berwarna hijau, akar tanaman melatipun berwarna putih dan panjang, tetapi perubahan fisiknya tidak sebanyak sampel yang 4 dan 12 tanaman Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Proses fitoremediasi dilakukan untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri tumbuhan tersebut terhadap lingkungan yang baru, sehingga tanaman tidak akan mengalami kematian pada saat melakukan proses penelitian seperti tabel dibawah ini. Tabel 4.4 Hasil pengujian parameter limbah cair kelapa sawit setelah dilakukan

(24)

perlakuan Hari Jumlah tanaman COD BOD 5 4 4664 3040 12 4568 2880 16 4352 2560 9 4 3280 1120 12 1040 320 16 352 96 4.1.3.1 Parameter pH Setelah dilakukannya pengukuran nilai pH yang dilakukan peneliti secara langsung maka didapatkanlah hasil nilai pH seperti pada tabel 4.5 dibawah ini: Tabel 4.5 pH dapat dilihat seperti tabel dibawah ini : jumlah tanaman Hari pH BOD COD 4 5 8,4 3040 4672 9 8,2 1144 3292 12 5 7,6 2880 4588 9 7,4 336 1016 16 5 7,2 2576 4372 9 7,2 104 348 Tabel 4.5 Nilai pH 4.1.3.1 Nilai BOD dan COD Berdasarkan hasil eksperimen yang telah dilakuan terhadap empat tanaman, dua belas tanaman dan enam belas tanaman yang dilakukan selama 9 hari lalu dilakukan pengukuran nilai BOD pada hari ke 5 dan hari ke 9 dan setelah 2 kali percobaan di dapatkan hasil seperti tabel 4.6 berikut : Hari Jumlah tanaman COD (mg/L) BOD(mg/L ) 5 4 4672 3040 12 4588 2880 16 4372 2576 9 4 3292 1144 12 1016 336 16 348 104 Gambar 4.6 nilai BOD pada hari ke 5 Gambar 4.7 nilai BOD pada hari ke 9 Gambar 4.8 Grafik Penurunan BOD

Berdasarkan hasil eksperimen yang telah dilakuan terhadap empat tanaman, dua belas tanaman dan enam belas tanaman yang dilakukan selama 9 hari lalu dilakukan pengukuran nilai BOD pada hari ke 5 dan hari ke 9 didapatkan hasil seperti gambar di bawah ini.

Gambar 4.9 nilai COD pada hari ke5 Gambar 4.10 nilai COD pada hari ke 9 Gambar 4.11.

Grafik Penurunan COD 4.1.4 Uji Analisis Regresi Linear Berganda Penelitian ini

menggunakan uji analisis regresi linear berganda untuk menentukan apakah ada pengaruh lama waktu kontak dan jumlah tanaman terhadap COD dan BOD.Perhitungan uji ini

dilakukan dengan bantuan SPSS dapat dilihat pada lampiran. 4.2 Pembahasan Dari hasil eksperimen yang sudah dilakukan, kandungan BOD dan COD mengalami penurunan, dan nilai yang paling signifikan terjadi pada hari ke 9 dengan jumlah tanaman 16, yaitu dengan nilai COD sebesar 352, dan jumlah BOD sebesar96. Hasil pengujian sampel dengan

parameter BOD dan COD sebelum perlakuan dan setelah dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.2 4.2.1 Aklimitasi Proses aklimitisasi pada tanaman melati air dilakukan selama 9 hari. dimana pada aklimatisasi hari pertama terlihat bahwa ada sekitar 5 daun yang mengalami pengkerutan daun yang semulanya lebar menjadi sedikit berkerut, Namun daun melati masih berwarna hijau. Pada hari kedua aklimitasi kondisi tanaman melati air

(25)

pada sampel yang berisi 4 tanaman, 12 tanaman, dan 16 tanaman, beberapa tanaman mulai mengering sebagian namun masih berwarna hijau. Pada hari ketiga aklimitasi kondisi tanaman melati air pada sampel yang berisi 4 tanaman, 12 tanaman, dan 16 tanaman semakin banyak tanaman yang mengering. Pada hari keempat aklimitasi kondisi tanaman melati air pada sampel yang berisi 4 tanaman, 12 tanaman, dan 16 tanaman, yakni

beberapa tanaman yang mengalami pengkerutan daun dan mengering mulai berwarna kuning. Pada hari kelima aklimitasi kondisi tanaman melati air pada sampel yang berisi 4 tanaman, 12 tanaman, dan 16 tanaman, yakni beberapa tanaman yang mengalami

pengkerutan daun dan mengering berwarna kuning, mulai berubah warna kecoklatan. Pada hari keenam aklimitasi kondisi tanaman melati air pada sampel yang berisi 4 tanaman, 12 tanaman, dan 16 tanaman yakni beberapa tanaman yang mengalami pengkerutan daun dan mengering berwarna kuning kecoklatan mulai layu. Pada hari ketujuh aklimitasi kondisi tanaman melati air pada sampel yang berisi 4 tanaman, 12 tanaman, dan 16 tanaman yakni beberapa tanaman yang mengalami pengkerutan daun dan mengering berwarna kuning kecoklatan semakin banyak yang mulai layu. Pada hari kedelapan aklimitasi kondisi

tanaman melati air pada sampel yang berisi 4 tanaman, 12 tanaman, dan 16 tanaman, ada beberapa daun tanaman yang mulai berwarna coklat kehitaman. Dan terus mengalami perubahan, Pada hari kesembilan aklimatisasi kondisi tanaman melati air pada sampel yang berisi jumlah daun total 96 lembar daun dengan jumlah batang nya 32 batang yang mana pada setiap batang melati air memiliki 3 daun, pada aklimatisasi hari ini sekitar 19 daun tanaman yang mulai membusuk, 4.2.2 Fitoremediasi Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa parameter limbah cair kelapa sawit setelah dilakukan perlakuan, dan pada hari ke 9 untuk jumlah tanaman 16 hasilnya mendekati standar baku mutu. 4.2.2.1 Parameter BOD

Berdasarkan hasil eksperimen yang telah dilakukan, kandungan BOD dari hari ke hari dapat dilihat pada tabel 4.5 dan tabel 4.6 Hal ini mengindiskasikan bahwa bahan organik yang terkandung dalam air limbah sebagian besar merupakan bahan organik. Selain itu,

tingginya penurunan kadar polutan pada air limbah dipengaruhi daya serap akar tanaman akuatik yang menjadikan polutan tersebut sebagai unsur hara (arimbi,2018). Sementara itu,

(26)

menurut doraja (2012), menurunnya nilai BOD disebabkan karena ter grededasi nya sebagian bahan organik. 4.2.2.2 Parameter COD Hasil eksperimen yang telah dilakukan kandungan COD dari hari ke hari dapat dilihat pada tabel 4.5 dan 4.6. Menurut sasono (2013), Penurunan kandungan COD pada tanaman E.palaefolious salah satu dipengaruhi fungsi perakaran dalam menyerap dan mengurai polutan dan penurunan kandungan COD.

Sistem perakaran E.palaefolius adalah kuat, panjang dan menjalar sehingga efektif dalam memperluas area tempat mikroorganisme melekat. Proses fitoremediasi, tumbuhan

memanfaatkan bahan kimia dalam limbah sebagai nutrisi untuk kehidupannya, hal ini juga salah satu yang menyebabkan penurunan kandungan COD pada limbah cair domestik ( padmningrum dkk,2014) Sedangkan peningkatan parameter COD hal ini disebabkan karena kandungan bahan oeganik yang tinggi hal ini menyebabkan mikroorganisme mengalami kejenuhan dan kematian sehingga materi organik tidak terurai yang ditunjukan dengan meningkatkan nilai COD ( Mustami, 2015). 4.2.2.3 Parameter pH Nilai pH

mengalami penurunan terhadap hari perlakuan. Berdasarkan peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan republik indonesia nomor: p.68/menlhk-setjen/2016 tentang baku mutu air limbah domestik , pH limbah domestik yang diizinkan dibuang kelingkungan adalah 6-9 , sehingga nilai pH masih dalam ambang batas aman. Penurunan pH

disebabkan berbagai faktor seperti media tanaman, proses tanam, proses fotosintesis dan respirasi, maupun bakteri ( pancawati,2016). Penurunan kadar pH umumnya karena pada pengolahan limbah dapat diproses yang menghasilkan asam sehingga menurunkan nilai pH, seperti pada proses biofiter anaerob yaitu pemecahan senyawa kompleks yang salah satunya akan menghasilkan hidrogen sulfida (sulistia,2019).Tabel pH dapat dilihat seperti tabel 4.5 4.3 Penurunan Nilai BOD dan COD Berdasarkan hasil eksperimen yang telah dilakuan terhadap empat tanaman, dua belas tanaman dan enam belas tanaman yang dilakukan selama 9 hari lalu dilakukan pengukuran nilai BOD pada hari ke 5 dan hari ke 9 dan setelah 2 kali percobaan di dapatkan hasil seperti pada tabel pada 4 tanaman, 12 tanaman dan 16 tanaman terjadi penurunan pada hari ke5 hingga ke9 namun penurunan nilai BOD yang paling efesien terjadi pada 16 tanaman dilihat pada tabel 4.8. Dan

(27)

berdasarkan hasil eksperimen yang telah dilakuan terhadap empat tanaman, dua belas tanaman dan enam belas tanaman yang dilakukan selama 9 hari lalu dilakukan pengukuran nilai COD pada hari ke 5 dan hari ke 9 maka didapatkan hasil seperti gambar4.14 pada 4 tanaman, 12 tanaman dan 16 tanaman terjadi penurunan pada hari ke5 hingga ke9 namun penurunan nilai COD yang paling efesien terjadi pada 16 tanaman dapat dilihat pada tabel 4.11. 4.4 Uji Analisis Regresi Linear Berganda Penelitian ini menggunakan uji analisis regresi linear berganda untuk menentukan apakah ada pengaruh lama waktu kontak dan jumlah tanaman terhadap COD dan BOD.Perhitungan uji ini dilakukan dengan bantuan SPSS dapat dilihat pada lampiran. Adapun output dari uji analisis regresi linear berganda yaitu sebagai berikut : 1. Pengaruh lama waktu kontak dan jumlah tanaman terhadap COD a. Anova 1) Jika nilai signifikansi ‹ 0.05 maka variabel jumlah tanaman (X1) dan waktu kontak (X2) berpengaruh terhadap variabel COD (Y). 2) Jika nilai signifikansi › 0.05 maka variabel jumlah tanaman (X1) dan waktu kontak (X2) tidak berpengaruh terhadap variabel COD (Y). Hasil Annova dapat dilihat pada Lampiran Dari hasil output dapat dilihat nilai signifikan dari tabel anova adalah sebesar 0,037yang berarti ‹ 0.05, maka Variabel X2 dan X1 (lama waktu kontak dan jumlah tanaman) berpengaruh terhadap variabel Y (COD) b. Koefisien

Diterminasi Hasil Koefisien Diterminasi dari data yang diolah dapat dilihat pada Lampiran 3 Berdasarkan output diketahui nilai R Square sebesar 0,890 hal ini mengandung arti bahwa pengaruh variabel jumlah tanaman (X1) dan waktu kontak (X2) secara simultan terhadap variabel COD (Y) adalah sebesar 89%. 2. Pengaruh lama waktu kontak dan jumlah tanaman terhadap BOD a.Anova 1) Jika nilai signifikansi ‹ 0.05 maka variabel jumlah tanaman (X1) dan waktu kontak (X2) berpengaruh terhadap variabel BOD (Y). 2) Jika nilai signifikansi › 0.05 maka variabel jumlah tanaman (X1) dan waktu kontak (X2) tidak berpengaruh terhadap variabel BOD (Y). Hasil anova dapat dilihat pada Lampiran 4 Dari output dapat dilihat nilai signifikan dari tabel anova adalah sebesar 0,002 yang berarti ‹ 0.05, maka Variabel X (lama waktu kontak dan jumlah tanaman) berpengaruh terhadap variabel Y ( BOD) b. Koefisien Diterminasi Hasil Koefisien Diterminasi dari data yang diolah dapat dilihat pada Lampiran 4 Berdasarkan output diketahui nilai R Square sebesar 0,985, hal ini

(28)

mengandung arti bahwa pengaruh variabel jumlah tanaman (X1) dan waktu kontak (X2) secara simultan terhadap variabel BOD (Y) adalah sebesar 98,5%.3BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan1. Perlakuan dengan jumlah 16 tanaman mampu menurunkan kadar BOD, COD lebih efektif dan effesien dibandingkan dengan 4 tanaman dan 12

tanaman. 2. Perlakuan lamanya waktu tinggal selama 9 hari mampu menurunkan kadar BOD, COD lebih efektif dibandingkan dengan waktu 5 hari. 5.2 Saran 1. Perlu adanya penelitian lanjutan tentang pemanfaatan dengan tanaman yang berbeda. 2. Diperlukan penelitian lanjut untuk meningkatkan efektivitas tanaman. 50

(29)

Sources

1

https://www.scribd.com/document/363168687/Eka-Fujiati-102110101130 INTERNET

<1%

2

https://id.scribd.com/doc/270361213/makalah-tentang-Limbah-docx INTERNET

<1%

3

https://www.scribd.com/document/85381726/Anna INTERNET

<1%

Referensi

Dokumen terkait

[email protected] 2Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP PGRI Pacitan Email: [email protected] 3 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP PGRI

Hasil Penetuan Sampel Kriteria Jumlah Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI 128 Perusahaan dengan annual report tidak lengkap (31) Perusahaan yang sahamnya tidak aktif

Sugiyono (2018:14) menyatakan bahwa 14 metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti

selama menit ke 66 memperlihatkan proses terjadinya swabakar.Dan batubara dengan pola tumpukan windrow temperature yang terus naik menandakan proses 4 oksidasi melepas panas dan

SIMPULAN DAN 1 SARAN Berdasarkan hasil analisis data yang didukung oleh kajian teori dan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Pengelolaan 4 sistem informasi perpustakaan di SMKN 1 Pacitan sudah berjalan dengan baik dan dikelola oleh orang yang ahli dalam bidangnya.

SARAN Berdasarkan hasil 1 analisis data yang didukung oleh kajian teori dan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan

Dengan siswa memberikan respon penggunaan gadget sabagai sarana pembelajaran mereka selama kegiatan belajar mengajar menggunakan media ini siswa merasa tidak senang, dan siswa