• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Persyaratan Air Bersih 2.1.1 Definisi Air Bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping (Ketentuan Umum Permenkes No.

416/Menkes/PER/IX/1990 (Dalam Modul Gambaran Umum Penyediaan dan Pengolahan Air Minum Edisi Maret 2003 hal. 3 dari 41)

2.1.2 Persyaratan Air Bersih 2.1.2.1 Persyaratan Kualitas

Persyaratan kualitas menggambarkan mutu dari air baku air bersih. Dalam Modul Gambaran Umum Penyediaan dan Pengolahan Air Minum Edisi Maret 2003 hal. 4-5 dinyatakan bahwa persyaratan kualitas air bersih adalah sebagai berikut :

1. Persyaratan fisik

Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Selain itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara atau kurang lebih 250C, dan apabila terjadi perbedaan maka batas yang diperbolehkan adalah 250C ± 30C.

(2)

2. Persyaratan kimiawi

Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah yang melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain adalah : pH, total solid, zat organik, CO2 agresif, kesadahan, kalsium (Ca), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), chlorida (Cl), nitrit, flourida (F), serta logam.

3. Persyaratan bakteriologis

Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik yang mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai dengan tidak adanya bakteri E. coli atau fecal coli dalam air.

4. Persyaratan radioaktifitas

Persyaratan radioaktifitas mensyaratkan bahwa air bersih tidak boleh mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang mengandung radioaktif, seperti sinar alfa, beta dan gamma.

2.1.2.2 Persyaratan Kuantitas (Debit)

Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah penduduk yang akan dilayani. Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air bersih yang dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan air bersih. Kebutuhan air bersih masyarakat bervariasi, tergantung pada letak geografis, kebudayaan, tingkat ekonomi, dan skala perkotaan tempat tinggalnya.

(3)

2.1.2.3 Persyaratan Kontinuitas

Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan.

Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus tersedia 24 jam per hari, atau setiap saat diperlukan, kebutuhan air tersedia. Akan tetapi kondisi ideal tersebut hampir tidak dapat dipenuhi pada setiap wilayah di Indonesia, sehingga untuk menentukan tingkat kontinuitas pemakaian air dapat dilakukan dengan cara pendekatan aktifitas konsumen terhadap prioritas pemakaian air. Prioritas pemakaian air yaitu minimal selama 12 jam per hari, yaitu pada jam-jam aktifitas kehidupan, yaitu pada pukul 06.00 – 18.00.

Kontinuitas aliran sangat penting ditinjau dari dua aspek. Pertama adalah kebutuhan konsumen. Sebagian besar konsumen memerlukan air untuk kehidupan dan pekerjaannya, dalam jumlah yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan pada waktu yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan reservoir pelayanan dan fasilitas energi yang siap setiap saat.

Sistem jaringan perpipaan didesain untuk membawa suatu kecepatan aliran tertentu. Kecepatan dalam pipa tidak boleh melebihi 0,6–1,2 m/dt. Ukuran pipa harus tidak melebihi dimensi yang diperlukan dan juga tekanan dalam sistem harus tercukupi. Dengan analisis jaringan pipa distribusi, dapat ditentukan dimensi atau ukuran pipa yang diperlukan sesuai dengan tekanan minimum yang diperbolehkan agar kuantitas aliran terpenuhi.

(4)

2.2 Sistem Penyediaan Air Bersih

Menurut Ray K. Linsey and Joseph B. Franzini, 1991. Suatu penyediaan air bersih yang mampu menyediakan air yang dapat diminum dalam jumlah yang cukup merupakan hal penting bagi suatu kota besar yang modern. Unsur-unsur yang membentuk suatu sistem penyediaan air yang modern meliputi :

1. Sumber-sumber penyediaan 2. Sarana-sarana penampungan 3. Sarana-sarana penyaluran 4. Sarana-sarana pengolahan

5. Sarana-sarana penyaluran (dari pengolahan) tampungan sementara 6. Sarana-sarana distribusi

Dalam pengembangan persediaan air bagi masyarakat, jumlah dan mutu air merupakan hal yang paling penting. Hubungan antara kedua faktor ini kepada masing-masing unsur fungsional terlihat dalam tabel 2.1:

Tabel 2.1: Unsur-unsur fungsional dari sistem penyediaan air minum

Unsur fungsional

Masalah utama dalam perencanaan

sarana (utama / sekunder)

Uraian

Sumber penyediaan Jumlah / mutu

Sumber-sumber air permukaan bagi penyediaan, misalnya sungai, danau dan waduk atau sumber air tanah

penampungan Jumlah / mutu

Sarana-sarana yang dipergunakan untuk menampung air permukaan biasanya terletak pada atau dekat

sumber penyediaan

Penyaluran Jumlah / mutu Sarana-sarana untuk menyalurkan air dari tampungan ke sarana

pengolah

pengolahan Jumlah / mutu Sarana-sarana yang dipergunakan untuk memperbaiki atau merubah

mutu air

(5)

Sumber: Ray K. Linsey and Joseph B. Franzini. Teknik Sumber Daya Air Jilid II . Erlangga. Jakarta. 1991. Hal 90.

Dalam hal ini pembahasan lebih dipusatkan pada hal sistem distribusi jaringan pipa air bersih. Sistem distribusi yang ekstensif diperlukan untuk menyalurkan air ke masing-masing langganan dalam jumlah yang dibutuhkan dengan tekanan yang diharapkan. Sistem distribusi seringkali merupakan investasi utama dalam jaringan air kota. Suatu sistem distribusi seperti pohon dengan banyak titik-titik ujung yang mati tidaklah baik, karena air dapat berhenti di ujung-ujung sistem itu. Lebih dari itu bila diperlukan perbaikan, suatu daerah yang luas harus ditutup penyaluran airnya.

Akhirnya dengan kebutuhan lokal yang besar pada waktu terjadinya kebakaran, kehilangan tinggi tekanan dapat besar sekali, kecuali jika pipanya cukup besar.

Suatu sistem pipa tunggal adalah sistem dengan sebuah pipa yang melayani kedua sisi suatu jalan. Suatu sistem pipa rangkap mempunyai sebuah pada masing- masing sisi jalan. Keuntungan utama dari sistem dua pipa ini adalah bahwa perbaikan dapat dikerjakan tanpa mengganggu lalu lintas dan tanpa merusak lapis penutup jalan. Dalam perencanaan sistem jaringan distribusi pipa air bersih kebutuhan tekanan haruslah dipertimbangkan.

Perencanaan suatu sistem jaringan pendistribusian air bersih menuntut adanya peta detail dari kota yang bersangkutan, yang memuat garis-garis kontur (atau semua elevasi yang menentukan) serta jalan-jalan dan petak-petak yang ada sekarang maupun yang ada dibangun di masa depan. Setelah menelaah kondisi topografi dan menetapkan sumber air bersih untuk distribusi, kota itu dapat dibagi atas daerah-

Penyaluran & penampungan Jumlah / mutu

Sarana-sarana untuk menyalurkan air yang sudah diolah ke sarana penampungan sementara serta ke satu atau beberapa titik distribusi

Distribusi Jumlah / mutu

Sarana-sarana yang dipergunakan untuk membagi air ke masing- masing pemakai yang terkait di

dalam sistem

(6)

daerah yang masing-masing harus dilayani oleh sistem distribusi yang terpisah. Pipa- pipa penyalur haruslah cukup besar mengalirkan kebutuhan yang diperkirakan dengan tekanan yang memadai. Program-program komputer yang mempergunakan metode Hardy Cross atau teknik-teknik matriks yang lebih efisien dipergunakan untuk menetapkan besranya debit dan kehilangan tinggi tekanan di masing-masing pipa dalam jaringan yang bersangkutan.

Pengaruh aliran dalam pipa-pipa pelengkap pada awalnya diabaikan, tetapi dapat dihitung kemudian. Aliran didalam jaringan pipa penyalur dianalisis untuk memenuhi kebutuhan di berbagai wilayah yang berbeda. Dalam memilih pipa-pipa penyalur, kebutuhan kapasitas masa depan haruslah dipertimbangkan. Akan lebih bijaksana memperkirakan kebutuhan masa depan daripada menggantikan pipa-pipa yang bersangkutan dengan yang lebih besar di waktu yang akan datang. Setelah jaringan pipa penyalur ditetapkan, pipa-pipa distribusi ditambahkan ke sistem yang bersangkutan. Perhitungan hidrolik hanyalah akan merupakan perkiraan, karena semua faktor yang mempengaruhi aliran barangkali tidak dapat di perhitungkan.

2.3 Studi Kebutuhan Air Bersih

Untuk sebuah sistem penyediaan air minum, perlu diketahui besarnya kebutuhan dan pemakaian air. Kebutuhan air dipengaruhi oleh besarnya populasi penduduk, tingkat ekonomi dan faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, data mengenai keadaan penduduk daerah yang akan dilayani dibutuhkan untuk memudahkan permodelan evaluasi sistem distribusi air minum.

Kebutuhan air bersih berbeda antara kota yang satu dengan kota yang lainnya.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan air bersih menurut Ray K.

Linsey and Joseph B. Franzini, 1991 adalah :

(7)

1. Iklim

Kebutuhan air untuk mandi, menyiram taman, pengaturan udara dan sebagainya akan lebih besar pada iklim yang hangat dan kering daripada di iklim yang lembab. Pada iklim yang sangat dingin, air mungkin diboroskan di keran-keran untuk mencegah bekunya pipa-pipa.

2. ciri-ciri Penduduk

Pemakaian air dipengaruhi oleh status ekonomi dari para langganan. Pemakaian perkapita di daerah miskin jauh lebih rendah daripada di daerah-daerah kaya. Di daerah-daerah tanpa pembuangan limbah, konsumsi dapat sangat rendah hingga hanya sebesar 10 gpcd (40 liter / kapita per hari).

3. Masalah Lingkungan Hidup

Meningkatnya perhatian masyarakat terhadap berlebihannya pemakaian sumber- sumber daya telah menyebabkan berkembangnya alat-alat yang dapat dipergunakan untuk mengurangi jumlah pemakaian air di daerah pemukiman.

4. Keberadaan Industri dan Perdagangan

Keberadaan industri dan perdagangan dapat mempengaruhi banyaknya kebutuhan air per kapita dari suatu kota.

5. Iuran Air dan Meteran

Bila harga air mahal, orang akan lebih menahan diri dalam pemakaian air dan industri mungkin mengembangkan persediaannya sendiri dengan biaya yang lebih murah. Para langganan yang jatah air diukur dengan meteran akan cenderung untuk memperbaiki kebocoran-kebocoran dan mempergunakan air dengan jarang.

Pemasangan meteran pada beberapa kelompok masyarakat telah menurunkan pengguanaan air hingga sebanyak 40 persen.

(8)

6. Ukuran Kota

Penggunaan air per kapita pada kelompok masyarakat yang mempunyai jaringan limbah cenderung untuk lebih tinggi di kota-kota besar daripada di kota kecil.

Secara umum, perbedaan itu diakibatakan oleh lebih besarnya pemakaian oleh industri, lebih banyaknya taman-taman, lebih banyaknya pemakaian air untuk perdagangan dan barang kali juga lebih banyak kehilangan dan pemborosan di kota-kota besar.

Untuk memproyeksi jumlah kebutuhan air bersih dapat dilakukan berdasarkan perkiraan kebutuhan air untuk berbagai macam tujuan ditambah perkiraan kehilangan air. Adapun kebutuhan air untuk berbagai macam tujuan pada umumnya dapat dibagi dalam :

a. Kebutuhan domestik - sambungan rumah - sambungan kran umum b. Kebutuhan non domestik

- Fasilitas sosial (Masjid, panti asuhan, rumah sakit dan sebagainya) - Fasilitas perdagangan/industri

- Fasilitas perkantoran dan lain-lainnya

Sedangkan kehilangan air dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu :

a. Kehilangan air akibat faktor teknis, misalnya kebocoran dari pipa distribusi

b. Kehilangan air akibat faktor non teknis, antara lain sambungan tidak terdaftar.

kerusakan meteran air, untuk kebakaran dan lain-lainnya.

(9)

2.3.1. Kebutuhan domestik

Merupakan kebutuhan air bersih untuk rumah tangga dan sambungan kran umum. Jumlah kebutuhan didasarkan pada banyaknya penduduk, persentase yang diberi air dan cara pembagian air yaitu dengan sambungan rumah atau melalui kran umum.

Kebutuhan air per orang per hari disesuaikan dengan standar yang biasa digunakan serta kriteria pelayanan berdasarkan pada kategori kotanya. Di dalamnya setiap kategori tertentu kebutuhan air per orang per hari berbeda-beda.

Tabel 2.2 Standar Kebutuhan Air Bersih

Kategori kota Kebutuhan air bersih (liter / orang / hari) Kota Metropolitan

Kota Besar Kota Sedang Kota Kecil Desa

190 170 150 130 60 Sumber : DPU Cipta Karya

2.3.2. Kebutuhan non domestik

Kebutuhan non domestik adalah kebutuhan air bersih selain untuk keperluan rumah tangga dan sambungan kran umum, seperti penyediaan air bersih untuk perkantoran, perdagangan serta fasilitas sosial seperti tempat-tempat ibadah, sekolah, hotel, puskesmas, militer serta pelayanan jasa umum lainnya

(10)

Tabel 2.3 Rata-rata Kebutuhan Air Per Orang Per Hari

No. Jenis Gedung

Pemakaian air rata rata

per hari (liter)

Jangka waktu pemakaian air rata rata sehari (jam)

Perbandinga n luas lantai efektif/total

(%)

Keterangan

1 Perumahan

mewah 250 8-10 42-45 Setiap penghuni

2 Rumah biasa 160-250 8-10 50-53 Setiap penghuni

3 Apartemen 200-250 8-10 45-50

Mewah: 250 liter Menengah : 180 ltr Sendiri : 120 ltr

4 Asrama 120 8 45-48 Sendiri

5 Rumah sakit

1000 8-10 50-55

(setiap tempat tidur pasien) Pasien luar : 500 ltr

Staf/pegawai :120 ltr Kelg.pasien : 160 ltr

6 SD 40 5 58 Guru : 100 liter

7 SLTP 50 6 58 Guru : 100 liter

8 SLTA dan lebih

tinggi 80 6 - Guru/Dosen:100 liter

9 Rumah-toko 100-200 8 - Penghuninya: 160 ltr

10 Gedung kantor 100 8 60-70 Setiap pegawai

11

Toko serba ada departement store

3 7 55-60 -

12 Pabrik/industri

Buruh pria:

60 wanita:

100

8 -

Per orang, setiap giliran (kalau kerja lebih dari 8 jam/hari)

13 Stasiun/terminal 3 15 -

Setiap penumpang (yang tiba maupun berangkat

14 Restoran 30 5

- Untuk penghuni 160 ltr

15 Restoran umum 15 7 -

Untuk penghuni: 160 ltr,

pelayan: 100 ltr

(11)

Sumber: : Soufyan Moh. Noerbambang & Takeo Morimura. Perancangan Dan Pemeliharaan Sistem Plambing . Pradnya Paramita. Jakarta. 2005. Hal 48.

2.3.3. Fluktuasi kebutuhan air

Menurut Soufyan Moh. Noerbambang & Takeo Morimura, 2005. Kebutuhan air tidak selalu sama untuk setiap saat tetapi akan berfluktuasi. Fluktuasi yang terjadi 70% dari jumlahl tamu perlu 15 ltr/org untuk kakus, cuci tangan dsb.

16 Gedung

pertunjukan 30 5 53-55

Kalau digunakan siang dan malam, pemakaian air dihitung per

penonton, jam pemakaian air dalam tabel adalah untuk satu kali pertunjukan 17 Gedung

bioskop 10 7 - -

18 Toko pengecer 40 6 -

Pedangan besar: 30 liter/tamu, 10 liter/staff atau, 5 liter per hari setiap m2 luas lantai

19 Hotel/penginap

an 250-300 10 -

Untuk setiap tamu, untuk staf 120-150 liter; penginapan 200 liter

20 Gedung

peribadatan 10 2 - Didasarkan jumlah

jemaah per hari

21 Perpustakaan 25 6 - Untuk setiap pembaca

yang tinggal

22 Bar 30 6 - Setiap tamu

23 Perkumpulan

sosial 30 - - Setiap tamu

24 Kelab malam 120-350 - - Setiap tempat duduk

25 Gedung

perkumpulan 150-200 - - Setiap tamu

26 Laboratorium 100-200 8 - setiap staff

(12)

tergantung pada suatu aktivitas penggunaan air dalam keseharian oleh masyarakat.

Pada umumnya kebutuhan air dibagi dalam tiga kelompok : 1. Kebutuhan rerata

Pemakaian air rata-rata menggunakan persamaan berikut:

  (2.1)

Dimana Qh : Pemakaiaan air rata-rata (m3/jam) Qd : Pemakaian air rata-rata sehari (m3) T : Jangka waktu pemakaian (jam)

2. Kebutuhan harian maksimum

Kebutuhan air harian dengan menggunakan rumus:

Kebutuhan air per hari = Jumlah penduduk x kebutuhan rata-rata per hari (2.2)

3. Kebutuhan pada jam puncak

Kebutuhan harian maksimum dan jam puncak sangat diperlukan dalam perhitungan besarnya kebutuhan air baku, karena hal ini menyangkut kebutuhan pada hari-hari tertentu dan pada jam puncak pelayanan. Sehingga penting mempertimbangkan suatu nilai koefisien untuk keperluan tersebut. Kebutuhan air harian maksimum dan jam puncak dihitung berdasarkan kebutuhan dasar dan nilai kebocoran dengan pendekatan sebagai berikut :

Qh-max = C1. Qh (2.3)

C 1adalah konstanata (1,2–2,0).

2.4 Konsep Dasar Pada Aliran Pipa

Menurut Bambang Triatmodjo, 1993. Jumlah zat cair yang mengalir melalui tampang lintang aliran tiap suatu satuan waktu disebut debit aliran dan diberi notasi

(13)

Q. Debit aliran biasanya diukur dalam volume zat cair tiap satuan waktu, sehingga satuannya adalah meter kubik per detik (

liter/ment,dan sebagainya

Di dalam zat cair ideal, dimana tidak terjadi gesekan, kecepatan aliran

sama di setiap titik pada tampang lintang, sedangkan kecepatan zat cair riil tidak sama di setiap titik pada tampang lintang. Gambar 2.1. menunjukkan distribusi kecepatan aliran untuk zat cair riil melaui pipa dan saluran terbuka.

Gambar 2.1.b. Kecepatan aliran melalui saluran terbuka

Apabila tampang tegak lurus pada arah aliran adalah diberikan bentuk seperti terlihat pada persamaan 2.4 berikut:

Di mana : Q = Debit aliran (m

V = Kecepatan aliran (m/s) A = luas penampang aliran (m

biasanya diukur dalam volume zat cair tiap satuan waktu, sehingga satuannya adalah meter kubik per detik (m3/det) atau satuan lain (

liter/ment,dan sebagainya)

Di dalam zat cair ideal, dimana tidak terjadi gesekan, kecepatan aliran

sama di setiap titik pada tampang lintang, sedangkan kecepatan zat cair riil tidak sama di setiap titik pada tampang lintang. Gambar 2.1. menunjukkan distribusi kecepatan aliran untuk zat cair riil melaui pipa dan saluran terbuka.

Gambar 2.1.a. Kecepatan aliran melalui pipa

Gambar 2.1.b. Kecepatan aliran melalui saluran terbuka

Apabila tampang tegak lurus pada arah aliran adalah A. maka debit aliran diberikan bentuk seperti terlihat pada persamaan 2.4 berikut:

Q = V x A

Debit aliran (m3/s) V = Kecepatan aliran (m/s) A = luas penampang aliran (m2)

biasanya diukur dalam volume zat cair tiap satuan waktu, sehingga ) atau satuan lain (liter/det,

Di dalam zat cair ideal, dimana tidak terjadi gesekan, kecepatan aliran V adalah sama di setiap titik pada tampang lintang, sedangkan kecepatan zat cair riil tidak sama di setiap titik pada tampang lintang. Gambar 2.1. menunjukkan distribusi kecepatan aliran untuk zat cair riil melaui pipa dan saluran terbuka.

ecepatan aliran melalui pipa

Gambar 2.1.b. Kecepatan aliran melalui saluran terbuka

. maka debit aliran

(2.4)

(14)

2.5 Persamaan Bernoulli

Menurut Bambang Triatmodjo, 1993. Penurunan persamaan Bernoulli untuk aliran sepanjang garis arus didasarkan pada hukum Newton II. Persamaan ini diturunkan dengan anggapan bahwa:

1. Zat cair adalah ideal, jadi tidak mempunyai kekentalan (kehilangan energi akibat gesekan adalah nol).

2. Zat cair adalah homogen dan tidak termampatkan (rapat massa zat cair adalah konstan).

3. Aliran adalah kontiniu dan sepanjang garis arus.

4. Kecepatan aliran adalah merata dalam suatu penampang.

5. Gaya yang bekerja hanya gaya berat dan tekanan.

Energi yang ditunjukkan dari persamaan energi total di atas, atau dikenal sebagai head pada suatu titik dalam aliran steady adalah sama dengan total energi pada titik lain sepanjang aliran fluida tersebut. Hal ini berlaku selama tidak ada energi yang ditambahkan ke fluida atau yang diambil dari fluida. Konsep ini dinyatakan ke dalam bentuk persamaan yang disebut dengan persamaan Bernoulli, yaitu:

Z1 +

+ 

=

Z2 +

+

(2.5)

Di mana: p1 dan p2 = tekanan pada titik 1 dan 2

v1 dan v2 = kecepatan aliran pada titik 1 dan 2 z1 dan z2 = perbedaan ketinggian antara titik 1 dan 2

γ = berat jenis fluida

g = percepatan gravitasi = 9,81 m/s2

(15)

Gambar 2.2 : Ilustrasi persamaan Bernoulli

Persamaan di atas digunakan jika diasumsikan tidak ada kehilangan energi antara dua titik yang terdapat dalam aliran fluida. Untuk zat cair yang riil, dalam aliran zat cair akan terjadi kehilangan energi yang harus diperhitungakan dalam aplikasi Bernoulli. Kehilangan tenaga akibat adanya gesekan antara zat cair dengan dinding batas (hf) atau karena adanya perubahan tampang aliran (he). Kehilangan energi yang disebabkan karena gesekan disebut kehilangan energi primer, sedangkan karena perubahan tampang aliran dikenal kehilangan energi skunder. Dengan memperhitungkan kedua kehilangan tersebut , maka persamaan Bernoulli menjadi:

Z1 +

+ 

=

Z2 +

+

+ ∑h

f

+ ∑h

e (2.6)

2.6 Aliran Laminar dan Turbulen

Aliran fluida yang mengalir di dalam pipa dapat di klasifikasikan ke dalam dua tipe aliran yaitu “laminar” dan “turbulen”. Aliran dikatakan laminar jika partikel- partikel fluida yang bergerak mengikuti garis lurus yang sejajar pipa dan bergerak dengan kecepatan sama. Aliran dikatakan turbulen jika tiap partikel fluida bergerak mengikuti lintasan sembarang di sepanjang pipa dan hanya gerakan rata-ratanya saja yang mengikuti sumbu pipa.

(16)

Dari hasil eksperimen diperoleh bahwa gesekan untuk pipa silindris merupakan fungsi dari bilangan Reynold (Re). dalam menganalisia aliran didalam saluran tertutup, sangatlah penting untuk mengetahui tipe aliran yang meengalir dalam pipa tersebut. Untuk itu harus dihitung besarnya bilangan Reynold dengan mengetahui parameter-parameter yang diketahui besarnya. Besarnya Reynold (Re) menurut Gupta S.Ram, 1989 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.7 berikut:

Re = 



(2.7)

Di mana : µ = viskositas dinamik (Pa.dtk) D = diameter dalam pipa (m)

v = kecepatan aliran dalam fluida (m/dtk) Re = Reynold number

Aliran akan laminar jika bilangan Reynold kurang dari 2000 dan akan turbulen jika bilangan Reynold lebih besar dari 4000. Jika bilangan Reynold terletak antara 2000-4000 maka aliran disebut aliran transisi.

2.7 Kehilangan Tinggi Tekanan (Head Losses)

2.7.1 Kehilangan Tinggi Tekanan Mayor (Mayor Losses)

Aliran fluida yang melalui pipa akan selalu mengalami kerugian head. Hal ini disebabkan oleh gesekan yang terjadi antara fluida dengan dinding pipa atau perubahan kecepatan yang dialami oleh aliran fluida (kerugian kecil). Kerugian head akibat gesekan dapat dihitung dengan menggunakan salah satu dari dua rumus berikut, yaitu:

(17)

2.7.1.1 Persamaan Darcy – Weisbach

Menurut Ram Gupta S, 1989. Persamaan Darcy-Weisbach (1845) adalah formula umum yang banyak diaplikasikan dialiran pipa. Aliran fluida yang mengalir melalui pipa akan selalu mengalami kerugian head. Hal ini disebabkan oleh gesekan yang terjadi antara fluida dengan dinding pipa. Persamaan Darcy-Weisbach adalah sebagai berikut:

h

f

= f







(2.8)

di mana: hf = kerugian head karena gesekan (m)

f = faktor gesekan (diperoleh dari diagram Moody) d = diameter pipa (m)

L = panjang pipa (m)

v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s) g = percepatan gravitasi (m/s2)

Dimana faktor gesekan (f) dapat dicari dengan menggunakan diagram Moody (Gambar 2.3). Moody(1944) menyediakan diagram untuk mendapatkan faktor gesekan dengan menggunakan bilangan Reynold dan kekasaran relatif. Untuk mengaplikasikan diagram Moody, kecepatan aliran dan diameter pipa harus diketahui maka bilangan reynold dapat diketahui. Kemudian tarik garis vertikal sampai batas garis kekasaran relatif (ε/D) sehingga didapatkan koefisien kekasaran(f).

Menurut Hagen-Poiseuille untuk aliran laminar (Re<2000), faktor gesekan adalah hanya fungsi bilangan Reynolds saja. Seperti terlihat pada persamaan 2.9 berikut:

(18)

f

=



(2.9)

Menurut Victor L. Streeter and E. Benjamin Wylie, 1990. Dalam tiap ikhwal maka persamaan Darcy-Weisbach, persamaan kontinuitas, dan diagram Moody digunakan untuk mencari besaran yang tidak diketahui. Sebagai ganti diagram Moody, rumus eksplisit untuk f adalah sebagai berikut:

f = , 

  ," #⁄ ⁄ $,%'(

(2.10)

Persamaan 2.10 dapat dipergunakan dengan syarat:

10-6 ≤ ε/D ≤ 10-2

&5000 ≤ R ≤ 108

(19)

Gambar 2.3. :Moody Diagram

(20)

Nilai kekasaran untuk beberapa jenis pipa dapat disajikan pada tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4 : Nilai kekerasan dinding untuk berbagai pipa komersil

Bahan Kekasaran (ε)

mm ft

Brass 0.0015 0.000005

Concrete

-Steel forms, smooth -Good joints,average -Rough, visible form mark

0.18 0.36 0.60

0.0006 0.0012 0.002

Copper 0.0015 0.000005

Corrugated metal (CMP) 45 0.15

Iron

-Asphalted lined -Cast

-Ductile; DIP-Cement mortar lined -Galvanized

-Wrought

0.12 0.26 0.12 0.15 0.045

0.0004 0.00085

0.0004 0.0005 0.00015

Polyvinyl chloride (PVC) 0.0015 0.000005

Polyethylene,high density (HDPE) 0.0015 0.000005 Steel

-Enamel coated -Riveted -Seamless -Commercial

0.0048 0.9 ~ 9.0

0.004 0.045

0.000016 0.003-0.03

0.000013 0.00015

Sumber: Robert J.Houghtalen, Ned H. C. Hwang, A. Osman Akan. “Fundamental of Hydraulic Engineering Systems Fourth Edition”. Pearson. New Jersey. 2010.

Hal. 83.

2.7.1.2 Persamaan Hazen – Williams

Menurut Ram Gupta S, 1989. Rumus ini pada umumnya dipakai untuk menghitung kerugian head dalam pipa yang relatif sangat panjang seperti jalur pipa penyalur air minum. Bentuk umum persamaan Hazen – Williams, yaitu:

(21)

hf =-, 

,./

0,./1,./ L (2.11)

di mana: hf = kerugian gesekan dalam pipa (m) Q = laju aliran dalam pipa (m3/s) L = panjang pipa (m)

C = koefisien kekasaran pipa Hazen – Williams d = diameter pipa (m)

Koefisien kekasaran pipa untuk formula Hazen-Williams dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut:

Tabel 2.5 : koefisien kekasaran Hazen – Wiliam, C

Material Pipa Koefisien C Brass, copper, aluminium 140

PVC, plastic 150

Cast iron new and old 130

Galvanized iron 100

Asphalted iron 120

Commercial and welded steel 120

Riveted steel 110

Concrete 130

Wood stave 120

Sumber : Ram Gupta. S, “Hydrology & Hydraulic Engineering Systems. Pearson. New Jersey. 1989. Hal. 550.

2.7.2 Kehilangan Tinggi Tekan Minor (Minor Losses)

Kerugian yang kecil akibat gesekan pada jalur pipa yang terjadi pada komponen-komponen tambahan seperti katup, sambungan, belokan, reduser, dan lain-lain disebut dengan kerugian head minor (minor losses).

(22)

Besarnya kerugian minor akibat adanya kelengkapan pipa dirumuskan sebagai berikut:

hm

= ∑ k

(2.12)

dimana: g = percepatan gravitasi

v = kecepatan aliran fluida dalam pipa k = koefisien kerugian

untuk pipa yang panjang (L/d >>> 1000), minor losses dapat diabaikan tanpa kesalahan yang cukup berarti tetapi menjadi penting pada pipa yang pendek.

Berikut tabel 2.6 yang memperlihatkan nilai koefisien kerugian (k) berdasarkan bentuk dari pipa tersebut.

Tabel 2.6 : kehilangan tinggi tekanan pada katup, alat penyesuaian dan pipa yang digunakan

Harga K dalam h= K2

3 34

1.Katup pintu - Terbuka penuh - ¾ terbuka - ½ terbuka - ¼ terbuka

0.19 1.15 5.6

24

2. Katup bola, terbuka 10

3. Katup sudut, terbuka 5

4. Bengkokan 90o, - Jari-jari pendek - Jari-jari pertengahan - Jari-jari panjang

0.9 0.75

0.6

5. Lengkungan pengembalian 180o 2.2

6. Bengkokan 45o 0.42

7. Bengkokan 22 ½ o (45cm) 0.13

8. Sambungan T 1.25

9. Sambungan pengecil (katup pada ujung yang keci) 0.25

10. Sambungan Pembesar 0.25 (5 6 5 '/28

11. Sambungan pengecil mulut lonceng 0.10

12. lubang terbuka 1.80

Sumber : J.M.K. Dake, Endang P.Tachyan, Y.P. Pangaribuan “Hidrolika Teknik Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.1985 . Hal. 78

(23)

2.8 Mekanisme Aliran Pada Pipa 2.8.1 Pipa Hubungan Seri

Gambar 2.4 : Pipa hubungan seri

Menurut Ram Gupta S, 1989. Jika dua buah pipa atau lebih dihubungkan secara seri dengan perbedaan ukuran diameter pipa maka semua pipa akan dialiri oleh aliran yang sama (Gambar 2.4). Total kerugian head pada seluruh sistem adalah jumlah kerugian pada setiap pipa dan perlengkapan pipa yang dirumuskan sebagai :

Q = Q1 = Q2 = Q3 (2.13)

hf = hf1 + hf2 + hf3 (2.14)

(24)

2.8.2 Pipa Hubungan Paralel

Gambar 2.5 : Pipa Hubungan Paralel

Jika ada dua buah pipa atau lebih yang dihubungkan secara pararel (Gambar 2.5), total laju aliran sama dengan jumlah laju aliran yang melalui setiap cabang dan rugi head pada sebuah cabang sama dengan yang lain yang dirumuskan sebagai :

Q = Q1 + Q2 + Q3 (2.15)

hf = hf1 = hf2 = hf3 (2.16)

2.9 Jaringan Pipa

2.9.1 Jenis Sistem Jaringan Pipa 2.9.1.1 Sistem Jaringan Pipa Seri

Sistem pemipaan dengan susunan seri merupakan jaringan pipa tanpa cabang ataupun loop. Jaringan ini memiliki satu sumber ,satu ujung dan node yang menyambung 2 pipa yang berada dalam satu jalur. Jaringan pemipaan jenis ini sangat kecil dan dipakai untuk pendistribusian air kawasan yang kecil.

(25)

Gambar 2.6 : Sistem jaringan pipa seri

2.9.1.2 Sistem Jaringan Pipa Bercabang

Sistem pemipaan dengan susunan bercabang merupakan kombinasi dari jaringan pemipaan susunan seri. Dimana, jaringannya terdiri dari satu sumber dan memiliki banyak cabang. Sistem ini cukup untuk memenuhi kebutuhan sebuah komunitas dan investasi yang dikeluarkan tidaklah besar.

Gambar 2.7 : Sistem jaringan pipa bercabang

2.9.1.3 Sistem Jaringan Pipa Tertutup (Loop)

Sistem pemipaan ini merupakan sistem yang mana jaringannya saling terhubung yang terdiri dari node-node yang menerima aliran air lebih dari satu bagian. Dengan sistem ini masalah – masalah yang dihadapi pada sistem seri ataupun bercabang dapat ditangani seperti masalah tekanan. Namun, sistem pemipaan dengan jaringan ini lebih rumit jika dibandingkan dengan sistem seri atau bercabang. Untuk

(26)

biaya operasi dan investasi yang cukup besar. Sistem ini biasanya dipakai pada daerah yang cukup luas dengan jumlah pemakai yang cukup besar.

Gambar 2.8 : Sistem jaringan pipa loop

2.9.1.4 Sistem Jaringan Pipa Kombinasi

Sistem perpipan jenis ini merupakan sistem jaringan pemipaan yang umum digunakan untuk daerah yang luas. Sistem ini merupakan gabungan antara sistem dengan jaringan bercabang dan loop

Gambar 2.9 : Sistem jaringan pipa kombinasi

(27)

2.9.2 Analisa Sistem Jaringan Pipa

Menurut J.M.K. Dake, Endang P.Tachyan,

Sistem jaringan pipa mungkin tidak sesederhana seperti gambar 2.10. Suatu jaringan suplai kota sering rumit dan di desain suatu sistem distribusi air yang efektif untuk seluruh kota diperlukan untuk memperhitungkan tekanan dan debit pada setiap titik di dalam jaringan.

Gambar 2.10 :

Dalam menganalisa sistem jaringan pipa dapat digunakan metode Metode Hardy Cross

untuk menetapkan besarnya debit dan kehilangan tinggi tekanan di masing pipa dalam jaringan yang bersangkutan. Metode

mencoba arah aliran dan debit aliran pada se

kontinuitas dan energi belum terpenuhi maka percobaan diulang dengan menggunakan harga yang baru yang telah dikoreksi. Metoda

disebut sebagai persamaan kontinuitas dan persamaan energi

2.9.2 Analisa Sistem Jaringan Pipa

J.M.K. Dake, Endang P.Tachyan, dan Y.P. Pangaribuan

Sistem jaringan pipa mungkin tidak sesederhana seperti gambar 2.10. Suatu jaringan suplai kota sering rumit dan di desain suatu sistem distribusi air yang efektif untuk seluruh kota diperlukan untuk memperhitungkan tekanan dan debit pada setiap titik

Gambar 2.10 : Contoh Skema Jaringan Perpipaan Dalam menganalisa sistem jaringan pipa dapat digunakan metode

Hardy Cross merupakan suatu metode yang lebih efisien dipergunakan untuk menetapkan besarnya debit dan kehilangan tinggi tekanan di masing

pipa dalam jaringan yang bersangkutan. Metode Hardy Cross adalah metode yang mencoba arah aliran dan debit aliran pada semua pipa. Jika ternyata persamaan kontinuitas dan energi belum terpenuhi maka percobaan diulang dengan menggunakan harga yang baru yang telah dikoreksi. Metoda

disebut sebagai persamaan Loops. Persamaan tersebut terdiri dari persamaan tinuitas dan persamaan energi

Y.P. Pangaribuan. 1985.

Sistem jaringan pipa mungkin tidak sesederhana seperti gambar 2.10. Suatu jaringan suplai kota sering rumit dan di desain suatu sistem distribusi air yang efektif untuk seluruh kota diperlukan untuk memperhitungkan tekanan dan debit pada setiap titik

Skema Jaringan Perpipaan

Dalam menganalisa sistem jaringan pipa dapat digunakan metode Hardy Cross.

merupakan suatu metode yang lebih efisien dipergunakan untuk menetapkan besarnya debit dan kehilangan tinggi tekanan di masing-masing adalah metode yang mua pipa. Jika ternyata persamaan kontinuitas dan energi belum terpenuhi maka percobaan diulang dengan menggunakan harga yang baru yang telah dikoreksi. Metoda Hardy Cross juga . Persamaan tersebut terdiri dari persamaan

(28)

Menurut Radianta Triatmadja. 2009:

Pada tiap node berlaku Persamaan kontinuitas : ∑ Q = q external (2.17) Pada setiap pipa berlaku persamaan energi : ∑ KpQn = 0 (2.18) Suatu jaringan kota dapat dibagi menjadi beberapa putaran atau “cincin” yang sesuai. Dua kebutuhan teoretis yaitu penurunantinggi tekan netto sekeliling putaran harus nol dan besarnya aliran netto ke arah cabang juga harus nol (0)

Andaikan kehilangan tinggi tekan terhadap gesekan dan lain-lainnya pada masing-masing pipa dinyatakan dalam bentuk :

hf = Kp.Qn (2.19)

dimana Kp dan indeks n diumpamakan tetap dan Q adalah debit yang melalui pipa, kita umpamakan :

Q = Qo + ∆Q (2.20)

dimana Qo adalah debit yang diumpamakan (memenuhi kondisi kesinambungan) yang besarnya di bawah debit yang sebenarnya dengan perbedaan yang kecil seharga

∆Q.

Dengan mensubstitusikan (2.19) kedalam (2.20) dan dengan mengembangkannya dengan teori binomial (dengan menghilangkan faktor yang mempunyai (∆Q)2 dan pangkat yang lebih besar).

hf = Kp ( -9: ;-9< ∆Q) (2.21) Dalam gerakan sekeliling putaran , ∑hf = 0, sehingga :

∑nKp -9< ∆Q = - ∑Kp -9 (2.22) Untuk memenuhi kebutuhan kesinambungan pada setiap cabang (untuk aliran masuk dan keluar yang tetap ke dalam putaran tertentu), harga ∆Q harus sama pada

(29)

setiap pipa. Dengan demikian ∆Q dapat dikeluarkan dari tanda pejumlahan. Sehingga persamaan (2.22) menghasilkan:

∆Q = 6 ∑Kp 0

;

∑nKp 0;61

=

< ∑CD

∑GHEF

(2.23)

Persamaan 2.23 memberikan koreksi yang akan digunakan untuk debit yang diumpamakan Qo untuk membuat harga tersebut sangat mendekati harga debit yang nyata Q.

Harga n adalah eksponen dalam persamaan Hazen – Williams bila digunakan untuk menghitung hf dan besarnya adalah 

-. 1.85 dan n menyatakan suku-suku yang terdapat dalam persamaan yang menggunakan satuan British, yaitu :

;  0../."  1..L (2.24)

Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan persamaan Darcy – Weisbach dengan n = 2 dan Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa faktor gesekan selalu berubah untuk setiap iterasi.

;  OMN  / (2.25)

(30)

Tabel 2.7 : Harga Kp untuk pipa

Metode Satuan Snit Kp

Hazen – Wiliam

Q,cfs ; L,ft ; d,ft ; hf,ft 4.73 S T.M U.M"

Q,gpm ; L,ft ; d,inc ; hf,ft 10.44 S T.M U.M"

Q,m3/s ; L,m ; d,m ; hf,m 10.70 S T.M U.M"

Darcy – Weisbach

Q,cfs ; L,ft ; d,ft ; hf,ft V S 39.70 U Q,gpm ; L,ft ; d,inc ; hf,ft V S

32.15 U Q,m3/s ; L,m ; d,m ; hf,m V S

12.10 U

Sumber : Ram Gupta. S, “Hydrology & Hydraulic Engineering Systems. Pearson. New Jersey. 1989. Hal. 567.

2.10 Prosedur Hitungan Metode Hardy – Cross

Adapun prosedur pengerjaannya Metode Hardy-Cross menurut J.M.K. Dake, Endang P.Tachyan, dan Y.P. Pangaribuan. 1985 sebagai berikut:

1. Misalkan setiap debit distribusi aliran (kolom 4) yang layak yang memenuhi kebutuhan yang berkesinambungan pada setiap cabang dan untuk keseluruhan putaran.

2. Hitunglah kehilangan tinggi tekan pada setiap pipa dengan hf = kp.Q2 (kolom 9), harga kp (kolom 8) didapat dari tabel 2.7 juga dengan menggunakan diagram Moody untuk mendapatkan nilai faktor kekasaran, f (kolom 7). Nilai tersebut didapat dari nilai bilangan Rynold,Re (kolom 6) dan nilai kekasaran relatif (ε/D) (kolom 5).

(31)

3. Kehilangan tinggi tekan adalah positif apabila aliran ada dalam arah yang tetap dan negatif(yaitu tinggi tekan naik) apabila aliran berlawanan dengan arah tadi. Dengan menjumlahkan kehilangan tinggi tekan secara aljabar, ∑hf

= ∑kp.Q2.

4. Hitung nilai ∑ |2kQ| (kolom 10) untuk tiap jaringan, nilai tersebut selalu positif.

5. Hitung koreksi debit ∆  6∑ | ]^_| ∑YZ[ , Qo =debit permisalan (kolom 11) 6. Koreksi debit, Q =Qo + ∆Q, Gunakan aliran yang telah dikoreksi untuk

mengulang prosedur 1 – 5 sampai ketelitian yang diinginkan dicapai nol.

Pada suatu jaringan perpipaan harus dipenuhi ketentuan berikut:

 Perjumlahan tekanan disetiap circuit = 0 (nol)

 Aliran yang masuk pada setiap titik simpul = aliran keluar

 Persamaan Darcy – Weisbach atau rumus exponensial berlaku untuk masing- masing pipa.

Prosedur diatas dapat digambarkan pada sebuah tabel 2.8 berikut : Tabel 2.8 : Tabel perhitungan Metode Hardy-Cross

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

No. Pipa D L Qo ε/D Re f K hf 2KQ Q

m m m3/s m

Ditentukan Diketahui Diketahui Ditaksir Rumus Dari grafik rumus rumus

6∑`a[

∑ |2kQ|

∑ Hf ∑2KQ

(32)

BAB III

GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

3.1. Gambaran Umum Lokasi Survei

3.1.1. Kondisi Umum Kota Tebing Tinggi

Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu pemerintah daerah administrasi dari 25 kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 38,3 km2. Berjarak sekitar 80 km dari Kota Medan (ibukota Propinsi Sumatera Utara) serta terletak pada lintas utama Sumatera, yaitu yang menghubungkan lintas timur dan lintas tengah Sumatera melalui lintas diagonal pada ruas jalan Tebing Tinggi – Pematang siantar – Parapat – Balige - Siborong-borong.

Secara geografis Kotamadya Tebing Tinggi terletak pada posisi 3o 19’ - 3o 21’

Lintang Utara dan 98o 9’ - 98o 11’ Bujur Utara dengan batas - batas:

• Sebelah utara dengan PTPN III Kebun Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai.

Gambar 3.1: Letak Kota Tebing Tinggi pada peta

(33)

• Sebelah selatan dengan PTPN IV Kebun Pabatu dan Perkebunan Paya Pinang, Kabupaten Serdang Bedagai.

• Sebelah timur dengan PT. Socfindo Tanah Besi dan PTPN III Kebun Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai.

• Sebelah barat dengan PTPN III Kebun Gunung Pamela, Kabupaten Serdang Bedagai.

Berdasarkan letak geografisnya Kota Tebing Tinggi beriklim tropis.

Ketinggian 26-34 meter di atas permukaan laut dengan topografi mendatar dan bergelombang. Temperatur udara di kota ini relatif sedang yaitu berkisar 250 – 270 C.

Sebagaimana kota di Sumatera Utara, Kota Tebing Tinggi mempunyai dua musim, penghujan dan kemarau dengan jumlah curah hujan sepanjang tahun rata-rata 1.776 mm/tahun dengan kelembaban udara 80% - 90%.

Di wilayah Kota Tebing Tinggi terdapat empat buah sungai yang mengalir dari barat menuju timur. Keempat sungai tersebut adalah Sungai Padang, Sungai Bahjalinggai, Sungai Kalembah dan Sungai Bahbulian. Kondisi air tanah cukup baik dan air tanah ini dipakai oleh 69,2 % penduduk untuk air minum/mandi/cuci, akan tetapi air tanah tersebut pada musim kemarau airnya kering (dalam 1 tahun kekeringan dapat terjadi selama 5 bulan). Dengan kondisi yang demikian maka kebutuhan masyarakat untuk dapat menjadi pelanggan PDAM sangat besar sehingga untuk menanggulangi masalah tersebut peningkatan prasarana air bersih merupakan prioritas utama.

3.1.2. Wilayah dan Kependudukan

Luas wilayah Kota Tebing Tinggi adalah 3.843,8 hektar (38,438 km2). Secara administratif Kota Tebing Tinggi dibagi menjadi 3 (tiga) kecamatan dengan 27 (dua

(34)

puluh tujuh) kelurahan. Luas kecamatan dan kelurahan se-Kota Tebing Tinggi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1: Luas Kecamatan dan Kelurahan se-Kota Tebing Tinggi

Kecamatan Kelurahan Luas

(km2)

Rasio terhadap Luas Kecamatan

Rasio Terhadap luas Kota Tebing Tinggi

1. Padang Hulu 12,069 100,00 31,40

Pabatu 2,660 22,04 6,92

Lubuk Baru 2,420 20,05 6,30

Persiakan 0,902 7,47 2,35

Bandarsono 1,397 11,58 3,63

Mandailing 0,242 2,01 0,63

Pasar Baru 0,282 2,34 0,73

Tualang 1,132 9,38 2,95

Pasar Gambir 0,334 2,77 0,87

Durian 1,404 11,63 3,65

Pelita 1,296 10,73 3,37

2. Rambutan 13,726 100,00 35,71

Bulian 1,501 10,93 3,90

Pinang Mancung 1,630 11,87 4,24

Berohol 2,466 17,97 6,42

Karya Jaya 2,292 16,70 5,96

Bandar Sakti 0,781 5,69 2,03

Bandar Utama 0,980 7,14 2,55

Badak Bejuang 0,433 3,15 1,13

Sri Padang 0,613 4,47 1,59

Rantau Laban 0,998 7,27 2,60

Lalang 0,897 6,54 2,33

Tanjung marulak 1,135 8,27 2,96

3. Padang Hilir 12,643 100,00 32,89

Bagelen 2,537 20,06 6,60

Tebing Tinggi 4,550 35,99 11,84

Rambung 0,772 5,71 1,88

T.Tinggi Lama 0,480 3,80 1,25

Satria 0,589 4,66 1,53

Tambangan 3,765 29,79 9,79

Kota Tebing Tinggi 38,438 100,00

Sumber: Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2006

(35)

Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) Tahun 2000, penduduk Kota Tebing Tinggi berjumlah 125.081 jiwa, yang terdiri dari 61.874 jiwa penduduk laki-laki dan 63.204 jiwa penduduk perempuan dengan sex ratio sebesar 97,89. Sedangkan menurut hasil P4B Tahun 2003 (Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan), penduduk Kota Tebing Tinggi menjadi 132.760 jiwa naik sebesar 6% selama kurun waktu 3 tahun. Selanjutnya jumlah penduduk pada tahun 2004 menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menjadi 134.976 jiwa, mengalami kenaikan sebesar 1,7% pertahun dengan kepadatan penduduk sebesar 3.512 jiwa/km2.

Tabel 3.2: Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Tebing Tinggi Tahun 2000-2004 Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan (jiwa/km2)

2000 125.081 3,252

2003 132.760 3,454

2004 134.976 3,512

Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota tebing Tinggi 2006 – 2010.

Berdasarkan SP periode 1990-2000, besarnya angka pertumbuhan penduduk Kota Tebing Tinggi adalah 0,71% per tahun. Angka ini merupakan angka pertumbuhan terendah di antara 6 (enam) daerah kota di Sumatera Utara.

Selanjutnya, pertumbuhan penduduk periode tahun 2000-2004, naik menjadi 2,22 % per tahun.

(36)

3.2. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bulian 3.2.1. Sejarah Singkat PDAM Tirta Bulian

Kota Tebing Tinggi telah memiliki sistem penyediaan air minum sejak tahun 1924 dengan menggunakan sumber air bawah tanah yaitu berupa sumur bor dalam yang bermuatan positif (Arthesis).

Pelayanan ini berlangsung sampai tahun 1982 dengan dibangunnya sistem pengolahan air lengkap yaitu Water Treatment Plant (WTP) yang sumber air bakunya dari Sungai Padang dengan Kapasitas produksi 40 l/det dan pada tahun 1983 ditambah kapasitas produksi menjadi 60 l/det yang sumber dananya diperoleh dari Bantuan Pemerintah Pusat.

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Tebing Tinggi baru dibentuk pada tahun 1977 yang tertuang sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kotamadya Tebing Tinggi dengan Nomor: 8 Tahun 1977, yang pelaksanaannya berdasarkan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Nomor 18 Tahun 1983 Tanggal 14 Maret 1983.

Sebelum Perusahaan Daerah Air Minum ini terbentuk pengelolaan air minum Kota Tebing Tinggi berada di bawah naungan Unit Departemen Pekerjaan Umum (Seksi Air Minum) yang sistem anggaran biayanya terpisah dan pada Tahun 1986 Perusahaan Daerah Air Minum diberi nama Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Bulian Tebing Tinggi sesuai dengan Peraturan Daerah Kotamadya Tebing Tinggi Nomor 11 Tahun 1986 dengan pelaksanaan berdasarkan Surat Keputusan Walikotamadya Nomor 188.342/314 Tahun 1986 Tanggal 25 Nopember 1986.

Tugas Pokok PDAM adalah menyediakan air bersih yang cukup dan sehat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah sesuai dengan kemampuan untuk

(37)

membangun Perekonomian Daerah dan menambah Pendapatan Asli Daerah. Dalam menjalankan tugasnya Direksi PDAM bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Badan Pengawasan.

Pada Tahun 1997 PDAM Tirta Bulian baru dapat melayani ± 30% dari total penduduk atau sekitar 33.307 jiwa yang dilayani melalui 4.639 unit Sambungan Rumah dan 116 unit Hidran Umum. Dalam meningkatkan upaya pelayanan terhadap pelanggan, PDAM Tirta Bulian memiliki motto: “KAMI ADA UNTUK MELAYANI ANDA”.

Tagihan rekening air berjalan setiap bulannya dapat dicapai rata-rata 90%.

Walaupun PDAM Tirta Bulian mengikuti pola 5 hari kerja, namun pelayanan terhadap pelanggan tetap dilaksanakan 6 hari kerja karena loket pembayaran rekening air tetap dibuka setiap hari Sabtu guna melayani pelanggan yang akan membayar, demikian juga guna menampung keluhan-keluhan pelanggan yang berkaitan dengan gangguan pelayanan air. Operasi pendistribusian air dilaksanakan nonstop selama 24 jam.

(38)

STRUKTUR ORGANISASI

PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA BULIAN KOTA TEBING TINGGI

Gambar 3.2: Struktur Organisasi PDAM Tirta Bulian Tebing Tinggi WALIKOTAMADYA KDH TK. II

TEBING TINGGI

DIREKTUR

BADAN PENGAWAS

KEPALA BAGIAN

UMUM & KEUANGAN KEPALA BAGIAN

TEKNIK

SUB BAGIAN HUBUNGAN.

LANGGANAN

SUB BAGIAN UMUM

SUB BAGIAN PENGADAAN

SUB BAGIAN KAS/PENAGIHAN

SUB BAG.

PRODUKSI/

PENGELOLAAN

SUB BAG.

PERENCANAAN

SUB BAG.

DISTRIBUSI

SUB BAG.

PERALATAN TEKNIK

SUB BAG.

KELUHAN PELANGGAN SUB BAGIAN

KEUANGAN

(39)

3.2.2. Kriteria Penggolongan Tarif Air Minum PDAM Tirta Bulian Tebing Tinggi

Total pelanggan Tirta Bulian Tebing Tinggi sebanyak 9.241 sampai akhir juni 2011. Tarif yang diberikan oleh PDAM Tirta Bulian kepada pelanggan memiliki beberapa jenis golongan. Golongan tersebut adalah sebagai berikut:

A. Golongan Sosial 1. Sosial Umum (SU)

Pelanggan yang memberikan pelayanan umum, khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah, seperti rumah ibadah, fire hydrant, kamar mandi umum, kran umum, dan terminal air.

2. Sosial Khusus (SK)

Pelanggan yang memberikan pelayanan umum dan mendapatkan dana dari kegiatannya, seperti kantor organisasi massa/parpol, panti asuhan, sekolah negeri/swasta, dan yayasan sosial.

B. Golongan Non Niaga

1. Rumah Tangga “A” (RT-1)

Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang terbuat dari bahan tepas dan kayu dengan luas sampai dengan 36 m2.

2. Rumah Tangga “B” (RT-2)

Bangunan semi permanen dan permanen yang berfungsi sebagai tempat tinggal dengan luas sampai 45 m2.

3. Rumah Tangga “C” (RT-3)

Bangunan permanen yang berfungsi sebagai tempat tinggal dengan luas sampai 70 m2.

(40)

4. Rumah Tangga “D” (RT-4)

Rumah dengan bangunan yang termasuk menengah sampai dengan mewah, tidak ada kegiatan usaha di dalam dan atau di luar bangunan, antara lain:

a) Rumah permanen berlantai 2 atau berbentuk ruko ataupun tidak b) Rumah permanen dengan luas lebih dari 70 m2

5. Instansi Pemerintahan dan TNI, POLRI (IP)

Sarana dan prasarana instansi pemerintahan/TNI/POLRI termasuk gedung, kantor, kolam renang, rumah dinas/asrama dan fasilitas lainnya yang rekening air minumnya ditanggung oleh instansi tersebut.

C. Golongan Niaga 1. Niaga Kecil (N-1)

Bangunan semi permanen dan permanen dengan luas sampai dengan 45 m2 yang digunakan sebagai tempat usaha, seperti: kios, warung, pedagang kaki lima, kedai kopi, rumah makan, bengkel, tukang pangkas, klinik swasta, doorsmeer, toko/percetakan, rumah sakit tipe D, perusahan swasta, notaris, dan pengacara.

2. Niaga Menengah (N-2)

Bangunan permanen dengan luas lebih dari 45 m2 atau bangunan rumah toko yang digunakan sebagai usaha, seperti: toko dan grosir yang menyediakan sandang dan pangan, swalayan, rumah sakit swasta tipe A, B, dan C, kolam renang umum, hotel, losmen, restauran, dan usaha peternakan.

(41)

3. Niaga Besar (N-3)

Pelanggan yang dalam kegiatan/usahanya memperoleh keuntungan yang lebih tinggi dari niaga menengah, seperti: kerajinan rumah tangga, SPBU, karaoke, industri, night-club, hotel berbintang, super market, BUMN, BUMD, PT, CV, Fa, dan UD, sevice station, showroom, dan usaha besar lainnya seperti eksport dan import.

Tabel 3.3: Tarif Air Minum PDAM Tirta Bulian Tebing Tinggi

NO GOLONGAN TARIF JUMLAH

PELANGGAN

Harga (Rp) Blok Konsumsi (m3) 0 – 10 > 10 A.

I.

II.

Sosial

Sosial Umum (SU) Sosial Khusus (SK)

128 89

550 650

750 1.000 B.

I.

II.

III.

IV.

V.

Non Niaga

R. Tangga “A” (RT-1) R. Tangga “B” (RT-2) R. Tangga “C” (RT-3) R. Tangga “D” (RT-4) Instansi Pemerintahan

879 3.445 2.070 1.459 98

1.100 1.400 1.600 1.800 1.400

1.550 2.150 2.400 2.650 2.150 C.

I.

II.

III.

Niaga

Niaga Kecil (N-1) Niaga Menengah (N-2) Niaga Besar (N-3)

481 407 185

2.150 3.000 3.600

3.100 4.550 5.500 D.

I.

II.

III.

IV.

Biaya Beban Kelompok Sosial

Kelompok Ins. Pemerintahan Kelompok Non Niaga (RT) Kelompok Niaga

5.000 15.000 7.500 15.000 Sumber: PDAM Tirta Bulian Tebing Tinggi

(42)

3.2.3 Sistem Penyediaan Air Minum a. Keadaan Sumber Air

Di daerah Kotamadya Tebing Tinggi terdapat empat sungai besar yang mengalir dari selatan dan barat daya ke arah kota. Keempat sungai tersebut di atas terdiri dari Sungai Sibarau, Bahilang, dan Sungai Kelembah yang berkumpul menjadi satu di Sungai Padang.

Gambar 3.3: Kondisi Eksisting Sungai Padang

Lebar sungai ± 50 m, kedalaman sampai 5 m, dasar sungai terdiri dari pasir kasar dan halus. Pada tahun 1995 data yang diamati di Kampung Naga Kesiangan dan Kelurahan Bulian mendapat hasil pengukuran bahwa kapasitas sungai (Q) = 38.943 l/det, dengan kualitas air yang sangat memungkinkan untuk air baku yang dijadikan air minum pada saat perencanaan. Tetapi pada saat ini debit air baku yang dihasilkan Sungai Padang tersebut menurun dibandingkan seperti hasil pada pengukuran tahun 1995.

(43)

b. Sistem Penyadap/Intake

Sistem Penyediaan air minum Kota Tebing Tinggi yang dikelola oleh PDAM Tirta Bulian menggunakan sumber dari air permukaan (sungai) yang berkapasitas 38.943 l/det tetapi yang disadap sumber air baku air minum untuk kota adalah 60 l/det. Penyadapan air dari sumber menggunakan pompa sentrifugal sebagai alat penghantar ke unit pengolahan yang diletakkan pada suatu intake dan prasedimentasi di pinggiran sungai dengan data sebagai berikut:

- Jumlah pompa : 4 unit - Kapasitas : 25l/det/unit

- Data penggerak : PLN dan genset sebagai cadangan

Tetapi dari hasil optimalisasi dapat memakai pompa tersebut di atas sebanyak dua buah untuk mencapai kapasitas 60 l/det karena perbedaan elevasi muka air minimum dengan elevasi unit pengolahan ±14 m dengan panjang pipa transmisi distribusi sepanjang 140 m.

c. Sistem Transmisi

Dengan adanya jarak antara penyadap/intake dengan unit pengolahan (Water Treatment Plan) sepanjang 140 m maka direncanakan pipa transmisi sebagai

penghantar dengan diameter 200 mm, juga pipa transmisi ini dimanfaatkan sebagai floculator pengolahan dengan jarak ±30 m sebelum pengolahan dan juga menempatkan flat mixing pada tempat penginjeksian bahan kimia.

(44)

d. Instalasi Pengolahan Air

Instalasi pengolahan air di PDAM Tirta Bulian Tebing Tinggi adalah pengolahan lengkap sebanyak 3 unit dengan kapasitas desain 20 l/det/unit yang terdiri dari bangunan plat baja. Adapun unit-unit pengolahan sebagai berikut:

- Koagulasi/flokulasi - Sedimentasi

- Filtrasi

Gambar 3.4: Water Treatment Plan (WTP) e. Reservoir Distribusi

Untuk memenuhi kualitas air minum kepada masyarakat di daerah pelayanan Kotamadya Tebing Tinggi secara kontiniu selama 24 jam mada dari dasar yang direncanakan oleh DHV Consulting Engineers – Anersfoort – The Nederlands Incooperation with PT. Deserco Development Service Jakarta telah membuat dua unit reservoir distribusi antara lain:

(45)

- Satu unit reservoir distribusi di dalam tanah sebagai penampung hasil air yang diolah dari unit pengolahan (Water Treatment Plan) yang kapasitasnya 1200 m3 untuk dapat disalurkan ke pipa distribusi melalui perpompaan.

- Satu unit reservoir di atas yang berfungsi sebagai penerimaan kelebihan air yang didistribusikan pada saat jam minimum dan sebagai penambahan kapasitas pada saat jam puncak pemakaian air pada masyarakat dengan cara gravitasi. Namun pada saat ini reservoir tersebut tidak lagi digunakan.

f. Jaringan Distribusi

Jaringan Distribusi air di Kota Tebing Tinggi yang dikelola PDAM Tirta Bulian adalah sistem LOOP dengan berbagai jenis dan diameter pipa:

Tabel 3.4: Diameter dan total panjang pipa yang digunakan

Diameter dan Panjang Pipa Total

300 mm (m)

250 mm (m)

200 mm (m)

150 mm (m)

100 mm (m)

75 mm (m)

50 mm

(m) (m)

2.200 2.878 9.104 1.507 15.276 60.137 101.273 205.938 Sumber: PDAM Tirta Bulian Tebing Tinggi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji normalitas terhadap kelompok kontrol diperoleh harga kai kuadrat sebesar 14.029 pada p=0.511 (p&gt;0.05), sedangkan hasil uji normalitas terhadap kelompok

Hasil analisis statistik nilai volume hasil estimasi dibandingkan dengan volume sesungguhnya hasil pencelupan tajuk tanaman menunjukkan bahwa tidak terdapat beda nyata pada kedua

Penelitian ini bertujuan untuk mengkonfirmasi eksistensi efek pasar ( market effect ), efek ukuran ( size effect ), efek nilai ( value effect ) dan efek momentum

Hasil penelitian ini relavan dengan penelitian yang dilakukan yang oleh Aisa Rahmi Syarif yang berjudul Pengaruh Hutang terhadap Profitabilitas perusahaan (Studi

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

Berdasarkan pengujian dan analisis data tentang integrasi dan implikasi portofolio diversifikasi terdapat hubungan intergrasi dalam keseimbangan jangka panjang (kointegrasi)

Mirip seperti osilasi pada simulasi tekanan darah sebelumnya, osilasi naik perlahan secara linier dari titik mulai sampai titik puncak (saat MAP), lalu turun perlahan secara

Penelitian yang berjudul “Citra Telkomsel Pasca Kasus Pailit dalam Bisnis Indonesia dan Investor Daily” ini, menggunakan teknik analisis isi dengan menerapkan