• Tidak ada hasil yang ditemukan

WILAYATUL HISBAH (WH) DALAM MENGAWASI PERGAULAN REMAJA KOTA BANDA ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "WILAYATUL HISBAH (WH) DALAM MENGAWASI PERGAULAN REMAJA KOTA BANDA ACEH"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

WILAYATUL HISBAH (WH) DALAM MENGAWASI PERGAULAN REMAJA KOTA BANDA ACEH

Muhammad Zakir & Muhammad Syarif

Dosen Tetap FAI Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh,

E-mail:

[email protected]

ABSTRAK

Peran Wilayatul Hisbah dalam mengawasi pergaulan remaja Kota Banda Aceh merupakan suatu hal yang sangat penting dilakukan, mengingat pergaulan remaja sekarang yang semakin bebas bahkan sampai terjerumus ke dalam seks bebas. Oleh sebab itu, penulisan ini bertujuan untuk mengetahui tentang eksistensi, strategi yang dilakukan, kendala yang dihadapi dan solusi yang digunakan oleh Wilayatul Hisbah dalam meningkatkan pengawasan terhadap pergaulan remaja di Kota Banda Aceh. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan deskriptif yaitu melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Wilayatul Hisbah sangat penting dalam mengawasi pergaulan remaja.

Beberapa kasus yang ditangani oleh Wilayatul Hisbah membuktikan bahwa remaja juga ikut melanggar aturan syari’at Islam seperti dari segi berpakaian, budaya pacaran, pergaulan bebas, para remaja wanita yang masih berkeliaran sampai larut malam bersama pasangan non muhrim. Pihak Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh menggunakan strategi berupa melakukan sosialisasi, pengawasan, pembinaan dan hukuman sebagai alternatif terakhir berupa kurungan. Selain itu, mereka para remaja juga menandatangani surat perjanjian untuk tidak mengulangi lagi bahkan untuk dapat pulang mereka juga harus dijemput oleh orang tuanya.

Keyword: Wilayatul Hisbah, Pergaulan Remaja

(2)

A. PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan pembangunan yang memberikan kemajuan yang pesat, kebanyakan para remaja saat ini mengisi waktu luang dengan aktivitas yang tidak bermanfaat seperti jalan-jalan, menghabiskan waktu di cafe-cafe dan sebagainya.

Aktivitas tersebut menyebabkan banyak remaja yang terjerumus pergaulan bebas dan menggunakan obat-obat terlarang. Padahal, remaja merupakan generasi penerus yang akan menjadi pewaris bangsa di masa depan. Namun, realitanya banyak ditemukan remaja saat ini sering terjebak pada hal-hal negatif.

Kehidupan remaja Aceh saat ini sudah banyak mengalami pergeseran dari ciri remaja Aceh yang sebenarnya, seakan kehilangan jati diri. Remaja Aceh kini terlalu mengagungkan perkembangan zaman. Mereka lebih asyik dengan kehidupan yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk hal yang tidak berguna.

Illiza Sa’aduddin Djamal mengatakan bahwa pergaulan bebas kalangan remaja di daerahnya kini memprihatinkan, sehingga dibutuhkan peran masyarakat untuk melakukan gerakan pencegahan.

"Pergaulan bebas, terutama seks bebas di Kota Banda Aceh sudah memprihatinkan karena juga melibatkan kalangan pelajar (liputan6.

Com, 23/03/2013). Bila tidak segera ditanggulangi, maka akan berakibat lebih parah dari yang terjadi sekarang. Masalah tersebut, perlu diketahui masyarakat luas dengan harapan ikut mengawasi remaja terutama kalangan orang tua, sehingga anak-anaknya tidak terjerumus pada kemaksiatan. Oleh karena itu, semua pihak agar mencari solusi bersama dan terbaik guna mencegah pergaulan remaja tersebut.

(3)

Wilayatul Hisbah adalah lembaga resmi yang dibentuk pemerintah di Provinsi Aceh. Tugas utamanya adalah melaksanakan amar ma`ruf nahi mungkar. Adapun salah satu tugas Wilayatul Hisbah adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan dan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang syari’at Islam termasuk dalam hal mengawasi pergaulan remaja yang ada di Kota Banda Aceh agar tidak terjerumus dalam hal-hal yang melanggar syari’at Islam.

Berdasarkan permasalahan dan uraian di atas, penulis tertarik meneliti secara lebih mendalam dengan menetapkan judul penelitian:

“Wilayatul Hisbah (WH) dalam Mengawasi Pergaulan Remaja Kota Banda Aceh”.

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Wilayatul Hisbah

Secara bahasa (etimologis) Wilayatul Hisbah dibentuk dari dua unsur kata; wilayah bentuk plural (jama’) dari al-waliy dengan multi interpretative (lafadz musytaraq) diantaranya menunjukkan pengertian penguasa, pemegang kewenangan (Louis Ma’luf, 1986:132). Dan hisbah; pengertian bahasanya ganjaran, sejumlah harta, dan sebagainya. Ketika dua unsur kata ini membentuk satu kalimat, terjadi transformasi makna dari bahasa (lughat) ke makna terminologis (istilah). Yaitu menunjukkan bahwa aparat atau lembaga yang memegang kewenangan (shalahiyah) menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1990:1090).

Wilayatul Hisbah adalah lembaga atau badan yang berwenang mengingatkan anggota masyarakat tentang aturan-aturan yang ada

(4)

yang harus di ikuti, cara menggunakan dan menaati peraturan serta tindakan yang harus dihindari karena bertentangan dengan peraturan (Al-Yasa Abubakar, 2009:28-29).

Terbentuknya lembaga atau badan Wilayatul Hisbah di daerah Aceh dapat menampung fenomena yang terjadi dalam masyarakat dan menerapkan segala kebijakan atau ketentuan dalam syari’at Islam dalam masyarakat yang berdomisili di dalam wilayah yang telah menerapkan syari’at Islam.

Wilayatul Hisbah di Aceh berdiri seiring dengan pelaksanaan syari’at Islam yang membutuhkan lembaga pengawas. Keberadaan lembaga ini secara yuridis telah sah melalui Qanun Nomor 11 Tahun 2002 Pasal 14 bab VI dan Qanun Nomor 12 Tahun 2003 Pasal 16 sampai 18. Kemudian dalam rangkaian Qanun berikutnya disebutkan kewenangan dan ketentuan yang dibebankan kepada Wilayatul Hisbah sebagai pendorong suksesnya syari’at Islam di Aceh.

Wilayatul Hisbah dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 01 Tahun 2004, mempunyai susunan organisasi yang terdiri atas Wilayatul Hisbah Provinsi, Wilayatul Hisbah Tingkat Kabupaten/Kota, Wilayatul Hisbah Tingkat Kecamataan dan Wilayatul Hisbah Kemukiman, bahkan memungkinkan di bentuk di gampong dan lingkungan-lingkungan lainnya (Pemerintah Aceh, Qanun NAD Nomor 11 Bab VI, Pasal 14 ayat 2).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa awal pembentukan Wilayatul Hisbah semenjak diberlakukannya syari’at Islam di Aceh. Lahirnya beberapa perda dan qanun yang berkaitan dengan implementasi syari’at Islam membutuhkan pembentukan

(5)

Wilayatul Hisbah sebagai penegak atau organisasi yang mengawasi dan menjalankan proses penerapan syari’at Islam di Aceh.

2. Fungsi, Tugas dan Kewenangan Wilayatul Hisbah

Polisi Wilayatul Hisbah merupakan penegak serta pengawas pelaksanaan syari’at Islam dan menjadi bagian integral dari Satpol PP.

Dalam melaksanakan tugasnya, Polisi Wilayatul Hisbah dapat menangkap serta memberlakukan sanksi ketika menemukan pelanggaran Qanun yang dilakukan oleh masyarakat. Pembentukan Wilayatul Hisbah di Provinsi Aceh memiliki beberapa fungsi pokok yaitu; 1) sosialisasi, 2) pengawasan, 3) pembinaan, 4) penyidikan dan, 5) pelaksanaan hukuman (Al-Yasa Abubakar, 2009:78)

Berdasarkan beberapa fungsi di atas, dapat diketahui bahwa salah satu fungsi Wilayatul Hisbah adalah untuk melakukan pengawasan dalam bidang syari’at Islam. Fungsi pengawasan tersebut dimaksudkan juga agar masyarakat pada umumnya dan khususnya pergaulan para remaja agar tidak melanggar norma-norma atau aturan yang telah digariskan dalam syari’at Islam.

Wilayatul Hisbah di dukung oleh institusi Peradilan yakni Mahkamah Syar’iyah, Mahkamah Syar’iyah berposisi untuk mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara berupa kasus Jinayah (Pidana), Ahwalasy-Syakhsiyah (hukum keluarga), Muamalah (hukum Perdata) didasarkan oleh Syari’at Islam. Mahkamah Syar’iyah hanya berhak mengadili masyarakat Aceh yang beragama Islam, bila masyarakat yang non Islam tersangkut masalah hukum, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan KUHP dan tidak mengikut Qanun (Furqoni, 2010: 48-49).

(6)

Tugas Wilayatul Hisbah adalah mengawasi terlaksana atau tidaknya semua hal yang diperintahkan dan dilarang oleh syari’at dalam masyarakat. Kewajibannya tidak terbatas dalam hal perintah memakai jilbab, perintah melaksanakan orang yang lalai shalat Jum’at, melarang berbagai maksiat dan kemungkaran, tetapi juga dalam bidang ekonomi, seperti mengawasi praktik jual beli dari riba, gharar serta kecurangan, mengawasi standar timbangan dan ukuran yang biasa di gunakan, memastikan tidak ada penimbunan barang yang merugikan masyarakat, mengawasi makanan halal, juga aspek sosial budaya, seperti melarang kegiatan hiburan yang bertentangan dengan Islam, memberantas judi, buntut, minuman keras, praktik asusila dan lain sebagainya (Furqoni, 2010: 48).

Qanun Nomor 11 Tahun 2002 pada Pasal 14 menyebutkan bahwa tugas Wilayatul Hisbah adalah mengawasi, mengatur atau menasehati pelanggar syari’at sampai pelanggar tidak mengulangi perbuatannya lagi, apabila teguran dan nasehat yang dilakukan membuat individu tidak lagi mengulangi perbuatannya, maka penyelesaian dipadai pada tahap teguran dan nasihat. Tetapi apabila tidak didengarkan maka pengawas menyerahkan kasusnya pada penyidik dan selanjutnya diserahkan kepada jaksa dan dilimpahkan ke mahkamah syari’ah.

Wilayatul Hisbah juga mempunyai wewenang menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang terbukti melanggar syari’at Islam.

Tentu hukuman itu berbentuk ta’zir, yaitu hukuman yang diputuskan berdasarkan kearifan sang hakim di luar bentuk hukuman yang ditetapkan syara’. Hukuman yang dijatuhkan melalui lembaga peradilan (Furqoni, 2010:50).

(7)

Ketika menjatuhkan hukuman, Wilayatul Hisbah harus sudah mempunyai cukup bukti dan memang tampak jelas (terbukti) bahwa individu betul-betul melanggar syari’at atau tampak jelas individu meninggalkan perkara syari’at. Wilayatul Hisbah tidak boleh sewenang-wenang, apalagi kalau hanya berdasarkan prasangka- prasangka yang belum tentu benar. Hal ini penting karena masyarakat tentu sangat sensitif terhadap segala macam bentuk hukuman, apalagi kalau ternyata ia tidak melanggar syari’at atau hanya berdasarkan prasangka saja. Kesalahan menjatuhi hukuman akan membuat masyarakat apatis terhadap syari’at dan menganggap syari’at mengganggu kebebasan privasi mereka (Furqoni, 2010:50).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa Wilayatul Hisbah memiliki peranan yang luas dalam pelaksanaan syari’at Islam, tidak hanya dalam fungsi pengawasan, tetapi juga sosialisasi dan pembinaan bahkan hukuman. Oleh karena itu, Wilayatul Hisbah tidak hanya bertugas mengawasi dan mengingatkan masyarakat, tetapi mereka juga sebagai pelaku dan bertugas memperkenalkan syari’at Islam terkait hukum dan tindakan moral kepada masyarakat.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kota Banda Aceh khususnya pada instansi Wilayatul Hisbah. Subjek penelitian ini yaitu pihak yang berkaitan dengan penegakan Syariat Islam, khususnya Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh serta sejumlah pihak terkait lainnya. Model yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah model penelitian survei, yang merupakan salah satu bentuk rancangan deskriptif dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi

(8)

tentang variabel dan bukan informasi tentang individu. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan observasi.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan observasi. Sedangkan pendekatan analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis data model interaktif yang disarankan oleh Mile dan Huberman (dalam Denzim dan Lincoln, 1994). Langkah-langkah akan yang ditempuh dalam menganalisis data adalah sebagai berikut: 1) Pengumpulan data dan pengecekan (pemeriksaan kembali) catatan lapangan. 2) Reduksi data, dalam hal ini peneliti memilih dan memilah data yang relevan dengan tujuan penelitian. Data yang relevan akan dianalisis dan data yang tidak relevan akan disisihkan (tidak dianalisa). 3) Penyajian data. Setelah data direduksi, langkah berikutnya adalah penyajian data yang meliputi: (a) identifikasi, (b) klasifikasi, (c) penyusunan, (d) penjelasan data secara sistematis, objektif, dan menyeluruh, dan (e) pemaknaan, dan 4) Penyimpulan. Peneliti menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan kategori dan makna temuan.

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Eksistensi Wilayatul Hisbah dalam Mengawasi Pergaulan Remaja di Kota Banda Aceh

Palaksanaan syari’at Islam di Banda Aceh merupakan tanggung jawab semua pihak, baik pihak pemerintah maupun pihak masyarakat. Tanpa adanya kerjasama yang baik oleh semua pihak maka implementasi syari’at Islam tidak akan berjalan dengan baik dan maksimal. Salah satu pihak yang bertanggung jawab terhadap pengawasan pelaksanaan syari’at Islam di Aceh adalah Wilayatul Hisbah (WH). (Muhammad Hidayat, 06 Agustus 2018).

(9)

Evendi (07 Agustus 2018) menjelaskan bahwa semenjak dibentuk sampai saat ini, Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh tetap selalu eksis dalam menegakkan syari’at Islam, bukan hanya sekedar mengawasi pergaulan remaja akan tetapi semua bentuk pelanggaran syari’at Islam sebagaimana yang telah ditetapkan dalam qanun, itu semuanya diawasi dan diberikan pembinaan terhadap pelanggar tersebut.

Polisi syari’ah atau Wilayatul Hisbah Banda Aceh sampai saat ini masih tetap eksis dalam menjalankan tugas-tugasnya, karena dalam bidang pengawasan syariat Islam termasuk juga dalam mengawasi pergaulan remaja. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Taqiyuddin Faranis (08 Agustus 2018) bahwa Wilayatul Hisbah sudah bekerja secara profesional dan tegas serta menciptakan kenyamanan bagi masyarakat.

Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa para remaja khususnya di Banda Aceh sepertinya tidak takut lagi melakukan pelanggaran, bahkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan begitu bebas akhir-akhir ini. (Observasi Juni-Agustus 2018). Padahal banyak kasus yang sudah ditangani oleh pihak Wilayatul Hisbah baik dalam kaitannya dengan pergaulan remaja maupun dalam bidang-bidang lainnya terutama yang ada kaitannya dengan pelanggaran syari’at Islam.

Pihak pemerintah, dalam hal ini Wilayatul Hisbah selalu eksis mengawasi, memantau dan bahkan melakukan penggerebekan dan razia terhadap semua bentuk pelanggaran syari’at Islam jika ada laporan dari masyarakat, termasuk di antaranya dalam menangani yang berkaitan dengan pergaulan remaja.

(10)

Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh juga terus melakukan penyuluhan kepada aparatur gampong serta pengajian kepada ibu- ibu. Wilayatul Hisbah juga melakukan patroli rutin ke seluruh kawasan kota, patroli dua kali seminggu dan patroli gabungan kalau ada laporan masyarakat. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa yang di perlukan sekarang adalah peningkatan partisipasi yang melibatkan seluruh elemen masyarakat agar segera melapor jika melihat pelanggaran syariat. (Muhammad Hidayat, 07 Agustus 2018)

Kenyataan tersebut membuktikan bahwa Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh sampai saat ini masih tetap dan terus meningkatkan eksistensinya dalam mengontrol penegakan syari’at Islam termasuk dalam mengawasi pergaulan remaja. Bentuk keeksistensian tersebut terbukti dari seringnya melakukan razia atau patrol ke seluruh kawasan kota dan cepat tanggap terhadap laporan masyarakat. Lebih lanjut, untuk terus eksis dan lebih meningkatkan kinerja dalam mengawasi pelaksanaan syari’at Islam termasuk dalam mengawasi pergaulan remaja, Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh semakin memperbaiki dari segi pengadaan fasilitas dan sarana yang diperlukan, bahkan terus menambah jumlah personil.

Menurut Bapak Taqiyuddin Faranis (08 Agustus 2018), keberhasilan Wilayatul Hisbah dalam menegakkannya syari’at Islam bukan hanya diukur dari berapa banyak jumlah pelanggar yang terjaring razia atau bahkan dicambuk, berapa qanun yang sudah dihasilkan atau masih ada atau tidakkah pelanggaran. Tetapi keberhasilan penegakan syari’at Islam yang paling penting adalah meningkatnya kesadaran masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran lagi. Kesadaran masyarakat merupakan bentuk

(11)

kepatuhan masyarakat terhadap aturan qanun yang mereka aplikasikan ke dalam pola kehidupan, pergaulan dan tingkah laku mereka sehari-hari. Jadi, syari’at juga memerlukan pendekatan rasio yang memadai, bukan hanya mengedepankan dorongan emosional keagamaan.

Polisi syari’ah atau Wilayatul Hisbah dan tim gabungan (PP, POLRI dan bahkan TNI) sampai saat ini masih tetap bersemangat dan terus meningkatkan eksistensinya dalam menjalankan tugas-tugas pengawasan dan penegakan syari’at Islam sebagaimana yang telah di atur dalam undang-undang atau qanun-qanun termasuk juga dalam mengawasi pergaulan remaja.

2. Strategi Wilayatul Hisbah dalam Membina Remaja di Kota Banda Aceh

Melakukan pembinaan terhadap setiap orang yang berdasarkan bukti permulaan patut diduga telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang syari’at Islam. Selanjutnya, pada saat tugas pembinaan mulai dilakukan Wilayatul Hisbah memberitahukan hal itu kepada penyidik terdekat atau kepada Keuchik/Kepala Gampong (desa) dan keluarga pelaku dan melimpahkan perkara pelanggaran peraturan perundang- undangan di bidang syari’at Islam kepada penyidik (Muhammad Hidayat, 07 Agustus 2018).

Lebih lanjut, Bapak Muhammad Hidayat (07 Agustus 2018) menjelaskan bahwa tugas yang berhubungan dengan pengawasan adalah dengan memberitahukan kepada masyarakat tentang adanya peraturan perundang-undangan dan menemukan adanya perbuatan atau pelanggaran terhadap ketentuan syari’at Islam. Sedangkan tugas

(12)

Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh yang berhubungan dengan pembinaan dengan melakukan teguran, peringatan dan menasehati seseorang yang patut diduga telah melakukan pelanggaran, berupaya untuk menghentikan kegiatan atau perbuatan yang patut diduga telah melanggar, menyelesaikan perkara pelanggaran tersebut melalui rapat adat gampong dan memberitahukan pihak terkait tentang adanya dugaan telah terjadi penyalahgunaan izin penggunaan tempat atau sarana.

Wilayatul Hisbah mempunyai kewenangan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan dan perundang- undangan di bidang syari’at Islam. Ketika mendapatkan seseorang yang melakukan pelanggaran maka strategi yang dilakukan oleh Wilayatul Hisbah adalah menegur, menasehati, mencegah dan melarang setiap orang yang patut diduga telah sedang atau akan melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang syari’at Islam.

Semua yang terjaring dalam razia diberikan pembinaan dan bila mendapatkan pelanggaran sangat fatal maka akan diamankan di Kantor Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh untuk dimintai keterangan lebih lanjut beserta sejumlah barang bukti. Adapun bagi kalangan remaja, tidak akan dibebaskan sebelum keluarga mereka menjemput ke kantor dan membuat atau menandatangani surat perjanjian untuk tidak mengulangi lagi pelanggaran tersebut. (Taqiyuddin Faranis, 08 Agustus 2018).

Wilayatul Hisbah juga mempunyai wewenang menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang terbukti melanggar syari’at Islam.

Tentu hukuman itu berbentuk ta’zir, yaitu hukuman yang diputuskan

(13)

berdasarkan kearifan sang hakim di luar bentuk hukuman yang ditetapkan syara’. Hukuman yang dijatuhkan melalui lembaga peradilan. Wilayatul Hisbah boleh menyita barang bukti, bahkan Wilayatul Hisbah boleh menjatuhkan hukuman ketika sudah mempunyai cukup bukti dan memang terbukti melanggar syari’at Islam. (Muhammad Hidayat, 07 Agustus 2018).

Berdasarkan penguraian di atas, dapat diketahui bahwa bentuk strategi yang dilakukan oleh Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh dalam mengawasi pergaulan remaja adalah dengan cara melakukan sosialisasi dan pengawasan, selanjutnya diberikan pembinaan dan penyelidikan dan dikurung untuk beberapa hari sebagai bentuk hukuman dan menandatangani surat perjanjian untuk tidak mengulangi lagi pelanggaran sebelum akhirnya dikembalikan atau dijemput oleh pihak keluarganya.

3. Problem dan Solusi Wilayatul Hisbah dalam Mengawasi Pergaulan Remaja di Kota Banda Aceh

Minimnya personil serta lemahnya kewenangan yang dimiliki Wilayatul Hisbah menjadi suatu problem tersendiri dalam mengawasi pelanggaran syari’at Islam di Kota Banda Aceh. Selain itu, sistem rekruitmen personel lembaga ini juga perlu di desain ulang sehingga harapan masyarakat agar lembaga ini punya wibawa dan kehadirannya benar-benar mendapat tempat dimata dan hati rakyat dan negara. (Taqiyuddin Faranis, 08 Agustus 2018).

Pelaksanaan syari’at Islam di daerah itu belum berjalan maksimal karena terkendala dana, sehingga sulit melakukan operasional di lapangan. Pihaknya selama ini telah berusaha semaksimal mungkin dalam menjalankan tugas dan wewenangnya

(14)

dalam penegakan syari’at Islam, namun dalam perjalanannya terkendala dana yang minim. Lebih lanjut, ada beberapa hal yang menjadi kendala di lapangan, selain minimnya anggaran, juga dalam pelaksanaan syari’at Islam tidak jelasnya aturan pelaksanaan baik juklak maupun juknis. Seharusnya, isi qanun tentang syari’at Islam itu dijabarkan kembali dalam sebuah bentuk aturan pelaksanaannya lagi secara jelas dan mendetil agar lebih mudah dalam bekerja.

(Taqiyuddin Faranis, 08 Agustus 2018). Selain itu, dukungan dalam bentuk moril dari pejabat pemerintah setempat juga sangat kurang kepada anggota Wilayatul Hisbah. Padahal untuk tegaknya pelaksanaan syari’at Islam harus didukung sepenuhnya oleh pemerintah. Tanpa ada dukungan yang berarti, maka akan sulit untuk tegaknya pelaksanaan syari’at Islam, karena pemerintah memainkan peranan penting, terutama dukungan di bidang anggaran. (Bukhari, 13 Agustus 2018).

Selain problem di atas, salah seorang anggota Wilayatul Hisbah mengaku kewalahan bahwa operasi mereka sering gagal karena diduga bocor dan pelaku berhasil kabur sebelum Satpol PP dan Wilayatul Hisbah tiba di lokasi. Pihak Wilayatul Hisbah menduga ada golongan masyarakat yaitu kalangan pelaku usaha yang melanggar syariat yang menyebarkan mata-mata dan selalu memantau pergerakan Wilayatul Hisbah. (Taqiyuddin Faranis, 08 Agustus 2018).

Selain itu, kinerja Satpol PP dan Wilayatul Hisbah di lapangan sangat beresiko, apalagi menghadapi oknum-oknum masyarakat yang tidak terima dan merasa terusik dengan kinerja petugas di lapangan.

Selain alasan beresiko, juga perlunya petugas dipersenjatai juga akan

(15)

berdampak pada meningkatnya wibawa petugas di masyarakat yang selama ini memang tidak pernah ada.

Penerapan syari’at Islam harus didasari oleh pemahaman hukum dalam kehidupan masyarakat, selama ini berdasarkan hasil pengawasan lapangan, tingginya pelanggaran hukum salah satunya diakibatkan rendahnya pemahaman terhadap hukum atau rendahnya ilmu agama yang dimiliki masyarakat. Dengan pemahaman yang rendah mengakibatkan ketakwaan individual yang rendah pula sehingga sering terjadi pelecehan terhadap penerapan syariat Islam bahkan terhadap Islam sendiri.

Peran Wilayatul Hisbah dalam melaksanakan tugasnya ini membutuhkan dukungan yang amat besar dari berbagai pihak terutama dari tokoh-tokoh ulama, tokoh-tokoh masyarakat serta dari pemerintah sendiri sebagai bentuk solusi untuk meningkatkan pengawasan terhadap pergaulan remaja.

Dukungan moril merupakan dukungan dalam bentuk non material seperti penyusunan Peraturan Daerah (PERDA) atau Qanun yang diberikan pemerintah terhadap pelaksanaan syari’at Islam.

Selain itu, pemerintah telah memberikan perhatian atau dukungannya dalam bentuk material atau bantuan fisik. Dukungan yang diberikannya seperti pengadaan fasilitas Operasional (2 unit mobil), penyewaan tempat aktivitas administrasi Wilayatul Hisbah (Kantor Wilayatul Hisbah), alat komunikasi dan publikasi, serta diberikannya penghargaan (honor) tiap bulan secara insentif. Pembiayaan ke semua fasilitas tersebut telah dianggarkan APBD (Anggaran pendapatan Daerah) DPRK (Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten), dan menurut penulis ini merupakan bukti nyata parsipatif pemerintah terhadap

(16)

pelaksanaan syari’at Islam bidang material. (Taqiyuddin Faranis, 08 Agustus 2018).

Bentuk solusi lainnya adalah dengan mengkampanyekan baik melalui media cetak maupun elektronik oleh Pemerintah agar para warganya menjalankan semua aturan syari’at Islam.

E. PENUTUP

1. Kedudukan Wilayatul Hisbah sangat berpengaruh dalam mengawasi pergaulan remaja di Kota Banda Aceh. Hal ini terbukti dari beberapa kasus yang didapatkan dan ditangani oleh Wilayatul Hisbah yang melibatkan para remaja yang ikut melanggar aturan syari’at Islam seperti dari segi berpakaian, budaya pacaran, pergaulan bebas, para remaja wanita yang masih berkeliaran sampai larut malam bersama pasangan non muhrim, dan lain sebagainya.

2. Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh menggunakan berbagai strategi agar dapat meminimalisir pelanggaran syari’at Islam.

Strategi tersebut berupa; melakukan sosialisasi, pengawasan, pembinaan dan hukuman sebagai alternatif terakhir berupa kurungan. Bila pelanggar sudah dibawa ke kantor dan ditahan, maka pembinaan lebih ditingkatkan bahkan ada yang dinikahkan (bila sudah melakukan hubungan suami istri).

Selain itu, mereka para remaja juga menandatangani surat perjanjian untuk tidak mengulangi lagi bahkan untuk dapat pulang mereka juga harus dijemput oleh orang tuanya.

3. Masih adanya problem yang terjadi di internal lembaga, lemahnya kewenangan yang dimiliki, masih minimnya

(17)

petugas Wilayatul Hisbah yang menjadi penyidik, terkendala dana sehingga sulit melakukan operasional di lapangan, kurangnya dukungan dalam bentuk moril dari pejabat pemerintah, adanya pihak pelaku maksiat yang menyebarkan mata-mata dan selalu memantau pergerakan Wilayatul Hisbah, di lapangan sangat beresiko serta minimnya pemahaman hukum bagi masyarakat.

4. Solusi yang ditempuh dalam bentuk dukungan moril seperti penyusunan Peraturan Daerah (PERDA) atau qanun yang diberikan pemerintah terhadap pelaksanaan syari’at Islam.

Memberikan perhatian dalam bentuk material atau bantuan fisik, seperti pengadaan fasilitas, tempat aktivitas administrasi serta memberikan honor tiap bulan secara insentif. Selain itu, mengontrol pergaulan remaja dan mengkampanyekannya baik melalui media cetak maupun elektronik bahkan mengadakan ceramah bulanan yang juga melibatkan kalangan remaja untuk meningkatkan pemahaman agar semakin sadar dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

A Samad, B. (2014). Landasan Yuridis Terhadap Aturan Hukum Tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2), 127-144.

Abbasi, V., & Marzieh, K. (2017). Law Part of the Framework for Accountability in Policy Interpretation and Practice. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 5(1), 91-100. doi:10.26811/peuradeun.v5i1.122 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam,

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Abdullah, A., & Tabrani ZA. (2018). Orientation of Education in Shaping the Intellectual Intelligence of Children. Advanced

Science Letters, 24(11), 8200–8204.

https://doi.org/10.1166/asl.2018.12523

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Al Yasa Abubakar, Wilayatul Hisbah, Polisi Pamong Praja dengan Kewenangan Khusus di Aceh, Banda Aceh: Dinas Syariat Islam, 2009.

Amrullah, A. (2014). Paradigma Saksi Mahkota dalam Persidangan Pidana di Indonesia. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2), 83-104.

AR, M., Usman, N., Tabrani ZA, & Syahril. (2018). Inclusive Education Management in State Primary Schools in Banda Aceh. Advanced

Science Letters, 24(11), 8313–8317.

https://doi.org/10.1166/asl.2018.12549

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta:

Ciputat Pers, 2002.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

Furqoni dalam Rena Kinnara Arlotas: Gambaran Coping Stres pada Wilayatul Hisbah yang di tempatkan di Desa, Medan: USU Repository, 2010.

Henry Guntur Tarigan, Strategi Pengajaran dan Pembelajaran, Bandung:

Angkasa, 1993.

Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga, 2001.

(19)

Ibnu Khaldun, Muqaddimah, Beirut Libanon: Dar al-Kutub, 1956.

Idris, S. (2010). I'jaz Al-Qur'an Menurut Abd Al-Qahir Al- Jurjani. Analisis: Jurnal Studi Keislaman, 10 (2). 307-322

Idris, S. (2017). Learning by Conscience as a New Paradigm in Education. Advanced Science Letters, 23(2), 853-856.

https://doi.org/10.1166/asl.2017.7447

Idris, S., & Ramly, F. (2016). Dimensi Filsafat Ilmu dalam Diskursus Integrasi Ilmu. Yogyakarta: Darussalam Publishing

Idris, S., & Tabrani ZA. (2017). Realitas Konsep Pendidikan Humanisme dalam Konteks Pendidikan Islam. Jurnal Edukasi:

Jurnal Bimbingan Konseling, 3(1), 96–113.

https://doi.org/10.22373/je.v3i1.1420

Idris, S., Tabrani ZA, & Sulaiman, F. (2018). Critical Education Paradigm in the Perspective of Islamic Education. Advanced

Science Letters, 24(11), 8226–8230.

https://doi.org/10.1166/asl.2018.12529

Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Beirut Libanon: Dar al-Fikr, t.t.

Keputusan Gubernur NAD No 01 tahun 2004 tentang Kewenangan Pembentukan Organisasi WH (Wilyatul Hisbah).

Lewis, M., & Ponzio, V. (2016). Character Education as the Primary Purpose of Schooling for the Future. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(2), 137-146. doi:10.26811/peuradeun.v4i2.92

Louis Ma’luf, Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, Beirut: Dar al-Masyriq, 1986.

Meraj, M. (2016). Islamic Approach to the Environment and the Role's in the Environment Protected. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(1), 1- 14. doi:10.26811/peuradeun.v4i1.81

Muhammad Bukhari, Sistem dan Model Pendidikan Klasik, Jakarta:

Bulan Bintang, 1987.

Muhammad Quthb, Sistem Pemikiran Islam, Bandung: Al-Ma'arif, 1984 Muhibbuthabry; Amsori; Idris, S., (2018). The Status of Wilayat Al-

Hisbah Institution in the Constitutional Law Order. Advanced

Science Letters, 24(10), 7095-7099.

https://doi.org/10.1166/asl.2018.12416

(20)

Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung:

Remaja Rosda Karya, 2000.

Mukhripah Damaiyanti, Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan, Bandung: Refika Aditama, 2008

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: UI Press, 1993.

Nufiar, N., & Idris, S. (2016). Teacher Competence Test of Islamic Primary Teachers Education in State Islamic Primary Schools (MIN) of Pidie Regency. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4 (3), 309-320.

Patimah, S., & Tabrani ZA. (2018). Counting Methodology on Educational Return Investment. Advanced Science Letters, 24(10), 7087–7089. https://doi.org/10.1166/asl.2018.12414

Pemerintah Aceh, Peraturan Daerah (Perda), Banda Aceh, 2006) Pemerintahan Aceh, Qanun Nomor 11 Tahun 2002

Qanun No.11 Tahun 2002, Qanun No.14 Tahun 2003, Perda No.5 Tahun 2000 dan Qanun No.5 Tahun 2007.

Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1982.

Ramly, F., Walidin, W., Idris, S., (2018). A Contemporary Discourse on Integrated Islamic Education. Advanced Science Letters, 24(10), 7124-7127. https://doi.org/10.1166/asl.2018.12423

Rusjdi Ali Muhammad dan Khairizzaman, Konstelasi Syariat Islam di Era Global, Banda Aceh, Dinas Syariat Islam Aceh, 2011.

Sunaryo, Psikologi untuk Keperawatan, Jakarta: EGC, 2004

Susanto, S., & Idris, S. (2017). Religion: Sigmund Freud's Infantile Illusions and Collective Neurosis Perspective. Ar Raniry:

International Journal of Islamic Studies, 4(1), 55-70.

Syahrizal, dkk, Dimensi Pemikiran Hukum dalam Implementasi Syariat Islam di Aceh, Banda Aceh, Dinas Syariat Islam Acehm, 2007.

Tabrani ZA, & Masbur. (2016). Islamic Perspectives on the Existence of Soul and Its Influence in Human Learning (A Philosophical Analysis of the Classical and Modern Learning Theories).

JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling, 1(2), 99–112.

Retrieved from http://jurnal.ar-

raniry.ac.id/index.php/cobaBK/article/view/600

(21)

Tabrani ZA. (2009). Ilmu Pendidikan Islam (antara Tradisional dan Modern). Kuala Lumpur: Al-Jenderami Press.

Tabrani ZA. (2011). Dynamics of Political System of Education Indonesia. International Journal of Democracy, 17(2), 99–113.

Tabrani ZA. (2012). Future Life of Islamic Education in Indonesia.

International Journal of Democracy, 18(2), 271–284.

Tabrani ZA. (2013b). Pengantar Metodologi Studi Islam. Banda Aceh:

SCAD Independent.

Tabrani ZA. (2014a). Islamic Studies dalam Pendekatan Multidisipliner (Suatu Kajian Gradual Menuju Paradigma Global). Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2), 211–234.

Tabrani ZA. (2014b). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur`an dengan Pendekatan Tafsir Maudhu`i. Serambi Tarbawi, 2(1), 19–

34.

Tabrani ZA. (2015). Persuit Epistemology of Islamic Studies (Buku 2 Arah Baru Metodologi Studi Islam). Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Tabrani ZA. (2017). Menggugat Logika Nalar Rasionalisme Aristoteles.

Yogyakarta: Mizan.

Usman, N., AR, M., Murziqin, R., & Tabrani ZA. (2018). The Principal’s Managerial Competence in Improving School Performance in Pidie Jaya Regency. Advanced Science Letters, 24(11), 8297–8300.

https://doi.org/10.1166/asl.2018.12545

Walidin, W., Idris, S., & Tabrani ZA. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif & Grounded Theory. Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press.

Warisno, A., & Tabrani ZA. (2018). The Local Wisdom and Purpose of Tahlilan Tradition. Advanced Science Letters, 24(10), 7082–7086.

https://doi.org/10.1166/asl.2018.12413

Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito, 1982.

Yusoff, M. Z. M., & Hamzah, A. (2015). Direction of Moral Education Teacher To Enrich Character Education. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 3(1), 119-132.

Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.

(22)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian muncul karya seni kerajinan batik dengan corak dan gaya khas Melayu Sumatera Utara yang kecenderungannya memiliki dua macam warna yakni kuning (kuning

Dengan peran yang dimiliki oleh para pegawai sebuah penggerak utama bagi setiap kegiatan dalam organisasi, tentunya untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pencapaian

Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang dapat diidentifikasi pada penelitian ini ialah tepung daun kelor ( Moringa oleifera ) diketahui mengandung zat

Formulir Model PSP-15 Berita Acara Musyawarah Hingga Putusan Dibacakan.. Formulir Model PSP-20

Dalam penelitian korelasi ini, Arikunto (2002: 31) menyatakan bahwa dalam penelitian korelasi (penelitian korelasional) peneliti memilih individu-individu yang memunyai variasi

Hawara Bunar berdasar- kan hasil analisis struktur populasi menggunakan program STRUCTURE adalah memiliki genom 100% padi tipe indica, sedangkan Dupa yang memiliki

Artinya pengetahuan siswa tentang konsep dasar ekologi pada kelompok yang tidak membaca buku Biologi 1 dan Buku Biologi 2 yang berbasis isu-isu lingkungan berdasarkan skor

Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan, maka dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan Value Stream Mapping untuk mengidentifikasi adanya waste dalam proses