• Tidak ada hasil yang ditemukan

Technology Readiness dan Computer Self Efficacy pada Guru dalam Sistem Pembelajaran Daring

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Technology Readiness dan Computer Self Efficacy pada Guru dalam Sistem Pembelajaran Daring"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

47

ANALITIKA

Jurnal Magister Psikologi UMA

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/analitika

Technology Readiness dan Computer Self Efficacy pada Guru dalam Sistem Pembelajaran Daring

Technology Readiness and Computer Self Efficacy On Teachers In Online Learning Systems

Harry Theozard Fikri* & Rina Mariana

Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang, Indonesia

Submitted: 29 Oktober 2021; Reviewed: 6 April 2022, Accepted: 15 Juni 2022

*Corresponding author: E-mail: harrytheozard@yahoo.com Abstrak

Penelitian ini bertujuan melakukan analisis tentang technology readiness dan computer self efficacy guru dalam menjalani pembelajaran daring di masa Covid-19. Penelitian dilakukan pada tahun 2021 dengan metode deskriptif kualitatif. Responden penelitian ditetapkan dengan metode sampling jenuh, yaitu guru Sekolah Dasar Negeri di Kelurahan Pagambiran Ampalu Nan XX. Data penelitian diperoleh melalui survei (kuesioner) yang diberikan kepada 45 responden yang ditindaklanjuti dengan kegiatan Focus Group Discussion-FGD sebagai pendalaman dari hasil penelitian yang diperoleh melalui survei. Fokus FGD pada pendalaman ketidaknyamanan (discomfort) guru dalam pembelajaran daring dan tingkat kapabilitas yang diharapkan guru dalam penggunaan komputer (magnitude). Hasil penelitian menunjukkan Tingkat Technology Readiness (TRI) responden dalam sistem pembelajaran daring berada pada kategori Medium Technology Readiness Index. Sementara itu, tingkat computer self efficacy (CSE) guru berada pada kategori sedang. Hal ini ditegaskan melalui hasil FGD bahwa pada umumnya guru masih belum mahir dan paham menggunakan teknologi digital, pengetahuan guru terhadap jenis-jenis teknologi hanya sebatas penggunaan laptop dan WhatsApp, serta guru masih berharap adanya pendampingan ataupun pelatihan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam berteknologi.

Kata kunci: Technology Readiness; Computer Self Efficacy; Pembelajaran Daring Abstract

This research aims to conduct an analysis of technology readiness and computer self efficacy teachers in undergoing online learning in the Covid-19 period. The research was conducted in 2021 with qualitative descriptive methods. The study respondents were determined by a saturated sampling method; the teacher of Public Elementary School in Pagambiran Ampalu Nan XX Village. The research data was obtained through a survey (questionnaire) given to 45 respondents who followed up with Focus Group Discussion-FGD activities as a deepening of the results of research obtained through the survey. FGD's focus is on deepening teacher discomfort in online learning and the level of capability that teachers expect in computer use (magnitude). The results showed that the level of technology readiness (TRI) respondents in online learning systems was in the Medium Technology Readiness Index category. Meanwhile, the level of computer self efficacy (CSE) teachers is in the medium category. This is confirmed through the results of FGD that in general teachers are still not fluent and understand in using digital technology, teacher’s knowledge of these kinds of technology is only limited to the use of laptops and WhatsApp. The teachers also still hope for mentoring or training to improve their ability in applying technology.

Keywords: Technology Readiness; Computer Self Efficacy; Online Learning

How to Cite: Fikri, H.T., & Rina, M. (2022). Technology Readiness dan Computer Self Efficacy pada Guru dalam Sistem Pembelajaran Daring. Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 14 (1): 47 – 58.

(2)

PENDAHULUAN

Virus Covid-19 menjadi tantangan baru khususnya di bidang pendidikan yakni terjadi hampir di seluruh dunia. Individu harus mengandalkan kemampuan untuk beradaptasi baik dalam pikiran, perilaku, dan emosi untuk menghadapi situasi yang berubah dengan cepat (Gestiardi, Sarwanto, Chumdari, & Maryani, 2021). Virus ini telah mengancam pendidikan hampir 300 juta siswa di seluruh dunia (Akmal, Fikri, Rahmawati, Hendri, & Sari, 2021). Hasil laporan UNESCO per 20 Desember 2020 sebanyak 40 negara telah melakukan penutupan sementara sekolah sebagai upaya mencegah penyebaran virus Covid-19. Keputusan ini pada akhirnya memberikan dampak yang sangat terasa pada berkurangnya waktu mengajar dan menurunnya prestasi siswa (Amalia & Sa’adah, 2020). Akibat dari penyebaran virus Covid-19 yang sulit diprediksi membuat banyak negara mengambil keputusan untuk menghentikan pengajaran tatap muka dan memutuskan untuk menutup sekolah serta universitas (Dhawan, 2020).

Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang menuju fase negara maju di kawasan ASEAN, sangat terkena dampak krisis pandemi Covid-19 yang melanda kawasan Asia Tenggara, dengan jumlah penduduk yang cukup besar di urutan keempat dunia, menyebabkan Indonesia menjadi negara dengan kasus suspek Covid-19 tertinggi (Abidin

& Tobibatussa’adah, 2020). Dunia pendidikan di Indonesia merespons pandemi Covid-19 dengan meniadakan kegiatan belajar mengajar tatap muka dan menggantinya dengan kegiatan belajar mengajar online atau pembelajaran daring untuk semua jenjang.

Pembelajaran daring atau online adalah metode penyampaian materi pembelajaran yang dipisahkan oleh ruang dan waktu dengan memanfaatkan teknologi komunikasi (Krsmanovic, Djuric, & Dmitrovic, 2011). Safitri & Nugraha (2021) menyatakan bahwa pemerintah telah melakukan perubahan proses penyampaian materi pembelajaran selama pandemi secara daring. Ini diperkuat oleh keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sesuai surat edaran terkait aktivitas pendidikan menginstruksikan seluruh aktivitas terkait pembelajaran di sekolah atau perguruan tinggi tidak diperbolehkan secara tatap muka, akan tetapi penyelenggaraan pembelajaran dilaksanakan dengan daring atau jarak jauh agar dapat menekan perkembangan dan penyebaran Covid-19 semakin luas (Lindasari, Nuryani, & Sukaesih, 2021).

Pembelajaran daring digunakan untuk memaksimalkan proses pembelajaran meskipun tidak dilakukan tanpa pertemuan tatap muka (Febrianto, Mas’udah, &

Megasari, 2020). Meskipun guru dan siswa tidak bertatap muka langsung di sekolah, guru tetap dapat menyampaian ajar dan siswa tetap dapat menerima pelajaran tanpa harus keluar rumah, merasa aman dan efetif dengan pembelajaran daring (Nifriza & Yenti, 2021). Tantangan yang harus dihadapi oleh guru selama proses pembelajaran daring yaitu memberikan layanan optimal bagi siswa. Walaupun menurut (Rulandari, 2020), efektivitas kebijakan pembelajaran daring masih perlu dipelajari mengingat tidak semua siswa mematuhi anjuran belajar dari rumah, namun memanfaatkan momen ini sebagai ajang liburan. Perubahan cepat dari tatap muka belajar ke pembelajaran daring atau online telah mengejutkan para praktisi dan institusi pendidikan, tanpa persiapan apapun guru dan siswa dipaksa untuk melakukan kegiatan belajar mengajar secara online

(3)

49 (Asghar, Barberà, & Younas, 2021). Hal ini terbukti menimbulkan masalah baru dalam proses pembelajaran daring.

Aji (2020) mengungkapkan bahwa salah satu hambatan pembelajaran daring adalah keterbatasan penguasaan guru terhadap terknologi informasi yang disebabkan oleh rata- rata guru di Indonesia di dominasi kelahiran di bawah 1980-an. Menurut Sojanah et al.

(2021), guru masih dihadapkan pada berbagai permasalahan seperti standar guru yang rendah dan rendahnya penguasaan konten media dan literasi teknologi. Mastura &

Santaria (2020) menemukan bahwa banyak dari guru tidak ahli dan paham cara penggunaan teknologi dalam pembelajaran daring. Terbukti guru merasa kesulitan dalam merancang metode yang sesuai dan tepat untuk siswa. Keterampilan guru yang rendah dalam menggunakan teknologi mempengaruhi komunikasi, interaksi bahkan hasil belajar siswa (Yu & Richardson, 2015). Dipertegas oleh Turel (2014), keberhasilan penggunaan teknologi dalam pendidikan di sekolah dasar, menengah dan atas adalah sepenuhnya di tangan guru. Jika guru menggunakan teknologi pendidikan secara efisien sebagai alat, maka mereka lebih mungkin untuk memungkinkan siswa dan siswa untuk mencapai yang ditargetkan tujuan, yaitu untuk mendapatkan literasi, numerasi, komunikasi, pembelajaran yang diperlukan cara belajar dan keterampilan TIK. Kemudian, dapat dikatakan bahwa guru menggunakan teknologi pendidikan dalam arti sebenarnya (Turel, 2014).

Mempelajari karakteristik guru dalam kesiapan belajar online akan menjadi salah satu cara untuk mencapainya keberhasilan belajar, termasuk pada masa darurat ini.

Aspek yang dapat dikaji dalam hal ini adalah masalah teknologi (Sulisworo et al., 2021).

Kesiapan guru dalam menerima dan menggunakan teknologi dalam proses belajar mengajar dikenal dengan istilah technology readiness. Parasuraman & Colby (2015) menyatakan technology readiness merupakan kecenderungan seseorang untuk mau menggunakan sebuah teknologi baru yang bertujuan untuk mencapai kehidupan sehari- hari ataupun di dalam tempat kerja. Penggunaan teknologi umumnya akan menguntungkan akan tetapi kuncinya terletak pada penggunanya (Martínez-Gautier, Garrido-Yserte, & Gallo-Rivera, 2021). Para guru membangun lingkungan belajar online dan memunculkan kehadiran sosial serta kehadiran kognitif melalui penggunaan teknologi seperti platform belajar yang tepat sehingga dapat menentukan keberhasilan (Gooch & Watts, 2015). Technology readiness diukur dengan empat dimensi atau dikenal dengan Technology Readiness Index (TRI) terdiri dari: 1) Optimism yakni pandangan positif seseorang terhadap teknologi dan kepercayaannya bahwa teknologi mampu meningkatkan kontrol, fleksibilitas, serta efisiensi dalam kehidupan, 2) Innovativeness adalah tingkat dimana pengguna mampu memunculkan ide-ide baru relative lebih awal dibandingkan pengguna lain dari sistem, 3) Discomfort adalah ketidaknyaman pengguna saat berhadapan dengan teknologi baru, dan 4) Insecurity yaitu sikap curiga dari pengguna terhadap keamanan teknologi serta alasan keamanan pada data pribadi.

(4)

Summak dalam Noprianto (2016) pada penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat technology readiness guru tidak tinggi. Dampak yang diberikan adalah munculnya beberapa permasalahan dalam proses integrasi, maka instansi terkait seharusnya dapat merancang beberapa kegiatan untuk meningkatkan kesiapan teknologi guru, sehingga dapat berkontribusi terhadap keberhasilan integrasi teknologi dan kualitas pendidikan.

Sejalan dengan hasil penelitian (Fitriah & Mirianda, 2019) yang menyatakan bahwa kondisi guru saat ini terbukti belum cukup siap mendukung perkembangan pendidikan berbasis teknologi disebabkan banyak guru yang gagap teknologi dan enggan belajar untuk mengikuti perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi. Terlebih dilihat dari permasalahan pendidikan di Indonesia yang memiliki wilayah-wilayah terpencil dan terisolir, sehingga membuat pengembangan keterampilan guru dalam menggunakan teknologi sulit dilakukan.

Selain technology readiness, cara efektif dalam mengintegrasikan teknologi pada proses pembelajaran saat pandemi Covid-19 bergantung pada computer self efficacy guru.

Nurhikmah (2019) menyatakan faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam pembelajaran daring adalah computer self efficacy. Putra & Nugroho (2016) mengungkapkan dengan adanya computer self efficacy, penggunaan komputer menjadi hal penting yang harus dikuasai dan tidak perlu dihindari. Begitu pula, Keshavarz, (2020) menyatakan dalam computer self efficacy, kemampuan seseorang untuk bekerja dengan komputer secara individu dan kemampuan penggunaan komputer yang tepat lebih dipertimbangkan.

Secara definisi, Howard (2014) menyatakan menurut beberapa ahli computer self efficacy diartikan sebagai perasaan individu atas kemampuannya bekerja dengan komputer. Delcourt & Kinzie dalam Thangarasu & De Paul (2014) menyatakan bahwa efikasi diri komputer sebagai ukuran seberapa percaya diri pengguna komputer atas kemampuan untuk memahami, menggunakan, serta menerapkan pengetahuan komputer dan keterampilan yang dimilikinya. Selain itu, individu dengan efikasi diri komputer yang tinggi akan merasa lebih kompeten saat menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang berbeda. Namun, efikasi diri komputer yang rendah mengarah pada keyakinan bahwa individu akan menghadapi kesulitan saat menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak komputer. Dipertegas oleh pernyataan Hill & Hannafin;

Murphy dalam Knowles et al. (2015) bahwa seseorang dengan self efficacy rendah kurang memiliki kepercayaan pada kemampuannya untuk memanipulasi sebuah sistem sesuai dengan hasil yang diinginkannya. Akibatnya, ia cenderung menerima daripada mempertanyakan informasi yang dihasilkan sistem yang dikendalikan oleh program.

Pengguna self efficacy tinggi cenderung lebih gigih dan percaya diri pada kemampuannya untuk menemukan sumber daya yang dicari.

Dalam penelitian ini akan dianalisis lebih mendalam mengenai technology readiness dan computer self efficacy guru dalam pembelajaran daring. Hasil penelitian ini akan berkontribusi pada pemahaman tentang perbedaan antara media daring dan tatap muka dan bagaimana tingkat technology readiness dan computer self efficacy guru, maka akan berguna untuk pengembangan selanjutnya.

(5)

51 METODE PENELITIAN

Metode penelitian secara umum dipandang sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah (Sugiyono, 2017).

Penelitian ini termasuk dalam metode kualitatif, yaitu suatu penelitian kontekstual yang menjadikan manusia sebagai instrument dan disesuaikan dengan situasi alamiah dalam kaitannya dengan pengumpulan data yang bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Sedangkan, pendekatan metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Jenis penelitian deskriptif kualitatif merupakan metode penelitian yang memanfaatkan hasil data apa adanya tanpa proses manipulasi atau perlakuan lain.

Alat pengumpulan data berupa survei kuesioner, yaitu kuesioner Technology Readiness Index terdiri dari empat dimesi meliputi optimism, innovativeness, discomfort dan insecurity (Parasuraman & Colby, 2015) dengan total item 16 aitem. Kuesioner computer self efficacy terdiri dari 3 dimensi magnitude, strength, dan generazability Compeau dan Higgins dalam Sidik & Sumartini (2021) dengan total 9 aitem.

Selanjutnya, data penelitian diperoleh melalui survei kuesioner ditindaklanjuti dengan kegiatan Focus Group Discussion-FGD sebagai pendalaman dari hasil penelitian.

FGD, yaitu suatu teknik pengumpulan data yang bertujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Sampel penelitian ditetapkan secara sampling jenuh yaitu menetapkan seluruh populasi sebagai sampel yang berjumlah 45 orang guru SD Negeri di Kelurahan Pagambiran Ampalu Nan XX Kecamatan Lubuk Begalung.

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Validitas dan Reliabilitas

Penelitian ini memanfaatkan SPSS v.23 untuk proses pengujian tingkat validitas dan reliabilitas instrumen. Sebagaimana dijelaskan bahwa penelitian ini menggunakan dua jenis kuesioner survei, yaitu untuk mengukur Technology Readiness dan Computer Self Efficacy. Hasil uji validitas instrumen kuesioner Technology Readiness dengan perbandingan nilai r-hitung > r-tabel (corrected item total correlation) derajat kepercayaan 95% (α = 5 %), nilai r-tabel = 0,294. Hasil uji diperoleh koefisien korelasi item-item pernyataan lebih besar dari r-tabel = 0,294, maka item-item pernyataan adalah valid. Pengujian reliabilitas menggunakan Cronbach Alpha (α). Pada kuesioner Technology Readiness nilai Cronbach Alpha sebesar 0,888, ini menandakan instrumen penelitian reliabel dan item-item pernyataan memiliki kelayakan untuk dijadikan alat ukur penelitian.

(6)

Sedangkan, untuk hasil analisis uji validitas instrumen kuesioner Computer Self Efficacy dengan perbandingan nilai r-hitung > r-tabel (corrected item total correlation) derajat kepercayaan sebesar 95% (α = 5 %), nilai r-tabel = 0,294. Hasil uji diperoleh koefisien korelasi item-item pernyataan lebih besar dari r-tabel = 0,294, maka item-item pernyataan adalah valid. Pengujian reliabilitas menggunakan Cronbach Alpha (α). Pada kuesioner Computer Self Efficacy nilai Cronbach Alpha sebesar 0,864, ini menandakan instrumen penelitian reliabel dan item-item pernyataan memiliki kelayakan untuk dijadikan alat ukur penelitian. Memperhatikan data hasil analisis untuk kedua jenis kuesioner yang digunakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kedua instrumen mampu menunjukkan tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi.

Technology Readiness

Teknik analisis data yang digunakan pada variabel Technology Readiness adalah analisis statistik deskriptif. Teknik ini dilakukan untuk menganalisis data penelitian dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul dengan data berbentuk tabel, mean, dan perhitungan persentase. Analisis Technology Readiness Index (TRI) dilakukan untuk menganalisis data yang telah terkumpul oleh peneliti dari responden. Perhitungan TRI dilakukan dengan menghitung nilai mean dari masing- masing kuesioner yang dikalikan dengan bobot tiap pertanyaan. Bobot nilai dari tiap variabel terhadap total sebesar 25%. Selanjutnya, bobot terhadap total dibagi dengan jumlah pertanyaan n, lalu nilai mean dari pernyataan dikalikan dengan bobot masing- masing pernyataan untuk mendapatkan skor total untuk tiap pernyataan. Skor total TRI diperoleh dari jumlah total dari skor total masing-masing pernyataan.

Kategori TRI menurut Parasuraman & Colby, 2015), terdiri dari 3 tingkatan, yakni:

(a) Low Technology Readiness Index, kesiapan pengguna dianggap rendah jika nilai TRI sama atau kurang dari 2,89 (TRI =< 2,89); (b) Medium Technology Readiness Index, kesiapan pengguna dianggap pada tahap medium jika nilai TRI ada diantara 2,90 sampai 3,51 (2,90 =< TRI =< 3,51); dan (c) High Technology Readiness Index, kesiapan pengguna dikatakan tinggi apabila nilai TRI lebih dari 3,51 (TRI > 3.51). Kategori High Technology Readiness dijadikan acuan sebagai penentu tingkat kesiapan terbaik. Setiap variabel memiliki bobot yang sama terhadap total, sehingga dapat disimpulkan bahwa skor minimum High Technology Readiness sebesar 3,51 dapat dibagi dengan jumlah variabel penyusun sehingga didapatkan skor minimum variabel sebesar 0,8775. Sehingga variabel yang memiliki skor dibawah 0,8775 perlu untuk ditingkatkan. Tabel 1 merupakan nilai dari skor total setiap dimensi dan juga skor TRI.

Tabel 1. Technology Readiness Index (TRI)

Variabel Nilai

Optimism 0,8417

Innovativeness 0,7708

Discomfort 0,7500

Insecurity 0,8000

TRI 3,1625

(7)

53 Berdasarkan kategori TRI yang dilakukan diketahui bahwa tingkat technology readiness guru dalam sistem pembelajaran daring yang diambil dari 45 responden berada pada Medium Technology Readiness Index dengan nilai rata-rata 3,1625. Pada tabel 1, variabel Optimism memberikan kontribusi terbesar dengan nilai 0,8417 dan persentase 27% terhadap skor total TRI. Hal ini menunjukan bahwa guru Sekolah Dasar Negeri di Kelurahan Pagambiran Ampalu Nan XX memiliki pandangan positif terhadap penggunaan teknologi dalam pembelajaran daring. Guru percaya bahwa penggunaan teknologi berkontribusi pada kualitas mengajar dan memudahkan akses terhadap pembelajaran serta membuat guru lebih produktif dalam kegiatan mengajar. Kemudian tingkat inovasi pengguna yang rendah ditunjukkan pada variabel Innovativeness dengan nilai 0,7708 dan persentase 24%. Nilai ini menunjukan bahwa sifat inovatif guru masih perlu ditingkatkan dalam pengadopsian dan pemanfaatan teknologi. Guru terlihat sulit memahami manfaat dari teknologi baru sehingga kurang percaya diri terhadap hasil dari penggunaan teknologi pada pembelajaran daring dan sungkan untuk mengkomunikasikannya dengan guru lainnya. Kurangnya sifat inovatif guru dapat dilihat saat guru hanya mampu membuat konten media ajar berupa video standar yang dibuat secara mandiri dengan merekam diri sendiri dalam menjelaskan materi ajar kepada siswa. Cara lain yang digunakan oleh guru adalah memanfaatkan media YouTube untuk mencari video pembelajaran sesuai materi ajar untuk selanjutnya dikirimkan kepada siswa melalui Whatsapp. Menurut pengakuan guru bahwa kreativitas dan inovasi untuk menciptakan media pembelajaran saat ini masih sangat terbatas karena kurangnya keterampilan yang dimiliki serta usia dianggap sebagai faktor penghambat.

Variabel Discomfort memberi kontribusi terkecil sebesar 0,7500 dan persentase 24%

dari skor total. Dari nilai yang didapatkan, itu berarti guru Sekolah Dasar Negeri di Kelurahan Pagambiran Ampalu Nan XX tingkat kenyamanan guru terhadap penggunaan teknologi perlu ditingkatkan. Ketidaknyamanan umumnya muncul sebagai akibat dari kurangnya penguasaan atas teknologi sehingga menghadirkan perasaan kurang nyaman bahkan kewalahan dalam menggunakan teknologi tersebut. Guru yang tidak nyaman dalam menggunakan teknologi saat proses pembelajaran seringkali membutuhkan bantuan dalam mengoperasikan teknologi baru sehingga cenderung memakai teknologi sederhana karena adanya anggapan bahwa teknologi sebagai sesuatu yang kompleks yang kompleks dan mungkin sulit untuk digunakan. Ketidaknyaman terhadap teknologi membuat guru menjadi pesimis dan tidak inovasi dalam mengembangkan materi pembelajaran.

Kemudian tingkat kepercayaan pengguna akan keamanan sistem pembelajaran daring ditunjukkan oleh skor yang didapatkan variabel Insecurity memiliki skor terbesar kedua dengan nilai 0,8000 dan persentase 25%. Nilai tersebut berarti, guru memiliki tingkat keamanan yang cukup tinggi terhadap penggunaan teknologi. Insecurity mempunyai indikasi adanya pandangan skeptis guru terhadap teknologi dan keraguannya terhadap kemampuan teknologi untuk berfungsi sesuai dengan yang diharapkan. Guru akan merasa aman jika dirinya mempunyai privasi termasuk adanya jaminan bahwa teknologi yang digunakan dalam pembelajaran daring dapat berfungsi

(8)

dengan baik. Sedangkan, guru akan merasa tidak aman terhadap teknologi akan cenderung menghindari teknologi dan tidak berusaha untuk mencari tahu atau mencoba teknologi baru kecuali dalam kondisi terpaksa. Ketidakamanan dalam pembelajaran daring yang dirasakan oleh guru adalah saat guru akan membagikan materi ajar kepada siswa melalui platform media yang seharusnya membutuhkan kualitas internet yang baik tetapi terkadang masih terdapat permasalahan sinyal yang tidak stabil sehingga membuat guru tidak dapat melaksanakan proses pembelajaran.

Hal ini bermakna bahwa rerata guru masih memerlukan kesiapan teknologi dalam pembelajaran daring. Kesiapan guru menjadi bagian penting untuk mencapai keberhasilan dalam belajar online yang berkaitan langsung dengan kemampuan guru menggunakan dan mengolah banyak sistem teknologi yang dimanfaatkan untuk belajar daring (Salsabila, Sari, Lathif, Lestari, & Ayuning, 2020)

Dari hasil analisis dimensi Technology Readiness, guru dihimbau untuk mengurangi ketidaknyaman dalam pembelajaran daring yang disebabkan karena rasa kebingungan saat menghadapi masalah pada teknologi yang digunakan saat mengajar, merasa tidak adanya bantuan teknis (technical support), serta rasa tidak percaya diri saat menggunakan teknologi dalam pembelajaran daring. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian (Badri, Al Rashedi, Yang, Mohaidat, & Al Hammadi, 2014), menyebutkan bahwa dalam konteks pendidikan, guru yang mendapat nilai tinggi dalam ketidaknyamanan menganggap teknologi baru dalam pengajaran sebagai masalah lebih kompleks dan sering menyebabkan reaksi mulai dari kejengkelan hingga kekecewaan dan frustrasi.

Selain itu, guru tersebut mungkin menggunakan produk dan layanan berbasis teknologi lebih jarang dari sebelumnya.

Computer Self Efficacy

Data kuesioner Computer Self Efficacy dianalisis untuk mengetahui Computer Self Efficacy pada guru dalam pembelajaran daring. Pilihan jawaban dari butir pernyataan menggunakan skala likert dengan rentang penilaian 1 s/d 5. Data penelitian yang diperoleh adalah skala ordinal dengan perhitungan menggunakan SPSS versi 23. Hasil analisis deskriptif variabel Computer Self Efficacy pada guru dalam sistem pembelajaran daring berdasarkan kategori (tinggi, sedang dan rendah) menghasilkan guru dengan Computer Self Efficacy pada kelompok tinggi terdapat 9 orang yaitu sekitar 20%, pada kelompok sedang terdapat 36 orang guru yaitu sekitar 80%, dan tidak terdapat guru dengan kelompok rendah. Rata-rata dan standard deviasi kemampuan Computer Self Efficacy pada guru keseluruhan adalah 27 dan 6. Hasil angket Computer Self Efficacy setiap dimensi untuk seluruh guru ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Skor Empirik dan Hipotetik Variabel Computer Self Efficacy Setiap Dimensi Variabel Mean Empirik (X) Mean Hipotetik (m) Std. Dev. Hipotetik (sd)

Magnitude 9,7778 9 2

Strength 3,2444 9 2

Generazability 3,7111 9 2

(9)

55 Tabel 3. Kategorisasi Variabel Computer Self Efficacy Setiap Dimensi

Dimensi Rentang Skor Jumlah Responden Kategori Persentase Magnitude

X ≤ 7 5 Rendah 11

7 ≤ X < 11 28 Sedang 62

X ≥ 11 12 Tinggi 27

Total 45 100

Variabel Rentang Skor Jumlah Responden Kategori Persentase Strength

X ≤ 7 1 Rendah 2

7 ≤ X < 11 14 Sedang 31

X ≥ 11 30 Tinggi 67

Total 45 100

Generazability

X ≤ 7 0 Rendah 0

7 ≤ X < 11 36 Sedang 80

X ≥ 11 9 Tinggi 20

Total 45 100

Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa pada dimensi magnitude (tingkat kesulitan) sebanyak 5 orang guru dengan persentase 11% memiliki magnitude yang rendah, guru yang memiliki magnitude yang sedang sebanyak 28 orang dengan persentase 62%, sedangkan guru yang memiliki magnitude yang tinggi sebanyak 12 orang dengan persentase 27%. Artinya rata-rata guru memiliki magnitude yang sedang. Hal ini menunjukkan bahwa guru sudah cukup berupaya mengerjakan tugas-tugas melalui teknologi dalam pembelajaran daring yang dianggapnya dapat dilaksanakan dan sedapat mungkin menghindari situasi dan perilaku diluar batas kemampuannya.

Pada dimensi strength (tingkat keyakinan atau pengharapan) diketahui bahwa sebanyak 1 orang guru dengan persentase 2% memiliki strength yang rendah, guru yang memiliki strength yang sedang sebanyak 14 orang dengan persentase 31%, sedangkan guru yang memiliki strength yang tinggi sebanyak 30 orang dengan persentase 67%.

Artinya rata-rata guru memiliki strength yang tinggi. Dapat dimaknai bahwa guru memiliki pengharapan yang cukup kuat dan mantap sehingga memiliki dorongan untuk berupayan lebih dalam menyelesaikan tugas dengan baik sekalipun dengan berbagai keterbatasannya dalam pembelajaran daring serta kurangnya pengalaman yang menunjang dalam pembelajaran daring seperti saat ini.

Dimensi terakhir yaitu generazability (tingkat persepsi) sebanyak 0 orang guru dengan persentase 0% memiliki generazability yang rendah, guru yang memiliki generazability yang sedang sebanyak 36 orang dengan persentase 80%, sedangkan guru yang memiliki generazability yang tinggi sebanyak 9 orang dengan persentase 20%.

Artinya persepsi guru atas kemampuannya yang mengacu pada penggunaan teknologi dalam pembelajaran daring yang berbeda dengan sistem pembelajaran tatap muka memiliki nilai persentase dengan kategori sedang. Guru tidak merasa pesimis tetapi juga tidak optimis. Guru tetap berusaha menyelesaikan tugasnya tanpa mencari strategi untuk menyelesaikannya dengan baik.

Dari hasil penelitian ini, bermakna bahwa guru dengan Computer Self Efficacy tinggi akan memiliki keyakinan yang tinggi dalam menyelesaikan permasalahan pembelajaran daring, sebaliknya guru dengan Computer Self Efficacy rendah akan memiliki keyakinan

(10)

yang rendah dalam menyelesaikan permasalahan pembelajaran daring. Guru yang memiliki Computer Self Efficacy tinggi dapat menilai apakah sistem yang digunakan dalam pembelajaran daring yang diterapkan dapat bermanfaat atau tidak dan dapat mengukur tingkat kemudahan saat mengakses sistem tersebut. Guru akan berupaya memecahkan permasalahan yang dipersepsikan agar dapat diselesaikan, serta dapat menghindari permasalahan yang telah dipersepsikannya di luar batas kemampuan yang dimiliki oleh guru Sekolah Dasar Negeri di Kelurahan Pagambiran Ampalu Nan XX.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Keshavarz (2020) bahwa dalam Computer Self Efficacy, kemampuan individu dalam bekerja dengan komputer lebih dipertimbangkan. Computer Self Efficacy yang lebih tinggi mengarah pada penggunaan internet yang lebih baik dan lebih tinggi. Selanjutnya, Computer Self Efficacy dapat dijadikan dasar pembelajaran keterampilan.

Focus Group Discussion

Hasil Focus Group Discussion (FGD) secara umum menunjukkan bahwa pada awal pandemi Covid-19, guru peserta FGD secara konsisten menyatakan bahwa teknologi berperan penting dalam pembelajaran daring. Teknologi menjadi media interaksi dan transfer informasi dalam pembelajaran, serta membantu guru memberikan materi pembelajaran. Namun, banyak guru masih belum mengenal dengan baik bagaimana penggunaan berbagai platform pembelajaran seperti Google Clasroom, aplikasi Moodle, e- learning, video conference dengan zoom, google meet dan lainnya. Tidak jarang pelaksanaan pembelajaran yang digunakan guru hanya memanfaatkan Whatsapp Group.

Salsabila et al. (2020) menegaskan bahwa permasalahan yang sering terjadi dalam pembelajaran daring yaitu kurangnya kreativitas dan penguasaan media pembelajaran oleh guru pada masa pandemi.

Secara umum, hasil FGD menjelaskan bahwa guru secara konsisten menyatakan adanya ketidaknyamanan menggunakan teknologi dalam pembelajaran daring.

Ketidaknyamanan ini muncul karena adanya kecemasan guru terhadap penggunaan teknologi akibat kurangnya pengetahuan dan keterampilan guru menggunakan teknologi, kepercayaan diri yang rendah, tidak adanya bantuan teknis (technical support) dari sekolah untuk membantu mempelajari teknologi dalam pembelajaran daring pada masa pandemi Covid-19. Hasil ini dipertegas oleh Badri et al. (2014) bahwa dimensi ketidaknyamanan dapat menghambat adopsi teknologi oleh guru. Menurut Mastura &

Santaria (2020) dampak menonjol dari pandemi Covid-19 terhadap proses pengajaran bagi guru yaitu tidak semua guru mahir dalam menggunakan teknologi. Kompetensi guru dalam penggunaan teknologi sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran dan hasil pada siswa.

Hal terakhir yang nampak sangat menonjol dari peserta diskusi adalah kecenderungan guru untuk meminta pertolongan kepada seseorang untuk membantunya dalam penggunaan teknologi. Semua peserta diskusi menyatakan bahwa dukungan dari ahli atau seseorang yang memahami teknologi sangat mereka butuhkan karena akan dapat membantu guru mengatasi kesulitan mereka dalam penggunaan teknologi dan

(11)

57 persiapan pembelajaran. Fitriah & Mirianda (2019) telah menegaskan sebelumnya bahwa solusi dalam segi kesiapan SDM dalam dunia pendidikan di Indonesia salah satunya yaitu memberikan pelatihan, pendampingan, dan evaluasi secara kontinyu terkait pemanfaat teknologi pada pendidik untuk mewujudkan pendidik responsive, handal, dan adaptif.

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Optimism memberikan kontribusi sebesar 27% dan variabel Insecurity 25%. Sehingga disimpulkan bahwa variabel Optimism dan Insecurity dalam TRI adalah aspek penunjang Technology Readiness guru dalam sistem pembelajaran daring. Sedangkan, variabel Innovativeness sebesar 24% dan variabel Discomfort 24%, maka dapat disimpulkan bahwa Discomfort dan Insecurity adalah aspek yang menghambat Technology Readines guru dalam sistem pembelajaran daring. Hasil analisis deskriptif Computer Self Efficacy guru dalam sistem pembelajaran daring dengan dimensi magnitude, strength dan generazability menunjukkan bahwa 80%

sedang, 20% tinggi, dan tidak terdapat guru dengan tingkat Computer Self Efficacy yang rendah. Dengan demikian, Computer Self Efficacy guru dalam sistem pembelajaran daring memiliki tingkat yang berbeda-beda dari dimensi magnitude dengan rata-rata 27%, dimensi strength 67%, dan dimensi generazability 20% berada pada kategori tinggi. 62%, 31%, dan 80% berada pada kategori sedang yang terdapat pada dimensi magnitude, strength dan generazability, serta yang berada pada kategori rendah 11% terdapat pada dimensi magnitude, dan 2% pada dimensi strength dan generazability. Guru dengan Computer Self Efficacy tinggi akan memiliki keyakinan yang tinggi dalam menyelesaikan permasalahan pembelajaran daring, begitu pula sebaliknya.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., & Tobibatussa’adah. (2020). The Impact Of Covid-19 Pandemic On Education and Judicial Practice In Indonesia. Ri’ayah, 5(2): 123–130.

Aji, R. H. S. (2020). Dampak Covid-19 pada Pendidikan di Indonesia: Sekolah, Keterampilan, dan Proses Pembelajaran. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-i, 7(5). https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i5.15314.

Akmal, A., Fikri, A., Rahmawati, T., Hendri, Z., & Sari, N. (2021). Measuring Online Learning Readiness during Corona Virus Pandemic: an Evaluative Survey on History Teachers and Students. JURNAL PAJAR (Pendidikan Dan Pengajaran), 5(1): 98–110. https://doi.org/10.33578/pjr.v5i1.8169.

Amalia, A., & Sa’adah, N. (2020). Dampak Wabah Covid-19 Terhadap Kegiatan Belajar Mengajar Di Indonesia.

Jurnal Psikologi, 13(2): 214–225. https://doi.org/10.35760/psi.2020.v13i2.3572.

Asghar, M. Z., Barberà, E., & Younas, I. (2021). Mobile Learning Technology Readiness and Acceptance Among Pre-Service Teachers in Pakistan During the COVID-19 Pandemic. Knowledge Management and E- Learning, 13(1): 83–101. https://doi.org/10.34105/j.kmel.2021.13.005.

Badri, M., Al Rashedi, A., Yang, G., Mohaidat, J., & Al Hammadi, A. (2014). Technology Readiness of School Teachers - An Empirical Study of Measurement and Segmentation. Journal of Information Technology Education: Research, 13: 257–275. https://doi.org/10.4172/2169-0316.1000117.

Dhawan, S. (2020). Online Learning: A Panacea in the Time of COVID-19 Crisis. Journal of Educational Technology Systems, 49(1): 5–22. https://doi.org/10.1177/0047239520934018.

Febrianto, P. T., Mas’udah, S., & Megasari, L. A. (2020). Implementation of online learning during the covid-19 pandemic on Madura Island, Indonesia. International Journal of Learning, Teaching and Educational Research, 19(8): 233–254. https://doi.org/10.26803/ijlter.19.8.13.

Fitriah, D., & Mirianda, M. U. (2019). Kesiapan Guru Dalam Menghadapi Tantangan Pendidikan Berbasis Teknologi. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Pgri: 148–153.

Gestiardi, G., Sarwanto, S., Chumdari, C., & Maryani, M. (2021). Using an Technology Readiness Model to Understand Perceived Usefulness of Learning in the Covid-19 Era. International Journal of Elementary

(12)

Education, 5(4): 631–638. https://doi.org/10.23887/ijee.v5i4.39188.

Gooch, D., & Watts, L. (2015). The Impact of Social Presence on Feelings of Closeness in Personal Relationships.

Interacting with Computers, 27(6): 661–674.

Howard, M. C. (2014). Creation of A Computer Self-Efficacy Measure: Analysis of Internal Consistency, Psychometric Properties, and Validity. Cyberpsychology, Behavior and Social Networking, 17(10): 677–681.

https://doi.org/10.1089/cyber.2014.0255.

Keshavarz, H. (2020). Web Self-Efficacy: A Psychological Prerequisite for Web Literacy. Webology, 17(1): 81–

98. https://doi.org/10.14704/WEB/V17I1/A209.

Knowles, M. ., E.F, H., & Swanson, R. . (2015). The Adult Learner: The Definitive Classic in Adult Education and Human Resource Development (Vol. 8). London: Routledge.

Krsmanovic, M., Djuric, M., & Dmitrovic, V. (2011). A survey of student satisfaction with distance learning at faculty of organizational sciences, University of Belgrade. International Conference on Virtual and Networked Organizations, Emergent Technologies, and Tools, 111–117.

https://doi.org/https://doi.org/10.1007/ 978-3-642-31800-9_12.

Lindasari, S. W., Nuryani, R., & Sukaesih, N. S. (2021). Dampak Pembelajaran Jarak Jauh Terhadap Psikologis Siswa Pada Masa Pandemik Covid 19. Jnc, 4(2): 130–137.

Martínez-Gautier, D., Garrido-Yserte, R., & Gallo-Rivera, M. . (2021). Educational performance and ICTs:

Availability, Use, Misuse and Context. International Journal of Elementary Education, 135: 173–182.

Mastura, & Santaria, R. (2020). Dampak Covid 19 terhadap Proses Pengajaran bagi Guru dan Siswa. Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran, 3(2): 289–294.

Nifriza, I., & Yenti, D. (2021). Students’ Barriers in Learning English Through Online Learning. Linguistic, English Education and Art (LEEA …, 5: 39 – 46. Retrieved from https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/LEEA /article/view/3013%0Ahttps://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/LEEA/article/download/3013/1780.

Noprianto, R. (2016). Studi Literatur Pengintegrasian Dua Metode Kesiapan dan Penerimaan Pengguna Terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi. Seminar Nasional Teknologi Informasi Dan Komunikasi, 154–161.

Nurhikmah, H. (2019). Analy sis on Students ’ Computer Self -Efficacy Instrument. Advances in Social Science, Education and Humanities Research, 382: 650–654.

Parasuraman, A., & Colby, C. L. (2015). An Updated and Streamlined Technology Readiness Index: TRI 2.0.

Journal of Service Research, 18(1): 59–74. https://doi.org/10.1177/1094670514539730.

Putra, A. K., & Nugroho, M. A. (2016). Pengaruh Computer Anxiety Computer Attitude Dan Computer Self Efficacy Terhadap Minat Menggunakan Software Akuntansi. Jurnal Profita Universitas Negeri Yogyakarta, 3: 1–19.

Rulandari, N. (2020). The Impact of the Covid-19 Pandemic on the World of Education in Indonesia. Ilomata International Journal of Social Science, 1(4): 242–250. https://doi.org/10.52728/ijss.v1i4.174.

Safitri, N., & Nugraha, S. P. (2021). Online Learning Readiness, Academic Resilience, and Subjective Well-Being of Junior High School Students during the COVID 19 Pandemic. Journal of Educational, Health and Community Psychology, 10(3): 509. https://doi.org/10.12928/jehcp.v10i3.21213.

Salsabila, U. H., Sari, L. I., Lathif, K. H., Lestari, A. P., & Ayuning, A. (2020). Peran Teknologi Dalam Pembelajaran Di Masa Pandemi Covid-19. Al-Mutharahah: Jurnal Penelitian Dan Kajian Sosial Keagamaan, 17(2): 188–198. https://doi.org/10.46781/al-mutharahah.v17i2.138.

Sidik, R., & Sumartini. (2021). Technological Pedagogical Andcontent Knowledge (TPACK): Studikasus Pada Guru Ekonomi Dipengaruhi Computer Self-Efficacy. Jurnal Education and Development, 9(4): 128–131.

Retrieved from http://journal.ipts.ac.id/index.php/ ED/article/view/3076%0Ahttps:// journal.ipts.ac.id/

index.php/ED/article/download/3076/1996.

Sojanah, J., Suwatno, Kodri, & Machmud, A. (2021). Factors Affecting Teachers’ Technological Pedagogical and Content Knowledge (A survey on Economics Teacher Knowledge). Cakrawala Pendidikan, 40(1): 1–16.

https://doi.org/10.21831/cp.v40i1.31035.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sulisworo, D., Hidayati, D., Bala, R., Nasir, R., & Fitriah. (2021). The Anomali on Technology Readiness Profile of Elementary School Teachers in Online Learning Amid Covid-19. Iikogretim Online, 20(2): 9–21.

https://doi.org/10.17051/ilkonline.2021.02.05.

Thangarasu, S., & De Paul, S. V. (2014). Development and Validation of Teacher Computer Self Efficacy Scale.

IOSR Journal of Humanities and Social Science, 19(1): 33–39. https://doi.org/10.9790/0837-19143339 Turel, V. (2014). Teachers ’ Computer S Elf-Efficacy And Their Use Of Educational Technology. Turkish Online

Journal Of Distance Education, 15(4): 130–149.

Yu, T., & Richardson, J. C. (2015). Examining Reliability and Validity of A Korean Version of The Community of Inquiry Instrument Using Exploratory and Confirmatory Factor Analysis. Internet and Higher Education, 25: 45–52. https://doi.org/10.1016/j.iheduc.2014.12.004.

Referensi

Dokumen terkait

Perjalanan waktu dalam organisasi perusahaan, nilai karyawan bisa menurun akibat mengalami suatu kejadian yang tidak di inginkan, dan mengalami kecelakaan dan

Dinas Pemadam Kebakaran Propinsi DKI Jakarta adalah unsur pelaksanaan pemerintah daerah yang diberikan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas tugas penanganan masalah

1) Untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode. 2) Untuk

19)Menggugat dan / atau mennuntut rumah sakit apabila rumah sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata satu

Sebelumnya telah dilakukan simulasi lintasan berkas elektron pada sumber elektron tipe termionik dengan elektroda Pierce [5] , akan tetapi simulasi masih dilakukan dalam dua

Manusia adalah makhluk yang sangat dinamis.Ada banyak perilaku manusia yang bisa diamati, diobservasi dan diprediksi.Salah satunya yaitu perilaku merokok.Seperti halnya

Jika demikian, kita tidak ada pilihan lain kecuali mencoba belajar dan mempraktekkan Strategi Meraih Shalat Khusyu' agar shalat terasa lebih nikmat, dan lebih. memberikan manfaat

Penganiayaan sebagai salah satu bentuk kejahatan merupakan masalah sosial yang sulit dihilangkan dalam masyarakat, salah satu bentuk kepentingan yang menjadi titik awal