UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL PROBLEM SOLVING
Biter Kriswira
Mahasiswa Program studi PGSD, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan – UKSW E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Implementasi Model Pembelajaran Problem Solving dalam Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk meningkatkan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran Problem Solving pada siswa kelas III SD N Salatiga 01 yang berjumlah 43 siswa. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menggunakan model proses siklus (putaran/spiral) yang mengacu pada model PTK Kemmis S, dan Mc. Taggart yang terdiri dari 2 siklus. Hasil penelitian ini ditijau dari ketuntasan hasil belajar matematika siswa menggunakan analisis komparatif. Sebelum tindakan atau pada kondisi pra siklus, dari total jumlah siswa yaitu 43 siswa, yang dinyatakan tuntas mencapai 21 siswa atau sebanyak 49% dan 22 siswa atau sebanyak 51% tidak tuntas. Pada siklus I, terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa yaitu mencapai 33 siswa atau sebanyak 77% siswa yang dinyatakan tuntas dan 10 siswa atau sebanyak 23% tidak tuntas. Pada siklus II, terjadi peningkatan sebesar 40 siswa atau sebesar 93% siswa yang tuntas sedangkan 3 siswa atau sebesar 7% siswa dinyatakan tidak tuntas. Demikian disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa dan layak untuk digunakan.
Kata Kunci: Problem Solving, Hasil Belajar, Matematika.
PENDAHULUAN
Matematika adalah mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut Depdiknas (2006: 390), matematika merupakan suatu ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran yang penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa agar memiliki kemampuan berpikir analitis, logis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Tujuan mata pelajaran matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1) dapat memahami konsep matematika, menjelaskan kaitan antar konsep dan menerapkan konsep/algoritma, secara tepat, akurat, dan efisien, dalam pemecahan masalah; 2) dapat menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) dapat memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;
serta 5) dapat memiliki sikap menghargai kegunaan matematika di dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Oleh karena itu tampaklah bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang ditanamkan dan dikembangkan di sekolah yang harus dimiliki oleh siswa.
Holmes dalam NCTM (1980) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah “jantung” dari matematika (heart of mathematics). Selain itu, Dewi (2009:25) menyatakan bahwa pemecahan masalah matematika memerlukan pengetahuan materi matematika, pengetahuan tentang strategi dalam pemecahan masalah,
pemantauan diri yang efektif, dan suatu sikap produktif untuk menyikapi dan menyelesaikan masalah. Selanjutnya, Charles dan O’Daffer dalam Haryani (2011:2) menyatakan bahwa tujuan diajarkannya pemecahan masalah dalam belajar matematika adalah untuk: 1) mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 2) mengembangkan kemampuan menyeleksi dan menggunakan strategi- strategi penyelesaian masalah; 3) mengembangkan sikap dan keyakinan dalam menyelesaikan masalah; 4) mengembangkan kemampuan siswa menggunakan pengetahuan yang saling berhubungan; 5) mengembangkan kemampuan siswa untuk memonitor dan mengevaluasi pemikirannya sendiri dan hasil pekerjaannya selama menyelesaikan masalah; 6) mengembangkan kemampuan siswa menyelesaikan masalah dalam suasana pembelajaran yang bersifat kooperatif; serta 7) mengembangkan kemampuan siswa menemukan jawaban yang benar pada masalah-masalah yang bervariasi.
Pemecahan masalah dapat dipandang dalam 2 dimensi yakni pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran dan pemecahan masalah sebagai tujuan pembelajaran. Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran mengkondisikan siswa untuk dapat memecahkan permasalahan yang terkait dengan kehidupannya dengan menggunakan caranya sendiri. Hal ini didukung oleh Depdiknas (2003:1) yang mengatakan bahwa menggunakan model Problem Solving dapat memberikan kesempatan pada siswa seluas-luasnya untuk memecahkan masalah matematika dengan strateginya sendiri. Model pembelajaran Problem Solving adalah suatu model pembelajaran yang memusatkan pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan (Pepkin, 2004:1). Hal tersebut sejalan dengan Setiawan dalam Yayan (2008:4) yang mengemukakan bahwa model pembelajaran problem solving adalah suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong peserta didik untuk mencari atau memecahkan suatu masalah
atau persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran.
Model pembelajaran Problem Solving terdiri dari beberapa langkah.
Djamarah, dkk. (2006:92) menyatakan bahwa langkah-lngkah penggunaan Problem Solving antara lain: 1) adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan; 2) masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya dalam mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut misalnya dengan membaca buku- buku, meneliti, bertanya, diskusi, dan lain- lain; 3) menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut; dan 4) menguji kebenaran jawaban sementara tersebut dimana siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok serta; 5) menarik kesimpulan, artinya siswa sampai pada kesimpulan tentang jawaban dari masalah yang diberikan.
Model pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan penelitian Cicik (2011) yang menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model Problem Solving dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian Ulya (2014) yang menyatakan bahwa Model Pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar matematika Kelas V Materi Penggunaan Pecahan dalam Masalah perbandingan dan skala.
Model Problem Solving masih jarang digunakan oleh guru. Berdasarkan wawancara dan pengamatan di SD N Salatiga 01, data awal yang didapatkan dari guru kelas III SD N Salatiga 01 semester 1 Tahun Ajaran 2016/2017, diperoleh keterangan bahwa dari 43 siswa terdapat 21 siswa yang berhasil mencapai KKM, itu berarti 22 siswa belum mencapai KKM, dimana KKM yang ditentukan adalah 70.
Hal ini bermakna bahwa hasil belajar matematika siswa kelas III SD N Salatiga 01 semester 1 Tahun Ajaran 2016/2017 belum mencapai hasil yang maksimal.
Melalui model pembelajaran Problem Solving ini diharapkan peserta didik dapat tertarik, aktif, dan lebih berani untuk
mengemukakan pendapat atau ide pada proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan keterampilan dalam komunikasi serta pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika.
Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk meningkatkan Hasil belajar matematika pada siswa kelas III SD N Salatiga 01 Semester 2 Tahun Pelajaran 2016/2017.
KAJIAN PUSTAKA
Hasil belajar merupakan hal yang dipandang dari dua sisi, yaitu hasil dari interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak belajar, menurut Damyanti dan Mudjiono (2006).
Suryabrata (Keke T. Aritonang 2008:14) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi tiga, yaitu: faktor dari dalam, faktor dari luar, dan faktor instrumen.
Faktor dari dalam yaitu faktor- faktor yang dapat mempengaruhi belajar yang berasal dari siswa yang sedang belajar. Faktor-faktor ini diantaranya adalah: (1) Minat individu merupakan ketertarikan individu terhadap sesuatu.
Minat belajar siswa yang tinggi menyebabkan belajar lebih mudah dan cepat, (2) Motivasi belajar antara siswa yang satu dengan dengan siswa yang lainnya tidaklah sama. Motivasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain cita-cita siswa, kemampuan belajar siswa, kondisi siswa, kondisi lingkungan, unsur-unsur dinamis dalam belajar, dan upaya guru membelajarkan siswa.
Faktor dari luar yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar siswa yang mempengaruhi proses dan hasil belajar.
Faktor-faktor ini diantaranya adalah lingkungan sosial. Yang dimaksud dengan lingkungan sosial di sini yaitu manusia atau sesame manusia, baik manusia itu hadir ataupun tidak langsung hadir. Kehadiran
orang lain pada waktu sedang belajar, sering menganggu aktivitas belajar. Salah satu dari lingkungan sosial tersebut yaitu lingkungan siswa di sekolah yang terdiri dari teman sebaya, teman lain kelas, guru, kepala sekolah serta karyawan lainnya yang juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar individu.
Faktor instrumennya yaitu faktor yang berhubungan dengan perangkat pembelajaran seperti kurikulum, struktur program, sarana dan prasarana pembelajaran (media pembelajaran), serta guru sebagai perancang pembelajaran.
Dalam penggunaan perangkat pembelajaran tersebut harus dirancang oleh guru sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Tujuan hasil belajar menurut Syah M. (2010:140) antara lain: (1) Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu, (2) Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seseorang siswa dalam kelompok kelasnya, (3) Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan oleh siswa dalam belajar, (4) Untuk mengetahui segala upaya siswa dalam mendayagunakan kapasitas kognitifnya untuk keperluan belajar, (5) Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna pendekatan mengajar yang telah digunakan guru dalam proses belajar mengajar (PBM).
Hasil belajar matematika merupakan hasil akhir yang dicapai siswa setelah mengalami proses belajar matematika yang tampak dalam perbuatan yang dapat diamati dan dapat diukur. Hasil belajar digunakan oleh guru sebagai ukuran atau kriteria pencapaian tujuan pembelajaran. Menurut Suwarsini (2013:3).
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya hasil belajar merupakan hal yang penting dalam pembelajaran, dikatakan penting karena digunakan dalam mengukur tingkat kemampuan siswa dalam proses pembelajaran, yang mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Begitu pula hasil belajar matematika digunakan oleh guru sebagai ukuran atau kriteria pencapaian tujuan pembelajaran matematika.
Dalam proses pembelajaran perlu dikembangkan suatu model pembelajaran, agar proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran.
Menurut Abdullah, R.S (2013:89) model pembelajaran merupakan kerangka konseptual berupa pola prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar.
Suatu pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara menalar, aktif, dan kritis dalam mata pelajaran matematika adalah model pembelajaran Problem Solving.
Menurut Gulo (2006:111) model pembelajaran Problem Solving merupakan model pembelajaran yang mengajarkan penyelesaian masalah dengan memberi penekanan pada terselesaikannya suatu masalah secara menalar. Hsio dan Chang ( 2003:391) juga mengatakan bahwa Problem Solving merupakan suatu model pembelajaran yang menyediakan suatu kondisi tambahan untuk melatih kemampuan berpikir individual siswa, kemampuan menemukan fakta, dan sikap ilmiah.
Beberapa ciri model pembelajaran Problem Solving menurut Madusari., dkk.
(2009) yaitu: (1) Siswa bekerja secara individu atau bekerja dalam kelompok kecil, (2) Pembelajaran ditekankan kepada materi pelajaran yang mendukung persoalan-persoalan untuk dipecahkan dan lebih disukai persoalan yang banyak kemungkinan cara pemecahannya, (3) Siswa menggunakan banyak pendekatan dalam belajar, (4) Hasil dari pemecahan masalah adalah tukar pendapat (sharing) diantara semua siswa.
Adapun karakteristik Problem Solving menurut Taplin (Sumardyono, 2007) antara lain: (1) Adanya interaksi antar siswa dan interaksi guru dan siswa, (2) Adanya dialog matematis dan konsesus antar siswa, (3) Guru menyediakan informasi yang cukup mengenai masalah, dan siswa mengklarifikasi, menginterprestasi, dan mencoba mengkonstruksi penyelesaian, (4) Guru
menerima jawaban ya atau tidak bukan untuk mengevaluasi, (5) Guru membimbing, melatih, dan menanyakan pertanyaan tentang wawasan dan berbagai proses pemecahan masalah, (6) Sebaiknya guru mengetahui kapan ikut campur dan kapan mundur membiarkan siswa menggunakan caranya sendiri, (7) Problem Solving dapat menggiatkan siswa untuk melakukan generalisasi aturan konsep, sebuah proses sentral dalam matematika.
Problem Solving merupakan topik utama dalam pembelajaran matematika, dan melatih siswa untuk berpikir merupakan hal yang sangat penting bagi seorang guru, Mbulu (201:55) mengatakan bahwa dalam pelaksanaan pemecahan masalah, guru hendaknya membimbing siswa melalui beberapa tahapan yaitu : (1) Siswa dibimbing oleh guru dalam memilih dan merumuskan masalah, (2) Siswa menyadari mengapa permasalahan tersebut dipilihnya.
Merupakan suatu masalah dan bagaimana alternative pemecahannya, (3) Guru membimbing siswa dalam merumuskan hipotesis selanjutnya melaksanakan pengumpulan data, (4) Siswa menarik kesimpulan dari data yang diperoleh.
Dari uraian pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa Problem Solving merupakan model pembelajaran yang memberi penekanan kepada siswa agar dapat menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran dan terampil dalam memecahkan masalah matematika. Selain itu Problem Solving dalam pembelajaran matematika merupakan suatu pendekatan yang sistematis, artinya setiap langkah penyelesaian masalah dilakukan secara runtut. Masalah yang diberikan bersumber dari informasi yang disediakan oleh guru.
Dalam pembelajaran, mengetahui proses berpikir siswa dalam penyelesaian soal matematika sebenarnya sangat penting bagi guru, seorang guru juga harus memperhatikan apa yang dimaksud dengan pemecahan masalah, bagaimana membimbing siswa dalam pemecahan
masalah, serta bagaimana
menyampaikannya pada siswa.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Penelitian ini merupakan kolaborasi antara peneliti dan guru kelas III. Model proses yang digunakan dalam PTK ini adalah Model Proses Siklus (Putaran/Spiral) yang mengacu pada model PTK Kemmis S, dan Mc. Taggart. Adapun rancangan siklus penelitian memiliki tiga tahapan kegiatan pada setiap siklusnya, yaitu (1) membuat rencana tindakan (planning); (2) melaksanakan tindakan (action) dan mengadakan pemantauan/observasi (observation), serta (3) memberikan refleksi dan evaluasi untuk memperoleh sejauh mana pencapaian hasil yang diharapkan kemudian direvisi untuk melaksanakan tindakan pada siklus berikutnya.
Penelitian ini dilakukan di kelas III SD N Salatiga 01, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga Semester 2 Tahun Pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 43 siswa.
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan selama tiga sampai empat bulan yaitu dari bulan Januari sampai April semester 2 Tahun Pelajaran 2016/2017. Pada bulan Jaruari sampai Maret peneliti melakukan persiapan. Bulan Maret peneliti mulai melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan siklus I dan siklus II. Mulai bulan April peneliti membuat laporan hasil penelitian. Data dalam penelitian ini berupa data kulitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa lembar observasi guru dan lembar observasi siswa menggunakan model Problem Solving, data kuantitatif berupa tes hasil belajar siswa.
Untuk memperoleh data yang digunakan dalam penelitian ini, maka ditentukan teknik pengumpulan data yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti, yaitu pengumpulan data hasil belajar dan model Problem Solving. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi: (1) Tes. Tes yang digunakan adalah tes hasil belajar. Tes hasil belajar merupakan tes penguasaan karena mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan oleh guru. Tes tersebut digunakan untuk mengukur aspek kognitif. Alat yang digunakan berupa soal tes yang sesuai dengan materi
pembelajaran, (2) Observasi. Menurut Arikunto (2010: 272), observasi dilakukan untuk menilai jalannya pembelajaran sehingga hasil penilaian yang diperoleh dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menyimpulkan hasil pembelajaran tersebut.
Sugiyono (2010: 203) juga berpendapat bahwa observasi dilakukan guna memberikan penilaian yang berkenaan dengan tingkah laku manusia, proses kerja, dan gejala-gejala alam, namun Sugiyono menambahkan observasi ini dapat dilakukan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Observasi pada penelitian ini dilakukan untuk mengamati tindakan guru dalam mererapkan model Problem solving dan respon siswa dalam menerima pembelajaran. Sebagai pengamat dalam kegiatan observasi ini adalah guru kolabolator. Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan pelaksanaan tindakan itu berlangsung. Observasi dilakukan di kelas III SD N Salatiga 01 semester 2 Tahun Ajaran 2016/2017. Adapun penilaian yang diberikan dalam observasi yang akan digunakan yaitu dengan skala Likert.
Sugiyono (2010: 134-135) mengemukakan bahwa skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang terhadap keadaan tertentu.
Keadaan ini dapat diartikan sebagai proses pembelajaran, bahwa penilaian yang diberikan berfokus pada aspek dalam pembelajaran. Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel.
Kemudian instrumen tersebut dijadikan titik tolak dalam menyusun item-item instrumen. Item-item tersebut dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka tiap butir jawaban dapat diberi skor sebagai berikut: dengan kriteria Sangat Baik diberi skor = 4, kriteria Baik diberi skor =3, kriteria Cukup diberi skor = 2, dan kriteria Kurang diberi skor = 1. (3) Dokumentasi.
Dokumentasi dalam penelitian ini meliputi foto-foto dalam berlangsungnya kegiatan pembelajaran siklus I serta siklus II sebagai bukti bahwa peneliti sudah melakukan penelitian. Dari data tersebut akan diketahui proses-proses yang telah dilakukan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan model Problem Solving dan respon siswa dalam menerima pembelajaran.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis uji ketuntasan dan analisis deskriptif komparatif. Analisis uji ketuntasan adalah analisis membandingkan skor yang diperoleh dengan KKM. Analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan nilai tes sebelum perbaikan dengan nilai tes antar siklus. Data kuantitatif yaitu berupa angka- angka dan deskriptif kualitatif yaitu berupa kata-kata atau penjelasan. Kemudian hasilnya dianalisis dengan deskriptif komparatif, yaitu membandingkan nilai sebelum tindakan (pra siklus), siklus I dan siklus II. Kemudian membuat kesimpulan berdasarkan hasil deskripsi data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis data yaitu menyajikan analisis data penelitian. Berikut diuraikan analisis ketuntasan hasil belajar matematika pada siklus I dan siklus II. Kemudian dilanjutkan dengan analisis deskriptif hasil belajar matematika siswa kelas III SD N Salatiga 01 Semester 2 Tahun Ajaran 2016/2017. Memperhatikan KKM = 70, maka hasil tes yang telah diperoleh pada siklus I dapat di analisis. Berikut disajikan analisis hasil tes pada tindakan siklus I.
Baik siswa yang mendapat nilai di bawah KKM dengan kategori tidak tuntas maupun diatas KKM dengan kategori tuntas disajikan dalam tabel 1 berikut:
Tabel 1. Analisis Ketuntasan Hasil Belajar Matematika Siklus I Siswa Kelas III SD N Salatiga 01 Semester 2 Tahun Pelajaran 2016/2017.
Keterangan
Siklus I Jumlah
Siswa
Presentase
Tuntas 33 77%
Tidak Tuntas 10 23%
Total 43 100%
Rata-rata 74
Nilai Tertinggi 90 Nilai Terendah 60
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa setelah diterapkan model pembelajaran Problem Solving, siswa yang memperoleh nilai diatas KKM dengan
kategori tuntas sebanyak 33 siswa dengan presentase 77% sedangkan 10 siswa lainnya dengan presentase 23% berada di bawah KKM dengan kategori tidak tuntas. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 90 dan terendah 60 dengan rata-rata 74. Kemudian data pada siklus II yang telah diperoleh dapat di analisis dengan membandingkan nilai tes hasil belajar. Berikut disajikan analisis nilai tes hasil belajar pada tabel 2 dibawah ini:
Tabel 2. Analisis Ketuntasan Hasil Belajar Matematika Siklus II Siswa
Kelas III
SD N Salatiga 01 Semester 2 Tahun Pelajaran 2016/2017
Keterangan
Siklus II Jumlah
Siswa
Persentase
Tuntas 40 93%
Tidak Tuntas 3 7%
Total 43 100%
Rata-rata 77
Nilai Tertinggi 95
Nilai Terendah 60
Berdasarkan tabel 2, analisis ketuntasan hasil belajar matematika siswa kelas III SD N Salatiga 01 Tahun Ajaran 2016/2017 pada siklus II, dapat diketahui bahwa setelah diterapkan model pembelajaran Problem Solving, siswa yang memperoleh nilai diatas KKM dengan kategori tuntas sebanyak 40 siswa dengan presentase 93% sedangkan 3 siswa lainnya dengan presentase 7% berada di bawah KKM dengan kategori tidak tuntas. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 95 dan terendah 60 dengan rata-rata 77.
Berikut dijabarkan perbandingan ketuntasan hasil belajarpra siklus, siklus I, dan siklus II. Setelah dilakukan analisis komparatif diketahui bahwa terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar baik pada kondisi pra siklus, siklus I, dan siklus II dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini:
Gambar 1. Diagram Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar siswa Kelas III
SD N Salatiga 01 Semester 2 Tahun Pelajaran 2016/2017 Pada Pra Siklus,
Siklus I, dan Siklus II
Berdasarkan gambar 1 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar, pada kondisi awal jumlah siswa yang tidak tuntas mencapai 51% sedangkan siswa yang tuntas mencapai 49%. Kondisi tersebut berubah setelah diberikan tindakan siklus I dan siklus II.
ketuntasan belajar pada siklus I yakni mencapai 77% dan yang dinyatakan tidak tuntas mencapai 23%. Peningkatan terus, terjadi, pada siklus II yakni jumlah siswa yang tuntas mencapai 93% sedangkan yang tidak tuntas mencapai 7%. Meskipun masih terdapat siswa yang belum tuntas, namun penerapan model pembelajaran Problem Solving pada pelajaran matematika telah berhasil dilaksanakan karena ketuntasan pada siklus II telah mencapai indikator yang ditentukan yakni 85% siswa yang tuntas belajarnya. Demikian hasil ini dapat disimpulkan, bahwa penerapan model pembelajaran Problem Solving pada pelajaran matematika berhasil meningkatkan hasil belajar siswa kelas III SD N Salatiga 01 semester 2 Tahun Ajaran 2016/2017.
Hasil analisis komparatif menunjukkan terjadi peningkatan terhadap ketuntasan belajar siswa mulai dari kondisi pra siklus hingga siklus II. sebelum tindakan atau pada kondisi pra siklus, dari total jumlah siswa yaitu 43 siswa, yang dinyatakan tuntas mencapai 21 siswa atau sebanyak 49% dan siswa yang tidak tuntas
Pra Siklus
Siklus I
Siklus II Tuntas 49% 77% 93%
Tidak
Tuntas 51% 23% 7%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Frekuensi
mencapai 22 siswa atau sebanyak 51%.
Kondisi ketuntasan ini berubah setelah diberikan tindakan dalam penerapan model Problem Solving pada pelajaran matematika siklus I. pada siklus I, terjadi peningkatan ketuntasan belajar siswa yaitu mencapai 33 siswa atau sebanyak 77% siswa yang dinyatakan tuntas dan siswa yang tidak tuntas mencapai 10 siswa atau sebanyak 23%. Meskipun terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I, namun hasil tersebut belum dapat dikatakan berhasil karena ketuntasan pasa siklus I masih berada dibawah indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu 85%
siswa yang mendapat nilai diatas KKM (KKM ≥ 70) sehingga diperlukan tindakan pada siklus II.
Hasil observasi pada siklus I menunjukkan bahwa proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik, meskipun ada beberapa langkah pembelajaran yang belum optimal, suasana kelas masih terlihat ramai dan beberapa siswa masih terlihat pasif, solusi dari permasalahan tersebut adalah guru perlu menegur dan memberikan motivasi serta mengingatkan siswa agar dapat memperhatikan pembelajaran dan aktif dalam proses pembelajaran, hal tersebut terbukti pada siklus II bahwa guru telah dapat melaksanakan pembelajaran Problem Solving dengan baik, selain itu ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan.
Kondisi pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan yakni 40 siswa atau sebesar 93%, jika dibandingkan pada kondisi awal peningkatan ketuntasan belajar yakni 33 siswa atau sebesar 77%
(Kondisi siklus I) menjadi 40 siswa atau sebesar 93% (Kondisi siklus II).
KESIMPULAN
Berdasarkan Hasil dan Pembahasan, demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas III SD N Salatiga 01 semester 2 Tahun Pelajaran 2016/2017.
Saran merupakan rujukan kepada siapa hasil penelitian ini disampaikan.
Berdasarkan maanfaat penelitian, maka saran ini ditunjukkan kepada :
1. Siswa. Berdasarkan hasil penelitian, maka penelitian ini disarankan kepada siswa agar turut aktif pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan jumlah ketuntasan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika.
2. Guru. Memaksimalkan pembelajaran dengan memperhatikan situasi kelas, karakteristik siswa, dan kebutuhan siswa dalam pembelajaran, serta dapat menerapkan model pembelajaran Problem Solving dalam pelajaran matematika pada materi berikutnya.
3. Sekolah. Saran bagi kepala sekolah selaku pemimpin di sekolah diharapkan dapat memberikan dorongan dan mengarahkan, serta memotivasi guru dalam melilih model pembelajaran untuk perbaikan pembelajaran terkait penerapan model Problem Solving pada pelajaran disekolah khususnya pelajaran matematika.
4. Penelitian selanjutnya. Bagi peneliti yang akan melaksanakan penelitian yang sama dengan penelitian ini, disarankan agar pengarahan siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran lebih diperhatikan. Memperhatikan karakteristik dan kondisi siswa pada saat penelitian dimaksudkan agar siswa tidak merasa bingung saat pembelajaran berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, R.S. 2013. Inovasi Pembelajaran. Cetakan.I. Jakarta:
Bumi Aksara
Adi Prabowo. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Ditinjau Dari Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis.
https://drive.google.com/file/d/0B- k3cSUkM3IyS2tMOXR4MW1Qb3 M/view. Diakses pada 8 Maret 2017.
Ahmad Firdaus. 2009. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika.
http://madfirdaus.wordpress.com/2 009/11/23/kemampuan-
pemecahanmasalah-matematika.
Diakses pada 8 Maret 2017.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara
---. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta:
Rineka Cipta.
Cicik Sri Wahyuni, M.Pd. 2011. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Model Pembelajaran Problem Solving Pada Materi Luas Dan Volume Bangun Ruang Sisi Lengkung Kelas IX D Di SMP
Negeri 33
Semarang.https://www.dropbox.co m/s/juogqarlgjrjz28/jppendidikandd 110086.pdf?dl=0. Diakses pada 15 Februari 2017.
Depdiknas. 2003. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta
---. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dewi, I. 2009. Profil Komunikasi Mahasiswa Matematika Calon Guru Ditinjau dari Perbedaan Jenis Kelamin. Disertasi. Surabaya:
PPS UNESA
Djamarah dan Zain. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Haryani, Desti. 2011. Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan
Masalah untuk
Menumbuhkembangkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.
Prosiding Seminar Nasional Universitas Negeri Yogyakarta.
Keke T. Aritonang. 2008. Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar siswa.
http://s3.amazonaws.com/academia .edu.documents/35904799/Hal._11- 21_Minat_dan_motivasi_belajar.pd
f?AWSAccessKeyId=AKIAIWOW YYGZ2Y53UL3A&Expires=1489 147115&Signature=pQDutnBV1R dTw0vTMLeMCKqrI2Y%3D&res ponse-content-
disposition=inline%3B%20filenam e%3DMinat_dan_Motivasi_dalam_
Meningkatkan_Ha.pdf. Diakses pada 10 Maret 2017.
NCTM. 1980. Problem Solving in School Mathematics. Yearbook: NCTM Inc.
Prof. Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd., dkk.
2011. Menjadi Peneliti PTK yang Profesional. Jakarta: Bumi Aksara.
Prof. Dr. Rochiati Wiriaatmadja. 2010.
Metode Penelitian Tindakan Kelas.
Cetakan 9. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
PT. Suwarniti., dkk. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Realistik terhadap Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Matematika kelas V SD di Gugus III Kecamatan Banjar.
https://drive.google.com/file/d/0B- k3cSUkM3IydWJySTc0akdHRFE/
view. Diakses pada 10 Maret 2017.
Slameto. 2015. Metodologi Penelitian &
Inovasi Pendidikan. Salatiga: Satya Wacana University Press.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.
---, 2010. Statistika Untuk Penelitian, Cetakan Ketujuh. Bandung: CV.
Alfabeta.
Syah, M. (2010). Psikologi Pendidikan.
Cetakan. 16. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yani Ramdani. 2006. Kajian Pemahaman Matematika Melalui Etika Pemodelan Matematika.
https://www.dropbox.com/s/h6aod8 14zfkiyxe/jpsosiologidd060005.pdf
?dl=0. Diakses pada 8 Februari 2017.
Yayan Eryk Setiawan. 2008. Analisis Pembelajaran Problem Solving Dalam Meningkatkan Literasi
Matematika Siswa.
https://www.academia.edu/990102 8/Analisis_Pembelajaran_Problem_
Solving_Dalam_Meningkatkan_Lit erasi_Matematika_Siswa. Diakses pada 24 Februari 2017.