• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBERDAYAAAN PENGUSAHA ALAS KAKI DI KECAMATAN PRAJURIT KULON KOTA MOJOKERTO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBERDAYAAAN PENGUSAHA ALAS KAKI DI KECAMATAN PRAJURIT KULON KOTA MOJOKERTO."

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

CAHAYA WULAN AGUSTINA

NPM : 0841010029

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

SURABAYA

(2)

iv

berkat, dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“UPAYA DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

DALAM PEMBERDAYAAAN PENGUSAHA UKM ALAS KAKI DI

KECAMATAN PRAJ URIT KULON KOTA MOJ OKERTO”.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kurikulum Program

Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

Bapak Drs. Pudjo Adi, Msi selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan

waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis. Dan

penulis juga banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik itu berupa moril,

spiritual maupun materiil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1.

Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2.

Bapak DR. Lukman Arif, M.Si, Kepala Program Studi Ilmu Administrasi Negara,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional

(3)

4.

Ibu Dra. Susi Hardjati, MAP, Ibu Dra. Ertien Rining N, M.Si, dan Bapak drs.

Hartono Hidayat, M.Si selaku tim penguji proposal yang telah menyempurnakan

dalam penelitian ini.

5.

Bapak Djoni Julianto selaku Sekertaris Dinas Koperasi Perindustrian dan

Perdagangan Kota Mojokerto.

6.

Bapak Emru Suhadak selaku Ketua Pengurusan KOMPAK Kota Mojokerto.

7.

Orang tua saya yang memberikan doa dan kasih sayang selalu.

8.

Teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

9.

Pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan. Akhir kata

semoga dengan skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan khususnya bagi

penulis dan bagi fakultas pada umumnya serta para pembaca.

Surabaya, Mei 2012

(4)

HALAMAN PERSETUJ UAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

KATA PENGANTAR ………...………... iv

DAFTAR ISI………..……….. vi

DAFTAR TABEL………...………...………... ix

DAFTAR GAMBAR ………..………..…... x

ABSTRAKSI... xi

BAB I PENDAHULUAN………...…….. 1

1.1. Latar Belakang……….... 1

1.2. Perumusan Masalah………... 12

1.3. Tujuan Penelitian………..………... 12

1.4. Manfaat Penelitian…………..……….. 13

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA ………...………….... 14

2.1. Penelitian Terdahulu………... 14

2.2. Landasan Teori...………... 17

2.2.1. Pengertian Pemberdayaan...………...……….…... 17

2.2.2. Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah... 33

2.2.3. Pengertian Pelatihan ... 41

2.2.4. Sumber Daya Manusia... 46

2.2.5. Pemasaran... 48

2.2.6. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah... 50

2.3. Kerangka Berpikir ... 57

BAB III METODE PENELITIAN ...……..………...…... 58

3.1. Jenis Penelitian….………..…....……... 58

(5)

3.7. Keabsahan Data...………..…..………... 68

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 71

4.1. Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto... 71

4.1.1. Sejarah Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto ... 71

4.1.2 Visi Misi dan Tujuan ... 73

4.1.2.1. Visi... 73

4.1.2.2. Misi... 73

4.1.2.3. Tujuan... 73

4.1.3. Struktur Organisasi Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto... 74

4.1.4. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto... 76

4.1.5. Karakteristik Jumlah Pegawai Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto... 89

4.1.6. Sarana dan Prasarana Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto... 90

4.1.7. Gambaran Umum KOMPAK... 91

4.1.7.1. Perkembangan Sentra UKM Alas Kaki... 93

4.2. Hasil Penelitian... 96

1. Produksi dan Pengolahan... 98

2. Pemasaran... 116

3. Sumber Daya Manusia... 132

4. Permodalan... 143

(6)

DAFTAR PUSTAKA

(7)

MOJ OKERTO.

Penelitian ini didasarkan pada fenomena yang terjadi yaitu keberadaan UKM alas kaki di Kota Mojokerto yang menjadi produk unggulan Kota Mojokerto dan penyumbang dana PDRB terbesar di Kota Mojokerto maka perlu dilestarikan dan dikembangkan. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana upaya Dinas Koperasi, Perindustrian Dan Perdagangan Kota Mojokerto dalam memberdayakan pengusaha UKM alas kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto untuk meningkatkan keberdayaan usaha agar lebih berkembang dan mensejahterakan masyarakatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan upaya yang dilakukan Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto dalam pemberdayaan Pengusaha Alas Kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto dan untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi oleh Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto dalam upaya memberdayakan pengusaha alas kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan fokus penelitian: produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, dan permodalan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dengan key person dan informan serta dokumentasi dari arsip Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto.

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi Kota Mojokerto merupakan bagian integral

dari upaya pembangunan nasional yang harus dilaksanakan dan diselaraskan

secara terpadu antara sektor yang satu dengan sektor lain. Pembangunan

ekonomi Kota Mojokerto mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) Daerah Propinsi Jawa Timur Tahun 2010, diantaranya

dengan menempatkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada

posisi yang strategis untuk mempercepat perubahan struktural dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, serta sebagai wadah kegiatan usaha

bersama bagi produsen maupun konsumen.

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah merupakan salah satu hal yang

telah dikembangkan oleh pemerintah sebagai penunjang pembangunan

ekonomi nasional, didukung oleh dunia usaha untuk meningkatkan kekuatan

ekonomi bangsa dan negara yang mengalami krisis ekonomi sampai saat ini.

Kini, tantangan ekonomi nasional semakin berat dengan datangnya

globalisasi ekonomi yang menuntut kebebasan pasar dalam setiap produk

negara maju pada pasar-pasar negara berkembang (developing countries).

Kedatangan pasar bebas tidak dapat terhindarkan lagi bagi pengusaha untuk

bersaing secara jujur di pasar nasional. Padahal, pasar nasional turut dipenuhi

oleh produk lokal dari usaha-usaha kecil yang masih perlu dilindungi dan

(9)

Pada Peraturan Daerah Kota Mojokerto Nomor 7 Tahun 2009 tentang

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dijelaskan bahwa :

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau

badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria memiliki kekayaan

bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan

tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang

dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak

langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi

kriteria memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga

ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00

(dua milyar lima ratus juta rupiah).

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung

(10)

atau hasil penjualan tahunan yakni dengan kriteria memiliki kekayaan

bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai

dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah)

tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil

penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima

puluh milyar rupiah).

Menurut Peraturan Daerah Kota Mojokerto Nomor 7 Tahun 2009

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah bertujuan untuk menumbuhkan dan

mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional

berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. UMKM diberdayakan

dengan tujuan mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang,

berkembang dan berkeadilan, menumbuhkan dan mengembangkan

kemampuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi usaha yang tangguh

dan mandiri, serta meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan

pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Maka dengan adanya peraturan daerah ini telah jelas bahwa UMKM diatur

dalam peraturan pemerintah untuk ditumbuh kembangkan serta diberdayakan

agar turut meningkatkan perekonomian serta kesejahteraan masyarakat

Indonesia.

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan basis

(11)

UMKM semakin tinggi dikarenakan banyak karyawan dari perusahaan besar

yang menutup usahanya ketika badai krisis terjadi, mulai mengambil langkah

untuk berwirausaha serta terjadi transformasi status dari pegawai menjadi

wirausahawan UMKM. Hal ini membuktikan bahwa UMKM memiliki

kemampuan bertahan dengan usahanya ditengah krisis ekonomi yang terjadi

dibandingkan dengan perusahaan berskala besar. Dengan kata lain, peran

keberadaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam

perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari : (1) kedudukannya

sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, (2)

penyedia lapangan kerja yang terbesar, (3) pemain penting dalam

pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, (4)

pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta (5) sumbangannya dalam

menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor.

Menurut Deputi Bidang Statistik Produksi BPS Subagio

Dwijosumono, kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional telah

melebihi separuh dari PDRB. Data BPS menunjukkan pada 2009, komposisi

PDRB nasional tersusun dari UKM sebesar 53,32%, kemudian usaha besar

41,00%, dan sektor pemerintah 5,68%. Sebagai perbandingan, survei oleh

Citibank mendapatkan angka kontribusi sektor UMKM terhadap PDRB 2009

mencapai 55,56%. Riset Citibank selama periode 2005-2009 juga

menunjukkan jumlah unit UMKM mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar

8,16% per tahun. Estimasi pertumbuhan pelaku usaha tersebut mencerminkan

bahwa setiap pertumbuhan 1% PDRB akan menciptakan 42.797 pelaku usaha

(12)

(http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=

487:bps-tambah-surveiukm-mulai-2011&catid=50:bind-berita&Itemid=97).

Melihat peran sektor usaha kecil dan menengah (UKM) menjadi

sektor terbesar dalam PDRB Kota Mojokerto, maka kontribusi UKM yang

merupakan usaha industri kecil sangat besar untuk peningkatan perekonomian

Kota Mojokerto sendiri. Beragam jenis produk UKM yang dimiliki oleh Kota

Mojokerto, begitu pula dengan pelaku usahanya yang terbesar di beberapa

wilayah. Berikut daftar UKM yang tersebar di beberapa wilayah di Kota

(13)

Tabel. 1

Daftar UMKM Kota Mojoker to 2011

WILAYAH J ENIS

Kel. Prajurit Kulon - Miniatur Kapal 4

- Alas Kaki 4

Jumlah UKM Alas Kaki Kecamatan Prajurit Kulon 62

(14)

Berdasar data pada tabel di atas, dengan melihat berbagai jenis usaha

di dua kecamatan yaitu, Kecamatan Magersari dan Kecamatan Prajurit Kulon

di Kota Mojokerto, jenis usaha yang paling dominan adalah usaha alas kaki

yakni sebanyak 69 pengusaha alas kaki yang berada di delapan kelurahan

yaitu Kelurahan Wates, Mentikan, Blooto, Prajurit Kulon, Kranggan,

Pulorejo, Miji, dan Surodinawan. Namun di Kecamatan Magersari hanya

terdapat satu kelurahan yang terdapat usaha alas kaki yaitu Kelurahan Wates

dengan sebanyak 7 pengusaha alas kaki. Dan ada satu kecamatan yang paling

dominan dengan usaha alas kaki adalah di Kecamatan Prajurit Kulon. Dari ke

tujuh kelurahan di Kecamatan Prajurit Kulon tercatat bahwa setiap kelurahan

mempunyai usaha alas kaki yakni sebesar 62 pengusaha alas kaki yang

terdapat di Kecamatan Prajurit Kulon.

Dengan melihat keberadaan UMKM di Kota Mojokerto terutama pada

pengusaha alas kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto ini dalam

kancah perekonomian nasional peranannya cukup dominan dan strategis,

mengingat dari pengusaha alas kaki ini telah banyak menyerap tenaga kerja

dan telah memberikan andil bagi Kota Mojokerto terhadap pertumbuhan

ekonominya. Namun demikian bukan berarti bahwa pengusaha alas kaki

sudah tidak perlu lagi mendapatkan perhatian, mengingat UMKM alas kaki

adalah UMKM yang paling dominan di Kota Mojokerto sangat

mempengaruhi tingkat pertumbuhan perekonomian lokal dengan berhasil

menambah PDRB Kota Mojokerto dan juga mampu menyerap tenaga kerja

serta mampu meningkatkan pendapatan masyarakatnya, oleh karena itu maka

(15)

alas kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto dengan melakukan

intervensi yang dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan sosial, individu

maupun kelompok.

Sedemikian pentingnya arti UMKM dalam pembangunan ekonomi di

Kota Mojokerto, seperti apa yang telah tertuliskan diatas sehingga UMKM

sangat perlu untuk diberdayakan oleh pemerintah. Tidak hanya pemerintah

pusat, tapi juga pada pemerintah daerah diharapkan dapat memberdayakan

UKMM. Seperti pada Pemerintah Kota Mojokerto salah satunya yakni oleh

Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan demi untuk pemberdayaan

UMKM khususnya pada UMKM alas kaki yang tergabung dalam KOMPAK

(Komite Pengusaha Alas Kaki) pada daerah yang terdiri atas tujuh kelurahan

di Kecamatan Prajurit Kulon ini berupaya mengoptimalkan pemberdayaan

sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) pada pengusaha alas kaki.

Dalam pemberdayaan pengusaha alas kaki yang dilakukan oleh

Pemerintah Kota Mojokerto harus lebih diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun, disadari

pula bahwa pengembangan usaha kecil yang terjadi pada pengusaha alas kaki

di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto ini menghadapi beberapa

kendala seperti tingkat kemampuan, keterampilan, keahlian, manajemen

sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Secara lebih

spesifik, masalah yang dihadapi pengusaha kecil adalah: Pertama, kelemahan

dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua,

kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh

(16)

organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan

jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi

pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan

yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang dilakukan masih kurang

terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap

usaha kecil.

Menurut Siahaan, Rambe dan Mahidin (2006: 11), pemberdayaan

dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan seseorang

atau kelompok sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya

sebagaimana tuntutan kinerja tugas tersebut. Pemberdayaan merupakan

proses yang dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti pemberian

wewenang, meningkatkan partisipasi, memberikan kepercayaan sehingga

setiap orang atau kelompok dapat memahami apa yang akan dikerjakannya,

yang pada akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan pencapaian tujuan

secara efektif dan efisien. Didalam melakukan pemberdayaan keterlibatan

pihak yang diberdayakan yang akan diberdayakan sangatlah penting sehingga

tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara maksimal. Program yang

mengikutsertakan masyarakat, memiliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan

tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan

serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan (empowering)

pihak yang diberdayakan dengan pengalaman merancang, melaksanakan, dan

mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi

(17)

Konsep pemberdayaan yang dilakukan adalah bertujuan pada

pemberdayaan bidang ekonomi dan bidang sosial, dengan maksud agar

kelompok sasaran dapat mengelola usahanya, kemudian memasarkan dan

membentuk siklus pemasaran yang relatif stabil dan agar kelompok sasaran

dapat menjalankan fungsi sosialnya kembali sesuai dengan peran dan tugas

sosialnya, (Rukminto, 2008:78). Pemberdayaan yang didasari dengan model

pengembangan masyarakat lokal dan melihat sumber daya manusianya yang

dilakukan dengan perubahan masyarakat dan pihak lain (diluar sistem

sosialnya) untuk meningkatkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya, dan

meningkatkan integritas masyarakat ke dalam suatu pola dan tatanan

kehidupan yang lebih baik, mengembangkan dan meningkatkan kemandirian

dan kepedulian masyarakat dalam memahami dan mengatasi masalah dalam

kehidupannya, serta mengembangkan fasilitas dan teknologi sebagai langkah

meningkatkan daya inisiatif, pelayanan masyarakat dan sebagainya.

(Rothman, 1995:27:34).

Menurut Peraturan Daerah Kota Mojokerto Nomor 7 Tahun 2009,

pemberdayaan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang dilakukan

oleh Pemerintah Kota dapat dilakukan dalam bentuk :

a. Bantuan modal;

b. Pembinaan manajemen;

c. Bimbingan teknis;

d. Pendidikan dan pelatihan;

e. Pemasaran produk;

(18)

g. Sertifikasi penduduk;

h. Ekspor-impor;

i. Perpajakan; dan

j. Fasilitasi dan pembinaan di bidang hak atas kekayaan intelektual.

Dalam pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,

Pemerintah Kota juga memfasilitasi dalam bidang produksi dan pengolahan,

pemasaran, sumber daya manusia, dan desain dan teknologi.

Berbicara mengenai upaya pemerintah dalam pemberdayaan UMKM

dijelaskan bahwa sesuai dengan Surat Keputusan Pengguna Anggaran Nomor

188.4/46/417.305/2011 yang terkait dengan program pemberdayaan UMKM

yakni Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto.

Sehingga dalam penelitian ini diperlukan adanya model sinergitas/koordinasi

antar lembaga maupun instansi pembina UMKM agar pemberdayaan lebih

terarah, berkesinambungan dan terukur. Oleh karena itu dalam penelitian ini

penulis akan lebih memfokuskan pada salah satu instansi terkait yakni Dinas

Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto yang terkait dalam

upaya Pemerintah Kota dalam memberdayakan pengusaha UKM alas kaki di

Kecamatan Prajurit Kulon lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan

pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah agar terciptanya suatu

keberdayaan usaha yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat

pelaku UKM alas kaki.

Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti

pemberdayaan UMKM pada pengusaha alas kaki yang tergabung dalam

(19)

berpengaruh pada tingkat PDRB Kota Mojokerto dan penyerapan tenaga

kerja, serta pendapatan masyarakatnya. Mengingat usaha pembuatan alas kaki

ini adalah UMKM yang paling dominan di Kota Mojokerto, dengan demikian

diharapkan pemberdayaan dapat memperluas lapangan pekerjaan dan

meningkatkan ekonomi masyarakatnya, serta dapat meningkatkan PDRB

Kota Mojokerto. Oleh karena itu, dalam penulisan skripsi ini penulis

mengangkat judul “Upaya Dinas Koper asi Per industr ian dan

Per dagangan Dalam Pember dayaaan Pengusaha Alas Kaki di

Kecamatan Pr ajur it Kulon Kota Mojoker to”.

1.2. Per umusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat

dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana upaya yang dilakukan Dinas Koperasi, Perindustrian dan

Perdagangan Kota Mojokerto dalam pemberdayaan pengusaha alas kaki

di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto?

2. Apa kendala yang dihadapi Dinas Koperasi, Perindustrian dan

Perdagangan Kota Mojokerto dalam upaya memberdayakan pengusaha

alas kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto?

1.3. Tujuan Penenelitian

Tujuan penelitian merupakan hal apa yang akan dituju dari kegiatan

penelitian yang akan dilakukan. Dan penelitian dapat bertujuan untuk

menjajaki, menguraikan, menerangkan, dan menguji suatu gejala.

Berdasarkan uraian diatas dan berlandaskan pada rumusan masalah maka

(20)

1. Mendeskripsikan upaya yang dilakukan Dinas Koperasi, Perindustrian

dan Perdagangan Kota Mojokerto dalam pemberdayaan pengusaha alas

kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto?

2. Mendeskripsikan apa saja kendala yang dihadapi oleh Dinas Koperasi,

Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto dalam upaya

memberdayakan pengusaha alas kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota

Mojokerto.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Bagi Instansi

Diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan

penerapan tanggung jawab sosial secara efektif bagi instansi-instansi di

Indonesia.

b. Bagi Univer sitas

Sebagai tambahan khasanah perpustakaan dan bahan masukan bagi

penelitian lebih lanjut dengan topik yang sama.

c. Bagi Peneliti

Penyusunan skripsi ini diharapkan dapat memperluas wawasan berfikir

serta pengetahuan penulis dalam mengembangkan ilmu dan pengetahuan

(21)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Ter dahulu

Dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh pihak lain dapat

dipakai sebagai bahan pengkajian yang berkaitan dengan “Upaya Dinas

Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Dalam Pemberdayaan Pengusaha

Alas Kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto yaitu antara lain :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Soenyono dari Universitas Negeri

Surabaya (2006). Dalam penelitian Soenyono di PT. Kawasan Industri

Jababeka (Jakarta, Bandung, Bekasi, Karawang) dengan judul “Analisis

Tentang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah” dinyatakan

bahwa pemberdayaan usaha kecil di Jababeka harus lebih diarahkan

untuk meningkatkan kemampuan (Capability Building) usaha kecil

menjadi usaha menengah. Pada umumnya usaha kecil tidak hanya

memberi manfaat dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan

pengusaha dan keluarganya, akan tetapi juga memberi keuntungan dan

manfaat bagi masyarakat sekitar Jababeka. Model usaha merupakan salah

satu faktor produksi yang sangat penting bagi usaha industri kecil. Untuk

lebih mengefektifkan pemberdayaan usaha kecil menjadi usaha

menengah perlu adanya bantuan modal dari pemerintah kota dan

pembinaan manajerial dalam mengembangkan usaha kecil. Namun dalam

pengembangan usaha kecil ini meghadapi berbagai kendala seperti

(22)

pemasaran, keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumber

daya manusia ini emngakibatkan pengusaha kecil tidak mampu

menjalankan usahanya dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui apa permasalahan dan tantangan aktual yang mereka

hadapi, dan bagaimana upaya pembinaan dan pengembangan yang telah

dilakukan oleh pemerintah kota. Penelitian ini menggunakan metode

penelitian sampel. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

observasi dan tanya jawab melalui wawancara terstruktur meliputi

identitas usaha kecil, jumlah produksi, biaya produksi, hasil produksi,

jumlah tenaga kerja dan tingkat pendapatan.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelian ini adalah dalam

mengatasi permasalahan dan tantangan pada pengembangan usaha kecil

untuk ditingkatkan menjadi usaha menengah adalah dengan dilakukan

upaya pemberdayaan UMKM seperti peningkatan kesempatan kerja dan

upaya penanggulangan kemiskinan, yang difokuskan pada peningkatan

produktivfitas dan peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan

rendah.

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Soenyono dari

Universitas Negeri Surabaya dengan penelitian ini adalah pertama,

terletak pada upaya pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah

dalam meningkatkan kemampuan usaha kecil menjadi usaha menengah

dalam mengembangkan sumber daya manusia dan manajerialnya.

Persamaan yang kedua adalah bagaimana upaya-upaya yang

(23)

pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah dalam meningkatkan

kemampuan usaha kecil menjadi usaha menengah.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Unggul dari Universitas Brawijaya

Malang (2001). Dalam penelitian Unggul di Kelurahan Dinoyo

Kecamatan Lowok Waru Kota Malang dengan judul “Pemberdayaan

Pengusaha Industri Kecil di Perkotaan” dinyatakan bahwa pemberdayaan

usaha kecil di Kelurahan Dinoyo harus lebih diarahkan untuk

meningkatkan kemampuan (Capability Building) usaha kecil menjadi

tangguh dan mandiri serta tumbuh berkembang. Usaha industri kecil

keramik Dinoyo tidak hanya memberi manfaat dalam peningkatan

pendapatan dan kesejahteraan pengusaha dan keluarganya, akan tetapi

juga memberi keuntungan dan manfaat bagi masyarakat sekitar Dinoyo.

Model usaha merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting

bagi usaha industri kecil keramik. Untuk lebih mengefektifkan

pemberdayaan industri kecil keramik yang lebih besar dari administrasi

publik dari pengembangan industri kecil keramik Dinoyo, perlu

koordinasi dengan melibatkan instansi pemerintah yang terkait dan perlu

membentuk lembaga penjamin.

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Uggul dari Universitas

Brawijaya Malang dengan penelitian ini adalah terletak pada usaha

pemberdayaan dalam meningkatkan kemampuan agar dapat

meningkatkan pendapatan dan untuk mencapai taraf sejahtera.

Persamaan kedua penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan

(24)

pemberdayaan yang diarahkan pada pengusaha industri agar dapat lebih

berkembang.

2.2. Landasan Teor i

2.2.1. Penger tian Pember dayaan

Menurut Siahaan, Rambe dan Mahidin (2006: 11), pemberdayaan dapat

diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan seseorang atau

kelompok sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya

sebagaimana tuntutan kinerja tugas tersebut. Pemberdayaan merupakan proses

yang dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti pemberian wewenang,

meningkatkan partisipasi, memberikan kepercayaan sehingga setiap orang atau

kelompok dapat memahami apa yang akan dikerjakannya, yang pada akhirnya

akan berimplikasi pada peningkatan pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

Pemberdayaan adalah upaya memberikan kesempatan kepada kelompok

masyarakat berkemampuan lemah yang dilakukan secara sengaja dan terukur.

Upaya yang dilakukan secara sengaja dan terukur artinya terdapat strategi,

mekanisme dan tahapan yang disusun secara sistemmatis untuk memberdayakan

kelompok masyarakat berkemampuan lemah dalam jangka waktu tertentu (World

Bank,2000, dan UNDP,2003). Upaya ini harus disediakan dan dipersiapkan oleh

para pengambil keputusan baik dikalangan pemerintahan maupun di kelompok

swadaya masyarakat. (Sumodiningrat, 1999).

Pemberdayaan merupakan usaha membantu klien memperoleh daya untuk

mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait

dengan diri mereka termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam

(25)

percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer

daya dari lingkungannya.

Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan

atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu

yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan maka pemberdayaan

menunjuk pada keadaan atau hasil yang dicapai oleh sebuah perubahan sosial

yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai

pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang

bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki percaya diri, mampu

menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam

kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Menurut Peraturan Daerah Mojokerto No.7 Tahun 2009 Tentang Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah, pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan

Pemerintah Kota, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk

penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang

tangguh dan mandiri.

Menurut Ife seperti dikutip Suharto (2005:59), pemberdayaan memuat dua

pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan di sini

diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit,

melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas :

1) Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup kemampuan

dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat

(26)

2) Pendefinisian kebutuhan : kemampuan menentukan kebutuhan selaras

dengan aspirasi dan keinginannya.

3) Lembaga-lembaga : kemampuan menjangkau, menggunakan dan

mempengaruhi pranata-pranata mayarakat, seperti lembaga kesejahteraan

sosial, pendidikan, kesehatan.

4) Ide atau gagasan : kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan

gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan.

5) Sumber-sumber : kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal,

informal dan kemasyarakatan.

6) Aktivitas ekonomi : kemampuan memanfaatkan dan mengelola

mekanisme produksi, distribusi dan pertukaran barang serta jasa.

7) Reproduksi : kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran,

perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi.

Shardlow (1998:32) melihat bahwa berbagai pengertian yang ada

mengenai pemberdayaan, pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok,

ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan

mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.

Dalam kesimpulannya, Shardlow menggambarkan bahwa pemberdayaan sebagai

suatu gagasan tidaklah jauh berbeda dengan gagasan Biestek (1961) yang dikenal

dibidang pendidikan Ilmu Kesejahteraan Sosial dengan nama “

Self-Determination”. Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menentukan

sendiri apa yang harus dilakukan dalam kaitannya dengan upaya mengatasi

masalah yang dihadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan

(27)

2.2.1.1. Penger tian Pember dayaan Masyar akat

Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya adalah kolektif dari

pemberdayaan individu yang merupakan cermin nilai- nilai normatif dan moral.

Konsep pemberdayaan sebagai suatu konsep alternatif pembangunan yang pada

intinya memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu

kelompok masyarakat yang berlandaskan pada sumber daya pribadi, langsung

(melalui partisipasi), demokrasi dan pembelajaran sosial melalui pengalaman

langsung.

Soetarso (2003) menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat pada

hakikatnya mempunyai dua pengertian yang saling berkaitan, yaitu :

1. Peningkatan kemampuan, motivasi dan peran semua unsur masyarakat

agar dapat menjadi sumber yang langgeng untuk mendukung semua

bentuk usaha kesejahteraan sosial.

2. Pemanfaatan Sumber Masyarakat yang telah ditingkatkan kemampuan,

motivasi dan perannya.

Ada dikotomi antara memberdayakan dengan pemberdayaan yang

dijelaskan oleh Sumodiningrat (1997). Memberdayakan masyarakat adalah upaya

untuk meningkatkan kemampuan dan kemandiriannya. Sedangkan pemberdayaan

adalah upaya untuk membangun daya masyarakat dengan mendorong, memberi

inovasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta

berupaya untuk mengembangkannya.

Dalam pandangan Kartasasmita (1997: 11-12) memberdayakan adalah

upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam

(28)

keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah memampukan dan

memandirikan masyarakat. Dalam kerangka pemikiran itu, upaya memberdayakan

masyarakat haruslah dilakukan dengan :

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat

berkembang. Di sini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap

manusia atau setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat

dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat sama sekali yang tanpa

daya. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan

memotivasi dan mengembangkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya

serta berupaya untuk mengembangkannya (memperkenalkan bahwa setiap

masyarakat mempunyai potensi (berdaya) untuk berkembang).

2. Upaya itu harus diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang

dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan

langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim atau suasana.

Perkataan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut

penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses kepada

berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya.

3. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota

masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai

budaya modern, seperti kerja keras, hemat keterbukaan, tanggung jawab

adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula

pembaharuan lembaga-lembaga sosial dan pengintregasiannya ke dalam

(29)

4. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.

Dengan dasar pandangan demikian, maka pemberdayaan masyarakat

sangat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan pengalaman

demokrasi.

5. Memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses

pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh

karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu,

perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah sangat mendasar sifatnya

dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti

mengisolasi atau menutupi dari interaksi karena hal itu justru akan

mengerdilkan yang kecil dan akan melunglaikan yang lemah. Melindungi

harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang

tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.

2.2.1.2. Pr insip Pember dayaan

Didalam melakukan pemberdayaan keterlibatan pihak yang diberdayakan

yang akan diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan

dapat tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan masyarakat,

memiliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai

dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, serta

meningkatkan keberdayaan (empowering) pihak yang diberdayakan dengan

pengalaman merancang, melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan upaya

peningkatan diri dan ekonomi (Kartasasmita, 1996 : 249).

Dalam kaitannya dengan UKM sebagai pihak yang diberdayakan, untuk

(30)

pemberdayaan yaitu adanya pertama, pihak yang memberdayakan ( Community

Worker ) dan kedua, pihak yang diberdayakan (masyarakat). Antara kedua pihak

harus saling mendukung sehingga masyarakat sebagai pihak yang akan

diberdayakan bukan hanya dijadikan objek, tapi lebih diarahakan sebagai subjek

(pelaksanaan).

2.2.1.3. Pr oses Pember dayaan

Dalam literatur pembangunan, konsep pemberdayaan dari Pierse dan

Stiefel dalam Pranarka (1996) mempunyai perspektif yang luas karena mencakup

penghormatan terhadap kebhinekaan, kekhasan lokal, dekonsentrasi kekuatan

serta peningkatan kemandirian. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa proses

pemberdayaan mengandung kecenderungan pertama sebagai kecenderungan

primer dari pemberdayaan yang menekankan pada proses memberi dan

mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat

agar individu lebih berdaya. Kedua sebagai kecenderungan sekunder yang

menekankan pada proses menstimulasikan, mendorong atau memotivasi individu

agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang

menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.

Agar proses pemberdayaan sesuai dengan tujuannya, Adi (2001: 32-33)

mengatakan perlu adanya intervensi sosial yang dijabarkan melalui dua intervensi

yakni intervensi makro yaitu intervensi yang dilakukan di tingkat komunitas dan

organisasi sedangkan intervensi mikro adalah suatu intervensi yang dilakukan

(31)

Hogan (2000;20) menggambarkan proses pemberdayaan yang

berkesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari lima tahapan utama,

yaitu:

1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakandan tidak

memberdayakan.

2. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan

penidakberdayaan.

3. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek.

4. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna untuk melakukan

perubahan.

5. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikannya.

Sesuai uraian di atas, dapat dikatakan proses pemberdayaan sebaiknya

mampu mentransfer daya dengan upaya peningkatan kapasitas masyarakatnya

secara berkelanjutan dalam meningkatkan daya dan kemampuan yang ada baik

secara individu, organisasi dan komunitas, yang merupakan upaya peningkatan

kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat.

2.2.1.4. Konsep Pember dayaan

Konsep empowerment muncul karena adanya kegagalan dan harapan yaitu

gagalnya model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah

kemiskinandan lingkungan yang berkelanjutan dengan harapan adanya

pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, kesetaraan gender,

persamaan antara generasi dan pertumbuhan ekonomi yang memadai (Friedman,

(32)

Konsep pemberdayaan mencakup pengertian pembangunan masyarakat

(community development) dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat

(community based development). Community development adalah suatu proses

yang mengandung usaha :

1. Masyarakat dan pihak lain ( diluar sistem sosialnya) untuk meningkatkan

kondisi sosial, ekonomi, dan budaya.

2. Untuk meningkatkan integritas masyarakat ke dalam suatu pola dan

tatanan kehidupan yang lebih baik.

3. Mengembangkan dan meningkatkan kemandirian dan kepedulian

masyarakat dalam memahami dan mengatasi masalah dalam

kehidupannya.

4. Mengembangkan fasilitas dan teknologi sebagai langkah meningkatkan

daya inisiatif, pelayanan masyarakat dsb.

Dan tahap selanjutnya muncul istilah community driven development yang

diterjemahkan sebagai pembangunan yang diarahkan masyarakat atau diistilahkan

pembangunan yang digerakkan masyarakat. Beberapa pemahaman konsep

pemberdayaan dalam pembangunan yang digerakkan masyarakat yang meliputi :

1. Kedekatan hubungan antara konsep pembangunan yang digerakkan

masyarakat dan tujuan-tujuan penanggulangan kemiskinan secara lokal

ataupun nasional;

2. Definisi model-model pemberdayaan masyarakat yang paling sesuai

dengan kondisi lokal dengan merujuk pada pembangunan yang digerakkan

(33)

Dalam perkembangannya, konsep pemberdayaan menjadi lebih luas baik

pemahaman maupun cakupannya. Ketidakberdayaan dapat diakibatkan oleh

kondisi disposisi subjektif, maka dalam hal seperti ini pemberdayaan menjadi

gerak yang tumbuh dari dalam. Ketidakberdayaan dapat pula terjadi sebagai

akibat dari struktur sosial, hubungan antar manusia, situasi keluarga, situasi

masyarakat, situasi kerja, kondisi ekonomi, pendidikan, sosial budaya dan

tentunya dari struktur kekuasaan yang tergelar dalam tata politik pemerintah.

Dengan demikian untuk menciptakan suatu wilayah yang berdaya perlu

adanya pemihakan terhadap pertumbuhan ekonomi lokal yang diarahkan secara

langsung pada akses rakyat kepada sumber daya pembangunan disertai penciptaan

peluang bagi masyarakat di lapisan bawah untuk berpartisipasi dalam proses

pembangunan. Sehingga mereka mampu mengatasi kondisi keterbelakangan dan

memperkuat daya saing ekonomi.

2.2.1.5. Tujuan Pember dayaan

Dalam bukunya Rukminto (2008:78-79) yang bejudul “Intervensi

Komunitas”, tujuan pemberdayaan dibedakan menjadi tiga bidang, yaitu:

1. Bidang Ekonomi, adalah agar kelompok sasaran dapat mengelola

usahanya, kemudian memasarkan dan membentuk siklus pemasaran yang

relatif stabil.

2. Bidang Pendidikan, adalah agar kelompok sasaran dapat menggali

berbagai potensi yang ada dalam dirinya dan memanfaatkan potensi yang

dimiliki untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.

3. Bidang Sosial, adalah agar kelompok sasaran dapat menjalankan fungsi

(34)

Jamasy (2004:42) menyatakan bahwa pemberdayaan yang merupakan

prasyarat mutlak bagi upaya penanggulangan masalah kemiskinan memiliki

tujuan :

1. Menekan perasaan ketidakberdayaan (impotensi) masyarakat miskin bila

berhadapan dengan struktur sosial politis. Langkah konkretnya adalah

meningkatkan kesadaran kritis pada posisinya.

2. Memutuskan hubungan yang bersifar eksploitatif terhadap lapisan orang

miskin perlu dilakukan bila terjadi reformasi sosial, budaya dan politik

(artinya, biarkan kesadaran kritis orang miskin muncul dan biarkan pula

melakukan reorganisasi dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja

dan kualitas hidupnya.

3. Tertanam rasa persamaan (egalitarian) dan berikan gambaran bahwa

kemiskinan bukan merupakan takdir, tetapi sebagai penjelmaan konstruksi

sosial.

4. Merealisasikan perumusan pembangunan dengan melibatkan

masyarakat-masyarakat miskin secara penuh (ini hanya bisa tercapai kalau komunikasi

politik antara pemegang kekuasaaan dengan kelompok-kelompok dan

person-person strategis, dan masyarakat miskin tidak mengalami distorsi).

5. Pembangunan sosial dan budaya bagi masyarakat miskin (seperti

perencanaan hidup, perubahan kebiasaan hidup, peningkatan produktivitas

kerja dan kualitas kerja).

(35)

Menurut Sumodiningrat seperti yang dikutip oleh Abipraja (2002:68)

pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat bertujuan mencapai

keberhasilan dalam:

1. Mengurangi jumlah penduduk miskin.

2. Mengembangkan usaha peningkatkan pendapatan yang dilakukan oleh

penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.

3. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan

kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya.

4. Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin

berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya

permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta

makin lausnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam

masyarakat.

5. Meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang

diatndai oleh peningkatan keluarga miskin yang mampu memenuhi

kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.

2.2.1.6. Str ategi Pember dayaan

Menurut Parsons et.al. (1994 : 112-113) menyatakan bahwa proses

pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada

literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu

lawan satu antara pekerjaan sosial dan klien dalam setting pertolongan

perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa

percaya diri dan kemampuan diri klien, hal ini bukanlah strategi utama

(36)

dilakukan melalui kolektivitas. Dalam beberapa situasi, strategi pemberdayaan

dapat saja dilakukan secara individual; meskipun pada gilirannya strategi ini pun

tetap berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber

atau sistem lain di luar dirinya. Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan

dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment

setting) yaitu :

1. Aras Mikro

Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui

bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan

utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan

tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan

yang berpusat pada tugas (task centered approach).

2. Aras Mezzo

Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan

dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi.

Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai

strategi dalam meningkatkan kesadaran pengetahuan, keterampilan dan

sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan

yang dihadapinya.

3. Aras Makro

Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large-system

strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan

yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi

(37)

beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang

klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami

situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang

tepat untuk bertindak.

2.2.1.7. Pendekatan Pember dayaan

Menurut Soegijono dll. yang dikutip oleh Surjono dan Nugroho (2008:26)

menyatakan bahwa terdapat tiga pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat

miskin , yakni :

1. Pendekatan yang terarah artinya pemberdayaan masyarakat harus terarah

dan berpihak kepada orang miskin .

2. Pendekatan Kelompok, artinya secara bersama-sama untuk memudahkan

pemecahan masalah yang dihadapai.

3. Pendekatan Pendampingan artinya dilakukan selama proses pembentukan

dan penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin perlu didampingi yang

profesional sebagai fasilitator, komunikator, dan dinamisator terhadap

kelompok untuk mempercepat tercapainya kemandirian.

2.2.1.8. Model Pember dayaan Masyar akat

Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007:212) model pembangunan

berikut yang menonjolkan konsep pemberdayaan adalah model pemberdayaan

bagi pembangunan daerah. Model ini didasarkan oleh respons terhadap kebutuhan

pembangunan di wilayah tertinggal dan kebutuhan untuk mensejahterakan rakyat

dalam suatu komunitas secara lebih merata.

Terkait dengan upaya pemberdayaan pada level komunitas, Rothman

(38)

intervention”, mengembangkan tiga model pemberdayaan dalam pengorganisasian

dan pengembangan masyarakat, dan menggambarkan bahwa proses

pemberdayaan masyarakat melalui intervensi komunitas ini dapat dilakukan

melalui beberapa model, yaitu Pengembangan Masyarakat Lokal (Locality

Developmenti), Perencanaan Sosial (Social Planing), Aksi Sosial (Social Action).

Paradigma ini merupakan “format ideal” yang dikembangkan terutama untuk

tujuan analisis dan konseptualisasi. Dalam praktiknya, ketiga model tersebut

saling bersentuhan satu dengan lainnya. Setiap komponennya bisa digunakan

secara kombinasi dan simultan sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang ada.

1. Model Pengembangan Masyarakat Lokal (PML)

Model pengembangan masyarakat lokal ini memberikan perubahan dalam

masyarakat dapat dilakukan secara optimal apabila melibatkan partisipasi

aktif yang luas disemua spektrum masyarakat tingkat lokal, baik dalam

tahap penentuan perubahan. Pengembangan masyarakat lokal adalah

proses yang dirancang untuk mendapatkan kondisi sosial ekonomi yang

lebih maju dan sehat bagi seluruh masyarakat melalui partisipasi aktif

mereka serta berdasarkan kepercayaan yang penuh terhadap prakarsa

mereka sendiri. Pengembangan masyarakat lokal lebih berorientasi pada

“tujuan proses” (process goal) daripada tujuan tugas atau tujuan hasil (task

or product goal). Setiap anggota masyarakat bertanggung jawab untuk

menentukan tujuan dan memilih strategi yang tepat untuk mencapai tujuan

tersebut. Pengembangan kepemimpinan lokal, peningkatan strategi

(39)

anggota masyarakat merupakan inti proses pengembangan masyarakat

lokal ini. (Suharto, 1996).

2. Model Perencanaan Sosial (PS)

Model ini menekankan proses pemecahan masalah secara teknis terhadap

masalah sosial yang substantif. Model perencanaan sosial ini mengungkap

pentingnya menggunakan cara perencanaan yang matang dan perubahan

yang terkendali yakni untuk mencapai tujuan akhir secara sadar dan

rasional, dan dalam pelaksanaannya dilakukan pengawasan-pengawasan

yang ketat untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi. Implementasi

model perencanaan sosial ini bisa berupa program-program yang

berhubungan dengan permasalahan sosial tertentu seperti yang telah

disebutkan sebelumnya. Perencanaan sosial lebih berorientasi pada “tujuan

tugas”. Para perencana sosial dipandang sebagai ‘ahli’ (expert) dalam

melakukan penelitian, menganalisis masalah dan kebutuhan masyarakat

serta dalam mengidentifikasi, melaksanakan dan mengevaluasi

program-program pelayanan kemanusiaan (Suharto, 1996).

3. Model Aksi Sosial (AS)

Model aksi sosial imi menekankan betapa pentingnya penanganan secara

terorganisasi, terarah dan sistematis terhadap kelompok yang tidak

beruntung, juga meningkatkan kebutuhan yang memadai bagi masyarakat

yang lebih luas dalam rangka meningkatkan sumber atau perlakuan yang

lebih sesuai dengan keadilan sosial dan nilai-nilai demokratisasi. Adapun

langkah yang akan ditempuh dalam upaya mencapai tujuan yang telah

(40)

tertentu guna terlibat aktif dalam mengadakan perubahan-perubahan.

Dalam kaitan ini, Suharto (1996) menjelaskan tujuan dan sasaran utama

aksi sosial adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan

pada struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan

(distribution of resources), dan pengambilan keputusan (distribution of

decision making). Masyarakat sebagai sistem klien dipandang sebagai

“korban” ketidakadilan struktur. Aksi sosial berorientasi pada “tujuan

proses” dan “tujuan hasil”. Masyarakat diorganisasi melalui proses

penyadaran, pemberdayaan, dan tindakan-tindakan aktual untuk mengubah

struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip demokratis, kemerataan

(equality), dan keadilan (equity).

2.2.2. Penger tian Usaha Mikr o, Kecil dan Menengah (UMKM)

Usaha adalah suatu unit ekonomi yang melakukan aktivitas dengan tujuan

menghasilkan barang dan/ jasa untuk dijual, ditukar dengan barang lain dan ada

seseorang atau lebih yang bertanggung jawab dan mempunyai kewajiban untuk

mengelola usaha tersebut.

Menurut Peraturan Daerah Kota Mojokerto No.7 Tahun 2009 Tentang

Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah :

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau

badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro

sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. Kriteria Usaha Mikro

(41)

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00

(tiga ratus juta rupiah).

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,

atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha

Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil

sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini. Kriteria Usaha Kecil

adalah sebagai berikut :

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima

ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga

ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00

(dua milyar lima ratus juta rupiah).

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung

(42)

hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.

Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut :

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00

(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua

milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.

50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

2.2.2.1. Macam-macam Usaha Mikr o, Kecil dan Menengah

Usaha kecil dan menengah dapat digolongkan menurut bentuk, jenis, serta

kegiatan yang dilakukannya. Bentuk dan jenis UMKM dapat kita perinci dari

beberapa segi antara lainsebagai berikut :

1. Ditinjau dari hakikat dan penggolongannya

a. Industri kecil

b. Perusahaan berskala kecil

c. Sektor informal

2. Ditinjau dari bentuknya

a. Usaha perseorangan

b. Usaha persekutuan/ partnership

3. Ditinjau dari jenis produk atau jasa yang dihasilkan maupun aktivitas yang

dilakukan :

a. Usaha pertanian

(43)

c. Usaha jasa

Penggolongan industri menurut BPS, industri pengolahan di Indonesia

terbagi kedalam empat kategori yaitu :

1. Industri Kerajinan Rumah Tangga yaitu perusahaan atau usaha industri

pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang.

2. Industri Kecil yaitu perusahaan atau industri pengolahan yang mempunyai

pekerja 5- 19 orang.

3. Industri Menengah yaitu perusahaaan atau usaha industri penngolahan

yang mempunyai pekerja 20- 29 orang/ lebih.

4. Industri Besar yaitu perusahaan atau usaha industri yang mempunyai

pekerja 100 orang/ lebih.

2.2.2.2. Kelebihan Usaha Mikr o, Kecil dan Menengah

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau UMKM mempunyai beberapa

kelebihan, yaitu:

1. Fleksibilitas yang ditopang oleh kemudahan relatif dalam memperolah

bahan baku dan peralatan.

2. Relevansinya dengan proses desentralisasi kegiatan ekonomi.

3. Potensi penciptaan lapangan kerja.

4. Dalam jangka panjang berpeluang untuk menciptakan kemandirian

pembangunan ekonomi. (Irsan Azhari Saleh, 1986)

2.2.2.3. Kelemahan Usaha Mikr o, Kecil dan Menengah

Kelemahan dan hambatan dalam pengelolaan UMKM pada umumnya

berkaitan dengan faktor intern dari UMKM itu sendiri. Kelemahan dan hambatan

(44)

1. Terlalu banyak biaya yang dikeluarkan, hutang yang tidak bermanfaat,

tidak memenuhi ketentuan pembukuan standar.

2. Pembagian kerja yang tidak proporsional dan karyawan sering bekerja

diluar batas jam kerja standar.

3. Tidak mengetahui secara tepat berapa kbutuhan modal kerja, karena tidak

ada perencanaan kas.

4. Persediaan barang terlalu banyak sehingga beberapa jenis barang ada yang

kurang laku.

5. Sering terjadi mist-manajemen dan ketidakpedulian pengelolaan terhadap

prinsip manajerial.

6. Sumber modal yang terbatas pada kemampuan pemilik.

7. Perencanaan dan program pengendalian sering tidak ada atau belum

pernah dirumuskan.

Sedangkan faktor eksternnya meliputi :

1. resiko dan hutang kepada pihak ketiga ditanggung oleh kekayaan pribadi

pemilik.

2. Sering kekurangan informasi bisnis, hanya mengacu pada intuisi dan

ambisi pengelola, serta lemah dalam promosi.

3. Tidak pernah melakukan studi kelayakan, penelitian pasar dan analisis

perputaran uang tunai.

4. Pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UKM) termasuk koperasi

memang sangat penting dan strategis dalam mengantisipasi perekonomian

ke depan terutama dalam memperkuat struktur perekonomian nasional.

(45)

sosial, ekonomi, dan politik yang berdampak pada kegiatan-kegiatan besar

yang makin memburuk, usaha kecil dan menengah serta koperasi relatif

masih mempertahankan kegiatan usahanya. (Surjono, Nugroho 2008:144).

5. UKM mempunyai daya bertahan yang lebih lentur. Penting dan

strategisnya kedudukan UKM dalam perekonomian nasional bukan saja

karena jumlahnya yang banyak, namun juga dalam hal penyerapan tenaga

kerja. (Surjono, Nugroho 2008:144).

2.2.2.4. Masalah – masalah yang dihadapi UKM

Terdapat delapan masalah – masalah utama yang dihadapi oleh para

pengusaha kecil dan menengah ( ISEI, 1998 ) yaitu :

1. Permasalahan Modal

a) Suku bunga kredit perbankan yang masih tinggi sehingga kredit menjadi

mahal.

b) Informasi sumber pembiayaan dari lembaga keuangan nonbank masih

kurang.

c) Sistem dan prosedur kredit dari lembaga keuangan bank dan nonbank

terlalu rumit dan memakan waktu yang cukup lama.

d) Perbankan kurang menginformasikan standar proposal untuk pengajuan

kredit, sehingga pengusaha kecil belum mampu membuat proposal yang

sesuai dengan krteria perbankan.

e) Perbankan kurang memahami kriteria usaha kecil dalam menilai kelayakan

usaha, sehingga jumlah kredit yang disetujui sering kali tidak sesuai

dengan kebutuhan usaha kecil.

(46)

a) Posisi tawar pengusaha kecil ketika berhadapan dengan pengusaha besar

selalu lemah, terutama berkaitan dengan penentuan harga dan sistem.

b) Asosiasi pengusaha atau profesi belum berperan dalam mengkoordinasi

persaingan yang tidak sehat antara usaha yang sejenis.

c) Informasi untuk memasarkan produk masih kurang, misalnya produk yang

dinginkan, potensi pasar, tata cara memasarkan produk dan lain-lain.

3. Permasalahan Bahan Baku

a) Suplai bahan baku untuk usaha kecil kurang memadai dan berfluktuasi. Ini

disebabkan karena adanya pembeli besar yang menguasai bahan baku.

b) Harga bahan baku masih terlalu tinggi Kualitas bahan baku rendah karena

tidak adanya standarisasi dan adanya manipulasi kualitas bahan baku.

c) Sistem pembelian bahan baku secara tunai menyulitkan pengusaha kecil,

sementara pembayaran penjualan produk umumnya tidak tunai.

4. Permasalahan Teknologi

a) Tenaga kerja terampil sulit diperoleh dan dipertahankan karena lembaga

pendidikan dan pelatihan yang ada kurang dapat menghasilkan tenaga

kerja terampil yang sesuai dengan kebutuhan usaha kecil.

b) Asas dan informasi sumber teknologi masih kurang dan tidak merata.

c) Spesifikasi peralatan yang sesuai dengan kebutuhan usaha kecil sukar

diperoleh.

d) Lembaga independen belum ada belum berperan, khususnya lembaga

pengkajian teknologi yang ditawarkan pasar kepada pengusaha kecil

(47)

e) Peran instansi pemerintah, nonpemerintah dan perguruan tinggi dalam

mengidentifikasi, menemukan, menyebarluaskan dan melakukan

pembinaan teknis tentang teknologi baru atau teknologi tepat guna bagi

uasah kecil masih kurang intensif.

5. Permasalahan Manajemen

a) Pola manajemen yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan

usaha sulit ditemukan karena pengetahuan pengusaha relatif rendah.

b) Pemisahan antara manajemen keuangan perusahaan perusahaan dan

keluarga belum dilakukan sehungga pengusaha kecil mengalami kesulitan

dalam mengontrol atau mengatur cash flow serta dalam membuat

perenacaan dan laporan keuangan.

c) Kemampuan pengusaha kecil dalam mengoganisasikan diri dan karyawan

masih lemah sehingga terjadi pembagian kerja yang tidak jelas.

d) Pelatihan tentang manajemen dari berbagai instansi kurang efektif karena

materi yang terlalu banyak tetapi tidak sesuai dengan kebutuhan.

e) Produktivitas karyawan masih sehingga pengusaha kecil sulit memenuhi

ketentuan UMR

6. Permasalahan Sistem Birokrasi

a) Perizinan yang tidak transparan, mahal, berbelit-belit, diskriminatif, lama,

dan tidak pasti serta terjadi tumpang tindih dalam mengurus perizinan.

b) Penegakan dan pelaksanaan hukum dan berbagai ketentuan masih kurang

serta cenderung kurang tegas.

c) Penguaha kecil dn asosiasi usaha kecil kurang dilibatkan dalam perumusan

(48)

d) Pungutan atau biaya tambahan dalam pengurusan perolehan modal dari

dana penyisihan laba BUMN dan sumber modal lainnya cukup tinggi.

e) Banyak pungutan yang sering kali tidak disertai pelayanan yang memadai.

7. Ketersediaan Infrastruktur

a) Listrik, air,dan telepon berarti mahal dn sering kali mengalami gangguan

di samping pelayanan petugas yang kurang baik.

8. Pola Kemitraan

a) Kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar dalam

pemasaran dan sistem pembayaran baik produk maupun bahan baku

dirasakan belum bermanfaat.

b) Kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar dalam

transfer teknologi masih kurang.

2.2.3. Pelatihan

2.2.3.1 Penger tian Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan merupakan dua hal yang hampir sama maksud

pelaksanaanya, namun ruang lingkupnya yang membedakan karakteristik kedua

kegiatan tersebut. Menurut sastrohadiwiryo (2003 : 199) pendidikan merupakan

tugas untuk meningkatkan pengetahuan,pengertian,atau sikap para tenaga kerja

sehingga mereka dapat menyesuaikan dengan lingkungan mereka. Pendidikan

berhubungan menjawab how (bagaimana) dan why (mengapa), dan biasanya

pendidikan lebih banyak berhubungan dengan teori tentang pekerjaan.

Sedangkan pelatihan menurut Samsudin (2006 : 110) merupakan bagian

dari pendidikan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis dan segera. Spesifik berarti

(49)

segera berarti yang sudah dilatihkan dapat dipaktikkan. Umumnya pelatihan

dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan kerja dalam

waktu yang relatif singkat (pendek). Suatu pelatihan berupaya menyiapkan para

karyawan untuk melakukan pekerjaan yang dihadapi.

Menurut Fathoni (2006 : 147) pelatihan merupakan upaya untuk

mentransfer ketrampilan dan pengetahuan kepada para peserta pelatihan

sedemikian rupa sehingga para peserta menerima dan melakukan pelatihan pada

saat melakukan pekerjaan.

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa pelatihan adalah upaya untuk

membantu peserta pelatihan mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan

kecakapan, sehingga para peserta dapat menerima dan melakukan pelatihan pada

saat melakukan pekerja.

2.2.3.2 Peser ta Pelatihan

Menurut hamalik (2001 : 35) penetapan calon peserta pelatihan erat

kaitannya dengan keberhasilan proses pelatihan, yang pada giliranya turut

menentukan efektifitas pekerjaan. Karena itu, perlu di lakukan seleksi yang teliti

untuk memperoleh peserta yang baik, berdasarkan kriteria, antara lain :

1. Akademik, ialah jenjang pendidikan dan keahlian.

2. Jabatan, yang bersangkutan telah menempati pekerjaan tertentu, atau

akan di tempatkan pada pekerjaan tertentu

3. Pengalaman kerja, ialah pengalaman yang telah di peroleh dalam

pekerjaan.

Gambar

Tabel. 1 Daftar UMKM Kota Mojokerto 2011
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Gambar 3.1
Gambar 4.1 Kantor Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang terdahulu diantaranya menurut Malia (2016:88) hasil penelitianyang diperoleh yaitu penggunaan media audiovisual memberikan pengaruh yang tinggi

Program Sakera Jempol (Sadari Kekerasan Perempuan dan Anak dengan Jemput Bola) Pemerintah Kabupaten Pasuruan dilakukan untuk menangani Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga

Seperti yang tercantum dalam versi Lovasz yang diusulkan oleh banyak orang, Lovasz awalnya dipahami sebagai kasus khusus dari yang lain, maka masalah di teori graph yang meminta

According to the level these indicators are calculated for, there can be microeconomic and macroeconomic indicators; if the former shows the results at the level of individual

Autism is a baffling disease that affects 500,000 children in the United States alone.. Strangely enough, the incidence of autism has skyrocketed since the 1980s when only 1 in

Berdasarkan pemaparan data penelitian berupa wawancara mendalam dan observasi yang diperoleh, secara umum dapat disimpulkan bahwa dari penelitian yang dilakukan pada SMK

“ Pengawasan Pelaksanaan Pembayaran dan Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ”.. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja

Dan Dengan adanya hasil pemungutan BPHTB sebagai pajak daerah, pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Kediri telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan