SKRIPSI
Oleh :
CAHAYA WULAN AGUSTINA
NPM : 0841010029
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
SURABAYA
iv
berkat, dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“UPAYA DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
DALAM PEMBERDAYAAAN PENGUSAHA UKM ALAS KAKI DI
KECAMATAN PRAJ URIT KULON KOTA MOJ OKERTO”.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kurikulum Program
Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak Drs. Pudjo Adi, Msi selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis. Dan
penulis juga banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik itu berupa moril,
spiritual maupun materiil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2.
Bapak DR. Lukman Arif, M.Si, Kepala Program Studi Ilmu Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional
4.
Ibu Dra. Susi Hardjati, MAP, Ibu Dra. Ertien Rining N, M.Si, dan Bapak drs.
Hartono Hidayat, M.Si selaku tim penguji proposal yang telah menyempurnakan
dalam penelitian ini.
5.
Bapak Djoni Julianto selaku Sekertaris Dinas Koperasi Perindustrian dan
Perdagangan Kota Mojokerto.
6.
Bapak Emru Suhadak selaku Ketua Pengurusan KOMPAK Kota Mojokerto.
7.
Orang tua saya yang memberikan doa dan kasih sayang selalu.
8.
Teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
9.
Pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan. Akhir kata
semoga dengan skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan khususnya bagi
penulis dan bagi fakultas pada umumnya serta para pembaca.
Surabaya, Mei 2012
HALAMAN PERSETUJ UAN... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
KATA PENGANTAR ………...………... iv
DAFTAR ISI………..……….. vi
DAFTAR TABEL………...………...………... ix
DAFTAR GAMBAR ………..………..…... x
ABSTRAKSI... xi
BAB I PENDAHULUAN………...…….. 1
1.1. Latar Belakang……….... 1
1.2. Perumusan Masalah………... 12
1.3. Tujuan Penelitian………..………... 12
1.4. Manfaat Penelitian…………..……….. 13
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA ………...………….... 14
2.1. Penelitian Terdahulu………... 14
2.2. Landasan Teori...………... 17
2.2.1. Pengertian Pemberdayaan...………...……….…... 17
2.2.2. Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah... 33
2.2.3. Pengertian Pelatihan ... 41
2.2.4. Sumber Daya Manusia... 46
2.2.5. Pemasaran... 48
2.2.6. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah... 50
2.3. Kerangka Berpikir ... 57
BAB III METODE PENELITIAN ...……..………...…... 58
3.1. Jenis Penelitian….………..…....……... 58
3.7. Keabsahan Data...………..…..………... 68
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 71
4.1. Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto... 71
4.1.1. Sejarah Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto ... 71
4.1.2 Visi Misi dan Tujuan ... 73
4.1.2.1. Visi... 73
4.1.2.2. Misi... 73
4.1.2.3. Tujuan... 73
4.1.3. Struktur Organisasi Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto... 74
4.1.4. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto... 76
4.1.5. Karakteristik Jumlah Pegawai Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto... 89
4.1.6. Sarana dan Prasarana Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto... 90
4.1.7. Gambaran Umum KOMPAK... 91
4.1.7.1. Perkembangan Sentra UKM Alas Kaki... 93
4.2. Hasil Penelitian... 96
1. Produksi dan Pengolahan... 98
2. Pemasaran... 116
3. Sumber Daya Manusia... 132
4. Permodalan... 143
DAFTAR PUSTAKA
MOJ OKERTO.
Penelitian ini didasarkan pada fenomena yang terjadi yaitu keberadaan UKM alas kaki di Kota Mojokerto yang menjadi produk unggulan Kota Mojokerto dan penyumbang dana PDRB terbesar di Kota Mojokerto maka perlu dilestarikan dan dikembangkan. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana upaya Dinas Koperasi, Perindustrian Dan Perdagangan Kota Mojokerto dalam memberdayakan pengusaha UKM alas kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto untuk meningkatkan keberdayaan usaha agar lebih berkembang dan mensejahterakan masyarakatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan upaya yang dilakukan Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto dalam pemberdayaan Pengusaha Alas Kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto dan untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi oleh Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto dalam upaya memberdayakan pengusaha alas kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan fokus penelitian: produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, dan permodalan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dengan key person dan informan serta dokumentasi dari arsip Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi Kota Mojokerto merupakan bagian integral
dari upaya pembangunan nasional yang harus dilaksanakan dan diselaraskan
secara terpadu antara sektor yang satu dengan sektor lain. Pembangunan
ekonomi Kota Mojokerto mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Daerah Propinsi Jawa Timur Tahun 2010, diantaranya
dengan menempatkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada
posisi yang strategis untuk mempercepat perubahan struktural dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, serta sebagai wadah kegiatan usaha
bersama bagi produsen maupun konsumen.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah merupakan salah satu hal yang
telah dikembangkan oleh pemerintah sebagai penunjang pembangunan
ekonomi nasional, didukung oleh dunia usaha untuk meningkatkan kekuatan
ekonomi bangsa dan negara yang mengalami krisis ekonomi sampai saat ini.
Kini, tantangan ekonomi nasional semakin berat dengan datangnya
globalisasi ekonomi yang menuntut kebebasan pasar dalam setiap produk
negara maju pada pasar-pasar negara berkembang (developing countries).
Kedatangan pasar bebas tidak dapat terhindarkan lagi bagi pengusaha untuk
bersaing secara jujur di pasar nasional. Padahal, pasar nasional turut dipenuhi
oleh produk lokal dari usaha-usaha kecil yang masih perlu dilindungi dan
Pada Peraturan Daerah Kota Mojokerto Nomor 7 Tahun 2009 tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dijelaskan bahwa :
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan
tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi
kriteria memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah).
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
atau hasil penjualan tahunan yakni dengan kriteria memiliki kekayaan
bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima
puluh milyar rupiah).
Menurut Peraturan Daerah Kota Mojokerto Nomor 7 Tahun 2009
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah bertujuan untuk menumbuhkan dan
mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional
berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. UMKM diberdayakan
dengan tujuan mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang,
berkembang dan berkeadilan, menumbuhkan dan mengembangkan
kemampuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi usaha yang tangguh
dan mandiri, serta meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan
pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
Maka dengan adanya peraturan daerah ini telah jelas bahwa UMKM diatur
dalam peraturan pemerintah untuk ditumbuh kembangkan serta diberdayakan
agar turut meningkatkan perekonomian serta kesejahteraan masyarakat
Indonesia.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan basis
UMKM semakin tinggi dikarenakan banyak karyawan dari perusahaan besar
yang menutup usahanya ketika badai krisis terjadi, mulai mengambil langkah
untuk berwirausaha serta terjadi transformasi status dari pegawai menjadi
wirausahawan UMKM. Hal ini membuktikan bahwa UMKM memiliki
kemampuan bertahan dengan usahanya ditengah krisis ekonomi yang terjadi
dibandingkan dengan perusahaan berskala besar. Dengan kata lain, peran
keberadaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam
perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari : (1) kedudukannya
sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, (2)
penyedia lapangan kerja yang terbesar, (3) pemain penting dalam
pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, (4)
pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta (5) sumbangannya dalam
menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor.
Menurut Deputi Bidang Statistik Produksi BPS Subagio
Dwijosumono, kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional telah
melebihi separuh dari PDRB. Data BPS menunjukkan pada 2009, komposisi
PDRB nasional tersusun dari UKM sebesar 53,32%, kemudian usaha besar
41,00%, dan sektor pemerintah 5,68%. Sebagai perbandingan, survei oleh
Citibank mendapatkan angka kontribusi sektor UMKM terhadap PDRB 2009
mencapai 55,56%. Riset Citibank selama periode 2005-2009 juga
menunjukkan jumlah unit UMKM mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar
8,16% per tahun. Estimasi pertumbuhan pelaku usaha tersebut mencerminkan
bahwa setiap pertumbuhan 1% PDRB akan menciptakan 42.797 pelaku usaha
(http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=
487:bps-tambah-surveiukm-mulai-2011&catid=50:bind-berita&Itemid=97).
Melihat peran sektor usaha kecil dan menengah (UKM) menjadi
sektor terbesar dalam PDRB Kota Mojokerto, maka kontribusi UKM yang
merupakan usaha industri kecil sangat besar untuk peningkatan perekonomian
Kota Mojokerto sendiri. Beragam jenis produk UKM yang dimiliki oleh Kota
Mojokerto, begitu pula dengan pelaku usahanya yang terbesar di beberapa
wilayah. Berikut daftar UKM yang tersebar di beberapa wilayah di Kota
Tabel. 1
Daftar UMKM Kota Mojoker to 2011
WILAYAH J ENIS
Kel. Prajurit Kulon - Miniatur Kapal 4
- Alas Kaki 4
Jumlah UKM Alas Kaki Kecamatan Prajurit Kulon 62
Berdasar data pada tabel di atas, dengan melihat berbagai jenis usaha
di dua kecamatan yaitu, Kecamatan Magersari dan Kecamatan Prajurit Kulon
di Kota Mojokerto, jenis usaha yang paling dominan adalah usaha alas kaki
yakni sebanyak 69 pengusaha alas kaki yang berada di delapan kelurahan
yaitu Kelurahan Wates, Mentikan, Blooto, Prajurit Kulon, Kranggan,
Pulorejo, Miji, dan Surodinawan. Namun di Kecamatan Magersari hanya
terdapat satu kelurahan yang terdapat usaha alas kaki yaitu Kelurahan Wates
dengan sebanyak 7 pengusaha alas kaki. Dan ada satu kecamatan yang paling
dominan dengan usaha alas kaki adalah di Kecamatan Prajurit Kulon. Dari ke
tujuh kelurahan di Kecamatan Prajurit Kulon tercatat bahwa setiap kelurahan
mempunyai usaha alas kaki yakni sebesar 62 pengusaha alas kaki yang
terdapat di Kecamatan Prajurit Kulon.
Dengan melihat keberadaan UMKM di Kota Mojokerto terutama pada
pengusaha alas kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto ini dalam
kancah perekonomian nasional peranannya cukup dominan dan strategis,
mengingat dari pengusaha alas kaki ini telah banyak menyerap tenaga kerja
dan telah memberikan andil bagi Kota Mojokerto terhadap pertumbuhan
ekonominya. Namun demikian bukan berarti bahwa pengusaha alas kaki
sudah tidak perlu lagi mendapatkan perhatian, mengingat UMKM alas kaki
adalah UMKM yang paling dominan di Kota Mojokerto sangat
mempengaruhi tingkat pertumbuhan perekonomian lokal dengan berhasil
menambah PDRB Kota Mojokerto dan juga mampu menyerap tenaga kerja
serta mampu meningkatkan pendapatan masyarakatnya, oleh karena itu maka
alas kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto dengan melakukan
intervensi yang dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan sosial, individu
maupun kelompok.
Sedemikian pentingnya arti UMKM dalam pembangunan ekonomi di
Kota Mojokerto, seperti apa yang telah tertuliskan diatas sehingga UMKM
sangat perlu untuk diberdayakan oleh pemerintah. Tidak hanya pemerintah
pusat, tapi juga pada pemerintah daerah diharapkan dapat memberdayakan
UKMM. Seperti pada Pemerintah Kota Mojokerto salah satunya yakni oleh
Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan demi untuk pemberdayaan
UMKM khususnya pada UMKM alas kaki yang tergabung dalam KOMPAK
(Komite Pengusaha Alas Kaki) pada daerah yang terdiri atas tujuh kelurahan
di Kecamatan Prajurit Kulon ini berupaya mengoptimalkan pemberdayaan
sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) pada pengusaha alas kaki.
Dalam pemberdayaan pengusaha alas kaki yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Mojokerto harus lebih diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun, disadari
pula bahwa pengembangan usaha kecil yang terjadi pada pengusaha alas kaki
di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto ini menghadapi beberapa
kendala seperti tingkat kemampuan, keterampilan, keahlian, manajemen
sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Secara lebih
spesifik, masalah yang dihadapi pengusaha kecil adalah: Pertama, kelemahan
dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua,
kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh
organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan
jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi
pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan
yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang dilakukan masih kurang
terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap
usaha kecil.
Menurut Siahaan, Rambe dan Mahidin (2006: 11), pemberdayaan
dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan seseorang
atau kelompok sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya
sebagaimana tuntutan kinerja tugas tersebut. Pemberdayaan merupakan
proses yang dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti pemberian
wewenang, meningkatkan partisipasi, memberikan kepercayaan sehingga
setiap orang atau kelompok dapat memahami apa yang akan dikerjakannya,
yang pada akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan pencapaian tujuan
secara efektif dan efisien. Didalam melakukan pemberdayaan keterlibatan
pihak yang diberdayakan yang akan diberdayakan sangatlah penting sehingga
tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara maksimal. Program yang
mengikutsertakan masyarakat, memiliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan
tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan
serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan (empowering)
pihak yang diberdayakan dengan pengalaman merancang, melaksanakan, dan
mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi
Konsep pemberdayaan yang dilakukan adalah bertujuan pada
pemberdayaan bidang ekonomi dan bidang sosial, dengan maksud agar
kelompok sasaran dapat mengelola usahanya, kemudian memasarkan dan
membentuk siklus pemasaran yang relatif stabil dan agar kelompok sasaran
dapat menjalankan fungsi sosialnya kembali sesuai dengan peran dan tugas
sosialnya, (Rukminto, 2008:78). Pemberdayaan yang didasari dengan model
pengembangan masyarakat lokal dan melihat sumber daya manusianya yang
dilakukan dengan perubahan masyarakat dan pihak lain (diluar sistem
sosialnya) untuk meningkatkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya, dan
meningkatkan integritas masyarakat ke dalam suatu pola dan tatanan
kehidupan yang lebih baik, mengembangkan dan meningkatkan kemandirian
dan kepedulian masyarakat dalam memahami dan mengatasi masalah dalam
kehidupannya, serta mengembangkan fasilitas dan teknologi sebagai langkah
meningkatkan daya inisiatif, pelayanan masyarakat dan sebagainya.
(Rothman, 1995:27:34).
Menurut Peraturan Daerah Kota Mojokerto Nomor 7 Tahun 2009,
pemberdayaan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang dilakukan
oleh Pemerintah Kota dapat dilakukan dalam bentuk :
a. Bantuan modal;
b. Pembinaan manajemen;
c. Bimbingan teknis;
d. Pendidikan dan pelatihan;
e. Pemasaran produk;
g. Sertifikasi penduduk;
h. Ekspor-impor;
i. Perpajakan; dan
j. Fasilitasi dan pembinaan di bidang hak atas kekayaan intelektual.
Dalam pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,
Pemerintah Kota juga memfasilitasi dalam bidang produksi dan pengolahan,
pemasaran, sumber daya manusia, dan desain dan teknologi.
Berbicara mengenai upaya pemerintah dalam pemberdayaan UMKM
dijelaskan bahwa sesuai dengan Surat Keputusan Pengguna Anggaran Nomor
188.4/46/417.305/2011 yang terkait dengan program pemberdayaan UMKM
yakni Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto.
Sehingga dalam penelitian ini diperlukan adanya model sinergitas/koordinasi
antar lembaga maupun instansi pembina UMKM agar pemberdayaan lebih
terarah, berkesinambungan dan terukur. Oleh karena itu dalam penelitian ini
penulis akan lebih memfokuskan pada salah satu instansi terkait yakni Dinas
Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto yang terkait dalam
upaya Pemerintah Kota dalam memberdayakan pengusaha UKM alas kaki di
Kecamatan Prajurit Kulon lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah agar terciptanya suatu
keberdayaan usaha yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pelaku UKM alas kaki.
Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti
pemberdayaan UMKM pada pengusaha alas kaki yang tergabung dalam
berpengaruh pada tingkat PDRB Kota Mojokerto dan penyerapan tenaga
kerja, serta pendapatan masyarakatnya. Mengingat usaha pembuatan alas kaki
ini adalah UMKM yang paling dominan di Kota Mojokerto, dengan demikian
diharapkan pemberdayaan dapat memperluas lapangan pekerjaan dan
meningkatkan ekonomi masyarakatnya, serta dapat meningkatkan PDRB
Kota Mojokerto. Oleh karena itu, dalam penulisan skripsi ini penulis
mengangkat judul “Upaya Dinas Koper asi Per industr ian dan
Per dagangan Dalam Pember dayaaan Pengusaha Alas Kaki di
Kecamatan Pr ajur it Kulon Kota Mojoker to”.
1.2. Per umusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana upaya yang dilakukan Dinas Koperasi, Perindustrian dan
Perdagangan Kota Mojokerto dalam pemberdayaan pengusaha alas kaki
di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto?
2. Apa kendala yang dihadapi Dinas Koperasi, Perindustrian dan
Perdagangan Kota Mojokerto dalam upaya memberdayakan pengusaha
alas kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto?
1.3. Tujuan Penenelitian
Tujuan penelitian merupakan hal apa yang akan dituju dari kegiatan
penelitian yang akan dilakukan. Dan penelitian dapat bertujuan untuk
menjajaki, menguraikan, menerangkan, dan menguji suatu gejala.
Berdasarkan uraian diatas dan berlandaskan pada rumusan masalah maka
1. Mendeskripsikan upaya yang dilakukan Dinas Koperasi, Perindustrian
dan Perdagangan Kota Mojokerto dalam pemberdayaan pengusaha alas
kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto?
2. Mendeskripsikan apa saja kendala yang dihadapi oleh Dinas Koperasi,
Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto dalam upaya
memberdayakan pengusaha alas kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota
Mojokerto.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Bagi Instansi
Diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan
penerapan tanggung jawab sosial secara efektif bagi instansi-instansi di
Indonesia.
b. Bagi Univer sitas
Sebagai tambahan khasanah perpustakaan dan bahan masukan bagi
penelitian lebih lanjut dengan topik yang sama.
c. Bagi Peneliti
Penyusunan skripsi ini diharapkan dapat memperluas wawasan berfikir
serta pengetahuan penulis dalam mengembangkan ilmu dan pengetahuan
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Ter dahulu
Dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh pihak lain dapat
dipakai sebagai bahan pengkajian yang berkaitan dengan “Upaya Dinas
Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Dalam Pemberdayaan Pengusaha
Alas Kaki di Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto yaitu antara lain :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Soenyono dari Universitas Negeri
Surabaya (2006). Dalam penelitian Soenyono di PT. Kawasan Industri
Jababeka (Jakarta, Bandung, Bekasi, Karawang) dengan judul “Analisis
Tentang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah” dinyatakan
bahwa pemberdayaan usaha kecil di Jababeka harus lebih diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan (Capability Building) usaha kecil
menjadi usaha menengah. Pada umumnya usaha kecil tidak hanya
memberi manfaat dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
pengusaha dan keluarganya, akan tetapi juga memberi keuntungan dan
manfaat bagi masyarakat sekitar Jababeka. Model usaha merupakan salah
satu faktor produksi yang sangat penting bagi usaha industri kecil. Untuk
lebih mengefektifkan pemberdayaan usaha kecil menjadi usaha
menengah perlu adanya bantuan modal dari pemerintah kota dan
pembinaan manajerial dalam mengembangkan usaha kecil. Namun dalam
pengembangan usaha kecil ini meghadapi berbagai kendala seperti
pemasaran, keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumber
daya manusia ini emngakibatkan pengusaha kecil tidak mampu
menjalankan usahanya dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui apa permasalahan dan tantangan aktual yang mereka
hadapi, dan bagaimana upaya pembinaan dan pengembangan yang telah
dilakukan oleh pemerintah kota. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian sampel. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi dan tanya jawab melalui wawancara terstruktur meliputi
identitas usaha kecil, jumlah produksi, biaya produksi, hasil produksi,
jumlah tenaga kerja dan tingkat pendapatan.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelian ini adalah dalam
mengatasi permasalahan dan tantangan pada pengembangan usaha kecil
untuk ditingkatkan menjadi usaha menengah adalah dengan dilakukan
upaya pemberdayaan UMKM seperti peningkatan kesempatan kerja dan
upaya penanggulangan kemiskinan, yang difokuskan pada peningkatan
produktivfitas dan peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan
rendah.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Soenyono dari
Universitas Negeri Surabaya dengan penelitian ini adalah pertama,
terletak pada upaya pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah
dalam meningkatkan kemampuan usaha kecil menjadi usaha menengah
dalam mengembangkan sumber daya manusia dan manajerialnya.
Persamaan yang kedua adalah bagaimana upaya-upaya yang
pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah dalam meningkatkan
kemampuan usaha kecil menjadi usaha menengah.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Unggul dari Universitas Brawijaya
Malang (2001). Dalam penelitian Unggul di Kelurahan Dinoyo
Kecamatan Lowok Waru Kota Malang dengan judul “Pemberdayaan
Pengusaha Industri Kecil di Perkotaan” dinyatakan bahwa pemberdayaan
usaha kecil di Kelurahan Dinoyo harus lebih diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan (Capability Building) usaha kecil menjadi
tangguh dan mandiri serta tumbuh berkembang. Usaha industri kecil
keramik Dinoyo tidak hanya memberi manfaat dalam peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan pengusaha dan keluarganya, akan tetapi
juga memberi keuntungan dan manfaat bagi masyarakat sekitar Dinoyo.
Model usaha merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting
bagi usaha industri kecil keramik. Untuk lebih mengefektifkan
pemberdayaan industri kecil keramik yang lebih besar dari administrasi
publik dari pengembangan industri kecil keramik Dinoyo, perlu
koordinasi dengan melibatkan instansi pemerintah yang terkait dan perlu
membentuk lembaga penjamin.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Uggul dari Universitas
Brawijaya Malang dengan penelitian ini adalah terletak pada usaha
pemberdayaan dalam meningkatkan kemampuan agar dapat
meningkatkan pendapatan dan untuk mencapai taraf sejahtera.
Persamaan kedua penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan
pemberdayaan yang diarahkan pada pengusaha industri agar dapat lebih
berkembang.
2.2. Landasan Teor i
2.2.1. Penger tian Pember dayaan
Menurut Siahaan, Rambe dan Mahidin (2006: 11), pemberdayaan dapat
diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan seseorang atau
kelompok sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya
sebagaimana tuntutan kinerja tugas tersebut. Pemberdayaan merupakan proses
yang dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti pemberian wewenang,
meningkatkan partisipasi, memberikan kepercayaan sehingga setiap orang atau
kelompok dapat memahami apa yang akan dikerjakannya, yang pada akhirnya
akan berimplikasi pada peningkatan pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.
Pemberdayaan adalah upaya memberikan kesempatan kepada kelompok
masyarakat berkemampuan lemah yang dilakukan secara sengaja dan terukur.
Upaya yang dilakukan secara sengaja dan terukur artinya terdapat strategi,
mekanisme dan tahapan yang disusun secara sistemmatis untuk memberdayakan
kelompok masyarakat berkemampuan lemah dalam jangka waktu tertentu (World
Bank,2000, dan UNDP,2003). Upaya ini harus disediakan dan dipersiapkan oleh
para pengambil keputusan baik dikalangan pemerintahan maupun di kelompok
swadaya masyarakat. (Sumodiningrat, 1999).
Pemberdayaan merupakan usaha membantu klien memperoleh daya untuk
mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait
dengan diri mereka termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam
percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer
daya dari lingkungannya.
Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan
atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu
yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan maka pemberdayaan
menunjuk pada keadaan atau hasil yang dicapai oleh sebuah perubahan sosial
yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki percaya diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Menurut Peraturan Daerah Mojokerto No.7 Tahun 2009 Tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah, pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan
Pemerintah Kota, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk
penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang
tangguh dan mandiri.
Menurut Ife seperti dikutip Suharto (2005:59), pemberdayaan memuat dua
pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan di sini
diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit,
melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas :
1) Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup kemampuan
dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat
2) Pendefinisian kebutuhan : kemampuan menentukan kebutuhan selaras
dengan aspirasi dan keinginannya.
3) Lembaga-lembaga : kemampuan menjangkau, menggunakan dan
mempengaruhi pranata-pranata mayarakat, seperti lembaga kesejahteraan
sosial, pendidikan, kesehatan.
4) Ide atau gagasan : kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan
gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan.
5) Sumber-sumber : kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal,
informal dan kemasyarakatan.
6) Aktivitas ekonomi : kemampuan memanfaatkan dan mengelola
mekanisme produksi, distribusi dan pertukaran barang serta jasa.
7) Reproduksi : kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran,
perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi.
Shardlow (1998:32) melihat bahwa berbagai pengertian yang ada
mengenai pemberdayaan, pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok,
ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan
mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.
Dalam kesimpulannya, Shardlow menggambarkan bahwa pemberdayaan sebagai
suatu gagasan tidaklah jauh berbeda dengan gagasan Biestek (1961) yang dikenal
dibidang pendidikan Ilmu Kesejahteraan Sosial dengan nama “
Self-Determination”. Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menentukan
sendiri apa yang harus dilakukan dalam kaitannya dengan upaya mengatasi
masalah yang dihadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan
2.2.1.1. Penger tian Pember dayaan Masyar akat
Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya adalah kolektif dari
pemberdayaan individu yang merupakan cermin nilai- nilai normatif dan moral.
Konsep pemberdayaan sebagai suatu konsep alternatif pembangunan yang pada
intinya memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu
kelompok masyarakat yang berlandaskan pada sumber daya pribadi, langsung
(melalui partisipasi), demokrasi dan pembelajaran sosial melalui pengalaman
langsung.
Soetarso (2003) menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat pada
hakikatnya mempunyai dua pengertian yang saling berkaitan, yaitu :
1. Peningkatan kemampuan, motivasi dan peran semua unsur masyarakat
agar dapat menjadi sumber yang langgeng untuk mendukung semua
bentuk usaha kesejahteraan sosial.
2. Pemanfaatan Sumber Masyarakat yang telah ditingkatkan kemampuan,
motivasi dan perannya.
Ada dikotomi antara memberdayakan dengan pemberdayaan yang
dijelaskan oleh Sumodiningrat (1997). Memberdayakan masyarakat adalah upaya
untuk meningkatkan kemampuan dan kemandiriannya. Sedangkan pemberdayaan
adalah upaya untuk membangun daya masyarakat dengan mendorong, memberi
inovasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta
berupaya untuk mengembangkannya.
Dalam pandangan Kartasasmita (1997: 11-12) memberdayakan adalah
upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam
keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah memampukan dan
memandirikan masyarakat. Dalam kerangka pemikiran itu, upaya memberdayakan
masyarakat haruslah dilakukan dengan :
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang. Di sini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap
manusia atau setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat sama sekali yang tanpa
daya. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan
memotivasi dan mengembangkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya
serta berupaya untuk mengembangkannya (memperkenalkan bahwa setiap
masyarakat mempunyai potensi (berdaya) untuk berkembang).
2. Upaya itu harus diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang
dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan
langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim atau suasana.
Perkataan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut
penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses kepada
berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya.
3. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota
masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai
budaya modern, seperti kerja keras, hemat keterbukaan, tanggung jawab
adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula
pembaharuan lembaga-lembaga sosial dan pengintregasiannya ke dalam
4. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Dengan dasar pandangan demikian, maka pemberdayaan masyarakat
sangat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan pengalaman
demokrasi.
5. Memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh
karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu,
perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah sangat mendasar sifatnya
dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti
mengisolasi atau menutupi dari interaksi karena hal itu justru akan
mengerdilkan yang kecil dan akan melunglaikan yang lemah. Melindungi
harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang
tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
2.2.1.2. Pr insip Pember dayaan
Didalam melakukan pemberdayaan keterlibatan pihak yang diberdayakan
yang akan diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan
dapat tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan masyarakat,
memiliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai
dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, serta
meningkatkan keberdayaan (empowering) pihak yang diberdayakan dengan
pengalaman merancang, melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan upaya
peningkatan diri dan ekonomi (Kartasasmita, 1996 : 249).
Dalam kaitannya dengan UKM sebagai pihak yang diberdayakan, untuk
pemberdayaan yaitu adanya pertama, pihak yang memberdayakan ( Community
Worker ) dan kedua, pihak yang diberdayakan (masyarakat). Antara kedua pihak
harus saling mendukung sehingga masyarakat sebagai pihak yang akan
diberdayakan bukan hanya dijadikan objek, tapi lebih diarahakan sebagai subjek
(pelaksanaan).
2.2.1.3. Pr oses Pember dayaan
Dalam literatur pembangunan, konsep pemberdayaan dari Pierse dan
Stiefel dalam Pranarka (1996) mempunyai perspektif yang luas karena mencakup
penghormatan terhadap kebhinekaan, kekhasan lokal, dekonsentrasi kekuatan
serta peningkatan kemandirian. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa proses
pemberdayaan mengandung kecenderungan pertama sebagai kecenderungan
primer dari pemberdayaan yang menekankan pada proses memberi dan
mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat
agar individu lebih berdaya. Kedua sebagai kecenderungan sekunder yang
menekankan pada proses menstimulasikan, mendorong atau memotivasi individu
agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang
menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.
Agar proses pemberdayaan sesuai dengan tujuannya, Adi (2001: 32-33)
mengatakan perlu adanya intervensi sosial yang dijabarkan melalui dua intervensi
yakni intervensi makro yaitu intervensi yang dilakukan di tingkat komunitas dan
organisasi sedangkan intervensi mikro adalah suatu intervensi yang dilakukan
Hogan (2000;20) menggambarkan proses pemberdayaan yang
berkesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari lima tahapan utama,
yaitu:
1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakandan tidak
memberdayakan.
2. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan
penidakberdayaan.
3. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek.
4. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna untuk melakukan
perubahan.
5. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikannya.
Sesuai uraian di atas, dapat dikatakan proses pemberdayaan sebaiknya
mampu mentransfer daya dengan upaya peningkatan kapasitas masyarakatnya
secara berkelanjutan dalam meningkatkan daya dan kemampuan yang ada baik
secara individu, organisasi dan komunitas, yang merupakan upaya peningkatan
kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat.
2.2.1.4. Konsep Pember dayaan
Konsep empowerment muncul karena adanya kegagalan dan harapan yaitu
gagalnya model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah
kemiskinandan lingkungan yang berkelanjutan dengan harapan adanya
pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, kesetaraan gender,
persamaan antara generasi dan pertumbuhan ekonomi yang memadai (Friedman,
Konsep pemberdayaan mencakup pengertian pembangunan masyarakat
(community development) dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat
(community based development). Community development adalah suatu proses
yang mengandung usaha :
1. Masyarakat dan pihak lain ( diluar sistem sosialnya) untuk meningkatkan
kondisi sosial, ekonomi, dan budaya.
2. Untuk meningkatkan integritas masyarakat ke dalam suatu pola dan
tatanan kehidupan yang lebih baik.
3. Mengembangkan dan meningkatkan kemandirian dan kepedulian
masyarakat dalam memahami dan mengatasi masalah dalam
kehidupannya.
4. Mengembangkan fasilitas dan teknologi sebagai langkah meningkatkan
daya inisiatif, pelayanan masyarakat dsb.
Dan tahap selanjutnya muncul istilah community driven development yang
diterjemahkan sebagai pembangunan yang diarahkan masyarakat atau diistilahkan
pembangunan yang digerakkan masyarakat. Beberapa pemahaman konsep
pemberdayaan dalam pembangunan yang digerakkan masyarakat yang meliputi :
1. Kedekatan hubungan antara konsep pembangunan yang digerakkan
masyarakat dan tujuan-tujuan penanggulangan kemiskinan secara lokal
ataupun nasional;
2. Definisi model-model pemberdayaan masyarakat yang paling sesuai
dengan kondisi lokal dengan merujuk pada pembangunan yang digerakkan
Dalam perkembangannya, konsep pemberdayaan menjadi lebih luas baik
pemahaman maupun cakupannya. Ketidakberdayaan dapat diakibatkan oleh
kondisi disposisi subjektif, maka dalam hal seperti ini pemberdayaan menjadi
gerak yang tumbuh dari dalam. Ketidakberdayaan dapat pula terjadi sebagai
akibat dari struktur sosial, hubungan antar manusia, situasi keluarga, situasi
masyarakat, situasi kerja, kondisi ekonomi, pendidikan, sosial budaya dan
tentunya dari struktur kekuasaan yang tergelar dalam tata politik pemerintah.
Dengan demikian untuk menciptakan suatu wilayah yang berdaya perlu
adanya pemihakan terhadap pertumbuhan ekonomi lokal yang diarahkan secara
langsung pada akses rakyat kepada sumber daya pembangunan disertai penciptaan
peluang bagi masyarakat di lapisan bawah untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan. Sehingga mereka mampu mengatasi kondisi keterbelakangan dan
memperkuat daya saing ekonomi.
2.2.1.5. Tujuan Pember dayaan
Dalam bukunya Rukminto (2008:78-79) yang bejudul “Intervensi
Komunitas”, tujuan pemberdayaan dibedakan menjadi tiga bidang, yaitu:
1. Bidang Ekonomi, adalah agar kelompok sasaran dapat mengelola
usahanya, kemudian memasarkan dan membentuk siklus pemasaran yang
relatif stabil.
2. Bidang Pendidikan, adalah agar kelompok sasaran dapat menggali
berbagai potensi yang ada dalam dirinya dan memanfaatkan potensi yang
dimiliki untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.
3. Bidang Sosial, adalah agar kelompok sasaran dapat menjalankan fungsi
Jamasy (2004:42) menyatakan bahwa pemberdayaan yang merupakan
prasyarat mutlak bagi upaya penanggulangan masalah kemiskinan memiliki
tujuan :
1. Menekan perasaan ketidakberdayaan (impotensi) masyarakat miskin bila
berhadapan dengan struktur sosial politis. Langkah konkretnya adalah
meningkatkan kesadaran kritis pada posisinya.
2. Memutuskan hubungan yang bersifar eksploitatif terhadap lapisan orang
miskin perlu dilakukan bila terjadi reformasi sosial, budaya dan politik
(artinya, biarkan kesadaran kritis orang miskin muncul dan biarkan pula
melakukan reorganisasi dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja
dan kualitas hidupnya.
3. Tertanam rasa persamaan (egalitarian) dan berikan gambaran bahwa
kemiskinan bukan merupakan takdir, tetapi sebagai penjelmaan konstruksi
sosial.
4. Merealisasikan perumusan pembangunan dengan melibatkan
masyarakat-masyarakat miskin secara penuh (ini hanya bisa tercapai kalau komunikasi
politik antara pemegang kekuasaaan dengan kelompok-kelompok dan
person-person strategis, dan masyarakat miskin tidak mengalami distorsi).
5. Pembangunan sosial dan budaya bagi masyarakat miskin (seperti
perencanaan hidup, perubahan kebiasaan hidup, peningkatan produktivitas
kerja dan kualitas kerja).
Menurut Sumodiningrat seperti yang dikutip oleh Abipraja (2002:68)
pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat bertujuan mencapai
keberhasilan dalam:
1. Mengurangi jumlah penduduk miskin.
2. Mengembangkan usaha peningkatkan pendapatan yang dilakukan oleh
penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.
3. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan
kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya.
4. Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin
berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya
permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta
makin lausnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam
masyarakat.
5. Meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang
diatndai oleh peningkatan keluarga miskin yang mampu memenuhi
kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.
2.2.1.6. Str ategi Pember dayaan
Menurut Parsons et.al. (1994 : 112-113) menyatakan bahwa proses
pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada
literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu
lawan satu antara pekerjaan sosial dan klien dalam setting pertolongan
perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa
percaya diri dan kemampuan diri klien, hal ini bukanlah strategi utama
dilakukan melalui kolektivitas. Dalam beberapa situasi, strategi pemberdayaan
dapat saja dilakukan secara individual; meskipun pada gilirannya strategi ini pun
tetap berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber
atau sistem lain di luar dirinya. Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan
dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment
setting) yaitu :
1. Aras Mikro
Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui
bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan
utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan
tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan
yang berpusat pada tugas (task centered approach).
2. Aras Mezzo
Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan
dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi.
Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai
strategi dalam meningkatkan kesadaran pengetahuan, keterampilan dan
sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan
yang dihadapinya.
3. Aras Makro
Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large-system
strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan
yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi
beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang
klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami
situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang
tepat untuk bertindak.
2.2.1.7. Pendekatan Pember dayaan
Menurut Soegijono dll. yang dikutip oleh Surjono dan Nugroho (2008:26)
menyatakan bahwa terdapat tiga pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat
miskin , yakni :
1. Pendekatan yang terarah artinya pemberdayaan masyarakat harus terarah
dan berpihak kepada orang miskin .
2. Pendekatan Kelompok, artinya secara bersama-sama untuk memudahkan
pemecahan masalah yang dihadapai.
3. Pendekatan Pendampingan artinya dilakukan selama proses pembentukan
dan penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin perlu didampingi yang
profesional sebagai fasilitator, komunikator, dan dinamisator terhadap
kelompok untuk mempercepat tercapainya kemandirian.
2.2.1.8. Model Pember dayaan Masyar akat
Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007:212) model pembangunan
berikut yang menonjolkan konsep pemberdayaan adalah model pemberdayaan
bagi pembangunan daerah. Model ini didasarkan oleh respons terhadap kebutuhan
pembangunan di wilayah tertinggal dan kebutuhan untuk mensejahterakan rakyat
dalam suatu komunitas secara lebih merata.
Terkait dengan upaya pemberdayaan pada level komunitas, Rothman
intervention”, mengembangkan tiga model pemberdayaan dalam pengorganisasian
dan pengembangan masyarakat, dan menggambarkan bahwa proses
pemberdayaan masyarakat melalui intervensi komunitas ini dapat dilakukan
melalui beberapa model, yaitu Pengembangan Masyarakat Lokal (Locality
Developmenti), Perencanaan Sosial (Social Planing), Aksi Sosial (Social Action).
Paradigma ini merupakan “format ideal” yang dikembangkan terutama untuk
tujuan analisis dan konseptualisasi. Dalam praktiknya, ketiga model tersebut
saling bersentuhan satu dengan lainnya. Setiap komponennya bisa digunakan
secara kombinasi dan simultan sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang ada.
1. Model Pengembangan Masyarakat Lokal (PML)
Model pengembangan masyarakat lokal ini memberikan perubahan dalam
masyarakat dapat dilakukan secara optimal apabila melibatkan partisipasi
aktif yang luas disemua spektrum masyarakat tingkat lokal, baik dalam
tahap penentuan perubahan. Pengembangan masyarakat lokal adalah
proses yang dirancang untuk mendapatkan kondisi sosial ekonomi yang
lebih maju dan sehat bagi seluruh masyarakat melalui partisipasi aktif
mereka serta berdasarkan kepercayaan yang penuh terhadap prakarsa
mereka sendiri. Pengembangan masyarakat lokal lebih berorientasi pada
“tujuan proses” (process goal) daripada tujuan tugas atau tujuan hasil (task
or product goal). Setiap anggota masyarakat bertanggung jawab untuk
menentukan tujuan dan memilih strategi yang tepat untuk mencapai tujuan
tersebut. Pengembangan kepemimpinan lokal, peningkatan strategi
anggota masyarakat merupakan inti proses pengembangan masyarakat
lokal ini. (Suharto, 1996).
2. Model Perencanaan Sosial (PS)
Model ini menekankan proses pemecahan masalah secara teknis terhadap
masalah sosial yang substantif. Model perencanaan sosial ini mengungkap
pentingnya menggunakan cara perencanaan yang matang dan perubahan
yang terkendali yakni untuk mencapai tujuan akhir secara sadar dan
rasional, dan dalam pelaksanaannya dilakukan pengawasan-pengawasan
yang ketat untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi. Implementasi
model perencanaan sosial ini bisa berupa program-program yang
berhubungan dengan permasalahan sosial tertentu seperti yang telah
disebutkan sebelumnya. Perencanaan sosial lebih berorientasi pada “tujuan
tugas”. Para perencana sosial dipandang sebagai ‘ahli’ (expert) dalam
melakukan penelitian, menganalisis masalah dan kebutuhan masyarakat
serta dalam mengidentifikasi, melaksanakan dan mengevaluasi
program-program pelayanan kemanusiaan (Suharto, 1996).
3. Model Aksi Sosial (AS)
Model aksi sosial imi menekankan betapa pentingnya penanganan secara
terorganisasi, terarah dan sistematis terhadap kelompok yang tidak
beruntung, juga meningkatkan kebutuhan yang memadai bagi masyarakat
yang lebih luas dalam rangka meningkatkan sumber atau perlakuan yang
lebih sesuai dengan keadilan sosial dan nilai-nilai demokratisasi. Adapun
langkah yang akan ditempuh dalam upaya mencapai tujuan yang telah
tertentu guna terlibat aktif dalam mengadakan perubahan-perubahan.
Dalam kaitan ini, Suharto (1996) menjelaskan tujuan dan sasaran utama
aksi sosial adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan
pada struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan
(distribution of resources), dan pengambilan keputusan (distribution of
decision making). Masyarakat sebagai sistem klien dipandang sebagai
“korban” ketidakadilan struktur. Aksi sosial berorientasi pada “tujuan
proses” dan “tujuan hasil”. Masyarakat diorganisasi melalui proses
penyadaran, pemberdayaan, dan tindakan-tindakan aktual untuk mengubah
struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip demokratis, kemerataan
(equality), dan keadilan (equity).
2.2.2. Penger tian Usaha Mikr o, Kecil dan Menengah (UMKM)
Usaha adalah suatu unit ekonomi yang melakukan aktivitas dengan tujuan
menghasilkan barang dan/ jasa untuk dijual, ditukar dengan barang lain dan ada
seseorang atau lebih yang bertanggung jawab dan mempunyai kewajiban untuk
mengelola usaha tersebut.
Menurut Peraturan Daerah Kota Mojokerto No.7 Tahun 2009 Tentang
Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah :
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. Kriteria Usaha Mikro
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha
Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini. Kriteria Usaha Kecil
adalah sebagai berikut :
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah).
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut :
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
2.2.2.1. Macam-macam Usaha Mikr o, Kecil dan Menengah
Usaha kecil dan menengah dapat digolongkan menurut bentuk, jenis, serta
kegiatan yang dilakukannya. Bentuk dan jenis UMKM dapat kita perinci dari
beberapa segi antara lainsebagai berikut :
1. Ditinjau dari hakikat dan penggolongannya
a. Industri kecil
b. Perusahaan berskala kecil
c. Sektor informal
2. Ditinjau dari bentuknya
a. Usaha perseorangan
b. Usaha persekutuan/ partnership
3. Ditinjau dari jenis produk atau jasa yang dihasilkan maupun aktivitas yang
dilakukan :
a. Usaha pertanian
c. Usaha jasa
Penggolongan industri menurut BPS, industri pengolahan di Indonesia
terbagi kedalam empat kategori yaitu :
1. Industri Kerajinan Rumah Tangga yaitu perusahaan atau usaha industri
pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang.
2. Industri Kecil yaitu perusahaan atau industri pengolahan yang mempunyai
pekerja 5- 19 orang.
3. Industri Menengah yaitu perusahaaan atau usaha industri penngolahan
yang mempunyai pekerja 20- 29 orang/ lebih.
4. Industri Besar yaitu perusahaan atau usaha industri yang mempunyai
pekerja 100 orang/ lebih.
2.2.2.2. Kelebihan Usaha Mikr o, Kecil dan Menengah
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau UMKM mempunyai beberapa
kelebihan, yaitu:
1. Fleksibilitas yang ditopang oleh kemudahan relatif dalam memperolah
bahan baku dan peralatan.
2. Relevansinya dengan proses desentralisasi kegiatan ekonomi.
3. Potensi penciptaan lapangan kerja.
4. Dalam jangka panjang berpeluang untuk menciptakan kemandirian
pembangunan ekonomi. (Irsan Azhari Saleh, 1986)
2.2.2.3. Kelemahan Usaha Mikr o, Kecil dan Menengah
Kelemahan dan hambatan dalam pengelolaan UMKM pada umumnya
berkaitan dengan faktor intern dari UMKM itu sendiri. Kelemahan dan hambatan
1. Terlalu banyak biaya yang dikeluarkan, hutang yang tidak bermanfaat,
tidak memenuhi ketentuan pembukuan standar.
2. Pembagian kerja yang tidak proporsional dan karyawan sering bekerja
diluar batas jam kerja standar.
3. Tidak mengetahui secara tepat berapa kbutuhan modal kerja, karena tidak
ada perencanaan kas.
4. Persediaan barang terlalu banyak sehingga beberapa jenis barang ada yang
kurang laku.
5. Sering terjadi mist-manajemen dan ketidakpedulian pengelolaan terhadap
prinsip manajerial.
6. Sumber modal yang terbatas pada kemampuan pemilik.
7. Perencanaan dan program pengendalian sering tidak ada atau belum
pernah dirumuskan.
Sedangkan faktor eksternnya meliputi :
1. resiko dan hutang kepada pihak ketiga ditanggung oleh kekayaan pribadi
pemilik.
2. Sering kekurangan informasi bisnis, hanya mengacu pada intuisi dan
ambisi pengelola, serta lemah dalam promosi.
3. Tidak pernah melakukan studi kelayakan, penelitian pasar dan analisis
perputaran uang tunai.
4. Pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UKM) termasuk koperasi
memang sangat penting dan strategis dalam mengantisipasi perekonomian
ke depan terutama dalam memperkuat struktur perekonomian nasional.
sosial, ekonomi, dan politik yang berdampak pada kegiatan-kegiatan besar
yang makin memburuk, usaha kecil dan menengah serta koperasi relatif
masih mempertahankan kegiatan usahanya. (Surjono, Nugroho 2008:144).
5. UKM mempunyai daya bertahan yang lebih lentur. Penting dan
strategisnya kedudukan UKM dalam perekonomian nasional bukan saja
karena jumlahnya yang banyak, namun juga dalam hal penyerapan tenaga
kerja. (Surjono, Nugroho 2008:144).
2.2.2.4. Masalah – masalah yang dihadapi UKM
Terdapat delapan masalah – masalah utama yang dihadapi oleh para
pengusaha kecil dan menengah ( ISEI, 1998 ) yaitu :
1. Permasalahan Modal
a) Suku bunga kredit perbankan yang masih tinggi sehingga kredit menjadi
mahal.
b) Informasi sumber pembiayaan dari lembaga keuangan nonbank masih
kurang.
c) Sistem dan prosedur kredit dari lembaga keuangan bank dan nonbank
terlalu rumit dan memakan waktu yang cukup lama.
d) Perbankan kurang menginformasikan standar proposal untuk pengajuan
kredit, sehingga pengusaha kecil belum mampu membuat proposal yang
sesuai dengan krteria perbankan.
e) Perbankan kurang memahami kriteria usaha kecil dalam menilai kelayakan
usaha, sehingga jumlah kredit yang disetujui sering kali tidak sesuai
dengan kebutuhan usaha kecil.
a) Posisi tawar pengusaha kecil ketika berhadapan dengan pengusaha besar
selalu lemah, terutama berkaitan dengan penentuan harga dan sistem.
b) Asosiasi pengusaha atau profesi belum berperan dalam mengkoordinasi
persaingan yang tidak sehat antara usaha yang sejenis.
c) Informasi untuk memasarkan produk masih kurang, misalnya produk yang
dinginkan, potensi pasar, tata cara memasarkan produk dan lain-lain.
3. Permasalahan Bahan Baku
a) Suplai bahan baku untuk usaha kecil kurang memadai dan berfluktuasi. Ini
disebabkan karena adanya pembeli besar yang menguasai bahan baku.
b) Harga bahan baku masih terlalu tinggi Kualitas bahan baku rendah karena
tidak adanya standarisasi dan adanya manipulasi kualitas bahan baku.
c) Sistem pembelian bahan baku secara tunai menyulitkan pengusaha kecil,
sementara pembayaran penjualan produk umumnya tidak tunai.
4. Permasalahan Teknologi
a) Tenaga kerja terampil sulit diperoleh dan dipertahankan karena lembaga
pendidikan dan pelatihan yang ada kurang dapat menghasilkan tenaga
kerja terampil yang sesuai dengan kebutuhan usaha kecil.
b) Asas dan informasi sumber teknologi masih kurang dan tidak merata.
c) Spesifikasi peralatan yang sesuai dengan kebutuhan usaha kecil sukar
diperoleh.
d) Lembaga independen belum ada belum berperan, khususnya lembaga
pengkajian teknologi yang ditawarkan pasar kepada pengusaha kecil
e) Peran instansi pemerintah, nonpemerintah dan perguruan tinggi dalam
mengidentifikasi, menemukan, menyebarluaskan dan melakukan
pembinaan teknis tentang teknologi baru atau teknologi tepat guna bagi
uasah kecil masih kurang intensif.
5. Permasalahan Manajemen
a) Pola manajemen yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan
usaha sulit ditemukan karena pengetahuan pengusaha relatif rendah.
b) Pemisahan antara manajemen keuangan perusahaan perusahaan dan
keluarga belum dilakukan sehungga pengusaha kecil mengalami kesulitan
dalam mengontrol atau mengatur cash flow serta dalam membuat
perenacaan dan laporan keuangan.
c) Kemampuan pengusaha kecil dalam mengoganisasikan diri dan karyawan
masih lemah sehingga terjadi pembagian kerja yang tidak jelas.
d) Pelatihan tentang manajemen dari berbagai instansi kurang efektif karena
materi yang terlalu banyak tetapi tidak sesuai dengan kebutuhan.
e) Produktivitas karyawan masih sehingga pengusaha kecil sulit memenuhi
ketentuan UMR
6. Permasalahan Sistem Birokrasi
a) Perizinan yang tidak transparan, mahal, berbelit-belit, diskriminatif, lama,
dan tidak pasti serta terjadi tumpang tindih dalam mengurus perizinan.
b) Penegakan dan pelaksanaan hukum dan berbagai ketentuan masih kurang
serta cenderung kurang tegas.
c) Penguaha kecil dn asosiasi usaha kecil kurang dilibatkan dalam perumusan
d) Pungutan atau biaya tambahan dalam pengurusan perolehan modal dari
dana penyisihan laba BUMN dan sumber modal lainnya cukup tinggi.
e) Banyak pungutan yang sering kali tidak disertai pelayanan yang memadai.
7. Ketersediaan Infrastruktur
a) Listrik, air,dan telepon berarti mahal dn sering kali mengalami gangguan
di samping pelayanan petugas yang kurang baik.
8. Pola Kemitraan
a) Kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar dalam
pemasaran dan sistem pembayaran baik produk maupun bahan baku
dirasakan belum bermanfaat.
b) Kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar dalam
transfer teknologi masih kurang.
2.2.3. Pelatihan
2.2.3.1 Penger tian Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan merupakan dua hal yang hampir sama maksud
pelaksanaanya, namun ruang lingkupnya yang membedakan karakteristik kedua
kegiatan tersebut. Menurut sastrohadiwiryo (2003 : 199) pendidikan merupakan
tugas untuk meningkatkan pengetahuan,pengertian,atau sikap para tenaga kerja
sehingga mereka dapat menyesuaikan dengan lingkungan mereka. Pendidikan
berhubungan menjawab how (bagaimana) dan why (mengapa), dan biasanya
pendidikan lebih banyak berhubungan dengan teori tentang pekerjaan.
Sedangkan pelatihan menurut Samsudin (2006 : 110) merupakan bagian
dari pendidikan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis dan segera. Spesifik berarti
segera berarti yang sudah dilatihkan dapat dipaktikkan. Umumnya pelatihan
dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan kerja dalam
waktu yang relatif singkat (pendek). Suatu pelatihan berupaya menyiapkan para
karyawan untuk melakukan pekerjaan yang dihadapi.
Menurut Fathoni (2006 : 147) pelatihan merupakan upaya untuk
mentransfer ketrampilan dan pengetahuan kepada para peserta pelatihan
sedemikian rupa sehingga para peserta menerima dan melakukan pelatihan pada
saat melakukan pekerjaan.
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa pelatihan adalah upaya untuk
membantu peserta pelatihan mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan
kecakapan, sehingga para peserta dapat menerima dan melakukan pelatihan pada
saat melakukan pekerja.
2.2.3.2 Peser ta Pelatihan
Menurut hamalik (2001 : 35) penetapan calon peserta pelatihan erat
kaitannya dengan keberhasilan proses pelatihan, yang pada giliranya turut
menentukan efektifitas pekerjaan. Karena itu, perlu di lakukan seleksi yang teliti
untuk memperoleh peserta yang baik, berdasarkan kriteria, antara lain :
1. Akademik, ialah jenjang pendidikan dan keahlian.
2. Jabatan, yang bersangkutan telah menempati pekerjaan tertentu, atau
akan di tempatkan pada pekerjaan tertentu
3. Pengalaman kerja, ialah pengalaman yang telah di peroleh dalam
pekerjaan.