• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kasus Mengenai Wisdom pda Mentor Youth Gereja "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Kasus Mengenai Wisdom pda Mentor Youth Gereja "X" Bandung."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

x Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui wisdom pada mentor Youth Gereja “X” Bandung. Mentor dalam pelayanannya menghadapi masalah-masalah hidup yang pelik membutuhkan wisdom untuk mampu memahami dan mengatasi masalah-masalah tersebut.

Penelitian ini menggunakan teori wisdom dari Paul B Baltes (1994) yang menyatakan wisdom sebagai sistem pengetahuan yang mumpuni dalam berurusan dengan pragmatik kehidupan mendasar. Teori ini menyatakan wisdom melalui 5 kriteria yaitu rich factual knowledge, rich procedural knowledge, lifespan contextualism, value relativism, management uncertainty dan proses life planning dan life review yang melatarbelakanginya.

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah mix method. Alat ukur yang digunakan adalah Manual for The Assessment of Wisdom-Related Performance dan wawancara mengenai wisdom. Penelitian dilakukan pada 3 subjek. Teknik analisis adalah kajian kuantitatif dengan hasil Manual for The Assestment of Wisdom-Related Performance melalui kesepakatan interrater pada skor kelima kriteria dan proses yang melatarbelakanginya. Selain itu data dianalisis dengan membandingkan hasil dan skor Manual for The Assessment of Wisdom-Related Performance dengan hasil wawancara dari pemaknaan kriteria dan proses yang melatar belakangi wisdom

(2)

xi Abstract

This research was conducted to determine wisdom of mentor in Youth Gereja “X”Bandung. Mentor in service face a lot of dilemmatic problem which mean need wisdom to understand and solving the problem

This research used wisdom theory from Paul B Baltes (1994) which state that wisdom is expert knowledge system in fundamental pragmatic of life.Wisdom is asses by 5 criteria rich factual knowledge, rich procedural knowledge, lifespan contextualism, value relativism, management uncertainty and life planning and life review as organizing process behind them.

The method in this research is mix method. Instrumental that being used to collect data is Manual for The Assessment of Wisdom-Related Performance and interview about wisdom. This research consist 3 subject. Data analysis technique is quantitative approach which result interrater agreement of Manual for The Assestment of Wisdom-Related Performance in five criterias and organizing process behind them. Data is analyzed by compare result and score from Manual for The Assessment of Wisdom-Related Performance and interview result from perceive criterias and organizing process behind wisdom.

(3)

xii DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT...ii

LEMBAR PENGESAHAN...iii

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR BAGAN... x

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN...xii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2Identifikasi Masalah... 10

1.3Maksud dan Tujuan... 10

1.3.1 Maksud Penelitian... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian... 10

1.4 Kegunaan Penelitian... 11

1.4.1 Kegunaan Teoritis... 11

1.4.2 Kegunaan Praktis... 11

1.5 Kerangka Pemikiran... 11

1.6 Asumsi Penelitian... 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 21

(4)

xiii

2.1.1 Pengertian Teori wisdom... 21

2.1.2 Kriteria wisdom... 21

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wisdom... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 35

3.1 Rancangan Penelitian... 35

3.2 Bagan Rancangan Penelitian... 36

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional…………... 36

3.3.1 Variabel Penelitian... 36

3.3.2 Definisi Konseptual...36

3.3.3 Definisi Operasional...37

3.4 Alat Ukur... 39

3.4.1 Nama Alat Ukur...39

3.4.1.1 Alat Ukur Manual for the Assessment of Wisdom-Related Performance... 39

3.4.1.2 Alat Ukur Wisdom...40

3.4.2 Kisi-kisi Alat Ukur ...40

3.4.2.1 Kisi-kisi Alat Ukur Manual for the Assessment of Wisdom-Related Performance...40

3.4.2.2 Kisi-kisi Alat Ukur Wisdom...42

3.4.3 Data Penunjang...46

3.4.4 Validitas Alat Ukur...46

3.4.5 Reliabilitas Alat Ukur...46

(5)

xiv

3.5.1 Populasi Sasaran... 46

3.5.2 Karakteristik Populasi... 47

3.6 Teknik Analisis Data... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...48

4.1 Profil Subjek Penelitian...48

4.2 Hasil Penelitian...49

4.3 Pembahasan...49

4.3.1 Pembahasan Subjek A...49

4.3.1.1 Pembahasan Subjek A dalam melakukan Life planning...56

4.3.1.2 Pembahasan Subjek A dalam melakukan review...61

4.3.1.3 Kesimpulan Subjek A...65

4.3.2 Pembahasan Subjek B...66

4.3.2.1 Pembahasan Subjek B dalam melakukan Life planning...74

4.3.2.2 Pembahasan Subjek B dalam melakukan review...78

4.3.2.3 Kesimpulan Subjek B...83

4.3.3 Pembahasan Subjek C... ...84

4.3.3.1 Pembahasan Subjek C dalam melakukan Life planning...93

4.3.3.2 Pembahasan Subjek C dalam melakukan review...99

4.3.3.3 Kesimpulan Subjek C...105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...107

5.1 Kesimpulan...107

5.2 Saran...107

(6)

xv

5.2.2 Saran Praktis...108

DAFTAR PUSTAKA...110

(7)

xvi

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1...19

(8)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur...36

Tabel 4.1 Tabel Profil Subjek Penelitian...40

Tabel 4.2 Tabel Skor Kriteria Wisdom...41

Tabel 4.3 Tabel Skor Kriteria Wisdom A...41

Tabel 4.3 Tabel Skor Kriteria Wisdom B...58

(9)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Alat Ukur Manual for the Assessment of Wisdom-Related

Performance...xiii

Lampiran 2 Hasil Tes Manual for the Assessment of Wisdom-Related

Performance………...xx

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Gereja berasal dari bahasa Yunani yaitu ekklesia. Ek artinya keluar,

sedangkan klesia berasal dari kata kaleo yang berarti memanggil. Diterjemahkan

sebagai kumpulan orang yang dipanggil keluar dari dunia. Definisi ini

mengandung beberapa arti, yang pertama ialah umat atau lebih tepat persekutuan

orang Kristen. Pengertian ini merupakan pengertian yang diterima orang Kristen

mula-mula sebagai arti gereja. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan

gereja pada awalnya bukanlah sebuah gedung.

Arti kedua adalah sebuah perhimpunan atau

pertemuan ibadah umat Kristen. Bisa bertempat di rumah kediaman, lapangan,

ruangan di hotel, maupun tempat rekreasi. Arti ketiga ialah mazhab (aliran)

atau denominasi dalam agama Kristen. Gereja Katolik, Gereja Protestan, dll. Arti

keempat ialah lembaga (administratif) daripada sebuah mazhab Kristen. Contoh

kalimat “Gereja menentang perang Irak”. Arti terakhir mengacu pada sebuah

rumah ibadah umat Kristen secara umum, di mana umat bisa berdoa dan

menyembah Tuhan. (http://bible-truth.org/Ekklesia.html)

Gereja “X” merupakan salah satu gereja injili di Kota Bandung. Gereja “X”

(11)

Priangan Sinode Jawa Barat. Youth gereja “X” merupakan komunitas anak muda

Gereja “X” yang berasal dari jenjang sma, kuliah, dan awal kerja. Youth gereja “X”

memiliki visi memfasilitasi anak muda di Kota Bandung untuk menyembah Allah

dan membangun komunitas orang percaya yang bertumbuh maksimal dalam

segala bidang, serta giat bersaksi dan menjangkau generasinya bagi Allah. Pada

hari minggu jemaat yang beribadah kurang lebih sebanyak 350 orang.

Setiap jemaat memiliki komunitas sel (komsel) sebagai tempat untuk

bertumbuh, membahas Firman Tuhan dan sharing mengenai kehidupan mereka.

Komsel ini dilakukan setiap dua minggu sekali setelah kebaktian. Pada umumnya

setiap komsel beranggotakan 5-7 orang dan memiliki seorang pemimpin komsel

(PKS) yang bertugas membawakan bahan dan melihat bagaimana kondisi

kerohanian setiap anak-anak yang dibimbingnya. Namun peran ini belum

dijalankan oleh PKS dengan maksimal. Komsel yang berjalan baru di kisaran 50%

dari semua komsel yang ada. Penyebabnya beraneka ragam, ada yang disebabkan

oleh karena PKSnya dan ada juga yang disebabkan oleh anggota komselnya.

Masing-masing dari PKS tersebut juga akan menjadi anggota komsel yang

dibawakan oleh seorang mentor. Komsel ini diadakan secara rutin seminggu

sekali pada hari Senin. Mentor pada umumnya berada di usia 30 tahun ke atas.

Mentor berfungsi untuk membawakan bahan, membimbing, dan juga mendidik

setiap anggota komselnya agar dapat bertumbuh di dalam Tuhan. Dengan ini

setiap PKS juga memiliki seorang mentor di mana dia dapat menceritakan

mengenai kesulitannya saat membawakan komsel, pergumulan, dan juga

(12)

3

permasalahan, mentor akan memberikan konseling sederhana, membimbing dan

juga mendoakan PKSnya tersebut.

Selain bertugas membawakan bahan komsel bagi PKS untuk PKS teruskan

bagi anak-anak komselnya di minggu, mentor juga ditempatkan di setiap bidang

untuk mengarahkan pengurus youth gereja “X” di bidang tersebut. Mentor yang

ditempatkan dalam divisi tersebut akan mengarahkan, membimbing dan juga

berdiskusi dengan pengurus untuk perencanaan program bidang selanjutnya.

Selain itu ada program perencanaan gereja untuk lima tahun mendatang di mana

akan ada perwakilan dari mentor utama untuk membuat perencaan gereja secara

umum. Kemudian semua mentor beserta pengurus akan bertemu untuk

membicarakan dan menyusun tujuan spesifik yang ingin dicapai youth gereja “X”

secara keseluruhan untuk setahun mendatang. Pada akhir tahun akan diadakan

evaluasi mengenai program yang diberikan oleh mentor dan juga pengurus. Lewat

evaluasi tersebut diharapkan mendapatkan suatu pembelajaran baru dan juga

untuk membantu dalam membuat perencanaan selanjutnya.

Ketika membawakan komsel, tidak jarang seorang mentor mengalami

situasi dilema. Pada umumnya setiap komsel pernah mengalami konflik antar

anggotanya. Ada konflik yang dapat dibereskan sendiri oleh antar anggotanya,

tetapi ada juga konflik yang semakin parah. Perselisihan ini pernah membuat

salah seorang anggota komselnya meninggalkan gereja. Mentor sebagai pemimpin

tersebut seharusnya dapat menyelesaikannya.

Mentor perlu mengambil keputusan untuk mempertemukan kedua belah

(13)

prosesnya hal ini tidak berjalan dengan lancar. Pada akhirnya salah satu dari pihak

yang berselisih memutuskan untuk meninggalkan gereja. Mentor perlu

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk dapat menyelesaikannya,

namun, hal ini tidak mampu dilakukan oleh seorang mentor. Oleh karena itu

dibutuhkan kebijaksanaan (wisdom) dalam menyelesaikanyya.

Kebijaksanaan (wisdom) merupakan keahlian dalam sistem pengetahuan

yang mumpuni dalam kehidupan mendasar, seperti perencanaan hidup dan

meninjau kembali kehidupan. Hal tersebut membutuhkan pengetahuan umum

yang kaya mengenai persoalan kehidupan, pengetahuan praktis yang kaya

mengenai masalah dalam kehidupan, pemahaman mengenai perbedaan antara

konteks kehidupan dan nilai atau prioritas, dan pengetahuan mengenai hal-hal

yang tak terduga mengenai hidup ini. (Baltes dan Smith 1994). Konsep dari

pragmatik mendasar diartikan sebagai pengetahuan dan penilaian mengenai esensi

manusia dalam membuat perencanaan, pengelolaan, serta memiliki pemahaman

mengenai kehidupan (P. Baltes & Smith, 1990; Baltes & Staudinger, 1993).

Perencanaan merupakan salah satu hal yang mendasar untuk dapat melihat

wisdom yang dimiliki seseorang.

Wisdom peduli dengan keahlian (mastery) pada dialek mendasar eksistensi

manusia. Seperti dialektik antara yang baik dengan yang buruk, positif dan negatif,

kendali dan kurangnya kendali, dependent dan independent, kekuatan dan

kelemahan, egois dan altruisme. Keahlian (mastery) bukan berarti membuat

keputusan hanya dari satu sisi melainkan mempertimbangkan keduanya dalam

(14)

5

keadaan seperti apa seseorang perlu fokus pada salah satu kutub yang berlawanan

(Staudinger 1999b dalam Baltes2000). Berdasarkan tujuan di atas, dibuatlah

langkah-langkah perencanaan dengan memperhatikan dialektik yang ada di

lapangan agar tujuan awal dapat terlaksana.

Perencanaan yang baik tidak hanya memakai logika tapi lebih dari itu

dibutuhkan wisdom untuk membuat rencana dan mengambil keputusan. Sehingga

seorang mentor juga memerlukan wisdom dalam membuat perencanaan untuk

program satu tahun ke depan. Wisdom juga diperlukan ketika seorang mentor

membawakan komsel PKS. Komsel pada umumnya dibuka dengan doa kemudian

membagikan bahan. Setelah bahan dibagikan akan ada sharing baik dari

kehidupan mentor berkaitan dengan bahan tersebut, kemudian menanyakan

bagaimana kondisi PKS berkenaan dengan bahan tersebut. Pada bagian akhir PKS

dapat bercerita mengenai masalah pribadi yang mereka alami. Sehingga ketika

PKS bercerita mengenai permasalahan mereka pada umumnya mentor perlu untuk

memberikan masukan kepada PKS tersebut. Wisdom sering termanifestasi dalam

situasi sosial seperti ketika memberikan saran dan juga pengarahan (guidance)

(Montgemery et al 2002 dalam Sternberg 2005). Berdasarkan pernyataan tersebut

artinya wisdom yang dimiliki mentor dapat termanifestasi ketika memberikan

saran dan pengarahan terhadap masalah yang dialami oleh anggotanya.

Tidak jarang bahkan masalah-masalah dilemma yang diperhadapkan

sehingga wisdom merupakan hal yang esensial dalam menghadapinya. Dilemma

merupakan situasi di mana pilihan yang sulit harus diambil di antara dua atau

(15)

Dictionary). Sebagai contoh salah seorang anggotanya bercerita mengenai

keadaan keluarganya di mana ayahnya kurang bertanggung jawab terhadap

keluarga dan mau meninggalkan rumah. Anggota tersebut telah bekerja sehingga

tidak terlalu masalah baginya karena dia dapat menghidupi ibu dan adiknya.

Namun ia kebingungan dengan situasi tersebut dan tidak tahu harus berbuat apa.

Di satu sisi ia sangat kesal terhadap ayahnya, di sisi lain ia ingin agar ayahnya

dapat tetap bersama keluarganya dan ia juga tahu bahwa ia harus mengampuni

ayahnya. Situasi ini menjadi konflik baginya.

Pada situasi seperti ini mentor perlu melihat situasinya secara mendalam,

dapat berempati dan juga mengerti cara pandang orang tersebut, kemudian

barulah memberikan saran yang komprehensif dengan penyampaian yang tepat.

Beberapa mentor juga pada umumnya menghadapi situasi di mana salah seorang

PKSnya mulai undur dari gereja dan mulai tidak rutin membawakan komsel ke

area jemaat. Seorang mentor memerlukan wisdom untuk dapat berkata-kata secara

tepat kepada PKSnya tersebut, menggali permasalahan apa yang dihadapinya,

tindakan apa yang harus diambil berdasarkan masalahnya PKS tersebut. Apakah

PKS tersebut dapat diberikan pengertian sehingga dapat kembali aktif, atau ada

situasi yang berada di luar dirinya yang tidak memungkinkan PKS tersebut

membawakan komsel kembali. Kemudian keputusan apa yang harus dibuat,

apakah PKS tersebut harus dipertahankan atau diganti. Bagaimana dengan

hubungan yang selama ini telah dibangun oleh PKS dan anggotanya, apakah ada

(16)

7

menjadi pertimbangan dan situasi ini juga dapat menjadi dilemma bagi seorang

mentor.

Bahkan di area jemaat jika ada permasalahan berat atau dilemma yang

tidak dapat di tangani oleh PKSnya maka mentor akan turun tangan untuk

membantu menyelesaikannya dan juga memberikan konseling sederhana.

Berdasarkan pemaparan di atas, wisdom merupakan hal mendasar dan esensial

yang dibutuhkan oleh seorang mentor. Dikarenakan tugas dan tanggung jawabnya

selalu bersentuhan dengan situasi yang menuntut wisdom

Peneliti melakukan survey awal terhadap seorang mentor yang menjadi

ketua bagi youth gereja “X” yang berusia 53 tahun. Subjek (B) selama menjadi

mentor cukup banyak mengalami permasalahan dan tanggung jawab yang harus

dijalankan. Masalah yang paling umum yang selalu ada adalah perbedaan

pendapat menurut B. Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar. Namun ketika

berbeda pendapat, B selalu melihat apakah pendapatnya itu suatu kebenaran atau

sebenarnya hanya pendapat yang jika diterima untuk memuaskan diri B saja.

Dalam membuat perencanaan program youth gereja “X” ke depannya , bukan hal

yang jarang B juga tidak setuju dengan pendapat rekannya. Saat itu terjadi, B akan

berusaha untuk mengidentifikasi ketidaksetujuannya dan bertanya kepada diri

sendiri mengapa sebenarnya tidak setuju. Setelah mengetahui apa yang

melatarbelakanginya terkadang ada waktu di mana B juga harus rela melepaskan

pendapatnya dan dengan rendah hati juga menerima pendapat yang lain.

Salah satu hal yang paling berat yang pernah dialami B adalah masa

(17)

fasilitas yang cukup besar yang diterimanya. Sehingga banyak dari berbagai pihak

yang memberikan pendapat dan kritik terhadap youth gereja “X”. B merasa kritik

bukan sesuatu hal yang mengenakan, namun hal ini adalah hal yang diperlukan

untuk kemajuan youth gereja “X” dan juga diri B ke depannya. Dalam merespon

terhadap kritik, ada kritik yang B dapat terima, namun ada juga kritik yang B sulit

untuk terima. Untuk kritik yang B sulit untuk terima, B selalu berusaha untuk

merefleksikannya. Apakah B tidak dapat menerima karena ini merupakan kritik

yang salah atau karena identifikasi B yang kuat pada youth gereja “X”. Hal ini

berakibat ketika youth gereja “X” dikritik, B juga merasa dirinya dikritik. Namun,

di masa sulit itulah B belajar rendah hati menerima semua kritikan yang ada dan

ternyata kritik itu merupakan hal yang diperlukan untuk youth gereja “X” ke

depannya.

B menginginkan untuk ke depannya youth gereja “X” tetap dilayani secara

multigenerasi. Multigenerasi yang dimaksudkan adalah berjenjang. Menurut B

tidak mungkin youth dipimpin oleh sesama youth, melainkan tetap harus ada

peran seorang yang lebih tua mau mementoring dan membimbing youth sendiri.

Sehingga B menerapkan dan meminta beberapa belas orang mentor yang terbeban

untuk melayani youth. Dengan diterapkannya pola ini, mentoring dan kaderisasi di

dalam youth dapat tetap berjalan.

B juga memiliki keinginan untuk mengembangkan jemaat awam. Di masa

awal remaja, seorang remaja masih belum memiliki identitas yang jelas dan belum

mengetahui siapa dirinya sendiri. Pada saat itu remaja tersebut dibina dengan

(18)

9

yang mengenal dirinya sendiri, dapat menerima dirinya, dan juga pada akhirnya

dapat menjadi seorang pemimpin. Untuk sampai pada tahapan tersebut, B

menekankan tetap paling penting adalah mengenal Tuhan. Setelah mengenal

Tuhan, barulah seorang remaja dapat mengenal dirinya sendiri, membangun

nilai-nilai dan prinsip hidup yang benar di hadapan Tuhan.

Pada awalnya B menemukan konsep multigenerasi pada saat tahun 2000

masuk ke dalam komisi remaja ( belum berganti nama menjadi YOUTH GEREJA

“X”). B menemukan kesulitan ketika seorang anak SMA memimpin anak SMA

lainnya. Ketika diberikan tugas banyak hal yang tidak mengerti. Sehingga B

berpikir hal ini tidak bisa dijalankan. Kemudian B berpikir yang menjadi pengurus

butuh seorang mahasiswa. Sehingga B mulai membangun hubungan dengan para

mahasiswa, pergi bersama, berkomunitas bersama, dan saling terbuka satu dengan

lainnya.

Setelah itu ditanamkanlah nilai-nilai dan tujuan kepada mahasiswa

tersebut, kemudian pada akhirnya mengajak menjadi seorang pengurus. Ketika

menjadi seorang pengurus, yang terpenting bagi B adalah pendampingan.

Sehingga B mendampingi para pengurus, dan ketika mendampingi bukan hanya

peduli terhadap pelayanan yang mereka lakukan, namun juga peduli secara

keseluruhan terhadap studi mereka, keluarga mereka, dan juga iman mereka.

Sehingga melayani secara holistik

Setiap tahunnya B selalu update dan tetap melihat kondisi youth sedang

ada di mana, trendnya sedang bagaimana, dan apa tantangan terbesar mereka saat

(19)

hasil-hasil konfrensi di dunia mengenai youth. B mencontohkan youth di era

postmodern dan era digital memiliki kebutuhan yang berbeda. Hal ini ikut serta

mempengaruhi nilai-nilai yang dimiliki oleh youth. Sehingga dengan mengetahui

nilai-nilai yang dimilikinya, apa yang B sampaikan dapat relevan dengan

kebutuhan youth saat ini

B dapat melakukan identifikasi terhadap dirinya mengenai persoalan yang

terjadi di dalam hidupnya. B juga memiliki kemauan untuk belajar dan membaca

buku secara rutin mengenai perkembangan youth. B juga memiliki pengalaman

yang cukup dalam berhadapan dengan anak di usia youth karena telah memulai

pelayanannya selama 15 tahun, namun tetap ada kasus perselisihan di antara

jemaat yang B tidak dapat selesaikan dan berakhir dengan salah satu anggotanya

meninggalkan gereja.

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran wisdom pada

mentor di youth gereja “X” .

1.2Identifikasi Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran Wisdom

pada mentor di youth gereja “X” .

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud

Mengetahui Wisdom pada mentor di youth gereja “X” .

(20)

11

Mengetahui wisdom pada mentor di youth gereja “X” yang dikaitkan

dengan kriteria-kriteria wisdom.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

 Memberikan informasi bagi pengembang teori dari Psikologi Positif yang

berhubungan dengan wisdom.

 Memberikan masukan kepada peneliti lain yang berminat melakukan

penelitian selanjutnya mengenai wisdom pada young adult dan older adult

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi dan masukan pada mentor Youth gereja “X” , agar

mereka mengetahui secara umum mengenai gambaran wisdom yang

mereka miliki dan dapat menjadi masukan serta bahan evaluasi bagi

mereka untuk lebih meningkatkan wisdom yang mereka miliki.

 Memberikan informasi mengenai wisdom pada mentor yang menjadi

responden dengan memperhatikan masukan mengenai kriteria-kriteria

pada wisdom yang perlu ditingkatkan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Youth gereja “X” adalah suatu komunitas gereja yang khusus melayani

anak muda di kota Bandung. Youth gereja “X” memiliki visi memfasilitasi anak

(21)

orang percaya yang bertumbuh maksimal dalam segala bidang, serta giat bersaksi

dan menjangkau generasinya bagi Allah. Youth gereja “X” sendiri memiliki

mentor-mentor dalam membimbing, mendidik, dan juga mengarahkan jemaatnya

yang kebanyakan berada dalam tahap perkembangan adolescent. Mentor yang

berada di Youth gereja “X” sendiri bertugas untuk menentukan tujuan apa yang

ingin dicapai oleh Youth gereja “X” untuk ke depannya. Mereka juga aktif dalam

mengajar jemaat melalui kelas pembinaan yang ada di gereja dan juga secara rutin

membimbing pemimpin komsel (PKS) di mana PKS tersebut yang akan

membimbing jemaat langsung secara kelompok, dan juga memberikan konseling

langsung terhadap individu yang membutuhkan.

Ketika konseling tersebut dibutuhkan rich factual knowledge untuk

menilai secara komprehensif dan juga holistik mengenai keadaan individu dan

juga permasalahan itu sendiri. Mentor juga membutuhkan life-span contextualism

dan value relativism untuk dapat melihat gambaran yang lebih luas mengenai

konteks individu dan permasalahannya tanpa melibatkan nilai-nilai yang dimiliki

oleh mentor tersebut. Terakhir dibutuhkan rich procedural knowledge dan

management uncertainty untuk mengambil keputusan yang tepat dengan

memperhitungkan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi di masa depan

Dalam hal ini wisdom dibutuhkan oleh seorang mentor dalam

menjalankan peranan mereka seperti yang telah dipaparkan di atas. Paul Baltes

mendefinisikan Wisdom sebagai keahlian (expertise) dalam mengatasi

permasalahan mendasar yang berkaitan dengan perilaku dan makna hidup.

(22)

13

umum yang kaya ( rich factual knowledge), pengetahuan praktis yang kaya ( rich

procedural knowledge), memahami konteks rentang kehidupan manusia (lifespan

contextualism), relativisme dari nilai dan prioritas kehidupan (relativism of values

and life priorities), mengetahui dan mengelola ketidakpastian (the recognition

and management uncertainty) ( e.g., Baltes & Staudinger 2000).

Rich factual knowledge mencakup pengetahuan umum mengenai kondisi

manusia dan juga pengetahuan spesifik mengenai suatu kejadian yang spesifik

(kelahiran, menikah, kematian) Mentor yang memiliki Rich factual knowledge

akan memiliki pengetahuan umum yang kaya, termasuk di dalamnya

pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan manusia seperti human nature,

norma sosial, perkembangan sepanjang rentang kehidupan, dan juga relasi

interpersonal. Di samping itu mentor memiliki suatu kedalaman, mampu

menghubungkan pengetahuan detil yang sangat kaya sehingga membentuk pola

informasi kompleks mengenai manusia dan kehidupan.

Rich Procedural Knowledge adalah pengetahuan mengenai heuristic dan

strategi untuk meninterpretasikan masalah kehidupan dengan melihat masa lalu,

masa kini, dan juga masa depan. Rich Procedural Knowledge merupakan strategi

mentor dalam memimpin / melakukan (conduct) kehidupan dan juga memiliki

makna hidup . Mentor yang memiliki Rich Procedural Knowledge akan mampu

menganalisis dan belajar dari pengalaman masa lalu, serta memiliki pengetahuan

untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan. Mentor tersebut juga mempunyai

(23)

memberikan saran dan bagaimana cara mengungkapkannya ketika seseorang

berada situasi kehidupan yang sulit.

Lifespan Contextualism merupakan kemampuan untuk melihat individu

dan kejadian tidak terisolasi melainkan secara terelaborasi dengan konteks.

Lifespan Contextualism merupakan bagaimana seorang mentor dalam melihat

suatu permasalahan yang terkait dengan bidang-bidang kehidupan yang selama ini

telah dijalani. Mentor dalam melihat suatu masalah memperhatikan konteks usia,

biografi, dan budaya. Hal ini dilihat mentor secara menyeluruh dan terintegrasi,

bukan secara terpisah satu dengan lainnya.

Value Relativism/ tolerance adalah implikasi pengetahuan bahwa di dalam

lingkungan ada nilai dan tujuan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Value Relativism/ tolerance merupakan bagaimana mentor dapat melihat bahwa

setiap individu itu berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Mentor dapat

mengakui dan mentoleransi bahwa setiap individu memiliki nilai yang berbeda

satu dengan lainnya. Tidak berhenti di sana namun, mentor juga mengarahkan

individu untuk mencapai suatu optimalisasi dan keseimbangan untuk kebaikan

bersama

Awareness/management of uncertainty merupakan pengetahuan bahwa

kehidupan tidak dapat selalu diprediksi serta keputusan hidup, interpretasi

kehidupan, dan juga perencanaan hidup tidak pernah lepas dari ketidakpastian.

Awareness/management of uncertainty adalah seorang mentor menyadari bahwa

dirinya terbatas dan tidak mengetahui semuanya. Dia mengetahui bahwa dia tidak

(24)

15

masa depan dengan sempurna, atau dengan yakin 100% mengapa suatu kejadian

di masa lalu terjadi seperti yang dilakukan ketika itu. Tidak berhenti sampai di

sana, namun mentor juga setelah mengetahui adanya ketidakpastian dalam

kehidupan ini dapat berhasil mengelola ketidakpastian yang terjadi dalam hidup

ini.

Ada 3 jenis faktor yang berpengaruh dalam perkembangan wisdom-related

knowledge yaitu Context-Related factor di mana hal ini berisi mengenai usia,

interaksi sosial, pendidikan, dan budaya / agama yang dianut oleh individu.

Kebanyakan orang percaya bahwa orang yang bijaksana biasanya berusia lanjut

(Clayton & Birren 1980, Orwoll & Perlmutter 1990 dalam Sternberg 2005).

Faktanya kebanyakan orang yang dinominasi orang yang bijaksana setidaknya

memiliki usia 60 tahun (Baltes et al. 1995, Denney et al.1995, Jason et al. 2001,

Maercker et al. 1998,Orwoll & Perlmutter 1990 dalam Staudinger 2010). Di sisi

lain kebanyakan orang sadar, tidak semua orang mengembangkan wisdom pada

usia tua mereka, dan orang muda juga dapat cukup bijaksana. Asosiasi antara

wisdom dan usia di bawa oleh ide bahwa orang tersebut telah memiliki

pengalaman naik dan turun dalam kehidupan manusia. (e.g., Clayton& Birren

1980, Gl¨uck & Bluck 2010, Holliday & Chandler 1986, Sternberg 1985 dalam

Sternberg 2005). Mentor yang lebih tua dipercaya telah lebih banyak mengalami

banyak hal dalam kehidupan mereka sehingga dapat dianggap mentor yang lebih

tua lebih bijaksana

Mentor yang aktif dalam berinteraksi sosial lebih bijaksana. Hal ini

(25)

sehingga perkembangan kebijaksanaan dalam kehidupan individu berlangsung

lebih lancar ketika sering berdiskusi dengan orang lain (Sternberg & Jordan,

2005). Jika mentor sering berdiskusi dengan orang lain, mereka dapat memperluas

perspektifnya dalam memandang suatu masalah sehingga dapat memiliki

pemahaman yang lebih komprehensif dan mampu membuat suatu keputusan

dengan lebih bijaksana.

Selain dari usia, pendidikan juga dipandang memainkan peranan yang

penting. Seorang mentor yang memiliki pendidikan yang tinggi dipercaya lebih

cerdas dan juga bijaksana. Budaya dan agama juga berpengaruh dalam

pembentukan wisdom seseorang. Seseorang yang diasosiasikan memiliki wisdom

memiliki nilai dan idealisme pada budayanya. Sebagai contoh orang Budha

percaya tingkat yang lebih tinggi dari wisdom dapat dicapai melalui usaha sadar,

di mana kebanyakan orang Kristen tidak (Rappersberger 20007). Takashi dan

Overton membedakan wisdom berdasarkan budaya barat dan budaya timur. Pada

budaya barat orang yang memiliki wisdom adalah orang yang memiliki

pengetahuan, cognitive complexity, dan dapat melakukan sinthesis sedangkan

budaya timur fokus pada integrasi antara kognitif dan afek (Sternberg 2005).

Berikutnya adalah Expertise-Related factor di mana faktor ini mengenai

mentor/ role model, terus berlatih, pengalaman hidup, dan juga pelatihan

profesional. Mentor dalam hal ini berpengaruh jika seorang memiliki mentor yang

bijak akan memperngaruhi wisdom seseorang, sebaliknya jika individu tersebut

terus berlatih dan melakukan mentoring terhadap individu lainnya akan

(26)

17

Pengalaman hidup memainkan peranan yang penting dalam

memperngaruhi wisdom. Pengalaman hidup pada situasi kritis selain membentuk

seseorang dalam situasi tersebut juga dapat dipandang sebagai waktu untuk

seseorang berlatih dan mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya secara

mendalam. Mentor yang pernah memiliki pengalaman hidup dalam situasi kritis

akan lebih bijaksana dibandingkan yang tidak.

Terakhir adalah Person-Related factor di mana berisi mengenai inteligensi

trait kepribadian, emotional competence serta motivasi. Inteligensi terkait dengan

wisdom dibedakan menjadi dua yaitu crystallized intelligent dan fluid ability.

Crystallized intelligent diukur melalui kemampuan verbal sebagai indikatornya

Mentor yang memiliki tingkat inteligensi yang tinggi akan mendukung

perkembangan wisdom yang dimilikinya.

Trait kepribadian dari Big Five Personality (Extraversion, Agreeableness,

Conscientiousness, Neuroticism dan Openness to Experience) memiliki hubungan

dengan wisdom individu. Faktor kepribadian adalah suatu predisposisi bawaan

yang melekat pada diri individu sehingga akan berpengaruh pada bagaimana

individu bereaksi dan menanggapi lingkungan serta pengalamannya. Mentor yang

extraversion yang cenderung didominasi oleh perasaan positif, energik dan

memiliki dorongan untuk menjalin relasi dengan orang-orang di sekitarnya.

Openness to experience (sejalan dengan extraversion) muncul sebagai prediktor

yang kuat dalam pengaruhnya terhadap wisdom.

Emotional Competence adalah kapasitas untuk memiliki self efficacy

(27)

dalamnya sadar akan emosi orang lain, dapat mengekspresikan emosi, empati,

regulasi emosi, dan beradaptasi serta mengkomunikasikan emosi ketika berrelasi

dengan orang lain. Emotional competence mencirikan orang yang matang dan

juga stabil dalam berrelasi dengan orang lain. Seseorang yang memiliki emotional

competence akan mempengaruhi terhadap wisdom dan membantunya dalam

mendengar permasalahan orang lain, memberikan saran dan juga menyampaikan

pendapatnya dengan baik.

Ketiga tipe faktor ini berpengaruh dalam perkembangan wisdom-related

knowledge dikarenakan ketiga faktor ini menentukan cara seseorang mengalami

dunianya, membuat perencanaan, mengelola, memikirkan ulang kehidupan

(28)

19

1.5.1 Bagan Kerangka Pikir

Tinggi

Context related Factor

Usia Interaksi sosial Konteks pendidikan Budaya/ agama Context of developmental Regulation Life Planning Life review

1. Rich Factual knowledge

2. Rich Procedural knowledge

3. Lifespan contextualism

4. Value Realtivism/tolerance

5. Awareness/management of

uncertainty

Expertise related Factor

Mentor / role model Terus berlatih Pengalaman hidup Pelatihan profesional Person related Factor

Inteligensi Trait kepribadian Emotional Competence Motivasi

Mentor youth

gereja “X” Wisdom

(29)

1.6 Asumsi

 Derajat wisdom pada mentor Youth gereja “X” tergambar melalui

lima kriteria, yaitu rich factual knowledge, rich procedural

knowledge, lifespan contextualism , value relativism/ tolerance, dan

awereness/ management of uncertainty

 Derajat wisdom pada mentor youth gereja “X” di kota Bandung

(30)

107 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil data wawancara dan rating yang dilakukan mengenai

tingkatan wisdom yang dilakukan pada mentor di Youth Gereja “X” , maka diperoleh

hasil sebagai berikut :

1. B dan C memiliki wisdom yang tergolong cukup. Hal ini ditunjang dengan

dua kriteria yaitu rich factual knowledge dan rich procedural knowledge

yang tergolong pada kategori cukup.

2. Tiga kriteria lain yang dimiliki oleh B dan C yaitu lifespan contextualism,

value relativism, dan management uncertainty tergolong relatif cukup

3. A memiliki wisdom yang tergolong rendah. Hal ini dikarenakan pada

kelima kriteria yaitu rich factual knowledge, rich procedural knowledge,

lifespan contextualism, value relativism, dan management uncertainty

tergolong rendah

4. Wisdom pada A, B dan C dilatarbelakangi oleh perencanaan hidup yang

baik yang sejalan dengan kategori pengetahuan tentang fakta hidup dan

proseduralnya. Hal ini menunjukkan bahwa wisdom dilatarbelakangi oleh

(31)

pengetahuan akan fakta-fakta hidup dan proses-proses kehidupan yang

direncanakan dan dijalankan secara sistematis.

5. Wisdom yang dimiliki oleh A, B, dan C dalam melakukan life planning

dan life review tidak menunjukan keterkaitan dalam pengaruhnya terhadap

kriteria-kriteria wisdom

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretik

1. Bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai

wisdom dapat disarankan untuk melakukan penelitian mengenai factor-faktor

yang mempengaruhi wisdom

2. Kelemahaan dalam penelitian ini adalah dalam hal penilaian hasil wawancara

responden yang tidak dapat disesuaikan dengan prosedur aslinya yang

melibatkan minimal 10 rater. hal ini berkaitan dengan batasan waktu

penelitian dan kesanggupan rater.

5.2.2 Saran Praktis

1. Untuk subjek, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai refleksi diri tentang

wisdom dalam diri sehingga mampu mengenal praktek kehidupan dan mengenal

masalah-masalah kehidupan lebih baik.

(32)

109

wisdom di dalam pelatihannya sehingga disadari dan dapat

(33)

110

Wisdom-Related Performance. German : Max Planck Institute for Human Development

Baltes, P.B., & Staudinger, U.M . 2000. Wisdom : A Metaheuristic (Pragmatic) to Orchestrate Mind and Virtue Toward Excel1ence

Baltes, Paul B., Gluck, Judith., Kunzmann, Ute. 2002. Wisdom Its Structure and Function in Regulating Succesful Life Span Development. Dalam Synder, Lopez.

2002. Handbook of Positive Psychology. New York : Oxford University Press, Inc.

Creswell, J. W. 1998. Qualitative inquiry and research design: Choosing among the five traditions. Thousand Oaks, CA: Sage

Cronbach, L. J., Meehl, P.E. 1995. Construct Validity in Psychological Tests. Psychological Bulletin.

Sternberg, Robert J., Jordan, Jennifer.2005. A Handbook of Wisdom : Psychological Perpective.New York : Cambridge University Press

Suryabrata, Sumadi . 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Staudinger, U.M., Gluck, Judith.2010. Psychological Wisdom Research : Commonalitites and Differences in a Growing Field. German

(34)

111

Staudinger, U.M., Maciel, Anna. G., Smith, Jacqui., Baltes, Paul. B. 1998. What Predict Wisdom-Related Performance? A First Look at Personality, Intelligence, and Facillitative Experiential Contexts. European Journal of Personality 12, 1-17

Staudinger, U. M., Pasupathi, Monisha. 2003. Correlates of Wisdom Related Performance in Adolescence and Adulthood : Age – Graded Differences in

“ Path” Toward Desireable Development. Journal of Research on

Adolscence 13, 239-268

Staudinger, U.M. 2003. Wisdom. Encylopedia of Psychological Assessment. London : Sage

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Penambahan Konsentrasi Asam Asetat Pada Pelarut Etanol Terhadap Efektivitas Ekstraksi Zat Warna Antosianin Terung Belanda.. Fakultas Teknologi

International Labour Organization (ILO) yang dikutip oleh Malayu S.P Hasibuan (2005: 127) mengungkapkan bahwa secara lebih sederhana maksud dari produktivitas

Tujuan dari penelitian untuk mengetahui dosis pupuk NPK yang optimum terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah pada tanah ultisol dan mengetahui pengaruh zat

Skripsi dengan judul Alih Kode dan Campur Kode dalam Khotbah Berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel Kabupaten Boyolali disusun guna memenuhi salah satu

Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A,

Untuk memulai bekerja dengan MIDE-51, langkah awal yang dilakukan adalah awal yang dilakukan adalah install software install software yang telah di.. yang telah di download 

Bisa diartikan dengan melihat nilai beta bahwa semua variabel bebas dalam penelitian ini yakni variabel Pester Power ( X1), Penempatan Produk di kasir ( X2) dan

Adapun variabel Independen dalam penelitian ini adalah: kecukupan modal (X 1 ) yang diukur dengan CAR dan kualitas aset.. (X 2 ) yang diukur