x Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui wisdom pada mentor Youth Gereja “X” Bandung. Mentor dalam pelayanannya menghadapi masalah-masalah hidup yang pelik membutuhkan wisdom untuk mampu memahami dan mengatasi masalah-masalah tersebut.
Penelitian ini menggunakan teori wisdom dari Paul B Baltes (1994) yang menyatakan wisdom sebagai sistem pengetahuan yang mumpuni dalam berurusan dengan pragmatik kehidupan mendasar. Teori ini menyatakan wisdom melalui 5 kriteria yaitu rich factual knowledge, rich procedural knowledge, lifespan contextualism, value relativism, management uncertainty dan proses life planning dan life review yang melatarbelakanginya.
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah mix method. Alat ukur yang digunakan adalah Manual for The Assessment of Wisdom-Related Performance dan wawancara mengenai wisdom. Penelitian dilakukan pada 3 subjek. Teknik analisis adalah kajian kuantitatif dengan hasil Manual for The Assestment of Wisdom-Related Performance melalui kesepakatan interrater pada skor kelima kriteria dan proses yang melatarbelakanginya. Selain itu data dianalisis dengan membandingkan hasil dan skor Manual for The Assessment of Wisdom-Related Performance dengan hasil wawancara dari pemaknaan kriteria dan proses yang melatar belakangi wisdom
xi Abstract
This research was conducted to determine wisdom of mentor in Youth Gereja “X”Bandung. Mentor in service face a lot of dilemmatic problem which mean need wisdom to understand and solving the problem
This research used wisdom theory from Paul B Baltes (1994) which state that wisdom is expert knowledge system in fundamental pragmatic of life.Wisdom is asses by 5 criteria rich factual knowledge, rich procedural knowledge, lifespan contextualism, value relativism, management uncertainty and life planning and life review as organizing process behind them.
The method in this research is mix method. Instrumental that being used to collect data is Manual for The Assessment of Wisdom-Related Performance and interview about wisdom. This research consist 3 subject. Data analysis technique is quantitative approach which result interrater agreement of Manual for The Assestment of Wisdom-Related Performance in five criterias and organizing process behind them. Data is analyzed by compare result and score from Manual for The Assessment of Wisdom-Related Performance and interview result from perceive criterias and organizing process behind wisdom.
xii DAFTAR ISI
ABSTRAK... i
ABSTRACT...ii
LEMBAR PENGESAHAN...iii
KATA PENGANTAR...iv
DAFTAR ISI...vii
DAFTAR BAGAN... x
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR LAMPIRAN...xii
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang Masalah...1
1.2Identifikasi Masalah... 10
1.3Maksud dan Tujuan... 10
1.3.1 Maksud Penelitian... 10
1.3.2 Tujuan Penelitian... 10
1.4 Kegunaan Penelitian... 11
1.4.1 Kegunaan Teoritis... 11
1.4.2 Kegunaan Praktis... 11
1.5 Kerangka Pemikiran... 11
1.6 Asumsi Penelitian... 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 21
xiii
2.1.1 Pengertian Teori wisdom... 21
2.1.2 Kriteria wisdom... 21
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wisdom... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 35
3.1 Rancangan Penelitian... 35
3.2 Bagan Rancangan Penelitian... 36
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional…………... 36
3.3.1 Variabel Penelitian... 36
3.3.2 Definisi Konseptual...36
3.3.3 Definisi Operasional...37
3.4 Alat Ukur... 39
3.4.1 Nama Alat Ukur...39
3.4.1.1 Alat Ukur Manual for the Assessment of Wisdom-Related Performance... 39
3.4.1.2 Alat Ukur Wisdom...40
3.4.2 Kisi-kisi Alat Ukur ...40
3.4.2.1 Kisi-kisi Alat Ukur Manual for the Assessment of Wisdom-Related Performance...40
3.4.2.2 Kisi-kisi Alat Ukur Wisdom...42
3.4.3 Data Penunjang...46
3.4.4 Validitas Alat Ukur...46
3.4.5 Reliabilitas Alat Ukur...46
xiv
3.5.1 Populasi Sasaran... 46
3.5.2 Karakteristik Populasi... 47
3.6 Teknik Analisis Data... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...48
4.1 Profil Subjek Penelitian...48
4.2 Hasil Penelitian...49
4.3 Pembahasan...49
4.3.1 Pembahasan Subjek A...49
4.3.1.1 Pembahasan Subjek A dalam melakukan Life planning...56
4.3.1.2 Pembahasan Subjek A dalam melakukan review...61
4.3.1.3 Kesimpulan Subjek A...65
4.3.2 Pembahasan Subjek B...66
4.3.2.1 Pembahasan Subjek B dalam melakukan Life planning...74
4.3.2.2 Pembahasan Subjek B dalam melakukan review...78
4.3.2.3 Kesimpulan Subjek B...83
4.3.3 Pembahasan Subjek C... ...84
4.3.3.1 Pembahasan Subjek C dalam melakukan Life planning...93
4.3.3.2 Pembahasan Subjek C dalam melakukan review...99
4.3.3.3 Kesimpulan Subjek C...105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...107
5.1 Kesimpulan...107
5.2 Saran...107
xv
5.2.2 Saran Praktis...108
DAFTAR PUSTAKA...110
xvi
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1...19
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur...36
Tabel 4.1 Tabel Profil Subjek Penelitian...40
Tabel 4.2 Tabel Skor Kriteria Wisdom...41
Tabel 4.3 Tabel Skor Kriteria Wisdom A...41
Tabel 4.3 Tabel Skor Kriteria Wisdom B...58
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alat Ukur Manual for the Assessment of Wisdom-Related
Performance...xiii
Lampiran 2 Hasil Tes Manual for the Assessment of Wisdom-Related
Performance………...xx
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Gereja berasal dari bahasa Yunani yaitu ekklesia. Ek artinya keluar,
sedangkan klesia berasal dari kata kaleo yang berarti memanggil. Diterjemahkan
sebagai kumpulan orang yang dipanggil keluar dari dunia. Definisi ini
mengandung beberapa arti, yang pertama ialah umat atau lebih tepat persekutuan
orang Kristen. Pengertian ini merupakan pengertian yang diterima orang Kristen
mula-mula sebagai arti gereja. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan
gereja pada awalnya bukanlah sebuah gedung.
Arti kedua adalah sebuah perhimpunan atau
pertemuan ibadah umat Kristen. Bisa bertempat di rumah kediaman, lapangan,
ruangan di hotel, maupun tempat rekreasi. Arti ketiga ialah mazhab (aliran)
atau denominasi dalam agama Kristen. Gereja Katolik, Gereja Protestan, dll. Arti
keempat ialah lembaga (administratif) daripada sebuah mazhab Kristen. Contoh
kalimat “Gereja menentang perang Irak”. Arti terakhir mengacu pada sebuah
rumah ibadah umat Kristen secara umum, di mana umat bisa berdoa dan
menyembah Tuhan. (http://bible-truth.org/Ekklesia.html)
Gereja “X” merupakan salah satu gereja injili di Kota Bandung. Gereja “X”
Priangan Sinode Jawa Barat. Youth gereja “X” merupakan komunitas anak muda
Gereja “X” yang berasal dari jenjang sma, kuliah, dan awal kerja. Youth gereja “X”
memiliki visi memfasilitasi anak muda di Kota Bandung untuk menyembah Allah
dan membangun komunitas orang percaya yang bertumbuh maksimal dalam
segala bidang, serta giat bersaksi dan menjangkau generasinya bagi Allah. Pada
hari minggu jemaat yang beribadah kurang lebih sebanyak 350 orang.
Setiap jemaat memiliki komunitas sel (komsel) sebagai tempat untuk
bertumbuh, membahas Firman Tuhan dan sharing mengenai kehidupan mereka.
Komsel ini dilakukan setiap dua minggu sekali setelah kebaktian. Pada umumnya
setiap komsel beranggotakan 5-7 orang dan memiliki seorang pemimpin komsel
(PKS) yang bertugas membawakan bahan dan melihat bagaimana kondisi
kerohanian setiap anak-anak yang dibimbingnya. Namun peran ini belum
dijalankan oleh PKS dengan maksimal. Komsel yang berjalan baru di kisaran 50%
dari semua komsel yang ada. Penyebabnya beraneka ragam, ada yang disebabkan
oleh karena PKSnya dan ada juga yang disebabkan oleh anggota komselnya.
Masing-masing dari PKS tersebut juga akan menjadi anggota komsel yang
dibawakan oleh seorang mentor. Komsel ini diadakan secara rutin seminggu
sekali pada hari Senin. Mentor pada umumnya berada di usia 30 tahun ke atas.
Mentor berfungsi untuk membawakan bahan, membimbing, dan juga mendidik
setiap anggota komselnya agar dapat bertumbuh di dalam Tuhan. Dengan ini
setiap PKS juga memiliki seorang mentor di mana dia dapat menceritakan
mengenai kesulitannya saat membawakan komsel, pergumulan, dan juga
3
permasalahan, mentor akan memberikan konseling sederhana, membimbing dan
juga mendoakan PKSnya tersebut.
Selain bertugas membawakan bahan komsel bagi PKS untuk PKS teruskan
bagi anak-anak komselnya di minggu, mentor juga ditempatkan di setiap bidang
untuk mengarahkan pengurus youth gereja “X” di bidang tersebut. Mentor yang
ditempatkan dalam divisi tersebut akan mengarahkan, membimbing dan juga
berdiskusi dengan pengurus untuk perencanaan program bidang selanjutnya.
Selain itu ada program perencanaan gereja untuk lima tahun mendatang di mana
akan ada perwakilan dari mentor utama untuk membuat perencaan gereja secara
umum. Kemudian semua mentor beserta pengurus akan bertemu untuk
membicarakan dan menyusun tujuan spesifik yang ingin dicapai youth gereja “X”
secara keseluruhan untuk setahun mendatang. Pada akhir tahun akan diadakan
evaluasi mengenai program yang diberikan oleh mentor dan juga pengurus. Lewat
evaluasi tersebut diharapkan mendapatkan suatu pembelajaran baru dan juga
untuk membantu dalam membuat perencanaan selanjutnya.
Ketika membawakan komsel, tidak jarang seorang mentor mengalami
situasi dilema. Pada umumnya setiap komsel pernah mengalami konflik antar
anggotanya. Ada konflik yang dapat dibereskan sendiri oleh antar anggotanya,
tetapi ada juga konflik yang semakin parah. Perselisihan ini pernah membuat
salah seorang anggota komselnya meninggalkan gereja. Mentor sebagai pemimpin
tersebut seharusnya dapat menyelesaikannya.
Mentor perlu mengambil keputusan untuk mempertemukan kedua belah
prosesnya hal ini tidak berjalan dengan lancar. Pada akhirnya salah satu dari pihak
yang berselisih memutuskan untuk meninggalkan gereja. Mentor perlu
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk dapat menyelesaikannya,
namun, hal ini tidak mampu dilakukan oleh seorang mentor. Oleh karena itu
dibutuhkan kebijaksanaan (wisdom) dalam menyelesaikanyya.
Kebijaksanaan (wisdom) merupakan keahlian dalam sistem pengetahuan
yang mumpuni dalam kehidupan mendasar, seperti perencanaan hidup dan
meninjau kembali kehidupan. Hal tersebut membutuhkan pengetahuan umum
yang kaya mengenai persoalan kehidupan, pengetahuan praktis yang kaya
mengenai masalah dalam kehidupan, pemahaman mengenai perbedaan antara
konteks kehidupan dan nilai atau prioritas, dan pengetahuan mengenai hal-hal
yang tak terduga mengenai hidup ini. (Baltes dan Smith 1994). Konsep dari
pragmatik mendasar diartikan sebagai pengetahuan dan penilaian mengenai esensi
manusia dalam membuat perencanaan, pengelolaan, serta memiliki pemahaman
mengenai kehidupan (P. Baltes & Smith, 1990; Baltes & Staudinger, 1993).
Perencanaan merupakan salah satu hal yang mendasar untuk dapat melihat
wisdom yang dimiliki seseorang.
Wisdom peduli dengan keahlian (mastery) pada dialek mendasar eksistensi
manusia. Seperti dialektik antara yang baik dengan yang buruk, positif dan negatif,
kendali dan kurangnya kendali, dependent dan independent, kekuatan dan
kelemahan, egois dan altruisme. Keahlian (mastery) bukan berarti membuat
keputusan hanya dari satu sisi melainkan mempertimbangkan keduanya dalam
5
keadaan seperti apa seseorang perlu fokus pada salah satu kutub yang berlawanan
(Staudinger 1999b dalam Baltes2000). Berdasarkan tujuan di atas, dibuatlah
langkah-langkah perencanaan dengan memperhatikan dialektik yang ada di
lapangan agar tujuan awal dapat terlaksana.
Perencanaan yang baik tidak hanya memakai logika tapi lebih dari itu
dibutuhkan wisdom untuk membuat rencana dan mengambil keputusan. Sehingga
seorang mentor juga memerlukan wisdom dalam membuat perencanaan untuk
program satu tahun ke depan. Wisdom juga diperlukan ketika seorang mentor
membawakan komsel PKS. Komsel pada umumnya dibuka dengan doa kemudian
membagikan bahan. Setelah bahan dibagikan akan ada sharing baik dari
kehidupan mentor berkaitan dengan bahan tersebut, kemudian menanyakan
bagaimana kondisi PKS berkenaan dengan bahan tersebut. Pada bagian akhir PKS
dapat bercerita mengenai masalah pribadi yang mereka alami. Sehingga ketika
PKS bercerita mengenai permasalahan mereka pada umumnya mentor perlu untuk
memberikan masukan kepada PKS tersebut. Wisdom sering termanifestasi dalam
situasi sosial seperti ketika memberikan saran dan juga pengarahan (guidance)
(Montgemery et al 2002 dalam Sternberg 2005). Berdasarkan pernyataan tersebut
artinya wisdom yang dimiliki mentor dapat termanifestasi ketika memberikan
saran dan pengarahan terhadap masalah yang dialami oleh anggotanya.
Tidak jarang bahkan masalah-masalah dilemma yang diperhadapkan
sehingga wisdom merupakan hal yang esensial dalam menghadapinya. Dilemma
merupakan situasi di mana pilihan yang sulit harus diambil di antara dua atau
Dictionary). Sebagai contoh salah seorang anggotanya bercerita mengenai
keadaan keluarganya di mana ayahnya kurang bertanggung jawab terhadap
keluarga dan mau meninggalkan rumah. Anggota tersebut telah bekerja sehingga
tidak terlalu masalah baginya karena dia dapat menghidupi ibu dan adiknya.
Namun ia kebingungan dengan situasi tersebut dan tidak tahu harus berbuat apa.
Di satu sisi ia sangat kesal terhadap ayahnya, di sisi lain ia ingin agar ayahnya
dapat tetap bersama keluarganya dan ia juga tahu bahwa ia harus mengampuni
ayahnya. Situasi ini menjadi konflik baginya.
Pada situasi seperti ini mentor perlu melihat situasinya secara mendalam,
dapat berempati dan juga mengerti cara pandang orang tersebut, kemudian
barulah memberikan saran yang komprehensif dengan penyampaian yang tepat.
Beberapa mentor juga pada umumnya menghadapi situasi di mana salah seorang
PKSnya mulai undur dari gereja dan mulai tidak rutin membawakan komsel ke
area jemaat. Seorang mentor memerlukan wisdom untuk dapat berkata-kata secara
tepat kepada PKSnya tersebut, menggali permasalahan apa yang dihadapinya,
tindakan apa yang harus diambil berdasarkan masalahnya PKS tersebut. Apakah
PKS tersebut dapat diberikan pengertian sehingga dapat kembali aktif, atau ada
situasi yang berada di luar dirinya yang tidak memungkinkan PKS tersebut
membawakan komsel kembali. Kemudian keputusan apa yang harus dibuat,
apakah PKS tersebut harus dipertahankan atau diganti. Bagaimana dengan
hubungan yang selama ini telah dibangun oleh PKS dan anggotanya, apakah ada
7
menjadi pertimbangan dan situasi ini juga dapat menjadi dilemma bagi seorang
mentor.
Bahkan di area jemaat jika ada permasalahan berat atau dilemma yang
tidak dapat di tangani oleh PKSnya maka mentor akan turun tangan untuk
membantu menyelesaikannya dan juga memberikan konseling sederhana.
Berdasarkan pemaparan di atas, wisdom merupakan hal mendasar dan esensial
yang dibutuhkan oleh seorang mentor. Dikarenakan tugas dan tanggung jawabnya
selalu bersentuhan dengan situasi yang menuntut wisdom
Peneliti melakukan survey awal terhadap seorang mentor yang menjadi
ketua bagi youth gereja “X” yang berusia 53 tahun. Subjek (B) selama menjadi
mentor cukup banyak mengalami permasalahan dan tanggung jawab yang harus
dijalankan. Masalah yang paling umum yang selalu ada adalah perbedaan
pendapat menurut B. Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar. Namun ketika
berbeda pendapat, B selalu melihat apakah pendapatnya itu suatu kebenaran atau
sebenarnya hanya pendapat yang jika diterima untuk memuaskan diri B saja.
Dalam membuat perencanaan program youth gereja “X” ke depannya , bukan hal
yang jarang B juga tidak setuju dengan pendapat rekannya. Saat itu terjadi, B akan
berusaha untuk mengidentifikasi ketidaksetujuannya dan bertanya kepada diri
sendiri mengapa sebenarnya tidak setuju. Setelah mengetahui apa yang
melatarbelakanginya terkadang ada waktu di mana B juga harus rela melepaskan
pendapatnya dan dengan rendah hati juga menerima pendapat yang lain.
Salah satu hal yang paling berat yang pernah dialami B adalah masa
fasilitas yang cukup besar yang diterimanya. Sehingga banyak dari berbagai pihak
yang memberikan pendapat dan kritik terhadap youth gereja “X”. B merasa kritik
bukan sesuatu hal yang mengenakan, namun hal ini adalah hal yang diperlukan
untuk kemajuan youth gereja “X” dan juga diri B ke depannya. Dalam merespon
terhadap kritik, ada kritik yang B dapat terima, namun ada juga kritik yang B sulit
untuk terima. Untuk kritik yang B sulit untuk terima, B selalu berusaha untuk
merefleksikannya. Apakah B tidak dapat menerima karena ini merupakan kritik
yang salah atau karena identifikasi B yang kuat pada youth gereja “X”. Hal ini
berakibat ketika youth gereja “X” dikritik, B juga merasa dirinya dikritik. Namun,
di masa sulit itulah B belajar rendah hati menerima semua kritikan yang ada dan
ternyata kritik itu merupakan hal yang diperlukan untuk youth gereja “X” ke
depannya.
B menginginkan untuk ke depannya youth gereja “X” tetap dilayani secara
multigenerasi. Multigenerasi yang dimaksudkan adalah berjenjang. Menurut B
tidak mungkin youth dipimpin oleh sesama youth, melainkan tetap harus ada
peran seorang yang lebih tua mau mementoring dan membimbing youth sendiri.
Sehingga B menerapkan dan meminta beberapa belas orang mentor yang terbeban
untuk melayani youth. Dengan diterapkannya pola ini, mentoring dan kaderisasi di
dalam youth dapat tetap berjalan.
B juga memiliki keinginan untuk mengembangkan jemaat awam. Di masa
awal remaja, seorang remaja masih belum memiliki identitas yang jelas dan belum
mengetahui siapa dirinya sendiri. Pada saat itu remaja tersebut dibina dengan
9
yang mengenal dirinya sendiri, dapat menerima dirinya, dan juga pada akhirnya
dapat menjadi seorang pemimpin. Untuk sampai pada tahapan tersebut, B
menekankan tetap paling penting adalah mengenal Tuhan. Setelah mengenal
Tuhan, barulah seorang remaja dapat mengenal dirinya sendiri, membangun
nilai-nilai dan prinsip hidup yang benar di hadapan Tuhan.
Pada awalnya B menemukan konsep multigenerasi pada saat tahun 2000
masuk ke dalam komisi remaja ( belum berganti nama menjadi YOUTH GEREJA
“X”). B menemukan kesulitan ketika seorang anak SMA memimpin anak SMA
lainnya. Ketika diberikan tugas banyak hal yang tidak mengerti. Sehingga B
berpikir hal ini tidak bisa dijalankan. Kemudian B berpikir yang menjadi pengurus
butuh seorang mahasiswa. Sehingga B mulai membangun hubungan dengan para
mahasiswa, pergi bersama, berkomunitas bersama, dan saling terbuka satu dengan
lainnya.
Setelah itu ditanamkanlah nilai-nilai dan tujuan kepada mahasiswa
tersebut, kemudian pada akhirnya mengajak menjadi seorang pengurus. Ketika
menjadi seorang pengurus, yang terpenting bagi B adalah pendampingan.
Sehingga B mendampingi para pengurus, dan ketika mendampingi bukan hanya
peduli terhadap pelayanan yang mereka lakukan, namun juga peduli secara
keseluruhan terhadap studi mereka, keluarga mereka, dan juga iman mereka.
Sehingga melayani secara holistik
Setiap tahunnya B selalu update dan tetap melihat kondisi youth sedang
ada di mana, trendnya sedang bagaimana, dan apa tantangan terbesar mereka saat
hasil-hasil konfrensi di dunia mengenai youth. B mencontohkan youth di era
postmodern dan era digital memiliki kebutuhan yang berbeda. Hal ini ikut serta
mempengaruhi nilai-nilai yang dimiliki oleh youth. Sehingga dengan mengetahui
nilai-nilai yang dimilikinya, apa yang B sampaikan dapat relevan dengan
kebutuhan youth saat ini
B dapat melakukan identifikasi terhadap dirinya mengenai persoalan yang
terjadi di dalam hidupnya. B juga memiliki kemauan untuk belajar dan membaca
buku secara rutin mengenai perkembangan youth. B juga memiliki pengalaman
yang cukup dalam berhadapan dengan anak di usia youth karena telah memulai
pelayanannya selama 15 tahun, namun tetap ada kasus perselisihan di antara
jemaat yang B tidak dapat selesaikan dan berakhir dengan salah satu anggotanya
meninggalkan gereja.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran wisdom pada
mentor di youth gereja “X” .
1.2Identifikasi Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran Wisdom
pada mentor di youth gereja “X” .
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud
Mengetahui Wisdom pada mentor di youth gereja “X” .
11
Mengetahui wisdom pada mentor di youth gereja “X” yang dikaitkan
dengan kriteria-kriteria wisdom.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Memberikan informasi bagi pengembang teori dari Psikologi Positif yang
berhubungan dengan wisdom.
Memberikan masukan kepada peneliti lain yang berminat melakukan
penelitian selanjutnya mengenai wisdom pada young adult dan older adult
1.4.2 Kegunaan Praktis
Memberikan informasi dan masukan pada mentor Youth gereja “X” , agar
mereka mengetahui secara umum mengenai gambaran wisdom yang
mereka miliki dan dapat menjadi masukan serta bahan evaluasi bagi
mereka untuk lebih meningkatkan wisdom yang mereka miliki.
Memberikan informasi mengenai wisdom pada mentor yang menjadi
responden dengan memperhatikan masukan mengenai kriteria-kriteria
pada wisdom yang perlu ditingkatkan.
1.5 Kerangka Pemikiran
Youth gereja “X” adalah suatu komunitas gereja yang khusus melayani
anak muda di kota Bandung. Youth gereja “X” memiliki visi memfasilitasi anak
orang percaya yang bertumbuh maksimal dalam segala bidang, serta giat bersaksi
dan menjangkau generasinya bagi Allah. Youth gereja “X” sendiri memiliki
mentor-mentor dalam membimbing, mendidik, dan juga mengarahkan jemaatnya
yang kebanyakan berada dalam tahap perkembangan adolescent. Mentor yang
berada di Youth gereja “X” sendiri bertugas untuk menentukan tujuan apa yang
ingin dicapai oleh Youth gereja “X” untuk ke depannya. Mereka juga aktif dalam
mengajar jemaat melalui kelas pembinaan yang ada di gereja dan juga secara rutin
membimbing pemimpin komsel (PKS) di mana PKS tersebut yang akan
membimbing jemaat langsung secara kelompok, dan juga memberikan konseling
langsung terhadap individu yang membutuhkan.
Ketika konseling tersebut dibutuhkan rich factual knowledge untuk
menilai secara komprehensif dan juga holistik mengenai keadaan individu dan
juga permasalahan itu sendiri. Mentor juga membutuhkan life-span contextualism
dan value relativism untuk dapat melihat gambaran yang lebih luas mengenai
konteks individu dan permasalahannya tanpa melibatkan nilai-nilai yang dimiliki
oleh mentor tersebut. Terakhir dibutuhkan rich procedural knowledge dan
management uncertainty untuk mengambil keputusan yang tepat dengan
memperhitungkan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi di masa depan
Dalam hal ini wisdom dibutuhkan oleh seorang mentor dalam
menjalankan peranan mereka seperti yang telah dipaparkan di atas. Paul Baltes
mendefinisikan Wisdom sebagai keahlian (expertise) dalam mengatasi
permasalahan mendasar yang berkaitan dengan perilaku dan makna hidup.
13
umum yang kaya ( rich factual knowledge), pengetahuan praktis yang kaya ( rich
procedural knowledge), memahami konteks rentang kehidupan manusia (lifespan
contextualism), relativisme dari nilai dan prioritas kehidupan (relativism of values
and life priorities), mengetahui dan mengelola ketidakpastian (the recognition
and management uncertainty) ( e.g., Baltes & Staudinger 2000).
Rich factual knowledge mencakup pengetahuan umum mengenai kondisi
manusia dan juga pengetahuan spesifik mengenai suatu kejadian yang spesifik
(kelahiran, menikah, kematian) Mentor yang memiliki Rich factual knowledge
akan memiliki pengetahuan umum yang kaya, termasuk di dalamnya
pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan manusia seperti human nature,
norma sosial, perkembangan sepanjang rentang kehidupan, dan juga relasi
interpersonal. Di samping itu mentor memiliki suatu kedalaman, mampu
menghubungkan pengetahuan detil yang sangat kaya sehingga membentuk pola
informasi kompleks mengenai manusia dan kehidupan.
Rich Procedural Knowledge adalah pengetahuan mengenai heuristic dan
strategi untuk meninterpretasikan masalah kehidupan dengan melihat masa lalu,
masa kini, dan juga masa depan. Rich Procedural Knowledge merupakan strategi
mentor dalam memimpin / melakukan (conduct) kehidupan dan juga memiliki
makna hidup . Mentor yang memiliki Rich Procedural Knowledge akan mampu
menganalisis dan belajar dari pengalaman masa lalu, serta memiliki pengetahuan
untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan. Mentor tersebut juga mempunyai
memberikan saran dan bagaimana cara mengungkapkannya ketika seseorang
berada situasi kehidupan yang sulit.
Lifespan Contextualism merupakan kemampuan untuk melihat individu
dan kejadian tidak terisolasi melainkan secara terelaborasi dengan konteks.
Lifespan Contextualism merupakan bagaimana seorang mentor dalam melihat
suatu permasalahan yang terkait dengan bidang-bidang kehidupan yang selama ini
telah dijalani. Mentor dalam melihat suatu masalah memperhatikan konteks usia,
biografi, dan budaya. Hal ini dilihat mentor secara menyeluruh dan terintegrasi,
bukan secara terpisah satu dengan lainnya.
Value Relativism/ tolerance adalah implikasi pengetahuan bahwa di dalam
lingkungan ada nilai dan tujuan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Value Relativism/ tolerance merupakan bagaimana mentor dapat melihat bahwa
setiap individu itu berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Mentor dapat
mengakui dan mentoleransi bahwa setiap individu memiliki nilai yang berbeda
satu dengan lainnya. Tidak berhenti di sana namun, mentor juga mengarahkan
individu untuk mencapai suatu optimalisasi dan keseimbangan untuk kebaikan
bersama
Awareness/management of uncertainty merupakan pengetahuan bahwa
kehidupan tidak dapat selalu diprediksi serta keputusan hidup, interpretasi
kehidupan, dan juga perencanaan hidup tidak pernah lepas dari ketidakpastian.
Awareness/management of uncertainty adalah seorang mentor menyadari bahwa
dirinya terbatas dan tidak mengetahui semuanya. Dia mengetahui bahwa dia tidak
15
masa depan dengan sempurna, atau dengan yakin 100% mengapa suatu kejadian
di masa lalu terjadi seperti yang dilakukan ketika itu. Tidak berhenti sampai di
sana, namun mentor juga setelah mengetahui adanya ketidakpastian dalam
kehidupan ini dapat berhasil mengelola ketidakpastian yang terjadi dalam hidup
ini.
Ada 3 jenis faktor yang berpengaruh dalam perkembangan wisdom-related
knowledge yaitu Context-Related factor di mana hal ini berisi mengenai usia,
interaksi sosial, pendidikan, dan budaya / agama yang dianut oleh individu.
Kebanyakan orang percaya bahwa orang yang bijaksana biasanya berusia lanjut
(Clayton & Birren 1980, Orwoll & Perlmutter 1990 dalam Sternberg 2005).
Faktanya kebanyakan orang yang dinominasi orang yang bijaksana setidaknya
memiliki usia 60 tahun (Baltes et al. 1995, Denney et al.1995, Jason et al. 2001,
Maercker et al. 1998,Orwoll & Perlmutter 1990 dalam Staudinger 2010). Di sisi
lain kebanyakan orang sadar, tidak semua orang mengembangkan wisdom pada
usia tua mereka, dan orang muda juga dapat cukup bijaksana. Asosiasi antara
wisdom dan usia di bawa oleh ide bahwa orang tersebut telah memiliki
pengalaman naik dan turun dalam kehidupan manusia. (e.g., Clayton& Birren
1980, Gl¨uck & Bluck 2010, Holliday & Chandler 1986, Sternberg 1985 dalam
Sternberg 2005). Mentor yang lebih tua dipercaya telah lebih banyak mengalami
banyak hal dalam kehidupan mereka sehingga dapat dianggap mentor yang lebih
tua lebih bijaksana
Mentor yang aktif dalam berinteraksi sosial lebih bijaksana. Hal ini
sehingga perkembangan kebijaksanaan dalam kehidupan individu berlangsung
lebih lancar ketika sering berdiskusi dengan orang lain (Sternberg & Jordan,
2005). Jika mentor sering berdiskusi dengan orang lain, mereka dapat memperluas
perspektifnya dalam memandang suatu masalah sehingga dapat memiliki
pemahaman yang lebih komprehensif dan mampu membuat suatu keputusan
dengan lebih bijaksana.
Selain dari usia, pendidikan juga dipandang memainkan peranan yang
penting. Seorang mentor yang memiliki pendidikan yang tinggi dipercaya lebih
cerdas dan juga bijaksana. Budaya dan agama juga berpengaruh dalam
pembentukan wisdom seseorang. Seseorang yang diasosiasikan memiliki wisdom
memiliki nilai dan idealisme pada budayanya. Sebagai contoh orang Budha
percaya tingkat yang lebih tinggi dari wisdom dapat dicapai melalui usaha sadar,
di mana kebanyakan orang Kristen tidak (Rappersberger 20007). Takashi dan
Overton membedakan wisdom berdasarkan budaya barat dan budaya timur. Pada
budaya barat orang yang memiliki wisdom adalah orang yang memiliki
pengetahuan, cognitive complexity, dan dapat melakukan sinthesis sedangkan
budaya timur fokus pada integrasi antara kognitif dan afek (Sternberg 2005).
Berikutnya adalah Expertise-Related factor di mana faktor ini mengenai
mentor/ role model, terus berlatih, pengalaman hidup, dan juga pelatihan
profesional. Mentor dalam hal ini berpengaruh jika seorang memiliki mentor yang
bijak akan memperngaruhi wisdom seseorang, sebaliknya jika individu tersebut
terus berlatih dan melakukan mentoring terhadap individu lainnya akan
17
Pengalaman hidup memainkan peranan yang penting dalam
memperngaruhi wisdom. Pengalaman hidup pada situasi kritis selain membentuk
seseorang dalam situasi tersebut juga dapat dipandang sebagai waktu untuk
seseorang berlatih dan mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya secara
mendalam. Mentor yang pernah memiliki pengalaman hidup dalam situasi kritis
akan lebih bijaksana dibandingkan yang tidak.
Terakhir adalah Person-Related factor di mana berisi mengenai inteligensi
trait kepribadian, emotional competence serta motivasi. Inteligensi terkait dengan
wisdom dibedakan menjadi dua yaitu crystallized intelligent dan fluid ability.
Crystallized intelligent diukur melalui kemampuan verbal sebagai indikatornya
Mentor yang memiliki tingkat inteligensi yang tinggi akan mendukung
perkembangan wisdom yang dimilikinya.
Trait kepribadian dari Big Five Personality (Extraversion, Agreeableness,
Conscientiousness, Neuroticism dan Openness to Experience) memiliki hubungan
dengan wisdom individu. Faktor kepribadian adalah suatu predisposisi bawaan
yang melekat pada diri individu sehingga akan berpengaruh pada bagaimana
individu bereaksi dan menanggapi lingkungan serta pengalamannya. Mentor yang
extraversion yang cenderung didominasi oleh perasaan positif, energik dan
memiliki dorongan untuk menjalin relasi dengan orang-orang di sekitarnya.
Openness to experience (sejalan dengan extraversion) muncul sebagai prediktor
yang kuat dalam pengaruhnya terhadap wisdom.
Emotional Competence adalah kapasitas untuk memiliki self efficacy
dalamnya sadar akan emosi orang lain, dapat mengekspresikan emosi, empati,
regulasi emosi, dan beradaptasi serta mengkomunikasikan emosi ketika berrelasi
dengan orang lain. Emotional competence mencirikan orang yang matang dan
juga stabil dalam berrelasi dengan orang lain. Seseorang yang memiliki emotional
competence akan mempengaruhi terhadap wisdom dan membantunya dalam
mendengar permasalahan orang lain, memberikan saran dan juga menyampaikan
pendapatnya dengan baik.
Ketiga tipe faktor ini berpengaruh dalam perkembangan wisdom-related
knowledge dikarenakan ketiga faktor ini menentukan cara seseorang mengalami
dunianya, membuat perencanaan, mengelola, memikirkan ulang kehidupan
19
1.5.1 Bagan Kerangka Pikir
Tinggi
Context related Factor
Usia Interaksi sosial Konteks pendidikan Budaya/ agama Context of developmental Regulation Life Planning Life review
1. Rich Factual knowledge
2. Rich Procedural knowledge
3. Lifespan contextualism
4. Value Realtivism/tolerance
5. Awareness/management of
uncertainty
Expertise related Factor
Mentor / role model Terus berlatih Pengalaman hidup Pelatihan profesional Person related Factor
Inteligensi Trait kepribadian Emotional Competence Motivasi
Mentor youth
gereja “X” Wisdom
1.6 Asumsi
Derajat wisdom pada mentor Youth gereja “X” tergambar melalui
lima kriteria, yaitu rich factual knowledge, rich procedural
knowledge, lifespan contextualism , value relativism/ tolerance, dan
awereness/ management of uncertainty
Derajat wisdom pada mentor youth gereja “X” di kota Bandung
107 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil data wawancara dan rating yang dilakukan mengenai
tingkatan wisdom yang dilakukan pada mentor di Youth Gereja “X” , maka diperoleh
hasil sebagai berikut :
1. B dan C memiliki wisdom yang tergolong cukup. Hal ini ditunjang dengan
dua kriteria yaitu rich factual knowledge dan rich procedural knowledge
yang tergolong pada kategori cukup.
2. Tiga kriteria lain yang dimiliki oleh B dan C yaitu lifespan contextualism,
value relativism, dan management uncertainty tergolong relatif cukup
3. A memiliki wisdom yang tergolong rendah. Hal ini dikarenakan pada
kelima kriteria yaitu rich factual knowledge, rich procedural knowledge,
lifespan contextualism, value relativism, dan management uncertainty
tergolong rendah
4. Wisdom pada A, B dan C dilatarbelakangi oleh perencanaan hidup yang
baik yang sejalan dengan kategori pengetahuan tentang fakta hidup dan
proseduralnya. Hal ini menunjukkan bahwa wisdom dilatarbelakangi oleh
pengetahuan akan fakta-fakta hidup dan proses-proses kehidupan yang
direncanakan dan dijalankan secara sistematis.
5. Wisdom yang dimiliki oleh A, B, dan C dalam melakukan life planning
dan life review tidak menunjukan keterkaitan dalam pengaruhnya terhadap
kriteria-kriteria wisdom
5.2 Saran
5.2.1 Saran Teoretik
1. Bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai
wisdom dapat disarankan untuk melakukan penelitian mengenai factor-faktor
yang mempengaruhi wisdom
2. Kelemahaan dalam penelitian ini adalah dalam hal penilaian hasil wawancara
responden yang tidak dapat disesuaikan dengan prosedur aslinya yang
melibatkan minimal 10 rater. hal ini berkaitan dengan batasan waktu
penelitian dan kesanggupan rater.
5.2.2 Saran Praktis
1. Untuk subjek, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai refleksi diri tentang
wisdom dalam diri sehingga mampu mengenal praktek kehidupan dan mengenal
masalah-masalah kehidupan lebih baik.
109
wisdom di dalam pelatihannya sehingga disadari dan dapat
110
Wisdom-Related Performance. German : Max Planck Institute for Human Development
Baltes, P.B., & Staudinger, U.M . 2000. Wisdom : A Metaheuristic (Pragmatic) to Orchestrate Mind and Virtue Toward Excel1ence
Baltes, Paul B., Gluck, Judith., Kunzmann, Ute. 2002. Wisdom Its Structure and Function in Regulating Succesful Life Span Development. Dalam Synder, Lopez.
2002. Handbook of Positive Psychology. New York : Oxford University Press, Inc.
Creswell, J. W. 1998. Qualitative inquiry and research design: Choosing among the five traditions. Thousand Oaks, CA: Sage
Cronbach, L. J., Meehl, P.E. 1995. Construct Validity in Psychological Tests. Psychological Bulletin.
Sternberg, Robert J., Jordan, Jennifer.2005. A Handbook of Wisdom : Psychological Perpective.New York : Cambridge University Press
Suryabrata, Sumadi . 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Staudinger, U.M., Gluck, Judith.2010. Psychological Wisdom Research : Commonalitites and Differences in a Growing Field. German
111
Staudinger, U.M., Maciel, Anna. G., Smith, Jacqui., Baltes, Paul. B. 1998. What Predict Wisdom-Related Performance? A First Look at Personality, Intelligence, and Facillitative Experiential Contexts. European Journal of Personality 12, 1-17
Staudinger, U. M., Pasupathi, Monisha. 2003. Correlates of Wisdom Related Performance in Adolescence and Adulthood : Age – Graded Differences in
“ Path” Toward Desireable Development. Journal of Research on
Adolscence 13, 239-268
Staudinger, U.M. 2003. Wisdom. Encylopedia of Psychological Assessment. London : Sage