perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
LAPORAN TUGAS AKHIR
PROSES PRODUKSI
SALAK KURMA (SALAKUR) SEBAGAI UPAYA
DIVERSIFIKASI PRODUK OLAHAN PANGAN
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mendapatkan Sebutan Ahli Madya (A.Md) Bidang Teknologi Hasil Pertanian
Pada Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
Wahyu Putri Riza Astuti H3108062
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan praktek produksi “Proses Produksi Salak Kurma (SALAKUR)”
disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya (A.Md)
program Diploma III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Oleh:
Wahyu Putri Riza Astuti
Telah dipertahankan dihadapan penguji dan disahkan di Surakarta, pada
Tanggal :
Tempat : Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
Mengetahui
Dosen Pembimbing I
Esti Widowati, S.Si., M.P NIP. 198305052009122006
Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Sri Handayani, MS NIP.194707291976122001
Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian
Dekan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
Proses Produksi Salak Kurma (SALAKUR) Sebagai Upaya Diversifikasi Produk Olahan Pangan
WAHYU PUTRI RIZA ASTUTI1 H3108062
Esti Widowati, S.Si.,M.P2 dan Prof. Dr. Ir. Sri Handayani, MS3
ABSTRAK
Di Indonesia buah salak digolongkan menjadi dua yaitu buah salak unggulan dan buah salak lokal. Buah salak unggulan memiliki rasa yang manis. Sedangkan buah salak lokal rasanya cenderung sepat. Oleh karena itu dalam proses produksi ini dilakukan pembuatan manisan kering berbahan baku buah salak lokal (SALAKUR) yang diharapkan dapat meningkatkan nilai jual serta memperpanjang umur simpannya. Dalam pelaksanaan praktek produksi dilakukan uji organoleptik, analisis karakteristik kimia serta analisis kelayakan usaha. Untuk uji organoleptik dengan menggunakan uji hedonik dengan metode rangking terhadap warna, rasa, tekstur dan keseluruhan. Hasil dari uji rangking menyatakan bahwa produk SALAKUR yang disukai adalah dengan penambahan 200 gram gula pasir dengan rata-rata nilai 3,225 yang berarti suka dalam skala hedonik yang digunakan. Selanjutnya analisis karakteristik kimia meliputi kadar air, kadar abu, kadar gula reduksi, serat kasar dan aktivitas antioksidan. Hasil analisis kadar air 16,0037%, kadar abu 1,94255%, kadar gula reduksi 0,0347 mg/ml, serat kasar 2,8233% dan aktivitas antioksidan 85,05%. Dari hasil pengujian diketahui produk ini memiliki nilai gizi yang baik serta lebih awet karena kadar airnya cukup rendah. Selanjutnya analisis kelayakan usaha, meliputi kapasitas produksi, harga jual, laba, Break event Point (BEP), serta Benefit Cost Ratio (B/C). Hasilnya adalah kapasitas produksi 300 toples/bulan dan harga jual Rp. 7.500,-/toples maka diperoleh laba Rp. 6.136.283,39,-/bulan, BEP 103 toples dan didapatkan nilai B/C 1,4 yang artinya usaha SALAKUR layak untuk dikembangkan karena nilai B/C lebih dari 1.
Kata Kunci : Manisan, Manisan Kering Salak, Proses Produksi, Salak Lokal. Keterangan
1. Mahasiswa Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Nama : Wahyu Putri Riza Astuti. NIM : H3108062
commit to user
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Tugas Akhir ini dengan baik. Tugas Akhir Praktek Produksi ini disusun
sebagai syarat kelulusan untuk meraih gelar Ahli Madya.
Dengan selesainya penyusunan Laporan ini, penulis menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmato, MS, Dekan Fakultas Pertanian UNS.
2. Ir. Choirul Anam, MP, Ketua Program Studi Diploma III THP Fakultas
Pertanian UNS.
3. Esti Widowati, S. Si., M.P selaku Pembimbing I Praktek Produksi.
4. Prof. Dr. Ir Sri Handayani, MS selaku Pembimbing II Praktek Produksi.
5. R. Baskara Katri A, STP., M.P selaku Pembimbing Akademik penyusun.
6. Dosen dan karyawan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.
7. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan moril dan spiritual serta
nasehat-nasehatnya.
8. Kakak dan Adik yang selalu memberikan semangatnya.
9. Rekan-rekan mahasiswa D III THP angkatan 2008.
10.Semua pihak yang telah ikut membantu terselesaikannya laporan Tugas Akhir
Praktek Produksi ini.
Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir Praktek Produksi ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan
laporan Tugas Akhir Praktek Produksi selanjutnya. Semoga Laporan Tugas Akhir
ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Surakarta, Juli 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Ya Allah ………
Perbaikilah agamaku yang merupakan penjaga masalahku
Perbaikilah duniaku yang merupakan penghidupanku
Perbaikilah akhiratku yang merupakan tempatku kembali
Dan jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi semua kebaikan
Dan jadikanlah kematian sebagai istirahat bagiku dari segala
keburukan
(Hadist Riwayat Muslim)
Kupersembahkan dengan setulus hati karya terbaikku teruntuk Bapak , Ibu, Kakaku (Lysma, Rini, Tantra, Yusep)
commit to user
vi
MOTTO
Pergunakanlah yang 5 sebelum datang yang 5;
“Mudamu sebelum Tuamu”
“Sehatmu sebelum Sakitmu”
“Kayamu sebelum Miskinmu”
“Kesempatanmu sebelum Sibukmu” dan
“Hidupmu sebelum Matimu”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
PERSEMBAHAN ... v
MOTTO ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Praktek Produksi ... 2
1.3 Manfaat Praktek Produksi ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manisan ... 4
2.1.1. Deskripsi Manisan ... 4
2.1.2. Jenis-Jenis Manisan ... 7
2.1.3. Persyaratan Mutu Manisan ... 8
2.2. Bahan Baku ... 8
2.2.1. Salak ... 8
2.2.1.1 Tanaman Salak ... 8
2.2.1.2 Deskripsi Salak ... 12
2.2.1.3 Jenis- Jenis Salak ... 12
2.2.1.4 Biologi Tanaman Salak ... 15
2.2.1.5 Sifat Kimiawi Buah Salak ... 17
2.2.1.6 Sifat Fisik Buah Salak ... 17
2.2.1.7 Manfaat Tanaman Salak ... 18
2.3. Bahan Tambahan ... 19
commit to user
viii
2.3.2 Air... 19
2.4. Pengemas ... 20
2.5. Uji Rangking ... 21
2.6. Analisis Kelayakan Usaha ... 22
2.6.1 Biaya Produksi ... 22
2.6.2 Harga Pokok Penjualan ... 23
2.6.3 Kriteria Kelayakan Usaha ... 23
BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 26
3.2 Metode Pelaksanaan ... 26
3.2.1 Pengamatan ... 26
3.2.2 Studi Pustaka ... 26
3.2.3 Percobaan ... 26
3.2.4 Praktek Produksi ... 26
3.2.5 Pengujian Produk ... 26
3.2.6 Analisis Kelayakan Ekonomi ... 27
3.3 Pembuatan SALAKUR ... 27
3.4 Uji Organoleptik ... 29
3.5 Analisis Karakteristik Kimia ... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Organoleptik ... 31
4.2 Analisis Karakteristik Kimia ... 32
4.3 Analisis Kelayakan Usaha ... 35
4.4 Uraian Analisis Kelayakan Usaha SALAKUR ... 40
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 43
5.2 Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
LAMPIRAN
1. Hasil Analisis Kimiawi SALAKUR
2. Borang Uji Organoleptik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Spesifikasi Persyaratan Mutu Manisan Kering ... 8
Tabel 2.2 Jumlah Produksi Buah Salak Di Indonesia Tahun 2010 ... 10
Tabel 2.3 Perubahan Harga Salak Pondoh di Tingkat Petani dan Konsumen di di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ... 11
Tabel 2.4 Perubahan Harga Salak Lokal di tingkat Petani dan Konsumen di di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ... 11
Tabel 2.5 Kandungan Gizi Buah Salak Per 100 gram Buah ... 17
Tabel 2.6 Sifat Fisik Salak Pondoh ... 18
Tabel 2.7 Standar Umum Mutu Air Untuk Industri Pangan ... 20
Tabel 3.1 Perbandingan Formulasi SALAKUR ... 28
Tabel 4.1 Formulasi SALAKUR dengan Kode 661 ... 32
Tabel 4.2 Karakteristik Kimia SALAKUR ... 32
Tabel 4.3 Biaya Usaha ... 35
Tabel 4.4 Biaya Penyusutan / Depresiasi ... 35
Tabel 4.5 Amortisasi ... 36
Tabel 4.6 Biaya Bahan Baku dan Pembantu ... 36
Tabel 4.7 Biaya Kemasan ... 36
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Pohon Salak ... 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Subsektor hortikultura buah-buahan merupakan salah satu bidang yang
mampu memberikan kontribusi penting bagi perekonomian Indonesia dan
dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan yang nyata, sehingga
pemerintah memberikan prioritas terhadap pengembangan subsektor tersebut.
Pengembangan kawasan pusat produksi buah-buahan unggulan telah
dilakukan melalui swadaya masyarakat yang juga difasilitasi pemerintah
melalui alokasi dana APBN antara lain pada tahun 2002 seluas 5.175 hektar
dan proyek Integrated Holticulture Development in Upload Areas (IHDUA)
seluas 21.600 hektar pada tahun 2003 (Balai Informasi Pertanian, 2009) dan
data pada tahun 2009 pengembangan kawasan pusat produksi buah-buahan
unggulan seluas 7.230 hektar serta proyek Integrated Holticulture
Development in Upload Areas (IHDUA) seluas 28.460 hektar pada tahun
2009. Lokasi pengembangan kawasan sentra produksi buah-buahan meliputi
daerah-daerah di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi dengan
jenis komoditi buah yang dikembangakan antara lain Jeruk, Mangga,
Rambutan, Durian, Manggis, Pisang, dan Salak. Untuk Komoditas Salak
Khususnya di daerah Jawa Tengah daerah pengembangannya meliputi
Banjarnegara, Magelang, Yogyakarta (Sleman), dan Wonosobo, Banyumas,
serta Kuningan (Redaksi Agromedia, 2007).
Salak merupakan salah satu komoditas yang menguntungkan untuk
dikembangkan. Buah salak dapat ditanam secara tumpangsari dengan
tanaman lainnya, pemanenan buah salak dapat dilakukan sepanjang tahun,
serta umur produktifnya relatif panjang. Untuk pemasaran buahnya relatif
mudah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri, dapat
dikonsumsi sebagai buah segar maupun buah awetan seperti asinan salak
pondoh, dodol salak, selai salak, sirup salak serta nata dari buah salak (Balai
commit to user
Produksi buah salak di Indonesia cukup melimpah. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia jumlah produksi salak pada tahun
2010 mencapai 752.736 ton/tahunya, sedangkan harga dari komoditas salak
ini sendiri relatif murah, untuk salak pondoh pada tahun 2010 ini harganya
berkisar Rp 8.500,-/kg sedangkan salak lokal Rp 3.375,-/kg di tingkat
konsumen. Dengan demikian peluang untuk mengembangkan wirausaha
produk makanan lokal berbasis salak sangat terbuka lebar terutama untuk
mengembangkan produk makanan berbasis salak lokal, yang harganya
tergolong murah dibandingkan dengan salak Pondoh selain itu diperlukan
studi mengenai pemasaran produk makanan itu sendiri maupun studi
kelayakan usahanya.
Dengan pertimbangan jumlah yang melimpah serta harga yang murah
maka pemilihan produk manisan kering (dried fruit) berbasis salak lokal
merupakan suatu upaya diversifikasi produk sehingga memiliki peluang pasar
dan mengurangi kerugian akibat pembusukan buah salak yang tidak laku
dijual. Dengan dibuat menjadi produk manisan kering ini maka umur simpan
buah salak akan lebih panjang serta dapat memanfaatkan jenis-jenis salak
lokal yang berukuran kecil yang mempunyai rasa sepat yang tidak laku dijual
sebagai buah segar menjadi produk yang dapat digemari konsumen serta
meningkatkan nilai ekonominya. Selain itu, konsumen memiliki banyak
pilihan untuk menikmati produk olahan berbasis buah salak. Produk manisan
salak kering ini memiliki bentuk yang mirip dengan kurma, namun rasa dari
buah salaknya masih dipertahankan. Oleh karena itu manisan kering ini dapat
dijadikan oleh-oleh khas, karena manisan kering ini memiliki bentuk dan rasa
yang unik. Oleh karena itu produk ini dinamakan Salak Kurma (SALAKUR).
1.2 Tujuan Praktek Produksi
Tujuan pelaksanaan praktek produksi (PP) ini adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan mahasiswa dalam
berwirausaha di bidang pengolahan hasil pertanian, mulai dari proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Untuk meningkatkan pemanfaatan salak menjadi hasil olahan yang
mempunyai nilai jual yang lebih tinggi
3. Melakukan inovasi dalam rangka diversifikasi produk olahan pangan
yaitu pembuatan Salak Kurma (SALAKUR)
4. Untuk mengetahui perbandingan yang tepat dalam penggunaan komposisi
bahan Salak lokal dan gula pasir untuk menghasilkan SALAKUR yang
berkualitas baik ditinjau dari aspek warna, rasa, tekstur, dan keseluruhan,
serta analisis kelayakan usahanya.
5. Untuk mengetahui karakteristik kimia meliputi kadar air, kadar abu, kadar
gula reduksi, serat kasar, dan aktivitas antioksidan dari produk
SALAKUR.
1.3. Manfaat Praktek Produksi
Manfaat pelaksanaan Praktek Produksi adalah :
1. Dapat memberi sumbangan di bidang pangan mengenal diversifikasi
hasil olahan salak.
2. Memberikan wawasan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa
jurusan Teknologi Hasil Pertanian (THP) Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta mengenal pemanfaatan Salak dalam pembuatan
menjadi manisan kering dengan rasa menyerupai kurma.
3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan salak
yang dapat diolah menjadi produk makanan dengan rasa menyerupai
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manisan
2.1.1 Deskripsi Manisan
Definisi dari manisan adalah buah-buahan yang direndam dalam
larutan gula selama beberapa waktu. Pengawetan buah-buahan dengan
perendaman gula ini sudah diterapkan sejak lama. Dengan melakukan
perendaman menggunakan gula maka aktivitas mikroorganisme akan
terhambat terutama mikroorganisme pembusuk. Kadar gula dalam buah
meningkat dan kadar airnya menurun sehingga akan menghambat
aktivitas mikroorganisme pembusuk yang akan mengakibatkan
kerusakan pada produk (Muaris, 2003).
Perendaman pada larutan gula dimaksudkan untuk mengawetkan
buah. Pada saat perendaman terjadi tekanan osmotik. Tekanan osmotik
adalah peresapan air melalui sebuah membran semipermiabel dan
terjadi jika terdapat dua larutan berbeda konsentrasi yang dibatasi satu
membran. Air akan mengalir dari larutan kurang pekat ke larutan yang
lebih pekat melewati membran (Muaris, 2003), sehingga kadar air dalam
buah menurun, hal ini akan menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk. Teknologi ini banyak diterapkan pada buah yang biasanya
hanya dipanen pada waktu musimnya, sehingga buah yang sangat
melimpah pada waktu panen dapat dihindarkan dari kebusukan dengan
cara direndam dengan larutan gula yang disebut dengan manisan.
Manisan ini dapat diberi bahan tambahan untuk memperbaiki
kenampakan, serta teksturnya dengan penambahan pemutih, pengenyal,
pengering atau gula buatan (Fatah dan Bachtiar, 2004).
Penggunaan gula dalam pengolahan secara umum berfungsi
untuk mengawetkan bahan, menghasilkan citarasa dan memperoleh sifat
tertentu yang dikehendaki. Gula dapat berfungsi sebagai pengawet
karena adanya gula Aw bahan mengalami penurunan, sehingga air yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
citarasa manis sehingga penggunaan gula dalam pengolahan juga
memberikan efek citarasa manis pada produk yang dihasilkan. Selain itu
adanya proses pemanasan gula akan bereaksi dengan asam amino dan
menghasilkan citarasa. Proses pemanasan juga menyebabkan terjadinya
karamelisasi gula yang membentuk citarasa. Pada pembuatan manisan,
gula berperan dalam membentuk tekstur yang kuat dan warna yang
mengkilap. Pada pembuatan manisan ini yang terjadi adalah reaksi
karamelisasi, reaksi ini terjadi jika suatu larutan sukrosa diuapkan maka
konsentrasinya akan meningkat, demikian juga titik didihnya. Keadaan
ini akan terus berlangsung sehingga seluruh air menguap semua. Jika
keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan diteruskan, maka cairan
yang ada bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang lebur. Titik
lebur sukrosa adalah 1600C. Jika gula yang telah mencair tersebut dipanaskan terus sehingga suhunya melampaui titik leburnya, misalnya
pada suhu 1700C, maka mulailah terjadi karamelisasi sukrosa (Praptiningsih, 1999).
Reaksi pencoklatan adalah perubahan warna menjadi kecoklatan
pada saat diolah atau selama penyimpanan yang terjadi pada bahan
pangan. Pembentukan warna coklat tersebut dapat dipicu oleh aktivitas
enzim atau reaksi kimia. Reaksi pencoklatan terdiri dari reaksi
pencoklatan enzimatis dan non enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatis
dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase
atau polifenol oksidase. Sedangkan reaksi pencoklatan non enzimmatis
terdiri dari tiga jenis, yaitu reaksi maillard, karamelisasi, dan
pencoklatan akibat oksidasi dari vitamin C. Reaksi maillard adalah
reaksi antara gula pereduksi dan gugus amino yang mengakibatkan
terbentuknya melanoidin. Sedangkan karamelisasi terjadi dengan adanya
gula yang dipanaskan sehingga mencapai titik didih pada 160OC dan titik lebur pada 170OC sehingga terjadi perubahan warna menjadi coklat dan aroma yang khas. Selanjutnya adalah pencoklatan akibat oksidasi
vitamin C. Vitamin C merupakan senyawa reduktor yang juga dapat
commit to user
askorbat berada dalam keseimbangan dengan asam dehidroaskorbat.
Dalam suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai secara
irreversibel dengan membentuk senyawa diketoglukonat sehingga
terbentuk warna coklat (Feri, 2010).
Antioksidan dapat didefinisikan sebagai suatu senyawa yang
dapat menunda dan mencegah kerusakan atau ransiditas makanan yang
dikarenakan proses oksidasi. Antioksidan dapat menghambat atau
memperlambat oksidasi melalui 2 jalur, yang pertama melalui
penangkapan radikal bebas (free radical scavenging). Antioksidan jenis
ini disebut dengan antioksidan primer. Termasuk dalam jenis ini adalah
senyawa-senyawa fenolik seperti galat dan flavanoid. Selanjutnya yang
ke dua tanpa melibatkan penangkapan radikal bebas. Antioksidan ini
disebut dengan antioksidan sekunder yang mekanismenya melalui
pengikatan logam, menyerap sinar ultraviolet dan mendeaktivasi oksigen
singlet. Antioksidan dapat menghambat atau menunda proses oksidasi
dengan konsenterasi yang rendah (Fraya, 2001).
Aktivitas air (Aw) dapat dipakai sebagai ukuran tersedianya
molekul-molekul air dalam bahan yang dapat dimanfaatkan untuk
aktivitas mikroorganisme. Apabila aktivitas air (Aw) bahan relatif tinggi,
maka molekul-molekul air yang ada cukup tersedia untuk aktivitas
mikroorganisme. Aktivitas air (Aw) setiap mikroorganisme berbeda,
ada juga mikroorganisme yang masih dapat berkembang pada Aw yang
rendah, misalnya untuk golongan mikroorganisme xerofilik masih dapat
hidup pada keadaan kering atau Aw sekitar 0,20-0,35. Untuk bakteri
umumnya memerlukan Aw yang relatif tinggi, yaitu sekitar 0,95-0,99.
Pada manisan basah Aw berkisar 0,81-0,91, sedangkan untuk Aw
manisan kering berkisar antara 0,65-0,75 (Hartanto, 2009).
Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yang pertama mencegah
atau memperlambat kerusakan mikrobial, yang ke dua mencegah atau
memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan, yang
ke tiga mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
mikrobial dapat dilakukan dengan cara mencegah masuknya
mikroorganisme (bekerja dengan aseptis), menghambat pertumbuhan
dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu
rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan
pengawet kimia, selanjutnya adalah dengan membunuh mikroorganisme,
misalnya dengan sterilisasi atau radiasi. Mencegah atau memperlambat
laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan dapat dilakukan
dengan cara destruksi atau inaktivasi enzim pangan, misalnya dengan
proses blansir dan memperlambat reaksi kimia, misalnya mencegah
reaksi oksidasi dengan penambahan antioksidan (Puteh, 2006).
2.1.2 Jenis-Jenis Manisan
Pada umumnya pengawetan buah-buahan terdiri dari dua macam
yaitu Pengawetan dengan dibuat manisan dan dibuat acar, pada
pembuatan manisan yang ditambahkan adalah larutan gula, sedangkan
pada pembuatan acar yang ditambahkan adalah garam dan cuka.
Manisan ini sendiri terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu manisan basah
dan manisan kering (Soetanto, 1998).
2.1.2.1 Manisan Basah
Manisan basah adalah manisan yang diperoleh setelah
penirisan buah dari larutan gula. Manisan basah mempunyai
kandungan air yang lebih banyak dan penampakan yang lebih
menarik karena serupa dengan buah aslinya. Kadar air manisan
basah ±45% dan kadar gula minimal 25% dengan masa simpan
biasanya dua minggu sampai satu bulan. Manisan basah biasanya
dibuat dari buah yang keras. Contoh buah untuk manisan basah
adalah mangga, kedondong, salak, pepaya, ceremai, belimbing,
jambu biji. Aktivitas air (Aw) untuk manisan basah ini berkisar
antara 0,81-0,91.
2.1.2.2 Manisan Kering
Manisan kering adalah manisan yang diperoleh setelah
buah ditiriskan kemudian dijemur sampai kering. Manisan kering
commit to user
rendah, dan kadar gula yang lebih tinggi. Kadar air pada manisan
kering maksimal 25% dan kadar gula kurang lebih minimal 40%
dengan umur simpan manisan kering biasanya mencapai
beberapa bulan. Manisan kering biasanya dibuat dari buah yang
teksturnya lunak. Contohnya buah untuk manisan kering adalah
buah kundur, asam jawa, bengkuang, pala, jambu mete, terung.
Aktivitas air untuk manisan kering ini berkisar antara 0,65-0,85.
2.1.3 Persyaratan Mutu Manisan
Untuk standar mutu dari manisan kering menurut SNI 01-4443-1998
dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Spesifikasi Persyaratan Mutu Manisan Kering
Jenis Uji Satuan Persyaratan
Bau Rasa Warna
Benda-benda asing Air (b/b)
Gula (dihitung sebagai sukrosa (b/b) -
dijumpai di seluruh wilayah Indonesia dengan berbagai macam
nama, antara lain salak Bali, Manonjaya, Condet, Soya, Gading
dan Pondoh. Salak Pondoh Merupakan salah satu komoditas
khas dan unggulan Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya
Kabupaten Sleman. Keunggulan salak Pondoh, rasanya yang
manis walaupun buah salak tersebut masih muda. Berdasarkan
hasil inventarisasi di kabupaten Sleman, terdapat tiga jenis salak
Pondoh, yaitu salak Pondoh Hitam, Super dan Manggala
(Djaafar dkk, 1997).
Selain itu terdapat salak liar, antara lain Salacca
dransfieldiana JP Mo-gea; Salacca magnifera JP Mogea;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Indonesia, salak ditemukan tumbuh liar di alam di Jawa bagian
Barat Daya dan Sumatra bagian Selatan. Akan tetapi asal usul
salak yang pasti belum diketahui. Salak dibudidayakan di
Thailand (jenis Salacca rumphili Wallich ex. Blume atau
Salacca wallichiana, C. Martus), Malaysia, Indonesia, ke Timur
sampai Maluku. Salak juga telah diintroduksi ke Filipina, Papua
Nugini, Queensland, dan juga Fiji (Mahfud, 1995).
Tanin merupakan salah satu senyawa polifenol dengan
berat molekul lebih dari 1000 yang dapat diperoleh dari semua
jenis tumbuhan. Tanin memiliki sifat yang khas baik fisik
maupun kimianya. Tanin biasanya dalam tumbuhan berfungsi
sebagai sistem pertahanan dari predator contohnya pada buah
yang belum matang, buah akan terasa asam dan sepat. Hal ini
sama dengan sifat tanin yang asam dan sepat. Selain itu tanin
juga dapat mengendapkan protein, alkaloid, dan gelatin
(Hariyadi, 1994).
Buah salak yang memiliki rasa sepat kurang laku dijual
dipasaran. Rasa sepat yang ada pada buah salak ini dikarenakan
kandungan tanin pada buah tersebut. Salah satu sifat tanin
adalah jika dilarutkan ke dalam air akan membentuk koloid dan
memiliki rasa asam dan sepat. Hasil khelat dari tanin ini
memiliki keuntungan yaitu kuatnya daya khelat dari senyawa
tanin ini membuat khelat logam menjadi stabil dan aman dalam
tubuh. Namun jika tubuh mengkonsumsi tannin berlebih maka
akan mengalami anemia karena zat besi dalam darah akan
dikhelat oleh senyawa tanin tersebut (Hariyadi, 1994).
Produksi buah salak di Indonesia cukup melimpah. Hal ini
ditunjang dengan adanya usaha perluasan lahan produksi buah
salak unggulan yang dilakukan oleh pemerintah. Hasil produksi
buah salak tahun 2010 dapat dilihat pada data statistik produksi
commit to user
Tabel 2.2 Jumlah Produksi Buah Salak di Indonesia Tahun 2010
No Daerah Jumlah
Sumber : Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2010)
Untuk harga buah salak ini sendiri relatif murah, pada lima
tahun terakhir ini mengalami penurunan dari tahun-tahun
sebelumnya. Harga salak pondoh tahun 2010 ditingkat
konsumen berkisar Rp 8.500,-/kg, sedangkan harga salak lokal
ditingkat konsumen Rp 3.375,-/kg. Untuk lebih jelasnya dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Tabel 2.3 Perubahan Harga Salak Pondoh di Tingkat Petani dan Konsumen di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010
Harga
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah , 2010 Keterangan + : Tidak ada data
Tabel 2.4 Perubahan Harga Salak Lokal di tingkat Petani dan Konsumen di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010
Harga
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah , 2010 Keterangan + : Tidak ada data
Berdasarkan kultivarnya, di Indonesia dikenal antara 20
sampai 30 jenis di bawah species. Beberapa yang terkenal
diantaranya adalah salak Sidempuan dari Sumatra Utara, Salak
Condet dari Jakarta, salak Pondoh dari Yogyakarta dan salak
Bali. Klasifikasi ilmiah buah salak adalah sebagai berikut
(Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Superdivisio : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta
Species :nSalacca zalazza (Gaertn.) Voss………….
Selain yang disebutkan diatas, masih banyak varietas salak yang
dikenal di Indonesia seperti salak Swaru, salak Nglumut, salak
Enrekang, salak Gula batu dan masih banyak lagi jenisnya.
Sebenarnya jenis salak di Indonesia ada tiga perbedaan yang
mencolok, yaitu Salak Jawa (Salacca zalacca (Gaertner) Voss)
yang berbiji 2-3 butir, salak Bali (Salacca amboinensis (Becc)
Mogea) yang berbiji 1-2 butir, salak Padang Sidempuan
commit to user
itu mempunyai nilai komersial yang tinggi (Tim Karya Tani
Mandiri, 2010).
2.2.1.2 Deskripsi Salak
Salak adalah sejenis palma dengan buah yang biasa
dimakan, dalam bahasa inggris salak disebut snake fruit. Buah
ini disebut denga snake fruit karena sisik buah salak mirip
dengan sisik ular. Tanaman salak merupakan tanaman berumah
dua (dioceous), karangan bunga terdapat pada tongkol majemuk
yang muncul diketiak daun, bertangkai, mula-mula tertutup oleh
seludang yang kemudian mengering dan mengurai seperti
serabut. Tongkol bunga jantan 50-100 cm panjangnya, terdiri
atas 4-12 bulir silindris yang masing- masing panjangnya 7-15
cm, dengan bunga kemerahan yang terletak di sisik-sisik yang
tersusun rapat. Tongkol bunga betina 20-30 cm, bertangkai
panjang, terdiri dari 1-3 bulir yang panjangnya mencapai 10 cm
(Thahjadi, 1995).
Buah Salak berbentuk segitiga agak bulat telur terbalik,
runcing dipangkalnya dan membulat diujungnya, panjang 2,5-10
cm, terbungkus oleh sisik-sisik berwarna kuning cokelat sampai
cokelat merah mengkilap yang tersusun seperti genting, dengan
banyak duri kecil yang mudah putus diujung masing-masing
sisik. Dinding buah tengah (sarkotesta) tebal berdaging, kuning
krem sampai keputihan, berasa manis, masam, atau sepat. Jumlah
biji 1-3 butir, cokelat hingga kehitaman, keras, 2-3 cm
panjangnya (Rismunandar, 1983).
2.2.1.3 Jenis- Jenis Salak
2.2.1.3.1 Varietas Salak Pondoh
Salak Pondoh terbagi menjadi delapan varietas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
i) Salak Pondoh Hitam
Salak pondoh hitam mempunyai kulit buah yang
paling gelap dibandingkan dengan salak pondoh lain
dan memiliki bentuk paling bulat.
ii) Salak Pondoh Merah
Kulit buahnya berwarna merah kecoklatan dengan
ujung buah berwarna agak hitam. Bentuk buahnya
lonjong dan ukuran buahnya lebih besar daripada
salak pondoh hitam.
iii) Salak Pondoh Merah Hitam
Warna kulitnya merah gelap kehitaman. Buah
berbentuk lonjong agak bulat. Ukurannya lebih
besar dibandingkan salak pondoh lain, tetapi
dompolan buah dalam satu tandan lebih sedikit
jumlahnya dan rasanya manis.
iv) Salak Pondoh Merah Kuning
Mempunyai warna kulit kuning kemerah-merahan.
Ukuran dan isi buahnya seperti salak Pondoh yang
lain, hanya rasanya agak asam jika dibandingkan
dengan salak pondoh jenis lain.
v) Salak Pondoh kuning
Buahnya seperti salak Pondoh Hitam, namun
ukuran buahnya lebih besar. Warna kulitnya
kekuningan, rasa dan aromanya seperti salak
Pondoh Merah.
vi) Salak Pondoh Madu
Salak Pondoh Madu ini merupakan salah satu
unggulan dari Kabupaten Sleman yang memiliki
produktivitas tinggi, kualitas cukup baik, daging
buah tebal, tekstur lembut dan rasa manis seperti
madu.
commit to user
vii) Salak Pondoh Lumut
Salak Pondoh Lumut/Nglumut berkembang di desa
Lumut, Kecamatan Slumbung Kabupaten
Magelang. Salak nglumut juga dikenal sebagai salak
Pondoh Super. Bentuknya seperti bulat telur
terbalik, dengan ukuran panjang 6-7,5 cm. Diameter
5-6 cm, dan dalam 1 kg terdapat 9-13 butir. Salak
pondoh nglumut memiliki ukuran yang paling besar
dibandingkan salak Pondoh lainnya. Salak Pondoh
Nglumut memperoleh status kultivar sebagai
varietas unggulan nasional berdasarkan Keputusan
Menteri pertanian No.462/Kpts/TP/240/193.
viii) Salak Pondoh Super
Salak super adalah salak pondoh yang
dikembangkan di Desa Kalibening, Kecamatan
Sukoharjo, Wonosobo, Sejak tahun 1990. Bibitnya
berasal dari Sleman Yogyakarta yang diperoleh
dan dikembangkan secara cangkok.
2.2.1.3.2 Jenis- Jenis Salak Bali
Budidaya salak Bali khususnya di Desa Sibetan
yang dikembangkan oleh para petani umumnya ada
lima jenis. Salak tersebut terdiri dari salak Nangka,
salak Nenas, salak gondok, salak Embadan atau salak
Raja dan salak Gula pasir. Berdasarkan sekian jenis
buah salak Bali yang membedakan hanya dari segi rasa
dan aroma buah salak bali tersebut. Pembagian jenis
salak bali dari segi rasa dibedakan menjadi dua varietas,
yaitu (Hutauruk, 1999) :
i) Varietas Salak Gula Pasir
Varietas salak Gula pasir yang dilepas oleh Menteri
Pertanian berdasarkan surat keputusan Menteri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
23 Juli 1994 Salak Gula pasir ini mempunyai rasa
manis tanpa rasa sepat dan asam sejak buah masih
muda.
ii) Varietas Salak bali
Selain salak gula pasir, di bali terdapat
kultivar-kultivar salak lainya yaitu varietas salak Bali, yang
dilepas melalui surat keputusan Menteri Pertanian
Nomor 585/Kpts/TP.240/7/1994, tanggal 23 Juli
1994. Salak Bali ini memiliki rasa manis, asam, dan
sepat, terdiri dari beberapa jenis yaitu
Salak gondok, salak nenas, salak nangka, salak
kelapa, salak injin, salak Gading, salak embadan,
salak getih, salak cengkeh, salak bingin, salak mesui,
commit to user
2.2.1.4 Biologi Tanaman Salak
Secara biologi tanaman salak dapat dijelaskan sebagai berikut
(Suprayitno,1977) :
Gambar 2.1 Pohon Salak
2.2.1.4.1 Akar
Tanaman Salak memiliki akar serabut, daerah
penyebaran akar tidak luas, dangkal, dan mudah rusak jika
kekurangan air. Akar-akar baru dapat bermunculan di
permukaan tanah, pada saat akar lama sudah berkurang
fungsinya. Akar yang baru bermunculan tersebut jika
ditimbun tanah kan memperbaiki vigor tanaman. Akar yang
tua dapat dipangkas setelah akar yang muda tumbuh subur,
dengan cara demikian tanaman salak akan tetap awet muda
dan produksinya tidak menurun.
2.2.1.4.2 Batang
Tanaman salak berbatang pendek dengan ruas-ruas
yang rapat dan tertutup pelepah daun yang tersusun rapat dan
berduri. Tinggi tanaman dapat mencapai 7 meter, batang
menjalar di bawah atau diatas tanah, membentuk rimpang,
sering bercabang, diameter 10-15 cm. Pada tanaman yang
sudah tua batangnya akan melata dan dapat bertunas, tunas
yang tumbuh ini disebut anakan, dan dapat digunakan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2.2.1.4.3 Daun
Daun majemuk menyirip, panjang 3-7 m dan tangkai
daun, pelepah dan anakan daun berduri panjang, tipis dan
banyak, warna duri kelabu sampai kehitaman. Anak daun
berbentuk lanset dengan ujung meruncing, berukuran sampai
8x85 cm, sisi bawah keputihan oleh lapisan lilin.
2.2.1.4.4 Bunga
Bunga salak merupakan bunga yang sempurna, dalam
satu pohon terdapat bunga jantan dan bunga betina yang
terdapat pada tandan dan kuntum yang sama.
2.2.1.4.5 Buah
Buah salak siap panen bila berumur 5-5.5 bulan sejak
seludang terbuka, bentuk buah segitiga terbalik atau lonjong
hingga bulat. Kulit tersususn atas sisik seperti genting yang
berwarna cokelat sampai cokelat kehitaman (Khusus salak
Bule berwarna kuning gading keputihan). Daging buah
terdiri atas tiga segmen, 1-3 kemungkinan segmen induk dan
1-2 segmen anak. Biji terdapat pada segmen 1-3 butir, tetapi
kebanyakan 1-2 butir.
2.2.1.4.6. Biji
Satu buah salak mengandung biji 1-3 butir. Biji salak
berkeping satu, warna bijinya cokelat hingga kehitaman,
bentuknya keras, dan panjangnya 2-3 cm. Biji salak bali
relatif kecil, kadang-kadang tidak menyatu dengan daging
buah dan menyisakan ruang diantara daging buah dan
bijinya.
2.2.1.5 Sifat Kimiawi Buah Salak
Kandungan gizi buah salak pondoh dalam tiap 100 gram buah
salak segar dapat dilihat pada tabel 2.5.
commit to user
Tabel 2.5. Kandungan Gizi Buah Salak Per 100 gram Buah Kandungan gizi Jumlah
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (1981)
Berdasarkan tabel 2.5 maka dapat dikatakan buah salak merupakan salah satu sumber karbohidrat alami, karena kandungan karbohidratnya
yang mencapai 20,90 gram per 100 gram buah. Karbohidrat dapat
berupa gula, pati dan dekstrin. Zat-zat tersebut dapat dihidrolisis
menjadi glukosa dan diabsorpsi sehingga menjadi glukosa dan akhirnya
menjadi energi atau disimpan dalam bentuk lemak (Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan, 1981).
2.2.1.6 Sifat Fisik Buah Salak
Tekstur buah tergantung dari berbagai faktor yaitu turgiditas
dinding sel, kerekatan antar sel, ukuran dan bentuk sel serta jaringan
pendukung dan komposisi kimia sel. Sifat tekstur dipengaruhi juga oleh
tingkat kemasakan, sifat yang diwariskan, kondisi kultural dan
kelembabannya (Suhardi dkk, 1989/1990).
Tanaman salak pondoh merupakan satu dari jenis-jenis salak
lain yang ada di Indonesia. Warna kulit salak pondoh bervariasi mulai
dari coklat kehitaman, coklat kemerahan, coklat kekuningan, kuning
kemerahan dan merah gelap kehitaman, dengan rasa khas manis.
Tanaman ini memerlukan kondisi tanah yang gembur, berair tanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Ciri-ciri sifat fisik salak berbeda antara satu dengan yang lainnya,
biasanya yang terlihat mencolok perbedaanya adalah pada warna
buahnya. Ada beberapa jenis salak yang berukuran kecil dan ada juga
yang berukuran besar (Tranggono, 1992)
2.2.1.7 Manfaat Tanaman Salak
Selain buahnya yang laku dijual, daun salak juga memiliki
manfaat bagi manusia. Helai-helai anak daun dan kulit tangkai daunnya
dapat digunakan sebagai bahan anyaman, setelah duri-durinya
dihilangkan terlebih dahulu. Selain itu daun salak juga dapat digunakan
untuk pembuatan obat ambien, serta obat gagal ginjal kronis
(Ahmadi, 2008).
Tanaman salak (salacca zalacca) yang selama ini tidak bernilai
jual tinggi, terutama batangnya, kini dapat dijadikan bahan baku tekstil.
Dengan pengolahan yang tepat dan sesuai dengan prosedur pengolahan
serat alam serta serangkaian eksperimen dan eksplorasi, batang salak
tua dapat dimanfaatkan kembali. Pemanfaatan batang salak tua menjadi
salah satu bahan baku tekstil tidak hanya menjadikannya bernilai jual
tinggi namun juga menambah manfaat dari tanaman salak
(Estiasih, 2009).
Buah salak dapat dimakan segar atau dibuat manisan dan asinan.
Batangnya tidak dapat digunakan untuk bahan bangunan atau kayu
bakar. Buah matang disajikan sebagai buah meja. Buah segar yang
commit to user
(petilan). Buah salak yang dipetik pada bulan ke 4 atau ke 5 biasanya
untuk dibuat manisan (Sunarjono, 1998).
2.3. Bahan Tambahan 2.3.1 Gula Pasir
Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk dalam
golongan karbohidrat, memiliki rasa manis, berwarna putih, dan
kelarutannya dalam air mencapai 67,7% pada suhu 20°C (w/w).
Sukrosa adalah disakarida yang apabila dihidrolisis berubah menjadi
dua molekul monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa. Macam-macam
gula antara lain gula aren, gula batu, gula madu. Semua ini merupakan
sumber karbohidrat sebanyak 90-98%. (Soejuti, 2004).
2.3.2. Air
Air untuk industri pangan memegang peranan penting karena
dapat mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. Jenis air yang
digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan yang diolah. Air
yang digunakan untuk dikonsumsi harus mempunyai syarat-syarat tidak
berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa, tidak
mengandung besi (Fe) dan mangan (Mn), serta dapat diterima secara
bakteriologis yaitu tidak mengganggu kesehatan dan tidak
menyebabkan kebusukan bahan pangan yang diolah (Arpah, 1993).
Air merupakan salah satu bahan yang penting dalam industri
pangan dan dipergunakan dalam berbagai kegiatan antara lain sanitasi,
boiler, dan medium penghantar panas maupun proses pengolahannya
sendiri. Pada umumnya, air yang memenuhi persyaratan air minum,
cukup baik untuk memenuhi persyaratan industri dan didukung dengan
suatu analisis yang memadai serta mekanisme pengendalian mutu air
yang baik. Standar umum mutu air untuk industri makanan dapat dilihat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Tabel 2.7. Standar Umum Mutu Air untuk Industri Makanan Sifat Air Toleransi (ppm)
Kekeruhan 1-10
Warna 5-10
Rasa dan Bau Noticeable*
Keberadaan Fe/Mn 0.2-0.3
Alkalinitas 30-250
Kesadahan 10-250
Jumlah padatan terlarut 850
Flour 1.7
Sumber: Purnama, 1986 (SNI 01-0220-1985); Keterangan: * = tidak terdeteksi
2.4. Pengemas
Pengemas disebut juga pembungkus, pewadahan atau pengepakan.
Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau
mengurangi, melindungi bahan pangan atau produk yang ada didalamnya, dan
melindungi bahaya pencemaran serta bahaya fisik (gesekan benturan, dan
getaran). Pengemasan juga berfungsi untuk menempatkan suatu hasil
pengolahan atau produk industri supaya mempunyai bentuk yang
memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Kemasan
juga sebagai alat promosi dan media informasi (Syarif dkk, 1993)
Jenis pengemas pada umumnya dapat dibagi menjadi dua macam,
antara lain yaitu (Suyitno,1990):
2.4.1 Pengemas primer
Pengemas primer merupakan pengemas yang paling sederhana
jika dibandingkan dengan pengemas lainya dan tidak memakan banyak
biaya. Pada umumnya pengemas primer ini akan langsung berhubungan
dengan bahan atau produknya. Oleh karena itu pengemas primer
haruslah terjaga kebersihanya. Oleh karena itu pencemaran
mikroorganisme dapat dikurangi. Untuk pengemasan manisan biasanya
menggunakan plastik Polyetilen dengan jenis LDPE (Low Density
Polyethylene) dengan ketebalan plastik 0,025-0,06 mm dan dilakukan
pengemasan secara vakum sehingga udara dalam kemasan berkurang,
dan aktivitas mikroorganisme dapat terhambat.
commit to user
Pengemas sekunder merupakan pengemasan yang terdiri dari dua
lapisan atau dua kemasan. Biasanya pengemas sekunder ini tidak
langsung berhubungan dengan bahan baku atau produk, sehingga
tingkat kontaminasi yang ditimbulkan pun juga ikut berkurang. Untuk
produk manisan kering biasanya menggunakan kardus yang
sebelumnya telah dibungkus plastik sebagai kemasan primer yang dapat
melindungi produk dari kerusakan fisik.
2.5. Uji Rangking
Metode uji kesukaan atau uji penerimaan juga disebut acceptance
test atau preference test. Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang
akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang
menyenangi. Jika pada uji pembedaan panelis mengemukakan kesan akan
adanya perbedaan tanpa disertai kesan senang atau tidak maka pada uji
pemilihan panelis mengemukakan tanggapan pribadi adalah kesan yang
berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya
terhadap sifat sensori atau kualitas yang dinilai. Misalnya, kesan gurih
dan renyah pada kerupuk, kesan halus pada permukaan kertas adalah
berhubungan dengan sifat-sifat yang disenangi. Sebaliknya rasa hambar,
terlalu asin dan liat pada daging berkaitan dengan sifat-sifat yang tidak
disukai (Soekarto, 1985).
Suatu bahan makanan sebelum dijual di pasaran perlu diuji lebih
dahulu, baik uji cicip laboratorium maupun uji cicip konsumen. Uji
laboratorium biasanya dilakukan ditempat produksi melalui berbagai jenis
uji. Sedangkan pada uji konsumen bahan makanan yang telah mengalami
uji cicip laboratorium dicobakan pada sekelompok orang awam yang
mungkin dapat mewakili konsumen dengan uji kesukaan (hedonik) dan uji
penerimaan (Kusmiadi,1992).
Uji ranking termasuk dalam uji skalar karena hasil pengujian panelis
dinyatakan dalam besaran dengan jarak/interval tertentu. Panelis diminta
untuk mengurutkan contoh-contoh yang di uji berdasarkan perbedaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
untuk tiap tingkat. Pada uji ini, komoditi diurutkan dengan pemberian
nomer urut. Urutan pertama selalu menunjukkan tingkat mutu sensori
tertinggi dan urut selanjutnya menunjukkan tingkat yang rendah
(Rahayu, 2001).
Dalam uji ranking, panelis diminta untuk mengurutkan intensitas
sifat yang dinilai. Uji ranking dapat digunakan untuk mengurutkan uji
intensitas, mutu atau kesukaan konsumen. Dalam rangka memilih yang
terbaik atau menghilangkan yang terjelek. Pada uji ranking ini digunakan
panelis terlatih (untuk uji pembedaan) atau digunakan panelis yang tidak
terlatih (untuk uji kesukaan) (Kartika dan Widodo, 1998).
Waktu pengujian sebaiknya dilakukan pada saat calon-calon panelis
tersebut dalam kondisi tidak lapar dan tidak kenyang karena dalam kondisi
demikian calon-calon tersebut kepekaannya terhadap sifat inderawi
menurun. Jumlah penilai untuk uji kesukaan sekurang-kurangnya adalah
30 orang. Makin banyak jumlah penilainnya, makin cermat pula hasil
penilainnya (Utami, 1999).
2.6. Analisis Kelayakan Usaha
Analisis kelayakan usaha bertujuan untuk menentukan kalayakan
suatu usaha, baik dari segi teknik, ekonomi, maupun finansial. Analisis
ekonomi bertujuan mengetahui apakah usaha yang dijalankan dapat
memberikan keuntungan atau tidak. Analisis finansial menitikberatkan
kepada aspek keuangan berupa lalu lintas uang (cash flow) yang terjadi
selama usaha dijalankan. Analisis ekonomi yang dilakukan meliputi
perhitungan biaya produksi, harga pokok penjualan, serta kriteria
kelayakan usaha.
2.6.1 Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha
dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.
2.6.1.1 Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun
commit to user
atas biaya usaha, amortisasi, biaya penyusutan alat, pajak usaha
dan dana sosial.
2.6.1.2 Biaya Tidak Tetap/Variabel (Variabel Cost)
Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika
melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya
tenaga kerja, biaya bahan baku dan bahan pembantu, biaya
bahan bakar/energi, biaya perawatan dan perbaikan.
2.6.2 Harga Pokok Penjualan
Harga pokok penjualan adalah harga terendah dari produk yang
tidak mengakibatkan kerugian bagi produsen. Harga pokok penjualan
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
Harga Pokok Penjualan (HPP) =
ulan
Kriteria kelayakan investasi yang digunakan adalah break event
point (BEP), Return On Investment (ROI), net benefit cost (Net B/C),
dan pay back period (PBP).
2.6.3.1Break event point (BEP)
BEP digunakan untuk menentukan besarnya volume
penjualan yaitu perusahaan tersebut sudah dapat menutup semua
biaya-biaya tanpa mengalami kerugian maupun keuntungan.
BEP adalah suatu titik kesinambungan pada titik tersebut jumlah
hasil penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan
atau perusahaan tersebut tidak mengalami laba atau rugi. Jika
penjualan berjumlah kurang daripada jumlah yang ditunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.6.3.2 Return On Investment (ROI)
Return On Investment (ROI) adalah perbandingan antara
besarnya laba per tahun dengan besarnya modal, yang
dinyatakan persen (%) per tahun.
%
ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih
antara hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan
(belum dikurangi pajak pendapatan) atau berdasarkan laba
bersih yaitu laba dikurangi pajak pendapatan. Demikian juga
dengan besarnya modal dapat dinyatakan sebagai modal tetap
atau modal keseluruhan modal tetap ditambah modal kerja
(Sutanto, 1994).
2.6.3.3 Net Benefit Cost Net B/C
Untuk mengkaji kelayakan proyek sering digunakan pula
kriteria yang disebut benefit cost ratio-BCR. Penggunaannya
dikenal dalam mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan
umum atau sektor publik. Meskipun penekanannya ditujukan
kepada manfaat bagi kepentingan umum dan bukan keuntungan
finansial perusahaan, namun bukan berarti perusahaan swasta
mengabaikan kriteria ini (Gittinger, 1986).
Benefit Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan
antara pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar dari 1
maka perusahaan memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan
commit to user
layak berdiri (rugi). Jika nilai B/C = 1 maka perusahaan berada
dalam keadaan impas (Astawan, 2006).
B/C Ratio
Produksi Biaya
Keuntungan
=
2.6.3.4 Pay back period (PBP)
Pay Back Periode merupakan jangka waktu yang
dibutuhkan untuk pengembalian modal yang ditanam pada
proyek. Nilai tersebut dapat berupa persentase maupun waktu
(baik tahun maupun bulan). Pay back periode tersebut harus
lebih (<) dari nilai ekonomis proyek. Untuk industri pertanian
diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun atau sedapat
mungkin kurang dari lima tahun. Rumus PBP adalah sebagai
berikut (Sutanto, 1994).
Ab I Periode Back
Pay =
Keterangan I : Jumlah modal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB III
METODE PELAKSANAAN
1.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan praktek produksi ini dilaksanakan di Laboratorium
Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret. Pelaksanaan praktek produksi ini dilakukan pada
bulan April-Mei 2011.
1.2Metode Pelaksanaan
1.2.1 Pengamatan
Metode ini merupakan langkah awal dalam melaksanakan praktek
produksi, yaitu melakukan pengamatan pasar mengenai produk apa
yang belum ada di pasaran maupun sudah ada untuk dikembangkan.
3.2.2 Studi pustaka
Setelah menentukan jenis produk apa yang akan dibuat, kemudian
mahasiswa melakukan pembelajaran mengenai produk tersebut, yang
berhubungan dengan bahan, cara pembuatan, dan parameter mutu dari
produk tersebut. Hal-hal tersebut dapat diperoleh dari pustaka.
3.2..3 Percobaan
Mahasiswa dituntut untuk dapat membuat produk dengan formula yang
sesuai dengan selera konsumen. Oleh karena itu dilakukan percobaan
pembuatan produk dengan beberapa formula selanjutnya ditentukan
formula yang digunakan dalam pembuatan produk.
3.2.4 Praktek produksi
Produk ini akan dibuat di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan
Pangan dan Hasil Pengolahan Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
3.2.5 Pengujian Produk
Produk yang telah dibuat dengan beberapa formulasi kemudian
dilakukan pengujian yaitu uji organoleptik. Berdasarkan pengujian akan
commit to user
konsumen. Produk dengan formula ini yang akan dibuat dalam praktek
dan dikembangkan lebih lanjut. Selain itu juga dilakukan pengujian
secara kimiawi meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar gula reduksi,
serat kasar dan aktivitas antioksidan.
3.2.6 Analisis Kalayakan Ekonomi
Untuk mengetahui harga pokok dan harga jual produk maka dilakukan
analisis kelayakan ekonomi meliputi biaya produksi (biaya tetap, biaya
tidak tetap), Break Even Point (BEP), Pay Out Time (POT), Return On
Invesment (ROI), dan laju pengembalian modal.
1.3 Pembuatan SALAKUR
1.3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktek produksi ini adalah Salak Lokal
ukuran kecil yang diperolaeh dari daerah Sragen, air, dan gula pasir.
1.3.2 Alat
Alat yang digunakan dalam praktek produksi ini adalah kompor gas,
baskom, pisau, panci, sendok, timbangan, loyang, oven, telenan, gelas
ukur, toples, kertas label dan isolasi.
1.3.3 Pembuatan Manisan Salak Kurma (SALAKUR)
Buah salak disortasi untuk memisahkan buah yang busuk dan
buah yang baik (tidak cacat, tidak berulat, dan tidak memar) serta benda
asing yang terikut. Selanjutnya buah salak dikupas dan dibersihkan
kulitnya serta dilakukan pencucian hingga buah bersih. Buah salak
direbus tanpa penambahan gula hingga mendidih kurang lebih satu jam
untuk memudahkan pembuangan bijinya. Untuk satu kilogram salak
ditambahkan 3 liter air. Selanjutnya buah salak ditiriskan dan dibuang
bijinya. Perebusan kembali dilakukan dengan penambahan gula sampai
air habis kurang lebih selama 2,5 jam. Untuk 1 kilogram salak ditambah
200 gram gula pasir dan 2,5 liter air. Setelah air habis kemudian
didinginkan dan dilakukan penggulungan atau pembentukan pada
loyang supaya hasilnya rapi. Setelah itu dilakukan pemanggangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
kemudian buah salak didinginkan dan dilakukan pengemasan manisan
salak dengan menggunakan toples masing-masing 300 gram. Untuk
variasi resep 300 gram dan 400 gram gula pasir cara pembuatanya sama
dengan resep diatas.
1.3.4 Formulasi SALAKUR
Tabel 3.1 Perbandingan Formulasi SALAKUR
Bahan Formula I Formula II Formula III
Salak 1 kg 1 kg 1 kg
Gula Pasir 200 g 300 g 400 g
Keterangan:
Formula I : Komposisi Gula Pasir 200 gram dengan kode 661 Formula II : Komposisi Gula pasir 300 gram dengan kode 387 Formula III : Komposisi Gula pasir 400 gram dengan kode 899
Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan SALAKUR SALAKUR
Salak lokal ukuran kecil
Dilakukan sortasi antara buah yang busuk dan yang baik, serta benda-benda asing yang terikut
Dicuci sampai bersih
Direbus sampai mendidih sampai buah daging lunak ±1 jam untuk memudahkan pengeluaran biji (1 kg salak, 3 liter air)
Dikupas dan dihilangkan kulit arinya
Dilakukan perebusan kembali dengan penambahan gula sampai habis airnya ± 2,5 jam
Ditiriskan dan dibuang bijinya
Dilakukan pembentukan dan diletakkan pada loyang
Dilakukan pemanggangan dengan oven ± 3jam
commit to user
3.4. Uji Organoleptik
Pada Uji organoleptik dilakukan uji hedonik dengan metode rangking
terhadap pengaruh penambahan gula pasir pada proses produksi SALAKUR.
Uji hedonik dengan metode rangking ini dilakukan oleh 40 orang panelis. Yang
selanjutnya penelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap 3 formulasi
SALAKUR yang telah dibuat. Hasil dari uji organoleptik dengan rangking
tertinggi merupakan produk yang akan diproduksi dan dipasarkan.
3.5 Analisis Karakteristik Kimia
Produk SALAKUR yang paling disukai panelis ini selanjutnya dilakukan
analisis karakteristik kimia yaitu kadar air, kadar abu, kadar gula reduksi, serat
kasar, dan aktivitas antioksidan.
3.5.1 Kadar Air (Thermogravimetri)
Prinsip dari penentuan kadar air dengan mengggunakan
metode Thermogravimetri ini adalah air yang berada dalam bahan
diuapkan dengan jalan pemanasan, selanjutnya bahan ditimbang
sampai berat konstan (maksimal toleransi selisih penimbangan 0,2 g)
yang berarti semua semua air dalam bahan sudah diuapkan
(Sudarmadji dkk, 1996)
3.5.2 Kadar Abu
Prinsip dari penentuan kadar abu ini adalah semua zat organik
dalam bahan akan dioksidasikan pada suhu tinggi, yaitu sekitar
500-600oC kemudian dilakukan penimbangan zat sisa (zat anorganik) pembakaran produk yang tertinggal setelah proses pembakaran
tersebut (Sudarmadji dkk, 1996).
3.5.3 Kadar Gula Reduksi
Prinsip dari penentuan kadar gula reduksi dengan metode
Nelson Somogyi ini adalah kuprioksida akan direduksi menjadi
kuprooksida. Kuprooksida yang terbentuk direaksikan dengan
arsenomolibdat sehingga terbentuk molybdenum yang berwarna biru,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm (Sudarmadji dkk,
1996).
3.5.4 Penentuan Serat Kasar
Prinsip penentuan serat kasar adalah banyaknya zat-zat yang
tidak larut dalam asam encer ataupun basa encer dengan kondisi
tertentu, sehingga serat kasar merupakan residu dari bahan makanan
setelah diperlakukan dengan asam atau alkali mendidih (Sudarmadji
dkk, 1996).
3.5.5 Penentuan aktivitas antioksidan (Metode DPPH)
Prinsip dari penentuan aktivitas antioksidan adalah dengan
adanya antioksidan dapat menyumbangkan elektron bebas kepada
DPPH. Ketika elektronnya menjadi berpasangan oleh keberadaan
penangkap radikal bebas, DPPH akan tereduksi dan berubah warna
commit to user
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktek produksi ini dibuat Salak Kurma (SALAKUR) dengan tiga
formulasi, berdasarkan komposisi gula pasir. Untuk formulasi yang pertama
SALAKUR dengan gula pasir sebanyak 200 g, formulasi yang kedua
SALAKUR dengan gula pasir sebanyak 300 g, dan formulasi yang ketiga
SALAKUR dengan gula pasir sebanyak 400 g. Uji organoleptik dilakukan
dengan menggunakan uji hedonik dengan metode rangking. Formulasi yang
paling disukai panelis dilakukan pengujian karakteristik kimia dan analisis
kelayakan usahanya.
4.1 Uji Organoleptik
Uji Organoleptik dilakukan dengan membuat 3 formulasi yang
berbeda, yaitu formulasi I dengan penambahan gula pasir 200 gram,
selanjutnya formulasi kedua dengan penambahan gula pasir 300 gram,
dan formulasi ketiga dengan penambahan gula pasir 400 gram.
Berdasarkan ketiga formulasi tersebut dilakukan uji organoleptik dengan
menggunakan metode rangking supaya mendapatkan komposisi
SALAKUR yang paling disukai panelis, baik dari segi warna, rasa,
tekstur, dan keseluruhan. Dengan menggunakan metode rangking ini
nilai yang diberikan tidak ada yang sama, sehingga dapat diurutkan
secara langsung formulasi mana yang paling disukai. Setelah dilakukan
uji organoleptik diketahui bahwa yang paling disukai oleh panelis yaitu
dengan komposisi 200 gram penambahan gula pasir (Lampiran II).
Uji Organoleptik dengan membuat 3 formulasi yang berbeda ini
bertujuan untuk memilih yang terbaik atau menghilangkan yang terjelek.
Oleh karena itu formulasi 200 gram ini merupakan formulasi yang paling
baik diantara kedua formulasi yang lain. Formulasi yang digunakan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Tabel 4.1 Formulasi SALAKUR dengan kode 661
Bahan Jumlah
Salak lokal 1 kg
Gula Pasir 200 g
Air 2,5 liter
Dengan uji organoleptik ini, maka akan membantu dalam
penentuan formula yang paling tepat untuk dipasarkan, sehingga dalam
pemasaran SALAKUR kedepannya sudah mendapatkaan gambaran
mengenai selera konsumen terhadap produk ini. Uji organoleptik ini
sangat membantu bagi industri pangan yang ingin mengeluarkan
produknya agar dapat diterima oleh konsumen, terutama untuk produk-
produk baru seperti salah satunya adalah SALAKUR ini yang belum ada
dipasaran, perlu dilakukan uji organoleptik untuk mengetahui seperti apa
selera dari konsumen dipasaran yang disini diwakili oleh para panelis.
4.2 Analisis Karakteristik Kimia
Setelah ditentukan komposisi yang tepat untuk dipasarkan,
selanjutnya juga dilakukan pengujian kimiawi untuk mengetahui
karakteristik kimia dari produk SALAKUR ini, yaitu kadar air, kadar
abu, kadar gula reduksi, serat kasar, dan aktivitas antioksidan.
Karakteristik kimia SALAKUR dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Karakteristik Kimia SALAKUR
No Karakteristik kimia Hasil SNI 01-4443-1998
1 Kadar air 16,0037 % 9-25%
2 Kadar abu 1,94255 % 2%
3 Kadar gula reduksi 0,0347 mg/ml 0,45 mg/ml
4 Serat kasar 2,8233 % 2-4%
commit to user
Berdasarkan hasil pengujian kadar air SALAKUR adalah sebesar
16,0037%. Standar dari manisan kering menurut SNI-01-4443-1998
berkisar antara 9%-25%, maka kadar air dari SALAKUR ini sudah sesuai
dengan standar manisan kering yang ada, karena nilai kadar air dari
SALAKUR ini masih berada dalam kisaran standar mutu manisan kering.
Oleh karena itu dengan kadar air yang rendah produk SALAKUR dapat
disimpan lebih lama. Air dalam bahan pangan merupakan media tumbuh
yang baik bagi mikroorganisme pembusuk. Oleh karena itu kadar air
yang terlalu tinggi dalam bahan pangan akan mempercepat proses
pembusukan pada bahan pangan. Hal ini berkaitan dengan aktivitas air
(Aw). Aktivitas air merupakan jumlah air bebas yang dapat digunakan
oleh mikroba untuk proses pertumbuhanya.
Pengujian yang kedua adalah penentuan kadar abu dari produk
SALAKUR. Kadar abu dalam bahan pangan berkaitan dengan
kandungan mineral yang terkandung dalam bahan pangan. Abu
merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran sempurna suatu bahan
organik. Pada bahan makanan, 96% terdiri dari bahan organik dan air.
Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral (Hartanto, 2009). Hasil dari
pengujian kadar abu dari produk SALAKUR adalah 1,94255%. Hasil ini
bila dibandingkan dengan standar mutu manisan kering menurut SNI
0718-83 tahun 1986 yaitu maksimal kadar abunya adalah 2%, maka
untuk kadar abu dari produk SALAKUR ini juga masih sesuai dengan
standar yang ada. Oleh karena itu produk SALAKUR dapat memberikan
tambahan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Mineral merupakan
senyawa esensial yang berfungsi untuk proses selular tubuh. Tanpa
adanya mineral tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya. Mineral
juga berperan penting dalam pembentukkan struktural dari jaringan keras
dan lunak, kerja sistem enzim, kontraksi otot dan respon saraf serta
berfungsi dalam pembekuan darah. Apabila tubuh kekurangan mineral
dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif seperti kanker,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
(Hartanto, 2009). Oleh karena itu produk SALAKUR ini baik untuk
dikonsumsi karena memiliki kandungan mineral yang dibutuhkan oleh
tubuh.
Untuk pengujian yang selanjutnya adalah kadar gula reduksi, untuk
kadar gula reduksi dari SALAKUR ini adalah 0,0347 mg/ml. Bila
dibandingkan dengan standar SNI-01-4443-1998 yang ada yaitu
0,45 mg/ml maka kadar gula reduksi dari manisan kering ini jauh
dibawah dari SNI. Hal ini dikarenakan penambahan gula yang diberikan
relatif sedikit, sebab bila rasanya terlalu manis akan menghilangkan rasa
khas dari buah salak. Untuk standar pembuatan manisan kering
penambahan gula biasanya adalah 1 liter air dengan 400 gram gula pasir,
sedangkan dalam pembuatan SALAKUR ini adalah 2,5 liter air dengan
200 gram gula. Oleh karena itu kadar gula dari produk ini tidak sesuai
dengan standar yang ada.
Serat kasar adalah senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ
pencernaan manusia. Serat terbagi menjadi 2 yaitu serat yang larut air
dan serat yang tidak larut (serat kasar). Serat kasar terdiri dari selulosa,
lignin dan pentosa. Untuk kadar serat kasar dari SALAKUR ini adalah
2,8233 %, Untuk SNI dari serat kasar serat kasar adalah 2-4%.
Kandungan serat kasar dari SALAKUR ini masih sesuai dengan standar
pengujian serat kasar yang telah ada. Oleh karena itu dengan
mengkonsumsi SALAKUR dapat memberikan kebutuhan serat yang
diperlukan oleh tubuh untuk mempertahankan air dan membentuk
kolagen, pertukaran ion serta memperbaiki kondisi bakteri saluran
pencernaan. Dalam tubuh fungsi serat mempercepat pencernaan sehingga
tubuh tidak teracuni oleh kotorannya sendiri juga mencegah kanker usus.
Apabila tubuh kekurangan serat akan mengakibatkan terganggunya
sistem pencernaan, timbulnya penyakit kanker, jantung, diabetes, dan
kolesterol.
Penentuan aktivitas antioksidan dari produk SALAKUR ini