POLA ASUH PADA KELUARGA MIGRAN ASAL SUMATERA UTARA (Studi Kasus terhadap Keluarga Migran yang Berprofesi Sebagai Supir
Angkutan Umum di Bandung)
SKRIPSI
diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sosiologi
Oleh
Anijar Hapni Siregar NIM 1000514
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOLSIOLOGI FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Asal Sumatera Utara
(Studi Kasus terhadap Keluarga
Migran yang Berprofesi sebagai
Supir Angkutan Umum di
Bandung)
Oleh
Anijar Hapni Siregar
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Anijar Hapni Siregar 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined.
UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ... vi DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR GAMBAR ... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
B. Identifikasi Masalah Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
C. Rumusan Masalah Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
D. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
E. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
F. Struktur Organisasi Skripsi ... Error! Bookmark not defined. BABII KAJIANPUSTAKA
A. Konsep Pendidikan Keluarga ... Error! Bookmark not defined.
B. Konsep Migrasi ... Error! Bookmark not defined.
C. Masyarakat Bandung (Sunda) ... Error! Bookmark not defined.
D. Masyarakat Sumatera Utara (Batak) ... Error! Bookmark not defined.
E. Konsep Pola Asuh... Error! Bookmark not defined.
F. Pola Hubungan Orang tua-Anak (sikap atau perlakuan orang tua terhadap
anak) ... Error! Bookmark not defined.
G. Akulturasi (percampuran budaya) ... Error! Bookmark not defined.
H. Asimilasi ... Error! Bookmark not defined.
I. Konsep Interaksi Sosial ... Error! Bookmark not defined.
J. Interaksionisme Simbolik... Error! Bookmark not defined.
K. Hubungan Interpersonal ... Error! Bookmark not defined.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
B. Lokasi Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
C. Data dan Sumber Data ... Error! Bookmark not defined.
D. Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined.
E. Penyusunan Alat Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined.
F. Prosedur Pengumpul Data ... Error! Bookmark not defined.
G. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
2. Profil Keluarga Objek ... Error! Bookmark not defined.
B. Pembahasan ... Error! Bookmark not defined.
1. Pola asuh dalam keluarga migran asal Sumatera Utara yang berprofesi
sebagai supir angkutan umum ... Error! Bookmark not defined.
2. Apakah keluarga migran masih menggunakan budaya asal atau sudah
menggunakan budaya Sunda? ... Error! Bookmark not defined.
3. Adakah pengaruh budaya dominan dalam pendidikan keluarga
migran? ... Error! Bookmark not defined. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... Error! Bookmark not defined.
B. Rekomendasi ... Error! Bookmark not defined.
1. Bagi Keluarga Migran ... Error! Bookmark not defined.
2. Bagi Kebutuhan Pendidikan Secara UmumError! Bookmark not defined.
3. Bagi Masyarakat Sunda ... Error! Bookmark not defined.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku: ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat-Surat
Lampiran 2 Lembar Bimbingan Penulisan Skripsi
Lampiran 3 Pedoman Wawancara dan Pedoman Observasi
Lampiran 4 Hasil Wawancara
Lampiran 5 Analisis Teori
ABSTRAK
POLA ASUH PADA KELUARGA MIGRAN ASAL SUMATERA UTARA (STUDI KASUS TERHADAP KELUARGA MIGRAN YANG BERPROFESI SEBAGAI ANGKUTAN UMUM DI BANDUNG)
Anijar Hapni Siregar
Sebagai manusia yang hidup dan tinggal di dalam lingkungan masyarakat, sudah tentu harus dapat beradaptasi, berinteraksi serta berkomunikasi dengan baik di lingkungannya. Komunikasi, interaksi serta adaptasi yang baik, dapat dipelajari didalam pendidikan keluarga, terkait pola pengasuhan didalam keluarga tersebut. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung, yakni pada keluarga migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum. Tujuan penelitian ini adalah untuk: mengetahui bagaimana pendidikan yang terjadi di lingkungan migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung, mengetahui apakah keluarga di lingkungan migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung tetap menggunakan budayanya atau sudah menggunakan budaya sunda dan mengetahui ada tidaknya pengaruh budaya dalam pendidikan keluarga di lingkungan migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dianalisis secara kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa: observasi/pengamatan, wawancara,studi dokumentasi dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua keluarga yakni keluarga 2 dan keluarga 4 menerapkan pola pengasuhan yang melalaikan (neglectful parenting), sedangkan keluarga 1 menggunakan pola pengasuhan yang memanjakan (indulgent parenting), adapun keluarga 3 menggunakan pola pengasuhan otoritatif (authoritatif parenting).Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa informan (keluarga migran) tetap menggunakan budaya asalnya, namun sedikit banyaknya sudah mulai menggunakan budaya Sunda (memadupadankan). Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh budaya pada pendidikan dalam keluarga migran. Rekomendasi ditujukan kepada berbagai pihak diantaranya bagi: keluarga migran, masyarakat Sunda dan peneliti selanjutnya.
ABSTRACK
POLA ASUH PADA KELUARGA MIGRAN ASAL SUMATERA UTARA (STUDI KASUS TERHADAP KELUARGA MIGRAN YANG BERPROFESI SEBAGAI ANGKUTAN UMUM DI BANDUNG)
Anijar Hapni Siregar
As human beings who live in the society, certainly have to be able to adapt, interact and communicate well in their environment. Communication, the interaction and adaptation can be studied in education family, related to the pattern of parenting in the family. This research was conducted in the city of Bandung, on migrant families in North Sumatra who work as public transport drivers.The purpose of this research is to find out how education: occur in the neighborhood of North Sumatera migrant driver whose profession as public transport in Bandung knowing if migrant family environment of North Sumatera driver whose profession as public transport in Bandung continue to use -- or already know the whereabouts of Sunda culture and cultural influence in education in the family migrant of North Sumatera driver whose profession as public transport in Bandung. This research is a descriptive study that was analyzed qualitatively, with data collection techniques include: Observation, interview the study of documentation and thestudy of librarianship. The results showed that two families, namely family2 and 4 apply negligent parenting pattern, while family1 uses indulgent parenting pattern, and family3 uses authoritative parenting pattern. Based on the research conducted, it can be seen that the informants (the migrant families) still use their native culture, but few have started to use some Sundanese culture (combining). It can be concluded that the influence of culture on the education of migrant families. Recommendations aimed at various parties to: family, such as migran society Sundanese and researchers next.
Keywords: Parenting pattern, migrant family, public transporatation drivers,
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman etnis, suku, bahasa,
budaya, gender, agama dan lain sebagainya, sehingga Indonesia dikenal dan
disebut sebagai masyarakat multikultural. Ridwan dan Malihah (2011, hlm. 50) mengemukakan bahwa: “Inti dari multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa ataupun agama”. Seperti yang kita ketahui bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk (multikultural), yang
mengandung unsur-unsur kemajemukan berupa ciri fisik, ciri sosial dan ciri
budaya.
Di Indonesia sendiri khususnya pada masyarakat Sumatera Utara dan
masyarakat Bandung sudah tentu mengandung unsur-unsur tersebut, misalnya:
ciri fisik seperti bentuk tubuh, bentuk hidung, warna kulit, bentuk wajah dan
lain-lain jelas berbeda, untuk masyarakat Bandung warna kulit cenderung putih
kemudian wajah untuk wanita biasanya cantik/ayu (geulis) dan wajah untuk pria
biasanya ganteng (kasep). Sedangkan masyarakat Sumatera Utara untuk segi
wajah bisa dikatakan sangar dan warna kulit yang cenderung berwarna coklat.
Sedangkan untuk ciri sosialnya, masyarakat Bandung menganut sistem
kekerabatan bilateral yakni: sistem kekerabatan ditarik dari garis ayah dan ibu
secara bersamaan dengan sistem perkawinan endogami, sedangkan masyarakat
Sumatera Utara menganut sistem kekerabatan unilateral patrilineal dimana garis
keturunan ditarik dari garis ayah, dengan sistem perkawinan eksogami. Begitu
juga dengan ciri budaya yang tentunya berbeda, dimana bahasa, sistem ekonomi,
sistem sosial, sistem pengetahuan, teknologi, kesenian juga agama antara
Dengan mengetahui bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat
yang multikultural, yakni memiliki banyak perbedaan antara masyarakat satu
3
memiliki sikap toleran yakni: bisa menghargai dan menghormati manusia lainnya
dengan segala perbedaan yang terdapat didalam masyarakat, tempat dimana kita
hidup, tanpa mementingkan perbedaan baik dari etnis, suku, bahasa, budaya,
gender dan agama. Akan tetapi perbedaan tersebut sering menimbulkan
ketegangan hubungan antaranggota masyarakat yang disebabkan oleh
ketidaksesuaian keinginan masyarakat dengan perbedaan etnis, suku, bahasa,
budaya, gender, agama dan lain sebagainya di dalam masyarakat.
Dalam kehidupan, kita tidak pernah lepas dari masyarakat. Sebagaimana
Ridwan dan Malihah (2011, hlm. 31) mengemukakan bahwa, “Menurut
kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk yang bermasyarakat”,
dalam hal ini, manusia selalu hidup bersama manusia lainnya, dimana dalam diri
manusia ada dorongan untuk berinteraksi dengan manusia lain, dan interaksi
tersebut akan berhasil dilakukan apabila setiap manusia hidup dengan
mengesampingkan setiap perbedaan yang ada, serta memahami cara-cara
beradaptasi dengan benar sesuai dengan keinginan manusia lainnya, juga sesuai
dengan bahasa yang digunakan dalam masyarakat tersebut untuk membantu
mempermudah berkomunikasi antar individu satu dengan individu lain.
Sebagai manusia yang hidup dan tinggal dalam lingkungan masyarakat,
sudah tentu harus dapat berkomunikasi, berinteraksi serta beradaptasi, baik antara
etnis, suku, bahasa, budaya, gender, agama dan lain-lain didalam masyarakat,
karena jika tidak manusia atauindividu tersebut tidak akan bisa bertahan hidup
didalam masyarakat. Komunikasi, interaksi serta adaptasi, baik antara etnis, suku,
bahasa, budaya, gender serta agama yang berbeda dapat dipelajari di dalam
pendidikan keluarga. Pendidikan keluarga merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk bertahan hidup dengan mempelajari dan mengajarkan keluarga
agar dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan hidup atau tempat tinggalnya,
yang notabene berbeda etnis, suku, bahasa, budaya, gender dan agamanya.
Permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai pendidikan keluarga di
lingkungan migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan
Bermigrasi dari Sumatera Utara ke Bandung tentunya akan menimbulkan
kesulitan dalam beradaptasi, berinteraksi serta berkomunikasi, karena memiliki
banyak perbedaan, terutama dari ciri-ciri masyarakat atau keluarga migran yang
berasal dari Sumatera Utara tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat
Sumatera Utara terkenal dengan masyarakat perantau yang berbicara agak kasar
dengan watak yang juga terkenal keras serta berwajah sangar (biasanya wajah
disebut menyeramkan), sering terlihat berantakan (tidak rapih), biasanya suka
melakukan hal sesuka hatinya, pemarah dan sebagainya yang jelas-jelas berbeda
dengan masyarakat Sunda di Bandung, yakni berbicara lemah lembut, berwatak
halus (baik), berwajah manis (tidak menyeramkan/sangar), rapih dan juga bersih
serta jarang marah.
Perbedaan ciri atau karakter tersebut sangat rentan menyebabkan kesulitan
dalam beradaptasi, apalagi dengan karakter masyarakat Sunda yang lemah lembut
sedangkan masyarakat Sumatera Utara yakni keluarga migran, memiliki sifat yang
keras serta pemarah, menyebabkan banyak opini atau pandangan masyarakat
Sunda mengenai sikap masyarakat Sumatera Utara yang menakutkan sehingga
sebisa mungkin masyarakat Bandung menghindari adanya kontak dan komunikasi
dengan keluarga migran, juga sikap masyarakat Sumatera Utara yang melakukan
hal dengan sesukanya/sesuka hatinya, seperti: memotong jalan di lampu merah,
meminta bayaran (ongkos) lebih dan sebagainya membuat masyarakat Sumatera
Utara itu sendiri sulit untuk beradaptasi, karena sebagai masyarakat minoritas di
daerah orang lain (mayoritas) ingin berbuat semaunya sudah pasti tidak akan
diterima oleh masyarakat mayoritas tersebut. Contoh lain kesulitan beradaptasi
yaitu dari segi bahasa yang berbeda yang sering menimbulkan perbedaan
pendapat yang juga sering menjadi pemicu konflik, dimana masyarakat sunda sebagai masyarakat mayoritas dengan perilaku “bullying” nya yang suka membuli orang lain karena perbedaan bahasa juga budaya yang aneh menurut mereka,
membuat masyarakat Sumatera Utara memperlihatkan sikap pemarahnya sehingga
konflik pun terjadi yang otomatis akan menyebabkan adanya kesulitan dalam
5
menganggap budayanya lebih baik daripada budaya masyarakat lain juga rentan
menyebabkan sulitnya beradaptasi, untuk mengkaji hal tersebut, makaperlu
dilakukan penelitian terhadap keluarga migran asal Sumatera Utara.
Bermigrasi dari Sumatera Utara ke kota Bandung sudah tentu mengharuskan
pekerja atau keluarga migran dapat beradaptasi dengan masyarakat Sunda yang
ada di Bandung, agar pekerja atau keluarga migran tersebut dapat dengan mudah
berinteraksi dengan masyarakat, sehingga dapat menjamin pekerjaannya akan
lancar dan dapat hidup dengan baik di lingkungannya yang baru.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990, hlm. 1) mengemukakan
bahwa, “Dengan terbatasnya pemilikan lahan dan lapangan kerja di desa
mendorong penduduk mencari tambahan penghasilan di luar sektor pertanian”.
Salah satunya adalah mencari pekerjaan di kota atau di luar daerah tempat
tinggalnya. Faktanya, dalam penelitian ini pekerja atau keluarga migran yang
berprofesi sebagai supir angkutan umum bermigrasi ke kota Bandung untuk
mencari penghasilan agar dapat bertahan hidup, untuk itu pekerja atau keluarga
migran asal Sumatera Utara harus memiliki cara agar dapat beradaptasi,
berinteraksi serta berkomunikasi dengan masyarakat Sunda.
Salah satu cara agar keluarga migran dapat beradaptasi, berinteraksi serta
berkomunikasi dengan mudah didalam masyarakat Sunda adalah dengan
menerapkan pola pengasuhan yang tepat didalam pendidikan keluarga migran asal
Sumatera Utara tersebut. Disini, keluarga dituntut untuk mampu mengajarkan
anak (mendidik anak) agar dapat beradaptasi dengan lingkungannya dengan cara
mengajarkan anak bagaimana sopan santun, saling menghargai, menghormati dan
sebagainya dengan memadupadankan pengajaran atau didikan dengan nilai-nilai
budaya yang baik, diterima dan berlaku di masyarakat serta dijadikan sebagai
kebiasaan dalam keluarga.
Pada penelitian ini, penulis memilih keluarga migran yang berprofesi
sebagai supir angkutan umum, dikarenakan penulis tertarik meneliti mengapa
masyarakat Sumatera Utara rela pergi jauh merantau meninggalkan kampung
umum. Menurut pendapat Saptanto, S., Lindawati., dan Zulham, A (2011, hlm.
22) bahwa, Terjadinya mobilitas migran dari desa pesisir ke daerah tujuan migrasi
banyak ditentukanoleh keterikatan migran dengan struktur sosial ekonomi di
daerah asal migrasi. Asumsi penulis adalah keluarga migran memilih bermigrasi
disebabkan karena mata pencaharian di daerah Sumatera Utara yang notabene
adalah sebagai petani, dimana sudah tentu pekerjaan tersebut mengharuskan
pekerjanya untuk berkotor-kotoran (tidak seperti pekerja kantoran atau lainnya),
berhadapan dengan terik matahari langsung serta berpenghasilan kurang
mencukupi, kecuali untuk orang-orang yang memiliki lahan atau kebun yang luas.
Hal tersebut selaras dengan pendapat Saptanto, S., Lindawati., dan Zulham, A
(2011, hlm. 22) bahwa,
Pertama, jikaketerikatan terhadap struktur sosial ekonomi desanya sangat kuat maka migrasi itu tidak terjadi. Kedua, jika keterikatan migran terhadap struktur sosial ekonomi desa semakin menipis dan dengan daerah tujuan migrasi sangat kuat, maka mobilitas tersebut akan terhenti dan muncullah migran permanen. Ketiga, jika kebutuhan migran di desa pesisir kurang terpenuhi dan ikatan penduduk terhadap struktur sosial ekonomi desa pesisir sangat kuat maka terjadilah migrasi dari desa pesisir ke daerah tujuan migrasi.
Dilihat dari faktor pendorong maupun faktor penarik migrasi menurut
Lembaga Demografi FEUI (2007, hlm. 118) yakni sebagai berikut: faktor
pendorong migrasi; 1) makin berkurangnya sumber-sumber alam, 2)
menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal, 3) adanya tekanan atau
diskriminasi politik, agama maupun suku di daerah asal, 4) tidak cocok lagi
dengan adat,/budaya/kepercayaan di tempat asal, 5) alasan pekerjaan atau
perkawinan dan 6) bencana alam. Kemudian faktor penarik migrasi yaitu; 1)
adanya rasa superior di tempat baru, atau kesempatan memasuki lapangan
pekerjaan yang cocok, 2) kesempatan memperoleh pendapatan yang lebih baik, 3)
kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, 4) keadaan lingkungan dan
kehidupan yang menyenangkan seperti iklim, perumahan, lingkungan alam dan
lain-lain, 5) tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung, 6)
adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai
7
Jawaban dari pertanyaan penulis mengenai alasan keluarga migran untuk
merantau jauh meninggalkan kampung halaman, rata-rata dari empat keluarga
yang menjadi informan adalah dari faktor penarik migrasi yakni: kesempatan
memperoleh pendapatan yang lebih baik (dalam arti bahwa ketertarikan keluaga
migran terhadap struktur sosial ekonomi daerah asalnya semakin menipis),
kemudian keadaan lingkungan yang menyenangkan, tarikan dari orang yang
diharapkan sebagai tempat berlindung dan juga keinginan untuk lepas dari
pekerjaan atau mata pencaharian di daerah asal yang notabene sebagai petani, baik
petani kelapa sawit, petani karet, maupun petani padi dan sayur ataupun buah.
Jawaban tersebut dapat menjelaskan bahwa keluarga migran bermigrasi
disebabakan oleh keinginan untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik,
terbukti setelah penulis melakukan penelitian bahwa tidak sedikit dari keluarga
migran asal Sumatera Utara yang berhasil dengan bekerja sebagai supir angkutan
umum, dimana supir-supir tersebut telah memiliki minimal satu buah angkutan
umum (angkot), yang penghasilannya cukup besar bila dibandingkan dengan
penghasilan seorang petani, apalagi hanya sebagai buruh tani saja. Kemudian hal
ini diperkuat dengan pendapat beberapa informan saat penulis melakukan studi
pendahuluan di terminal Ledeng dan Dago, yakni sebagai berikut:Kebanyakan
orang Sumatera Utara yang menjadi supir angkutan umum itu berhasil neng,
rata-rata dari mereka sudah memiliki angkutan umum milik pribadi, ada yang memiliki
satu buah angkutan umum bahkan ada yang memiliki empat buah, kemudian
mereka memberikan angkutan umum milik mereka kepada masyarakat Sunda,
dengan perjanjian setoran perhari-nya, untuk angkutan umum Cicaheum-Ledeng
rata-rata pemiliknya adalah orang Sumatera Utara neng, begitu juga dengan
angkutan umum Kalapa-Dago, sehingga orang Sumatera Utara yang menjadi supir
angkutan umum di Bandung bisa dikatakan sukses (Komunikasi personal, 25
Oktober 2013).
Dari pemaparan diatas, jelas terlihat bahwa terdapat perbedaan -perbedaan
antara masyarakat Sumatera Utara (batak) dan masyarakat Bandung (sunda), baik
Perbedaan tersebut kemudian menjadi suatu masalah dalam terlaksananya
interaksi yang baik didalam masyarakat, karena perbedaan etnis, suku, bahasa,
budaya dan agama antara masyarakat sunda dan keluarga migran itu sendiri
tentunya akan menyebabkan berbagai masalah di dalam lingkungan kehidupan
masyarakat sunda dan keluarga migran tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa
perbedaan, terutama perbedaan bahasa akan mempersulit kita dalam
berkomunikasi dengan orang lain karena kita tidak dapat mengerti apa maksud
dari perkataan yang diucapkan oleh lawan bicara kita. Begitu juga dengan budaya
yang jelas berbeda antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya, yang
memungkinkan untuk terjadinya saling ejek antar kebudayaan, saling merasa
kebudayaan sendiri lebih baik dan lain sebagainya, yang kesemuanya dapat
menimbulkan konflik, sehingga berpengaruh terhadap interaksi dan adaptasi di
dalam masyarakat.
Masyarakat Sunda sebagai masyarakat mayoritas di kota Bandung pasti
akan lebih dominan dalam segala aktivitas dari pada masyarakat
minoritas/pendatang yakni keluarga migran asal Sumatera Utara yang ada di
Bandung, sehingga masyarakat minoritas yakni keluarga migran harus dapat
meleburkan diri atau berbaur dengan masyarakat mayoritas yakni masyarakat
Sunda di Bandung. Melebur yang dimaksud disini yakni dapat menyesuaikan diri
dalam lingkungan baru dengan cara beradaptasi, berkomunikasi dan berinteraksi.
Interaksi dapat terjadi karena adanya kontak dan komunikasi. Kontak dan
komunikasi ini tidak dapat lepas dari kehidupan sehari-hari terutama dalam hal
pekerjaan, dimana sebagai pekerja khususnya pekerja migran yang berprofesi
sebagai supir angkutan umum tidak akan dapat terlepas dari kontak dan
komunikasi dengan masyarakat, begitu juga dengan keluarga di lingkungan
migran tersebut, tidak akan dapat terlepas dari kontak dan komunikasi dengan
masyarakat Sunda di Bandung.
Dalam diri seseorang terdapat tiga faktor pendorong terjadinya interaksi,
diantaranya adalah dorongan sebagai makhluk sosial, dorongan memenuhi
9
Dorongan untuk memenuhi kebutuhan yang dimaksud disini yaitu manusia satu
dapat berinteraksi dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
dalam hal ini yaitu keluarga migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai
supir angkutan umum harus dapat berinteraksi dengan masyarakat Sunda di kota
Bandung untuk dapat bertahan hidup meskipun berbeda etnis.Dua etnis yang
berbeda tentunya akan sulit untuk beradaptasi dan berinteraksi terutama pada
keluarga migran asal Sumatera Utara dengan masyarakat Sunda di Bandung,
maka dari itu keluarga migran asal Sumatera Utara harus dapat meleburkan diri
pada masyarakat Sunda di Bandung, karena dengan meleburkan diri maka
keluarga migran dapat beradaptasi, berkomunikasi dan berinteraksi tanpa merasa
daerah baru tempat mereka tinggal tersebut adalah daerah yang benar-benar asing,
sehingga keluarga migran dapat hidup seperti sebelumnya di daerah asal mereka.
Yang tidak kalah penting adalah bagaimana pendidikan yang ada didalam
keluarga migran, terkait pola pengasuhannya, yang merupakan salah satu cara
untuk mempermudah beradaptasi, berkomunikasi serta berinteraksi didalam
masyarakat.
Hal inilah yang menjadi landasan penulis untuk meneliti dan juga penulis
tertarik untuk mengetahui bagaimana pendidikan keluarga di lingkungan migran
asal Sumatera Utara yang ada di Bandung, untuk itu penulis melihat perlu adanya
penelitian dengan pengkajian secara khusus mengenai pendidikan keluarga di
lingkungan migran asal Sumatera Utara yang ada di Bandung, yakni dengan judul
penelitian:“Pola Asuh Pada Keluarga Migran Asal Sumatera Utara” (Studi
Kasus terhadap Keluarga Migran yang Berprofesi Sebagai Supir Angkutan Umum
di Bandung).
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian, dapat ditarik beberapa permasalahan
diantaranya:
1. Berdasarkan pengalaman pribadi peneliti, yang mengalami kesulitan dalam
yang berbeda budaya, suku, bahasa, agama dan sebagainya, apalagi bila
masyarakat tidak memiliki sikap toleransi antar sesama, menyebabkan
masyarakat satu sulit untuk bertahan dalam masyarakat lainnya.
2. Pola asuh yang diterapkan orang tua memiliki dampak terhadap kemampuan
anak dalam beradaptasi, berinteraksi dan berkomunikasi, apabila pola asuh
yang diterapkan salah, maka perilaku dan tingkahlaku anak akan salah juga,
terutama sangat berdampak terhadap perilaku dan tingkahlaku anak dalam
beradaptasi, berinteraksi dan berkomunikasi didalam masyarakat.
3. Perbedaan karakter antara masyarakat Sumatera Utara yang memiliki
karakter keras dan pemarah dengan karakter masyarakat Bandung (Sunda)
yang lemah lembut menyebabkan masyarakat Sumatera Utara sulit untuk
beradaptasi, berinteraksi dan berkomunikasi didalam masyarakat Bandung,
khususnya keluarga migran.
4. Perbedaan karakter yang disebabkan oleh perbedaan pola pengasuhan,
menyebabkan masyarakat sulit untuk menyesuaikan diri, terlebih lagi
terhadap anak yang diasuh dengan pola pengasuhan yang melalaikan dan
memanjakan.
5. Masyarakat minoritas yakni keluarga migran yang melakukan sesuatu
sesuka hatinya, seperti: berbicara keras, meminta uang (ongkos) lebih, serta
pemarah menyebabkan masyarakat mayoritas memberikan stereotipe
negatif bahkan menolak beradaptasi, berinteraksi serta berkomunikasi
dengan keluarga migran.
C. Rumusan Masalah Penelitian
“Perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan identifikasi
masalah dan pembatasan masalah” (Usman, 2009, hlm. 27). Berdasarkan latar
belakang masalah serta identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas maka
11
1. Bagaimana pola asuh yang terjadi dalam keluarga migran asal Sumatera
Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung?
2. Apakah keluarga di lingkungan migran asal Sumatera utara yang berprofesi
sebagai supir angkutan umum di Bandung tetap menggunakan budayanya
atau sudah menggunakan budaya sunda?
3. Adakah pengaruh budaya dominan dalam pendidikan keluarga di
lingkungan migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir
angkutan umum di Bandung?
D. Tujuan Penelitian
Menurut Riduwan (2009, hlm. 6) “Tujuan penelitian merupakan keinginan -keinginan penelitian atas hasil penelitian dengan mengetengahkan
indikator-indikator apa yang hendak ditemukan dalam penelitian, terutama yang berkaitan
dengan variabel-variabel”. Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pendidikan keluarga migran asal Sumatera Utara yang ada di Bandung (studi
kasus terhadap keluarga migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir
angkutan umum di Bandung).
2. Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk:
a. Mengetahui bagaimana pola asuh yang terjadi di lingkungan migran asal
Sumatera utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung.
b. Mengetahui apakah keluarga di lingkungan migran asal Sumatera Utara
yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung tetap
menggunakan budayanya atau sudah menggunakan budaya sunda.
c. Mengetahui ada tidaknya pengaruh budaya dalam pendidikan keluarga di
lingkungan migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir
E. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi berupa konsep
pendidikan dalam keluarga di lingkungan migran asal Sumatera Utara yang
berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung, khususnya dalam lingkup
etnis, suku, bahasa, budaya dan agama yang berbeda mengingat Indonesia sebagai
negara yang memiliki etnis, suku, bahasa, budaya dan agama yang beraneka
ragam, sehingga sebagai masyarakat tidak merasakan kesulitan dalam beradaptasi
dengan masyarakat. Serta diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian sejenis
terkait pendidikan keluaraga di lingkungan migran. Juga diharapkan dapat
dijadikan sumber bacaan dalam dunia pendidikan terkait perluasan ilmu
pengetahuan.
2. Secara Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada:
a. Peneliti
Sebagai suatu pembelajaran dalam rangka terjun langsung meneliti dan
memberikan solusi kepada masyarakat untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang
telah diajarkan dalam pembelajaran dikelas, serta sebagai warga masyarakat dapat
berpartisipasi dalam menangani masalah yang ada didalam masyarakat itu sendiri,
juga untuk memperkaya pengetahuan penulis dan dijadikan sebagai sumber
penilaian untuk kelulusan dalam menempuh Strata satu (S1) penulis.
b. Keluarga Migran
Mengetahui bagaimana pola asuh dalam keluarga yang seharusnya
diterapkan/dilakukan di dalam lingkungan keluarga migran sehingga dapat
diterima didalam masyarakat, baik dalam etnis, suku, bahasa, budaya dan agama
yang berbeda, dan juga untuk memudahkan keluarga migran agar dapat bertahan
dalam masyarakat terutama untuk menjalankan profesinya sebagai supir angkutan
umum dan dapat memenuhi keinginan masyarakat tempat keluarga migran
tersebut tinggal. Dalam arti keluarga migran dapat diterima dalam lingkungan
13
c. Masyarakat Sunda
Bebas berinteraksi dengan keluarga migran sesuai keinginannya, tanpa
harus khawatir dengan adanya perbedaan yang mengakibatkan ketidaknyamanan
dan kekhawatiran pada saat berinteraksi dengan keluarga migran yang ada di
lingkungannya.
F. Struktur Organisasi Skripsi
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dilakukannya penelitian,
identifikasi masalah, perumusan masalah yang akan diteliti, tujuan dilakukannya
penelitian, manfaat dilakukannya penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II Kajian Teoritis
Pada bab ini memuat mengenai konsep pendidikan keluarga yakni mengenai
arti keluarga, peran dan fungsi keluarga, arti pendidikan, pentingnya pendidikan,
pengertian pendidikan keluarga, tujuan pendidikan keluarga, faktor yang
mempengaruhi lingkungan keluarga dan keluarga sebagai alam pendidikan
pertama (dasar), kemudian konsep Migrasi, masyarakat Bandung (Sunda),
masyarakat Sumatera Utara (Batak), konsep pola asuh yakni: pengertian pola asuh
dan jenis-jenis pola asuh, pola hubungan orang tua-anak (sikap atau perlakuan
orang tua terhadap anak), Akulturasi, Asimilasi, konsep interaksi sosial yakni:
latar belakang interaksi sosial, pengertian interaksi dan interaksi sosial,
dasar-dasar interaksi sosial, bentuk-bentuk interaksi sosial, faktor-faktor yang
mempengaruhi interaksi sosial, tahap-tahap interaksi sosial, teori interaksi sosial,
interaksionisme simbolik, hubungan interpersonal dan adaptasi sosial.
Pada bab ini memuat mengenai pendekatan dan metode penelitian, lokasi
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, penyusunan alat, prosedur
pengumpul data dan analisis data.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dalam bab ini memuat mengenai hasil penelitian berupa: gambaran umum
lokasi penelitian, deskripsi subjek penelitian, profil keluarga objek dan deskripsi
hasil penelitian, serta pembahasan
Bab V Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini penulis akan menarik kesimpulan dari penelitian yang
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan kegiatan pencarian data, penyelidikan dan percobaan
dalam suatu bidang tertentu yang dimaksudkan dan dilakukan untuk mendapatkan
fakta-fakta dan prinsip-prinsip baru dan pengertian baru mengenai suatu masalah
yang diteliti. Menurut Sugiyono (2008, hlm. 2), Metode penelitian pada dasarnya
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri
keilmuan, yaitu: rasional, empiris dan sistematis. Metode penelitian dianggap
sebagai seperangkat pendekatan yang menyeluruh untuk mengumpulkan data dan
menganalisis masalah-masalah tertentu mencakup teknik dan alat (Mikkelsen,
2001, hlm. 313).
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, dimana data yang dikumpulkan berasal dari naskah wawancara, catatan,
dokumen pribadi, memo, gambar dan lain sebagianya selain data yang berupa
angka-angka atau prosedur statistik yang diperoleh langsung dari informan guna
memahami situasi sosial, peristiwa, peran dan interaksi. Moleong (2007, hlm. 6)
mengemukakan bahwa, Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah
Usman dan Akbar (2009, hlm. 78) mengemukakan bahwa “Metode
kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi
tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri”.
Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini
mencocokkan antara reliatas empirik dengan teori yang berlaku dengan
menggunakan metode deskriptif”, yakni mencocokkan antara kenyataan yang ada
dalam lokasi penelitian dengan teori-teori yang digunakan.
Sementara itu metode atau jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang
bersifat menggambarkan atau melukiskan sesuatu hal dalam arti yang sebenarnya
yaitu berupa foto-foto atau gambar-gambar yang dapat menjelaskan hasil
penelitian serta dapat pula berarti menjelaskan dengan kata-kata. Menurut
pendapat Whitney (dalam Nazir, 2003, hlm. 16), “Metode deskriptif adalah
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat”. Penelitian deskriptif mempelajari
masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam
masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk hubungan-hubungan,
kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang
berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2009, hlm. 130)
bahwa:
Penelitian deskriptif kualitatif diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat responden, apa adanya sesuai dengan pertanyaan penelitiannya, kemudian dianalisis pula dengan kata-kata apa yang melatarbelakangi responden berperilaku (berpikir, berperasaan dan bertindak). Minimal ada tiga hal yang digambarkan dalam penelitian kualitatif yaitu karakteristik pelaku, kegiatan atau kejadian yang terjadi selama penelitian dan keadaan lingkungan atau karakteristik tempat penelitian berlangsung.
Dalam penelitian ini penulis akan menggambarkan atau melukiskan data
hasil temuan di lapangan dengan sebenarnya yang ditemukan oleh penulis terkait
pendapat informan.
B. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini berada di kota Bandung, Jawa Barat, kota
tempat tinggal peneliti Kota Bandung adalah kota yang sangat jauh dari Sumatera
Utara, yakni terdapat pada pulau yang berbeda. Di kota Bandung juga terdapat
57
Utara. Masyarakat Bandung terkenal dengan suku Sunda dengan karakteristik
(ciri) yang khas, yakni: lemah lembut, ramah, anggun, lembut dalam bertutur kata
dan sebagainya.
Di kota Bandung, terdapat banyak masyarakat Sumatera Utara (keluarga
migran) khususnya pada keluarga migran asal Sumatera Utara yang berprofesi
sebagai supir angkutan umum, namun yang akan diteliti adalah keluarga migran
yang tinggal di jalan Dago, jalan Dago Timur, di jalan Taman Sari dan jalan
Kiaracondong, serta di terminal-terminal tempat atau trayek keluarga migran
bekerja, yakni: Kalapa-Dago, Cicaheum-Ledeng dan Margahayu-Ledeng,
tempat-tempat tersebutlah yang kemudian menjadi lokasi pada penelitian ini.
C. Data dan Sumber Data
Sumber data adalah hal berupa benda, orang atau tempat dimana penelitian
dilakukan. Adapun sumber data yang diambil dalam penelitian ini yaitu keluarga
migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum yang
ada di Bandung, yakni meliputi: Ayah (supir angkutan umum), ibu (istri) dan juga
anak.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dilakukan untuk
mengumpulkan data yang dapat membantu menjawab atau memecahkan masalah
penelitian.
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam mengumpulkan data.
Teknik tersebut memiliki fungsi yang berbeda dan digunakan sesuai dengan
tujuan penelitian dan jenis data yang ingin didapatkan serta keadaan subjek
penelitian. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana pola asuh pada
keluarga migran asal Sumatera Utara yang ada di Bandung. Data penelitian ini
diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi.
Tabel 3.1
Teknik pengumpulan data
Sumber: Teknik Pengumpulan Data Penulis Tahun 2013-2014
1. Observasi/Pengamatan
Observasi atau pengamatan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mengetahui fakta dari suatu kegiatan atau peristiwa yang diamati dari jarak yang
dekat, yang berguna untuk mendapatkan informasi terkait penelitian yang
dilakukan.
Teknik Pengumpulan Data Aspek Sumber Data
Observasi/Pengamatan Aktivitas keluarga migran
atau pekerja migran asal
Sumatera Utara
Pekerja Migran asal Sumatera
Utara yang berprofesi sebgai
supir angkutan umum yang ada
Keluarga migran atau Pekerja
migran asal Sumatera Utara
yang berprofesi sebagai supir
angkutan umum yang ada di
Keluarga migran atau pekerja
migran asal Sumatera Utara
yang berprofesi sebagai supir
angkutan umum yang ada di
Bandung
Studi Kepustakaan Mengenai konsep migran
59
Menurut Sugiyono (2008, hlm. 145), Observasi sebagai teknik pengumpulan
data mempunya ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik lain, kalau
wawancara dan kuisioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi
tidak terbatas pada orang, tetapi juga pada objek-objek alam yang lain.
“Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala gejela yang diteliti” (Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, 2009, hlm. 52).
Metode ini dilakukan dengan maksud untukmelihat dan mengamati keadaan di
lapangan secara langsung dan sengaja diadakan oleh peneliti dengan
menggunakan alat indra khususnya mata untuk memperoleh gambaran yang lebih
luas mengenai masalah yang sedang diteliti dan juga dapat melihat bagaimana
kejadian yang berlangsung di lapangan.
Dalam penelitian ini observasi difokuskan pada aktivitas keluarga migran
atau pekerja migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan
umum yang ada di Bandung, dengan menggunakan alat pengumpul data yang
dapat berupa rekaman, gambar serta catatan berkala yang didapatkan saat
penelitian dilakukan.
Lebih lanjut Moleong (2002, hlm. 125) menjelaskan mengenai observasi
atau pengamatan, yakni:
a. Pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian dan perilaku lain.
b. Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagai yang dilihat oleh subjek, menangkap arti fenomena dari segi pengertian subjek, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan dan aturan para subjek pada keadaan waktu tersebut.
c. Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek.
2. Wawancara
Teknik wawancara dilakukan untuk melengkapi data dengan cara bertanya
langsung atau tatap muka dengan informan, yang dalam penelitian ini adalah
keluarga migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan
umum di kota Bandung.
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak,
diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu.
(Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 127). Usman dan Akbar (2009, hlm. 55)
mengemukakan bahwa “Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau
lebih secara langsung”.
Metode interview adalah sebuah dialog atau tanya jawab yang dilakukan
dua orang atau lebih yaitu pewawancara dan terwawancara (narasumber)
dilakukan secara berhadap-hadapan (face to face) (Hanitijo, 1994, hlm. 57).
Wawancara dilakukan dengan cara bertanya kepada keluarga migran atau
pekerja migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum
mengenai pola asuh dalam keluarga di lingkungan migran, juga mengenai apakah
keluarga migran menggunakan budaya asal migran atau budaya Sunda, serta
mengenai ada tidaknya pengaruh budaya dalam pendidikan keluarga migran yang
ada di Bandung.
3. Studi Dokumentasi
“Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen” (Usman dan Akbar, 2009, hlm. 69).
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah mengumpulkan data yang
sudah tersedia dalam catatan dokumen, yakni dapat berupa catatan buku, majalah,
surat, notulen, agenda dan lain-lain, yang dimaksudkan untuk memperoleh data
secara tertulis untuk melengkapi data penelitian.
Dalam penelitian ini yakni seluruh aktivitas keluarga migran asal Sumatera
Utara yang ada di Bandung, baik ayah, ibu dan juga anak.
4. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan cara memperoleh informasi melalui sumber
acuan yang dapat berupa teori atau konsep yang berhubungan dengan penelitian
yang akan dilakukan, baik teori atau konsep yang bersumber dari buku, majalah,
jurnal, artikel, dokumen dan lain-lain yang terkait dengan masalah yang akan
diteliti. Dilakukan untuk mendapatkan informasi teoritis yang berhubungan
61
Teknik ini digunakan karena peneliti memerlukan teori-teori yang dapat
mendukung terlaksananya penelitian ini. Teori-teori ini bisa didapatkan dari
sumber kepustakaan yakni buku, majalah, jurnal dan lain-lain, dengan teknik ini
peneliti akan mendapatkan informasi dan data yang berupa teori-teori,
pengertian-pengertian serta uraian-uraian menurut para ahli yang berhubungan dengan data
yang diperlukan dalam penelitian ini.
E. Penyusunan Alat Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian diperlukan penyusunan alat untuk mempermudah
penelitian. Adapun penyusunan alat pengumpul data pada penelitian ini
dijabarkan sebagai berikut:
1. Penyusunan kisi-kisi penelitian
Penelitian dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian yang dijabarkan
kedalam pertanyaan agar memudahkan dalam alat pengumpulan data.
2. Penyusunan alat pengumpul data
Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah observasi/pengamatan dan
wawancara kepada keluarga migran asal Sumatera Utara. Penggunaan teknik
observasi/pengamatan dilakukan untuk melihat kedaan dilapangan secara dekat
dan langsung.
3. Penyusunan pedoman wawancara
Sebelum melakukan wawancara perlu disusun pedoman wawancara yang
bertujuan untuk mempermudah penulis melakukan wawancara dengan adanya
patokan pertanyaan yang masih bisa bertambah sewaktu-waktu, sehingga
wawancara yang dilakukan terarah. Adapun pedoman wawancara adalah daftar
pertanyaan yang akan ditanyakan kepada responden mengenai penelitian yang
dilakukan.
4. Penyusunan pedoman observasi
Pedoman observasi perlu disusun sebelum peneliti terjun kelapangan untuk
melakukan penelitian. Hal ini dilakukan agar kedatangan penulis kelapangan
F. Prosedur Pengumpul Data
Dalam penelitian diperlukan adanya suatu alat pengumpul data yang
dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data/informasi yang valid dengan
alat yang tepat dan akurat. Adapun penelitian ini menggunakan teknik wawancara
dan observasi/pengamatan sebagai alat pengumpul data yang utama selain studi
kepustakaan dan studi dokumentasi. Untuk pengumpulan data sendiri diperlukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan mencakup: studi pendahuluan, pembuatan proposal dan
lain-lain yang diperlukan dalam penelitian. Dalam tahap persiapan penulis
mempersiapkan pedoman-pedoman yang akan digunakan juga hal lain yang
sekiranya diperlukan, misal: alat tulis, perekam suara dan lain-lain yang akan
digunakan untuk mempermudah penelitian.
2. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap yang harus dilakukan peneliti untuk
mendapatkan informasi seputar pertanyaan penelitian yang terdapat dalam
pedoman wawancara yang telah dirancang sebelumnya dan sesuai dengan tujuan
penelitian. Setelah semua data diperoleh kemudian dilanjutkan dengan analisis
data.
G. Analisis Data
Analisis data menurut Patton (dalam Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 91)
adalah „Proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,
kategori, dan satuan uraian dasar‟.
1. Analisis Data Kualitatif
Ada berbagai teknik analisa data menurut para ahli. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan teknik analisis data versi Miles dan Huberman. Miles dan
Huberman (dalam Usman dan Akbar, 2009, hlm. 85-88) mengemukakan bahwa
63
a. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul
dari catatan-catatan lapangan. Pada langkah reduksi data ini dipilih data yang relevan dengan penelitian. Data yang tidak relevan dapat dibuang, dan jika diperlukan penulis dapat menambahkan data baru sehingga data yang terkumpul dapat diverifikasi.
b. Penyajian Data
Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Pada langkah ini penulis mendeskripsikan data hasil temuan di lapangan, untuk bisa ditarik kesimpulan.
c. Penarikan Kesimpulan Atau Verifikasi
Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah langkah akhir dalam analisis data kualitatif versi Miles dan Huberman. Setelah data dideskripsikan selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dari hasil dari pelaksanaan yang telah dilakukan dan juga dilakukan verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati oleh subjek tempat penelitian itu dilaksanakan.
Miles dan Huberman(dalam Usman dan Akbar, 2009, hlm.
88)menggambarkan keterkaitan ketiga kegiatan reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi yang dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut
ini:
Gambar 3.1
Model interaktif (Miles dan Huberman, 1994)
Pengumpulan Data
Penyajian data
Sumber: Buku Metodelogi Penelitian Sosial
2. Interpretasi Data
Menurut Usman dan Akbar (2009, hlm. 98-99), Laporan penelitian kualitatif
dikatakan ilmiah jika persyaratan kredibilitas, transferabilitas, dan dependabilitas
atau konfirmabilitasnya sudah terpenuhi.
a. Kredibilitas
Kredibilitas adalah kesesuaian antara konsep peneliti dengan konsep responden. Agar kredibilitas terpenuhi, maka waktu yang digunakan penelitian harus cukup lama; pengamatan yang terus-menerus; mengadakan triangulasi, yaitu memeriksakan kebenaran data yang telah diperolehnya kepada pihak-pihak lain yang dapat dipercaya; mendiskusikannya dengan teman seprofesi; menggunakan alat-alat bantu dalam mengumpulkan data, seperti: tape recorder, tustel, video dan sebagainya; menggunakan member check, yaitu memeriksa kembali informasi responden dengan mengadakan pertanyaan ulang atau mengumpulkan sejumlah responden untuk dimintai pendapatnya tentang data yang telah dikumpulkan.
b. Transferabilitas
Transferabilitasialah apabila hasil penelitian kualitatif itu dapat digunakan atau diterapkan pada kasus atau situasi lainnya. Dalam penelitian kualitatif biasanya bekerja dengan sampel yang kecil mengakibatkan sangat sukar untuk mengadakan generalisasi sepenuhnya yang dapat dipercaya.
c. Dependabilitas dan Konfirmabilitas
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab IV berikut ini, penulis akan memaparkan temuan hasil
penelitian/deskripsi hasil penelitian dan pembahasan (analisis) hasil penelitian.
Penelitian ini sendiri mengemukakan mengenai bagaimana pola asuh pada
keluarga migran asal Sumatera Utara di kota Bandung, terkait cara beradaptasi,
berinteraksi serta berkomunikasi dengan masyarakat Sunda yang ada di Bandung,
dimana suku serta budayanya jelas berbeda dengan keluarga migran. Penulis
melakukan penelitian pada empat keluarga, yakni dua keluarga yang dimana
suami dan istri berasal dari Sumatera Utara serta dua keluarga dimana suami
berasal dari Sumatera Utara sedangkan istri berasal dari Bandung.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis, dapat
diketahui bahwa pola asuh yang digunakan orang tua didalam keluarga akan
mempermudah anak dalam beradaptasi, berinteraksi maupun berkomunikasi di
dalam lingkungannya, namun memang tidak dapat dihindari, bahwa rasa
kesukuan dan budaya migran kemudian diketahui mulai pudar, apalagi pada diri
anak yang dalam kesehariannya berinteraksi dengan orang yang berbeda suku,
bahasa serta budayanya.
Hasil penelitian ini diperoleh oleh penulis dengan melakukan pengamatan
atau observasi mengenai kegiatan sehari-hari yang berlangsung dalam lingkungan
keluarga migran, serta wawancara yang langsung dilakukan oleh penulis, baik di
tempat kerja keluarga migran yakni pada trayek-trayek khusus supir angkutan
umum maupun di rumah keluarga migran (informan). Penulis juga melakukan
penelitian khusus kepada keluarga migran yakni supir angkutan umum terkait cara
berkomunikasinya dengan penumpang, yang langsung penulis amati dengan cara
penulis menjadi penumpang yang ikut berkeliling (sesuai trayek) saat supir
angkutan umum sedang bekerja, adapun yang akan dibahas dalam bab IV ini
66
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah kota Bandung, kemudian dipilih sesuai
trayek angkutan umum yakni: Cicaheum-Ledeng, Kalapa-Dago, dan
Margahayu-Ledeng. Setelah dipilih kemudian didapatkan lokasi penelitian, yakni Terminal
Dago, Terminal Ledeng, dan Terminal Margahayu. Penulis melakukan penelitian
di lokasi-lokasi tersebut dan juga di rumah informan penelitian, yakni: di jalan
Taman Sari, jalan Dago Timur, sekitaran Terminal Dago dan jalan Kiaracondong.
Disini, penulis langsung bertemu dengan keluarga informan yakni: istri dan
anak-anak dari keluarga migran yang berprofesi sebagai supir angkutan umum.
2. Profil Keluarga Objek
Data yang diperoleh dari informan dalam penelitian ini banyak didapatkan
melalui wawancara dan observasi. Informan yang diwawancarai dalam penelitian
ini sebanyak empat keluarga, dengan kode Keluarga 1 yakni untuk keluarga
informan yang bertempat tinggal di jalan Dago Timur, Keluarga 2 yakni untuk
keluarga informan yang bertempat tinggal di jalan Dago, Keluarga 3 yakniuntuk
keluarga informan yang bertempat tinggal di jalan Kiaracondong dan Keluarga 4
yakni untuk keluarga informan yang bertempat tinggal di jalan Taman Sari.
Dibawah ini akan dipaparkan mengenai karakteristik informan penelitian, yakni
mengenai: usia informan, pendidikan terakhir, pekerjaan, jumlah anak serta lama
tinggal di Bandung untuk masing-masing keluarga informan.
Berikut ini merupakan tabel mengenai latar belakang informan yang telah
68
Sumber: Wawancara Personal tahun 2013
a. Keluarga 1
1) Profil Keluarga 1
Identitas Informan
Ayah/Suami : Samsir Siregar
Usia : 37 Tahun
Pekerjaan : Supir Angkutan Umum
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SD
Ibu/Istri : Ismawarni Hasibuan
Usia : 32 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMP
Jumlah Anak : 2 Orang
Anak Pertama : Tina Siregar
Usia : 10 Tahun
Anak Kedua : Jefry Siregar
Usia : 5 Tahun
Suku Bangsa : Batak
Alamat : Jalan Dago Timur
Bapak 1 adalah supir angkutan umum dengan tingkat pendidikan terakhir
Sekolah Dasar (SD), yang berasal dari Hutagodang, Sumatera Utara. Memiliki
tiga buah angkutan umum yang berpendapatan RP 300.000/hari. Bapak 1 menjadi
supir angkutan umum (angkot) pada jalur atau trayek Kalapa-Dago, biasanya
bapak 1 bekerja mulai pukul 09.00-11.00 kemudian dilanjutkan pada pukul
14.00-05.00. Adapun saat bapak 1 beristirahat dan berhenti bekerja maka angkot
kepada mahasiswa yang ingin mencari uang. Sedangkan dua angkot lainnya telah
dipercayakan kepada dua orang yang dapat bekerja tetap, yang
bersungguh-sungguh dan membutuhkan, yakni orang yang sudah berkeluarga.
Ibu 1 adalah seorang ibu rumah tangga dengan latar pendidikan terakhir
Sekolah Menengah Pertama (SMP), sejak menikah dan tinggal di Bandung hanya
menjadi ibu rumah tangga, apalagi setelah memiliki anak, bapak dan ibu 1 sepakat
bahwa ibu 1 hanya akan tinggal di rumah untuk mengasuh kedua anak mereka,
menjadi ibu rumah tangga yang baik saja.Keluarga 1 tinggal di jalan Dago Timur,
Kota Bandung. Adapun kondisi rumah terlihat sederhana, namun untuk fasilitas di
dalam rumah sudah mencukupi, seperti: Motor, Televisi, Kulkas, Mesin cuci,
DVD, berbagai jenis Mainan Anak dan lain-lain yang mencerminkan bahwa
keluarga 1 merupakan keluarga berkecukupan.
Kehidupan bertetangga keluarga 1 bisa dikatakan cukup baik, hal ini dapat
disimpulkan melalui survey dari penelitian yang dilakukan, bahwa keluarga 1
dalam berinteraksi dengan lingkungan atau tetangga cukup baik, apalagi dengan
keluarga tetangga yang juga keluarga perantauan yakni dari Palembang, membuat
keluarga 1 memiliki hubungan yang baik karena merasa senasib sepenanggungan,
sama rasa dan sebagainya. Juga untuk lingkungan tempat tinggal secara umumnya
dapat dilihat bahwa interaksi juga berjalan dengan baik dan lancar, dimana ibu 1
yang juga sudah lumayan lancar dalam berbahasa Sunda dan mengetahui serta
menghargai yang namanya suatu budaya membuat ibu 1 nyaman dalam
berinteraksi serta berkomunikasi, namun memang ibu 1 mengakui bahwa saat
pertama kali tinggal di Bandung ada sedikit rasa canggung, baik dalam
beradaptasi, berinteraksi maupun berkomunikasi, apalagi dengan menggunakan
bahasa Sunda yang tentu berbeda dengan bahasa asal keluarga tersebut, tetapi
lambat laun sudah tidak ada masalah. Yang perlu ditekankan menurut ibu
keluarga 1 adalah belajar dan memahami budaya masing-masing orang didalam
suatu masyarakat. Hal ini untuk mempermudah kita sendiri agardengan mudah
dapat diterima di dalam masyarakat tersebut. Untuk bapak 1 juga sama, walau
70
bergaul dengan lingkungannya mengikuti acara perkumpulan di lingkungan
seperti: hajatan, melayat jika ada yang meninggal, shalat berjamaah (di mesjid)
dan lain-lain. Hubungan bertetangga terjalin tanpa ada masalah ataupun
keributan-keributan baik dalam skala kecil mapun besar.
Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara secara langsung dengan
keluarga migran yang berprofesi sebagai supir angkutan umum, terkait alasan
merantau ke Bandung dan menjadi supir angkutan umum. Berikut ini adalah hasil
wawancara mengenai alasan keluarga 1 merantau ke kota Bandung dan menjadi
supir angkutan umum: “Bapak (udak) sudah lama tinggal di Bandung, sebelum
menikah dengan ibu (nanguda). Udak berani ke Bandung karena ada seseorang
(kerabat) yang juga merantau ke Bandung, kemudian udakpun nekat ke Bandung,
saat pertama di Bandung atau mulai udak di Bandung kerjaan udak memang
sudah menjadi supir angkutan umum. Karena tau sendiri lah, apalah yang bisa
dikerjakan udak? Sekolah pun cuma SD saja nya. Alasan utama udak ke Bandung
saat masih muda (remaja) dulu adalah ingin melihat bagaimana sih kota Bandung
itu, dan juga ingin pergi keluar daerah karena udak merasa bosan tinggal
dikampung, apalagi jaman dahulu kampung udak sangat kuno, jauh dari
keindahan, hidup seperti di hutan. Setelah dewasa udak kembali ke kampung
halaman dan disuruh menikah oleh orang tua, lalu udak pun menikah dengan
nanguda-mu (ibu kamu). Setelah beberapa bulan menikah udakpun mengajak
nanguda-mu untuk pindah ke Bandung, dan menetaplah kami di Bandung. Udak
berpikir akan lebih hidup jika udak bekerja di Bandung, udak bisa bekerja keras
mencari uang dan bisa memiliki 3 buah angkot yang kalau diperkirakan hasilnya
perbulan melebihi penghasilan PNS. Udak melihat peluang di Bandung akan lebih
besar daripada di kampung halaman, juga karena udak kurang suka bertani
sehingga udak memilih untuk kembali lagi ke Bandung bersama nanguda-mu.
Kalau nanguda ke Bandung ya untuk mengikuti udak(suami)”.
2) Temuan Hasil penelitian/ deskripsi hasil penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data mengenai: bagaimana pola asuh
angkutan umum, apakah keluarga migran masih menggunakan budayanya atau
sudah menggunakan budaya Sunda dan adakah pengaruh budaya dominan dalam
pendidikan keluarag migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir
angkutan umum. Dibawah ini akan dipaparkan mengenai temuan hasil penelitian
yang telah dilakukan, untuk masing-masing pertanyaan penelitian.
a) Bagaimana pola asuh dalam keluarga migran yang berprofesi sebagai supir angkutan umum?
Keluarga 1 mengatakan bahwa pola yang diterapkan dalam keluarga salah,
sehingga sekarang anak dari keluarga 1 tidak bisa melakukan apa-apa (tertinggal
dari teman-teman seusianya, dimana untuk anak seusia kelas 5 SD mandi sendiri
saja sulit, karena anak terlalu manja). Sesuai dengan pernyataan Palupi dan
Wrastari (2013, hlm. 5) bahwapola asuh permissive indulgent (memanjakan)
membawa dampak yang burukdalam pencapaian prestasi belajar seorang
anakdibandingkan dengan pola asuh authoritative (demokratis) dan pola asuh
authoritarian (otoriter).
Sejak kecil, anak dari keluarga 1 memang sudah sangat di manjakan.
Mengingat bahwa anak tersebut adalah anak pertama dari keluarga 1, dimana
keluarga 1 baru pertama menjadi orangtua, yang hidup jauh dari orang tua-nya
(kakek dan nenek, anak dari keluarga 1) ataupun keluarga yang ada di Sumatera
Utara, sehingga tidak ada yang mengajarkan atau membimbing keluarga 1 untuk
mendidik dan mengasuh anaknya. Dalam keluarga 1, karena suami (ayah) sibuk
bekerja sedangkan ibu hanya menjadi ibu rumah tangga, maka ibulah yang paling
berperan dalam mengasuh anak, dan ibu dari keluarga 1 mengakui bahwa dalam
mendidik anaknya dia hanya memanjakan anak. Sehingga anak cenderung tidak
mandiri, kurang percaya diri, ingin selalu dibantu oleh ibunya dalam melakukan
aktivitas apapun, baik mandi, makan, mengenakan seragam sekolah dan
sebagainya. Dari penelitian dapat diketahui bahwa keluarga 1 menerapkan pola
pengasuhan yang memanjakan (Indulgent parenting).
Keluarga 1 mengakui bahwa keluarga tersebut tidak memahami mengenai
72
di dalam keluarganya. Hal ini diperjelas dengan pernyataan keluarga 1 ketika
diwawancarai oleh penulis, yakni: Sebenarnya kami tidak memahami mengenai
pola asuh yang baik untuk diterapkan dalam mengasuh anak di dalam keluarga,
namun kami mengakui bahwa pola pengasuhan yang kami terapkan kepada anak
adalah pola pengasuhan yang salah, sehingga perkembangan anak terhambat, yang
dsebabakan oleh rasa kasih sayang yang berlebihan yang kami berikan sebagai
orang tua yang baru memiliki anak, yang juga harus membimbing anak tanpa
bimbingan dari orang tua kami yang jauh di kampung halaman. (wawancara
personal dengan keluarga 1).
b) Apakah keluarga migran masih menggunakan budayanya atau sudah menggunakan budaya Sunda?
Keluarga 1, yakni kepala keluarga (ayah) sebagai supir angkutan umum
mengakui agak lemah dalam berbahasa. Bapak 1 mengakui karena memang faktor
usia dan juga lingkungan tempat kerja yang dominan berasal dari Sumatera Utara
membuat bapak 1 sulit untuk memahami bahasa Sunda, sehingga bapak 1 hanya
menggunakan bahasa asalnya, begitu juga di rumah, dalam berkomunikasi dengan
istri seringnya menggunakan bahasa asal, namun dalam berkomunikasi dengan
anak-anaknya keluarga 1 menggunakan bahasa Indonesia. Adapun untuk ibu dari
keluarga 1 sudah sering menggunakan bahasa Sunda di lingkungan tempat
tinggalnya, sesekali ibu 1 juga menggunakan bahasa Sunda dalam berkomunikasi
dengan anak-anaknya, misalnya seperti: ade mah malas makan, jangan gitu atuh,
dan sebagainya.
c) Adakah pengaruh budaya dominan dalam pendidikan keluarga di lingkungan migran?
Dalam pendidikan keluarga di lingkungan migran terdapat pengaruh
budaya, dimana pengaruh budaya tersebut merupakan cerminan dari budaya asal
ibu yang intensitas komunikasinya lebih sering dari pada ayah.
Pada keluarga 1, dimana budaya asal ibu adalah budaya batak, maka
pendidikan dalam keluarga cenderung menggunakan budaya batak itu sendiri,
misal: hormat kepada yang lebih tua dan lain-lain. Untuk budaya batak sendiri
yakni dalam mendidik anak-anaknya memegang tinggi prinsip (hasangapon dan
hamoraon) yang artinya mengejar posisi tinggi dan kesuksesan, sehingga pada
suku batak orang tua selalu mendidik anaknya untuk tetap bekerja keras serta
pantang menyerah, tidak peduli apapun yang dikatakan orang lain kita tidak boleh
jatuh (down). Pada intinya, dalam mengasuh anak baik dari suku Batak, Sunda,
Jawa, Minang atau suku apapun, yang paling baik adalah memberikan contoh atau
mengaplikasikan hal-hal yang positif kepada anak, misalnya: mencontohkan kerja
keras, jika ingin mengajarkan anakagar mau bekerja keras, bukan hanya di
ucapkan bahwa anak harus bekerja keras tetapi orang tua sendiri tidak bekerja
keras. Juga yang paling penting mencontohkan perilaku yang baik serta
tingkahlaku yang baik agar anak bisa melihat dan meniru orang tuanya untuk
berperilaku dan bertingkahlaku yang baik pula.
b. Keluarga 2
1) Profil Keluarga 2
Identitas Informan
Ayah/Suami : Ridwan Effendi Nasution
Usia : 35 Tahun
Pekerjaan : Supir angkutan Umum
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMP
Ibu/Istri : Risa Maliwana
Usia : 30 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Jumlah Anak : 3 Orang
Anak Pertama : Riza Pratama Nasution