PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG
MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL
DISABILITY
TESIS
diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Khusus
oleh
Dewi Asri Juniar NIM 1302344
PRODI PENDIDIKAN KHUSUS
SEKOLAH PASCASARJANA
▸ Baca selengkapnya: seorang paman lebih tua dari kemenakannya
(2)PENGASUHAN YANG DILAKUKAN
ORANG TUA YANG MEMILIKI
LEBIH DARI SATU ANAK
INTELLECTUAL DISABILITY
Oleh Dewi Asri Juniar
Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Khusus
© Dewi Asri Juniar 2015
Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
DEWI ASRI JUNIAR
PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL DISABILITY
disetujui dan disahkan oleh pembimbing :
Pembimbing
JUANG SUNANTO, Ph.D. NIP. 196105151987031002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Khusus
Dewi Asri Juniar, 2015
ABSTRAK
PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL DIABILITY
DEWI ASRI JUNIAR NIM. 1302344 Prodi Pendidikan Khusus
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Pada umumnya orang yang paling banyak menanggung beban akibat kehadiran anak Intellectual Disability (ID) adalah orang tua. Optimalisasi kemampuan anak ID sangat tergantung pada peran dan dukungan dari orang tua, namun tidak mudah bagi orang tua yang memiliki anak ID dalam memberikan pengasuhan. Permasalahan yang dirasakan orang tua yang memiliki anak ID adalah munculnya beban baik secara psikologis, sosial, finansial, dan waktu yang akan mempengaruhi perilaku orang tua dalam mengasuh anak ID. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan memahami secara mendalam pengasuhan yang dilakukan orang tua yang memiliki lebih dari satu anak ID. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara dan observasi. Subjek dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki lebih dari satu anak ID. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa 1) respon psikologis orang tua terhadap kehadiran anak yang mengalami ID yaitu adanya perasaan sedih, malu, dan minder. 2) perubahan emosioanal yang dialami orang tua yang memiliki anak ID selama mengasuh yaitu orang tua memiliki perasaan khawatir akan masa depan anaknya. 3) perlakuan orang tua selama mengasuh yaitu memberikan perlindungan yang berlebihan, memberikan reward berupa pujian ketika anaknya melakukan sesuatu yang dapat membuat orang tua senang, dan memberikan hukuman jika anaknya tidak menaati aturan yang telah ditetapkan orang tua. Dan 4) beban keluarga atas kehadiran anak yang mengalami ID membawa orang tua dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang meliputi pekerjaan, finansial, kesehatan fisik orang tua, dan pernikahan.
ABSTRACT
PARENTAL PARENTING WHO HAVE MORE THAN ONE CHILD WITH INTELLECTUAL DISABILITY
DEWI ASRI JUNIAR NIM. 1302344 Special Needs Education
Postgraduate of Indonesia University of Education
Generally, the people who are highly affected by the presence of a child with Intellectual Disability (ID) are their parents. Child ID capacity is highly dependent on the support from the parents, yet it is not easy for the parents to give care to them.The perceived problems of parents who have a child with ID is the emergence of the load either psychological, social, and/or financial also time will affect the behavior of parents in parenting child with ID. The purpose of this study is to describe and understand in depth parenting done by parents who have more than one child with ID.This study uses case study method with qualitative approach.The technique used to collect the data is interview and observation. The subject of this study is parents who have more than one child with ID. Data analysis technique used in this study is data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The result of this study shows that1) psychological respond of the parents in regards with the presence of the child with ID namely the feelings of sadness, ashamed, and embarrassed 2) emotional changes experienced by parents who have children with ID during parenting is that they are worried
about the child’s future 3) generally the parents would be over-protecting to the child with ID, giving rewards in a form of complements when the child have pleased the parents,and giving punishments when the child did not follow the rules set by the parents. And 4) family burden upon the presence of child with ID bring the parents to face with various problems which include employment, financial, physical health of the parents, and marriage.
DAFTAR ISI
3. Konsep Intellectual Disability ... 14
B.Penelitian Terdahulu yang Relevan... 15
BAB III METODE PENELITIAN ... 17
F. Pengujian Kredibilitas Data ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37
A.Hasil Penelitian ... 37
1. Respon Psikologis... 73
2. Perubahan Emosional... 75
4. Beban Keluarga... 79
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 83
A.Kesimpulan... 83
B.Rekomendasi ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 87
LAMPIRAN-LAMPIRAN... . 90
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Semua orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh dan berkembang
sesuai dengan apa yang diharapkan, tetapi pada kenyataanya tidak semua
anak dilahirkan dalam keadaan sempurna beberapa diantaranya memiliki
kekhususan seperti anak Intellectual Disability.
Pada awal kehadirannya, orang yang paling banyak menanggung beban
akibat Intellectual Disability adalah orang tua dan keluarga anak tersebut.
Terdapat berbagai kemungkinan ketika orang tua atau keluarga tersebut
pertama kali menyadari bahwa anak mereka merupakan individu yang
mengalami Intellectual Disability, seperti penolakan. Namun lambat laun
orang tua maupun keluarga pasti akan menerima keberadaannya, sebab
walau bagaimanapun mereka telah ditakdirkan menjadi bagian dari sebuah
keluarga.
Pada kenyataan yang terjadi di lapangan, banyak anak Intellectual
Disability yang mengalami penolakan di lingkungan sekitarnya bahkan
tidak diterima di lingkungan keluarganya sendiri padahal anak Intellectual
Disability memiliki hak yang sama dengan anak pada umumnya, mereka
hanya memiliki keterbatasan sehingga menghambat perkembangan dalam
dirinya. Tetapi walaupun demikian anak Intellectual Disability ini
memiliki kemampuan yang dapat dioptimalkan untuk membantunya
anak Intellectual Disability ini sangat tergantung pada peran dan
dukungan dari orang tua.
Kondisi dan keberadaan anak Intellectual Disability tidak hanya akan
menjadi masalah bagi dirinya sendiri, namun merupakan permasalahan
bagi orang tua atau keluarga. Akibatnya keberadaan anak Intellectual
Disability dalam keluarga tersebut mengalami masalah. Kehadiran anak
Intellectual Disability dalam suatu keluarga dan lingkungan menimbulkan
masalah ketidakfungsian keluarga dan lingkungannya (Napolion, 2010,
hlm 25). Sedangkan Menurut Baker, Ericzen, dkk. (dalam Lidanial, 2014,
hlm. 2) kehadiran seorang anak dengan disabilitas tertentu dalam keluarga
akan sangat menyerap berbagai sumber daya keluarga tersebut, seperti
waktu, emosi, dan finansial.
Menurut Smith dalam National Information Center for Children and
Youth with Disabilities (NICHCY) (2003, hlm. 2) orang tua dapat
memainkan peran penting dalam pelatihan dan perkembangan anak-anak.
Tidak terkecuali anak mengalami Intellectual Disability, hal tersebut
senada dengan pendapat Naeem (2011, hlm. 5) semua anak memerlukan
peran orang tua, sebab orang tua adalah pihak yang mengenal dan
memahami berbagai aspek dalam diri seseorang dengan jauh lebih baik
dari pada orang-orang yang lain, tidak terkecuali anak yang mengalami
Intellectual Disability, sebab dukungan dan penerimaan dari orang tua
dan anggota keluarga yang lain akan memberikan energi dan kepercayaan
dalam diri anak berkebutuhan khusus untuk lebih berusaha mempelajari
dan mencoba hal-hal baru yang terkait dengan keterampilan hidupnya.
Pengasuhan erat kaitannya dengan kemampuan suatu keluarga atau rumah
tangga dan komunitas dalam hal memberikan perhatian, waktu dan
yang sedang dalam masa pertumbuhan serta bagi anggota keluarga lainnya
NICHCY (2003, hlm. 1). Menurut Smith (dalam NICHCY, 2003, hlm. 2)
pengasuhan sebagai sebuah proses yang merujuk pada serangkaian aksi
dan interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung perkembangan
anak. Proses pengasuhan bukanlah sebuah hubungan satu arah yang mana
orangtua mempengaruhi anak namun lebih dari itu, pengasuhan
merupakan proses interaksi antara orang tua dan anak yang dipengaruhi
oleh budaya dan kelembagaan sosial dimana anak dibesarkan.
Menurut Smith (dalam NICHCY, 2003, hlm. 3) orang tua dalam
pengasuhan memiliki beberapa definisi yaitu ibu, ayah, atau seseorang
yang akan membimbing dalam kehidupan baru, seorang penjaga, maupun
seorang pelindung. Orang tua adalah seseorang yang mendampingi dan
membimbing semua tahapan pertumbuhan anak, yang merawat,
melindungi, mengarahkan kehidupan baru anak dalam setiap tahapan
perkembangannya.
Intellectual Disability menurut AAID (2011) (dalam Totsika, Hasting,
Vagenas dan Emerson, 2014, hlm. 2) mendefinisikan:
Intellectual disability is a disability that occurs before age 18. It is characterized by significant limitations in intellectual function and adaptive behavior as expressed in conceptual, social and practical skills.
Intellectual Disability terjadi sebelum usia 18 tahun. Hal ini ditandai dengan keterbatasan yang signifikan dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif baik yang dinyatakan secara konseptual, sosial, maupun keterampilan adaptif secara praktis.
Mengasuh dan mendidik anak dengan Intellectual Disability
membutuhkan penanganan khusus dan ekstra. Menurut Wong (2004, hlm.
142) memiliki anak dengan Intellectual Disability diakui merupakan
tantangan yang cukup berat bagi banyak orangtua, dimana orang tua
Disability membutuhkan tenaga dan perhatian yang ekstra karena tidak
semudah saat melakukannya kepada anak pada umumnya.
Kenyaatan yang terjadi tidak sedikit orang tua yang memiliki anak
Intellectual Disability tidak bisa menerima kenyataan serta tidak siap
untuk membesarkan dan membimbing anak Intellectual Disability, bahkan
berbagai macam beban yang dirasakan orang tua baik secara psikologis
maupun sosial akan mempengaruhi orang tua untuk tetap dapat
mempertahankan dan melanjutkan kehidupannya.
Tidak sedikit orang tua yang mengalami frustasi, stress atau depresi ketika
mengasuh atau menangani anak dengan Intellectual Disability. Menurut
Gupta & Kaur, 2010; Olsson & Hwang, 2001; Sanders & Morgan, 1997;
Simmerman, Blacher, & Baker, 2001 (dalam Aldosari dan Pufpaff, 2014,
hlm. 1) banyak penelitian telah menunjukkan bahwa orang tua dari
anak-anak Intellectual Disability mengalami stres lebih besar dari orang tua
anak-anak yang tidak Intellectual Disability dan menurut Farzanekia
(1985) (dalam Aldosari dan Pufpaff, 2014, hlm. 1) menyebutkan bahwa
membesarkan anak dengan Intellectual Disability sangat berat, stres,
frustasi, dan juga dapat menyebabkan perasaan terasing bagi orang tua.
Stress yang dialami orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability,
akan berpengaruh pada cara orang tua mengasuh anak yang secara tidak
langsung juga berpengaruh pada perkembangan kemampuan anak.
Melihat hasil penelitian di atas, tidak mudah bagi orang tua yang memiliki
anak Intellectual Disability dalam memberikan pengasuhan, bahwa
permasalahan yang dirasakan orang tua yang memiliki anak Intellectual
finansial, dan waktu yang akan mempengaruhi perilaku orang tua dalam
mengasuh anak Intellectual Disability.
Di lapangan peneliti menemukan orang tua yang memiliki lebih dari satu
anak Intellectual Disability. Dapat dibayangkan bagaimana beban
pengasuhan orang tua kepada anak Intellectual Disability itu dan
permasalahan yang dialami orang tua selama mengasuh anak Intellectual
Disability.
Berdasarkan observasi awal kepada orang tua yang memiliki lebih dari
satu anak Intellectual Disability, terlihat permasalahan yang dihadapi
orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability, yaitu kondisi rumah
yang berantakan, hal ini disebabkan karena seluruh waktu orang tua habis
oleh mengasuh anak Intellectual Disability sehingga orang tua tidak
mempunyai waktu untuk mengurus urusan rumah tangganya . Dari kasus
yang ditemukan di lapangan tersebut peneliti tertarik untuk meneliti
bagaimana beban pengasuhan orang tua tersebut selama mengasuh anak
Intellectual Disability, dengan alasan bahwa mengasuh anak Intellectual
Disability membutuhkan tenaga dan perhatian yang ekstra, sehingga
peneliti dapat mendeskripsikan secara mendalam dan mengetahui
bagaimana pengasuhan orang tua yang memiliki lebih dari satu anak
Intellectual Disability.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah berbagai permasalahan yang dihadapi orang
tua dalam proses pengasuhan kepada anak Intellectual Disability yang
Pertama reaksi psikologis. Ketika orang tua pertama kali mengetahui
bahwa anaknya mengalami Intellectual Disability adalah adanya respon
atau reaksi terhadap rangsangan yang diterima oleh panca indera.
Kedua perubahan emosional. Emosi merupakan reaksi terhadap
rangsangan dari luar dan dari dalam individual. Emosi berkaitan dengan
perubahan fisiologis dan berbagai pikiran yang akan berdampak kepada
perubahan emosional orang tua selama mengasuh anak Intellectual
Disability.
Ketiga perlakuan orang tua selama mengasuh anak Intellectual Disability.
Orang tua dalam pengasuhan mempunyai peranan yang sangat penting
sebab orang tua merupakan lingkungan mikrosistem dalam perkembangan
dan pertumbuhan anak. Begitu pula dengan anak Intellectual Disability
dimana anak Intellectual Disability ini memiliki kemampuan yang dapat
dioptimalkan dengan peran dan dukungan dari orang tua. Dengan
demikian pengoptimalan kemampuan anak Intellectual Disability
tergantung dari perlakuan orang tua selama mengasuh anak Intellectual
Disability.
Keempat beban keluarga. Kehadiran anak Intellectual Disability ditengah
keluarga akan membawa berbagai permasalahan dan beban yang akan
dihadapi orang tua selama mengasuh anak Intellectual Disability.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, permasalahan
penelitian ini dinyatakan dalam pertanyaan utama yaitu “ Pengasuhan
yang dilakukan orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual
Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti mengajukan beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana respon psikologis orang tua terhadap kehadiran anak
Intellectual Disability?
2. Bagaimana perubahan emosional yang dialami orang tua selama
mengasuh anak Intellectual Disability?
3. Bagaimana perlakuan orang tua ketika mengasuh anak Intellectual
Disability?
4. Beban apa saja yang dialami orang tua selama mengasuh anak
Intellectual Disability?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan memahami secara
mendalam pengasuhan yang dilakukan orang tua yang memiliki lebih dari
satu anak Intellectual Disability, sehingga dapat di rekomendasikan
kepada orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability.
E. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat secara praktis
untuk orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability maupun untuk
peneliti sendiri.
Manfaat untuk orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability dan
peneliti sendiri, yaitu:
1. Memperkaya informasi tentang permasalahan yang dihadapi orang tua
2. Memberikan alternatif yang dapat diterapkan kepada orang tua yang
memiliki anak Intellectual Disability dalam proses pengasuhan anak
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan
kualitatif. Creswell (2008, hlm 53) menyebutkan bahwa pendekatan
kualitatif paling cocok dilakukan terhadap masalah-masalah penelitian
dimana kita belum mengetahui variabel-variabelnya sama sekali dan perlu
dilakukan eksplorasi atau penelusuran terlebih dahulu. Sedangkan metode
studi kasus menurut Creswell (dalam Musfita, 2014, hlm. 13) adalah:
Studi kasus merupakan strategi penelitian dimana peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktifitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan.
Alasan menggunakan metode studi kasus Menurut Yin (2002, hlm. 1)
adalah:
Studi kasus merupakan stategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode studi kasus ini
akan menjawab pertanyaan penelitian mengenai pengasuhan orang tua
kepada anak Intellectual Disability. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan dan memahami secara mendalam pengasuhan yang
dilakukan orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual
Disability, sehingga dapat di rekomendasikan kepada orang tua yang
A. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dalam penelitian ini diawali dengan penentuan subjek
berdasarkan kriteria yang telah di tentukan, kemudian tahap selanjutnya
adalah tahap pendahuluan, tahap perencanaan, tahap pengumpulan data,
tahap pengujian keabsahan data, tahap analisis data, sampai pada hasil
penelitian.
Tahap pendahuluan. Pada tahap ini peneliti mengunjungi lokasi penelitian
dan melakukan pengamatan kepada orang tua. Pengamatan dilakukan
untuk mendapatkan informasi mengenai pengasuhan yang diberikan orang
tua untuk anak Intellectual Disability. Selain itu kunjungan ini sebagai
ajang sosialisai peneliti dengan orang tua.
Tahap perencanaan. Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan
terhadap hal-hal yang akan digunakan saat turun ke lapangan. Misalnya
mengumpulkan studi literatur untuk menambah wawasan peneliti ketika
penelitian dan membuat instrumen penelitian yang digunakan ketika
peneltian berlangsung.
Tahap pengumpulan data. Pada tahap ini peneliti mulai mendapatkan
informasi dari hasil observasi dan wawancara mengenai pengasuhan orang
tua kepada Intellectual Disability.
Tahap analisis data. Pada tahap ini setelah semua data terkumpul, peneliti
melakukan analisis data dengan cara reduksi data, penyajian data, dan
Tahap pengujian keabsahan data. Untuk menguji keabsahan data peneliti
menggunakan teknik triangulasi dan member check. Triangulasi dan
member check dalam pengujian keabsahan data ini digunakan untuk
mengecek kebenaran data. Gambar di bawah ini menggambarkan prosedur
penelitian.
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah orang tua (Ayah dan Ibu) yang memiliki anak
Intellectual Disability. Kriteria penentuan orang tua yang menjadi subjek
penelitian adalah orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual
Disability. Dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti telah terpilih 2
penelitian ini saudara (Kakak atau adik) yang memiliki lebih dari satu
anak Intellectual Disability tersebut.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara peneliti mengumpulkan informasi
berupa apa yang dilihat, lisan, maupun tulisan sesuai dengan apa yang
diteliti. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah observasi dan wawancara.
Observasi yang digunakan dalam penelitian ini observasi partisipan,
menurut Yin (2002, hlm. 114) observasi partisipan adalah suatu bentuk
observasi khusus di mana peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang
pasif, melainkan juga mengambil berbagai peran dalam situasi tertentu dan
berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti. Dalam
penelitian ini peneliti mengamati bagaimana orang tua yang memiliki
lebih dari satu anak Intellectual Disability dalam proses pengasuhan dalam
kehidupan sehari-harinya dirumah dan berbagai permasalahan yang
dihadapi orang tua selama mengasuh anak tersebut dengan menggunakan
lembar observasi yang telah disusun. Observasi dilakukan di rumah subjek
penelitian.
Wawancara merupakan salah satu sumber informasi esensial studi kasus
yang sangat penting. Wawancara dilakukan kepada Orang Tua (Ayah dan
Ibu) dan saudara kandung (Kakak atau Adik) sampai data yang di dapat
cukup jelas. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
semiterstruktur. Menurut Sugiyono (2012, hlm. 73) jenis wawancara ini
sudah termasuk in-dept interview, dimana dalam pelaksanaanya lebih
wawancara ini untuk menemukan permasalahan secara terbuka, di mana
pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peneliti sendiri.
Menurut Sugiyono (2012, hlm. 307) mengatakan bahwa:
Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman
wawancara dan pedoman observasi yang digunakan untuk mengungkap
data tentang pengasuhan yang dilakuakan orang tua kepada Intellectual
Disability. Sebelum membuat pedoman wawancara dan pedoman
observasi terlebih dahulu peneliti menyusun kisi instrumen. Dari
kisi-kisi tersebut kemudian dikembangkan pada pembuatan pedoman
wawancara dan pedoman observasi berupa butir instrumen. Kisi-kisi
pedoman wawancara dan observasi adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara dan Observasi
NO Pertanyaan
Penerimaan Wawancara Orang tua
dan anak
yang tidak
kehadiran anak
kekhawatiran Wawancara Orang tua
dan anak
Perlindungan Wawancara dan
observasi
Pekerjaan Wawancara dan
Tabel 3.2 Instrumen Wawancara dan Observasi
NO. Pertanyaan Penelitian Aspek Butir Instrumen
1 Bagaimana respon psikologis orang tua
terhadap kehadiran anak Intellectual
Disability?
Penerimaan Bisa diceritakan bagaimana perasaan
Bapak dan Ibu ketika pertama kali
mengetahui bahwa anak Bapak dan
Ibu mengalami intellectual
disability?
2 Bagaimana perubahan emosional yang dialami
orang tua selama mengasuh anak Intellectual
Disability?
Kekhawatiran Bisa diceritakan bagaimana perasaan
Ibu dan Bapak ketika mengasuh
lebih dari satu anak Intellectual
Disability?
Bisa diceritakan bagaimana perasaan
Ibu dan Bapak jika tua nanti tidak
bisa mengasuh anak Intellectual
Disability ? adakah perasaan
3 Bagaimana perlakuan orang tua ketika
mengasuh anak Intellectual Disability?
Perlindungan Bisa diceritakan bagaimana sikap
Ibu dan Bapak ketika mengasuh
lebih dari satu anak Intellectual
Disability?
Reward Apakah Bapak dan Ibu sering
melakukan pujian/reward ketika
anak melalukan kegiatan /tingkah
laku yang ditampilkan anak?
Hukuman Jika anak Intellectual Disability
melakukan perbuatan yang tidak
sesuai dengan harapan ibu dan
bapak, apakah ibu dan bapak suka
memberikan hukuman?
Hukumannya seperti apa? Bisa
diceritakan
Aturan atau Kedisipinan Bagaimana Bapak dan Ibu
kepada anak Intellectual Disability
yang mengalami ? Bisa diceritakan
4 Beban apa saja yang dialami orangtua selama
mengasuh anak Intellectual Disability?
Pekerjaan Bisa diceritakan apakah mengasuh
anak Intellectual Disability
mempengaruhi pekerjaan Bapak dan
Ibu?
Finansial Bisa diceritakan bagaimana Ibu dan
Bapak memberikan pemenuhan
kebutuhan anak Intellectual
Disability?
Bisa diceritakan apakah mengasuh
lebih dari satu anak Intellectual
Disability membutuhkan biaya yang
besar?
Apakah ada tabungan khusus untuk
Intellectual Disability di masa
depan?
Apakah Bapak dan Ibu mencari
sumber-sumber penghasilan yang
lain untuk memenuhi kebeutuhan
anak Intellectual Disability?
Kesehatan Fisik Orang Tua Bisa diceritakan apakah mengasuh
lebih dari satu anak Intellectual
Disability berdampak pada
kesehatan Ibu dan Bapak?
Ketika ibu dan bapak merasa
kelelahan mengasuh lebih dari satu
anak Intellectual Disability , siapa
yang membantu Ibu dan Bapak
mengasuh anak Intellectual
Hubungan Pernikahan Mengasuh lebih dari satu anak
Intellectual Disability menimbulkan
konflik dalam keluarga. Bisa
diceritakan bagaimana dampak yang
dialami Ibu dan Bapak ketika
mengasuh lebih dari satu anak
Intellectual Disability ?
INSTRUMEN WAWANCARA SAUDARA
NO. Pertanyaan Penelitian Aspek Butir Instrumen
1 Bagaimana respon psikologis orang tua
terhadap kehadiran anak Intellectual
Disability?
Penerimaan Menurut pandangan Anda
bagaimana perasaan Bapak dan Ibu
Anda ketika pertama kali
mengetahui bahwa saudara Anda
mengalami intellectual disability?
Anda sendiri ketika pertama kali
mengetahui bahwa saudara Anda
mengalami intellectual disability?
2 Bagaimana perubahan emosional yang dialami
orang tua selama mengasuh anak Intellectual
Disability?
Kekhawatiran Menurut pandangan Anda, apakah
Bapak dan Ibu Anda merasa
khawatir jika tua nanti tidak bisa
mengasuh anak Intellectual
Disability
Bisa diceritakan apakah Bapak dan
Ibu Anda pernah berbicara kepada
Anda masalah pengasuhan
saudara-saudara Anda yang mengalami
Intellectual Disability, bilamana jika
suatu saat Ibu dan Bapak Anda tidak
bisa mengasuh lagi saudara Anda
yang mengalami Intellectual
3 Bagaimana perlakuan orang tua ketika
mengasuh anak Intellectual Disability?
Perlindungan Menurut anda bagaimana sikap Ibu
dan Bapak ketika mengasuh lebih
dari satu anak Intellectual
Disability? Bisa diceritakan?
Reward Apakah Bapak dan Ibu sering
melakukan pujian/reward ketika
saudara Anda melalukan kegiatan
/tingkah laku yang ditampilkan
saudara Anda?
Hukuman Jika saudara Anda yang mengalami
Intellectual Disability melakukan
perbuatan yang tidak sesuai dengan
harapan ibu dan bapak, apakah ibu
dan bapak Anda suka memberikan
hukuman? Hukumannya seperti apa?
Bisa diceritakan
Aturan atau Kedisipinan Menurut pandangan Anda
menerapkan kedisiplinan atau aturan
kepada Saudara Anda yang
mengalami Intellectual Disability
yang mengalami ? Bisa diceritakan
4 Beban apa saja yang dialami orangtua selama
mengasuh anak Intellectual Disability?
Pekerjaan Bisa diceritakan apakah mengasuh
saudara Anda yang mengalami
Intellectual Disability
mempengaruhi pekerjaan Bapak dan
Ibu Anda?
Finansial Bisa diceritakan bagaimana Ibu dan
Bapak Anda memberikan
pemenuhan kebutuhan anak
Intellectual Disability?
Menurut pandangan Anda apakah
Bapak dan Ibu Anda ketika
Intellectual Disability membutuhkan
biaya yang besar? Bisa diceritakan
Apakah Ibu dan Bapak Anda
mempunyai tabungan khusus untuk
memenuhi kebutuhan anak
Intellectual Disability di masa
depan?
Apakah Bapak dan Ibu Anda
mencari sumber-sumber penghasilan
yang lain untuk memenuhi
kebeutuhan saudara Anda yang
mengalami Intellectual Disability?
Kesehatan Fisik Orang Tua Menurut pandangan Anda apakah
mengasuh lebih dari satu anak
Intellectual Disability berdampak
pada kesehatan Ibu dan Bapak?
Ketika ibu dan bapak Anda merasa kelelahan mengasuh lebih dari satu
anak Intellectual Disability, siapa
yang membantu Ibu dan Bapak
mengasuh anak Intellectual
Disability tersebut? Jika Anda yang
mengasuh Saudara Anda yang
mengalami Intellectual Disability
tersebut, apakah anda tidak merasa
keberatan atau terbebani?
Hubungan Pernikahan Menurut pandangan Anda Apakah
Mengasuh lebih dari satu anak
Intellectual Disability menimbulkan
konflik dalam keluarga. Bisa
diceritakan bagaimana dampak yang
dialami Ibu dan Bapak Anda ketika
mengalami Intellectual Disability ?
PEDOMAN OBSERVASI ORANG TUA
NO. Pertanyaan Penelitian Fokus Observasi
1 Bagaimana orang tua yang memiliki lebih dari satu anak
Intellectual Disability dalam memberikan proses pengasuhan
Perlakuan orang tua ketika mengasuh anak
Intellectual Disability
2 Beban apa saja yang dialami orangtua selama mengasuh anak
Intellectual Disability?
a. Finansial
b. Pernikahan
Aset yang dimiliki orang tua yang memiliki anak
intellectual disability
Sebagaimana yang dipaparkan diatas, bahwa penelitian ini menggunakan wawancara semistruktur dimana dalam
pelaksanaanya lebih bebas dan bisa berkembang lagi, sehingga pedoman wawancaranya hanya merupakan garis besar
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan
Huberman. Model Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2012, hlm 91)
mencakup tiga kegiatan sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan
kecerdasan dan keluasan, serta kedalaman wawasan yang tinggi.
Dalam penelitian ini, hasil wawancara dan observasi dikumpulkan.
Setelah data terkumpul peneliti membuat transkip wawancara
melakukan pengkodean, membuat catatan lapangan, dari catatan
lapangan tersebut data yang terkumpul dikategorikan untuk dijadikan
tema dan membuang data yang tidak perlu, sehingga memudahkan
peneliti dalam proses analisis. Pengkodean yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan model Tohirin, menurut Tohirin (2012,
hlm 117) cara-cara membuat kode boleh ditentukan sendiri oleh
peneliti, karena prinsipnya adalah memudahkan peneliti mengingat
data yang berkenaan dengan fokus penelitiannya.
b. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutanya adalah menyajikan
data. Penyajian data merupakan kegiatan menyajikan data secara
sistematis, baik dalam bentuk teks naratif, grafik, bagan dan
sebagainya, sehingga mudah dipahami interaksi antar
bagian-bagiannya dalam konteks yang utuh. Dalam penelitian ini proses
penyajian data, data hasil wawancara dan observasi dikelompokan
sesuai dengan fokus penelitian. Setelah data hasil wawancara dan
Dalam penelitian ini, data hasil wawancara dan observasi subjek A dan
subjek B yang telah dianalisis kemudian ditarik kesimpulan
berdasarkan berbagai makna yang muncul dan dibuat rumusan
proposisi yang terkait dengan prinsip logika, yang kemudian diangkat
sebagai temuan penelitian.
F. Pengujian Kredibilitas Data
Penarikan kesimpulan masih dapat diuji dengan data dilapangan dengan
cara melakukan pengujian kredibilitas data. Pengujian kredibilitas data
diperlukan untuk pengecekan data yang dilaporkan dengan data yang
ditemui di lapangan. Dalam artian untuk mendapatkan data yang valid,
dimana data yang dilaporkan dan data yang di temui di lapangan tidak
berbeda. Menurut Sugiyono (2012, hlm. 268) temuan atau data dapat
dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan
dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang di teliti.
Pengujian kredibilitas data dalam penelitian ini menggunakan member
check dan triangulasi data agar data hasil wawancara dan observasi lebih
akurat.
wawancara dan observasi setelah itu peneliti melakukan member check.
Member Check dilakukan secara individual, yaitu peneliti datang ke
pemberi data (orang tua dan saudara kandung), setelah data disepakati
bersama kemudian peneliti meminta pemberi data (orang tua dan saudara
kandung) untuk menandatangani data tersebut sebagai bukti bahwa
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini adalah:
1. Respon psikologis atas kehadiran anak Intellectual Disability kedua
orang tua subjek dalam penelitian ini, ditandai dengan adanya perasaan
sedih, malu, dan minder. Kedua subjek menganggap bahwa kehadiran
anak Intellectual Disability merupakan sebuah dosa atas perbuatan
orang tua. Bahkan subjek A (Ayah) pernah mempunyai pikiran untuk
mencoba bunuh diri karena Ayah merasa tidak dapat menerima
kenyataan bahwa anaknya mengalami Intellectual Disability.
2. Perubahan emosional kedua subjek dalam penelitian ini ditandai
dengan adanya kekhawatiran akan masa depan anak Intellectual
Disability, kekhawatiran tersebut disebabkan karena anak yang
mengalami Intellectual Disability belum bisa mandiri dan tidak
mempunyai keahlian untuk melanjutkan hidup di masa depan. Namun
kedua orang tua tersebut sudah mempunyai harapan-harapan untuk
anaknya yang mengalami Intellectual Disability, yaitu subjek A
berharap agar saudara sekandung anak Intellectual Disability tersebut
bisa mengasuh dan membimbingnya jika orang tua sudah tidak mampu
lagi mengurus anak Intellectual Disability tersebut. Sedangkan subjek
B akan menitipkan dan menyekolahkan anak yang mengalami
3. Perlakuan dan sikap orang tua yang menjadi subjek dalam penelitian
ini selama mengasuh anak Intellectual Disability berbeda-beda, bahkan
perlakuan dan sikap antara Ayah dan Ibu pun berbeda. Perlakuan dan
sikap orang tua A (Ibu) cenderung menerapkan sikap permissive dan
Ayah cenderung menerapkan sikap demokratis. Sedangkan perlakuan
dan sikap orang tua B (Ibu) cenderung menerapkan sikap otoriter
sedangkan Ayah cenderung menerapkan permissive.
4. Bagi kedua orang tua yang menjadi subjek dalam penelitian ini
kehadiran anak dengan Intellectual Disability berdampak pada
pekerjaan yang dilakukan orang tua. Ibu dari kedua subjek
mengungkapkan sering merasa kewalahan ketika harus mengurus
rumah dan mengurus anak-anaknya yang mengalami Intellectual
Disability. Bagi subjek B selain kelelahan salah satu anaknya yang
mengalami Intellectual Disability selalu mengganggu pekerjaannya.
Pemenuhan kebutuhan anak yang mengalami Intellectual Disability
membutuhkan biaya yang besar. Subjek A tidak bisa memenuhi semua
kebutuhan anaknya yang mengalami Intellectual Disability, seperti
untuk biaya terapi. Sedangkan subjek B dapat memenuhi semua
kebutuhan anaknya yang mengalami Intellectual Disability. Perbedaan
tersebut karena kondisi ekonomi subjek A yang kurang bila
dibandingkan dengan subjek B.
Bagi kedua orang tua yang menjadi subjek dalam penelitian ini,
kehadiran anak Intellectual Disability berdampak pada kesehatan fisik
orag tua, dimana orang tua sering merasa kelelahan bahkan tak jarang
Bagi subjek A kehadiran anak Intellectual Disability tidak berdampak
pada konflik keluarga karena orang tua bisa mengkomunikasikannya
dengan baik. Sedangkan bagi subjek B kehadiran anak Intellectual
Disability berdampak pada konflik dalam keluarga, konflik terjadi
karena ketidakmampuan orang tua dalam pembagian tugas mengasuh.
B. Rekomendasi
Hasil penelitian menunjukan bahwa Beban yang dirasakan orang tua
(subjek penelitian) atas kehadiran lebih dari satu anak Intellectual
Disability yaitu adanya beban objektif dan beban subjektif. Beban objektif
ditandai dengan adanya respon psikologis atas kehadiran anak Intellectual
Disability. Sedangkan beban subjektif ditandai dengan adanya perubahan
emosional selama mengasuh anak Intellectual Disability, perlakuan selama
mengasuh anak Intellectual Disability, beban pekerjaan, beban finansial,
beban kesehatan fisik orang tua, dan hubungan pernikahan. Oleh karena
itu direkomendasikan sebagai berikut:
1. Bagi Orang Tua
a. Diharapkan orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability
harus bisa menyadari dan mau merubah pandangan bahwa
memiliki anak Intellectual Disability adalah bukan merupakan
hukuman atau aib bagi orang tua, tetapi merupakan titipan dari
Tuhan yang sama seperti anak pada umumnya.
b. Orang tua harus bisa memerlakukan anak tersebut seperti anak
pada umumnya. Sebagai contoh orang tua harus bisa
memandirikan anak yang mengalami Intellectual Disability
dengan begitu akan mengurangi kekhawatiran orang tua akan masa
depan anaknya. Langkah-langkah memandirikan anak dapat dilihat
pada lampiran 1 halaman 90.
c. Hukuman yang diberikan orang tua seharusnya hanya semata-mata
untuk menakut-nakuti anak agar anak tidak melakukan
pelanggaran atau perbuatan yang dilarang, bukan berupa hukuman
fisik.
d. Orang tua sebagai panutan bagi anak-anaknya seharusnya
menerapkan pola asuh yang sama, sehingga tidak membuat anak
kebingungan.
e. Diharapkan mengikuti parent suport grup yang anggotanya orang
tua yang memiliki anak Intellectual Disability, parent suport grup
ini berfungsi sebagai tempat berkumpulnya orang tua yang
memiliki anak Intellectual Disability untuk berbagi pengetahuan,
pengalaman, dan perasaan dalam mengelola beban selama
mengasuh anak yang mengalami Intellectual Disability.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini
menggunakan metode dan desain yang berbeda untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih luas mengenai fenomena atau pengalaman
DAFTAR PUSTAKA
Aldosari, M. S. dan Pufpaff, L. A. (2014) Sources of Stress among Parents of Children with Intellectual Disabilities. The Journal of Special Education Apprenticeship. Vol 3 (1).
Andryani, M. dan Triana, N.Y. (2012) Stres dan Koping Keluarga Dengan Anak Tunagrahita di SLB C dan SLB C1 Widya Bhakti Semarang. [online]. Tersedia di: http://www.core.ac.uk/download/pdf/11. Diakses 10 Juni 2015.
Apryanti. (2009) Gara-gara Anak Tunagrahita. [online]. Tersedia di: http://www.groups.yahoo.com. Diakses 29 Juni 2015.
Berns, R.M (1997) Child, Family, School, Community Social adn Suport. Harcourt Brace Collage Publihers
Brooks, J. B. (2001) Parenting. Mayfield Publish Compay.
Chusna, A. (2008) Pengaruh Sikap Overprotective Orang Tua Terhadap Sikap Mandiri Anak. (Tesis) Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang.
Creswell, J. W. (2008) Education research:planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitative research. USA: Person Educational Inc.
Departemen Sosial. (2008) Pedoman Penanganan Kasus Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum (ABH). Jakarta: Direktorat Pelayanan Sosial Anak Dirjen Yanrehsos.
Fitryasari, R (2009) Pengalaman Keluarga dalam Merawat Anak Autis di Sekolah Kebutuhan Khusus Bangsa Surabaya. (Tesis Program Pascasarjana. Universitas Indonesia, Depok.
Ginintasasi, R. (2009) Kontribusi Pola Pengasuhan Orang Tua Terhadap Perkembangan Kemandirian dan Kreativitas Anak. Bandung: UPI.
Hastuti, D. (2010) Pengasuhan: Teori, Prinsip, dan Aplikasinya. Bogor: Departement Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Lidanial. (2014) Problematika yang Dihadapi Keluarga Dari Anak Dengan Intellectual Disability. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana) Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Naem, M. Mahmood, T. Hussain, A. dan Sher, A. (2011) Role of Parents in Training of Children with Intellectual Disability. International Journal of Humanities and Social Science, Vol. 1 No. 9.
Napolion, K. (2010) Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Anak Tunagrahita Di Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor 2010: Studi Fenomenologi. (Tesis Program Pascasarjana). Universitas Indonesia, Depok.
Musfita, R. (2014) Studi Kasus Pelaksanaan Intervensi Terhadap Anak dengan Hambatan Komunikasi di Keluarga. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana) Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Parenting a Child with Special Needs. (2003) National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHYC).
Ramanda, A.N. (2008) Dinamika Penerimaan Ibu Terhadap Anak Tunagrahita. (Skripsi Fakultas Psikologi). Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Rozali, M. (2012) Hukuman Dalam Dunia Pendidikan: Haruskan ada hukuman dalam mendidik anak? [online]. Tersedia di : http://www.muhamad-rozali.blogsot.com. Diakses 10 Juli 2015.
Soemantri, T.S. (2006) Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung. PT. Refika Aditama
Sugiyono. (2012) Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Tohirin. (2012) Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseing. Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Wong, S. Wong, T. Martinson, I. Lai, A. Chen, W. dan He, Y. (2004) Needs of Chinese parents of children with developmental disability. Journal of Learning Disabilities, Vol 8 (2); hlm, 141-158.