• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL DISABILITY.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL DISABILITY."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG

MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL

DISABILITY

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Khusus

oleh

Dewi Asri Juniar NIM 1302344

PRODI PENDIDIKAN KHUSUS

SEKOLAH PASCASARJANA

▸ Baca selengkapnya: seorang paman lebih tua dari kemenakannya

(2)

PENGASUHAN YANG DILAKUKAN

ORANG TUA YANG MEMILIKI

LEBIH DARI SATU ANAK

INTELLECTUAL DISABILITY

Oleh Dewi Asri Juniar

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Khusus

© Dewi Asri Juniar 2015

Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

DEWI ASRI JUNIAR

PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL DISABILITY

disetujui dan disahkan oleh pembimbing :

Pembimbing

JUANG SUNANTO, Ph.D. NIP. 196105151987031002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Khusus

(4)

Dewi Asri Juniar, 2015

ABSTRAK

PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL DIABILITY

DEWI ASRI JUNIAR NIM. 1302344 Prodi Pendidikan Khusus

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Pada umumnya orang yang paling banyak menanggung beban akibat kehadiran anak Intellectual Disability (ID) adalah orang tua. Optimalisasi kemampuan anak ID sangat tergantung pada peran dan dukungan dari orang tua, namun tidak mudah bagi orang tua yang memiliki anak ID dalam memberikan pengasuhan. Permasalahan yang dirasakan orang tua yang memiliki anak ID adalah munculnya beban baik secara psikologis, sosial, finansial, dan waktu yang akan mempengaruhi perilaku orang tua dalam mengasuh anak ID. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan memahami secara mendalam pengasuhan yang dilakukan orang tua yang memiliki lebih dari satu anak ID. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara dan observasi. Subjek dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki lebih dari satu anak ID. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa 1) respon psikologis orang tua terhadap kehadiran anak yang mengalami ID yaitu adanya perasaan sedih, malu, dan minder. 2) perubahan emosioanal yang dialami orang tua yang memiliki anak ID selama mengasuh yaitu orang tua memiliki perasaan khawatir akan masa depan anaknya. 3) perlakuan orang tua selama mengasuh yaitu memberikan perlindungan yang berlebihan, memberikan reward berupa pujian ketika anaknya melakukan sesuatu yang dapat membuat orang tua senang, dan memberikan hukuman jika anaknya tidak menaati aturan yang telah ditetapkan orang tua. Dan 4) beban keluarga atas kehadiran anak yang mengalami ID membawa orang tua dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang meliputi pekerjaan, finansial, kesehatan fisik orang tua, dan pernikahan.

(5)

ABSTRACT

PARENTAL PARENTING WHO HAVE MORE THAN ONE CHILD WITH INTELLECTUAL DISABILITY

DEWI ASRI JUNIAR NIM. 1302344 Special Needs Education

Postgraduate of Indonesia University of Education

Generally, the people who are highly affected by the presence of a child with Intellectual Disability (ID) are their parents. Child ID capacity is highly dependent on the support from the parents, yet it is not easy for the parents to give care to them.The perceived problems of parents who have a child with ID is the emergence of the load either psychological, social, and/or financial also time will affect the behavior of parents in parenting child with ID. The purpose of this study is to describe and understand in depth parenting done by parents who have more than one child with ID.This study uses case study method with qualitative approach.The technique used to collect the data is interview and observation. The subject of this study is parents who have more than one child with ID. Data analysis technique used in this study is data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The result of this study shows that1) psychological respond of the parents in regards with the presence of the child with ID namely the feelings of sadness, ashamed, and embarrassed 2) emotional changes experienced by parents who have children with ID during parenting is that they are worried

about the child’s future 3) generally the parents would be over-protecting to the child with ID, giving rewards in a form of complements when the child have pleased the parents,and giving punishments when the child did not follow the rules set by the parents. And 4) family burden upon the presence of child with ID bring the parents to face with various problems which include employment, financial, physical health of the parents, and marriage.

(6)

DAFTAR ISI

3. Konsep Intellectual Disability ... 14

B.Penelitian Terdahulu yang Relevan... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

F. Pengujian Kredibilitas Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

A.Hasil Penelitian ... 37

1. Respon Psikologis... 73

2. Perubahan Emosional... 75

(7)

4. Beban Keluarga... 79

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 83

A.Kesimpulan... 83

B.Rekomendasi ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87

LAMPIRAN-LAMPIRAN... . 90

(8)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Semua orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh dan berkembang

sesuai dengan apa yang diharapkan, tetapi pada kenyataanya tidak semua

anak dilahirkan dalam keadaan sempurna beberapa diantaranya memiliki

kekhususan seperti anak Intellectual Disability.

Pada awal kehadirannya, orang yang paling banyak menanggung beban

akibat Intellectual Disability adalah orang tua dan keluarga anak tersebut.

Terdapat berbagai kemungkinan ketika orang tua atau keluarga tersebut

pertama kali menyadari bahwa anak mereka merupakan individu yang

mengalami Intellectual Disability, seperti penolakan. Namun lambat laun

orang tua maupun keluarga pasti akan menerima keberadaannya, sebab

walau bagaimanapun mereka telah ditakdirkan menjadi bagian dari sebuah

keluarga.

Pada kenyataan yang terjadi di lapangan, banyak anak Intellectual

Disability yang mengalami penolakan di lingkungan sekitarnya bahkan

tidak diterima di lingkungan keluarganya sendiri padahal anak Intellectual

Disability memiliki hak yang sama dengan anak pada umumnya, mereka

hanya memiliki keterbatasan sehingga menghambat perkembangan dalam

dirinya. Tetapi walaupun demikian anak Intellectual Disability ini

memiliki kemampuan yang dapat dioptimalkan untuk membantunya

(9)

anak Intellectual Disability ini sangat tergantung pada peran dan

dukungan dari orang tua.

Kondisi dan keberadaan anak Intellectual Disability tidak hanya akan

menjadi masalah bagi dirinya sendiri, namun merupakan permasalahan

bagi orang tua atau keluarga. Akibatnya keberadaan anak Intellectual

Disability dalam keluarga tersebut mengalami masalah. Kehadiran anak

Intellectual Disability dalam suatu keluarga dan lingkungan menimbulkan

masalah ketidakfungsian keluarga dan lingkungannya (Napolion, 2010,

hlm 25). Sedangkan Menurut Baker, Ericzen, dkk. (dalam Lidanial, 2014,

hlm. 2) kehadiran seorang anak dengan disabilitas tertentu dalam keluarga

akan sangat menyerap berbagai sumber daya keluarga tersebut, seperti

waktu, emosi, dan finansial.

Menurut Smith dalam National Information Center for Children and

Youth with Disabilities (NICHCY) (2003, hlm. 2) orang tua dapat

memainkan peran penting dalam pelatihan dan perkembangan anak-anak.

Tidak terkecuali anak mengalami Intellectual Disability, hal tersebut

senada dengan pendapat Naeem (2011, hlm. 5) semua anak memerlukan

peran orang tua, sebab orang tua adalah pihak yang mengenal dan

memahami berbagai aspek dalam diri seseorang dengan jauh lebih baik

dari pada orang-orang yang lain, tidak terkecuali anak yang mengalami

Intellectual Disability, sebab dukungan dan penerimaan dari orang tua

dan anggota keluarga yang lain akan memberikan energi dan kepercayaan

dalam diri anak berkebutuhan khusus untuk lebih berusaha mempelajari

dan mencoba hal-hal baru yang terkait dengan keterampilan hidupnya.

Pengasuhan erat kaitannya dengan kemampuan suatu keluarga atau rumah

tangga dan komunitas dalam hal memberikan perhatian, waktu dan

(10)

yang sedang dalam masa pertumbuhan serta bagi anggota keluarga lainnya

NICHCY (2003, hlm. 1). Menurut Smith (dalam NICHCY, 2003, hlm. 2)

pengasuhan sebagai sebuah proses yang merujuk pada serangkaian aksi

dan interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung perkembangan

anak. Proses pengasuhan bukanlah sebuah hubungan satu arah yang mana

orangtua mempengaruhi anak namun lebih dari itu, pengasuhan

merupakan proses interaksi antara orang tua dan anak yang dipengaruhi

oleh budaya dan kelembagaan sosial dimana anak dibesarkan.

Menurut Smith (dalam NICHCY, 2003, hlm. 3) orang tua dalam

pengasuhan memiliki beberapa definisi yaitu ibu, ayah, atau seseorang

yang akan membimbing dalam kehidupan baru, seorang penjaga, maupun

seorang pelindung. Orang tua adalah seseorang yang mendampingi dan

membimbing semua tahapan pertumbuhan anak, yang merawat,

melindungi, mengarahkan kehidupan baru anak dalam setiap tahapan

perkembangannya.

Intellectual Disability menurut AAID (2011) (dalam Totsika, Hasting,

Vagenas dan Emerson, 2014, hlm. 2) mendefinisikan:

Intellectual disability is a disability that occurs before age 18. It is characterized by significant limitations in intellectual function and adaptive behavior as expressed in conceptual, social and practical skills.

Intellectual Disability terjadi sebelum usia 18 tahun. Hal ini ditandai dengan keterbatasan yang signifikan dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif baik yang dinyatakan secara konseptual, sosial, maupun keterampilan adaptif secara praktis.

Mengasuh dan mendidik anak dengan Intellectual Disability

membutuhkan penanganan khusus dan ekstra. Menurut Wong (2004, hlm.

142) memiliki anak dengan Intellectual Disability diakui merupakan

tantangan yang cukup berat bagi banyak orangtua, dimana orang tua

(11)

Disability membutuhkan tenaga dan perhatian yang ekstra karena tidak

semudah saat melakukannya kepada anak pada umumnya.

Kenyaatan yang terjadi tidak sedikit orang tua yang memiliki anak

Intellectual Disability tidak bisa menerima kenyataan serta tidak siap

untuk membesarkan dan membimbing anak Intellectual Disability, bahkan

berbagai macam beban yang dirasakan orang tua baik secara psikologis

maupun sosial akan mempengaruhi orang tua untuk tetap dapat

mempertahankan dan melanjutkan kehidupannya.

Tidak sedikit orang tua yang mengalami frustasi, stress atau depresi ketika

mengasuh atau menangani anak dengan Intellectual Disability. Menurut

Gupta & Kaur, 2010; Olsson & Hwang, 2001; Sanders & Morgan, 1997;

Simmerman, Blacher, & Baker, 2001 (dalam Aldosari dan Pufpaff, 2014,

hlm. 1) banyak penelitian telah menunjukkan bahwa orang tua dari

anak-anak Intellectual Disability mengalami stres lebih besar dari orang tua

anak-anak yang tidak Intellectual Disability dan menurut Farzanekia

(1985) (dalam Aldosari dan Pufpaff, 2014, hlm. 1) menyebutkan bahwa

membesarkan anak dengan Intellectual Disability sangat berat, stres,

frustasi, dan juga dapat menyebabkan perasaan terasing bagi orang tua.

Stress yang dialami orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability,

akan berpengaruh pada cara orang tua mengasuh anak yang secara tidak

langsung juga berpengaruh pada perkembangan kemampuan anak.

Melihat hasil penelitian di atas, tidak mudah bagi orang tua yang memiliki

anak Intellectual Disability dalam memberikan pengasuhan, bahwa

permasalahan yang dirasakan orang tua yang memiliki anak Intellectual

(12)

finansial, dan waktu yang akan mempengaruhi perilaku orang tua dalam

mengasuh anak Intellectual Disability.

Di lapangan peneliti menemukan orang tua yang memiliki lebih dari satu

anak Intellectual Disability. Dapat dibayangkan bagaimana beban

pengasuhan orang tua kepada anak Intellectual Disability itu dan

permasalahan yang dialami orang tua selama mengasuh anak Intellectual

Disability.

Berdasarkan observasi awal kepada orang tua yang memiliki lebih dari

satu anak Intellectual Disability, terlihat permasalahan yang dihadapi

orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability, yaitu kondisi rumah

yang berantakan, hal ini disebabkan karena seluruh waktu orang tua habis

oleh mengasuh anak Intellectual Disability sehingga orang tua tidak

mempunyai waktu untuk mengurus urusan rumah tangganya . Dari kasus

yang ditemukan di lapangan tersebut peneliti tertarik untuk meneliti

bagaimana beban pengasuhan orang tua tersebut selama mengasuh anak

Intellectual Disability, dengan alasan bahwa mengasuh anak Intellectual

Disability membutuhkan tenaga dan perhatian yang ekstra, sehingga

peneliti dapat mendeskripsikan secara mendalam dan mengetahui

bagaimana pengasuhan orang tua yang memiliki lebih dari satu anak

Intellectual Disability.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah berbagai permasalahan yang dihadapi orang

tua dalam proses pengasuhan kepada anak Intellectual Disability yang

(13)

Pertama reaksi psikologis. Ketika orang tua pertama kali mengetahui

bahwa anaknya mengalami Intellectual Disability adalah adanya respon

atau reaksi terhadap rangsangan yang diterima oleh panca indera.

Kedua perubahan emosional. Emosi merupakan reaksi terhadap

rangsangan dari luar dan dari dalam individual. Emosi berkaitan dengan

perubahan fisiologis dan berbagai pikiran yang akan berdampak kepada

perubahan emosional orang tua selama mengasuh anak Intellectual

Disability.

Ketiga perlakuan orang tua selama mengasuh anak Intellectual Disability.

Orang tua dalam pengasuhan mempunyai peranan yang sangat penting

sebab orang tua merupakan lingkungan mikrosistem dalam perkembangan

dan pertumbuhan anak. Begitu pula dengan anak Intellectual Disability

dimana anak Intellectual Disability ini memiliki kemampuan yang dapat

dioptimalkan dengan peran dan dukungan dari orang tua. Dengan

demikian pengoptimalan kemampuan anak Intellectual Disability

tergantung dari perlakuan orang tua selama mengasuh anak Intellectual

Disability.

Keempat beban keluarga. Kehadiran anak Intellectual Disability ditengah

keluarga akan membawa berbagai permasalahan dan beban yang akan

dihadapi orang tua selama mengasuh anak Intellectual Disability.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, permasalahan

penelitian ini dinyatakan dalam pertanyaan utama yaitu “ Pengasuhan

yang dilakukan orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual

(14)

Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti mengajukan beberapa

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana respon psikologis orang tua terhadap kehadiran anak

Intellectual Disability?

2. Bagaimana perubahan emosional yang dialami orang tua selama

mengasuh anak Intellectual Disability?

3. Bagaimana perlakuan orang tua ketika mengasuh anak Intellectual

Disability?

4. Beban apa saja yang dialami orang tua selama mengasuh anak

Intellectual Disability?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan memahami secara

mendalam pengasuhan yang dilakukan orang tua yang memiliki lebih dari

satu anak Intellectual Disability, sehingga dapat di rekomendasikan

kepada orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability.

E. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat secara praktis

untuk orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability maupun untuk

peneliti sendiri.

Manfaat untuk orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability dan

peneliti sendiri, yaitu:

1. Memperkaya informasi tentang permasalahan yang dihadapi orang tua

(15)

2. Memberikan alternatif yang dapat diterapkan kepada orang tua yang

memiliki anak Intellectual Disability dalam proses pengasuhan anak

(16)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan

kualitatif. Creswell (2008, hlm 53) menyebutkan bahwa pendekatan

kualitatif paling cocok dilakukan terhadap masalah-masalah penelitian

dimana kita belum mengetahui variabel-variabelnya sama sekali dan perlu

dilakukan eksplorasi atau penelusuran terlebih dahulu. Sedangkan metode

studi kasus menurut Creswell (dalam Musfita, 2014, hlm. 13) adalah:

Studi kasus merupakan strategi penelitian dimana peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktifitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan.

Alasan menggunakan metode studi kasus Menurut Yin (2002, hlm. 1)

adalah:

Studi kasus merupakan stategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.

Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode studi kasus ini

akan menjawab pertanyaan penelitian mengenai pengasuhan orang tua

kepada anak Intellectual Disability. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan dan memahami secara mendalam pengasuhan yang

dilakukan orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual

Disability, sehingga dapat di rekomendasikan kepada orang tua yang

(17)

A. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dalam penelitian ini diawali dengan penentuan subjek

berdasarkan kriteria yang telah di tentukan, kemudian tahap selanjutnya

adalah tahap pendahuluan, tahap perencanaan, tahap pengumpulan data,

tahap pengujian keabsahan data, tahap analisis data, sampai pada hasil

penelitian.

Tahap pendahuluan. Pada tahap ini peneliti mengunjungi lokasi penelitian

dan melakukan pengamatan kepada orang tua. Pengamatan dilakukan

untuk mendapatkan informasi mengenai pengasuhan yang diberikan orang

tua untuk anak Intellectual Disability. Selain itu kunjungan ini sebagai

ajang sosialisai peneliti dengan orang tua.

Tahap perencanaan. Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan

terhadap hal-hal yang akan digunakan saat turun ke lapangan. Misalnya

mengumpulkan studi literatur untuk menambah wawasan peneliti ketika

penelitian dan membuat instrumen penelitian yang digunakan ketika

peneltian berlangsung.

Tahap pengumpulan data. Pada tahap ini peneliti mulai mendapatkan

informasi dari hasil observasi dan wawancara mengenai pengasuhan orang

tua kepada Intellectual Disability.

Tahap analisis data. Pada tahap ini setelah semua data terkumpul, peneliti

melakukan analisis data dengan cara reduksi data, penyajian data, dan

(18)

Tahap pengujian keabsahan data. Untuk menguji keabsahan data peneliti

menggunakan teknik triangulasi dan member check. Triangulasi dan

member check dalam pengujian keabsahan data ini digunakan untuk

mengecek kebenaran data. Gambar di bawah ini menggambarkan prosedur

penelitian.

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah orang tua (Ayah dan Ibu) yang memiliki anak

Intellectual Disability. Kriteria penentuan orang tua yang menjadi subjek

penelitian adalah orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual

Disability. Dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti telah terpilih 2

(19)

penelitian ini saudara (Kakak atau adik) yang memiliki lebih dari satu

anak Intellectual Disability tersebut.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara peneliti mengumpulkan informasi

berupa apa yang dilihat, lisan, maupun tulisan sesuai dengan apa yang

diteliti. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam

penelitian ini adalah observasi dan wawancara.

Observasi yang digunakan dalam penelitian ini observasi partisipan,

menurut Yin (2002, hlm. 114) observasi partisipan adalah suatu bentuk

observasi khusus di mana peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang

pasif, melainkan juga mengambil berbagai peran dalam situasi tertentu dan

berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti. Dalam

penelitian ini peneliti mengamati bagaimana orang tua yang memiliki

lebih dari satu anak Intellectual Disability dalam proses pengasuhan dalam

kehidupan sehari-harinya dirumah dan berbagai permasalahan yang

dihadapi orang tua selama mengasuh anak tersebut dengan menggunakan

lembar observasi yang telah disusun. Observasi dilakukan di rumah subjek

penelitian.

Wawancara merupakan salah satu sumber informasi esensial studi kasus

yang sangat penting. Wawancara dilakukan kepada Orang Tua (Ayah dan

Ibu) dan saudara kandung (Kakak atau Adik) sampai data yang di dapat

cukup jelas. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah

semiterstruktur. Menurut Sugiyono (2012, hlm. 73) jenis wawancara ini

sudah termasuk in-dept interview, dimana dalam pelaksanaanya lebih

(20)

wawancara ini untuk menemukan permasalahan secara terbuka, di mana

pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peneliti sendiri.

Menurut Sugiyono (2012, hlm. 307) mengatakan bahwa:

Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman

wawancara dan pedoman observasi yang digunakan untuk mengungkap

data tentang pengasuhan yang dilakuakan orang tua kepada Intellectual

Disability. Sebelum membuat pedoman wawancara dan pedoman

observasi terlebih dahulu peneliti menyusun kisi instrumen. Dari

kisi-kisi tersebut kemudian dikembangkan pada pembuatan pedoman

wawancara dan pedoman observasi berupa butir instrumen. Kisi-kisi

pedoman wawancara dan observasi adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara dan Observasi

NO Pertanyaan

Penerimaan Wawancara Orang tua

dan anak

yang tidak

(21)

kehadiran anak

kekhawatiran Wawancara Orang tua

dan anak

Perlindungan Wawancara dan

observasi

Pekerjaan Wawancara dan

(22)

Tabel 3.2 Instrumen Wawancara dan Observasi

NO. Pertanyaan Penelitian Aspek Butir Instrumen

1 Bagaimana respon psikologis orang tua

terhadap kehadiran anak Intellectual

Disability?

Penerimaan  Bisa diceritakan bagaimana perasaan

Bapak dan Ibu ketika pertama kali

mengetahui bahwa anak Bapak dan

Ibu mengalami intellectual

disability?

2 Bagaimana perubahan emosional yang dialami

orang tua selama mengasuh anak Intellectual

Disability?

Kekhawatiran  Bisa diceritakan bagaimana perasaan

Ibu dan Bapak ketika mengasuh

lebih dari satu anak Intellectual

Disability?

 Bisa diceritakan bagaimana perasaan

Ibu dan Bapak jika tua nanti tidak

bisa mengasuh anak Intellectual

Disability ? adakah perasaan

(23)

3 Bagaimana perlakuan orang tua ketika

mengasuh anak Intellectual Disability?

Perlindungan  Bisa diceritakan bagaimana sikap

Ibu dan Bapak ketika mengasuh

lebih dari satu anak Intellectual

Disability?

Reward  Apakah Bapak dan Ibu sering

melakukan pujian/reward ketika

anak melalukan kegiatan /tingkah

laku yang ditampilkan anak?

Hukuman  Jika anak Intellectual Disability

melakukan perbuatan yang tidak

sesuai dengan harapan ibu dan

bapak, apakah ibu dan bapak suka

memberikan hukuman?

Hukumannya seperti apa? Bisa

diceritakan

Aturan atau Kedisipinan  Bagaimana Bapak dan Ibu

(24)

kepada anak Intellectual Disability

yang mengalami ? Bisa diceritakan

4 Beban apa saja yang dialami orangtua selama

mengasuh anak Intellectual Disability?

Pekerjaan  Bisa diceritakan apakah mengasuh

anak Intellectual Disability

mempengaruhi pekerjaan Bapak dan

Ibu?

Finansial  Bisa diceritakan bagaimana Ibu dan

Bapak memberikan pemenuhan

kebutuhan anak Intellectual

Disability?

 Bisa diceritakan apakah mengasuh

lebih dari satu anak Intellectual

Disability membutuhkan biaya yang

besar?

 Apakah ada tabungan khusus untuk

(25)

Intellectual Disability di masa

depan?

 Apakah Bapak dan Ibu mencari

sumber-sumber penghasilan yang

lain untuk memenuhi kebeutuhan

anak Intellectual Disability?

Kesehatan Fisik Orang Tua  Bisa diceritakan apakah mengasuh

lebih dari satu anak Intellectual

Disability berdampak pada

kesehatan Ibu dan Bapak?

 Ketika ibu dan bapak merasa

kelelahan mengasuh lebih dari satu

anak Intellectual Disability , siapa

yang membantu Ibu dan Bapak

mengasuh anak Intellectual

(26)

Hubungan Pernikahan  Mengasuh lebih dari satu anak

Intellectual Disability menimbulkan

konflik dalam keluarga. Bisa

diceritakan bagaimana dampak yang

dialami Ibu dan Bapak ketika

mengasuh lebih dari satu anak

Intellectual Disability ?

INSTRUMEN WAWANCARA SAUDARA

NO. Pertanyaan Penelitian Aspek Butir Instrumen

1 Bagaimana respon psikologis orang tua

terhadap kehadiran anak Intellectual

Disability?

Penerimaan  Menurut pandangan Anda

bagaimana perasaan Bapak dan Ibu

Anda ketika pertama kali

mengetahui bahwa saudara Anda

mengalami intellectual disability?

(27)

Anda sendiri ketika pertama kali

mengetahui bahwa saudara Anda

mengalami intellectual disability?

2 Bagaimana perubahan emosional yang dialami

orang tua selama mengasuh anak Intellectual

Disability?

Kekhawatiran  Menurut pandangan Anda, apakah

Bapak dan Ibu Anda merasa

khawatir jika tua nanti tidak bisa

mengasuh anak Intellectual

Disability

 Bisa diceritakan apakah Bapak dan

Ibu Anda pernah berbicara kepada

Anda masalah pengasuhan

saudara-saudara Anda yang mengalami

Intellectual Disability, bilamana jika

suatu saat Ibu dan Bapak Anda tidak

bisa mengasuh lagi saudara Anda

yang mengalami Intellectual

(28)

3 Bagaimana perlakuan orang tua ketika

mengasuh anak Intellectual Disability?

Perlindungan  Menurut anda bagaimana sikap Ibu

dan Bapak ketika mengasuh lebih

dari satu anak Intellectual

Disability? Bisa diceritakan?

Reward  Apakah Bapak dan Ibu sering

melakukan pujian/reward ketika

saudara Anda melalukan kegiatan

/tingkah laku yang ditampilkan

saudara Anda?

Hukuman  Jika saudara Anda yang mengalami

Intellectual Disability melakukan

perbuatan yang tidak sesuai dengan

harapan ibu dan bapak, apakah ibu

dan bapak Anda suka memberikan

hukuman? Hukumannya seperti apa?

Bisa diceritakan

Aturan atau Kedisipinan  Menurut pandangan Anda

(29)

menerapkan kedisiplinan atau aturan

kepada Saudara Anda yang

mengalami Intellectual Disability

yang mengalami ? Bisa diceritakan

4 Beban apa saja yang dialami orangtua selama

mengasuh anak Intellectual Disability?

Pekerjaan  Bisa diceritakan apakah mengasuh

saudara Anda yang mengalami

Intellectual Disability

mempengaruhi pekerjaan Bapak dan

Ibu Anda?

Finansial  Bisa diceritakan bagaimana Ibu dan

Bapak Anda memberikan

pemenuhan kebutuhan anak

Intellectual Disability?

 Menurut pandangan Anda apakah

Bapak dan Ibu Anda ketika

(30)

Intellectual Disability membutuhkan

biaya yang besar? Bisa diceritakan

 Apakah Ibu dan Bapak Anda

mempunyai tabungan khusus untuk

memenuhi kebutuhan anak

Intellectual Disability di masa

depan?

 Apakah Bapak dan Ibu Anda

mencari sumber-sumber penghasilan

yang lain untuk memenuhi

kebeutuhan saudara Anda yang

mengalami Intellectual Disability?

Kesehatan Fisik Orang Tua  Menurut pandangan Anda apakah

mengasuh lebih dari satu anak

Intellectual Disability berdampak

pada kesehatan Ibu dan Bapak?

(31)

 Ketika ibu dan bapak Anda merasa kelelahan mengasuh lebih dari satu

anak Intellectual Disability, siapa

yang membantu Ibu dan Bapak

mengasuh anak Intellectual

Disability tersebut? Jika Anda yang

mengasuh Saudara Anda yang

mengalami Intellectual Disability

tersebut, apakah anda tidak merasa

keberatan atau terbebani?

Hubungan Pernikahan  Menurut pandangan Anda Apakah

Mengasuh lebih dari satu anak

Intellectual Disability menimbulkan

konflik dalam keluarga. Bisa

diceritakan bagaimana dampak yang

dialami Ibu dan Bapak Anda ketika

(32)

mengalami Intellectual Disability ?

PEDOMAN OBSERVASI ORANG TUA

NO. Pertanyaan Penelitian Fokus Observasi

1 Bagaimana orang tua yang memiliki lebih dari satu anak

Intellectual Disability dalam memberikan proses pengasuhan

 Perlakuan orang tua ketika mengasuh anak

Intellectual Disability

2 Beban apa saja yang dialami orangtua selama mengasuh anak

Intellectual Disability?

a. Finansial

b. Pernikahan

 Aset yang dimiliki orang tua yang memiliki anak

intellectual disability

(33)

Sebagaimana yang dipaparkan diatas, bahwa penelitian ini menggunakan wawancara semistruktur dimana dalam

pelaksanaanya lebih bebas dan bisa berkembang lagi, sehingga pedoman wawancaranya hanya merupakan garis besar

(34)

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan

Huberman. Model Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2012, hlm 91)

mencakup tiga kegiatan sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan

kecerdasan dan keluasan, serta kedalaman wawasan yang tinggi.

Dalam penelitian ini, hasil wawancara dan observasi dikumpulkan.

Setelah data terkumpul peneliti membuat transkip wawancara

melakukan pengkodean, membuat catatan lapangan, dari catatan

lapangan tersebut data yang terkumpul dikategorikan untuk dijadikan

tema dan membuang data yang tidak perlu, sehingga memudahkan

peneliti dalam proses analisis. Pengkodean yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan model Tohirin, menurut Tohirin (2012,

hlm 117) cara-cara membuat kode boleh ditentukan sendiri oleh

peneliti, karena prinsipnya adalah memudahkan peneliti mengingat

data yang berkenaan dengan fokus penelitiannya.

b. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutanya adalah menyajikan

data. Penyajian data merupakan kegiatan menyajikan data secara

sistematis, baik dalam bentuk teks naratif, grafik, bagan dan

sebagainya, sehingga mudah dipahami interaksi antar

bagian-bagiannya dalam konteks yang utuh. Dalam penelitian ini proses

penyajian data, data hasil wawancara dan observasi dikelompokan

sesuai dengan fokus penelitian. Setelah data hasil wawancara dan

(35)

Dalam penelitian ini, data hasil wawancara dan observasi subjek A dan

subjek B yang telah dianalisis kemudian ditarik kesimpulan

berdasarkan berbagai makna yang muncul dan dibuat rumusan

proposisi yang terkait dengan prinsip logika, yang kemudian diangkat

sebagai temuan penelitian.

F. Pengujian Kredibilitas Data

Penarikan kesimpulan masih dapat diuji dengan data dilapangan dengan

cara melakukan pengujian kredibilitas data. Pengujian kredibilitas data

diperlukan untuk pengecekan data yang dilaporkan dengan data yang

ditemui di lapangan. Dalam artian untuk mendapatkan data yang valid,

dimana data yang dilaporkan dan data yang di temui di lapangan tidak

berbeda. Menurut Sugiyono (2012, hlm. 268) temuan atau data dapat

dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan

dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang di teliti.

Pengujian kredibilitas data dalam penelitian ini menggunakan member

check dan triangulasi data agar data hasil wawancara dan observasi lebih

akurat.

(36)

wawancara dan observasi setelah itu peneliti melakukan member check.

Member Check dilakukan secara individual, yaitu peneliti datang ke

pemberi data (orang tua dan saudara kandung), setelah data disepakati

bersama kemudian peneliti meminta pemberi data (orang tua dan saudara

kandung) untuk menandatangani data tersebut sebagai bukti bahwa

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah:

1. Respon psikologis atas kehadiran anak Intellectual Disability kedua

orang tua subjek dalam penelitian ini, ditandai dengan adanya perasaan

sedih, malu, dan minder. Kedua subjek menganggap bahwa kehadiran

anak Intellectual Disability merupakan sebuah dosa atas perbuatan

orang tua. Bahkan subjek A (Ayah) pernah mempunyai pikiran untuk

mencoba bunuh diri karena Ayah merasa tidak dapat menerima

kenyataan bahwa anaknya mengalami Intellectual Disability.

2. Perubahan emosional kedua subjek dalam penelitian ini ditandai

dengan adanya kekhawatiran akan masa depan anak Intellectual

Disability, kekhawatiran tersebut disebabkan karena anak yang

mengalami Intellectual Disability belum bisa mandiri dan tidak

mempunyai keahlian untuk melanjutkan hidup di masa depan. Namun

kedua orang tua tersebut sudah mempunyai harapan-harapan untuk

anaknya yang mengalami Intellectual Disability, yaitu subjek A

berharap agar saudara sekandung anak Intellectual Disability tersebut

bisa mengasuh dan membimbingnya jika orang tua sudah tidak mampu

lagi mengurus anak Intellectual Disability tersebut. Sedangkan subjek

B akan menitipkan dan menyekolahkan anak yang mengalami

(38)

3. Perlakuan dan sikap orang tua yang menjadi subjek dalam penelitian

ini selama mengasuh anak Intellectual Disability berbeda-beda, bahkan

perlakuan dan sikap antara Ayah dan Ibu pun berbeda. Perlakuan dan

sikap orang tua A (Ibu) cenderung menerapkan sikap permissive dan

Ayah cenderung menerapkan sikap demokratis. Sedangkan perlakuan

dan sikap orang tua B (Ibu) cenderung menerapkan sikap otoriter

sedangkan Ayah cenderung menerapkan permissive.

4. Bagi kedua orang tua yang menjadi subjek dalam penelitian ini

kehadiran anak dengan Intellectual Disability berdampak pada

pekerjaan yang dilakukan orang tua. Ibu dari kedua subjek

mengungkapkan sering merasa kewalahan ketika harus mengurus

rumah dan mengurus anak-anaknya yang mengalami Intellectual

Disability. Bagi subjek B selain kelelahan salah satu anaknya yang

mengalami Intellectual Disability selalu mengganggu pekerjaannya.

Pemenuhan kebutuhan anak yang mengalami Intellectual Disability

membutuhkan biaya yang besar. Subjek A tidak bisa memenuhi semua

kebutuhan anaknya yang mengalami Intellectual Disability, seperti

untuk biaya terapi. Sedangkan subjek B dapat memenuhi semua

kebutuhan anaknya yang mengalami Intellectual Disability. Perbedaan

tersebut karena kondisi ekonomi subjek A yang kurang bila

dibandingkan dengan subjek B.

Bagi kedua orang tua yang menjadi subjek dalam penelitian ini,

kehadiran anak Intellectual Disability berdampak pada kesehatan fisik

orag tua, dimana orang tua sering merasa kelelahan bahkan tak jarang

(39)

Bagi subjek A kehadiran anak Intellectual Disability tidak berdampak

pada konflik keluarga karena orang tua bisa mengkomunikasikannya

dengan baik. Sedangkan bagi subjek B kehadiran anak Intellectual

Disability berdampak pada konflik dalam keluarga, konflik terjadi

karena ketidakmampuan orang tua dalam pembagian tugas mengasuh.

B. Rekomendasi

Hasil penelitian menunjukan bahwa Beban yang dirasakan orang tua

(subjek penelitian) atas kehadiran lebih dari satu anak Intellectual

Disability yaitu adanya beban objektif dan beban subjektif. Beban objektif

ditandai dengan adanya respon psikologis atas kehadiran anak Intellectual

Disability. Sedangkan beban subjektif ditandai dengan adanya perubahan

emosional selama mengasuh anak Intellectual Disability, perlakuan selama

mengasuh anak Intellectual Disability, beban pekerjaan, beban finansial,

beban kesehatan fisik orang tua, dan hubungan pernikahan. Oleh karena

itu direkomendasikan sebagai berikut:

1. Bagi Orang Tua

a. Diharapkan orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability

harus bisa menyadari dan mau merubah pandangan bahwa

memiliki anak Intellectual Disability adalah bukan merupakan

hukuman atau aib bagi orang tua, tetapi merupakan titipan dari

Tuhan yang sama seperti anak pada umumnya.

b. Orang tua harus bisa memerlakukan anak tersebut seperti anak

pada umumnya. Sebagai contoh orang tua harus bisa

memandirikan anak yang mengalami Intellectual Disability

(40)

dengan begitu akan mengurangi kekhawatiran orang tua akan masa

depan anaknya. Langkah-langkah memandirikan anak dapat dilihat

pada lampiran 1 halaman 90.

c. Hukuman yang diberikan orang tua seharusnya hanya semata-mata

untuk menakut-nakuti anak agar anak tidak melakukan

pelanggaran atau perbuatan yang dilarang, bukan berupa hukuman

fisik.

d. Orang tua sebagai panutan bagi anak-anaknya seharusnya

menerapkan pola asuh yang sama, sehingga tidak membuat anak

kebingungan.

e. Diharapkan mengikuti parent suport grup yang anggotanya orang

tua yang memiliki anak Intellectual Disability, parent suport grup

ini berfungsi sebagai tempat berkumpulnya orang tua yang

memiliki anak Intellectual Disability untuk berbagi pengetahuan,

pengalaman, dan perasaan dalam mengelola beban selama

mengasuh anak yang mengalami Intellectual Disability.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini

menggunakan metode dan desain yang berbeda untuk memperoleh

pengetahuan yang lebih luas mengenai fenomena atau pengalaman

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Aldosari, M. S. dan Pufpaff, L. A. (2014) Sources of Stress among Parents of Children with Intellectual Disabilities. The Journal of Special Education Apprenticeship. Vol 3 (1).

Andryani, M. dan Triana, N.Y. (2012) Stres dan Koping Keluarga Dengan Anak Tunagrahita di SLB C dan SLB C1 Widya Bhakti Semarang. [online]. Tersedia di: http://www.core.ac.uk/download/pdf/11. Diakses 10 Juni 2015.

Apryanti. (2009) Gara-gara Anak Tunagrahita. [online]. Tersedia di: http://www.groups.yahoo.com. Diakses 29 Juni 2015.

Berns, R.M (1997) Child, Family, School, Community Social adn Suport. Harcourt Brace Collage Publihers

Brooks, J. B. (2001) Parenting. Mayfield Publish Compay.

Chusna, A. (2008) Pengaruh Sikap Overprotective Orang Tua Terhadap Sikap Mandiri Anak. (Tesis) Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang.

Creswell, J. W. (2008) Education research:planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitative research. USA: Person Educational Inc.

Departemen Sosial. (2008) Pedoman Penanganan Kasus Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum (ABH). Jakarta: Direktorat Pelayanan Sosial Anak Dirjen Yanrehsos.

Fitryasari, R (2009) Pengalaman Keluarga dalam Merawat Anak Autis di Sekolah Kebutuhan Khusus Bangsa Surabaya. (Tesis Program Pascasarjana. Universitas Indonesia, Depok.

Ginintasasi, R. (2009) Kontribusi Pola Pengasuhan Orang Tua Terhadap Perkembangan Kemandirian dan Kreativitas Anak. Bandung: UPI.

(42)

Hastuti, D. (2010) Pengasuhan: Teori, Prinsip, dan Aplikasinya. Bogor: Departement Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Lidanial. (2014) Problematika yang Dihadapi Keluarga Dari Anak Dengan Intellectual Disability. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana) Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Naem, M. Mahmood, T. Hussain, A. dan Sher, A. (2011) Role of Parents in Training of Children with Intellectual Disability. International Journal of Humanities and Social Science, Vol. 1 No. 9.

Napolion, K. (2010) Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Anak Tunagrahita Di Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor 2010: Studi Fenomenologi. (Tesis Program Pascasarjana). Universitas Indonesia, Depok.

Musfita, R. (2014) Studi Kasus Pelaksanaan Intervensi Terhadap Anak dengan Hambatan Komunikasi di Keluarga. (Tesis Program Magister Sekolah Pascasarjana) Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Parenting a Child with Special Needs. (2003) National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHYC).

Ramanda, A.N. (2008) Dinamika Penerimaan Ibu Terhadap Anak Tunagrahita. (Skripsi Fakultas Psikologi). Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Rozali, M. (2012) Hukuman Dalam Dunia Pendidikan: Haruskan ada hukuman dalam mendidik anak? [online]. Tersedia di : http://www.muhamad-rozali.blogsot.com. Diakses 10 Juli 2015.

Soemantri, T.S. (2006) Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung. PT. Refika Aditama

Sugiyono. (2012) Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Tohirin. (2012) Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseing. Jakarta: PT. Grafindo Persada.

(43)

Wong, S. Wong, T. Martinson, I. Lai, A. Chen, W. dan He, Y. (2004) Needs of Chinese parents of children with developmental disability. Journal of Learning Disabilities, Vol 8 (2); hlm, 141-158.

Gambar

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara dan Observasi
Tabel 3.2 Instrumen Wawancara dan Observasi

Referensi

Dokumen terkait

DAFTAR PROGRAM STUDI TADRIS PADA PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (PTAIN).. Tadris

Ujian test tulis diberikan kepada mahasiswa dalam bentuk pilihan ganda sebanyak 100 soal yang terdiri dari 30 butir soal untuk menguji materi hafalan juz amma, 20 butir

Hasil temuan penelitian ini menunjukan bahwa: (1) SOIna adalah satu-satunya organisasi di Indonesia yang menyelenggarakan pelatihan dan kompetisi olahraga bagi

Rasa syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan rahmatNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah berupa skripsi berjudul Evaluasi

Individu dengan kepribadian tipe B bekerja dengan nyaman tanpa usaha untuk memerangi situasi yang mereka hadapi secara kompetitif dalam menghadapi tekanan, waktu, sikap dan

Agent dapat mengatasi masalah latency dengan mengurangi kapasitas jaringan sehingga waktu yang dibutuhkan untuk melalui jaringan tersebut bisa dikurangi. Maka agent

Selanjutnya dikatakan oleh Soegiarto (1986), Mohr dan Scopfer (1995) dalam Kune (2007), bahwa faktor penting yang mempengaruhi laju pertumbuhan rumput laut adalah

Ada sebagian orang yang senang sekali membatasi hidup orang lain berdasarkan warna yang dia gunakan, misalnya mengatakan “kamu sih suka baju warna hitam,