• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SMA."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMAHAMAN MATEMATIS

SISWA SMA

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

Handayani Eka Putri NIM 1302215

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMAHAMAN MATEMATIS

SISWA SMA

Oleh:

Handayani Eka Putri

S.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia, 2012

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Departemen Program S2/S3 Pendidikan

Matematika

© Handayani Eka Putri, 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2015

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

(3)

HANDAYANI EKA PUTRI

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMAHAMAN MATEMATIS

SISWA SMA

disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing

Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M. Kes. NIP. 19680511 199101 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Program S2/S3 Pendidikan Matematika

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat proses pembelajaran matematika berlangsung, sebenarnya siswa tidak hanya dituntut untuk mendapatkan informasi serta menghapal berbagai aturan-aturan, rumus-rumus, definisi-definisi serta berbagai macam prosedural dalam matematika, namun keaktifan siswa sangat diperlukan, sehingga pengetahuan matematika dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Hal ini sejalan dengan pendekatan kontruktivisme yang dinyatakan oleh Piaget (Cole dan Wertsch, 1996) bahwa anak secara individual mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui tindakan mereka terhadap alam sekitarnya, atau dapat dikatakan “to understand is

to invent”. Tentunya hal ini harus menjadi perhatian bagi para pendidik, mengingat bahwa kemampuan pemahaman matematis penting untuk dimiliki oleh siswa.

(5)

dapat digunakan dalam memecahkan masalah-masalah baru. Oleh karena itu kemampuan pemahaman matematis merupakan kemampuan yang penting untuk dimiliki siswa.

Kemampuan pemahaman matematis erat kaitannya dengan kemampuan representasi matematis. Bagaimana caranya agar dapat menggambarkan pemahaman siswa tentang konsep matematika tersebut? Terdapat sebuah contoh dalam NCTM (2001), misalnya siswa diberikan angka -3, mungkin itu hanya dilihat sebagai tanda minus atau tanda negatif yang kemudian diikuti oleh angka 3, tapi mungkin ada juga siswa yang telah membentuk suatu pemahaman terhadap konsep yang berkaitan, tetapi gagal untuk mengasosiasikannya ke dalam notasi simbolis. Siswa lain mungkin memiliki sedikit atau tidak ada gagasan sama sekali mengenai angka negatif atau bahkan melihat angka kurang dari nol sebagai mustahil. Dari contoh tersebut dapat kita lihat bahwa setiap siswa masing-masing memiliki representasi internal yang berbeda-beda, atau istilah lainnya seperti yang diutarakan oleh Kosslyn dan Palmer (NCTM, 2001) yaitu “mental

representation” siswa.

(6)

menjelaskan bahwa interaksi ini disoroti dengan beberapa contoh dari tindakan anak dalam menetapkan makna matematika sebagai struktur, tugas representasi eksternal dan membangun kepribadian, serta representasi internal dari lambang angka.

Terdapat sepuluh standar pemahaman, pengetahuan dan keterampilan yang harus diperoleh dari siswa pra-TK hingga siswa kelas XII dalam NCTM (2000) yaitu:

1. Standar Isi: Operasi bilangan, Aljabar, Geometri, Pengukuran, Analisis data dan Probabilitas.

2. Standar Proses: Problem Solving, Penalaran dan Pembuktian, Komunikasi, Koneksi, dan Representasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan representasi matematis pada siswa sangat diperlukan, yang sejalan dengan pendapat Abdullah (2013) bahwa “Dalam pengajaran matematika, kemampuan mengungkapkan gagasan/ide matematis dan merepresentasikan gagasan/ide matematis dapat merupakan suatu hal yang harus dilalui oleh setiap orang yang sedang belajar matematika”. Selain itu, Thomas dan Hong (2001) sangat setuju dengan pernyataan Lesh bahwa "... kefasihan representasional adalah jantung dari "memahami" hal-hal penting yang mendasari dalam konstruksi matematika"

Bruner (Salkind, 2007) mengatakan bahwa “The power of a representation can . . . be described as its capacity, in the hands of a learner, to connect matters

that, on the surface, seem quite separate. This is especially crucial in

(7)

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman matematis dan representasi matematis merupakan kemampuan yang harus siswa miliki. Namun, pada kenyataannya kemampuan pemahaman dan representasi matematis siswa di indonesia belum sepenuhnya baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdi, Ikhsan, & Marwan (2013) yang menunjukan hasil rata-rata tes soal matematika siswa SMA setara PISA masih dibawah level satu, yang berarti siswa belum mampu menyelesaikan soal matematika setara PISA, padahal soal-soal PISA merupakan soal-soal literasi matematis yang dalam penyelesaiannya menuntut siswa untuk memiliki kemampuan pemahaman serta representasi matematis. Dari penelitian yang dilakukan oleh Febriansyah, dkk. (2014) juga dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman matematis siswa SMA masih tergolong kurang. Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Handayani, dkk. (2014) menunjukkan bahwa kemampuan representasi matematis siswa SMA masih dikategorikan rendah yaitu dengan persentase rerata skor sebesar 40,62% dari skor ideal. Begitu juga data yang dihasilkan dari penelitian Ansari (2014) diketahui bahwa persentase penggunaan aspek representasi matematis siswa SMA dalam menyelesaikan soal tes sebesar 36,1%, hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kemampuan representasi siswa SMA.

(8)

Strategi konflik kognitif merupakan strategi pembelajaran yang berdasarkan pada pendekatan kontruktivisme. Lee, dkk. (2003) menyebutkan bahwa konflik kognitif adalah keadaan persepsi disaat seseorang menyadari perbedaan antara struktur kognitif dengan lingkungannya (informasi eksternal), atau antara komponen-komponen yang berbeda (misalnya, konsepsi, keyakinan, substruktur dan sebagainya) dari struktur kognitif seseorang. Menurut teori Piaget (Lee, dkk., 2003), ketika seorang anak mengakui konflik kognitif (disequilibrium), pengakuan ini memotivasi dia untuk mencoba menyelesaikan konflik. Piaget menyebut proses penyelesaian konflik ini adalah ''equilibrium''. Menurutnya, equilibrium mengacu pada proses pengaturan diri yang memelihara keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.

Sejak 1980-an menurut Lee, dkk. (2003) penggunaan konflik kognitif sebagai strategi pengajaran telah populer di bidang pendidikan sains dan sejumlah besar peneliti berpendapat bahwa konflik kognitif memiliki peran penting dalam perubahan konseptual, artinya strategi konflik kognitif mampu untuk membentuk pemahaman konsep pada siswa, atau dapat dikatakan representasi internal

(representasi mental) pada siswa. Hal yang sama dikemukakan oleh Salkind

(2007) bahwa untuk memahami sistem representasi eksternal, siswa harus

memproses mereka secara internal, Oleh karena itu, pembelajaran dengan strategi

konflik kognitif diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman serta

representasi matematis pada siswa. Selain itu hal ini didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Mariawan (1997) yang menunjukkan bahwa strategi konflik kognitif dapat meningkatkan rata-rata prestasi belajar siswa sebesar 75%.

Prata, dkk. (2009) menyebutkan banyak peneliti telah menemukan hasil

yang menunjukkan bahwa konflik kognitif dalam pembelajaran muncul dari

proses kolaborasi, ketika siswa saling terlibat untuk mengkonstruksi pengetahuan

secara bersama-sama. Bahkan, Moshman dan Geil, serta Kruger (Prata, dkk.,

2009) mengklaim bahwa konflik kognitif yang produktif berlangsung hanya

dalam konteks kerjasama, dan tidak melalui persaingan atau konflik interpersonal.

Moshman dan Geil melihat bahwa konflik kognitif yang produktif tidak muncul

dari siswa yang berdebat untuk mendukung pandangan mereka sendiri, tetapi dari

(9)

mengutarakan bahwa model pembelajaran kooperatif memberi kesempatan pada

siswa guna menganalisis dan mengevaluasi pemikiran matematis mereka. Oleh

karena itu, di dalam penelitian ini penulis akan menerapkan strategi konflik

kognitif dengan model kooperatif dalam meningkatkan kemampuan representasi matematis dan kemampuan pemahaman matematis siswa.

(10)

kognitif dengan siswa yang mendapat model pembelajaran kooperatif jika ditinjau berdasarkan KAM (tinggi, sedang, rendah).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa SMA yang mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif lebih baik dari pada siswa yang mendapat model pembelajaran kooperatif? 2. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa SMA yang

mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif lebih baik dari pada siswa yang mendapat model pembelajaran kooperatif jika ditinjau berdasarkan KAM (tinggi, sedang, rendah)?

3. Apakah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa SMA yang mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif lebih baik dari pada siswa yang mendapat model pembelajaran kooperatif? 4. Apakah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa SMA yang

mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif lebih baik dari pada siswa yang mendapat model pembelajaran kooperatif jika ditinjau berdasarkan KAM (tinggi, sedang, rendah)?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji:

1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa SMA yang mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif dan siswa yang mendapat model pembelajaran kooperatif.

(11)

3. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa SMA yang mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif dan siswa yang mendapat model pembelajaran kooperatif.

4. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa SMA yang mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif dan siswa yang mendapat model pembelajaran kooperatif jika ditinjau berdasarkan KAM (tinggi, sedang, rendah).

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: 1. Siswa

Meningkatkan kemampuan representasi dan kemampuan pemahaman matematis siswa.

2. Guru

Dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran di sekolah dalam meningkatkan kemampuan representasi dan kemampuan pemahaman matematis siwa.

3. Sekolah dan peneliti

(12)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peningkatan kemampuan representasi matematis serta kemampuan pemahaman matematis siswa pada dua kelompok siswa, yaitu kelompok eksperimen yang memperoleh perlakuan model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif dan kelompok kontrol yang mendapatkan perlakuan model pembelajaran kooperatif. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dimana pada penelitian ini peneliti tidak dapat melakukan pengambilan subjek yang dikelompokan secara acak, tetapi keadaan subjek diterima sebagaimana adanya. Hal ini dikarenakan pengambilan subjek yang dikelompokan secara acak dapat mengganggu jadwal pelajaran yang telah dimiliki sekolah secara keseluruhan.

Pada penelitian ini terdapat dua kelompok siswa yang mendapat perlakuan berbeda, yaitu kelompok ekpserimen atau disebut kelas eksperimen dan kelompok kontrol atau disebut kelas kontrol. Sebelum kedua kelas diberikan perlakuan pembelajaran, mula-mula kedua kelas diberikan pretes kemampuan representasi matematis dan pretes kemampuan pemahaman matematis. Kemudian kelas eksperimen diberikan perlakuan model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif sedangkan kelas kontrol diberikan perlakuan model pembelajaran kooperatif saja. Setelah perlakuan selesai dilakukan, kedua kelas diberikan postes kemampuan representasi matematis dan postes kemampuan pemahaman matematis untuk mengetahui peningkatan kemampuan yang terjadi setelah diberikan kedua perlakuan yang berbeda.

Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen non-equivalent group (Ruseffendi, 2005) dengan pola sebagai berikut:

0 X 0 0 0 Keterangan:

0 : pre-test atau post-test

(13)

B. Populasi dan Sampel

Dalam melakukan penelitian tidak terlepas dari sumber data atau objek/subjek penelitian yang merupakan komponen sebagai sumber diperolehnya data. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 9 Bandung pada semester dua Tahun Ajaran 2014/2015, sedangkan penentuan sampel penelitiannya ditentukan menggunakan teknik purposive sampling, tujuannya adalah agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal kondisi subjek penelitian, waktu penelitian, tempat penelitian dan prosedur perijinan, sehingga berdasarkan teknik tersebut diperoleh dua kelas yang dijadikan sebagai sampel penelitian yaitu kelas kontrol dengan siswa berjumlah 31 dan kelas eksperimen dengan siswa berjumlah 34, kedua kelas ini memiliki kemampuan sama/setara. Setiap kelas dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) siswa, yaitu kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Kelas eksperimen diberi model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif dan kelas kontrol diberi model pembelajaran kooperatif.

Kemampuan awal matematis (KAM) siswa adalah kemampuan matematis yang dimiliki oleh siswa sebelum pembelajaran berlangsung. Untuk mengelompokkan siswa berdasarkan KAM, data nilai siswa diambil dari rata-rata nilai ulangan harian sebelumnya dari masing-masing kelas. Kriteria pengelompokan KAM tersebut berdasarkan pada acuan normatif (Arikunto, 2013), yaitu pengelompokan dengan mengambil kedua kutub, 27% skor teratas sebagai kelompok tinggi, 46% skor tengah sebagai kelompok sedang, dan 27% skor terbawah sebagai kelompok rendah.

C. Definisi Operasional

Menghindari terjadinya kesalahan dalam penafsiran judul makalah ini, maka penulis memberikan penjelasan istilah-istilah pokok:

(14)

a. Pemahaman instrumental : Menghapal rumus/prinsip, dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana dan mengerjakan pehitungan secara algoritmik;

b. Pemahaman relasional : Mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar serta menyadari prosesnya

2. Kemampuan representasi matematis adalah kemampuan siswa dalam membuat bentuk-bentuk pengganti dalam menyajikan kembali suatu permasalahan matematika sehingga dapat digunakan untuk membuat suatu solusi atau dalam menyelesaikan masalah matematika. Adapun indikator kemampuan representasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah

b. Membuat persamaan, model matematik, atau representasi dari representasi lain yang diberikan

c. Menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah matematik dengan kata-kata

3. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa secara berkelompok secara bekerja sama menyelesaikan suatu tugas atau proyek berdasarkan pada kondisi dan kriteria tertentu. Adapun langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut: (1) Siswa diberikan apersepsi, (2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, (3) Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3-4 siswa, (4) Siswa berdiskusi menyelesaikan LKS yang diberikan bersama anggota kelompoknya, (5) Beberapa siswa sebagai perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi yang diperoleh, (6) Siswa dan guru menyimpulkan materi pelajaran yang telah dipelajari bersama-sama.

(15)

pembelajaran strategi konflik kognitif adalah Prior learning needed, Comfort zone, Exploration, Trigger, Konflik Kognitif, dan Resolusi.

5. Kemampuan awal matematis siswa adalah seperangkat pengetahuan dan keterampilan matematis yang telah dimiliki siswa sebelum siswa mendapatkan pembelajaran.

D. Keterkaitan antar Variabel dan Prosedur Penelitian

Penelitian ini melibatkan variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Adapun variabel bebasnya adalah model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif dan model pembelajaran kooperatif, variabel terikatnya adalah kemampuan representasi matematis dan kemampuan pemahaman matematis siswa, serta variabel kontrolnya adalah kemampuan awal matematis siswa.

Keterkaitan antara tiga variabel tersebut disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.1

PemTKo: Kemampuan pemahaman matematis kelompok siswa yang memiliki KAM tinggi dan diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif.

(16)

PemRKo: Kemampuan Pemahaman Matematis kelompok siswa yang memiliki KAM rendah dan diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif.

PemTKn: Kemampuan Pemahaman Matematis kelompok siswa yang memiliki KAM tinggi dan diajarkan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif.

PemSKn: Kemampuan Pemahaman Matematis kelompok siswa yang memiliki KAM sedang dan diajarkan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif.

PemRKn: Kemampuan Pemahaman Matematis kelompok siswa yang memiliki KAM rendah dan diajarkan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif.

ReTKo : Kemampuan Representasi Matematis kelompok siswa yang memiliki KAM tinggi dan diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif.

ReSKo : Kemampuan Representasi Matematis kelompok siswa yang memiliki KAM sedang dan diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif.

ReRKo : Kemampuan Representasi Matematis kelompok siswa yang memiliki KAM rendah dan diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif.

ReTKn : Kemampuan Representasi Matematis kelompok siswa yang memiliki KAM tinggi dan diajarkan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif.

ReSKn : Kemampuan Representasi Matematis kelompok siswa yang memiliki KAM sedang dan diajarkan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif.

ReRKn : Kemampuan Representasi Matematis kelompok siswa yang memiliki KAM rendah dan diajarkan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif.

(17)

meningkatkan kemampuan pemahaman dan representasi matematis siswa ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Prosedur dalam penelitian ini dijelaskan melalui diagram berikut:

Gambar 3.1

Langkah-langkah Penelitian

Studi pendahuluan : Identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, studi literature, dll

Penyusunan instrumen dan bahan ajar

Uji coba instrumen

Analisis hasil uji coba dan perbaikan instrumen

Penentuan subjek penelitian

Pretes

Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi Konflik Kognitif

Implementasi Model Pembelajaran

Kooperatif

Tes kemampuan representasi dan kemampuan pemahaman matematis

Pengumpulan data

Pengolahan data dan analisis data

Analisis temuan/ Pembahasan

(18)

E. Bahan Ajar

Perangkat pembelajaran dan bahan ajar dirancang berdasarkan pada karakterisitik model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif untuk kelas eksperimen dan model pembelajaran kooperatif untuk kelas kontrol. Perangkat pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terdiri dari enam kali pertemuan tatap muka di setiap masing-masing kelas, sedangkan bahan ajar dalam penelitian ini adalah bahan ajar yang digunakan pada saat pembelajaran berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) kelas eksperimen dan Lembar Kerja Siswa (LKS) kelas kontrol.

Sebelum perangkat pembelajaran serta bahan ajar ini digunakan dalam peneltian, perangkat pembelajaran dan bahan ajar ini dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dosen pembimbing, hal ini bertujuan untuk mengetahui kualitas perangkat pembelajaran dan bahan ajar yang telah dibuat serta untuk melihat kesesuaian perangkat pembelajaran dan bahan ajar dengan model pembelajaran yang dilaksanakan.

F. Instrumen Penelitian

Perolehan data dalam penelitian ini menggunakan dua macam intrumen, yaitu instrumen tes dan instrumen non tes. Instrumen tes berupa seperangkat soal untuk mengukur kemampuan representasi matematis dan pemahaman matematis siswa, sedangkan instrumen non tes adalah lembar observasi.

1. Tes Kemampuan Representasi dan Pemahaman Matematis

Tes kemampuan representasi dan pemahaman matematis yang digunakan pada penelitian ini berbentuk tes uraian. Tes dilakukan sebelum diberikan perlakuan (pretes). Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan representasi dan pemahaman awal siswa. Kemudian dilakukan postes, yaitu untuk mengetahui kemampuan representasi dan pemahaman siswa setelah pembelajaran selesai dilakukan.

(19)

matematis dan indikator kemampuan pemahaman matematis. Adapun langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam membuat tes kemampuan representasi dan pemahaman matematis yaitu membuat kisi-kisi soal yang sesuai dengan kompetensi dasar, indikator kemampuan yang diukur, butir soal, serta kunci jawaban. Bahan tes diambil dari materi pelajaran matematika SMA kelas X semester genap dengan mengacu pada Kurikulum 2013 pada materi Geometri.

Indikator kemampuan representasi yang termuat pada butir soal dalam penelitian ini adalah 1) Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah, 2) Membuat persamaan, model matematik, atau representasi dari representasi lain yang diberikan, dan 3) Menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah matematik dengan kata-kata. Selanjutnya indikator kemampuan pemahaman yang termuat pada butir soal dalam penelitian ini adalah 1) Pemahaman instrumental : Menghapal rumus/prinsip, dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana dan mengerjakan pehitungan secara algoritmik, serta 2) Pemahaman relasional : Mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar serta menyadari prosesnya.

Sebelum instrumen tes digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen ke siswa yang bukan merupakan dari sampel penelitian. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen tersebut memenuhi kriteria kelayakan instrumen. Instrumen tes ini diujicobakan kepada siswa kelas XII IPA 2 sebanyak 40 siswa SMA Negeri 9 Bandung untuk kemampuan representasi dan pemahaman masalah. Uji coba tes ini dilakukan kepada siswa-siswi yang sudah pernah mendapatkan materi Geometri. Kemudian data yang diperoleh dari ujicoba tes kemampuan representasi dan pemahaman matematis ini dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran tes tersebut dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel 2010.

a. Pengujian Validitas Butir Soal

Nilai validitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien korelasi product moment. Rumus korelasi produk moment dengan menggunakan angka kasar (raw score) (Arikunto, 2013) sebagai berikut:

� = � ∑ − ∑ ∑

(20)

dengan: n = Jumlah Siswa

rxy= koefisien korelasi antara variabel X dengan variabel Y. X = skor siswa pada setiap butir soal

Y = skor total dari seluruh siswa.

Adapun koefisien validitas rxy dibagi ke dalam kategori-kategori seperti berikut ini (Arikunto, 2013):

Tabel 3.2

Klasifikasi Koefisien Validitas

Koefisien Validitas Interpretasi 0,80

rxy

1.00 Sangat tinggi 0,60

rxy < 0.80 Tinggi 0,40

rxy < 0.60 Cukup 0,20

rxy < 0.40 Rendah

rxy <0.20 sangat rendah

Berdasarkan hasil uji coba instrumen tes kemampuan representasi matematis yang telah dilakukan, diperoleh koefisien korelasi skor butir soal dengan skor total yang diperoleh dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dengan mengacu pada klasifikasi di tabel 3.2 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Representasi Matematis

No. Soal Koefisien Korelasi Validitas Interpretasi

1 0,707 Valid Tinggi

2 0,691 Valid Tinggi

4 0,638 Valid Tinggi

5 0,858 Valid Sangat Tinggi

Berdasarkan Tabel 3.3 di atas, dapat dilihat bahwa empat soal yang diujikan adalah valid. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tes kemampuan representasi matematis layak untuk digunakan.

(21)

Tabel 3.4

Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

No. Soal Koefisien Korelasi Validitas Interpretasi

3 0,538 Valid Cukup

6 0,809 Valid Sangat Tinggi

7 0,848 Valid Sangat Tinggi

Berdasarkan Tabel 3.4 di atas, dapat dilihat bahwa tiga soal yang diujikan adalah valid. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tes kemampuan pemahaman matematis layak untuk digunakan.

b. Pengujian Reliabilitas

Arikunto (2013) menyatakan bahwa instrumen dikatakan baik dan memiliki taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap, atau yang disebut sebagai reliabilitas tes.

Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan rumus Cronbach-Alpha (Arikunto, 2013) seperti berikut:

� = ( � − )� −∑ �

Kategori untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat digunakan kategori-kategori sebagai berikut (Arikunto, 2013):

Tabel 3.5

(22)

kemampuan representasi matematis dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dengan mengacu pada klasifikasi di tabel 3.5 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6

Hasil Uji Reliabilitas Tes Kemampuan Representasi Matematis

Reliabilitas Tes Interpretasi

0,70 Tinggi

Berdasarkan tabel 3.6 di atas, dapat dilihat bahwa koefisien reliabilitas empat soal tes kemampuan representasi matematis termasuk ke dalam kategori tinggi. Hal ini berarti bahwa instrumen tes kemampuan representasi matematis ini akan memberikan hasil yang relatif tidak berubah walaupun diujikan pada situasi yang berbeda.

Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas tes kemampuan pemahaman matematis dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dengan mengacu pada klasifikasi di tabel 3.5 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.7

Hasil Uji Reliabilitas Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

Reliabilitas Tes Interpretasi

0,57 Cukup

Berdasarkan tabel 3.7 di atas, dapat dilihat bahwa koefisien reliabilitas tiga soal tes kemampuan pemahaman matematis termasuk ke dalam kategori cukup. Hal ini berarti bahwa instrumen tes kemampuan pemahaman matematis ini akan memberikan hasil yang relatif tidak berubah walaupun diujikan pada situasi yang berbeda.

c. Daya Pembeda

Arikunto (2013) menyatakan bahwa daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang tidak pandai (berkemampuan rendah). Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun siswa tidak pandai, maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda.

Adapun rumus untuk menentukan daya pembeda soal tipe uraian (Suherman, dkk., 2003) adalah sebagai berikut:

(23)

dengan:

A

X = rata-rata skor kelompok atas untuk soal itu,

B

X = rata-rata skor kelompok bawah untuk soal itu,

SMI = skor maksimal ideal (bobot).

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang digunakan (Suherman, dkk., 2003) adalah:

Tabel 3.8

Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda

Besarnya DP Interpretasi

�� ≤ , Sangat Jelek

, < �� ≤ , Jelek

, < �� ≤ , Cukup

, < �� ≤ ,7 Baik

,7 < �� ≤ , Sangat Baik

Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda tes kemampuan representasi matematis dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dengan mengacu pada klasifikasi di tabel 3.8 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.9

Daya Pembeda Tes Kemampuan Representasi Matematis

No. Soal Koefisien Daya Pembeda Interpretasi

1 0,49 Baik

2 0,49 Baik

4 0,43 Baik

5 0,75 Sangat Baik

Berdasarkan tabel 3.9 di atas, dapat dilihat bahwa koefisien daya pembeda empat soal tes kemampuan representasi matematis termasuk ke dalam kategori baik dan sangat baik, artinya soal tes kemampuan representasi matematis ini baik digunakan untuk instrumen penelitian.

(24)

Tabel 3.10

Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

No. Soal Koefisien Daya Pembeda Interpretasi

3 0,36 Cukup

6 0,45 Baik

7 0,85 Sangat Baik

Berdasarkan tabel 3.10 di atas, dapat dilihat bahwa koefisien daya pembeda tiga soal tes kemampuan pemahaman matematis termasuk ke dalam kategori cukup, baik dan sangat baik, artinya soal tes kemampuan pemahaman matematis ini baik digunakan untuk instrumen penelitian.

d. Indeks Kesukaran

Arikunto (2013) menyatakan bahwa soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar, soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha dalam memecahkannya, sedangkan soal yang terlalu sulit juga akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi menyelesaikannya.

Adapun rumus untuk menentukan indeks kesukaran butir soal (Suherman, dkk., 2003) yaitu:

X = rata-rata skor untuk soal itu SMI = skor maksimal ideal (bobot) IK = Indeks Kesukaran

(25)

Berdasarkan hasil perhitungan indeks kesukaran tes kemampuan representasi matematis dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dengan mengacu pada klasifikasi di tabel 3.11 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.12

Indeks Kesukaran Tes Kemampuan Representasi Matematis

No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,60 Sedang

2 0,34 Sedang

4 0,44 Sedang

5 0,36 Sedang

Berdasarkan tabel 3.12 di atas, indeks kesukaran dari empat soal tes representasi matematis termasuk dalam kategori sedang.

Berdasarkan hasil perhitungan indeks kesukaran tes kemampuan pemahaman matematis dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dengan mengacu pada klasifikasi di tabel 3.11 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.13

Indeks Kesukaran Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

3 0,71 Mudah

6 0,17 Sukar

7 0,53 Sedang

Berdasarkan tabel 3.13 di atas, indeks kesukaran dari soal nomor 3, masuk kategori mudah, soal nomor 7 tes pemahaman matematis termasuk dalam kategori sedang, sedangkan soal nomor 6 termasuk dalam kategori sukar.

Adapun rekapitulasi hasil uji coba instrumen adalah sebagai berikut:

Tabel 3.14

Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Kemampuan Representasi dan Pemahaman Matematis

Reliabilitas Tinggi Cukup

Daya

(26)

2. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru, serta keterlaksanaan kriteria selama proses pembelajaran berlangsung di kedua kelas. Aktivitas siswa yang diamati meliputi sikap siswa dalam memperhatikan penjelasan guru, tanya jawab antara siswa dan guru, mengemukakan pertanyaan dan ide untuk menyelesaikan masalah, bekerjasama dalam kelompok, serta menanggapi hasil penyelesaian dalam permasalahan orang lain. Sedangkan aktivitas guru yang diamati adalah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran sesuai dengan perangkat pembelajaran yang telah dibuat serta model pembelajaran untuk mengetahui apakah proses pembelajaran telah dilaksanakan dengan maksimal. Selain itu, lembar observasi ini dapat dijadikan bahan refleksi untuk memperbaiki proses pembelajaran berikutnya. Selanjutnya data hasil observasi ini dihitung rata-rata dan dibuat dalam bentuk persentase.

G. Prosedur pelaksanaan penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap analisis data, dan tahap pembuatan kesimpulan.

1. Tahap Persiapan

a. Membuat rancangan penelitian yang dilanjutkan dengan seminar proposal. b. Perizinan penelitian.

c. Menentukan subjek penelitian yaitu menentukan kelompok eksperimen yang diberi model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif dan kelompok kontrol yang diberi model pembelajaran kooperatif. d. Menyusun instrumen penelitian serta perangkat pembelajaran yang diperlukan seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS).

e. Melakukan uji coba instrumen.

f. Merevisi instrumen tes kemampuan representasi dan pemahaman matematis.

2. Tahap Pelaksanaan

(27)

b. Implementasi pembelajaran, yaitu model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif dan model pembelajaran kooperatif.

c. Melakukan observasi pembelajaran selama pembelajaran berlangsung. d. Melakukan post-test.

3. Tahap Analisis Data

a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif dari kedua kelas. b. Mengolah dan menganalisis hasil data yang diperoleh untuk menjawab

rumusan masalah dalam penelitian.

4. Tahap Pembuatan Kesimpulan

Membuat kesimpulan hasil penelitian berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskan.

H. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa data hasil pretes dan postes kemampuan representasi matematis dan kemampuan pemahaman matematis, sedangkan data kualitatif adalah data hadil lembar observasi. Setelah data terkumpul, maka selanjutnya dilakukan proses pengolahan dan analisis terhadap data-data tersebut untuk menguji hipotesis penelitian.

1. Analisis Data Kuantitatif

Analisis data kuantitatif digunakan untuk perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis dan pemahaman matematis antara siswa yang mendapat perlakuan model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif dengan siswa yang mendapat perlakuan model pembelajaran kooperatif. Data yang akan dianalisis adalah hasil pretes, postes dan indeks gain dari masing-masing kemampuan matematis. Untuk pengolahan data menggunakan bantuan program SPSS 22.0 for Windows. Data tersebut diolah melalui tahapan berikut:

(28)

pembelajaran, hal ini dapat dihitung dengan rumus gain ternormalisasi menurut Hake (Izzati, 2010) dengan rumus:

Gain ternormalisasi (g) = � –

� � � −

Hasil perhitungan N-gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan kategori menurut Hake (Susanto, 2012) yaitu:

Tabel 3.15

Klasifikasi Indeks Gain

Besarnya Gain (g) Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g ≤0,7 Sedang

g <0,3 Rendah

b. Pengujian hipotesis 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, dan 9

1) Melakukan uji normalitas data hasil pretes dan N-gain kemampuan representasi matematis dan kemampuan pemahaman matematis siswa dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:

H0 :Data merupakan sampel yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 :Data merupakan sampel yang tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Pengujian normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5% (∝ = 0,05). Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikansi (p-value) pengujiannya lebih kecil dari ∝ = 0,05, maka H0 ditolak.

b) Jika signifikansi (p-value) pengujiannya lebih besar atau sama dengan ∝ = 0,05, maka H0 diterima.

(29)

2) Menguji homogenitas varians skor pretes dan N-gain kemampuan representasi matematis dan kemampuan pemahaman matematis dari kedua kelas. Rumusan hipotesis yang akan diuji adalah :

H0 : σ12= σ22 H1 : σ12≠σ22

Dengan, σ12 = varians skor kelompok eksperimen

σ22 = varians skor kelompok kontrol

Pengujian homogenitasnya menggunakan uji levene’s dengan taraf signifikansi 5% (∝ = 0,05). Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikansi (p-value) pengujiannya lebih kecil dari ∝ = 0,05, maka H0 ditolak.

b) Jika signifikansi (p-value) pengujiannya lebih besar atau sama dengan ∝ = 0,05, maka H0 diterima.

3) Melakukan uji perbedaan rata-rata data N-gain kemampuan representasi matematis dan kemampuan pemahaman matematis dari kedua kelas. Untuk hipotesis 1 2, 3, 4, 6, 7, 8, dan 9, rumusan hipotesis yang akan diuji adalah: H0 : � =�

H1: � >�

Dengan, � = rata-rata skor kelompok eksperimen

� = rata-rata skor kelompok kontrol

Jika kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan kedua kelompok sampel homogen, maka pengujian perbedaan rata-ratanya menggunakan uji t dengan taraf signifikansi 5% (∝ = 0,05).

Adapun rumus uji t nya ialah sebagai berikut (Dowdy, 2004):

� = ̅̅̅ − ̅̅̅ √��

� +���

dengan � = − � + − �

+ −

̅̅̅ = Rata-rata pada distribusi sampel 1

(30)

� = Nilai varians dari distribusi sampel 1

� = Nilai varians dari distribusi sampel 2

� = Jumlah individu pada sampel 1

� = Jumlah individu pada sampel 2

Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikansi (p-value) pengujiannya lebih kecil dari ∝ = 0,05, maka H0 ditolak.

b) Jika signifikansi (p-value) pengujiannya lebih besar atau sama dengan ∝ = 0,05, maka H0 diterima.

Jika kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal tapi kedua kelompok sampel tidak homogen, maka pengujian perbedaan rata-ratanya menggunakan uji t’ dengan taraf signifikansi 5% (∝ = 0,05).

Adapun rumus uji t’ nya ialah sebagai berikut (Dowdy, 2004):

� = ̅̅̅ − ̅̅̅ √�� +��

dengan ̅̅̅ = Rata-rata pada distribusi sampel 1

̅̅̅ = Rata-rata pada distribusi sampel 2

� = Nilai varians dari distribusi sampel 1

� = Nilai varians dari distribusi sampel 2

� = Jumlah individu pada sampel 1

� = Jumlah individu pada sampel 2

Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikansi (p-value) pengujiannya lebih kecil dari ∝ = 0,05, maka H0 ditolak.

b) Jika signifikansi (p-value) pengujiannya lebih besar atau sama dengan ∝ = 0,05, maka H0 diterima.

4) Pengambilan Kesimpulan

(31)

Alur Prosedur Pengolahan Data untuk Hipotesis 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, dan 9 Gambar 3.2

c. Pengujian hipotesis 5 dan hipotesis 10

1) Melakukan uji normalitas data hasil pretes dan N-gain kemampuan representasi matematis dan kemampuan pemahaman matematis siswa pada kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:

H0 :Data merupakan sampel yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 :Data merupakan sampel yang tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Pengujian normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5% (∝ = 0,05). Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikansi (p-value) pengujiannya lebih kecil dari ∝ = 0,05, maka H0 ditolak.

b) Jika signifikansi (p-value) pengujiannya lebih besar atau sama dengan ∝ = 0,05, maka H0 diterima.

Apabila hasil pengujian menunjukan bahwa data merupakan sampel yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan

Data Homogen

Data Tidak Homogen

Uji t Uji t’

Kesimpulan Uji Normalitas

Data Tidak Normal

Data Normal

Uji Homogenitas Indeks Gain

(32)

pengujian homogenitas. Namun apabila data merupakan sampel yang tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal maka uji perbedaan rata-rata menggunakan uji statistik non parametrik Kruskal Wallis.

2) Menguji homogenitas varians skor pretes dan N-gain kemampuan representasi matematis dan kemampuan pemahaman matematis dari kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah. Rumusan hipotesis yang akan diuji adalah :

H0 : σ12= σ22 = σ32

H1 : minimal ada dua varians yang berbeda Dengan, σ12 = varians skor kelompok tinggi

σ22 = varians skor kelompok sedang

σ32 = varians skor kelompok rendah

Pengujian homogenitasnya menggunakan uji levene’s dengan taraf signifikansi 5% (∝ = 0,05). Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikansi (p-value) pengujiannya lebih kecil dari ∝ = 0,05, maka H0 ditolak.

b) Jika signifikansi (p-value) pengujiannya lebih besar atau sama dengan ∝ = 0,05, maka H0 diterima.

3) Melakukan uji perbedaan rata-rata data N-gain kemampuan representasi matematis dan kemampuan pemahaman matematis dari kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah. Rumusan hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : � =� =�

H1: minimal ada dua rata-rata yang berbeda

Jika ketiga kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen, maka pengujian perbedaan rata-ratanya menggunakan uji anova satu jalur dengan taraf signifikansi 5% (∝ = 0,05). Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

(33)

b) Jika signifikansi (p-value) pengujiannya lebih besar atau sama dengan ∝ = 0,05, maka H0 diterima.

Jika ketiga kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal tapi kedua kelompok sampel tidak homogen, maka pengujian perbedaan rata-ratanya menggunakan uji non parametrik yaitu uji Kruskal Wallis dengan taraf signifikansi 5% (∝ = 0,05). Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikansi (p-value) pengujiannya lebih kecil dari ∝ = 0,05, maka H0 ditolak.

b) Jika signifikansi (p-value) pengujiannya lebih besar atau sama dengan ∝ = 0,05, maka H0 diterima.

4) Pengambilan Kesimpulan

Adapun alur prosedur pengolahan data untuk menguji hipotesis 5 dan 10 adalah sebagai berikut:

(34)

2. Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif digunakan untuk menganalisis data hasil observasi. Data hasil observasi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Data hasil observasi yang dianalisis berupa data deskriptif yaitu dengan membandingkan antara hasil observasi dengan prosedur pelaksanaan pembelajaran yang telah dirancang oleh peneliti di awal pembelajaran dan menyimpulkan sejauh mana ketercapaian model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif. Untuk dapat membandingkannya, maka diperlukan rata dari ketercapaian kemudian rata-rata tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk persentase dengan menggunakan rumus berikut (Riduwan dan Akdon, 2008) :

�� = �� ×̅� %

Dengan:

AP = Angka Persentase ketercapaian aktivitas.

̅ = Skor rata-rata yang diperoleh

(35)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang diuraikan pada bab IV, diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan representasi dan pemahaman matematis siswa SMA pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif lebih baik dari pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif saja, untuk lebih rinci dapat ditulis sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa SMA pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif tergolong dalam klasifikasi sedang sedangkan pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif tergolong dalam klasifikasi rendah.

2. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa SMA pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif lebih baik dari pada peningkatan kemampuan representasi matematis siswa SMA pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif.

3. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa SMA kelompok tinggi pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif lebih baik dari pada siswa kelompok tinggi pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif.

4. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa SMA kelompok sedang pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif lebih baik dari pada siswa kelompok sedang pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif.

(36)

6. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa SMA antara siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif. 7. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa SMA pada kelas yang

mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif tergolong dalam klasifikasi sedang sedangkan pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif tergolong dalam klasifikasi rendah.

8. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa SMA pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif lebih baik dari pada peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa SMA pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif.

9. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa SMA antara kelompok tinggi pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif dengan kelompok tinggi pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif.

10. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa SMA antara kelompok sedang pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif lebih baik dari pada siswa kelompok sedang pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif.

11. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa SMA antara kelompok rendah pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif lebih baik dari pada siswa kelompok rendah pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif.

12. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa SMA antara siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah pada kelas yang mendapat model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif.

B. Rekomendasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

(37)

alternatif dalam mengatasi kurangnya kemampuan representasi dan pemahaman matematis siswa SMA.

2. Pada pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan strategi konflik kognitif terlihat munculnya kecemasan pada diri siswa dalam menyelesaikan konflik kognitifnya, oleh karena itu kepada para peneliti yang akan melanjutkan penelitian ini disarankan agar meneliti mengenai pengaruh pembelajaran strategi konflik kognitif terhadap tingkat kecemasan siswa.

3. Kepada para peneliti yang akan melanjutkan penelitian ini disarankan agar dalam

melakukan penelitian sebaiknya telah mengetahui kondisi siswa cukup lama,

sehingga peneliti dapat lebih baik lagi dalam membuat

permasalahan-permasalahan yang dapat membuat terjadinya konflik kognitif pada keseluruhan

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Abdi, J., Ikhsan, M., & Marwan. (2013). Meningkatkan kemampuan Siswa Sekolah Menengah Atas dalam menyelesaikan moal matematika metara PISA Melalui mendekatan montruktivisme. Jurnal Peluang, 1 (2), hlm.51-62.

Abdullah, I. H. (2013). Peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan representasi matematis Siswa SMP melalui pembelajaran kontekstual berbasis soft skills. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Alhadad, S. F. (2010). Meningkatkan kemampuan representasi multiple matematis, pemecahan masalah matematis, dan self esteem siswa smp melalui pembelajaran dengan pendekatan open ended. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Alam, B. I. (2012). Meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematika Siswa SD melalui pendekatan realistic mathematics education (RME). Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta, hlm.150-164. Ansari, B. I. (2014). Mengembangkan kemampuan Siswa pada aspek talking and

writing dalam pembelajaran matematika. Jurnal Sains Riset, 4 (1), hlm.1-16.

Arikunto, S. (2013). Dasar- dasar evaluasi pendidikan. Edisi kedua. Jakarta: Bumi Aksara.

Bosse, M. dkk. (2011). Translations among mathematical representations: teacher beliefs and practices. Department of Mathematics, Science, and Instruction Technology Education. Greenville: College of Education, East Carolina University.

Chambers, D. (2009). Putting Research into Practice in the Elementary Grades: Readings from Journals of the NCTM. NCTM. hal.6 –11.

Cole, M., & Wertsch, J. (1996). Beyond the individual–social antimony in discussions of Piaget and Vygotsky. Human Development, hlm.250–256. Dahlan, J., & Dadang, J. (2011). Analisis representasi matematik Siswa Sekolah

Dasar dalam penyelesaian masalah matematika kontekstual. Jurnal UPI, 16 (1), hlm.1-11

Daulay, S. (2006). Pengaruh metode pembelajaran dan kemampuan awal terhadap hasil belajar matematika Siswa (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Negeri Medan, Medan.

(39)

Dowdy, S. dkk.(2004). Statistics for research. Edisi ketiga. New Jersey: Wiley Interscience.

Fajemidagra, O. (1983). Piaget’s construct of equilibration: Its role in cognitive development and it’s implication for mathematics/science instruction in Nigerian Secondary Schools. Journal of STAN, 21 (2), hlm. 56-65.

Fauziah, A. (2010). Peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematik Siswa SMP melalui strategi REACT. Jurnal Forum Kependidikan, 30 (1).

Febriansyah, R. dkk. (2014). Analisis kesulitan Siswa dalam memahami materi persamaan linear dua variabel di Kelas X SMA. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 3 (2).

Felder, R. M & Brent, R. (2007). Cooperative learning. Active Learning: Models from the Analytical Sciences, ACS Symposium Series 970, hlm.34-53. Fonna, M. (2013). Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe cooperative

integrated reading and composition untuk meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Godino, J. D. (1996). Mathematical concepts, Their meanings, and understanding. Prosiding of XX Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. Universitas de Valencia, hlm.417-425.

Handayani, M. dkk. (2014). Mengatasi kesulitan representasi matematis Siswa pada materi SPLDV menggunakan wawancara klinis Kelas X SMA. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 3 (8).

Huda, M. (2014). Model-model pengajaran dan pembelajaran: Isu-isu metodis dan paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ismaimuza (2010). Kemampuan berfikir kritis dan kreatif matematis Siswa SMP melalui pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Izzati, N. (2010). Meningkatkan kemampuan berpikir matematis pada tingkat koneksi dan analisis Siswa MTs Negeri melalui pembelajaran kooperatif Murder (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Jaenudin. (2008). Pengaruh pendekatan kontekstual terhadap kemampuan representasi matematik beragam Siswa SMP. Bandung, Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia.

Kartini. (2009). Peranan representasi dalam pembelajaran matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta, hlm.361-372.

(40)

Kesumawati, N. (2008). Pemahaman konsep matematik dalam pembelajaran matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta, hlm 229 – 235. King, F., Goodson, L., & Rohani, F. (2008). Higher order thinking skills:

definition, teaching strategies, assessment. The Center for Advancement of Learning and Assessment.

Lee, G. dkk. (2003). Development of an instrument for measuring cognitive conflict in Secondary-Level Science Classes. Journal of Research in Science Teaching, 40 (6), hlm. 585–603.

Lundgren, L. (1994). Cooperative Learning in the Science Classroom. Ohio: Glencoe Division of Macmillan/McGraw-Hill School Publishing Company.

Mariawan, I. (1997). Efektifitas strategi konflik kognitif dalam pembelajaran gaya dan tekanan. Aneka Widya STKIP Singaraja.

Mulyati. (2013). Peningkatan kemampuan pemahaman dan representasi matematis Siswa SMA melalui strategi Previev-Question-Read-Reflect-Recite-Review (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

NCTM. (2000). Principles and Standards for school Mathematics. NCTM. (2001). The Roles of Represetation in School Mathematics.

Nugraha, A. (2012). Pengembangan model bahan ajar strategi pembelajaran konflik kognitif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis Siswa SMP (Skripsi). Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Prata, D. dkk. (2009). Detecting and understanding the impact of cognitive and

interpersonal conflict in computer supported collaborative learning environments. Campus Arapiraca - Polo Penedo, Universidade Federal de Alagoas.

Retnawati, H. (2009). Pengaruh kemampuan awal dan kemampuan berfikir logis/penalaran terhadap kemampuan matematika. Universitas Negeri Yogyakarta.

Riduwan, M. B. A & Akdon. (2008). Rumus dan data dalam analisis statistika. Bandung: Alfabeta.

Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-dasar penelitian pendidikan dan bidang non-eksakta lainnya. Bandung: Tarsito.

Salkind, G. M. (2007). Mathematical representations.EDCI 857 Preparation and Professional Development of Mathematics Teachers, George Mason University.

(41)

Suherman, E., dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: FPMIPA UPI.

Suherman, E., & Kusumah, Y. S. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayah Kusuma 157.

Susanto, J. (2012). Pengembangan perangkat pembelajaran berbasis lesson studydengan kooperatif tipe numbered heads together untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA di SD. Journal of Primary Educational, 1 (2), hlm. 71-77.

Thomas, M., & Hong, Y. (2001). Representations as conceptual tools: process and structural perspective. The University of Auckland.

Zulkarnain, I. (2013). Kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis Siswa dalam pembelajaran kooperatif berbasis konflik kognitif (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Gambar

Tabel 3.1 Keterkaitan antar Variabel
Gambar 3.1  Langkah-langkah Penelitian
Tabel 3.2 Klasifikasi Koefisien Validitas
Tabel 3.5 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
+4

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, dan nikmat sehat sehingga penulis dapat

Persespsi/Tanggapan Masyarakat Terhadap Kegiatan Penanaman pada Lahan Kosong dan Restorasi Hutan. No Pertanyaan

Diberitahukan kepada seluruh mahasiswa jurusan Kimia peserta perkuliahan semester gasal tahun akademik 2013/2014, bahwa untuk pengambilan mata kuliah WAJIB

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIC TERHADAP KETERAMPILAN BERMAIN SEPAK BOLA. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Yamaha sebagai produk sepada motor yang sudah mendapat kepercayaan dari masyarakat Indonesia merupakan produk no 2 setelah Honda sebagai pemimpin pasar, tetapi dengan

Metode Empiris adalah metode pembahasan masalah kredit dengan menggunakan nilai-nilai yang didapat dari perhitungan standard jumlah nilai evaluasi (standard credit scoring),

Langkah yang dilakukan organisasi untuk masing-masing alternatif tersebut biasanya adalah; (1) mencari orang-orang berpotensi dari lulusan sekolah atau perguruan tinggi

Perubahan fisiologis yang terjadi selama kehamilan akan mempengaruhi jumlah sel darah normal (Varney, 2007) sehingga dapat menimbulkan bahaya selama kehamilan yaitu