• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI NASIONAL PROGRAM SATUAN PENDIDIKAN AMAN BENCANA Laporan Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI NASIONAL PROGRAM SATUAN PENDIDIKAN AMAN BENCANA Laporan Penelitian"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

EVALUASI NASIONAL

PROGRAM SATUAN PENDIDIKAN AMAN BENCANA

Laporan Penelitian

Diinisiasi oleh:

Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana

Dilaksanakan oleh:

Didukung oleh:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Agama

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Badan Nasional Penanggulangan Bencana

UNICEF

2020

(3)

Halaman 2 dari 100

TIM PENYUSUN

TIM PENULIS Dr. Avianto Amri

Dr. Nuraini Rahma Hanifa Yusra Tebe

Dr. Jonatan Lassa

Giovanni Cynthia Pradipta M. Reperiza Furqon Leslie Nangkiawa KONTRIBUTOR Gisella Nappoe Jeeten Kumar Maora Rianti Nabiilah Mujahidah Putriani Novianty Tsaairoh

DEWAN PENGARAH

• Sekretariat Jenderal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)

• Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)

• Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Khusus, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)

• Direktorat Sekolah Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)

• Direktorat Mitigasi Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

• Direktorat Sistem Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

• Direktorat Kurikulum, Sarana Prasarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK), Kementerian Agama (Kemenag)

• Direktorat Prasarana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)

TIM PENYUNTING Dr. Samto

Mukhlis, ST

Janaka, Msi

Faisal Khalid

Wahyu A. Kuncoro

Nugroho Warman

(4)

Halaman 3 dari 100

SAMBUTAN KETUA SEKRETARIAT NASIONAL SATUAN PENDIDIKAN AMAN BENCANA

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat karunia-Nya, laporan penelitian “Evaluasi Nasional Program Satuan Pendidikan Aman Bencana” ini selesai disusun.

Indonesia memiliki lebih dari 500,000 satuan pendidikan dari berbagai jenjang baik itu pendidikan formal, informal, dan non formal. Di sisi lain, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rawan bencana di dunia. Sehingga, program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) ini penting untuk diterapkan di seluruh satuan pendidikan untuk memastikan seluruh peserta didik dapat belajar secara nyaman dan aman dari ancaman bencana, dapat mendapatkan pengetahuan yang penting yang dapat menyelamatkan hidupnya bila terjadi bencana, serta dapat memulihkan sektor pendidikan dengan segera saat terdampak bencana.

Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana (Seknas SPAB) yang dikoordinir oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta didukung oleh Kementerian Agama, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan juga mitra-mitra Seknas SPAB lainnya telah mendukung implementasi program SPAB yang sudah diinisiasi semenjak tahun 2008 yang merupakan hasil upaya bersama multi pihak dan kolaborasi antara berbagai instansi pemerintah, LSM, akademisi, pihak swasta, dan juga organisasi masyarakat lainnya.

Sehubungan dengan hal tersebut, Seknas SPAB memiliki tugas mengkoordinasikan penyelenggaraan program SPAB, termasuk di dalamnya adalah untuk melakukan evaluasi terhadap program SPAB yang sejauh ini dijalankan, mendokumentasikan praktik-praktik baik, capaian, dan inovasi yang telah dihasilkan, serta mengidentifikasi pembelajaran yang didapat selama ini sehingga bermanfaat untuk merumuskan program SPAB ke depannya. Evaluasi program SPAB ini adalah yang pertama kali dilakukan secara komprehensif yang membahas seluruh komponen program SPAB, baik dari aspek fasilitas atau sarana dan prasarana, manajemen penanggulangan bencana di satuan pendidikan, serta pendidikan pengurangan risiko bencana. Evaluasi ini juga melibatkan berbagai pihak baik di tingkat nasional dan di daerah, termasuk juga sudut pandang dari anak-anak, orang tua, guru dan tenaga pendidikan lainnya, LSM, dan juga para donor.

Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam evaluasi ini, saya sampaikan terima kasih.

Saya berharap laporan evaluasi ini dapat dimanfaatkan dengan baik serta menjadi acuan untuk

seluruh pihak baik dari lembaga pemerintah, non-pemerintah, dan swasta, dalam menyusun

program SPAB ke depannya sehingga bisa menjadi lebih efektif, tepat sasaran, menyasar ke

seluruh satuan pendidikan, dan berjalan secara berkelanjutan.

(5)

Halaman 4 dari 100

SAMBUTAN UNICEF INDONESIA

Situasi pandemi COVID-19 di Indonesia telah menyebabkan terdampaknya akses pendidikan berkualitas bagi lebih dari 68 juta anak dan 4 juta guru dan tenaga pendidikan lainnya di lebih dari 534 ribu sekolah di Indonesia. Situasi ini semakin perlu diwaspadai mengingat Indonesia merupakan negara yang memiliki kerentanan terhadap ancaman alam yang tinggi, baik itu ancaman banjir, tanah longsor, angin puting beliung, gempa, tsunami, letusan gunung api, dan ancaman-ancaman lainnya. Setiap tahunnya, jutaan anak-anak di Indonesia berada di wilayah dengan kerentanan tinggi dari bencana. Oleh karena itu, program satuan pendidikan yang aman bencana (SPAB) menjadi sangat penting, sangat relevan, dan mendesak untuk diwujudkan di Indonesia.

Setiap anak dilindungi hak-haknya dalam Konvensi Hak-hak Anak, yaitu hak untuk hidup, hak tumbuh kembang, hak untuk perlindungan, dan hak untuk berpartisipasi, termasuk juga di dalamnya adalah hak untuk mendapatkan pendidikan yang aman, nyaman, dan berkualitas.

UNICEF mendorong seluruh pihak untuk bekerja bersama dalam memastikan keselamatan seluruh anak-anak saat belajar dan mendidik anak-anak untuk berdaya untuk menghadapi ancaman bencana di masa kini dan masa depan. Evaluasi program SPAB ini menjadi momen yang sesuai untuk mendokumentasikan praktik-praktik baik yang sudah dicapai dan juga pembelajaran yang sudah ada sehingga kita bisa memperkuat koordinasi dan kolaborasi, serta menentukan secara bersama langkah-langkah berikutnya untuk program SPAB yang lebih terintegrasi, menyeluruh, dan berkelanjutan.

UNICEF memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya terhadap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai koordinator Sekretariat Nasional SPAB (Seknas SPAB) beserta Kementerian Agama, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang telah menginisiasi dan mendukung pelaksanaan evaluasi program SPAB ini. Semoga hasil dari evaluasi ini dapat digunakan sebagai acuan bagi berbagai pelaku SPAB di Indonesia yang pada akhirnya kita semua dapat memberikan kontribusi berarti bagi seluruh anak-anak di Indonesia.

Jakarta, 12 Maret 2021

Hiroyuki Hattori

Chief of Education (Ketua Pendidikan), UNICEF Indonesia

(6)

Halaman 5 dari 100

RINGKASAN EKSEKUTIF

Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tren kejadian bencana jangka panjang di Indonesia semakin sering terjadi, semakin parah dampaknya, semakin luas wilayahnya, semakin susah diprediksi, dan semakin kompleks penanganannya. Indonesia merupakan salah satu negara dengan sistem pendidikan terbesar di dunia, dimana berdasarkan data pokok pendidikan (DAPODIK) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terdapat jumlah peserta didik lebih dari 47 juta dan lebih dari 3.2 juta guru dengan lebih dari 272 ribu satuan pendidikan. Hal ini patut menjadi perhatian bersama karena banyak satuan pendidikan yang berada di wilayah yang rawan bencana.

Pemerintah Indonesia telah secara serius menerapkan program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) sejak 2008, bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk lembaga non- pemerintah, sektor swasta, dan akademisi. Evaluasi ini diinisiasi langsung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan berisi dewan pengarah dari Kementerian/ Lembaga yang berpengaruh langsung pada program SPAB yaitu Kementerian Agama, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Evaluasi ini didukung oleh UNICEF dan melibatkan beragam lembaga non-pemerintah dan akademisi, termasuk jejaring Konsorsium Pendidikan Bencana (KPB) hingga ke tingkat satuan pendidikan melibatkan para kepala sekolah, guru dan siswa.

Studi ini dilakukan untuk menggali evaluasi efektivitas implementasi SPAB dalam 12 tahun terakhir berdasarkan bukti-bukti ilmiah terkait capaian, pembelajaran, dan praktik-praktik baik yang kemudian menjadi dasar untuk merancang strategi ke depannya terkait SPAB.

Evaluasi ini menggunakan kriteria relevansi, efektivitas, efisiensi, dampak, keberlanjutan, dan inovasi.

Secara keseluruhan, studi ini menggunakan metode gabungan antara lain studi pustaka, kuesioner daring, wawancara, dan diskusi kelompok terpumpun secara daring. Wilayah penelitian terdiri dari tingkat nasional dan di tingkat provinsi, yaitu di Aceh, DKI Jakarta, NTT, dan Sulawesi Tengah. Periode pengambilan data dimulai pada bulan Maret 2020 dan berakhir di bulan Oktober 2020.

Evaluasi ini juga melibatkan lebih dari 2,000 suara anak-anak melalui survei yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan observasi kami, tidak ada keterbatasan yang signifikan yang dapat mempengaruhi kualitas evaluasi ini.

Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang menganalisis secara komprehensif ketiga pilar secara makro (tingkat nasional) hingga ke level mikro di tingkat satuan pendidikan di daerah. Beberapa temuan kunci dari penelitian ini antara lain:

Inovasi telah banyak dihasilkan dari penyelenggaraan program SPAB

Pembentukan Seknas SPAB dan Sekber SPAB menunjukkan inovasi sistemik untuk memperkuat koordinasi, kolaborasi, dan kerja sama multi pihak yang mendorong adanya mobilisasi sumber daya (baik dari sisi pendanaan, SDM, dan perangkat) serta upaya peningkatan kapasitas secara lebih terstruktur untuk warga sekolah mengadopsi dan menerapkan ketiga pilar SPAB. Di sisi lain, kerja sama satuan pendidikan dengan pihak eksternal dengan mengintegrasikan program yang sudah berlangsung seperti Pramuka, Tagana Masuk Sekolah, Palang Merah Remaja, dan Hizbul Wathan merupakan strategi yang efektif untuk menerpakan program SPAB secara lebih sistematis.

BNPB bersama Kemendikbud juga meluncurkan aplikasi untuk pemantauan dan pengawasan

penyelenggaraan program SPAB. Aplikasi ini akan melakukan pemetaan secara rutin dan

memutakhirkan capaian program SPAB di tingkat satuan pendidikan.

(7)

Halaman 6 dari 100

Capaian yang tidak berimbang antara pilar 1 dengan Pilar 2 dan pilar 3 dan juga untuk tiap jenjang dan jenis satuan pendidikan

Penerapan program SPAB masih didominasi di satuan pendidikan yang dikelola oleh Kemendikbud, khususnya di jenjang Sekolah Dasar. Secara keseluruhan, penyelenggaraan SPAB masih minim dilakukan di PAUD, pendidikan tinggi, dan sekolah vokasional. Selain itu, penerapan SPAB di madrasah masih sangat terbatas dan juga di pendidikan non-formal, yaitu di SKB dan PKBM.

Penerapan program SPAB juga masih berat sebelah dimana intervensi yang populer dilakukan adalah intervensi yang berpengaruh pada Pilar 2 dan Pilar 3, sedangkan masih sedikit lembaga yang bergerak di Pilar 1.

Kualitas program SPAB sangat bergantung pada kapasitas guru. Sehingga, peningkatan kapasitas untuk guru adalah sangat penting dalam penyelenggaraan program SPAB. Strategi bimbingan teknis (bimtek) untuk guru dan tenaga pendidikan lainnya perlu disusun dan diterapkan secara terstruktur, sistematis, masif dan berkelanjutan. Penggunaan metode e-learning, bimtek secara daring, dan penyesuaian pada pendidikan tinggi untuk guru bisa mendukung upaya untuk peningkatan kapasitas guru dan tenaga pendidikan lainnya. Bimtek yang dilaksanakan perlu membangun kepercayaan diri guru untuk melaksanakan SPAB secara mandiri dan fleksibel.

Motor penggerak SPAB masih di dominasi oleh Pemerintah Pusat dan Organisasi Masyarakat Sipil

Selama lebih dari satu dekade, motor penggerak SPAB masih didominasi oleh pemerintah pusat dan organisasi masyarakat sipil. Hal ini perlu berubah seiring dengan waktu. Peran pemerintah daerah dan pihak swasta semakin menjadi penting. Evaluasi ini menunjukkan bahwa Kepala sekolah memegang peran penting dalam keberlanjutan program SPAB, sedangkan pemerintah daerah berperan penting dalam memperluas cakupan (scaling-up) dan replikasi.

Inklusivitas belum diterapkan secara luas dan sistematis

Kebijakan saat ini dalam menerapkan program SPAB masih menempatkan wilayah 3T dan wilayah pasca bencana sebagai prioritas penanganan fasilitas sarana prasarana satuan pendidikan yang aman bencana. Program SPAB masih banyak diselenggarakan dengan tidak menyasar pada pendekatan yang inklusif, termasuk dalam memastikan bahwa intervensinya turut mempertimbangkan kepentingan anak- anak berkebutuhan khusus atau melibatkan anak-anak berkebutuhan khusus.

Evaluasi ini juga menghasilkan rekomendasi spesifik yang ditujukan untuk:

1) pemerintah pusat untuk melakukan sosialisasi dan penerapan kebijakan secara masif dan berkelanjutan; menyusun revisi peta jalan SPAB 2020-2014; norma, standar, prosedur, dan kriteria terkait sarana prasarana SPAB perlu dilengkapi; pemanfaatan teknologi informasi untuk pemantauan dan pengawasan -termasuk pelaksanaan SPAB yang inklusif; serta mendorong inovasi di masa pandemi COVID-19;

2) pemerintah daerah, yaitu provinsi, kabupaten, dan kota antara lain advokasi regulasi di tingkat daerah sesuai dengan konteks daerah dan memastikan seluruh satuan pendidikan di daerahnya aman dari ancaman bencana, pembentukan Tim Ahli Bangunan dan Gedung, mengalokasikan anggaran untuk SPAB, penyediaan mekanisme konsultasi dan kolaborasi, memperluas kerja sama dengan pihak lainnya, mendorong integrasi dengan program PRB berbasis komunitas dan keluarga); dan 3) satuan pendidikan antara lain optimasi dana BOS dan dana alternatif lainnya seperti dana desa dan

dari swasta, melakukan kajian risiko bencana di tingkat satuan pendidikan dengan konteks lokal,

menyusun prosedur tetap untuk penanggulangan bencana di sekolah, membentuk tim siaga,

melakukan simulasi secara rutin, integrasi dalam RPP sesuai dengan karakteristik ancaman

setempat yang ada dan yang akan datang, menciptakan dan mempromosikan champions, serta

mengajak dukungan orang tua dan masyarakat untuk menerapkan SPAB.

(8)

Halaman 7 dari 100

DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN ... 2

SAMBUTAN KETUA SEKRETARIAT NASIONAL SATUAN PENDIDIKAN AMAN BENCANA ... 3

SAMBUTAN UNICEF ... 4

Ringkasan Eksekutif ... 5

BAB I. Pendahuluan ... 9

I.1. Latar Belakang ... 9

I.2. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

I.3. Komposisi Tim ... 10

I.4. Kerangka Laporan ... 10

BAB II. Metodologi ... 12

II.1. Deskripsi Metodologi Penelitian ... 12

II.2. Wilayah Penelitian ... 12

II.3. Metode Pengumpulan Data ... 13

II.4. Pemantuan Kualitas dan Analisis Data ... 16

II.5. Etika Penelitian ... 17

II.6. Periode Penelitian ... 18

II.7. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian... 18

BAB III. Hasil Penelitian dan Analisis Data Kuantitatif ... 20

III.1. Gambaran Umum ... 20

III.2. Perspektif terhadap ancaman bencana ... 20

III.3. Perspektif terhadap kesiapsiagaan bencana ... 22

III.4. Ketertarikan terhadap isu penanggulangan bencana ... 23

III.5. Ringkasan hasil survei ... 25

BAB IV. Hasil Penelitian dan Analisis Tiap Pilar ... 25

IV.1. Gambaran Umum... 25

IV.2. Pilar 1. Fasilitas Satuan Pendidikan Aman Bencana ... 26

IV.2.1. Relevansi... 28

IV.2.2. Efektivitas dan Efisiensi ... 30

IV.2.3. Dampak ... 32

IV.2.4. Keberlanjutan ... 32

IV.2.5. Inovasi... 33

IV.2.6. Pembelajaran... 34

(9)

Halaman 8 dari 100

IV.3. Pilar 2. Manajemen Penanggulangan Bencana di Satuan Pendidikan ... 35

IV.3.1. Relevansi... 38

IV.3.2. Efektivitas dan Efisiensi ... 39

IV.3.3. Dampak ... 42

IV.3.4. Keberlanjutan ... 43

IV.3.5. Inovasi... 44

IV.3.6. Pembelajaran... 45

Studi Kasus: Inovasi Monitoring dan Evaluasi Nasional ... 47

IV.4. Pilar 3. Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana di Satuan Pendidikan ... 49

IV.4.1. Relevansi... 49

IV.4.2. Efektivitas dan Efisiensi ... 51

IV.4.3. Dampak ... 64

IV.4.4. Keberlanjutan ... 67

IV.4.5. Inovasi... 70

IV.4.6. Pembelajaran... 71

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 75

V.1. Kesimpulan ... 75

V.2. Rekomendasi ... 76

V.2.1. Rekomendasi untuk Pilar 1 ... 76

V.2.2. Rekomendasi untuk Pilar 2 ... 77

V.2.3. Rekomendasi untuk Pilar 3 ... 79

BAB VI. Lampiran... 82

VI.1. Peta ... 82

VI.2. Daftar Regulasi Terkait SPAB ... 82

VI.3. Perangkat Pengambilan Data ... 83

VI.3.1. Kuesioner ... 83

VI.3.2. Pertanyaan Panduan untuk Diskusi Terpumpun ... 85

VI.4. Kerangka Acuan Kerja Evaluasi ... 88

VI.5. Disasters and Risks for Children in terms of Education ... 88

VI.6. Safe Schools Programme ... 88

VI.7. Referensi ... 99

(10)

Halaman 9 dari 100

BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rawan bencana dengan beragam jenis ancaman alam baik termasuk banjir, tsunami, gempa bumi, tanah longsor, dan aktivitas gunung berapi. Ancaman alam ini menyebabkan kerusakan besar dan korban jiwa setiap tahunnya dengan estimasi kerugian ekonomi sekitar US$ 2,2 miliar hingga US$ 3 miliar per tahun dalam satu dekade terakhir

1

. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

2

, tren kejadian bencana di Indonesia dari tahun ke tahun semakin sering terjadi (Gambar 1), semakin parah dampaknya, semakin luas wilayahnya, semakin susah diprediksi, dan semakin kompleks penanganannya.

Gambar 1 . Tren kejadian bencana di Indonesia (2004 - 2019)

Di sisi lain, Indonesia merupakan salah satu negara dengan sistem pendidikan terbesar di dunia, dimana berdasarkan data pokok pendidikan (DAPODIK) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terdapat lebih dari 47 juta peserta didik, lebih dari 3.2 juta guru dan lebih dari 272 ribu satuan pendidikan. Hal ini patut menjadi perhatian bersama karena banyak satuan pendidikan yang berada di wilayah yang rawan bencana. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Kemendikbud dan BNPB (2019), lebih dari 52 ribu satuan pendidikan berada di wilayah rawan gempa bumi dan sekitar 54 ribu satuan pendidikan berada di wilayah rawan banjir

3

.

Pemerintah Indonesia telah secara serius menerapkan program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) sejak 2008, bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk lembaga non-pemerintah, sektor swasta, dan akademisi. Beberapa inisiatif yang telah dilakukan adalah disusunnya Peta Jalan Sekolah Aman 2015-2019, pembentukan Sekretariat Nasional untuk Satuan Pendidikan Aman Bencana (Seknas SPAB), dikeluarkannya Peraturan Menteri no. 33 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program SPAB dan disusunnya pedoman teknis, serta munculnya berbagai inisiatif peningkatan kapasitas untuk para guru dan peserta didik.

Studi ini dilakukan untuk mendukung finalisasi rencana strategis menengah (RPJMN) 2020- 2024, Rencana Strategis UNICEF, serta langkah-langkah berikutnya untuk inisiatif SPAB.

Studi ini digunakan untuk menggali bukti-bukti ilmiah yang kemudian menjadi dasar untuk

1 World Bank/GFDRR, 2018. "Advancing Disaster Risk Financing and Insurance in Asean Member States: Framework and Options for Implementation."

2 BNPB, 2019. "Data Dan Informasi Bencana Indonesia (Dibi)," http://dibi.bnpb.go.id/.

3 Kemendikbud, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2019. "Pendidikan Tangguh Bencana: Mewujudkan Satuan Pendidikan Aman Bencana Di Indonesia," (Jakarta, Indonesia).

(11)

Halaman 10 dari 100 merancang strategi masa depan agar efektif, efisien, berkelanjutan, dan memberikan hasil dampak yang lebih optimal.

I.2. Maksud dan Tujuan Penelitian

Studi ini diharapkan dapat menghasilkan pengetahuan yang substantif dan berbasis bukti tentang implementasi SPAB di Indonesia dengan mengidentifikasi tantangan, praktik yang baik, pembelajaran serta pemetaan pelaku utama, kebijakan dan pedoman program terkait SPAB di Indonesia. Adapun tujuan khusus studi evaluasi ini yaitu untuk:

1. Mengkaji tantangan, implementasi program SPAB yang sedang berjalan dan pencapaiannya.

2. Mengumpulkan bukti-bukti ilmah tentang efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan program SPAB di Indonesia, dan untuk menentukan bidang prioritas yang paling relevan untuk difokuskan

3. Menyediakan rekomendasi strategis tentang bagaimana program SPAB dapat dipertahankan dan ditingkatkan di Indonesia.

I.3. Komposisi Tim

Evaluasi ini diinisiasi oleh Seknas SPAB Kemendikbud dengan dukungan dari UNICEF Indonesia dan dilaksanakan oleh Resilience Development Initiative, yang terdiri dari:

• Ketua Tim: Dr. Avianto Amri

• Peneliti utama untuk Pilar 1: Dr. Nuraini Rahma Hanifa

• Peneliti utama untuk Pilar 2: Yusra Tebe

• Peneliti utama untuk Pilar 3: Dr. Jonatan Lassa

• Asisten peneliti untuk Pilar 1: Giovanni Cynthia Pradipta

• Asisten peneliti untuk Pilar 2: M. Reperiza Furqon

• Asisten peneliti untuk Pilar 3: Leslie Nangkiawa

• Asisten Pendukung: Gisella Nappoe, Jeeten Kumar, Tsaairoh I.4. Kerangka Laporan

Laporan ini terdiri dari lima bagian dan disusun berdasarkan kerangka kerja SPAB yang digunakan secara global, yaitu Tiga Pilar SPAB: Pilar 1 Fasilitas Satuan Pendidikan Aman Bencana; Pilar 2 Manajemen Penanggulangan Bencana di Satuan Pendidikan; dan Pilar 3 Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana di Satuan Pendidikan.

Bab dua membahas mengenai metodologi penelitian yang digunakan dalam evaluasi ini, termasuk menjelaskan wilayah penelitian, metode pengumpulan data, teknik yang digunakan tim peneliti untuk memastikan data dikumpulkan dan dianalisis secara berkualitas, jadwal penelitian, langkah-langkah yang digunakan untuk memastikan sesuai dengan kaidah etika penelitian, serta aspek-aspek yang memperkuat penelitian ini dan keterbatasan yang dimiliki.

Bab tiga menjelaskan mengenai hasil penelitian dari pengambilan data kuantitatif, yaitu

menggunakan kuesioner secara daring untuk menangkap perspektif anak. Tiga aspek utama

dibahas yaitu perspektif terhadap ancaman bencana, terhadap kesiapsiagaan bencana, serta

ketertarikan mereka terhadap isu penanggulangan bencana. Bab ini kemudian diakhiri dengan

kesimpulan terkait hasil survei.

(12)

Halaman 11 dari 100 Bab empat menjelaskan hasil penelitian dan analisis tiap pilar dengan menggunakan enam kriteria evaluasi yaitu: 1) Relevansi; 2) Efektivitas dan efisiensi; 3) Dampak; 4) Keberlanjutan;

5) Inovasi; dan 6) Pembelajaran. Bab lima kemudian memaparkan mengenai kesimpulan dan rekomendasi, terutama rekomendasi untuk tiap pilar.

(13)

Halaman 12 dari 100

BAB II. METODOLOGI

II.1. Deskripsi Metodologi Penelitian

Dari segi pendekatan, penelitian ini menggunakan pendekatan gabungan seperti yang dijabarkan di bawah ini.

Gambar 1. Pendekatan dalam Pengumpulan dan Analisis Data

Berbagai penelitian sebelumnya telah mencoba untuk melihat pandangan anak (Back et al., 2009; Tanner, 2010), guru serta anggota sekolah lainnya (Buchanan et al., 2009; Johnson &

Ronan, 2014; Shiwaku et al., 2006), dan organisasi non-pemerintah (Djalante & Thomalla, 2012). Namun penelitian yang menggabungkan pandangan seluruh pemangku kepentingan tersebut masih sangat terbatas, terutama dalam bidang pengurangan risiko bencana yang berpusat pada anak dan program SPAB.

II.2. Wilayah Penelitian

Pengumpulan data dilakukan di tingkat nasional dan sub-nasional. Provinsi yang disarankan oleh Dewan Pengarah adalah di Provinsi Aceh, Nusa Tenggara Timur (NTT), DKI Jakarta, dan Sulawesi Tengah (Gambar 2).

Gambar 2. Wilayah Penelitian

Provinsi Aceh dipilih menggambarkan wilayah yang sudah menjalani proses pemulihan dari bencana berskala besar (Gempa dan Tsunami Samudra Hindia di tahun 2004) dan juga telah mengalami beberapa bencana berskala kecil dan menengah, dimana salah satu bencana yang

Data sekunder:

Tinjauan pustaka Kuesioner

Wawancara Informan kunci dan

Diskusi Kelompok

(14)

Halaman 13 dari 100 relatif baru terjadi adalah saat gempa Pidie Jaya di tahun 2016. Pada tanggal 7 Desember 2016, gempa bumi berkekuatan 6.4 M mengguncang wilayah Kabupaten Pidie Jaya, provinsi Aceh di pagi hari yang menyebabkan 104 korban jiwa dan sekitar 85,000 orang terkena dampak.

Gempa bumi tersebut juga menyebabkan kerusakan pada lebih dari 11,000 bangunan, termasuk lebih dari 200 satuan pendidikan, serta perkantoran, fasilitas ibadah, dan rumah sakit.

Provinsi NTT dipilih untuk mewakili perspektif dari non-urban dan juga provinsi yang memiliki ancaman bencana berskala kecil dan menengah setiap tahunnya. Provinsi NTT menghadapi berbagai jenis ancaman bencana, terutama terkait banjir, gempa bumi, gunung berapi, tsunami, angin puting beliung, serta kekeringan, dimana hal ini diperburuk dengan adanya perubahan fungsi lahan, pembangunan infrastruktur, penebangan liar, perubahan iklim, serta kemiskinan yang meningkatkan risiko bencana

4

.

Provinsi Sulawesi Tengah dipilih berdasarkan wilayah yang baru saja menghadapi bencana berskala besar yaitu gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi ekstrem di tahun 2018 serta saat ini masih dalam proses pemulihan. Pada tanggal 28 September 2018, gempa bumi berkekuatan 7,5 M dengan episentrum yang terletak 81 Km sebelah utara Kota Palu di Sulawesi Tengah menyebabkan guncangan tanah yang kuat dan tsunami yang merusak pemukiman pesisir di sepanjang Teluk Palu. Bencana ini mengakibatkan 4.402 korban jiwa dan sekitar 1.5 juta orang terkena dampak dimana 665,000 diantaranya adalah anak-anak

5

. Bencana ini juga menyebabkan kerusakan pada lebih dari 1,100 satuan pendidikan dengan lebih dari 12,000 guru terkena dampak

6

.

Sedangkan, provinsi DKI Jakarta dipilih berdasarkan daerah urban yang sering mengalami ancaman bencana rutin setiap tahunnya yaitu banjir dan banjir bandang. Permasalahan Jakarta yang sangat kompleks, seperti kepadatan penduduk, 40% wilayah berada di bawah permukaan laut, lokasi yang rawan gempa bumi, serta perlintasan beberapa aliran sungai dari hulu ke hilir, menjadikan Jakarta rawan terhadap berbagai ancaman bencana. Pada awal Januari 2020, Jakarta mengalami kejadian banjir besar dimana intensitas hujan yang terjadi merupakan yang terbesar dalam 20 tahun terakhir dan menyebabkan lebih dari 400,000 orang terdampak akibat banjir tersebut dengan kerugian sekitar 1 triliun akibat terganggunya sektor perdagangan, transportasi, pergudangan dan logistik, dan jasa keuangan

7,8

.

II.3. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini melibatkan multi-informan, menggunakan kombinasi metode dengan pendekatan bertahap, dan memiliki fokus utama pada beberapa sampel berbeda (namun tidak terbatas pada): anak-anak (sebagai peserta didik), perwakilan pemerintah (tingkat lokal, sub-nasional, dan nasional), akademisi, dan organisasi non-pemerintah (termasuk LSM). Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan tinjauan pustaka/literatur, diskusi kelompok terpimpin (focus group discussion atau FGD), dan wawancara semi terstruktur secara daring. Sedangkan pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan kuesioner (daring). Metode

4 BPBD Prov. NTT, 2019. "Rencana Strategis 2019 – 2023," (Kupang, Indonesia).

5 UNICEF, 2018. "Humanitarian Situation Report #4, 12-25 November 2018," (Jakarta, Indonesia).

6 Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, 2019. "Pergub No. 10 Tahun 2019 Tentang Rencana Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana," (Palu, Indonesia).

7 Alinea.id, 2020. "Bi: Kerugian Akibat Banjir Jakarta Awal 2020 Capai Rp1 Triliun."

8 BPS Prov. DKI Jakarta, 2020. "Rekapitulasi Data Banjir Dki Jakarta Dan Penanggulangannya Tahun 2020,"

(Jakarta, Indonesia).

(15)

Halaman 14 dari 100 penelitian yang berbeda diterapkan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan disesuaikan dengan peserta penelitian yang berbeda.

Tim peneliti telah menyusun desain penelitian yang awalnya menggunakan metode tatap muka.

Namun pada saat akan dilakukan pengambilan data di bulan Maret 2020, Pemerintah Indonesia mengumumkan kasus pertama COVID-19 dan menyebabkan berubahnya metode penelitian menjadi jarak jauh dengan memanfaatkan jejaring peneliti lokal serta menggunakan metode daring untuk kegiatan FGD dan wawancara.

Pada tahap pertama, dokumentasi yang sudah ada terkait program SPAB dikumpulkan, didokumentasikan, dan dianalisis melalui tinjauan pustaka dengan metode scoping review.

Jenis tinjauan ini berguna untuk mengkaji literatur yang ada pada bidang yang baru, kompleks, beragam dimana kajian dalam bidang tersebut masih terbatas

9

. Scoping review juga berguna untuk melihat kesenjangan yang ada dalam suatu penelitian dan praktik, serta berguna untuk menentukan penelitian, kebijakan, dan praktik di masa mendatang

10

.

Tahap kedua mengkaji situasi yang berkaitan dengan upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan SPAB, khususnya dalam hal upaya peningkatan kesadaran, peningkatan kapasitas, dan aktivitas pengurangan risiko bencana di sekolah. Melihat adanya jejaring tenaga kependidikan dari Kemdikbud dan platform U-Report milik UNICEF untuk mengumpulkan pendapat anak, kuesioner daring dikembangkan dan dibagikan melalui jejaring dan platform tersebut. Melalui usaha ini, data dikumpulkan dan dikaji untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik terkait upaya yang sudah dilakukan (atau sedang dilakukan) dalam program SPAB yang sudah diinisiasi sejak tahun 2008.

Pada tahapan berikutnya, tiga rangkaian FGD juga dilaksanakan di tingkat nasional sebagai bentuk konsultasi awal yang berfokus pada tiga pilar Satuan Pendidikan Aman yang Komprehensif: fasilitas sekolah aman, manajemen bencana di sekolah, serta pendidikan pencegahan dan pengurangan risiko. Konsultasi awal yang dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait ketiga pilar tersebut menjadi pedoman penelitian, khususnya selama kajian lapangan untuk mengidentifikasi masalah utama dan pandangan di tingkat nasional.

Pada tahapan selanjutnya, pengumpulan data primer juga dilakukan melalui tinjauan lapangan virtual di empat wilayah: Provinsi Aceh, NTT, DKI Jakarta dan Sulawesi Tengah. Kombinasi FGD dan wawancara dengan informan kunci dilakukan dengan sasaran: aparatur pemerintah (lokal dan sub-nasional), organisasi kemanusiaan (terutama organisasi non-pemerintah/LSM), dan kelompok anak. RDI bekerja sama dengan peneliti lokal di empat wilayah tersebut dan mereka yang membantu mengumpulkan data, mengatur pertemuan virtual dengan pemangku kepentingan lokal, dan mengadakan diskusi kelompok virtual. Tim peneliti juga melakukan pengumpulan data dari anak-anak, berdasarkan konsultasi dan kerja sama dengan sekolah, dan menggunakan bantuan teknologi informasi agar anak tetap terlibat. Untuk mencapai tujuan ini, kelompok anak yang dilibatkan adalah kelompok anak dari Kelas 5 dan Kelas 6 Sekolah Dasar,

9 Micah D.J. Peters et al., Publisher, 2015. "Guidance for Conducting Systematic Scoping Reviews," International Journal of Evidence-Based Healthcare 13, no. 3.

10 Maria J. Grant and Andrew Booth, Publisher, 2009. "A Typology of Reviews: An Analysis of 14 Review Types and Associated Methodologies," Health Information & Libraries Journal 26, no. 2.

(16)

Halaman 15 dari 100 dimana perwakilan anak dari empat wilayah memberikan testimoni mereka melalui video terkait perspektif mereka mengenai:

a) Dimana saja tempat-tempat yang mereka rasa aman dan tidak aman dari ancaman bencana

b) Seperti apa mestinya sekolah yang aman dari bencana

Pemangku kepentingan lokal dalam komunitas sekolah juga dikaji untuk melihat lebih lanjut terkait perspektif, pengetahuan dan praktik yang mereka lakukan terkait program sekolah aman, kapasitas masyarakat setempat, dan harapan mereka terkait ketahanan terhadap bencana.

Tim peneliti menggunakan diskusi secara daring. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bukti tentang ketakutan masyarakat terhadap bencana

11,12,13

, cara unik mereka dalam mengidentifikasi dan memahami risiko

1415

, dan perhatian mereka pada pengurangan risiko bencana

16,17

. Oleh karena itu, berdasarkan berbagai temuan sebelumnya, metode FGD dan wawancara informan kunci digunakan untuk mengukur hipotesis di antara kelompok sampel masyarakat lokal. Pendekatan yang berpusat pada orang dan interaktif (dan juga ramah anak) sudah diterapkan untuk mengumpulkan informasi dari orang-orang (termasuk anak-anak jika ada) yang mungkin takut atau malu untuk berbicara.

Tahapan akhir adalah lokakarya dengan staf LSM yang bergerak di bidang kemanusiaan, akademisi, dan lembaga pemerintah terkait di tingkat nasional. Sebelumnya sangat sedikit referensi yang mencoba untuk melihat pandangan dan opini dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk LSM, akademisi, dan lembaga pemerintah terhadap sekolah aman yang komprehensif. Oleh karena itu, sebuah FGD dalam bentuk lokakarya dianggap sebagai cara terbaik untuk mendalami isu ini dan memungkinkan adanya klarifikasi lebih lanjut jika dibutuhkan

18,19

. Selain itu, sebagai bagian dari metode yang sekuensial, beberapa diskusi dalam FGD berpedoman pada temuan FGD di konsultasi awal dan tinjauan lapangan.

Evaluasi ini juga mengidentifikasi wilayah dimana perubahan positif terjadi dan dipertahankan.

Metode ini berguna untuk mengumpulkan pengalaman dan tanggapan dari para pemangku kepentingan, termasuk satuan pendidikan. Metode ini banyak digunakan, namun tidak terbatas

11 Thomas H. Ollendick, Publisher, 1983. "Reliability and Validity of the Revised Fear Survey Schedule for Children (Fssc-R)," Behaviour Research and Therapy 21, no. 6.

12 T. H. Ollendick, J. L. Matson, and W. J. Helsel, Publisher, 1985. "Fears in Children and Adolescents: Normative Data," Behav Res Ther 23, no. 4.

13 Joy J. Burnham et al., Publisher, 2008. "Examining Children's Fears in the Aftermath of Hurricane Katrina,"

Journal of Psychological Trauma 7, no. 4.

14 Tom Mitchell, Thomas Tanner, and Katharine Haynes, Children in a Changing Climate Research, 2009.

"Children as Agents of Change for Disaster Risk Reduction: Lessons from El Salvador and the Philippines," in Working Paper no. 1.

15 Katharine Haynes and Thomas M. Tanner, Publisher, 2015. "Empowering Young People and Strengthening Resilience: Youth-Centred Participatory Video as a Tool for Climate Change Adaptation and Disaster Risk Reduction," Children's Geographies 13, no. 3.

16 Emma Back, Catherine Cameron, and Thomas Tanner, Children and Disaster Risk Reduction: Taking Stock and Moving Forward, ed. Dee Scholley and Fran Seballos, Children in a Changing Climate Research (Brighton, UK:

UNICEF, 2009).

17 UNISDR and Plan International, Children's Action for Disaster Risk Reduction: Views from Children in Asia (Bangkok, Thailand: UNISDR and Plan International, 2012).

18 Jenny Kitzinger, Publisher, 1995. "Qualitative Research: Introducing Focus Groups," BMJ 311, no. 7000.

19 Andrew Parker and Jonathan Tritter, Publisher, 2006. "Focus Group Method and Methodology: Current Practice and Recent Debate," International Journal of Research & Method in Education 29, no. 1.

(17)

Halaman 16 dari 100 hanya pada satuan pendidikan (wawancara dengan guru dan masyarakat). Metode ini sering kali digunakan untuk evaluasi proyek yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dengan hasil yang sangat beragam. Kelebihan metode ini terletak pada kemampuannya untuk mengumpulkan cerita/pengalaman dan apa yang bisa dipelajari dari pengalaman tersebut, khususnya terkait berbagai intervensi dan proyek satuan pendidikan aman yang komprehensif.

Pendekatan partisipatif digunakan dalam penentuan isu yang ada. Pendekatan ini melengkapi metode FGD dan wawancara. Dalam praktiknya, kami menanamkan metode ini selama FGD, lokakarya, dan wawancara.

Berikut kami jabarkan rancangan dan metodologi penelitian yang digunakan dalam seluruh rangkaian tahapan evaluasi:

a) Persiapan dan pertemuan awal: setelah kontrak disetujui, dan diskusi tentang tugas sudah dilakukan. Dokumen awal, termasuk data yang tersedia disediakan oleh tim peneliti.

b) Tinjauan Pustaka: Tim peneliti mengkaji seluruh dokumen program dan proyek yang diperlukan; merekonstruksi dan menganalisis logika intervensi atau teori program beserta asumsinya. Data yang tersedia perlu dianalisis dan diinterpretasi. Sumber dokumen bisa berasal dari berbagai lembaga pemerintahan dan non pemerintahan (lihat sumber data sekunder sub bab di bawah).

c) Fase inisiasi: pada laporan awal, tim peneliti menggambarkan rancangan evaluasi dan menjelaskan bagaimana pengumpulan dan analisis data.

d) Fase pengumpulan data secara virtual: data harus dikumpulkan, dianalisis dan diinterpretasi. Dalam evaluasi ini meliputi data kuantitatif dan kualitatif.

e) Presentasi: Presentasi temuan kunci (feedback workshop) pada akhir kunjungan lapangan (di Jakarta).

f) Draf laporan akhir: Penyerahan dan presentasi draf laporan akhir, termasuk komentar/tanggapan dari mitra dan pihak pemberi kontrak.

g) Laporan akhir: Penyerahan laporan akhir.

h) Penulisan jurnal: Makalah ilmiah mengenai SPAB di Indonesia disusun dan dikirim ke jurnal yang relevan dan kredibel

II.4. Pemantuan Kualitas dan Analisis Data

Data kuesioner dikumpulkan menggunakan U-Report dan bekerja sama dengan tim UNICEF.

Data yang terkumpul dianalisis menggunakan prosedur statistik dasar dengan menggunakan Microsoft Excel karena ukuran sampel yang relatif rendah.

Data yang dikumpulkan dari FGD dan wawancara direkam (jika diperbolehkan oleh responden) menggunakan perekam audio. Poin-poin kunci direkam oleh tim peneliti dan kemudian disajikan di dalam laporan ini.

Masing-masing peneliti utama di tiap pilar memimpin proses pengumpulan data di setiap

pilarnya dan bertemu secara rutin untuk berbagi data, tantangan, dan panduan yang didapat dari

hasil pengumpulan data yang sudah terjadi. Setiap peneliti utama didampingi oleh asisten

peneliti untuk membantu merekam data, mendukung analisis, dan memastikan data tersimpan

dengan baik, untuk meningkatkan keamanan dan akurasi data yang dianalisis.

(18)

Halaman 17 dari 100 II.5. Etika Penelitian

Tindakan etika dalam penelitian ini sudah disetujui oleh Komisi Etik Universitas Atmajaya, yang meliputi:

a. Memperoleh izin dari pemerintah setempat.

b. Persetujuan tertulis dari peserta dewasa dan orang tua atau wali peserta anak. Lembar persetujuan mengikuti berdasarkan Prosedur UNICEF untuk Standar Etika dalam Penelitian, Evaluasi, Pengumpulan dan Analisis Data.

c. Persetujuan tertulis didapatkan dari orang tua atau wali anak, persetujuan verbal juga dibutuhkan dari anak sebelum pelaksanaan penelitian.

d. Lembar persetujuan juga menyatakan secara jelas bahwa penelitian akan direkam (jika ada), dengan memberikan persetujuan tertulis untuk berpartisipasi dalam penelitian, izin untuk merekam diberikan.

e. Anak-anak berpartisipasi di area yang familiar dan aman bagi mereka (contohnya di rumah atau di sekolah jika sekolah telah dibuka). Waktu dan lokasi ditentukan berdasarkan hasil konsultasi dengan komite sekolah dan/atau orang tua agar tidak mengganggu proses KBM.

f. Aktivitas diawasi oleh guru atau orang tua agar mereka bisa melihat secara keseluruhan proses dan memberitahu fasilitator atau peneliti jika aktivitas yang dilakukan membuat anak merasa tidak nyaman.

g. Pada awal sesi dengan anak, fasilitator menggunakan metode yang interaktif dan ramah anak (permainan atau lagu. Pertanyaan-pertanyaan bagi anak (saat FGD, wawancara keluarga, atau kuesioner) dibuat dengan kalimat yang sesuai dengan bahasa ramah anak dan sesuai dengan umurnya.

h. Topik yang didiskusikan (bahaya bencana alam, seperti banjir, longsor dan kekeringan) sesuai dengan pengalaman anak pada umumnya dan didesain untuk mendiskusikan bahaya bencana dan menghindar terjadinya stres atau trauma.

i. Konselor sekolah (Guru BK) tersedia jika peserta anak menjadi resah. Jika sekolah tidak memiliki konselor, layanan konseling setempat gratis dan mudah diakses disediakan, jika diperlukan.

j. Informasi terkait program UNICEF diberikan. Sehingga anak-anak, orang tua, dan guru dapat memperoleh lebih banyak informasi tentang bencana beserta penanganannya jika mereka mau. Laporan tersedia setelah penelitian ini selesai.

k. Tinjauan lapangan diawasi oleh Avianto Amri yang sudah berpengalaman lebih dari 10 tahun sebagai fasilitator dalam lokakarya anak yang diadakan oleh LSM yang berfokus pada anak.

l. Seluruh informasi yang didapatkan dari anak bersifat anonim. Hanya anggota tim ini yang memiliki akses terhadap data penelitian dengan informasi yang dapat diidentifikasi.

m. Seluruh data (rekaman dan dokumen lainnya yang dihasilkan, seperti kuisioner) diubah menjadi berkas komputer yang disimpan dalam hard drive laptop yang dilindungi kata sandi dan juga dalam penyimpanan cloud yang dilindungi kata sandi.

n. Mengingat penelitian dilakukan di Indonesia, seluruh tahapan penelitian mengikuti

Undang-Undang Perlindungan Anak Republik Indonesia. Semua tindakan yang disebutkan

di atas - termasuk izin dari Pemerintah, izin dari sekolah, dan lembar persetujuan dari orang

tua dan wali sah anak - sudah cukup dan sesuai dengan hukum Indonesia.

(19)

Halaman 18 dari 100 II.6. Periode Penelitian

Penelitian ini dimulai dari awal Maret 2020 dan berakhir pada bulan Agustus 2020 (Gambar 2). Adapun jadwal pengambilan data yang terdiri dari:

• Rapat awal Dewan Pengarah: 11 Maret 2020

• Survei U-Report: 15 Juni – 10 Juli 2020

• Mini Workshop Pilar 1, 2, dan 3: 18, 19, dan 23 Juni 2020

• Lokakarya Daring di tingkat Provinsi: 2, 8, 9, 14, 17, 21, dan 29 Juli 2020

• Paparan Temuan Awal Penelitian pada Dewan Pengarah: 28 Juli 2020

• Lokakarya Nasional: 27 Agustus 2020

• Diseminasi Hasil Penelitian: 14 Oktober 2020

Tabel 1. Periode penelitian

No. Kegiatan Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt 1 Rapat awal Dewan

Pengarah

2 Situasi COVID-19 (PSBB)

3 Survei U-Report 4 Mini Workshop Pilar

1, 2, dan 3

5 Lokakarya Daring di tingkat Provinsi 6 Paparan Temuan

Awal Penelitian

pada Dewan

Pengarah

7 Lokakarya Nasional 8 Diseminasi Hasil

Penelitian

II.7. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian pertama yang meneliti keseluruhan aspek dari kerangka kerja Comprehensive School Safety, yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu terkait fasilitas satuan pendidikan aman bencana, manajemen bencana di satuan pendidikan, dan pendidikan pengurangan risiko bencana. Penelitian ini juga memiliki kekuatan tersendiri dimana diinisiasi langsung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan berisi dewan pengarah dari Kementerian/ Lembaga yang berpengaruh langsung pada program SPAB, serta didukung oleh UNICEF dan melibatkan berbagai lembaga non-pemerintah dan akademisi, termasuk jejaring Konsorsium Pendidikan Bencana (KPB) dan juga hingga ke tingkat satuan pendidikan melibatkan para kepala sekolah dan guru-guru.

Penelitian ini juga melibatkan lebih dari 2,000 suara anak-anak melalui survei yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.

Kelemahan penelitian ini adalah situasi COVID-19 yang terjadi di masa penelitian yang

kemudian membatasi tim peneliti untuk melakukan studi lapangan secara langsung dan juga

mendapatkan informasi melalui tatap muka, terutama dari anak-anak. Penggunaan teknologi

(20)

Halaman 19 dari 100 informasi tentunya memiliki keterbatasan dari sisi waktu, teknik penggalian informasi, dan akses.

Namun, kami berpendapat bahwa kelemahan yang terjadi masih jauh lebih kecil dibandingkan

kekuatan yang dicapai dari penelitian ini dan informasi yang dikumpulkan dapat menghasilkan

analisis yang tetap berkualitas, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan.

(21)

Halaman 20 dari 100

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA KUANTITATIF III.1. Gambaran Umum

Pengumpulan data kuantitatif menggunakan mekanisme kuesioner daring melalui sistem U- Report yang dimiliki oleh UNICEF Indonesia. U-Report adalah program yang dirancang untuk memberdayakan anak muda untuk berbicara mengenai isu-isu yang mereka pedulikan di lingkungan mereka dan menciptakan perubahan positif. Melalui mekanisme U-Report, data diperoleh dari database yang dimiliki oleh UNICEF Indonesia dan dikomunikasikan melalui SMS, media sosial Facebook, dan Whatsapp.

Dengan menggunakan media U-Report, survei dilaksanakan pada periode 15 Juni hingga 10 Juli 2020 (26 hari) dan survei dihentikan saat tingkat responden sudah menurun secara konsisten. Selama periode pengumpulan data, U-Report telah berhasil mengumpulkan 2,083 responden anak berasal dari 32 provinsi di Indonesia (kecuali provinsi Kep. Bangka Belitung dan Maluku Utara). Jumlah responden ini menunjukkan tingkat kepercayaan sebesar 95% dan margin eror sebesar 2.15%. Mayoritas responden (70%) berada di umur kisaran 13 hingga 17 tahun, dimana responden termuda di umur 11 tahun dan tertua di umur 18 tahun, dengan rata- rata umur responden 15 tahun.

Kuesioner disusun berdasarkan studi-studi sebelumnya dan bertujuan untuk mengukur persepsi, pengetahuan, dan pengalaman anak-anak berdasarkan kesiapsiagaan bencana.

Kuesioner dibatasi menggunakan 11 pertanyaan yang terdiri dari pertanyaan demografi (umur, lokasi, kelas, dan sekolah) dan pertanyaan terkait kesiapsiagaan bencana dengan menggunakan opsi jawaban berupa pilihan berganda (pertanyaan tertutup). Jumlah pertanyaan dibatasi berdasarkan pengalaman pengambilan data terdahulu oleh U-Report dimana minat responden menurun seiring dengan banyaknya jumlah pertanyaan.

Sebelum survei diluncurkan, kuesioner ini diuji terlebih dahulu kepada 5 responden anak-anak untuk dikaji mengenai kemampuan mengisi kuesioner tersebut. Hasil pengujian menunjukkan para responden bisa mengerjakan kuesioner dalam waktu sekitar 10 hingga 15 menit dan mampu mengisinya dengan mudah dan lancar.

Berikut ini diuraikan hasil analisis dari pengumpulan data menggunakan U-Report.

III.2. Perspektif terhadap ancaman bencana

Gempa bumi, banjir, kerusuhan dan kekerasan, kebakaran bangunan, dan angin puting beliung adalah lima jenis ancaman bencana yang diidentifikasi oleh sebagian besar responden, selain wabah penyakit (Gambar 3).

Dalam pertanyaan ini, responden dapat memilih tiga jenis ancaman yang paling mungkin

terjadi. Berhubung periode pengambilan data dilakukan pada bulan Juni-Juli 2020, sangat

wajar banyak responden anak yang memilih wabah penyakit, dikarenakan kasus COVID-19

(22)

Halaman 21 dari 100 pertama kali dideteksi di Indonesia di bulan Maret 2020 dan di bulan April – Mei 2020, sebagian besar anak-anak sudah melakukan belajar di rumah dan sekolah tidak beroperasi

20,21

. Hasil survei ini mencerminkan karakteristik bencana yang terjadi di Indonesia. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa bumi di Indonesia dalam lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan jumlah dimana di tahun 2018 terekam 11,920 kali gempa bumi dan di tahun 2019 juga melebihi 10,300 gempa bumi. Hal ini merupakan perubahan yang signifikan dimana sepanjang tahun 2008 hingga 2017, gempa bumi terjadi sekitar 5,000 – 6,000 kali tiap tahunnya

22

. Di sisi lain, gempa bumi juga merupakan ancaman bencana yang paling mematikan dan paling merusak di Indonesia, sesudah tsunami

23

. Jenis ancaman berikutnya yang mendapatkan jumlah responden tertinggi adalah banjir, dimana banjir umumnya terjadi di berbagai wilayah di Indonesia dan merupakan jenis ancaman paling sering terjadi di Indonesia.

Gambar 3. Hasil survei terkait "Jenis ancaman bencana apa yang mungkin terjadi di sekolah kamu?"

Beberapa hal yang menarik dalam data ini adalah anak-anak tidak hanya melihat jenis ancaman alam saja yang dapat terjadi di lingkungan sekitar mereka. Kerusuhan dan kekerasan serta kebakaran bangunan menjadi jenis ancaman berikutnya yang paling banyak dipilih. Di sisi lain, kebakaran bangunan -mengutip dari kasus kebakaran di perkotaan seperti di Jakarta- sebagian besar terjadi akibat kelalaian manusia yaitu karena arus pendek listrik, kebocoran gas, lilin, kompor, pembakaran sampah, dimana hal-hal ini merupakan sesuatu yang bisa dicegah dan dihindari

24

.

20 Kompas, 2020. "Fakta Lengkap Kasus Pertama Virus Corona Di Indonesia,"

https://nasional.kompas.com/read/2020/03/03/06314981/fakta-lengkap-kasus-pertama-virus-corona-di- indonesia?page=all.

21 Liputan 6, 2020. "Dukung Sekolah Libur Akibat Covid-19, Mendikbud Luncurkan Portal Rumah Belajar,"

https://www.liputan6.com/news/read/4202236/dukung-sekolah-libur-akibat-covid-19-mendikbud-luncurkan- portal-rumah-belajar.

22 CNN Indonesia, 2019. "Gempa Di Indonesia Meningkat Dalam 5 Tahun Terakhir,"

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20191201065329-199-453026/gempa-di-indonesia-meningkat- dalam-5-tahun-terakhir.

23 Kemendikbud, "Pendidikan Tangguh Bencana: Mewujudkan Satuan Pendidikan Aman Bencana Di Indonesia."

24 Beritatagar.id, 2017. "Fakta Musibah Kebakaran Di Dki Jakarta,"

https://beritagar.id/artikel/infografik/musibah-kebakaran-di-dki-jakarta-dalam-angka.

(23)

Halaman 22 dari 100 Lalu, ancaman angin puting beliung telah semakin meningkat seiring dengan waktu dimana di tahun 2019, kejadian puting beliung menjadi bencana yang paling sering terjadi, berdasarkan data dari BMKG dan BNPB

25

. Di sisi lain, jumlah kejadian angin puting beliung meningkat drastis disebabkan karena adanya fenomena perubahan iklim, mobilisasi penduduk, dan juga semakin padatnya penduduk yang berada di lokasi yang rawan bencana.

Hal ini menunjukkan dalam program SPAB penting untuk merekam seluruh jenis ancaman bencana yang bisa meliputi ancaman alam, non-alam, atau jenis ancaman lainnya, terutama dalam proses kajian risiko yang juga turut mengikutsertakan suara dan perspektif anak-anak.

III.3. Perspektif terhadap kesiapsiagaan bencana

Responden anak-anak juga dikaji lebih lanjut terkait pengalaman mereka terhadap kejadian bencana di sekitarnya dan juga perspektif mereka terhadap kesiapsiagaan bencana (Gambar 4).

Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar anak-anak (58%) pernah mengalami kejadian bencana dan mayoritas anak-anak (68%) berpendapat mengetahui atau sangat mengetahui cara agar aman dari bahaya bencana.

Di sisi lain, sebagian besar anak-anak (68%) juga berpendapat sekolah mereka cukup siap atau sangat siap dalam menghadapi bencana dan juga 56% anak-anak berpendapat mereka akan selamat saat berada di kelas bila terjadi bencana.

Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadap dirinya dan lingkungan sekitarnya dalam menghadapi ancaman bencana. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sebagian besar mereka pernah mengalami kejadian bencana (sehingga mereka belajar dari pengalaman terdahulu).

Gambar 4. Hasil survei terkait kesiapsiagaan bencana

25 CNN Indonesia, 2019. "Bencana Puting Beliung Paling Sering Terjadi Di Ri Pada 2019,"

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20191227180652-199-460519/bencana-puting-beliung-paling- sering-terjadi-di-ri-pada-2019.

(24)

Halaman 23 dari 100 Hal ini menjadi temuan yang cukup mengkhawatirkan bila dipadukan dengan pertanyaan berikutnya adalah hanya sebagian kecil saja anak-anak mengetahui apa yang harus dilakukan saat di sekolah bila terjadi bencana, dimana hampir 70% anak tidak mengetahui prosedur sekolah bila terjadi bencana. Hal ini bisa berarti sekolahnya tidak memiliki prosedur atau bila sekolahnya memiliki prosedur, belum disosialisasikan dengan optimal.

Gambar 5. Hasil survei terkait pengetahuan anak-anak terkait prosedur penanggulangan bencana di sekolahnya

Temuan ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan karena studi-studi sebelumnya menunjukkan bahwa banyak anak-anak memiliki perspektif semu terkait keamanan dirinya dalam menghadapi ancaman bencana, sedangkan setelah diselidiki lebih lanjut, pengetahuan mereka masih terbatas.

III.4. Ketertarikan terhadap isu penanggulangan bencana

Hasil survei juga menunjukkan bahwa 7 dari 10 anak-anak pernah berusaha mencari informasi/

pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana (Gambar 6). Lalu, dari metode yang mereka gunakan untuk mencari informasi, media sosial (seperti Instagram, Facebook, dan Twitter), website (misalnya google, detik.com, kompas.com), televisi, dan aplikasi pesan singkat (seperti Whatsapp, Telegram, Line, dll) merupakan cara yang paling populer digunakan (Gambar 7).

Gambar 6. Hasil survei terkait upaya anak-anak untuk mengetahui mengenai kesiapsiagaan bencana

(25)

Halaman 24 dari 100

Gambar 7. Cara yang paling umum digunakan anak-anak untuk mengetahui tentang kesiapsiagaan bencana

Setelah penggunaan media informasi teknologi, diikuti dengan belajar melalui guru, orang tua, dan teman. Hal ini merupakan temuan penting dimana semakin banyaknya anak-anak yang menggali informasi melalui media Informasi Teknologi (IT), dibandingkan melalui interaksi langsung dengan orang-orang di sekitarnya, yaitu guru, orang tua, dan teman-temannya. Di satu sisi, temuan ini bisa menjadi sebuah indikasi terhadap pihak sekolah dan orang tua dimana masih minim informasi terkait kesiapsiagaan bencana yang disampaikan melalui sekolah dan di keluarga, dan di sisi lain menunjukkan potensi penggunaan media IT sebagai media diseminasi informasi terkait kesiapsiagaan bencana untuk anak-anak, baik itu melalui media sosial, website, TV, dan juga aplikasi pesan singkat.

Terkait topik yang ingin diketahui oleh anak-anak, peringkat tertinggi adalah informasi mengenai cara-cara penyelamatan diri saat terjadi bencana. Hal ini menunjukkan fokus terkait pendidikan pengurangan risiko bencana yang terdapat di dalam program SPAB harus meliput setidaknya topik penyelamatan diri, berdasarkan aspirasi dari anak-anak.

Gambar 8. Hasil survei terkait topik apa yang diminati terkait kebencanaan

Anak-anak juga menunjukkan minat yang tinggi terhadap keterlibatan dalam membangun

ketangguhan sekolah, dimana hampir semuanya (92%) anak-anak menyatakan bahwa mereka

perlu terlibat, baik dengan keterlibatan yang minim hingga keterlibatan penuh, terkait upaya-

upaya membangun ketangguhan bencana.

(26)

Halaman 25 dari 100

Gambar 9. Hasil survei terkait ketertarikan anak-anak untuk terlibat dalam SPAB

III.5. Ringkasan hasil survei

Hasil survei menunjukkan bahwa anak-anak memiliki kesadaran yang tinggi terkait ancaman bencana di sekitarnya. Selain wabah penyakit, ancaman bencana seperti gempa bumi, banjir, kerusuhan dan kekerasan, kebakaran, serta angin puting beliung merupakan ancaman bencana yang paling mungkin terjadi di sekolah mereka. Sehingga, fokus utama pembelajaran SPAB perlu juga mempertimbangkan berbagai jenis ancaman bencana ini.

Banyak anak-anak memiliki perspektif semu dimana mereka merasa mampu menyelamatkan dirinya saat terjadi bencana, padahal setelah diselidiki lebih lanjut, pengetahuan mereka terkait kesiapsiagaan bencana masih terbatas. Namun disisi lain, mereka sangat tertarik terhadap isu kesiapsiagaan bencana, terutama terkait cara-cara penyelamatan diri dan anak-anak juga merasa perlu terlibat dalam program SPAB di sekolahnya.

Berdasarkan survei, banyak anak-anak menggunakan media IT untuk menggali informasi terkait kesiapsiagaan bencana, sehingga media ini menjadi peluang untuk dioptimasi untuk mendukung edukasi kesiapsiagaan bencana. Di sisi lain, survei juga menunjukkan masih rendahnya peran orang tua dan guru dalam peningkatan upaya pendidikan. Oleh karena itu, upaya edukasi kesiapsiagaan bencana di sekolah dan di keluarga perlu dioptimalkan untuk mewujudkan budaya tangguh bencana. Hal ini disebabkan waktu anak-anak sebagian besar dihabiskan di dua institusi ini, di sekolah dan di rumah. Sehingga peran pendidik dan orang tua menjadi krusial dalam memastikan anak-anak bisa terlibat dalam kegiatan pengurangan risiko bencana.

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS TIAP PILAR IV.1. Gambaran Umum

Pengumpulan data kualitatif menggunakan mekanisme diskusi kelompok terpimpin dan wawancara dengan para narasumber kunci. Seluruh proses menggunakan metode jarak jauh, umumnya menggunakan fasilitas telekonferensi untuk memaksimalkan keterlibatan para peserta.

Proses diskusi dilakukan dengan menggunakan pertanyaan panduan semi terstruktur dimana

para peneliti memiliki kesempatan untuk mengkaji lebih lanjut terhadap isu-isu menarik yang

muncul saat proses diskusi berlangsung. Para peserta yang terlibat dalam proses ini antara lain

para guru, kepala sekolah, dinas terkait, serta LSM yang bekerja di bidang SPAB yang bekerja

di 4 wilayah penelitian, para pemangku kepentingan di tingkat nasional (termasuk perwakilan

(27)

Halaman 26 dari 100 setiap anggota Seknas SPAB: Kemendikbud, Kemenag, Kemen PUPR, dan BNPB), LSM tingkat nasional, akademisi, dan juga pihak donor internasional.

Hasil penelitian ini dibagi menjadi tiga komponen utama mengikuti pilar 1, 2, dan 3 yang terdapat pada kerangka kerja Comprehensive School Safety yang dikembangkan oleh dan banyak digunakan oleh para pemangku kebijakan di tingkat global dan juga di Indonesia.

Penggunaan analisis per pilar memudahkan dalam memilah setiap aspek intervensi dalam program SPAB. Namun perlu diingat, bahwa terkadang terdapat satu intervensi yang dapat berpengaruh pada dua pilar atau lebih. Misalnya, advokasi kebijakan terkait Permendikbud no.

33 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program SPAB dan juga pengembangan sistem pemantauan dan evaluasi program SPAB adalah beberapa contoh intervensi yang akan berpengaruh pada keseluruhan pilar di CSS. Oleh karena itu, tim peneliti berusaha memilah sebaik mungkin intervensi-intervensi yang ada dan mengelompokkannya di tiap pilar. Apabila intervensi tersebut sudah dibahas di salah satu pilar, maka tim peneliti tidak akan mengulang lagi pembahasannya di pilar lainnya untuk mencegah terjadinya duplikasi.

IV.2. Pilar 1. Fasilitas Satuan Pendidikan Aman Bencana

Lingkup analisis Pilar 1 dalam evaluasi ini termasuk penempatan lokasi, desain dan pembangunan satuan pendidikan, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana, perawatan serta pengawasan secara berkala.

Pada pilar I, terdapat berbagai upaya dari pemerintah dan lembaga non-pemerintah untuk mendukung penguatan sarana prasarana aman bencana di satuan pendidikan, antara lain:

1. Pemutakhiran Standar Bangunan Tahan Gempa (SNI 1726:2002) oleh Kementerian PUPR sebanyak dua kali di tahun 2012 dan 2019. Dalam pemutakhiran SNI ini, satuan pendidikan dimasukkan dalam Kategori Risiko IV, yang artinya bangunan sekolah harus didesain tahan gempa dengan kekuatan 1,5x lebih kuat dibandingkan dengan kekuatan bangunan umum.

2. Kemendikbud khususnya Direktorat Sekolah Dasar selama 12 tahun terakhir telah memanfaatkan dana APBN reguler untuk melakukan rehabilitasi ruang kelas, gedung sekolah dan juga untuk pengadaan sarana prasarana peralatan untuk pendidikan dan teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan satuan pendidikan.

3. Terdapat mekanisme yang lebih jelas untuk rehabilitasi dan rekonstruksi satuan pendidikan. Pembangunan sekolah serta rehabilitasi dan rekonstruksi satuan pendidikan saat ini dilakukan oleh Direktorat Prasarana Strategis, Ditjen Cipta Karya, Kementerian PUPR. Wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) menjadi lokasi prioritas renovasi dan rehabilitasi untuk sekolah, madrasah, dan perguruan tinggi oleh Kementerian PUPR dan memastikan pengendalian mutu.

4. Pemetaan sekolah yang berada di lokasi rawan bencana berdasarkan berbagai jenis ancaman bencana menggunakan integrasi antara data dari Kemendikbud (DAPODIK) dan dari BNPB melalui InaRISK sehingga perencanaan untuk program SPAB menjadi lebih efektif dengan mengidentifikasi prioritas hingga di tingkat satuan pendidikan (Gambar 10).

5. Penyusunan modul pilar I sebagai bagian dari modul SPAB yang disusun oleh Kemendikbud dan UNICEF.

6. Sekitar 12 pemerintah daerah telah mengeluarkan regulasi dan kebijakan yang mendukung

program SPAB. Contohnya, pemerintah provinsi NTT mengeluarkan kebijakan (Surat

Edaran Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT terkait SPAB) dimana sarana

prasarana keamanan di satuan pendidikan menjadi salah satu faktor penentu dalam

(28)

Halaman 27 dari 100 akreditasi sekolah, yang kemudian mendorong penyediaan perlengkapan kedaruratan di setiap satuan pendidikan.

7. Penyediaan sarana prasarana darurat di masa pasca bencana yang lebih sistematis melalui distribusi tenda sekolah serta pengiriman perlengkapan belajar dan rekreasi di wilayah pasca bencana. Saat ini, pemerintah juga mengalokasikan dana untuk pengadaan tenda sekolah untuk masa darurat untuk didistribusikan saat diperlukan. Sebagai contoh, Direktorat Sekolah Dasar (SD) Kemendikbud menyalurkan bantuan untuk sekolah-sekolah yang terdampak gempa bumi dan tsunami Sulawesi Tengah (2018), dalam bentuk mendistribusikan tenda sekolah darurat untuk 211 SD, rehabilitasi pembangunan fasilitas pendidikan yang roboh sebanyak 50 ruangan di 218 SD, dan pengadaan peralatan belajar di 904 SD.

8. Upaya pemulihan pasca bencana di sektor pendidikan oleh Kementerian PUPR, misalnya pasca gempa bumi di Pidie Jaya dan Bireuen (2017), serta gempa bumi Lombok dan gempa tsunami di Sulawesi Tengah (2018). Kemitraan antara Kemendikbud dan lembaga non- pemerintah juga memegang peranan penting dalam pengadaan sekolah sementara yang umumnya bersifat semi-permanen dan berfungsi saat menunggu proses rehabilitasi dan rekonstruksi sekolah selesai dilakukan.

9. Pemerintah responsif dalam penanganan COVID-19 di sektor pendidikan dimana salah satunya adalah pengadaan dan/ atau perbaikan fasilitas CTPS di sekolah-sekolah.

10. Alokasi anggaran rutin dialokasikan ke lokasi terdampak bencana dengan mengurangi anggaran perencanaan di daerah lain. Dana Alokasi Khusus (DAK) digunakan juga untuk rehabilitasi satuan Pendidikan, pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana peralatan Pendidikan dan TIK.

Gambar 10. InaRISK BNPB dengan integrasi data sekolah di lokasi rawan bencana

Hingga tahun 1990-an, pembangunan sekolah dilaksanakan oleh Kementerian PUPR.

Kemudian sejak 1990-an mulai dialihkan pelaksanaannya oleh Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan. Sejak tahun 2019, Kementerian PUPR mendapatkan mandat dari Presiden untuk

menangani sarana prasarana satuan pendidikan melalui Perpres No. 43 Tahun 2019 mengenai

Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pembangunan, Rehabilitasi, atau Renovasi Pasar Rakyat,

Prasarana Perguruan Tinggi, Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, dan Satuan Pendidikan

Dasar dan Menengah. Menyusul Perpres ini, dilakukan pembentukan Pusat Pengembangan

(29)

Halaman 28 dari 100 Sarana Prasarana Pendidikan Olahraga dan Pasar (PPSPPOP) pada tahun 2019 dan tahun 2020 digantikan oleh Direktorat Prasarana Strategis di Dirjen Cipta Karya PUPR.

Konsep penanganan Pendidikan Aman Bencana yang diterapkan Kementerian PUPR adalah pemenuhan terhadap persyaratan teknis keandalan bangunan Gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan), dimana berupaya untuk memfasilitasi ruang belajar yang aman dan nyaman, fasilitas kegiatan belajar mengajar dan pengembangan karakter, infrastruktur dasar, sarana aksesibilitas. Contohnya seperti penerapan dan penyediaan: bangunan sekolah dengan konstruksi tahan gempa, guiding block pada selasar, lapangan upacara dan olahraga sekaligus untuk tempat evakuasi, ramp disabilitas dan wastafel, pintu ruangan mengarah ke luar, jalur pejalan kaki, toilet siswa untuk laki-laki dan perempuan.

Di sisi lain, bangunan satuan pendidikan juga perlu mempertimbangkan fungsi untuk menjadi tempat aman untuk melindungi para warga sekitar yang terdampak dari bencana. Seperti misalnya di Jakarta, sekolah-sekolah yang sudah direnovasi memiliki fungsi lain untuk menjadi tempat pengungsian bila terjadi banjir untuk warga sekitar sekolah. Hal ini tentunya perlu didukung dengan upaya manajemen pendidikan di masa darurat untuk memastikan proses belajar mengajar tidak terganggu di masa tanggap darurat hingga proses pemulihan.

“Fungsi bangunan satuan pendidikan yang utama adalah untuk mewadahi kegiatan belajar mengajar generasi masa depan, sekaligus mampu dijadikan tempat evakuasi apabila terjadi bencana“ ujar salah satu

narasumber di FGD IV.2.1. Relevansi

Tiga belas bencana yang terjadi di Indonesia telah berdampak cukup serius pada satuan pendidikan di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2019

26

. Selama 10 tahun terakhir tersebut, berbagai bencana tersebut telah menyebabkan lebih dari 62.687 satuan pendidikan terdampak dengan lebih dari 12 juta siswa terdampak

27

. Angka ini diperkirakan jauh lebih besar karena belum memasukkan seluruh bencana yang berskala kecil dan menengah.

Hal ini memperlihatkan bahwa upaya pemerintah bersama lembaga non-pemerintah dalam penguatan pilar I, yaitu memastikan fasilitas satuan pendidikan aman bencana, sudah sepantasnya dilakukan dan relevan dengan kebutuhan yang ada.

Hasil wawancara dan FGD menunjukkan bahwa upaya-upaya penguatan sarana prasarana terkait SPAB banyak dibantu oleh lembaga donor internasional seperti Bank Dunia dan juga dana-dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan. Masih sedikit lembaga non- pemerintah terutama LSM yang memiliki program yang terkait pada penguatan pilar 1.

Beberapa LSM yang bergerak di program SPAB sudah ada yang mulai merintis kegiatan- kegiatan terkait pilar 1, antara lain dengan melakukan penguatan bangunan sekolah (retrofitting), membangun dinding penahan longsor, membuat biopori dan sumur resapan untuk mencegah banjir, dan juga melakukan inspeksi teknis untuk mengkaji keamanan bangunan sekolah.

Di sisi lain, kualitas bangunan dipengaruhi oleh lemahnya sosialisasi terkait SNI bangunan tahan gempa (SNI 1726) dan juga masih kurangnya pengawasan dan inspeksi penerapan

26 Kemendikbud, "Pendidikan Tangguh Bencana: Mewujudkan Satuan Pendidikan Aman Bencana Di Indonesia."

27 Ibid.

Referensi

Dokumen terkait