• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konservasi, Budidaya dan Tataniaga Rotan Jernang 2018 I. PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Konservasi, Budidaya dan Tataniaga Rotan Jernang 2018 I. PENDAHULUAN"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

- 1 - I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rotan jernang merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) penting, baik sebagai tanaman konservasi maupun sebagai sumber mata pencaharian masyarakat. Rotan jernang telah dimanfaatkan masyarakat sekitar hutan secara turun temurun, yaitu dengan memanen buah dari hutan untuk diekstrak. Hasil ekstrak berupa resin ini yang laku dijual sebagai komoditas ekspor yang bernilai tinggi.

Indonesia adalah pengekspor resin jernang terbesar di dunia, permintaan resin jernang asal Indonesia berkisar 400-500 ton/tahun (Januminro, 2000, Soemarna, 2009), tetapi Indonesia baru mampu mengekspor 27 ton/tahun senilai US$

10.125.000 (Soemarna, 2009). Bahkan permintaan resin jernang (dragon blood) terus meningkat yang disertai dengan peningkatan harga, sedangkan rotan jernang di hutan alam semakin langka akibat pemanenan yang tidak lestari dan berkurangnya kawasan hutan karena perambahan liar dan perubahan fungsi hutan.

Pemanfaatan rotan jernang yang tumbuh di hutan alam menjadi bermasalah karena dianggap sebagai barang milik masyarakat yang bisa diakses oleh siapa saja dan kapan saja (bersifat open access).Hal ini sangat berbahaya sehingga pada suatu saat dapat mengalami kelangkaan atau kepunahan. Saat ini, rotan jernang di hutan alam sudah sangat sulit ditemukan. Untuk mendapatkan 1–2 kg jernang membutuhkan waktu 2 pekan, padahal 10–15 tahun silam hanya perlu waktu 1 pekan di hutan untuk memperoleh 7–10 kg jernang (Panjaitan, 2011). Menurut informasi dari LSM GITA BUANA di lokasi PT. REKI produksi jernang terus mengalami penurunan tergambar dari kelompok penjernang dan total produksi. Pada tahun 1997 terdapat 40 kelompok penjernang selama 2 minggu per kelompok menghasilkan 11 kg dengan total 440 kg resin jernang kualitas super, namun tahun 2010 tersisa 11 kelompok yang memperoleh menghasilkan 5 kg/kelompok, berarti total resinnya adalah 55 kg (Sahwalita et al., 2016). Fakta ini memberi informasi bahwa produksi jernang ke depan tidak dapat lagi sepenuhnya mengandalkan produksi dari hutan alam. Sumber produksi lain perlu disediakan untuk memenuhi tingginya permintaan pasar terhadap produk ini dan sekaligus dapat menjadi sumber penghasilan masyarakat desa.

(2)

- 2 - Perburuan rotan jernang dimulai oleh masyarakat di sekitar hutan seperti di Jambi dilakukan oleh Suku Anak Dalam (SAD), begitu juga di daerah lain seperti di Sumatera Barat, Riau, dan Aceh banyak dilakukan oleh penduduk lokal. Perburuan rotan jernang menyebar ke provinsi sekitarnya dari informasi pedagang jernang.Masyarakat hanya mengeksplotasi rotan jernang tanpa ada upaya untuk melestarikannya, mereka berebut untuk memperoleh resin jernang sebanyak mungkin untuk dijual.Sampai saat ini, di hutan alam belum ada tindakan pemeliharaan dan pengayaan tanaman rotan jernang dalam usaha untuk peningkatan produksi.Selain itu, budidaya yang dilakukan masyarakat masih sangat terbatas dengan teknologi yang sederhana. Kondisi ini akan menjadi masalah untuk pemenuhan baku dan keberlangsungan industri pengolahan resin jernang masyarakat. Kebiasaan mengeksplorasi dari alam tanpa memperhatikan budidayanya masih sulit untuk dirubah menjadi kebiasaan menanam, sehingga diperlukan waktu dan tahapan dalam upaya domestikasi, yang diawali dengan kepentingan komersial produk tersebut.Kepentingan komersial berawal dari pasar lokal, seperti Dacryodes edulis dan Irvingia gabonensis di Kameron dan Nigeria (Leakey, et al, 2004).

Berdasarkan penelitian tahun sebelumnya diketahui bahwa rotan jernang tumbuh di wilayah Sumatera bagian selatan dan sudah dimanfaatkan oleh masyarakat (Sahwalita et al., 2015). Masyarakat memanfaatkan rotan jernang secara turun- temurun dengan cara memanen buah jernang dari hutan alam dan mengolahnya menjadi resin. Kondisinya sama dengan daerah lainnya, masyarakat hanya memanfaatkan rotan jernang di hutam alam tanpa ada upaya penyelamatan. Hal ini menyebabkan industri resin jernang mulai mengalami kesulitan bahan baku, sehingga produksi tidak stabil. Belum adanya kelembagaan dalam pemanfaatan rotan jernang menyulitkan pengembangan usaha ini untuk menjadi salah satu sumber mata pencaharian masyarakat.

Dengan melihat kondisi diatas maka perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang konservasi, budidaya dan tata niaga rotan jernang. Penelitian ini dilakukan secara komprehensif dan bersifat multi years. Pada tahun 2015, diperoleh hasil mengenai sebaran dan jenis alam dan budidaya, tata cara pemanenan dan pengolahan pasca panen oleh masyarakat, pembibitan generatif D. hirsuta, tataniaga dan nilai tambah rotan jernang di wilayah Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu.

(3)

- 3 - Sementara pada tahun 2016, diperoleh hasil sebaran dan jenis budidaya, pola penanaman, pembibitan generatif dan penanaman D. didymophylla, pengolahan pasca panen untuk produk ekspor, sosial ekonomi, dan kelembagaan di wilayah Provinsi Jambi. Pada tahun 2017 telah dilakukan kegiatan pembibitan, penanaman rotan jernang pola agroforestri di Kabupaten Muara Enim dan pemeliharaan plot rotan jernang di KHDTK Kemampo serta peluang dan motivasi masyarakat dalam pengembangan rotan jernang.

Pada tahun 2018 kegiatan yang dilakukan meliputi: pemeliharaan, pengamatan dan pengukuran pertumbuhan bibit maupun tanaman pada plot yang telah dibangun pada tahun sebelumnya. Lokasi penelitian di KHDTK Kemampo Banyuasin dan Kabupaten Muara Enim. Selain itu dilakukan survei peluang pasar jernang di tingkat eksportir, karena beberapa tahun terakhir tingkat permintaan terhadap jernang terus menurun.

Upaya konservasi insitu rotan jernang masih belum optimal karena konservasi flora secara umum di Indonesia masih berbasis pada konservasi kawasan bukan fokus terhadap spesies. Selain itu konservasi insitu memerlukan strategi yang lebih kompleks mengingat banyaknya parapihak (stakeholder) yang harus dilibatkan baik dalam penetapan aturan, kebijakan serta pengelolaan spesies yang akan dilindungi. Saat ini upaya konservasi secara eksitu merupakan upaya yang termudah dan terukur dalam memberikan solusi penyelamatan rotan jernang (konservasi genetik) dari kepunahan. Teknik budidaya serta pembibitan merupakan strategi yang bisa dilakukan sebagai bagian dari konservasi eksitu rotan jernang, dengan penelitian percobaan penanaman dan pembibitan pada areal-areal diluar habitat alaminya. Paket IPTEK konservasi eksitu ini diharapkan dapat mendorong strategi konservasi insitu kedepannya. Dengan demikian diharapkan rotan jernang dapat menjadi salah satu komoditas HHBK unggulan di regional Sumatera bagian selatan.

B. Rumusan Masalah

Potensi produksi jernang semakin menurun disebabkan oleh pola pemungutan yang tidak lestari, rusaknya habitat, belum adanya kelembagaan yang kuat, serta belum dilakukannya upaya pengembangan dalam upaya konservasi dan domestikasi

(4)

- 4 - rotan jernang. Saat ini, jernang sebagian besar dihasilkan melalui ekstraksi dari hutan alam dan masih sedikit upaya pembudidayaannya.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka pada tahun 2018 yang menjadi topik permasalahan adalah:

1. Terbatasnya informasi teknik pembibitan rotan jernang di persemaian untuk menghasilkan bibit jernang berkualitas.

2. Terbatasnya informasi teknik budidaya (pemeliharaan) rotan jernang dengan pola agroforestri pada kebun masyarakat di sekitar hutan untuk menghasilkan tanaman yang berkualitas dan produktif.

3. Permintaan jernang mengalami penurunan beberapa tahun terakhir, sehingga perlu informasi mengenai peluang pasar di tingkat eksportir.

4. Perlunya pengumpulan data dan informasi dalam rangka penyususnan strategi kemitraan dengan masyarakat sebagai kader (binaan) konservasi rotan jernang.

C. Tujuan Dan Sasaran

Tujuan kegiatan penelitian konservasi, budidaya dan tata niaga rotan jernang pada tahun anggaran 2018 adalah menyediakan data dan informasi teknik pembibitan serta budidaya (pemeliharaan)rotan jernang dengan pola agroforestri pada kebun masyarakat di sekitar hutan dankebun koleksi (sebagai bagian dari strategi konservasi eksitu), data dan informasi tentang peluang pasar dan tingkat permintaan jernang untuk tujuan ekspor serta data dan informasi strategi kemitraan dengan masyarakat sebagai kader (binaan) konservasi rotan jernang.

D. Luaran

Luaran yang diharapkan adalah sebagai berikut:

a. Teknik pembibitan rotan jernang dalam rangka produksi bibit berkualitas.

b. Teknik budidaya (pemeliharaan) rotan jernang dengan pola agroforestri pada kebun masyarakat di sekitar hutan dan kebun koleksi sebagai upaya peningkatan produktifitas rotan jernang.

c. Plot tanaman rotan jernang pola agroforestri pada kebun massyarakat di sekitar hutandan kebun koleksi.

(5)

- 5 - d. Data dan informasi peluang pasar dan tingkat permintaan jernang untuk tujuan

ekspor.

e. Data dan informasi strategi kemitraan dengan masyarakat sebagai kader (binaan) konservasi rotan jernang.

E. Dampak Kegiatan

Kondisi rotan jernang di hutan alam sudah langka sehingga perlu adanya upaya untuk penyelamatannya melalui konservasi dan budidaya (domestikasi). Rotan jernang sebagai komoditi yang diperdagangkan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi yang apabila dikelola dengan baik dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Beberapa manfaat dan dampak yang dimungkinkan melalui kegiatan ini antara lain:

1. Pemahaman masyarakat meningkat tentang perlunya bibit berkualitas sebagai materi tanaman di lapangan.

2. Kesadaran masyarakat untuk menanam rotan jernang akan meningkat dengan memanfaatkan teknik penanaman yang tepat.

3. Kemampuan masyarakat dalam memelihara tanaman rotan jernang meningkat dengan teknik silvikultur yang tepat.

4. Peluang pengembangan rotan jernang di sekitar habitat alami yang cukup tinggi dapat mendukung upaya konservasi jenis dan domestikasi dalam skala lebih luas.

5. Motivasi dalam mengembangankan rotan jernang dapat meningkatkan peran masyarakat dalam melakukan upaya komersialisasi rotan jernang, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

F. Hasil Penelitian Tahun Sebelumnya

Hasil yang telah selama 3 tahun yaitu tahun 2015, 2016 dan 2017, sebagai berikut:

1. Sebaran rotan jernang secara alami di Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu yang meliputi sepanjang bukit barisan selatan dan terdapat 5 jenis rotan jernang.

2. Sistem pemanenan rotan jernang tidak merusak dan membunuh tanaman dan teknik pengolahan pasca panen yang lebih baik dari sebelumnya.

(6)

- 6 - 3. Petani/penjernang mengumpulkan buah rotan jernang dari kawasan hutan baik

secara perorangan maupun kelompok

4. Sebaran budidaya rotan jernang di provinsi Jambi meliputi Kabupaten Sarolangun, Merangin, Tanjung Jabung Timur dan Kota Jambi dan jenis-jenis yang dibudidayakan antara lain: Jernang burung (D. didymophilla Becc.), Jernang rambai (D. DracoBl.) dan jernang bulat (D. AcehensisRustiami).

5. Budidaya rotan jernang dilakukan dengan pola agroforestri dan monokultur.

Pola agroforestri dilakukan pada tanaman karet, dimana tanaman karet dijadikan tanaman pengait untuk rotan.

6. Teknik pembibitan rotan penghasil jernang dapat dilakukan secara generatif dengan hasil yang baik dan pemacuan pertumbuhan bibit dapat mempersingkat waktu bibit dipersemaian meliputi jenis rotan jernang lonjong (D. hirsuta Blume) dan jenis burung (D. Didymophila Becc.) .

7. Pemberian pupuk pada bibit rotan jernang (D. didymophilla Becc.) baik melalui akar maupun daun pada awal pertumbuhan belum memberikan pengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan tanam.

8. Ukuran polybag memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bibit rotan jernang (D. didymophilla Becc.).

9. Pupuk dasar yang diberikan pada tanaman rotan jernang (D. hirsuta Blume) belum berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.

10. Pengurangan jumlah daun pada bibit rotan jernang (D.didymophilla Becc.) sebelum penanaman memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.

11. Penanaman yang dilakukan di KHDTK kemampo berupa rotan jernang yang berasal dari Jambi (Kabupaten Merangin) dan Aceh (Kabupaten Aceh Besar) dilakukan sebagai upaya penyelamatan genetik karena rotan jernang terus mengalami tekanan di hutan alam.

12. Pola penjarangan vertikal yang dilakukan pada tanaman rotan jernang (D.

DracoBl.) belum memberikan pengaruh yang optimal terhadap pertumbuhan tanaman.

13. Proses pengolahan pasca panen rotan jernang di wilayah sumbagsel hampir sama pada tingkat pengepul dengan langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut :

(7)

- 7 - a. Buah jernang dirontokkan dari tangkai dengan cara didiamkan 3 - 4 hari buah akan lepas sendiri atau dipotong dengan gunting sampai pada bagian pangkal tangkai, hal ini dilakukan untuk mengambil resin yang menempel pada tangkai buah dalam upaya meningkatkan rendemen.

b. Buah dipisahkan berdasarkan ukuran besar, sedang dan kecil. Pembagian ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pada buah segar dengan memisahkan pertangkai dan pada buah yang telah rontok diayak dengan kawat sehingga buah ukuran kecil jatuh dan ukuran besar tertahan pada ayakan.

c. Buah ukuran sedang dan besar langsung dimasukan dalam mesin penggiling sekitar 15 - 20 menit, biasanya setiap pengolah mempunyai cara tersendiri sehingga resin masih tersisa pada buah. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan grade resin pada pengolahan berikutnya. Pada proses ini diperoleh resin jernang kualitas SUPER. Buah sisa penggilingan kemudian dijemur 4 - 5 hari.

d. Buah ukuran kecil langsung dijemur, karena kalau dimasukkan mesin penggiling resinnya tidak lepas. Buah selanjutnya ditumbuk dengan menghasilkan jernang kualitas SUPER.

e. Buah besar, sedang dan kecil selanjutnya dicampurkan untuk ditumbuk.

Hasil tumbukan pertama menghasilkan Grade A1, tumbukan kedua menghasilkan Grade A2, tumbukan ketiga menghasilkan Grade A3, tumbukan keempat selanjutnya menghasilkan Grade A4 (Ketok 0) dan sampah serta biji.

f. Selanjutnya serbuk resin dibungkus sesuai dengan grade masing-masing.

14. Semua produk hasil pengolahn tersebut laku dijual, bahkan pengepul dapat membuat produk yang diinginan pembeli/buyers dengan cara mencampur hasil olahan pada grade-grade tertentu, sedangkan untuk ekspor tergantung pesanan pembeli biasanya berupa resin padat.

15. Sampai saat ini belum ada aturan tentang bagaimana masyarakat mengambil jernang di hutan. Arahan agar petani jernang cukup mengambil buahnya saja biasanya disampaikan oleh pengumpul dan pengolah jernang.

16. Saluran pemasaran jernang adalah:

(8)

- 8 - a. Petani penjernang – pengumpul buah tingkat desa – pengolah jernang tingkat desa– pengumpul hasil olahan jernang desa – pengumpul hasil olahan jernang tingkat kabupaten – pengumpul hasil olahan jernang tingkat provinsi – exportir

b. Petani penjernang – pengumpul buah/ pengolah jernang tingkat desa – pengumpul hasil olahan jernang tingkat kabupaten – pengumpul hasil olahan jernang tingkat provinsi – exportir

c. Petani penjernang – pengumpul buah/ pengolah jernang tingkat kabupaten – pengumpul hasil olahan jernang tingkat kabupaten – pengumpul hasil olahan jernang tingkat provinsi – exportir

17. Nilai tambah dalam bisnis jernang pada umumnya diperoleh pengolah jernang dimana buah bertangkai dari jernang diolah menjadi serbuk jernang, tumbukan satu sampai tumbukan akhir dan sampah.

18. Survey sosial ekonomi menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pekerjaan utama sebagai petani (83,33%). Responden rata-rata berumur 40 tahun, mempunyai jumlah anggota keluarga sebanyak 4 orang, dengan tingkat pendapatan sebesar Rp 2.595.000 per bulan. Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), yaitu sebesar 46,67% dengan rata-rata luas lahan yang dimiliki 5,3 hektar. Karakteristik rumah tangga yang mempengaruhi pengembangan jernang adalah faktor pendidikan, pekerjaan utama dan luas lahan

19. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa strategi SO (Strengths – Opportunities) adalah strategi yang paling sesuai karena posisi pengembangan rotan jernang berada pada sel 1. Strategi yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan rotan jernang adalah: pengaturan lahan, pasar, IPTEK, modal dan akses kredit.

20. Peluang pengembangan rotan jernang di sekitar habitat alaminya, yaitu di Desa Tanjung Agung dan Desa Muara danau, masih cukup tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan pengaturan pola tanam dan jarak tanam di lahan yang telah ditanami kopi, atau dengan memanfaatkan lahan hutan desa yang masih belum optimal.

(9)

- 9 - 21. Persepsi serta keyakinan yang positif terhadap rotan jernang, mulai dari ketersediaan dan kesesuaian lahan, ketersediaan waktu dan tenaga, kemudahan dalam penanaman dan pemeliharaan, hasil yang menguntungkan, serta kemudahan dalam pemasaran merupakan hal-hal yang menjadi motivasi bagi masyarakat untuk menanam jernang.

(10)

- 10 - II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

Kerangka pemikiran dimulai dari permasalahan yang dihadapi terhadap jernang (Gambar 1) dan selanjutnya dipecahkan melalui beberapa solusi penelitian yang akan dilaksanakan (Gambar 2).

Gambar 1. Pohon masalah

Gambar 2. Pohon solusi

(11)

- 11 - B. Hasil Penelitian yang Pernah Dilakukan

Rotan jernang telah lama dimanfaatkan masyarakat dan sudah dikenal sejak lama, tetapi penelitian tentang jernang masih terbatas baik mengenai hasil dan wilayah penelitian.Penelitian yang banyak dilakukan berupa potret baik mengenai keberadaannya di hutan alam, pemanfaatan dan pengembangan yang telah dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan serta tata niaga produk rotan jernang.Lokasi penelitian saat ini meliputi Provinsi Jambi serta ada beberapa di Provinsi Riau dan Aceh.

Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya sehingga dapat menjadi rotan jernang sebagai HHBK unggulan dan mampu menambah penghasilan masyarakat dan berperan dalam konservasi secara luas. Ada beberapa penelitian yang dihasilkan, meliputi :

1. Sebaran dan Jenis

Secara alami rotan jernang terdapat di wilayah Sumatera dan sebagian masyarakat di sekitar hutan sudah ada yang menanam skala terbatas. Di Provinsi Jambi rotan jernang tersebar di Kabupaten Bungo, Merangin, Sarolangun, Batanghari, Tanjabbar, Bungo, dan kawasan Taman Nasional Bukit 12, Tanjabtim, Kota Jambi (Elwamendri et al., 2008, Nugroho, 2010 dan Sahwalita et. al., 2016a), di Provinsi Bengkulu tersebar di Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kaur (Sahwalita et al., 2015) dan di Provinsi Sumatera Selatan tersebar di Kabupaten Muara Enim, Lahat, Pagar Alam, Ogan Komering Ulu Selatan dan Musi Rawas Utara (Sahwalita et al., 2016c). Jenis-jenis rotan penghasil jernang antara lain: Daemonorops draco BL., D.didymophyllus BECC., D. mattanensis BECC., D. micranthus BECC., D. propinquus BECC., D. ruber BL., D.

draconcellus BECC., D. micracanthus BECC., D. motleyi BECC., D. sabut BECC., D. draco Beccari,D. hystrix (Griff.) Martius var.hystrix dan lain-lain (Heyne, 1987, Dransfield dan Manokaran, 1994 dalamWaluyo, 2008, Sahwalita et al., 2015).

2. Morfologi dan Karakter

Secara umum morfologi jenis rotan jernang sama dengan rotan secara umum,tapi yang membedakan adalah pemanfaatannya yaitu berupa buah rotan jernang.

(12)

- 12 - Rotan jernang (D.draco, D. micracantha, D. didymophylla, dan D. mattanensis) ini akan mulai berbunga pada umur tanaman 2-3 tahun dan berbuah antara 4-6 tahun (Sumarna, 2005).Informasi mengenai potensi di alam masih terbatas karena jernang sudah terdesak jauh di dalam hutan.Secara umum kerapatan rotan jernang di alam sudah sangat jarang akibat gangguan habitat dan pola pemanfaatan yang kurang lestari.Sahwalita, et al. (2015) menyatakan secara alami kerapatan rumpun rotan jernang (D. hirsuta Blume) paling tinggi di Desa Tanjung Tiga, mencapai 23 rumpun dalam luasan 400 m2 atau sekitar 500 rumpun/ha. Jumlah batang dalam satu rumpun cukup bervariasi, berkisar antara 2-16 batang.

Karakter habitat rotan jernang di alam dipengaruh oleh jenis dan lingkungannya.

Nugroho (2010) menginformasikan bahwa intensitas cahaya yang diperlukan berkisar antara 50–55%, suhu tanah 23,4–31,90C, pH tanah 5,5–6,2, kelembapan tanah 55–62%, suhu udara 23–29,40C, kelembapan udara 60–92%, dan ketinggian tempat 50–400 m dari permukaan laut. Kemudian Sahwalita danKurniawan (2013) menambahkan bahwa rotan penghasil jernang tumbuh pada ketinggian antara 60–476 m dpl, intensitas cahaya 210-1.480 lux dan temperatur tanah 24-28oC. Tempat tumbuh rotan penghasil jernang memiliki pH 5–6,5. Rentang tumbuh rotan jernang tergantung jenisnya sekitar 20–1.600 m dpl (Sahwalita et al,, 2015). Sumarna (2011), menyatakan rotan jernang memerlukan curah hujan 1.000–1.500 mm per tahun, sebab jika curah hujan di atas 2.000 mm per tahun dapat menghambat pembungaan.

3. Perkecambahan, Perbenihan dan Pembibitan

Penyebab sulitnya pada re-generasi rotan jernang adalah sulitnya memperoleh buah yang masak akibat buah rotan jernang dipanen pada waktu muda untuk mendapatkan resin.Usaha yang dilakukan penanganan buah rotan jernang yang baik dapat menghasilkan benih dengan kualitas fisik dan fisiologis yang baik dan seragam.Sahwalita dan Herdiana (2016), menyatakan bahwa perlakuan dan pengkondisian benih rotan jernang selama perkecambahan telah mampu menghasilkan daya berkecambah yang cukup baik. Perkecambahan rotan jernang bervariasi tergantung jenis dan perlakuan, beberapa informasi kemampuan berkecambah rotan jernang: jenis D. draco 48,5% (Nugroho dan Muara, 2012),

(13)

- 13 - D.didymophilla Becc. mencapai 37-50 % (Bustomi S., 2014; Sahwalita, 2015) dan Jenis D.hystric mencapai 41,13% (Herdiana dan Sahwalita, 2016).

Pembibitan rotan jernang tidak banyak mengalami kendala, penyakit yang biasa muncul adalah karat daun Upaya pengendalian dengan penyemprotan fungisida Dithane - 45 dengan dosis 2 g/10 ml air, memotong daun yang terkena serangan dan mengisolasinya, pengaturan kelembapan karena lingkungan yang terlalu lembab (Nugroho dan Muara, 2012). Penyemprotan dilakukan setiap 2 minggu jika potensi serangan tinggi, biasanya pada musim kemarau (Sahwalita, et. al., 2015).

4. Budidaya Rotan Jernang

Masyarakat di sekitar hutan menanam rotan jernang dengan memanfaatkan buah masak yang mereka peroleh dari berburu rotan jernang di hutan. Penanaman rotan jernang yang dilakukan masyarakat secara campuran dengan tanaman berkayu (karet, durian, rambutan) sebagai pohon pengait dan cara monokultur (Nugroho et al., 2013 dan Sahwalita et al., 2015). Hama yang muncul biasanya adalah babi pada tanaman kecil dan tupai pada buah rotan. Seranggan hama babi pada plot budidaya di KHDTK Kemampo tahun tanam 2012 sebesar 29,5%

(Sahwalita dan Kurniawan, 2013).

Budidaya dalam skala luas dengan menggunakan teknik silvikultur masih belum dilakukan. Sebenarnya potensi perolehan penerimaan petani pengolah jernang dengan melakukan budidaya/ kultur teknis yang baik akan dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp56.250.000/ha/th (Elwamendri et al., 2008).Jika dibandingkan estimasi keuntungan per tahun dari 1 ha Jernang adalah 35–38 juta rupiah, sedangkan kebun sawit adalah 13–17 juta rupiah dan 20-23 juta untuk 1 Ha karet (Arifin, 2008). Untuk pola usaha agroforestri jernang dan karet layak untuk diusahakan secara finansialuntuk dapat memenuhi kebutuhan hidup layak bagi petani maka usaha agroforestri karet dan jernang harus diusahakan dengan luas minimal 1,28 hektar (Ardi et al., 2011). Strategi yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan rotan jernang adalah: pengaturan lahan, pasar, IPTEK, modal dan akses kredit (Sahwalita et al., 2016a).

(14)

- 14 - 5. Pemanfaatan dan Nilai Tambah

Masyarakat di sekitar hutan memanen rotan jernang di alam dengan memanfaatkan waktu senggang setelah panen hasil pertanian atau perkebunan.Musim berburu dipengaruhi oleh kegiatan para petani di setiap wilayah. Beberapa informasi menunjukan bahwa musim berburu rotan jernang hampir sama pada beberapa wilayah. Di Provinsi Jambi musim berburu jernang dilakukan pada bulan September-Desember (Sumadiwangsa, 1973; Elvidayanty dan Erwin, 2006 dalamWaluyo (2008) dan di wilayah Sumatera Selatan bahkan mulai dari September-April (Sahwalita et al, 2015).

Setelah melakukan pemanenan masyarakat akan mengolah buah rotan jernang menjadi resin jernang. Ekstraksi buah rotan jernang secara tradisional telah dilakukan oleh Suku Anak Dalam (SAD) di Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD), Kab. Sarolangun dan oleh Suku Melayu Jambi (SMJ) di Taman Nasional Kerinci Seblat, Kab. Merangin, Jambi. Di Sumatera Selatan ekstraksi rotan jenang sudah lebih maju dengan memanfaatkan kawat kasa dan pada tingkat pengepul ekstraksi telah memanfaatkan mesin penggiling. Pengolahan pada tingkat eksportir telah menggunakan teknik pencampuran dan pencetakan sesuai pesanan pembeli (ITTO 2007; Waluyo 2008; Sahwalita et al., 2015;

Sahwalita et al., 2016a). Rendemen resin jernang bervariasi sesuai jenis, diperoleh informasi dari pengolah jernang: jenis jantung 5-7%, burung 1-1,2%, lonjong 0,7-0,9, lengkukup 0,5-0,6 dan Jawa 0,3 (Sahwalita et al., 2015).

Penentuan tingkatan (grade) hasil olahan tergantung kadar resinnya, seperti grade Super (70-75%), grade A1 (25%), Grade A2 (18%), Grade A3 (12%), ketok 0 (>5%) dan biji (Sahwalita et al, 2015). Nilai tambah dalam bisnis jernang pada umumnya diperoleh pengolah jernang dimana buah bertangkai dari jernang diolah menjadi serbuk jernang, tumbukan satu sampai tumbukan akhir dan sampah (Sahwalita et al., 2015).Nilai tambah yang diperoleh oleh para pelaku usaha jernang tidak merata, nilai terendah diperoleh pedagang (pengumpul perantara) yaitu 5,08% sedangkan nilai tertinggi diperoleh eksportir mencapai 44,29% (Effendi dan Rostiwati, 2013).

(15)

- 15 - 6. Kandungan dan Manfaat

Jernang termasuk dalam kelompok resin keras yaitu padatan yang mengkilat;

bening atau kusam atau berwarna merah; rapuh; meleleh bila dipanaskan dan mudah terbakar dengan mengeluarkan asap dan bau yang khas; berbentuk amorf;

berat jenis 1,18-1,20; bilangan asam rendah; bilangan ester sekitar 140, titik cair sekitar 120°C; larut dalam alkohol, eter, minyak lemak dan minyak atsiri, sebagian larut dalam kloroform, etil asetat, petroleum spiritus dan karbon disulfide serta tidak larut dalam air (Sumadiwangsa, 1973; Sumadiwangsa 2000;

Coppen 1995 dalamWaluyo, 2008). Komponen kimia utama pada resin yang dihasilkan dari buah jernang adalah resin ester dan dracoresino tannol (57-82%).

Selain itu, resin berwarna merah tersebut juga mengandung senyawa-senyawa seperti dracoresene (14%), dracoalban (hingga 2,5%), resin tidak larut (0,3%), residu (18,4%), asam benzoate, asam benzoilasetat, dracohodin, dan beberapa pigmen terutama nordracorhodin dan nordracorubin (Risna, 2006 dalamWaluyo, 2008). Kandungan senyawa kimia dari jernang adalah 5,7-Dihydroxy-6- methylflavan, 7-hydroxy-5-methoxyflavan, Dracoflavan A, 5,5’,7,7’- Tetrahydroxy-4,8’-biflavan, Dracoflavan B1, Dracoflavan B2, Dracoflavan C, Dracoflavan C1, Dracoflavan C2, Dracoflavan D1, Dracoflavan D2, Dracooxepine, Dracorubin, Nordracorubin, 1 2-Ursene-3,38-diol (Purwanto et al., 2005).

Kegunaan jernang yaitu sebagai bahan pewarna vernis, keramik, marmer, alat dari batu, kayu, rotan, bambu, kertas, cat dan sebagainya. Selain itu juga digunakan sebagai bahan obat-obatan seperti diare, disentri, obat luka, serbuk untuk gigi, asma, sipilis, berkhasiat apbrodisiac (meningkatkan libido) serta kegunaan lainnya (Anonim, 2006; Grieve 2006 dalamWaluyo, 2008).Jernang dimanfaatkan masyarakat lokal sebagai bahan pewarna, bahan ramuan obat- obatan, dupa, pembuatan vernis, dan bahan anti racun (Purwanto et al., 2005).

Secara tradisional masyarakat di Kabupaten Muara Enim dan Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS) telah memanfaatkan rotan jernang untuk obat-obatan seperti obat sakit gigi, obat ambien dan pembeku darah waktu melahirkan (Sahwalita et al., 2015).

(16)

- 16 - 7. Potensi dan Pasar

Resin jernang merupakan komoditas ekspor yang permintaannya terus meningkat. Kebutuhan negara asing akan getah jernang cukup tinggi (China, Singapura, Hongkong). China membutuhkan 400 ton jernang tiap tahunnya dan Indonesia baru mampu memasok sekitar 27 ton per-tahun (Pasaribu, 2005).Harga buah rotan jernang pada tahun 2015 di tingkat pengumpul desa sebesar Rp 45.000–Rp50.000, sedangkan di tingkat pengumpul tingkat kecamatan/pengolah sebesar Rp 55.000–Rp60.000 dan resin super Rp 3.000.000–3.500.000 (Sahwalita et al., 2015). Potensi resin jernang pada masing-masing daerah belum terdata dengan baik karena masih tergantung pada alam. Suplai jernang selama ini berasal dari pemungutan alam (ekstraksi) sehingga produksi dan ketersediaannya tidak stabil karena akan tergantung dengan kelestarian sumber hutan (Sahwalita et al., 2015). Ada beberapa data yang tersedia seperti: potensi jernang di Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi sebesar 226,66 ton per tahun tersebar di Kecamatan Air Hitam sebesar 96,51 ton/tahun dan Kecamatan Pauh sebesar 130,16 ton/tahun (Matangaran dan Puspitasari, 2012).

Mata rantai perdagangan getah jernang di Jambi masih tertutup, belum ada aturan atau asosiasi perdagangan yang mengatur. Harga dipatok oleh pengumpul dan tidak ada standardisasinya (Sulasmi, 2012). Dalam penjualan jernang sekurangnya ada 5 lembaga tata niaga, yaitu: 1).petani (pemungut dan pembudidaya), 2). pedagang (pengumpul perantara), 3). pengolah getah jernang, 4). pedagang tingkat Kabupaten 5). pedagang besar/eksportir (Effendi dan Rostiwati, 2013). Ada 3 kemungkinan saluran pemasaran jernang, yaitu: 1).

Penjenang - pengumpul buah tingkat desa – pengolah jernang tingkat desa–

pengumpul hasil olahan jernang desa – pengumpul hasil olahan jernang tingkat kabupaten – pengumpul hasil olahan jernang tingkat provinsi – exportir; 2).

Penjernang – pengumpul buah/ pengolah jernang tingkat desa – pengumpul hasil olahan jernang tingkat kabupaten – pengumpul hasil olahan jernang tingkat provinsi – exportir; dan 3). Penjernang – pengumpul buah/ pengolah jernang tingkat kabupaten – pengumpul hasil olahan jernang tingkat kabupaten –

(17)

- 17 - pengumpul hasil olahan jernang tingkat provinsi – exporter (Sahwalita et al., 2015).

8. Manfaat Tumbuhan Rotan Jernang

Manfaat ekologis karena rotan jernang tergolong kelompok tumbuhan perdu yang tidak parasit terhadap pohon penegak, tapi hanya memanfaatkannya untuk mencapai kondisi mikroklimat yang ideal meliputi intensitas sinar matahari, aliran udara dan kelembapan relatif (Wijaya, 2010). Manfaat sosialnya, dengan menanam rotan jernang berarti melestarikan peninggalan nenek moyang (Puyang) karena rotan jernang merupakan tumbuhan asli masyarakat Jambi (Arifin, 2008). Pemungutan rotan jernang sebagai alternatif sumber mata pencaharian masyarakat sekitar hutan karena tidak memerlukan ketrampilan khusus dan modal yang besar (Sahwalita et al., 2015). Belum adanya aturan yang jelas dan mengikat untuk barang publik dan akses terbuka seperti rotan jernang akan mengamcam kelestariannya (Sahwalita et al., 2015).

C. Kajian Topik Terkait 1. Rotan Penghasil Jernang

Rotan berasal dari bahasa melayu “raut” yang berarti nama dari sekumpulan jenis tanaman Palmae yang tumbuh memanjat. Jenis-jenis rotan penghasil jernang antara lain: Daemonorops draco Bl., D.didymophyllus Becc., D. mattanensis Becc., D. micranthus Becc., D. propinquus Becc., D. ruber Bl., D. draconcellus Becc., D.

micracanthus Becc., D. motleyi Becc., danD. sabut Becc.. (Heyne, 1987; Dransfield dan Manokaran, 1994; dalamWaluyo, 2008).

Rotan jernang di Indonesia dikenal juga dengan nama rotan tunggal.

Tanaman ini berkerabat dekat dengan tanaman rotan getah, rotan latung, rotan sendang, rotan tanah, rotan manau padi, rotan lilin, rotan bulu rusa, dan rotan sabut.

Klasifikasi rotan jernang

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

(18)

- 18 - Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas : Arecidae

Ordo : Arecaceae

Famili : Arecaceae (suku pinang-pinangan)

Genus : Daemonorops

Spesies : Daemonorops spp.

Tanaman ini tumbuh merambat dan membutuhkan tanaman kayu-kayuan sebagai media tegakannya. Ciri-ciri botanis beberapa rotan penghasil jernang:

a. D.draco Bl.

D. draco disebut juga dengan rotan jernang, rotan Palembang, jernang besar.

Jenis ini merupakan rotan jernang klasik asal Sumatera.

b. D. didymophyllus Becc.

D. didymophyllus disebut juga uwi jernang kecil (Palembang) dan rotan udang (Malaka). Jenis rotan ini mempunyai buah yang besar, menghasilkan 6 buah batang menyulur yang panjangnya kira-kira 30 m. Mempunyai diameter 10-10 mm, dengan buku-buku yang menceruk dan ruas-ruas yang panjangnya 10-18 cm. Permukaannya kusam sampai cokelat muda. Jenis rotan ini kuat, namun sifat lentur dan kemampuan belah kurang baik, dan mempunyai inti yang berlubang.

Karena sifat-sfat tersebut jenis ini diklasifikasikan rotan yang bernilai rendah.

Jenis ini sudah jarang diambil jernangnya oleh masyarakat Palembang.

c. D. mattanensis Becc.

Jenis ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Kalimantan. Produksi jernang dari rotan ini hanya sedikit.

d. D. micranthus Becc.

Jenis ini pada umumnya tersebar di Semenanjung Malaysia.

e. D. propinquus Becc.

Jenis ini disebut juga dengan jernang paya (Kubu) dan tersebar di Semenanjung Malaysia dan Sumatera. Jenis yang tersebar Di Semenanjung Malaysia, menghasilkan jernang dengan mutu baik namun oleh suku Kubu tidak digunakan.

f. D. draconcellus Becc.

D. draconcellus bisa ditemukan di Serawak dan Kalimantan Barat dan dikenal masyarakat dengan sebutan rotan jerman atau rotan jernang (Pontianak). Jenis ini

(19)

- 19 - dianggap sebagai salah satu rotan yang menghasilkan jernang terbaik dengan warna merah tua yang indah. Diameter mencapai 6-8 mm dengan ruas-ruas yang panjangnya 15-30 cm. Permukaannya kuning muda mengkilat, intinya kelabu kekuning-kuningan, sangat lentur dan sebagai rotan penjalin yang baik.

g. D. ruber Bl.

Jenis ini ditemukan di Jawa dan Sumatera. Buahnya dimanfaatkan untuk memerahi rotan yang dikupas. Rotan kupasan ini ditimbuni tanah basah selama 15 hari lalu dikeringkan 6 hari dan dua kali selama beberapa jam direndam dalam air rebusan buah rotan yang telah dtumbuk.

h. D. motleyi Bl.

D. motleyi disebut juga dengan royan jernang laki (Banjarmasin) dan dapat ditemukan di Kalimantan. Batangnya kasar, getas, tidak digunakan, tapi menghasilkan buah yang sangat kaya dengan jernang dan termasuk salah satu jenis rotan penghasil jernang bermutu terbaik.

2. Silvikultur Intensif

Silvikultur Intensif merupakan suatu aplikasi teknik “merawat hutan tanaman” secara intensif dalam budidaya tanaman dengan tujuan akhir untuk meningkatkan produktivitas (riap) tegakan. Silvikultur intensif merupakan suatu pijakan yang harus dipenuhi guna membangun hutan tanaman, dimana pijakan ini dibentuk melalui kegiatan penelitian yang telah dilakukan selama bertahun-tahun dan berulang kali untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang akurat.

Secara singkat aspek silvikultur intensif terdiri atas penggunaan benih unggul (genetically improved planting stock), persiapan lahan dan pengolahan tanah intensif, pengaturan jarak tanam, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan, pengairan, pemangkasan, dimana satu sama lain saling mendukung dan bekerja bersama dalam pembangunan hutan tanaman (Gambar 1). Penerapan silvikultur intensif merupakan kegiatan yang padat modal atau dengan kata lain biaya tinggi/mahal, dilain pihak terdapat peningkatan hasil yang sangat signifikan dengan adanya penerapan silvikultur intensif. Kontrol silvikultur terhadap struktur tegakan menghendaki kaidah-kaidah yang memadukan pengetahuan biologi, pengelolaan dan ekonomi.

(20)

- 20 - Gambar 3. Strategi manipulasi tempat tumbuh melalui teknik silvikultur intensif

Sulitnya mendapatkan buah yang masak untuk dijadikan sebagai benih merupakan kendala utama dalam regenarasi rotan jernang.Buah masak hanya dapat diperoleh dari penjernag yang masuk ke hutan yang belum dipanen sebelumnya.Tetapi jumlahnya sangat terbatas dan lokasinya juga cukup jauh dari pemukiman.

Keterbatasan benih ini membuat sebagian masyarakat memanfaatkan anakan rotan jernang yang ada di alam.Anakan rotan jernang ditemukan jika lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan dan tumbuhnya anakan. Biasanya akan ditemui pada daerah yang memiliki rumpang sehingga ada cahaya matahari yang masuk sampai ke lantai hutan.

Para penjernang bisa menemukan kumpulan anakan rotan jernang dalam jumlah terbatas. Tetapi jika anakan ini tidak segera di pindahkan maka akanmengalami kematian akibat seleksi alam. Para penjernang masih sedikit yang memanfaatkan anakan tersebut.

Materi tanaman unggul

Pemeliharaan

Pertumbuhan optimal

Unsur hara Biologi tanah

Inokulasi Fisika tanah

Gulma Penyakit

Penyiapan lahan

Legume cover crops

Pemupukan

Organik

Anorganik

(21)

- 21 - 3. Agroforestri Jernang oleh Masyarakat

Agroforestri dalam bahasa Indonesia adalah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Agroforestri merupakan gabungan ilmu kehutanan dengan agronomi, yang memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan kelestarian hutan (Bene 1977, King 1978 dalam Rianse, 2010). Pengertian lain, agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan lahan berkelanjutan untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan mengkombinasikan antara tanaman hutan dan/atau hewan secara simultan atau berurutan dalam unit lahan yang sama dan penerapan teknologi yang sesuai dengan sosial budaya masyarakat setempat (Nair, 1987).

Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan (pasture), kadang-kadang ada komponen ternak atau hewan lainnya (lebah, ikan) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya (Huxley, 1999). Berdasarkan fungsinya, sistem agroforestri dapat dibedakan menjadi fungsi produksi yaitu produksi pangan, pakan, bahan bakar kayu, serat, kayu dan lain-lain, serta fungsi perlindungan (protection) yaitu pencegahan dari kerusakan sumber daya lingkungan dan sekaligus pemeliharaan sistem produksi seperti tanaman pagar, penahan angin, pencegah kebakaran, konservasi tanah dan air.

Selanjutnya berdasarkan sosial-ekonomi, sistem agroforestri dapat dibedakan atas: (1) tujuan komersial yaitu suatu sistem agroforestri yang pengelolaannya dimaksudkan terutama untuk menghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi melebihi sistem monokultur, (2) subsisten yaitu sistemagroforestri yang dikelola tanpa mempertimbangkan input dan output, berbasis tenaga keluarga dan umumnya merupakan dampak dari sistem perladangan berpindah, dan (3) intermediate yaitu sistem agroforestri yang memiliki sifat diantara komersial dan subsisten dengan tingkat pengelolaan dan pencapaian produksi sedang, dan tetap mempertimbangkan input dan output, meskipun pada tingkat yang tidak maksimal.

(22)

- 22 - III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian pada tahun 2018 akan dilaksanakan di Provinsi Sumatera Selatan di Kabuapten Banyuasin dan Muara Enim dan di Provinsi Sumatera Utara.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi bibit rotan jernang, tanaman rotan jernang, pupuk kandang dan NPK, fungisida, insektisida, kiserit, polibag, top soil, dan masyarakat yang memanfaatkan rotan jernang. Sedangkan alat yang digunakan meliputi alat ukur lapangandan kuesioner.

C. Prosedur Kerja

1. Teknik pembibitan yang tepat untuk menghasilkan bibit berkualitas untuk mendukung pengayaan dan budidaya sebagai upaya peningkatan produksi dan produktifitas rotan jernang. Kegiatan yang dilaksanakan adalah pemeliharaan bibit (pembersihan gulma, penggantian polibag, pemupukan, seleksi dan sortasi bibir serta pengendalian hama dan penyakit.

2. Teknik budidaya rotan jernang di lapangan sebagai upaya peningkatan produktivitas.

- Pemeliharaan dan pengukuran pertumbuhan tanaman rotan jernang pada plot tanaman rotan jernang tahun tanam 2010 dan 2012 serta plot tanaman koleksi rotan jernang asal Kabupaten Aceh Besar dan Muara Enim tahun tanam 2015 dan 2016 di KHDTK Kemampo.

- Evaluasi akhir pertumbuhan tanaman rotan jernang pada perlakuan pengurangan (penjaranagan) tanaman penanung (pengait). Tehnik penjarangan yang dipilih yaitu baris dan untu walang (zig zag) serta tanpa penjarangan sebagai kontrol. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK).

- Pemacuan pembungaan pada tanaman jernang bulat (D.draco Bl.)di KHDTK Kemampo. Perlakuan yang diterapkan berupa pemberian kiserit seperti yang

(23)

- 23 - biasa diaplikasikan di perkebunan sawit. Dosis kiserit yang digunakan masing-masing: 0, 50, 100 dan 150 gram/rumpun tanaman rotan jernang.

- Pemeliharaan dan pengukuran pertumbuhan tanaman rotan jernang lonjong pada plot agroforestri tahun tanam 2017 di Kabupaten Muara Enim.

3. Peluang dan tingkat permintaan jernang untuk ekspor. Dalam rangka mendukung kegiatan tersebut dilakukan kegiatan:

- Identifikasi pelaku ekspor HHBK secara umur dan jernang secara khusus.

- Survei terhadap eksportir jernang sehingga didapatkan data mengenai besarnya kebutuhan jernang untuk tujuan ekspor.

4. Kegiatan konservasi. Dalam rangka mendukung kegiatan tersebut dilakukan kegiatan:

- Identifikasi permasalahan (tantangan, gangguan dan ancaman) upaya konservasi rotan jernang secara eksitu baik secara teknisnya maupun keterlibatan masyarakat didalamnya.

D. Analisis Data

Data hasil pengamatan dan pengukuran dianalisis berupa analisis varian dan uji jarak Duncan digunakan untuk membandingkan nilai rata-rata pada setiap perlakuan. Selanjutnya, data sosial ekonomi tentang peluang dan tingkat permintaan jernang dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

(24)

- 24 - IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Teknik Budidaya Rotan Jernang

1) Kegiatan pemeliharaan tanaman di persemaian dan lapangan dipersemaian.

Kegiatan pemeliharaan bibit ditujukan untuk menghasilkan bibit rotan jernang siap tanaman dengan kualitas yang baik dan seragam. Kegiatan yang dilakukan meliputi: pembersihan gulma, seleksi dan sortasi bibit, pemupukan serta pengendalian hama dan penyakit. Serangan hama dan penyakit yang menyerang bibit rotan jernang adalah hama belalang dan penyakit bercak karat, tetapi intensitas serangannya masih rendah, sehingga belum membutuhkan upaya pengendalian.

Sedangkan kegiatan pemeliharaan tanaman rotan jernang yang dilakukan di lapangan sebagai upaya peningkatan pertumbuhan tanaman antara lain: pembersihan gulma, pemupukan, pendangiran serta pengendalian hama dan penyakit. Secara umum pertumbuhan rotan jernang di lapangan relatif baik, pada umur 1 tahun, beberapa tanaman sudah memiliki anakan dan unak, sehingga sudah membutuhkan pohon pengait sebagai jalaran.

2) Pertumbuhan rotan jernang pada perlakuan pengurangan/penjarangan pohon pengait.

Pengurangan pohon pengait/penaung ditujukan sebagai upaya memberikan ruang tumbuh dan intensitas matahari untuk mendukung pertumbuhan lanjutan bagi tanaman rotan jernang D. draco Bl. di KHDTK Kemampo. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pengurangan pohon penaung menunjukkan hasil berbeda sangat nyata panjang batang, jumlah anak dan berbeda nyata pada parameter jumlah pelepah serta tidak berbeda nyata panjang pelepah, jumlah ruas.

Rata-rata pertambahan jumlah pelepah dan jumlah anak berturut-turut P2 (untu walang), P1 (baris) dan P0 (tanpa penjarangan), sedangkan panjang batang P0, P1, P2 (Tabel 1). Hasil ini menunjukkan bahwa pengurangan pohon penaung dengan tehnik untu walang (P2) memberikan pertumbuhan (jumlah pelepah) dan perkembangan (jumlah anak) lebih baik dibandingkan dengan tehnik baris (P1).

Sedangkan untuk pertambahan panjang batang perlakuan tanpa penjarangan (P0) memberikan pertambahan paling tinggi dibandingakan dengan P1 dan P2.

(25)

- 25 - Tabel 1. Pengaruh perlakuan pengurangan pohon penaung terhadap jumlah pelepah,

panjang pelepah, panjang batang dan jumlah anak.

Perlakuan Jumlah pelepah (Buah)

Panjang batang (m)

Jumlah Anak (Buah) P0

P1 P2

7,37 b 8,05 ba

9,48 a

3,33 a 2,64 ab 1,93 b

1,53 c 2,99 b 4,05 a

Keterangan: Huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5%

P0 = tanpa penjarangan, P1 = penjarangan tehnik baris, P2 = penjarangan tehnik untu walang

Pengurangan pohon penaung akan berpengaruh terhadap lingkungan sekitar tanaman yang menyebabkan peningkatan dan penurunan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan. Pengurangan pohon penaung akan memberikan ruang tumbuh yang luas dan memberikan jalan untuk masuknya sinar matahari. Kebutuhan sinar matahari tanaman rotan jernang terus meningkat mulai dari masa pertumbuhan vegetatif sampai pertumbuhan generatif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rostiwati dan Effendi (2014), menyebutkan bahwa secara fisiologis pada fase pertumbuhan vegetatif tumbuhan rotan memerlukan 60% cahaya, tetapi pada fase pertumbuhan generatif memerlukan cahaya antara 80-100%.

Waktu pengurangan pohon penaung menunjukkan bahwa semakin lama jarak pengukuran (W5) memberikan pertumbuhan dan perkembangan tertinggi dibandingkan W4,W3, W2, W1 dan W0 (Tabel 2). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin lama tanaman rotan jernang terbuka mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik.

Tabel 2. Pengaruh waktu pengurangan pohon penaung terhadap jumlah pelepah, panjang pelepah, jumlah ruas, panjang batang dan jumlah anak.

Waktu Jumlah pelepah

Panjang pelepah

Panjang batang

Jumlah ruas

Jumlah anak W1

W2 W3 W4 W5

4,81 d 4,77 d 7,90 c 11,69 b 13,70 a

1,56 cb 1,39 c 1,58 cb 1,92 ab 2,08 a

0,02 c 0,28 c 2,72 b 3,72 ab

4,41 a

0,00 d 0.69 d 3,47 c 7,75 b 10,34 a

0,54 d 1,74 c 3,67 b 4,21 b 5,32 a

Keterangan: Huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5%

W1= 6 bulan, W2= 12 bulan, W3= 18 bulan, W4= 24 bulan, W5 = 30 bulan

(26)

- 26 - Tehnik penjarangan untu walang (P2) memberikan pertumbuhan terbaik menunjukkan bahwa tehnik penjarangan tersebut memberikan ruang tumbuh dan faktor pendukung pertumbuhan yang lebih baik. Penjarangan tehnik untu walang membuka ruang untuk masuknya sinar matahari secara merata, tetapi tetap menjaga kondisi dibawah tegakan. Pertumbuhan tanaman rotan seperti tanaman lainnya memerlukan faktor-faktor pertumbuhan yang mencukupi. Kondisi bawah tegakan karet cukup tertutup terutama pada musim penghujan, tetapi akan terbuka pada musim kemarau karena karet bersifat menggugurkan daun. Kondisi ini masih memungkin pertumbuhan bagi tanaman rotan jernang pada masa awal. Kondisi lingkungan dibawah tegakan karet menunjukkan suhu udara 29,3-32,8 oC, suhu tanah 26-28 oC, kelembapan 54-74%, pH tanah 5,5-6 dan intensitas cahaya 22-634 lux.

Gambar 4. Pertumbuhan rotan jernang setelah dijarangi

Pengurangan pohon penaung dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang mendekati ideal bagi tanaman rotan jernang. Menurut Sumarna (2009), rotan jernang tumbuh pada jenis tanah PMK dengan pH tanah bersifat asam berkisar 4-6, suhu udara 24-32 oC, kelembapan berkisar 60%-85%. Selanjutnya Nugroho(2013),

(27)

- 27 - menambahkan bahawa intensitas cahaya berkisar 182-2180 lux, suhu tanah 23,4-31,9

oC, suhu udara 23-29,4 oC,kelembaban tanah 55-62%, kelembapan udara 60-92%, pH tanah 5,5-6,2 dan curah hujan antara 1.000-1.500 mm/tahun.

3) Pemacuan pembungaan pada tanaman jernang bulat (D.draco Bl.)di KHDTK Kemampo.

Tanaman rotan jernang di KHDTK Kemampo mulai terlihat berbunga (terbentuk tandan) pada umur 5 tahun (2017), tetapi baru ditemukan pada satu rumpun. Untuk memacu proses pembentukan bunga dan buah yang seragam, telah dilakukan perlakuan pemacuan pembungaan dengan aplikasi kiserit seperti di perkebunan sawit. Aplikasi perlakuan tersebut telah dilakukan pada awal tahun, sehingga diharapkan mulai pertengahan tahun akan mulai tampak responnya (sesuai dengan musim berbunga dan berbuah rotan jernang pada umumny). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa respon tanaman rotan jernang terhadap perlakuan yang diterapkan masih belum terlihat, diduga waktu aplikasi kiserit yang masih singkat dan dosis yang diterapkan juga masih rendah, sehingga perlakuan dan pengamatan akan terus dilanjutkan.

Gambar 5. Tanaman rotan jernang di KHDTK Kemampo yang sudah mulai berbunga

(28)

- 28 - 4) Pertumbuhan tanaman rotan jernang di KHDTK Kemampon dan Semendo.

Penanaman rotan jernang sebagai koleksi jenis di KHDTK Kemampo telah dilakukan mulai tahun 2016 dengan jenis yang rotan bulat asal aceh besar (D.

acehensis Rustiami), selanjutnya pada tahun 2017 dan 2018 untuk jenis rotan jernang lonjong asal muara enim (D. hirsuta Blume) dan jernang bulat asal Bengkulu Selatan (D. didymophilla Becc.). Hasil evaluasi pertumbuhan terhadap ketiga jenis rotan jernang tersebut menunjukkan bahwa faktor ketersediaan cahaya menjadi salah satu pembatas yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan tanaman. Selain itu, kesesuaian tempat tumbuh juga terlihat pada respon laju pertumbuhan rotan jernang lonjong yang lebih rendah dibandingkan dengan rotan bulat asal Bengkulu Selatan, mengingat tempat asal rotan lonjong berada pada ketinggian sekitar 1.000 mdpl, sementara tempat tumbuh roran jernang bulat asal Bengkulu Selatan merupakan dataran rendah, sama dengan Kemampo.

Gambar 6. Pertumbuhan tanaman rotan jernang bulat asal Aceh (D. acehensis Rustiami), jernang lonjong asal Muara Enim (D. hirsuta Blume) dan jernang bulat asal Bengkulu Selatan (D. didymophilla Becc.) pada kebun koleksi di KHDTK Kemampo-Banyuasin

Penanaman rotan jernang lonjong juga dilakukan pada plot campuran (agroforestri) dengan tanaman kopi di Semendo Muara Enim pada tahun 2017, sedangkan rotan jernang bulat ditanam pada awal tahun 2018. Hasil evaluasi sementara menunjukan bahwa pertumbuhan jernang lonjong di daerah sebaran

(29)

- 29 - alaminya jauh lebih baik dibandingkan dengan tanaman rotan jernang lonjong yang ditanam di KHDTK kemampo. Pertumbuhan

Tabel 3. Pertumbuhan rotan jernang pada kebun Koleksi di KHDTK Kemampo dan plot agroforestri di Semendo

No Lokasi dan Jenis Umur

(Bulan)

Pertambahan Tinggi (cm/thn)

Pertambahan Jumlah Daun

(Helai)

Intensitas Cahaya

(%)

A. KHDTK Kemampo -

Banyuasin

1 Bulat asal Bengkulu Selatan

(D. didymophilla Becc.) 9 160.56 6.00 45.23

2 Lonjong asal Muara Enim

(D. hirsuta Blume) 18 82.39 3.58 47.60

3 Bulat asal Aceh (D.

acehensis Rustiami) 24 67.44 3.32 21.07

B. Semendo – Muara Enim

1 Bulat asal Bengkulu Selatan

(D. didymophilla Becc.) 9 85.5 3.70 60

2 Lonjong asal Muara Enim

(D. hirsuta Blume) 18 140.90 5.83 80

Gambar 7. Pertumbuhan tanaman rotan jernang lonjong asal Muara Enim (D. hirsuta Blume) dan jernang bulat asal Bengkulu Selatan (D. didymophilla Becc.) pada plot agroforestri di Semendo – Muara Enim

(30)

- 30 - B. Peluang dan Tingkat Permintaan Jernang untuk Ekspor

Resin jernang (Daemonoropsdraco Bl.) menjadi salah satu komoditi hasil hutan yang diekspor karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dan pasar yang masih terbuka serta permintaan yang masih besar. Tujuan ekspor untuk resin jernang setengah jadi adalah China, sedangkan untuk resin jernang dalam bentuk tepung/serbuk adalah hongkong, malaysia, dan singapura yang merupakan tujuan antara sebelum ke China. Namun informasi pasar untuk rotan jernang dapat dikategorikan pasar tertutup atau abu-abu dimana informasi untuk harga, kualitas resin jernang, pelaku/aktor yang terlibat dalam bisnis ini masih sulit diindentifikasi perannya.

Beberapa tahun terakhir pasar jernang mengalami penurunan permintaan dari para pedagang besar di Indonesia (Medan dan Surabaya), sehingga para pedagang tidak lagi melakukan pembelian terhadap jernang di tingkat petani/pengumpul. Hal ini mengakibatkan mata pencaharian petani/pengumpul jernang menurun, bahkan petani di beberapa wilayah di Sumatera Selatan tidak lagi melakukan pencarian atau pengumpulan jernang dari kawasan hutan. Di satu sisi hal ini cukup menguntungkan bagi kelestarian dan keberadaan rotan jernang alam di hutan, karena jernang memiliki kesempatan untuk berkembang sehingga bisa dihasilkan buah masak yang kemudian jatuh dan tumbuh menjadi anakan-anakan baru. Akan tetapi di sisi lain hal ini menjadi dis-insentif bagi masyarakat yang saat ini mulai melakukan budidaya/domestikasi terhadap rotan jernang. Karena peluang pasar merupakan salah satu faktor pendorong bagi masyarakat untuk mengembangkan rotan jernang, terutama di lahan/kebun milik.

Pasar jernang mengalami penurunan permintaan di tingkat pedagang besar karena semakin ketatnya syarat minimal bagi resin jernang untuk bisa diterima di perusahaan farmasi di China. Banyak perusahaan farmasi di China yang sampai saat ini memanfaatkan jernang sebagai salah satu bahan utama penyusun obat-obatan, antara lain untuk obat luka, obat penyakit kulit, obat diabetes, bahkan obat penyakit stroke, serta beberapa jenis penyakit lainnya. Sampai saat ini belum ada informasi pasti dari para pedagang pengimpor, untuk apa sajakah peruntukan dari resin jernang tersebut di perusahaan Farmasi China.

(31)

- 31 - Obat herbal yang diproduksi oleh perusahaan farmasi China yang berbasis dari tanaman memiliki keunggulan di bandingkan dengan obat kimia (pengobatan barat) yang karena (1) Obat herbal (Traditional Chinese Medicine/TCM) memberikan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan obat kimia, (2) TCM dapat memberikan pengobatan pada beberapa gejala penyakit, (3) TCM berasal tidak menimbulkan ketergantungan dan kekebalan pada penyakit tertentu. Oleh karena permintaan terhadap TCM makin lama makin meningkat baik untuk kebutuhan dalam negeri sendiri maupun untuk pasar ekspor (Gambar 8)

Gambar 8. Alur pengguna TCM yang berasal dari resin jernang

Semakin ketatnya syarat minimal kualitas jernang untuk bisa dikirimkan ke China, menyebabkan para pedagang besar jernang semakin selektif dalam melakukan pembelian jernang dari para petani atau pengumpul jernang. Beberapa jenis pengujian akan dilakukan terhadap resin jernang sehingga jernang dapat dinyatakan lolos atau tidak (laku atau tidak) adalah:

 Tekstur dan aroma

Resin Jernang Industri farmasi di

China Obat Herbal

China

Konsumsi dalam negeri

Ekspor

Asia: Hongkong, Jepang, Malaysia, Korea Selatan dan

Indonesia

Amerika Serikat

Eropa

(32)

- 32 -

 Kandungan Metanol, Etanol, dracohodin, jamur, dan bakteri

 Campuran di dalam resin jernang apakah mengandung sulfur dioxida

 Kadar abu di dalam jernang

 Menguji apakah ada campuran damar atau tidak (karena getah damar sangat merusak kualitas jernang, oleh karena kandungan getah damar dalam jernang tidak diperkenankan sama sekali)

 Pengujian pewarna tambahan (tidak diperbolehkan sama sekali)

 Apakah ada campuran dari zat-zat lain (terindikasi adanya zat asing atau tidak).

Kandungan zat asing dalam resin jernang tidak diperbolehkan sama sekali.

Sehingga apabila ada indikasi kandungan zat lain dalam resin jernang, maka resin ini tidak akan laku.

Jernang adalah zat aktif, oleh karena itu akan mudah rusak apabila tidak diolah dan disimpan dengan cara yang baik dan benar. Hal inilah yang menyebabkan syarat minimal kualitas resin jernang sangat detail dan ketat, karena perusahaan farmasi China berusaha menjaga kualitas obat untuk mempertahankan kepercayaan para konsumennya agar permintaan obat tidak mengalami penurunan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, di Medan terdapat beberapa pelaku eskportir jernang. Akan tetapi keberadannya sulit untuk ditelusuri seluruhnya. PT OJA (Original Jernang Asia) merupakan salah satu eksportir yang secara resmi terdaftar di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dapat melakukan aktifitas ekspor dan telah berbadan usaha. PT OJA melakukan transaksi perdagangan resin jernang ini telah lebih dari 10 tahun dengan tujuan ekspor ke China. PT OJA memperoleh bahan baku resin jernang dari beberapa daerah seperti daerah Lampung, Muara Bungo, dan Jawa. Supplier yang memasok bahan baku resin jernang merupakan supplier yang telah mendapat kepercayaan dan telah mendapatkan semacam bimbingan teknis untuk mendapatkan resin jernang sesuai dengan kualitas yang diinginkan. Kualitas resin jernang yang didapatkan sangat tergantung dengan bagaimana proses pengolahan yang dilakukan. Kesalahan dalam pengolahan akan mengurangi kualitas resin jernang yang dihasilkan. Penentuan harga resin jernang tergantung dengan kadar obat atau dracorhodin yang terkandung dalam resin jernang.

(33)

- 33 - Gambar 9. Wawancara dengan salah satu eksportir jernang dan ketua Asosiasi

Jernang Indonesia (AJI)

Untuk rendemen resin jernang tergantung dengan jenis rotan jernang dan asal rotan jernang. Rotan jernang yang berasal dari Aceh memiliki rendemen yang paling besar dimana untuk mendapatkan 3-4 kg resin jernang dibutuhkan buah rotan jernang sebesar 15-20 kg. Untuk Jambi untuk mendapatkan resin jernang 2-3 kg dibutuhkan buah rotan sebanyak 50-60 kg, sedangkan yang dari Bengkulu dan Sumsel dibutuhkan 100 kg lebih untuk mendapatkan resin jernang sebanyak 1 kg dengan kadar dracorhodin 3-4%.

Gambar 10. Serbuk jernang yang dikirim dari para pengumpul serbuk jernang di daerah dan produk jernang setengah jadi siap ekspor

Pasokan bahan baku yang berasal dari beberapa supplier mencapai 300 kg per minggu dengan kadar 3-4%, sedangkan kontrak kerja/permintaan dari konsumen perusahaan farmasi di China mencapai 0,5 ton per minggu atau 2 ton per bulan.

Permintaan perusahaan farmasi di China dengan kadar dracorhodin minimal 1%.

(34)

- 34 - Untuk harga resin jernang dengan kadar dracorhodin 1%, PT OJA membeli dengan harga Rp. 1 juta per kilogram. Namun kadar obat yang diterima oleh PT OJA dari supplier minimal 1,5% karena PT OJA akan melakukan pengolahan kembali untuk menjadi resin jernang setengah jadi. Harga jual jernang setengah jadi di pasar China sebesar $ 150 (Rp. 2.100.000,00).

PT. OJA selama ini telah melakukan ekspor resin jernang ke China berdasarkan kontrak. Sementara itu beberapa perusahaan dan pelaku ekspor lainnya tidak melakukan ekspor langsung ke China melainkan melalui negara lain seperti Hongkong, Malaysia, dan Singapura. Hal ini dikarenakan proses ekspor ke Hongkong dan China lebih sederhana, dokumen tidak terlalu rumit, dan proses pembayaran juga lebih cepat. Akan tetapi harga lebih rendah dibandingkan ke China, yaitu kurang lebih 10%. Resin jernang yang di ekspor ke Hongkong atau Malaysia tidak harus dalam bentuk setengah jadi, akan tetapi boleh dalam bentuk serbuk/tepung jernang. Barang yang masuk ke negara tersebut akan diproses untuk menjadi barang setengah jadi dan selanjutnya akan di ekspor ke China. Akan tetapi sekitar sebulan yang lalu mulai berlaku aturan bahwa ekspor ke China harus melalui negara produsen dan harus dilengkapi dengan Certificate of Origin (CO), sehingga ekspor harus dilakukan oleh negara asal komoditi.

Dokumen untuk ekspor ke China cukup banyak, terutama dokumen kelengkapan tentang perusahaan pengekspor serta MSDS(MmaterialSsafety Data Sheet). MSDS memuat informasi mengenai sifat-sifat zat kimia, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengunaan zat kimia, pertolongan apabila terjadi kecelakaan, penanganan zat yang berbahaya. Informasi MSDS ini berisi tentang uraian umum bahan, sifat fisik dan kimiawi, cara penggunaan, penyimpanan hingga pengelolaan bahan buangan. MSDS ini diperlukan agar terjaga kesehatan dan keselamatan pada waktu bekerja menggunakan bahan tersebut. Selain itu fungsi MSDS adalah agar: (a) Mengetahui potensi bahan kimia, (b) menerapkan teknologi pengendalian dalam melindungi kerja, (c) mengembangkan rencana pengelolaan bahan kimia di tempat kerja, dan (d) merencanakan pelatihan pada pekerja yang langsung kontak dengan bahan tersebut.

(35)

- 35 - Gambar 11. Alur ekspor resin jernang

Pengiriman barang melalui kargo udara dan barang yang dikirim harus dalam bentuk barang setengah jadi, dalam bentuk kotak atau bulat. Resin jernang yang masuk China akan diperiksa oleh CFDA (China Food and Drug Administration), butuh kurang lebih satu minggu untuk antri dan proses pengujian. Setelah lolos dari CFDA, resin jernang akan masuk ke perusahaan farmasi, dan akan di tes lagi

Resin jernang dipesan oleh perusahaan farmasi di China

Resin jernang diproses menjadi barang setengah

jadi oleh perusahaan eksportir Pengurusan dokumen

kelengkapan ekspor

Resin jernang dikirim ke China via cargo udara

Resin jernang masuk ke CFDA untuk dilakukan uji

lab

Resin jernang dikirimkan ke perusahaan farmasi yang

memesan

LOLOS

TIDAK LOLOS Resin jernang yang tidak lolos uji lab akan dikembalikan ke perusahaan eksportir jernang

di Indonesia

Resin jernang diuji lab lagi sebelum digunakan/diolah

LOLOS

TIDAK LOLOS

Resin jernang yang tidak lolos uji lab akan dikembalikan ke perusahaan eksportir jernang

di Indonesia Resin jernang akan diproses

untuk bahan obat dan lain lain

(36)

- 36 - sebelum resin jernang digunakan. Hal inilah yang menyebabkan sedapat mungkin saat ekspor dilakukan, kandungan dracohodin minimal dari resin jernang adalah 1,5%, agar setelah penyimpanan dan dilakukan lagi tes setelah 4 bulan kandungan draco masih 1% atau lebih.

Selain PT OJA, di Medan juga ada Asosiasi Jernang Indonesia (AJI) yang selama ini juga bergerak dalam bidang bisnis resin jernang. Selama ini asosiasi jernang di Medan melakukan ekspor resin jernang ke Malaysia dan Hongkong.

Karena adanya kebijakan ekspor ke China yang harus berasal dari negara produsen, saat ini Asosiasi Jernang di Medan sedang berusaha untuk menyiapkan kelengkapan dokumen agar bisa melakukan ekspor langsung ke China. Harga resin jernang yang dibeli oleh PT OJA dan AJI mengalami sedikit perbedaan.

C. Kegiatan konservasi.

Untuk mengetahui pola konservasi yang tepat dengan melibatkan masyarakat setempat, perlu digali informasi mengenai pengetahuan, pola pemanfaatan, dan penyebab kepunahan dari rotan jernang dari masyarakat yang tinggal disekitar habitat alami rotan jernang. Pada tahun 2018 dilakukan pengambilan data persepsi masyarakat Desa Tanjung Agung terhadap prospek budidaya dan konservasi rotan jernang, data diambil dengan metoda wawancara secara terbuka dengan batasan responden hanya pada masyarakat yang telah melakukan budidaya rotan jernang di lahan milik (kebun) mereka saja sebanyak 10 orang responden, hasil wawancara kemudian di analisis secara deskriptif. Sedangkan untuk persepsi masyarakat yang belum menanam rotan jernang dan kegiatan konservasi lainnya akan dilakukan pada tahun 2019.

Secara umum masyarakat Desa Tanjung Agung sudah mengenal rotan jernang sejak lama yang mereka kenal sebagai “Uwi Jerenang”, pengetahuan mengenai rotan jernang mereka dapat secara turun temurun namun pemanfaatannya baru sebatas sebagai “umbut” bahan makanan (tunas tanaman muda/baru) dan sebagai bahan kerajinan atau tali pengikat (batang rotannya). Tahun 2007 mereka mulai mengenal pemanfaatan buah rotan jernang untuk diambil getah/resin/bubuknya diawali dengan datangnya penduduk setempat yang pulang merantau dari Provinsi Bengkulu, dan pemanfaatan ini dilakukan dengan mengambil buah rotan jernang

Gambar

Gambar 1. Pohon masalah
Tabel 2.  Pengaruh  waktu  pengurangan  pohon  penaung  terhadap  jumlah  pelepah,  panjang pelepah, jumlah ruas, panjang batang dan jumlah anak
Gambar 4. Pertumbuhan rotan jernang setelah dijarangi
Gambar 5. Tanaman rotan jernang di KHDTK Kemampo yang sudah mulai berbunga
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin melakukan sebuah penelitian dengan judul Pengaruh Program Islamic Social Reporting (ISR) Terhadap Citra Perushaan

Berdasarkan hasil pengujian terhadap pengguna sistem disimpulkan bahwa:  Sistem pendukung keputusan pemilihan calon presiden BEM USD dengan metode PROMETHEE mudah digunakan dengan

Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan di kelas, praktikan menyusun perangkat pembelajaran, yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), media pembelajaran,

Percobaan pembuatan bata ekspose berbasis bodi wolastonit sintetis menggunakan bahan baku utama limbah marmer atau batukapur lolos ayakan standar Tyler 200 mesh telah

Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes, FICS, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas pada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I dan Program

Setelah melihat beberapa definisi partisipasi politik tersebut maka dapat dikatakan bahwa anggota masyarakat yang partisipasi dalam proses politik , misalnya

*) Proyek adalah kegiatan usaha yang telah mendapat perizinan penanaman modal dari Pelayanan Terpadu Satu Pintu Badan Koordinasi Penanaman Modal (PTSP BKPM)

penanggulangan bencana gempa bumi yang memiliki kesiapsiagaan dengan kategori sangat siap sebanyak 3 anak (13,6%), namun setelah diberikan pelatihan penanggulangan