25 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Rumah
Rumah adalah suatu tempat yang dapat memberikan perlindungan bagi penghuninya dari keadaan sekitar dan juga menjadi tempat istirahat setelah melakukan aktivitas (Suhar Madi, 1985). Menurut Hindarto (2007) rumah adalah wadah untuk penghuni melakukan segala kegiatan didalam rumahnya dan disesuaikan dengan kecukupan ruang, sehingga kebutuhan ruang dan segala aktivitas dapat berjalan dengan lancar.
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan kawasan permukiman, pengertian rumah, perumahan, dan permukiman adalah sebagai berikut:
1. Rumah ialah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
2. Perumahan ialah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan atau perdesaan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
3. Permukiman ialah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
Berdasarkan pengertian rumah diatas, rumah memiliki tiga fungsi utama sebagai tempat bermukim menurut A. Turner dalam Jenie (2001:45), yaitu:
1. Sebagai identitas penghuninya yang dapat dilihat dari kualitas dan kondisi rumah sebagai tempat berlindung.
2. Sebagai tempat untuk mengembangkan nilai-nilai sosial budaya dalam kehidupan serta berkembangnya ekonomi keluarga.
3. Sebagai tempat pendukung rasa aman penghuninya yang dapat diartikan bahwa penghuni merasa terjamin atas keamanan lingkungan dan hak kepemilikan lahan.
Terdapat Dua hal pokok yang menjadi dasar kebutuhan akan perumahan menurut Departemen Permukiman dan Tata Ruang (Kimtaru: 2004) yaitu:
1. Kebutuhan akan rumah yang memiliki kecenderungan terhadap pertumbuhan penduduk secara alamiah.
2. Kebutuhan akan rumah dan penyediaannya yang terdiri dari banyak nya rumah layak huni.
Suparno (2006) menyatakan bahwa perumahan memiliki jenis-jenis rumah berdasarkan klasifikasinya yaitu:
1. Rumah Sederhana merupakan hunian yang memiliki tipe kecil, mempunyai keterbatasan dalam perencanaan ruangnya. Rumah ini baik untuk masyarakat yang memiliki keterbatasan daya beli. Rumah sederhana merupakan bagian dari program subsidi rumah oleh pemerintah guna menyediakan hunian yang layak, terjangakau bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dengan luas rumah 22m2 s/d 36 m2 dengan luas tanah 60m2 s/d 75 m2.
2. Rumah Menengah merupakan rumah yang memiliki tipe sedang. Rumah menengah ini memiliki cukup banyak kebutuhan ruang yang akan direncanakan dan dalam perencanaan ruangnya lebih leluasa jika dibandingkan dengan rumah sederhana. Luas rumah secara umum 45m2 s/d 120 m2 dengan luas tanah 80m2 s/d 200 m2.
3. Rumah Mewah merupakan rumah yang memiliki tipe besar, rumah ini biasanya dimiliki oleh masyarakat yang memiliki penghasilan tinggi dan memiliki banyak ruang dalam perencanaan ruang. Rumah mewah ini tidak hanya diperuntukkan sebagai tempat tinggal saja tetapi dijadikan sebuah simbol pemilik rumah, dan sebagai simbol status. Secara umum biasanya memiliki luas rumah lebih dari 120m2 dengan luas tanah lebih dari 200 m2.
2.2 Kebutuhan Masyarakat Akan Rumah
Rumah merupakan kebutuhan pokok setiap manusia, sehingga manusia akan terus berusaha dari waktu ke waktu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya untuk meningkatkan kehidupan yang layak. Seiring dengan bertambahnya waktu kebutuhan akan rumah terus mengalami peningkatan sehingga rumah menjadi tempat yang paling penting. Permintaan akan rumah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pendapatan, tempat atau lokasi bertambahnya penduduk, tersedianya fasilitas dan sarana umum, dan kemudahan dalam pendanaan (Awang Firdaus, 1997). Masyarakat merupakan pelaku utama dalam sebuah pembangunan terutama pembangunan perumahan dan permukiman, sementara pihak yang berkewajiban untuk menciptakan suasana kondusif, membimbing, dan mengarahkan adalah pemerintah.
Kebutuhan akan rumah belum sepenuhnya terpenuhi karena masih terdapat kesenjangan dalam memenuhi kebutuhan akan perumahan yang masih cukup besar, hal ini disebabkan karena kemampuan masyarakat yang terbatas dalam daya beli untuk memenuhi kebutuhan rumahnya terkhusus untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Masalah ini dapat disebabkan oleh tingginya harga lahan, harga bahan bangunan (material), dan upah pekerja atau tukang. Penyediaan perumahan merupakan salah satu point terpenting dalam maju atau tidaknya suatu negara, karena rumah merupakan pilar sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya penghuni yang baik dalam segi kesehatan, kesejahteraan, dan sosial.
Menurut Maurin Sitorus, Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR menyatakan bahwa pada tahun 2025 diperkirakan angka kebutuhan rumah di Indonesia mencapai lebih dari 30 juta unit, sehingga diperkirakan kebutuhan rumah baru mencapai 1,2 juta unit per tahun, dilansir Pramdia Arhando Julianto, dalam Kompas.com pada acara diskusi harian Kompas dan Radio Sonora di Kampus UGM, Jakarta, Sabtu 17 September 2016.
2.3 Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS)
Masyarakat dengan penghasilan yang rendah diketahui mempunyai ketidak mampuan dalam memperoleh rumah yang layak huni (Tunas & Peresthu, 2010).
Hal tersebut dapat disebabkan oleh rendahnya penghasilan masyarakat tersebut maka solusi yang dapat diambil adalah dengan rencana rumah swadaya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 07/PRT/M/2018 tentang Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli untuk memiliki rumah sehingga diperlukannya dukungan dari pemerintah.
Rumah yang dibangun dengan keswadayaan disebut sebagai rumah swadaya, sedangkan perumahan swadaya merupakan sekumpulan rumah swadaya yang sebagai bagian dari permukiman baik perkotaan maupun perdesaan yang dilengkapi dengan PSU (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 07/PRT/M/2018 tentang Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya).
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Kab./kota berdasarkan Permenpera RI No. 22/PERMEN/M/2008 menyebutkan rumah dengan kondisi yang tidak memenuhi persyaratan keselamatan bangunan, kecukupan minimum luas bangunan, dan kesehatan penghuni dapat disebut sebagai RTLH. Berikut indikator dari rumah tidak layak huni menurut ketentuan program BSPS Permenpera yaitu:
1. Luas lantai tidak mencukupi standar minimal luas atau anggota keluarga yaitu 9 m2/orang
2. Bahan lantai berupa tanah atau kayu kelas IV
3. Bahan dinding berupa bilik bambu /kayu/rotan kelas IV 4. Bahan atap berupa daun atau genteng yang sudah rapuh 5. Tidak atau kurang memiliki ventilasi
6. Ketiadaan fasilitas sanitasi dan pembuangan 7. Tidak tersedia atau adanya keterbatasan air minum
BSPS merupakan bantuan pemerintah bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendorong dan meningkatkan keswadayaan dalam peningkatan kualitas rumah dan pembangunan baru rumah beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 07/PRT/M/2018 tentang BSPS).
Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) memiliki dua jenis kegiatan yaitu:
1. Pembangunan baru yaitu sebagaimana dimaksud pada pasal 7 pembangunan baru dilakukan terhadap rumah dengan kerusakan total atau pembangunan baru di atas kavling tanah matang.
2. Peningkatan kualitas yaitu sebagaimana dimaksud pada pasal 9 meliputi perbaikan rumah tidak layak huni (RTLH) dengan kondisi tidak memenuhi persyaratan:
a. Keselamatan bangunan
b. Kecukupan minimum luas bangunan c. Kesehatan penghuni
Bantuan dalam program BSPS ini berupa uang dan barang, dimana uang tersebut sebesar Rp.17.500.000,00 yang digunakan untuk membeli bahan bangunan dan upah kerja. Program ini memiliki maksud tertentu yaitu untuk mendorong kesadaran masyarakat penerima bantuan dalam keswadayaan berupa dana tambahan, tenaga kerja, dan juga dapat mendorong inisiatif penerima bantuan, tetangga, keluarga dan lingkungan sekitar untuk membantu menyelesaikan pembangunan peningkatan kualitas rumah tidak layak huni (RTLH) menjadi rumah layak huni (RLH).
Program BSPS memiliki hubungan yang erat dengan RLH, menurut Permenpera RI No. 22/PERMEN/M/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Kab./Kota rumah yang telah memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya disebut sebagai RLH. Berikut kriteria rumah layak huni (RLH) yang harus dipenuhi berdasarkan Buku Kerja
Pendampingan BSPS Tahun 2019 Edisi 1.2 oleh Kementerian PUPR sebagai berikut:
1. Keselamatan bangunan yang meliputi:
a. Struktur bawah atau pondasi.
b. Struktur tengah atau kolom dan balok.
c. Struktur atas atau atap.
2. Kecukupan ruang atau luas minimum
Luas minimum adalah 9m2/orang dengan fungsi utama sebagai rumah serbaguna atau ruang tidur dan dilengkapi dengan kamar mandi.
3. Kesehatan yang meliputi:
a. Pencahayaan b. Penghawaan
c. Sanitasi rumah layak huni, minimal memiliki 1 kamar mandi dan jamban serta dilengkapi bangunan bawah septiktank atau sanitasi komunal.
Maka, variabel diatas yang sudah ditetapkan oleh Kementerian PUPR dalam Buku Kerja Pendampingan BSPS Tahun 2019 Edisi 1.2 dijadikan variabel pada penelitian ini untuk menentukan kesesuaian RLH yang sudah dibangun dengan kriteria program BSPS. Calon penerima bantuan harus memenuhi persyaratan untuk dapat mengikuti program BSPS berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 07/PRT/M/2018 tentang BSPS yaitu:
a. Warga negara Indonesia yang sudah berkeluarga
b. Memiliki atau menguasai tanah dengan atas hak yang sah
c. Tidak memiliki rumah atau memiliki dan menempati rumah satu-satunya dengan kondisi tidak layak huni
d. Tidak pernah memperoleh BSPS atau bantuan pemerintah untuk program perumahan
e. Memiliki penghasilan paling banyak sebesar upah minimum provinsi setempat f. Mampu berswadaya dan membentuk KPB dengan pernyataan tanggung renteng
Penyelenggaraan program BSPS sebagaimana dimaksud pasal 12 yaitu meliputi tahapan:
a. Pengusulan lokasi BSPS b. Menetapkan lokasi c. Menyiapkan masyarakat
d. Menetapkan calon penerima BSPS
e. Pencairan, penyaluran, dan pemanfaatan BSPS bentuk uang f. Pengadaan dan penyerahan BSPS bentuk barang
g. Pelaporan
Berdasarkan pasal 17 tahap penyiapan masyarakat tentang BSPS yaitu sebagai berikut:
1. Menyiapkan masyarakat dilaksanakan pada lokasi BSPS
2. Tenaga Fasilitator (TFL) melakukan pendampingan untuk memberdayakan masyarakat calon penerima BSPS
3. TFL melaksanakan pendampingan kepada calon penerima BSPS pada tahap:
a. Perencanaan
Tahap perencanaan sebagaimana dimaksud pasal 17 ayat 3 meliputi kegiatan:
1. Sosialisasi/penyuluhan
2. Verifikasi calon penerima BSPS 3. Kesepakatan calon penerima BSPS
4. Identifikasi kebutuhan dan penyusunan proposal b. Pelaksanaan
Bimbingan teknis dalam pemeriksaan kuantitas bahan bangunan, teknik konstruksi bangunan, dan kualitas bangunan pada tahap pelaksanaan sebagaimana yang dimaksud pasal 17 ayat 3.
c. Pengawasan
Merupakan pemantauan pelaksanaan konstruksi yang dilakukan antar sesama anggota KPB.
d. Tahap pelaporan pada pasal 17 ayat 3 meliputi bimbingan teknis dalam menyusun laporan pertanggung jawaban kegiatan BSPS.
e. Tahap pengembangan mandiri setelah kegiatan sebagaimana dimaksud pasal 17 ayat 3 meliputi bimbingan teknis dan supervise dalam pemanfaatan, pemeliharaan, dan pengembangan terhadap hasil kegiatan BSPS.
2.4 Jenis-Jenis Pelayanan
Jenis pelayanan dapat dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri atau sifatnya yang sesuai dengan proses kegiatan pelayanan yang dilakukan serta suatu produk yang dihasilkan. Berikut adalah jenis-jenis pelayanan menurut keputusan MENPAN No. 58/KEP/M. PAN/9/2002):
1. Pelayanan Administratif merupakan kegiatan pelayanan yang diberikan oleh suatu unit pelayanan berupa pencatatan, pengambilan keputusan, dokumentasi, dan penelitian yang menghasilkan suatu produk berupa dokumen.
2. Pelayanan Barang merupakan kegiatan pelayanan yang diberikan oleh suatu unit pelayanan berupa penyediaan atau pengolahan bahan dengan wujud fisik dan termasuk pendistribusian atau penyampaian kepada konsumen pada suatu sistem. Hasil akhir dalam pelayanan ini adalah suatu benda yang dianggap memiliki nilai tambah.
3. Pelayanan Jasa merupakan kegiatan dalam menyediakan sarana dan prasarana serta penunjangnya. Hasil akhir dari pelayanan ini adalah jasa dengan harapan memberikan keuntungan secara langsung dan habis terpakai pada jangka waktu tertentu.
Berdasarkan jenis-jenis pelayanan di atas, program BSPS memiliki sifat ketiga jenis pelayanan tersebut. Dimana pelayanan administratif dalam program BSPS berisi dokumen persyaratan masyarakat penerima bantuan, sedangkan pelayanan barang dalam pelaksanaan program BSPS yaitu penyediaan bahan material yang digunakan untuk memperbaiki kondisi rumah yang tidak layak huni menjadi rumah layak huni sehingga output yang dihasilkan dapat memiliki nilai tambah atau manfaat bagi penghuninya, serta pelayanan yang diberikan dalam program BSPS yaitu jasa, dimana pelayanan jasa diberikan kepada masyarakat penerima bantuan berupa sosialisasi atau pemahaman terkait pelaksanaan program atau arahan dalam pelaksanaan pembangunan rumah layak huni.
2.5 Kualitas Pelayanan
Suatu kondisi yang dapat berubah-ubah yang memiliki hubungan dengan manusia, proses, produk, dan jasa serta lingkungan yang melampaui harapan dapat disebut sebagai kualitas (Tjiptono dan Sunyoto, 2012). Selanjutnya menurut Abubakar & Siregar, 2010 kualitas adalah kesamaan dengan keperluan pasar atau konsumen. Selain itu Sutoyo (2012) menjelaskan kualitas adalah tolak ukur guna mengetahui penilaian terhadap barang atau jasa. Berdasarkan pengertian diatas kesimpulan yang didapat bahwa kualitas merupakan keadaan yang memiliki keterkaitan dengan nilai atau tingkat yang dapat mempengaruhi hasil untuk memenuhi apa yang diinginkan.
Menurut Kotler (2008) Pelayanan merupakan kegiatan yang ditujukkan untuk orang lain tanpa wujud dan tidak memberikan dampak apapun atas kepemilikan. Moenir (2008) menyatakan bahwa sejumlah rangkaian yang berlangsung secara terus menerus dan berkelanjutan terdiri atas keseluruhan kehidupan seseorang dalam masyarakat disebut pelayanan. Pendapat Sinambela (2008) tentang pelayanan adalah semua kegiatan yang memberikan keuntungan pada suatu kelompok dan memberikan kepuasan walaupun hasil yang didapat tidak disusun berdasarkan produk secara fisik. Dapat dikatakan bahwa pelayanan memiliki kaitan dengan perasaan puas dari seseorang yang menerima pelayanan.
Pelayanan menurut Kotler dan Amstrong (2008:292-293) dapat dibedakan menjadi empat karakteristik yaitu:
1. Tidak berwujud (Intangibility) yang artinya adalah tidak dapat dilihat, dirasakan, diraba, dicium, didengar sebelum dilakukannya transaksi.
2. Tidak dapat dipisahkan (Inseparability), yaitu contohnya seperti dijual kemudian diproduksi lalu dikonsumsi secara bersama-sama karena tidak dapat dipisahkan.
3. Berubah-ubah dan bervariasi (Variability), yang artinya adalah selalu terjadi perubahan, terdapat jasa yang beragam, kualitasnya tidak selalu sama dan bergantung pada siapa pun yang menyediakan serta kapan dan dimana disediakan.
4. Mudah hilang, tidak tahan lama (Perishbility), artinya bahwa jasa tidak dapat disimpan dan naik turunnya permintaan.
Menurut Bates dan Hoffman (1999) menjelaskan bahwa kualitas layanan merupakan bentuk penilaian pelanggan pada proses penyediaan berupa jasa atau dapat diartikan bahwa evaluasi kualitas layanan sama dengan evaluasi proses produksi jasa. Sedangkan kualitas pelayanan menurut Usmara (2008) adalah sikap yang dihasilkan dari perbandingan atas pengharapan kualitas jasa konsumen dengan kinerja perusahaan yang dirasakan oleh konsumen. Selanjutnya Ratminto dan Atik (2005) menyatakan bahwa tingkatan suatu keberhasilan pelayanan ditetapkan berdasarkan tingkat kepuasan penerima pelayanan, kemudian tingkat kepuasan tersebut akan diperoleh apabila penerima memperoleh jenis pelayanan yang sama dengan apa yang mereka harapkan. Terdapat lima dimensi pokok kualitas pelayanan menurut Parasuraman yang dikutip oleh Tjiptono (2011:198) yaitu:
1. Reliabilitas (reliability) yaitu kekuatan pemegang hak dalam mengusulkan pelayanan yang cermat, dilakukan tanpa melakukan kesalahan saat pertama kali hingga waktu yang telah ditentukan dalam menyampaikan jasanya.
2. Daya Tanggap (responsiveness) yaitu keterkaitan antara kesiapan dan keahlian karyawan guna mendukung konsumen dalam memberikan pelayanan terhadap permintaan, kemudian memberikan informasi terkait jasa yang dapat diberikan dan diproses dengan cepat.
3. Jaminan (Assurance) yaitu tingkah laku pegawai yang dapat menciptakan rasa keamanan kepada pelanggancterhadap suatu perusahaan apabila perusahaan tersebut mampu memberikan rasa kepercayaan.
4. Empati (Empathy) yaitu perusahaan mampu memahami persoalan konsumen dan bertindak untuk keperluan konsumennya, memberikan perhatian secara individu kepada konsumen serta memiliki jam operasional yang menyenangkan.
5. Bukti Fisik (Tangible) yaitu memiliki kemampuan berupa fasilitas seperti:
peralatan atau perlengkapan, material yang bersih, dan rapihnya penampilan karyawan.
Berdasarkan lima dimensi kualitas pelayanan diatas dapat diketahui bahwa dengan adanya pelayanan jasa yang baik dapat meningkatan kepuasan pelanggan karena kepuasan pelanggan dapat diukur, dan dijadikan hasil.
2.6 Pelayanan Publik
Seluruh kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan disebut sebagai pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004.
Pelayanan umum merupakan semua kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak penyelenggara pelayanan publik pada sejumlah manusia yang dalam setiap kegiatannya memiliki keuntungan pada suatu kumpulan, dan mengusulkan kepuasan walaupun hasil yang didapat tidak terikat pada suatu produk secara fisik, (Sinambela dalam Pasolong, 2010:128). Tujuan dari kegiatan pelayanan publik secara umum menurut Indiahono (2009:73) adalah mampu memberikan kepuasan kepada masyarakat tanpa melihat apa pun. Berdasarkan Keputusan Menteri PAN Nomor: 63 /KEP/M. PAN/7/ 2003 tentang Standar Pelayanan Publik yang meliputi:
1. Prosedur 2. Waktu 3. Biaya 4. Produk
5. Sarana dan prasarana
6. Kompetensi petugas pelayanan
Dalam meningkatkan jasa umum, maka dibutuhkan suatu aktivitas yaitu tata manajemen. Pengertian aktivitas manajemen menurut A.S. Moenir, 1995:164) ialah suatu aktivitas yang dilaksanakan oleh suatu manajemen yang sanggup untuk mengubah suatu rencana menjadi kenyataan. Manusia dan tingkah lakunya merupakan hal yang utama yang dihadapi oleh manajemen dalam suatu manajemen
pelayanan. Selain itu manajemen publik atau umum memiliki sasaran yang harus dicapai pada suatu kegiatan pelayanan publik, sasaran utama pelayananan publik menurut A.S. Moenir (1995:165) yaitu:
1. Layanan, yang dapat memuaskan orang. Empat syarat pokok yang harus dipenuhi oleh petugas:
a. Tingkah laku (sopan)
b. Memberikan informasi yang seharusnya kepada pihak yang bersangkutan c. Penyampaian informasi pada waktu yang tepat
d. Ramah tamah
2. Produk, yang memiliki keterkaitan dengan sasaran pelayanan umum adalah kepuasan yang dapat berbentuk:
a. Barang yaitu produk yang dapat diperoleh dari suatu pelayanan oleh pihak lain. Contoh: kendaraan dan barang elektronik
b. Jasa yaitu produk yang didapatkan tidak hanya berupa bentuk fisik saja.
Namun mendapatkan kesenangan yang dapat dirasakan oleh perasaan atau panca indra tetapi tetap ada bentuk fisik yang dituju.
c. Surat-surat berharga, kepuasan berkaitan dengan keabsahan terhadap surat-suart yang diterima oleh orang yang bersangkutan. Keabsahan surat ini sangat ditentukan pada proses pembuatannya dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan pada tata laksana surat di suatu instansi.
2.7 Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan
Kepuasan menurut Tjiptono (2014) berasal dari bahasa latin yaitu “Satis”
yang memiliki arti cukup baik dan memadai, sedangkan “Facto” yang memiliki arti melakukan atau membuat. Dapat diartikan bahwa kepuasan adalah suatu upaya yang dilakukan dalam memenuhi sesuatu atau mencukupi dengan membuat sesuatu. Kepuasan konsumen menurut Kotler (2000) merupakan tingkat perasaan seseorang ketika kinerja produk yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya.
Selanjutnya kepuasan konsumen adalah reaksi emosional terhadap suatu hal yang pernah terjadi yang memiliki kaitan dengan produk atau jasa yang digunakan (Westbrook & Reily dalam Tjiptono, 2005). Sedangkan menurut Gaspers (dalam
Nasution, 2005) menjelaskan bahwa kepuasan konsumen benar-benar tergantung pada pandangan dan harapan konsumen. Oleh sebab itu pendapat tersebut hampir sama dengan teori Kotler & Keller (2012) yang menyatakan bahwa “kepuasan merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang didapatkan ketika membandingkan hasil atau kinerja dari suatu produk dengan yang diharapkan.
Ketika hasil tersebut belum memuaskan dengan apa yang diharapkan, maka hasil yang didapatkan tidak akan memuaskan, namun apabila kinerja tersebut sesuai dengan yang diharapkan maka pelanggan akan merasa puas atau senang. Sehingga dapat diartikan bahwa kepuasan merupakan perasaan puas atau tidak puas seseorang yang didapatkan dari melakukan perbandingan antara kinerja atau hasil suatu produk dengan apa yang diharapkan.
Surjadi (2009:137) menjelaskan bahwa “kepuasan pelayanan merupakan hasil dari suatu pendapat atau penilaian masyarakat terhadap hasil atau kinerja pelayanan dari perangkat penyelenggaraan pelayanan publik”. Suatu pelayanan dapat dikatakan berkualitas apabila dilihat dari ketersediaan suatu produk atau barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Standar pelayanan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan dengan baik akan menciptakan terwujudnya kepuasan masyarakat.
Tjiptono (2000:54) mengatakan bahwa “kualitas memiliki keterkaitan dengan kepuasan pelanggan”. Kepmen PAN Nomor 25 Tahun 2014 menyatakan bahwa kepuasan masyarakat merupakan sebuah tanggapan atau pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan yang telah disediakan oleh pihak penyelenggaraan pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Selanjutnya pendapat Sedarmayati (2009:264) menyatakan bahwa
“kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang ketika sudah mengetahui persamaan atau perbedaan antara hasil yang didapatkan dengan harapannya”, kemudian fungsi dari perbedaan antara kinerja atau hasil yang didapat dengan harapannya disebut adalah tingkat kepuasan. Sehingga pelanggan akan merasakan:
a. Kecewa, apabila kinerja atau hasil dibawah harapan.
b. Puas, apabila kinerja atau hasil sesuai dengan yang diharapkan.
c. Sangat puas, apabila kinerja atau hasil melebihi harapan.
Oliver dalam Supranto (2011:233) menyatakan bahwa terdapat indikator kepuasan yang meliputi:
a. Senang, yaitu rasa puas, lapang tanpa merasakan susah dan kecewa.
b. Share positive information, yaitu memberikan sebuah informasi yang positif.
c. Tidak Complain, yaitu tidak memberikan atau menyatakan komentar apapun.
Dalam mengetahui kepuasan masyarakat terhadap pelayanan, maka hal yang dapat dilakukan yaitu survei kepuasan masyarakat, dimana berdasarkan Permen PAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2017 adalah penilaian yang dilaksanakan secara terstruktur pada kegiatan tingkat kepuasan masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari penyelenggaraan pelayanan publik. Selanjutnya terdapat unsur atau atribut yang digunakan dalam melakukan survei kepuasan masyarakat yaitu:
1. Persyaratan: Sebuah syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.
2. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur: Langkah-langkah pelayanan yang telah disusun untuk penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
3. Waktu Penyelesaian: Lamanya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
4. Biaya/Tarif: Biaya yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan: Hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Produk pelayanan ini merupakan hasil dari setiap spesifikasi jenis pelayanan.
6. Kompetensi Pelaksana: Kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.
7. Perilaku Pelaksana: Sikap petugas dalam memberikan pelayanan.
8. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan: Tata cara pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak lanjut.
9. Sarana dan Prasarana: Sesuatu hal yang digunakan sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan. Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang
utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek). Sarana digunakan untuk benda yang tidak bergerak (gedung).
Hasil yang didapatkan dari melakukan survei kepuasan masyarakat wajib untuk diberitahukan kepada publik karena fokus utama dari hasil survei adalah informasi dari penerima jasa yang diteliti pada peningkatan kualitas layanan. Oleh karena itu dasar dalam survei pengukuran tingkat kepuasan menggunakan 9 unsur pelayanan yang telah ditetapkan di atas dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik.
2.8 Sintesa Variabel
Setelah melakukan tinjauan literatur yang sesuai dengan penelitian maka selanjutnya adalah menyusun sintesa variabel untuk menentukan variabel-variabel yang akan diuji dalam penelitian. Variabel tersebut akan diuji kepada responden yang dapat dilihat pada tabel berikut:
TABEL II. 1 SINTESA VARIABEL
Sasaran Sumber Variabel
Teknik Pengumpulan
Data
Analisis Output
Mengidentifi kasi kriteria rumah layak huni
Buku Kerja Pendampingan BSPS Tahun 2019 Edisi 1.2 (Kementerian PUPR)
1. Keselamatan bangunan meliputi:
a. Struktur bawah atau pondasi.
b. Struktur tengah atau kolom dan balok.
c. Struktur atas atau atap.
2. Kecukupan ruang atau luas minimum.
3. Kesehatan yang meliputi:
pencahayaan, penghawaan, dan sanitasi.
Wawancara dan
Dokumentasi
Deskriptif kualitatif
Mengetahui kesesuaian kriteria rumah layak huni yang telah dibangun dengan kriteria Program BSPS
Sasaran Sumber Variabel
Teknik Pengumpulan
Data
Analisis Output
Mengidentifi kasi tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang diberikan dalam program BSPS
Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit
Penyelenggara an Pelayanan Publik
1. Persyaratan 2. Sistem,
Mekanisme, dan Prosedur
3. Waktu pelayanan 4. Biaya/tarif
5. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan 6. Kompetisi
Pelaksana
7. Perilaku Pelaksana 8. Penanganan
Pengaduan, Saran dan Masukan 9. Sarana dan
Prasarana
Kuesioner Deskriptif kuantitatif
Mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap hasil pelaksanaan pelayanan dalam program BSPS
Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2020