• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil simulasi model penjalaran gelombang ST-Wave berupa gradien stress radiasi yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan parameter gelombang yang menjalar memasuki perairan dangkal akan dibahas pada bab ini. Gradien stress radiasi tersebut merupakan masukan yang digunakan untuk menjalankan simulasi arus dalam M2D. Hasil simulasi M2D berupa medan arus dan elevasi muka air akibat setup dan setdown gelombang akan dibahas pada bab ini.

Hasil model medan gelombang dan medan arus pada dua kondisi batimetri (perairan) yaitu kasus ideal dengan batimetri slope dan kasus riil dengan batimetri Eretan merupakan sub bab dalam bab ini.

V.1 Kasus Ideal

Pada kasus ideal, data batimetri yang digunakan adalah data batimetri eretan yang telah dihaluskan, dapat dilihat pada Gambar 4.3. Sedangkan parameter gelombang yang digunakan terdapat dalam Tabel 4.4. Masing-masing skenario sumulasi dijalankan untuk memperoleh arus selama tiga jam, dengan mengasumsikan bahwa arus yang diperoleh tersebut adalah arus yang telah mencapai kondisi steady-state.

V.1.1 Medan Gelombang Kasus Ideal

Berdasarkan data masukan gelombang berupa tinggi, periode dan arah gelombang

pada kedalaman tertentu di batas offshore, maka dengan model ST-Wave, dapat diketahui

tinggi, perioda, arah dan vektor kecepatan gelombang serta gradien stress radiasi di setiap

grid dalam daerah model. Selain itu, dapat diketahui juga jarak gelombang pecah dari pantai.

(2)

Gambar 5.1 Kontur tinggi dan vektor kecepatan gelombang serta daerah gelombang pecah untuk H

0

= 0.8 m, T

0

= 7 det, θ

0

= 45

0

Gambar 5.2 Kontur arah dan vektor kecepatan gelombang serta daerah gelombang pecah

untuk H

0

= 0.8 m, T

0

= 7 det, θ

0

= 45

0

(3)

Gambar 5.3 Kontur tinggi dan vektor kecepatan gelombang serta daerah gelombang pecah untuk H

0

= 0.8 m, T

0

= 7 det, θ

0

= -45

0

Gambar 5.4 Kontur arah dan vektor kecepatan gelombang serta daerah gelombang pecah

untuk H

0

= 0.8 m, T

0

= 7 det, θ

0

= -45

0

(4)

Hasil model ST-Wave menunjukkan bahwa gelombang yang datang dari offshore akan mangalami efek shoaling dimana telebih dahulu terjadi pengurangan tinggi gelombang kemudian akan naik secara perlahan hingga mencapai nilai maksimum di breaker line, dan kembali berkurang drastis hingga bernilai nol di garis pantai. Sedangkan efek refraksi terlihat dari perubahan arah penjalaran gelombang dimana gelombang yang datang dari offshore dengan arah penjalaran yang membentuk sudut tertentu terhadap garis pantai, ketika mendekati pantai akan berbelok dan cenderung membentuk sudut yang tegaklurus garis pantai.

Gambar 5.5 Profil tinggi gelombang nondimensional dengan H

0

= 0.8 meter

(5)

Gambar 5.6 Profil arah penjalaran gelombang dengan θ

0

= 45

0

Hasil model menunjukkan bahwa gelombang maksimum tedapat di batas offshore dan di titik sebelum gelombang pecah. Tinggi gelombang maksimum yang diperoleh bernilai sama dengan data masukan yaitu sebesar 0.8 meter. Hal ini kemungkinan terjadi karena data kedalaman maksimum di batas offshore adalah 3 meter sehingga gelombang yang menjalar langsung dipengaruhi oleh gesekan dengan dasar perairan maka terjadi penurunan tinggi gelombang. Gelombang pecah terjadi pada jarak 130 meter dari pantai dengan kedalaman perairan 1.3 meter. Sudut gelombang pecah adalah 293

0

(arah 0

0

sejajar sumbu-X positif, dalam hal ini ke arah timur, sudut dihitung berlawanan arah jarum jam).

Informasi mengenai hasil model gelombang untuk kasus ideal dapat dilihat pada Tabel 5.1 Tabel 5.1 Hasil perhitungan model gelombang ST-Wave untuk kasus ideal

Parameter Keterangan Besaran

H

maks

Tinggi gelombang maksimum (meter) 0.80

H

b

Tinggi gelombang pecah (meter) 0.80

Θ

b

Sudut gelombang pecah (

0

) 293

d

b

Kedalaman gelombang pecah (meter) 1.30

L

b

Jarak gelombang pecah dari garis pantai (meter) 130

(6)

V.1.2 Medan Arus Kasus Ideal

Berdasarkan medan gelombang hasil perhitungan model ST-Wave maka disimulasikan medan arus menggunakan model M2D dan diperoleh hasil berupa nilai vektor kecepatan arus dan elevasi muka air akibat gelombang, di setiap grid daerah model.

Gambar 5.7 Elevasi muka air dan vektor kecepatan arus ( H

0

= 0.8 m, T

0

= 7 det, θ

0

= 45

0

)

(7)

Gambar 5.8 Elevasi muka air dan vektor kecepatan arus ( H

0

= 0.8 m, T

0

= 7 det, θ

0

= -45

0

) Berdasarkan hasil model telihat bahwa arus sejajar pantai terjadi didalam surf zone dengan nilai maksimum terdapat didekat breaker line dan semakin mengecil kearah pantai maupun menjauhi pantai. Nilai maksimum arus yang terjadi sebesar 0.154 meter/detik yang terjadi pada jarak 100 meter dari pantai, atau 30 meter dari braeker line kearah pantai.

Sedangkan elevasi muka air telihat menurun dari offshore kearah pantai hingga bernilai

minimum di breaker line, kemudian naik hingga maksimum di tepi pantai. Elevasi muka air

bernilai maksimum sebesar 0.0093 di tepi pantai dan minimum sebesar -0.0026 di breaker

line.

(8)

Gambar 5.9 Profil elevasi muka air dengan H

0

= 0.8 m, T

0

= 7 det, θ

0

= -45

0

Gambar 5.10 Profil kecepatan arus hasil M2D dan hasil analitik Longuet-Higgins

(9)

Berdasarkan hasil perhitungan kecepatan arus menggunakan model analitik Longuet- Higgins, terlihat bahwa arus maksimum terjadi pada jarak 87 meter dari garis pantai dengan nilai sebesar 0.1638 meter/detik. Profil arus hasil model analitik tersebut juga menunjukkan pola dimana nilai arusnya semakin kecil kearah pantai maupun kearah offshore.

Profil arus yang diperoleh menunjukkan adanya proses percampuran horizontal dimana arus maksimum bergeser kearah pantai, sedangkan di luar breaker zone (kearah offshore) masih terdapat arus. Besar-kecilnya pengaruh percampuran horizontal ini sangat bergantung pada koefisien kekasaran dan kemiringan dasar perairan.

Perbandingan hasil perhitungan arus antara model numerik dengan model analitik menunjukkan perbedaan yang kecil, dimana hasil perhitungan model numerik memberikan nilai arus yang lebih kecil, dengan pita (lebar surfzone) yang lebih besar. Hal ini kemungkinan terjadi karena terdapat perlakuan syarat batas yang kurang tepat pada model numerik, atau juga sebagai akibat pemilihan koefisien N yang tak berdimensi dalam perhitungan analitik, yang kurang tepat. Namun demikian dari perbandingan profil arus hasil kedua model tersebut, secara umum telah menunjukkan bahwa hasil perhitungan model numerik hampir sama dengan hasil perhitungan model analitik.

Informasi mengenai hasil perhitungan model numerik dan analitik untuk kasus ideal, dapat dilihat pada Tabel 5.2

Tabel 5.2 Hasil perhitungan arus dan elevasi muka air untuk kasus ideal

Parameter Keterangan Besaran

Numerik Analitik

V

max

Kecepatan maksimum (m/det) 0.154 0.1638

L

x

Jarak kecepatan maksimum dari pantai (m) 100 87

ζ

max

Elevasi maksimum (m) 0.0093

ζ

min

Elevasi minimum (m) -0.0026

(10)

V.2 Kasus Riil

Pada kasus riil, data batimetri yang digunakan adalah data batimetri eretan yang telah di-smoothing yang dapat dilihat pada Gambar 4.4. Sedangkan parameter gelombang yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.4. Masing-masing skenario sumulasi dijalankan untuk mendapatkan arus selama tiga jam, dengan mengasumsikan bahwa arus yang diperoleh adalah arus yang telah mencapai kondisi steady-state.

V.2.1 Medan Gelombang Kasus Riil

Berdasarkan hasil yang diperoleh melalui model ST-Wave (penggambaran tinggi,arah dan vektor gelombang), terlihat bahwa terjadi efek shoaling dan refraksi terhadap gelombang yang datang. Dimana tinggi gelombang akan semakin berkurang secara perlahan dari batas offshore, kemudian akan naik perlahan juga hingga akhirnya pecah. Setelah pecah, tinggi gelombang berkurang secara drastis sampai di batas pantai. Sedangkan efek refraksi terlihat dari perubahan arah penjalaran gelombang yang cenderung berbelok hingga membentuk sudut yang tegak lurus dengan garis pantai.

Gambar 5.11 Kontur tinggi dan vektor kecepatan gelombang serta daerah gelombang pecah

pada bulan Februari (skenario 1) dengan H

0

= 1.2 m, T

0

= 7 det, θ

0

= 45

0

(11)

Gambar 5.12 Kontur arah dan vektor kecepatan gelombang serta daerah gelombang pecah pada bulan Februari (skenario 1) dengan H

0

= 1.2 m, T

0

= 7 det, θ

0

= 45

0

Gambar 5.13 Kontur tinggi dan vektor kecepatan gelombang serta daerah gelombang pecah

pada bulan Agustus (skenario 2) dengan H

0

= 0.6 m, T

0

= 7 det, θ

0

= -45

0

(12)

Gambar 5.14 Kontur arah dan vektor kecepatan gelombang dan daerah gelombang pecah pada bulan Agustus (skenario 2) dengan H

0

= 0.6 m, T

0

= 7 det, θ

0

= -45

0

Perbedaan data masukan yang diberikan, dimana tinggi gelombangnya berbeda, akan

memberikan jarak breaker line yang berbeda juga. Garis gelombang pecah (breaker line)

akan semakin bergeser mendekati garis pantai jika tinggi gelombang yang datang semakin

kecil. Selain itu, arah relatif garis pantai terhadap gelombang yang datang dan kondisi

batimetri juga akan mempengaruhi gelombang pecah. Dimana tinggi dan sudut gelombang

pecah akan berubah menjadi semakin kecil dan garis gelombang pecah menjadi bergeser

mendekati garis pantai. Hal ini terlihat pada plot tinggi dan arah gelombang di penampang 1

dan penampang 2.

(13)

Gambar 5.15 Profil tinggi gelombang nondimensional di penampang 1 (H

0_1

= 1.2, H

0_2

= 0.6)

Gambar 5.16 Profil tinggi gelombang nondimensional di penampang 2

(H

0_1

= 1.2, H

0_2

= 0.6)

(14)

Gambar 5.17 Profil arah penjalaran gelombang di penampang 1 (θ

0_1

= 45, θ

0_2

= -45)

Gambar 5.18 Profil arah penjalaran gelombang di penampang 2 (θ

0_1

= 45, θ

0_2

= -45)

(15)

Melalui penggambaran medan gelombang di penampang 1 dan 2, terlihat bahwa gelombang maksimum untuk skenario 1 terdapat di batas offshore dan maksimum kedua terdapat di garis gelombang pecah. Sedangkan untuk skenario 2, terlihat bahwa tinggi gelombang pecah merupakan gelombang maksimum. Hal ini terjadi karena pada skenario 1 dasar perairan telah memberikan pengaruh berupa gesekan terhadap gelombang, dimana perbadingan antara tinggi gelombang dan kedalaman perairannya adalah lebih kecil pada skenario 1.

Pembelokan arah penjalaran gelombang juga berubah, mendekati pantai arah penjalaran gelombang menjadi semakin tegak lurus garis pantai. Semakin besar nilai tinggi gelombang masukan yang diberikan, maka gelombang pecah yang terjadi akan semakin jauh dari garis pantai.

Adapun hasil perhitungan medan yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 5.3 Tabel 5.3 Hasil perhitungan model gelombang ST-Wave untuk kasus riil

Parameter Keterangan Penampang 1 Penampang 2

Sc 1 Sc 2 Sc 1 Sc 2 H

0

Tinggi gelombang masukan (m) 1.20 0.60 1.20 0.60 H

b

Tinggi gelombang pecah (m) 1.13 0.64 1.10 0.61 Θ

0

Sudut gelombang masukan (

0

) 315 225 315 225

Θ

b

Sudut gelombang pecah (

0

) 286 249 286 253

d

b

Kedalaman gelombang pecah (m) 1.90 1.10 1.83 1.00 L

b

Jarak gelombang pecah (m) 300 100 220 85 Ket : Sc 1 = Skenario 1; Sc 2 = Skenario 2

V.2.2 Medan Arus Kasus Riil

Berdasarkan penggambaran hasil model arus untuk bulan Februari (skenario 1)

terlihat bahwa arus yang terjadi bergerak menuju ke barat dan berada pada range kedalaman

berkisar antara 0.5 meter sampai kedalaman 2 meter. Sedangkan untuk bulam Agustus

(skenario 2), arus bergerak menuju ke timur dan berada pada range kedalaman berkisar

antara 0.5 meter sampai kedalaman 1.25 meter. Terlihat juga bahwa arus yang terjadi pada

(16)

bulan Februari lebih besar daripada bulan Agustus karena tinggi gelombang pada bulan Februari lebih besar daripada bulan Agustus.

Gambar 5.19 Plot vektor dan besar arus pada bulan Februari (H

0

= 1.2 m ,T

0

= 7 det ,θ

0

= 45

0

)

  Gambar 5.20 Plot vektor dan elevasi muka air pada bulan Februari

(H

0

= 1.2 m, T

0

= 7 det, θ

0

= 45

0

)

(17)

 

  Gambar 5.21 Plot vektor dan magnitudo arus pada bulan Agustus

(H

0

= 0.6 m, T

0

= 7 det, θ

0

= -45

0

)  

  Gambar 5.22 Plot vektor dan elevasi muka air pada bulan Agustus

(H

0

= 0.6 m, T

0

= 7 det, θ

0

= -45

0

)

(18)

Melalui penggambaran hasil model arus juga terlihat bahwa disisi barat daerah model diperoleh arus yang lebih kuat dan berada pada pita yang lebih sempit daripada arus yang terdapat pada sisi timur daerah model. Hal ini terjadi karena kemiringan pantai didalam surfzone disisi barat adalah lebih curam daripada disisi timur. Selain itu, arah relatif garis pantai terhadap arah penjalaran gelombang yang datang akan mempengaruhi sudut gelombang pecah. Jika sudut gelombang pecah semakin besar akan menghasilkan kecepatan arus yang semakin besar.

Nilai arus maksimum terjadi disekitar muara sungai (kanal) untuk kedua skenario.

Hal ini juga diakibatkan oleh kemiringan dasarnya yang curam. Didalam kanal, arus bergerak masuk. Sedangkan pada sisi timur muara terjadi pusaran arus pada bulan Februari, dimana arus umumnya bergerak ke barat. Hal ini terjadi karena arus yang menuju kearah barat, sebagian akan berbelok menuju kearah timur akibat adanya penghalang sehingga menimbulkan perbedaan elevasi disisi baratdaya muara. Maka arus yang berbalik tersebut akan bergerak menuju offshore kemudian bergabung kembali dengan arus yang bergerak ke barat. Demikian halnya disisi kanan muara terjadi pusaran arus pada bulan Agustus, dimana arus umumnya bergerak ke timur.

Berdasarkan penggambaran hasil model arus di kedua penampang melintang yang dipilih terlihat bahwa arus maksimum untuk kedua skenario terjadi di dalam surfzone, pada jarak 110 meter dari pantai pada bulan Februari (skenario 1) dan 90 meter pada bulan Agustus (skenario 2). Nilai arus maksimum pada bulan Februari sebesar 0.32 meter/detik di penampang 1 dan sebesar 0.29 meter/detik di penampang 2. Sedangkan pada bulan Agustus diperoleh arus maksimum sebesar 0.195 meter/detik di penampang 1 dan 0.205 meter/detik di penampang 2.

Terlihat juga bahwa elevasi muka air akibat setup dan setdown gelombang yang

diperoleh pada bulan Februari sebesar 0.28 meter untuk nilai maksimum dan -0.0049 meter

untuk nilai minimum di penampang 1; dan 0.29 meter untuk nilai maksimum dan -0.0048

meter untuk nilai minimum di penampang 2. Sedangkan pada bulan Agustus, nilai elevasi

sebesar 0.0075 meter untuk nilai maksimum dan -0.0022 meter untuk nilai minimum di

(19)

penampang 1; dan 0.0073 meter untuk nilai maksimum dan -0.0020 meter untuk nilai minimum di penampang 2.

Gambar 5.23 Profil kecepatan arus di penampang 1 pada bulan Februari dan Agustus

(20)

Gambar 5.24 Profil kecepatan arus di penampang 2 pada bulan Februari dan Agustus

Gambar 5.25 Profil elevasi muka air di penampang 1 pada bulan Februari dan Agustus

(21)

Gambar 5.26 Profil elevasi muka air di penampang 2 pada bulan Februari dan Agustus Pada lokasi stasiun pengamatan diperoleh nilai arus pada bulan februari sebesar 0.2526 meter/detik di stasiun 1 dan 0.0999 meter/detik di stasiun 2. Sedangkan pada bulan agustus diperoleh arus sebesar 0.1024 meter/detik di stasiun 1 dan 0.0058 meter/detik di stasiun 2.

Hasil perbandingan antara nilai kecepatan arus yang diperoleh melalui pengukuran

lapangan dengan hasil model, dapat dilihat bahwa nilai arus hasil model di stasiun 1 telah

mendekati nilai arus maksimum dari hasil pengukuran lapangan. Sedangkan untuk nilai arus

di stasiun 2 menunjukkan perbedaan yang sangat berarti. Hal ini kemungkinan terjadi akibat

data yang diperoleh dari hasil pengukuran bukan merupakan nilai arus sejajar pantai,

melainkan arus akibat pasang surut. Pendapat ini diperkuat oleh lokasi pengamatan arus di

stasiun 2 yang berada di luar daerah gelombang pecah (surfzone) memberikan nilai arus yang

lebih besar daripada di stasiun 1 yang berada didalam daerah gelombang pecah.

(22)

Adapun hasil perhitungan model arus di penampang 1 dan 2 dapat dilihat dalam Tabel 5.4 dan perbandingan antara nilai arus hasil model dengan hasil pengukuran di stasiun pengamatan ditunjukkan dalam Tabel 5.5.

Tabel 5.4 Hasil perhitungan arus dan elevasi muka air untuk kasus riil di penampang 1 dan 2

Parameter Keterangan Penampang 1 Penampang 2

Sc 1 Sc 2 Sc 1 Sc 2

V

max

Kecepatan maksimum (m/det) 0.32 0.195 0.29 0.205

L

x

Jarak kecepatan maksimum (m) 110 90 110 90

ζ

max

Elevasi maksimum (m) 0.28 0.0075 0.29 0.0073 ζ

min

Elevasi minimum (m) -0.0049 0.0022 -0.0048 0.0020

Tabel 5.5 Hasil perhitungan dan pengukuran arus untuk kasus riil di stasiun 1 dan 2

Lokasi Parameter Hasil Model Hasil Pengukuran (max) Sc 1 Sc 2 Februari Agustus Stasiun 1 Kecepatan arus (cm/det) 25.26 10.24 22.6 10.4

Stasiun 2 Kecepatan arus (cm/det) 9.99 0.58 34.0 11.8

Referensi

Dokumen terkait

Namun, semua itu mereka coba tutupi, tidak perlu dibicarakan karena mereka tahu akan membawa dampak yang sangat besar terhadap orang-orang yang masih duduk berkuasa sekarang,

Sisa pangkasan (brangkasan) di letakan di antara tanaman teh untuk menambah bahan organik dan tidak menghalangi pertumbuhan pucuk. Tenaga pangkas yang digunakan adalah

Hasil yang diperoleh sebagai berikut: sifat limbah organik: keasaman (pH) netral (pH 7), kecuali kulit kayu dan serbuk gergaji; daya hantar listrik (DHL)

Governance dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. 5) Direksi dalam penyelenggaraan tugas yang bersifat strategis

Penilaian permodul dilakukan oleh asisten praktikum, sedangkan nilai Tugas Besar/ UAS diserahkan kepada dosen kelas, dilaporkan ke PJMP.. Baik praktikan maupun asisten tidak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh profitabilitas, ukuran perusahaan, pertumbuhan penjualan dan struktur aktiva terhadap struktur modal pada

Prinsip jual beli dengan margin ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa)

Kegiatan inovasi pengolahan ikan berbasis surimi menjadi produk pangan otak-otak dan abon dilakukan pada Mei-Oktober 2017 di unit bisnis Laboratorium Pengembangan Produk,